• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BODY CONDITION SCORE (BCS) TERHADAP KUALITAS SEMEN DOMBA WONOSOBO DI KABUPATEN WONOSOBO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH BODY CONDITION SCORE (BCS) TERHADAP KUALITAS SEMEN DOMBA WONOSOBO DI KABUPATEN WONOSOBO"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BODY CONDITION SCORE (BCS) TERHADAP KUALITAS SEMEN DOMBA WONOSOBO DI KABUPATEN WONOSOBO

(Effect Body Condition Score (Bcs) On Wonosobo Ram's Semen Quality At Wonosobo District)

P. Sonatha*, D. Samsudewa, dan E. Purbowati

Faculty of Animal and Agricultural Sciences, Diponegoro University, Semarang

*E-mail : sonathap@yahoo.com ABSTRAK

Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi dan mengetahui kualitas semen Domba Wonosobo (Dombos) baik secara makroskopis maupun mikroskopis padabody condition score (BCS) yang berbeda. Penelitian ini menggunakan 13 ekor Dombos pejantan berumur 2-3 tahun dengan BCS 2 dan 3. Metode pada penelitian ini terdiri atas 3 tahap yakni; 1).Penilaian BCS, 2).Penampungan semen, dan 3).Pemeriksaan kualitas semen. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada pengaruh nyata antara kedua BCS terhadap volume, warna, bau, pH, gerakan massa, viabilitas, dan abnormalitas semen Dombos. Motilitas semen Dombos dengan BCS 3 (80,21%) lebih tinggi (P<0,05) dari BCS 2 (69,68%), namun kedua nilai tersebut masih tergolong pada taraf normal. Kesimpulan dari penelitian ini ialah BCS tidak memberikan pengaruh kepada kualitas semen segar Dombos. Semen Dombos dengan BCS 2 dan 3 memiliki kualitas yang baik, sehingga layak digunakan sebagai pejantan dalam perkawinan.

Kata kunci: Wonosobo ram, BCS, kualitas semen ABSTRACT

This study was purposed to evaluate the semen quality both macroscopic and microscopic of Wonosobo ram (Dombos)with different body condition score (BCS).

Thirteen Dombos aged between 2-3 years old with BCS 2 and 3 were used in this study.

There were 3 steps used involving; 1).BCS estimation, 2).Semen collection, and 3).Semen quality evaluation. The results showed that there were no effect of different BCS on volume, scent, pH, wave motion, viability, and abnormality. Dombos semen motility with BCS 3 (80,21%) was higher (P<0,05) than BCS 2 (69,68%), which both motility were still in a normal stage. Overall, the conclusion from this study was BCS didn't affect semen quality of Dombos. Semen of both groups (BCS 2 and 3) had decent qualities that fit to be used as a mating pair.

Key Words : Wonosobo ram, BCS, semen quality I. PENDAHULUAN

Domba Wonosobo atau ”Dombos”

merupakan domba hasil persilangan antara domba lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) dan Domba Ekor Tipis (DET) dengan Domba Texel yang banyak d i p e l i h a r a d a n d i t e r n a k k a n o l e h penduduk Wonosobo. Salah satu ciri

khas yang dimiliki oleh Dombos adalah

bulu wol menutupi hampir seluruh

permukaan tubuh kecuali muka, perut

b a g i a n b a w a h d a n k a k i ( M e n t e r i

Pertanian, 2011). Dombos memiliki

peluang besar untuk berkembang di

p e t e r n a k a n I n d o n e s i a d i l i h a t d a r i

peningkatan permintaan daging untuk

(2)

memenuhi kebutuhan protein hewani m a s y a r a k a t . P e n i n g k a t a n j u m l a h Dombos harus diimbangi dengan kualitas ternak Dombos yang dihasilkan melalui sistem perkawinan.

Sistem perkawinan alami yang digunakan oleh peternak Dombos m e m e r l u k a n a d a n y a e fi s i e n s i penggunaan pejantan. Pejantan harus memiliki kualitas semen yang baik sehingga tingkat fertilitas yang tinggi dapat diharapkan. Demi menghindari penggunaan pejantan dengan tingkat fertilitas rendah sebaiknya dilakukan penilaian body condition score (BCS) untuk mengetahui tingkat ketebalan lemak sebelum ternak jantan dipilih menjadi pejantan dalam perkawinan.

Kekurangan maupun kelebihan lemak pada pejantan dapat menyebabkan terganggunya proses spermatogenesis.

Hal ini disebabkan karena lemak berperan sebagai bahan penyusun hormon reproduksi seperti testosteron dan estrogen. Kedua hormon reproduksi tersebut merupakan hormon steroid dengan kolesterol, tepatnya kolesterol Low Density Lipoprotein (LPL) sebagai unsur pembentuknya. Hormon steroid tersebut diproduksi oleh ovarium dan testis, memiliki sifat lipolifik (larut dalam lemak) sehingga dibawa di dalam darah menggunakan komplek globulin pengikat ( S a r y o n o , 2 0 0 9 ) . T u j u a n dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dan mengetahui kualitas semen Dombos dengan body condition score (BCS) yang berbeda y a k n i B C S 2 d a n 3 b a i k s e c a r a makroskopis maupun mikroskopis.

II. MATERI DAN METODE

Penelitian untuk mengetahui pengaruh body condition score (BCS) terhadap kualitas makroskopis dan m i k r o s k o p i s s e m e n D o m b o s dilaksanakan pada bulan Oktober hingga Desember 2015. Penelitian dilakukan di Kecamatan Kejajar, Kalikajar, dan Mojotengah di Kabupaten Wonosobo.

Penelitian ini menggunakan 13 Dombos pejantan berumur 2 – 3 tahun.

Ketiga belas Dombos tersebut kemudian diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok BCS yaitu BCS 2 dan BCS 3. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termos sebagai tempat air hangat bersuhu ± 50oC, spuit ukuran 60 ml untuk memasukkan air hangat ke dalam vagina b u a t a n , v a g i n a b u a t a n u n t u k pengambilan semen segar, tabung p e n a m p u n g s e m e n b e r s k a l a , termometer raksa untuk mengetahui suhu pada vagina buatan, alumunium foil untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas semen akibat perbedaan sinar dan suhu, bekker glass, 3 buah pipet tetes, pH meter untuk mengetahui kadar keasaman semen, objek glass dan deck glass sebagai tempat sampel semen yang akan diteliti secara mikroskopis, bantal hangat sebagai alas objek glass dan deck glasssebelum digunakan untuk menghangatkan alat, mikroskop, bunsen untuk mengeringkan preparat apus, hand counter tally untuk menghitung jumlah spermatozoa, serta alat tulis untuk mencatat hasil yang didapatkan. Bahan yang digunakan adalah air hangat bersuhu ± 50oC untuk dimasukkan ke dalam vagina buatan, pelicin khusus untuk dioleskan di lubang vagina buatan, eosin 2% sebagai pewarna, NaCl fi s i o l o g i s 0 , 9 % d i g u n a k a n s a a t p e n g a m a t a n g e r a k i n d i v i d u spermatozoa.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pengambilan sampel secara purposive sampling. Pelaksanaan penelitian terbagi menjadi tiga tahap, yakni tahap penilaian BCS, tahap p e n a m p u n g a n s e m e n , d a n t a h a p pemeriksaan kualitas semen.

Tahap penilaian BCS

P e n e n t u a n B C S d i l a k u k a n

secara palpasi di bagian loin, tail head,

pins, hooks, ribs dan brisket. Penilaian

(3)

didasarkan atas ketebalan lemak yang dimiliki pejantan pada bagian-bagian

ĘǾÒŒÔÑP

Loin Pins

Tail head Ribs / iga Hooks

tersebut, seperti pada Ilustrasi 1 dan Tabel 1.

Ilustrasi 1. Bagian-bagian tubuh untuk penilaian BCS (Tames, 2010)

Parameter BCS

1 2 3 4 5

Loin Sangat tipis Sedikit Cukup Penuh Terlalu penuh

Ribs Nyata Bagian depan

nyata

Iga 1 atau 2 bisa

nyata Tidak nyata Tidak nyata Brisket Tidak ada

lemak Sedikit lemak Ada lemak Banyak lemak Sangat banyak lemak Hooks &

Pins Nampak nyata Nampak nyata Agak nyata Tidak nyata Tidak nyata

Tail Head Tidak ada

lemak Tidak ada lemak Sedikit lemak Berlemak Lemak sangat banyak Tabel 1. Penilaian Body Condition Score (BCS)

Sumber : What's the score : Sheep (Tames, 2010).

Tahap Penampungan Semen

S e m e n d i t a m p u n g m e n g - gunakan teknik vagina buatan. Domba yang digunakan sebagai pemancing disiapkan. Pejantan dibiarkan menaiki domba pemancing hingga terjadi ereksi.

S e m e n d i t a m p u n g d e n g a n c a r a memegang preputium kemudian penis diarahkan ke vagina buatan.

Tahap Pemeriksaan Kualitas Semen Semen yang telah ditampung s e l a n j u t n y a d i e v a l u a s i u n t u k mengetahui kualitasnya baik secara makroskopis maupun mikroskopis.

Evaluasi makroskopis dilakukan secara langsung yang terdiri atas volume,

warna, bau dan pH semen. Evaluasi mikroskopis dilakukan menggunakan mikroskop yang terdiri atas gerakan m a s s a , m o t i l i t a s , v i a b i l i t a s d a n abnormalitas spermatozoa.

Analisis Data

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan metode u-test Mann-Whitney.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian BCS dan kualitas semen Dombos menunjukkan hasil dengan rata-rata seperti pada Tabel 2.

Kualitas semen Dombos pada BCS yang

berbeda menunjukkan hasil tidak

(4)

berbeda nyata (P>0,05) kecuali motilitas semen.

Tabel 2. Kualitas Semen Dombos dengan BCS yang Berbeda

Sumber : Data Primer Hasil Olahan Data Menggunakan Mann-Whitney, 2016.

Superskrip yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Kualitas Makroskopis Semen Dombos Volume Semen

Volume semen terdiri atas dua komponen yakni spermatozoa dan p l a s m a s e m e n ( P e r r y , 1 9 6 8 ) . Spermatozoa merupakan sel pembawa genetik yang diproduksi oleh testis dan dipengaruhi oleh hormon-hormon gonadotropin serta androgen (Rizal dan H e r d i s , 2 0 0 8 ) . P l a s m a s e m e n m e r u p a k a n s u m b e r n u t r i s i b a g i s p e r m a t o z o a u n t u k h i d u p y a n g dihasilkan oleh kelenjar vesikularis (Taylor dan Bogart, 1988).

Berdasarkan hasil pengambilan data volume semen Dombos (Tabel 2) diketahui bahwa baik Dombos dengan BCS 2 maupun BCS 3 memiliki volume semen yang baik karena berada pada kisaran 1 ml. Hasil analisis statistik m e n u n j u k k a n b a h w a B C S t i d a k berpengaruh nyata (P≥0,05) terhadap v o l u m e s e m e n D o m b o s . H a l i n i disebabkan karena kadar perlemakan pada Dombos BCS 2 dan 3 tidak b e r b e d a j a u h , s e h i n g g a j u m l a h testosteron yang dihasilkan pun serupa.

Saryono (2009) menyatakan bahwa tinggi rendahnya kadar testosteron dipengaruhi oleh jumlah lemak yang mengalami proses steroidogenesis.

Syamyono et al. (2014) menambahkan bahwa tingginya kadar testosteron dapat

Parameter

BCS

2 3

Volume (ml) 1,00 1,26

Warna Putih Susu Putih Susu

Bau Spermin Spermin

pH 7,62 7,46

Gerak massa 3,46 4,26

Motilitas (%) 69,68a 80,21b

Viabilitas (%) 77,10 77,12

Abnormalitas (%) 15,49 15,34

a b

meningkatkan produksi spermatozoa dan sekresi cairan plasma semen yang menyebabkan volume semen ikut meningkat.

Warna Semen

Semen Dombos baik BCS 2 maupun 3 memiliki warna normal, yakni berkisar pada warna putih susu hingga krem. Hal ini sesuai dengan pendapat R i z a l d a n H e r d i s ( 2 0 0 8 ) y a n g menyatakan bahwa warna semen domba normal adalah putih susu dan krem.

Adanya warna pada semen disebabkan oleh kerja hormon testosteron yang mempengaruhi kelenjar prostat dan epididimis. Junqueira dan Carneiro (2007) berpendapat bahwa kelenjar prostat mensekresikan cairan encer berwarna putih susu yang mengandung lipid, asam sitrat, enzim proteolitik, zinc serta asam fosfat. Semen dengan warna yang semakin keruh menunjukkan nawha spermatozoa di dalam semen semakin pekat. Tomaszweska et al.

(1991) menyatakan bahwa pemekatan semen tersebut terjadi di epididimis yang merupakan saluran penyambung antara vesikula seminalis dan testis.

Toelihere (1985) berpendapat bahwa semen bergumpal menunjukkan adanya nanah di kelenjar pelengkap;

semen warna merah menunjukkan kontaminasi darah; serta warna coklat muda atau kehijauan menunjukkan kemungkinan adanya kontaminasi feses.

Bau Semen

Hasil pengamatan menunjukan bahwa semen Dombos baik dengan BCS 2 maupun BCS 3 memiliki bau normal yaitu spermin. Kartasudjana (2001) menyatakan bahwa semen memiliki bau khas yang pada umumnya adalah bau amis khas yang bercampur dengan bau hewan itu sendiri.

Junqueira dan Carneiro (2007)

menyatakan bahwa bau pada semen

(spermin) berasal dari alkalin yang

diproduksi oleh kelenjar prostat. Kerja

kelenjar prostat tersebut bergantung

(5)

pada kadar testosteron seperti halnya vesikula seminalis.

Nilai pH Semen

Nilai pH semen menentukan daya tahan hidup spermatozoa karena nilai pH yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah dapat menyebabkan kematian lebih cepat pada spermatozoa (Sujoko et al., 2009). Rizal dan Herdis (2008) menyatakan bahwa sebaiknya nilai pH semen berada pada kisaran nilai netral (7,00).

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pH semen Dombos, diketahui bahwa pH semen Dombos dengan BCS 2 sebesar 7,62; dan BCS 3 sebesar 7,46 (Tabel 2). Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan pendapat Ondho et al.

(2008) yang menyatakan bahwa semen Dombos memiliki pH 7,40 ± 0,15. Adiati et a l . ( 2 0 0 1 ) b e r p e n d a p a t b a h w a persilangan antara domba Garut (GG) dengan domba St. Croix (HH) yang disebut dengan domba HG memiliki nilai pH semen sebesar 7,43; Solihati et al.

(2008) menambahkan bahwa pH semen domba Garut berkisar pada nilai 6,9-7,1;

Kewilaa et al. (2014) menyatakan bahwa pH semen DET ialah 7,00. Junqueira dan Carneiro (2007) berpendapat bahwa hormon testosteron mempengaruhi kelenjar prostat untuk menghasilkan sifat basa cairan plasma semen sehingga mencegah terjadinya apoptosis yang d i s e b a b k a n a s a m l a k t a t d a r i metabolisme spermatozoa.

Analisis statistik menunjukkan bahwa BCS tidak mempengaruhi pH semen Dombos. Hal ini terjadi karena kesamaan bangsa ternak menyebabkan cairan kelenjar aksesoris yang dihasilkan sama sehingga nilai pH semen tidak berbeda. Evans dan Maxwell dalam Sujoko et al. (2009) menyatakan bahwa kelenjar aksesoris memiliki tanggung jawab terhadap kapasitas penyangga semen yang berperan melindungi spermatozoa dari perubahan derajat keasaman mendadak. Feradis (2007)

menambahkan bahwa perubahan derajat keasaman disebabkan oleh metabolisme spermatozoa yang menghasilkan asam laktat.

Kualitas Mikroskopis Semen Dombos Gerak Massa

P e n g a m a t a n g e r a k m a s s a dilakukan guna mengetahui tinggi rendahnya gerakan spermatozoa secara b e r g e r o m b o l a n . S a a t m e l a k u k a n pengamatan menggunakan mikroskop akan terlihat gelombang atau awan.

Semakin kuat gelombang atau awan yang tampak menunjukkan semakin tingginya nilai gerak massa semen (Rizal dan Herdis, 2008).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa gerak massa pada semen Dombos BCS 2 dan BCS 3 sangat baik dimana nilai yang didapat berada diatas +3. Nilai tersebut didapat berdasarkan acuan rentang nilai +1 hingga +5 (Soltanpour dan Moghaddam, 2014).

Analisis statistik menunjukkan bahwa BCS tidak memberikan pengaruh nyata terhadap gerak massa spermatozoa. Hal ini disebabkan karena kesamaan bangsa dan umur Dombos mempengaruhi kadar testosteron serta kelenjar aksesoris ternak. Kadar testosteron yang tinggi d a p a t m e n i n g k a t k a n k o n s e n t r a s i spermatozoa dalam semen. Garner dan Hafez (2000) menyatakan bahwa tingkat testosteron berperan dalam menentukan cepat lambatnya gerakan spermatozoa.

Selanjutnya kelenjar aksesoris (kelenjar prostat) berperan dalam merangsang gerak aktif dari spermatozoa.

Motilitas

H a s i l a n a l i s i s s t a t i s t i k

menunjukkan bahwa BCS memberikan

pengaruh terhadap motilitas semen

namun masih dalam taraf normal yaitu

69,68% pada BCS 2 dan 80,21% pada

BCS 3. Garner dan Hafez (2000)

menyatakan bahwa semen dengan

kualitas baik memiliki nilai motilitas

sebesar 60-80%. Hal ini disebabkan

karena lemak merupakan salah satu

(6)

sumber energi yang dapat disimpan dalam bentuk ATP, kemudian digunakan oleh spermatozoa untuk bergerak. Hasil cerna lemak dalam bentuk asam lemak mengalami oksidasi menjadi asetil KoA yang kemudian membentuk energi.

F a k t o r - f a k t o r l a i n y a n g mempengaruhi motilitas spermatozoa selain penyimpanan energi (ATP) adalah umur sperma, maturasi sperma, agen aktif, biofisik dan fisiologik, cairan suspensi serta rangsangan hambatan (Hafez, 1993). Maturasi sperma terjadi di d a l a m t u b u l u s s e m i n i f e r u s y a n g dipengaruhi oleh hormon testosteron dan estrogen (Saryono, 2009). Herdis et al.

(2005) berpendapat bahwa motilitas progresif spermatozoa merupakan penentu kesanggupan semen dalam menembus sel-sel pelindung serta membuahi sel telur. Semakin tinggi nilai motilitas, semakin baik kualitas semen yang didapatkan.

Viabilitas

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa semen Dombos baik dengan BCS 2 maupun BCS 3 memiliki nilai viabilitas yang baik, yaitu berada di atas 60% (Rizal dan Herdis, 2008).

Dombos BCS 2 memiliki nilai viabilitas sebesar 77,10% dan BCS 3 sebesar 77,12%. Kedua nilai viabilitas tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nilai viabilitas semen Dombos hasil penelitian Ondho et al. (2008) yakni 61,39 ± 3,04%.

Namun lebih rendah dibandingkan nilai viabilitas semen domba St. Croix pada penelitian Feradis (2007) sebesar 89 ± 2,37% maupun domba Garut pada penelitian Sujoko et al. (2009) sebesar 88,48 ± 2,68%.

H a s i l a n a l i s i s s t a t i s t i k m e n u n j u k k a n b a h w a B C S t i d a k berpengaruh nyata terhadap nilai viabilitas semen Dombos. Hal ini d i s e b a b k a n k a r e n a s e m e n y a n g digunakan berasal dari domba-domba dengan bangsa, umur dan lingkungan yang sama. Nilai viabilitas ditentukan oleh

sifat membran plasma spermatozoa.

Herdis et al. (2009) menambahkan bahwa membran plasma berfungsi m e l i n d u n g i s e r t a m e n j a g a keseimbangan elektrolit baik intra m a u p u n e k s t r a s e l u l e r. R u s a k n y a m e m b r a n p l a s m a m e n y e b a b k a n terganggunya proses metabolisme dan proses fisiologis spermatozoa sehingga menyebabkan kematian spermatozoa.

Plasma semen mengandung lemak dan protein sebagai sumber nutrisi bagi spermatozoa. Pramono dan Tagama (2008) menyatakan bahwa viabilitas semen yang baik belum menentukan kualitas semen tersebut dikarenakan terbatasnya plasma semen sebagai sumber nutrisi, sedangkan motilitas spermatozoa paska ejakulasi sangat aktif.

Abnormalitas

Analisis statistik menunjukkan bahwa BCS tidak memberikan pengaruh terhadap abnormalitas spermatozoa.

Hal ini disebabkan karena kesamaan pakan, umur serta lingkungan ternak yang digunakan dalam penelitian.

Hormon reproduksi merupakan salah satu faktor penentu nilai abnormalitas primer spermatozoa. Testosteron dan estrogen bekerja sama dalam proses pematangan spermatozoa. Nugraheni et al. (2003) menyatakan bahwa bentuk abnormalitas primer spermatozoa terjadi karena kesalahan spermatogenesis maupun spermiogenesis di tubulus seminiferus. Abnormalitas primer disebabkan karena faktor keturunan, penyakit, defisiensi makanan, dan pengaruh lingkungan yang buruk.

Abnormalitas sekunder memiliki ciri-ciri

lepasnya bagian tubuh spermatozoa

seperti kepala, leher maupun ekor yang

menyebabkan spermatozoa menjadi

infertil. Garner dan Hafez (2000)

berpendapat bahwa abnormalitas jenis

sekunder mungkin disebabkan oleh

p e r l a k u a n y a n g d i l a k u k a n s a a t

pembuatan preparat ulas. Solihati et al.

(7)

( 2 0 0 8 ) m e n a m b a h k a n b a h w a abnormalitas sekunder mungkin terjadi ketika spermatozoa berada di epididimis.

IV. KESIMPULAN

Kualitas semen segar Domba Wonosobo baik dengan BCS 2 maupun BCS 3 yang digunakan sebagai pejantan dalam perkawinan memiliki kualitas yang baik. Perbedaan BCS tidak memberikan pengaruh nyata antara BCS 2 dan 3 terhadap volume, warna, bau, pH, gerak massa, viabilitas dan abnormalitas.

Motilitas semen Dombos dengan BCS 3 (80,21%) lebih tinggi (P<0,05) dari BCS 2 (69,68%), namun kedua nilai tersebut masih tergolong pada taraf normal.

V. DAFTAR PUSTAKA

Adiati, U., Subandriyo, B. Tiesnamurti dan S. Aminah. 2001. Karakteristik semen segar tiga genotipe domba persilangan. Dalam : B. Haryanto, P r o s i d i n g S e m i n a r N a s i o n a l Te k n o l o g i P e t e r n a k a n d a n Ve t e r i n e r. I n o v a s i Te k n o l o g i Peternakan dan Veteriner Dalam Pengembangan Sistem Agribisnis Peternakan yang Berdaya Saing.

Bogor 17-18 September 2001.

P u s a t P e n e l i t i a n d a n Pengembangan Peternakan. Hal.

113 – 117.

Feradis. 2007. Karakteristik sifat fisik semen domba St. Croix. Jurnal Peternakan.4 (l): 1 – 5.

Garner, D. L. and E. S. E. Hafez. 2000.

S p e r m a t o z o a a n d S e m i n a l Plasma. Dalam :B. Hafez dan E. S.

E. Hafez (Eds.). Reproduction In Farm Animals. 7th Ed. Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia, USA.

Hafez, E. S. E. 1993. Semen Evaluation.

In : Reproduction In Farm Animal.

6 t h e d . L e a A n d F e b i g e r , Philadelphia.

Herdis, I. Kusuma, dan I. W. Angga. 2009.

Pengaruh penambahan α-tokoferol pada media pengencer tris kuning telur terhadap kualitas semen cair domba garut. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 11 (3) : 175 – 180.

Herdis, M. R. Toelihere, I. Supriatna, B.

Purwantara dan R. T. S. Adikara.

2005. Optimalisasi kualitas semen cair domba Garut (Ovis aries) melalui penambahan maltosa ke dalam pengencer semen tris kuning telur. Media Kedokteran Hewan. 21 (2) : 88 – 93.

Junqueira, L. C. dan J. Carneiro. 2007.

Histologi Dasar. Penerbit EGC, Jakarta.

Kartasudjana, R. 2001. Teknik Inseminasi Buatan Pada Ternak. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Kewilaa, A. I., Y. S. Ondho, dan E. T.

S e t i a t i n . 2 0 1 4 . E fi s i e n s i penambahan kuning telur dalam pembuatan pengencer air kelapa- kuning telur terhadap kualitas spermatozoa pada semen cair domba ekor tipis (DET). Jurnal Agribisnis Kepulauan. 2 (2) : 1 – 12.

Menteri Pertanian, 2011. Penetapan Rumpun Domba Wonosobo. No:

2915/Kpts/ OT.140/6/2011.

Nugraheni, T., O. P. Astirin, dan T.

Widiyani. 2003. Pengaruh vitamin c t e r h a d a p p e r b a i k a n k u a l i t a s spermatozoa mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian ekstrak tembakau (Nicotiana tabacum L.).

Biofarmasi. 1 (1) : 13 – 19.

(8)

Ondho, Y. S., M. I. S. Wuwuh, Sutopo, D.

Samsudewa dan A. Suryawijaya.

2008. Pengaruh jenis pengencer terhadap kualitas semen beku d o m b o s t e x e l d i K a b u p a t e n Wonosobo. Dalam : Y. Sani, E.

Martindah, Nurhayati, W. Puastuti, T. S a r t i k a , L . P a r d e d e , A . A n g g r a e n i , L . N a t a l i a ( E d . ) . P r o s i d i n g S e m i n a r N a s i o n a l Te k n o l o g i P e t e r n a k a n d a n Ve t e r i n e r. I n o v a s i Te k n o l o g i M e n d u k u n g P e n g e m b a n g a n Agribisnis Peternakan Ramah L i n g k u n g a n . B o g o r 1 1 - 1 2 Nopember 2009. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.

Hal. 416 – 420.

P e r r y, E . J . 1 9 6 8 . T h e A r t i fi c i a l Insemination of Farm Animals.

Rutgers University Press, The State University of New York.

Pramono, E. dan T. R. Tagama. 2008.

Pengaruh penambahan adenosin triphosphat kedalam pengencer s e m e n t e r h a d a p k u a l i t a s spermatozoa Domba Ekor Gemuk.

J. Anim. Prod. 10(3) : 151 – 156.

Rizal, M. dan Herdis. 2008. Inseminasi Buatan Pada Domba. PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Saryono. 2009. Biokimia Hormon. Nuha Medika, Yogyakarta.

Solihati, N., T. D. Lestari, R. Setiawan, J.

Arifin dan T. Hariyanti. 2008.

P e n g g u n a a n a l b u m e n u n t u k separasi spermatozoa epididimis domba garut. Jurnal Ilmu Ternak. 8 (1) : 95 – 100.

Soltanpour, F. and G. Moghaddam. 2014.

Effect of diluents on storage of ram semen. JAAS Journal. 2 (6) : 179 – 183.

Sujoko, H., M. A. Setiadi dan A. Boediono.

2009. Seleksi spermatozoa Domba Garut dengan metode sentrifugasi gradien densitas percoll. Jurnal Veteriner. 10 (3) : 125 – 132.

Syamyono, O., D. Samsudewa dan E. T.

Setiatin. 2014. Korelasi lingkar skrotum dengan bobot badan, volume semen, kualitas semen dan kadar testosteron pada kambing Kejobong muda dan dewasa.

Buletin Peternakan. 38 (3) : 132 – 140.

Tames, S. 2010. Alberta Agriculture and Forestry. What's the score : Sheep.

(http://www1.agric.gov.ab.ca/$depar tment/deptdocs.nsf/all/agdex9622/$

FILE/bcs-sheep.pdf). Tanggal akses : 10 Mei 2016.

Taylor, R. E. and R. Bogart.1988. Scientic Farm Animal Production. 3rded.

Macmillan Publishing Company, New York.

Toelihere, M. R. 1985. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.

Tomaszweska, M. W., T. D. Chaniago dan

I. K. Sutama. 1991. Reproduksi,

Tingkah Laku, dan Produksi Ternak di

Indonesia. PT Gramedia, Jakarta.

Gambar

Ilustrasi 1. Bagian-bagian tubuh untuk penilaian BCS (Tames, 2010)
Tabel  2.  Kualitas  Semen  Dombos  dengan  BCS  yang  Berbeda

Referensi

Dokumen terkait

Dalam menganalisis pemikiran novel siber Kasih Darmia, dapat dilihat keindahan dalaman yang menjawab persoalan estetika dan mutu yang terdapat dalam karya sastera di alam siber..

Nilai rerata karakteristik daun dan laju pertumbuhan pada tanaman okra yang mendapat perlakuan tanpa pemupukan dan kurang N lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan

Metode identifikasi menggunakan alihragam wavelet dan jarak Euclidean ternyata menunjukkan hasil yang cukup baik, ini dibuktikan dengan prosentase keberhasilan

Hasil perhitungan yield biodiesel yang diperoleh dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel L2.3 dan Tabel L2.4.. Tabel L2.3 Data Pengaruh Berat Katalis terhadap Yield

Budaya keselamatan pasien yang harus dilakukan di rumah sakit yaitu rumah sakit harus melakukan survey awal tentang budaya keselamatan pasien, rumah sakit harus menyusun

Dalam penulisan skripsi yang berjudul : “Pengaruh Kualitas Pelayanan, Keberagaman Menu, dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian (Studi pada Angkringan Ariesta

Resis- tansi akan timbul karena tidak ada sarana untuk melakukan hal itu, suplemen hanya melengkapi sementara itu tidak ada suatu bentuk penerbitan/pengumuman resmi

Sistem informasi akuntansi pengeluaran barang persediaan di PT Sriwijaya Baja Sakti memiliki kendala pada pencatatan persediaanya, hal ini diketahui karena sistem dan