1 A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan layanan jasa yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Rumah sakit merupakan tempat yang sangat kompleks, terdapat ratusan macam obat, ratusan test dan prosedur, banyak terdapat alat dan teknologi. Bermacam profesi dan non profesi yang memberikan pelayanan pasien selama 24 jam secara terus-menerus, dimana keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat terjadi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse evenst) (Depkes, 2008).
Budaya keselamatan pasien merupakan hal yang penting. Budaya keselamatan pasien akan menurunkan adverse event(AE) sehingga akuntabilitas rumah sakit di mata pasien dan masyarakat akan meningkat. Budaya keselamatan pasien membantu organisasi mengembangkan clinical governance, organisasi dapat lebih menyadari kesalahan yang telah terjadi, menganalisis dan mencegah bahaya atau kesalahan yang akan terjadi, mengurangi komplikasi pasien, kesalahan berulang serta sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi keluhan dan tuntutan. (Cahyono, 2012)
Berdasarkan survey pendahulu terhadap 2.287 perawat di 22 rumah sakit menunjukkan buruknya budaya keselamatan berdampak pada peningkatan luka jarum suntik dan kejadian nyaris cedera (nearmiss) antara perawat rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap penurunan 10% dalam budaya keselamatan unit perawatan intensif (ICU) maka lama perawatan pasien (LOS) meningkat 15%. Penelitian terhadap 179 rumah sakit di Amerika Serikat menyatakan bahwa rumah sakit dengan skor budaya keselamatan pasien lebih
positif memiliki tingkat yang lebih rendah dalam komplikasi atau adverse events.
Membangun budaya keselamatan pasien yang memungkinkan seluruh tim mendukung dan meningkatkan keselamatan pasien dipengaruhi oleh kepemimpinan yang kuat. Lingkup kepemimpinan dalam penerapan budaya keselamatan pasien salah satunya adalah kepemimpinan kepala ruang. Upaya kepala ruang dalam melaksanakan kepemimpinan yang efektif di ruangannya mempengaruhi penerapan budaya keselamatan pasien. Kepala ruang akan dapat mempengaruhi strategi dan upaya menggerakkan perawat dalam lingkup wewenangnya untuk bersama-sama menerapkan budaya keselamatan pasien. Upaya untuk menjadi pemimpin yang paling efektif yaitu perlunya menyesuaikan gaya-gaya kepemimpinannya terhadap situasi. Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu, untuk mencapai suatu tujuan.
Penerapan budaya keselamatan pasien oleh perawat mencerminkan perilaku kinerja perawat dan dipengaruhi oleh motivasi perawat, dengan motivasi yang baik diharapkan perawat dapat menerapkan budaya keselamatan pasien yang baik. Budaya keselamatan pasien yang harus dilakukan di rumah sakit yaitu rumah sakit harus melakukan survey awal tentang budaya keselamatan pasien, rumah sakit harus menyusun strategi pengembangan program keselamatan pasien berdasarkan hasil survey, harus tersedia alur komunikasi yang jelas ketika terjadi Insiden keselamatan pasien yang mencakup KTD/KNC, harus memiliki bukti sosialisasi sistem dan alur komunikasi kepada seluruh staf di rumah sakit, melakukan rapat koordinasi multi disiplin secara rutin untuk membahas kasus-kasus sulit, rumah sakit melakukan evaluasi berkala tentang kepuasan karyawan, membuat perubahan sistem untuk meningkatkan keselamatan pasien, dan mengevaluasi berkala terhadap keadaan fasilitas dan sarana kerja yang tersedia. (KARS, 2006)
Menurut WHO (2009), rumah sakit yang ingin memperbaiki mutu pelayanan terkait keselamatan pasien, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan menerapkan budaya keselamatan pasien. Hal pertama yang harus diperhatikan dalam menerapkan budaya keselamatan pasien adalah komitmen pemimpin akan keselamatan. Karena, untuk menciptakan budaya keselamatan pasien yang kuat dan menurunkan KTD, diperlukan pemimpin yang efektif dalam menanamkan budaya yang jelas, mendukung usaha pegawai, dan tidak bersifat menghukum. Aspek kepemimpinan yang dimaksud di sini adalah kepemimpinan pada tingkat dasar, seperti kepala ruangan atau kepala unit. Hal ini dikarenakan keselamatan pasien dipengaruhi oleh kebiasaan pegawai atau error yang terjadi. Kebiasaan pegawai atau error ini dipengaruhi oleh faktor unit manajer atau budaya tim.
Keselamatan Pasien/KP (Patient Safety) merupakan isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien dan komponen kritis dari manajemen mutu WHO (2004). Keselamatan pasien di rumah sakit kemudian menjadi isu penting karena banyaknya kasus medical error yang terjadi di berbagai negara. Setiap tahun di Amerika hampir 100.000 pasien yang dirawat di rumah sakit meninggal akibat
medical error, selain itu penelitian juga membuktikan bahwa kematian akibat cidera medis 50% diantaranya sebenarnya dapat dicegah (Cahyono, 2012).
Institut of Mediciene (IOM) Amerika Serikat tahun 2000 menerbitkan laporan “To Err is Human, Building to Safer Health System” yang menyebutkan bahwa rumah sakit di Utah dan Colorado ditemukan KTD sebesar 2,9% dan 6,6% diantaranya meninggal, sedangkan di New York ditemukan 3,7% KTD dan 13,6% diantaranya meninggal. Lebih lanjut, angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di Amerika Serikat berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 jiwa sampai 98.000 jiwa. Selain itu publikasi WHO tahun 2004 menyatakan KTD dengan rentang 3,2 -16,6% pada rumah sakit di berbagai Negara yaitu Amerika, Inggris, Denmark dan Australia (Depkes, 2006).
Laporan dari IOM (Institute of Medicine) 1999 secara terbuka menyatakan bahwa paling sedikit 44.000 bahkan 98.000 pasien meninggal di rumah sakit dalam satu tahun akibat dari kesalahan medis (medical errors) yang sebetulnya bisa dicegah. Kuantitas ini melebihi kematian akibat kecelakaan lalu lintas, kanker payudara dan AIDS. Penelitian Bates (JAMA, 1995, 274; 29-34) menunjukkan bahwa peringkat paling tinggi kesalahan pengobatan (medication error) pada tahap ordering (49%), diikuti tahap administration management
(26%),pharmacy management(14%),transcribing(11%)
Dari hasil observasi di RSU Sari Mutiara diketahui adanya kejadian pasien nyaris cidera, kesalahan diagnosis serta beberapa kejadian lainnya. Ironisnya, kejadian-kejadian tersebut belum terdokumentasikan dalam sistem pencatatan dan pelaporan KTD di rumah sakit. Hal ini mengilustrasikan bahwa penyelenggaraan program keselamatan pasien di RSU menghadapi sejumlah hambatan sehingga pelaksanaanya belum optimal.
Hambatan dalam penyelenggaraan program keselamatan pasien di RSU Sari Mutiara yang belum optimal ini diduga karena beberapa hal, diantaranya: program keselamatan pasien belum menjadi agenda prioritas, tidak adanya tenaga penggerak, masih adanya resistensi yang kuat dari sejumlah elemen rumah sakit dan adanya kendala karena kurangnya pemahaman implementasi dari program keselamatan pasien.
Adanya hambatan dalam program keselamatan pasien di RSU Sari Mutiara memerlukan eksplorasi manajemen keselamatan pasien berbasis program di RSU Sari Mutiara untuk dapat mengetahui bagaimana penyelenggaraan program keselamatan pasien dalam konsep manajemen keselamatan pasien yang dapat diterapkan di RSU Sari Mutiara serta menggali hal-hal yang diperlukan dalam manajemen program keselamatan pasien sehingga penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Sari Mutiara Medan 2014.
B. Rumusan Penelitian
Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah “ Faktor-Faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Budaya Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan 2014”?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Budaya Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan 2014.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui faktor Kepemimpinan yang mempengaruhi budaya keselamatan pasien.
b. Untuk mengetahui faktor Pengetahuan yang mempengaruhi budaya keselamatan pasien.
c. Untuk mengetahui faktor Sikap yang mempengaruhi budaya keselamatan pasien.
d. Untuk mengetahui faktor Motivasi yang mempengaruhi budaya keselamatan pasien.
e. Untuk mengetahui faktor Komunikasi yang mempengaruhi budaya keselamatan pasien.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit
a. Sebagai sumbangan informasi bagi rumah sakit sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam memberikan keselamatan kepada pasien(patient safety).
b. Memberikan gambaran yang lebih konkrit dan dapat dijadikan sumber pijakan atau masukan dalam memberikan alternatif dalam memecahkan masalah dan mengelola mutu pelayanan kesehatan melalui pelaksanaan programpatients safety.
c. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan sebagai ujung tombak pemberi pelayanan kesehatan sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
d. Sebagai tolok ukur tentang keberhasilan program patiens safety.yang sedang dilaksanakan di rumah sakit, serta dijadikan bahan evaluasi selanjutnya
2. Bagi Perawat
Menjadi masukan dan menjadi perhatian bagi petugas kesehatan bahwa menjamin keselamatan pasien merupakan hal yang sangat penting, perlu adanya standar pelayanan terhadap keselamatan pasien. Dengan meningkatnya mutu pelayanan di rumah sakit akan dapat meningkatkan kepuasan bagi pasien.
3. Bagi Pendidikan
Diharapkan dapat menjadi tambahan untuk bahan kajian tentang mutu pelayanan keperawatan rumah sakit dibidangpatient safety.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini bermanfaat dalam menerapkan teori dan mendapatkan gambaran dan pengalaman praktis dalam penelitian tentang pelayanan kesehatan khususnya dibidangpatient safety.