• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BABBAB BABBAB IIIIIIII KAJIAN KAJIAN KAJIAN

KAJIAN PUSTAKAPUSTAKAPUSTAKAPUSTAKA

2.12.1

2.12.1 LandasanLandasanLandasanLandasan TeoriTeoriTeoriTeori 2.22.2

2.22.2 HasilHasilHasilHasil BelajarBelajarBelajarBelajar IPAIPAIPAIPA 2.2.1

2.2.1

2.2.12.2.1 HakekatHakekatHakekatHakekat HasilHasilHasilHasil BelajarBelajarBelajarBelajar

Dimyati dan Mudjiono (2009:20) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu puncak proses hasil belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak bermanfaat bagi siswa dan guru. Menurut Davies dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:201), ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sementara menurut Lindgren dan Suprijono (2011:7), hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Sedangkan menurut Sudjana (2011:22), bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Senada dengan Lindgren dalam Sudjana (2011:22) membagi 3 macam hasil belajar mengajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengarahan, dan (c) sikap dan cita-cita.

Dari pendapat yang dikemukakan oleh para tokoh mengenai hasil belajar, maka peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan tingkat perkembangan mental yang membentuk pola pemahaman, ditampilkan dengan sikap dan diwujudkan dengan perbuatan setelah menerima pengalaman belajarnya menuju kecakapan hidup.

2.2.2 2.2.2

2.2.22.2.2 Faktor-Faktor-Faktor-Faktor- faktorfaktorfaktorfaktor yangyangyangyang mempengaruhimempengaruhimempengaruhimempengaruhi hasilhasilhasilhasil belajarbelajarbelajarbelajar

Hasil belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor yang terdapat dari dalam individu (factor internal) maupun faktor yang berada di luar individu (faktor eksternal).

Faktor internal adalah apa-apa yang dimiliki seseorang, antara lain minat dan perhatian, kebiasaan, motivasi serta faktor-faktor lainnya. Sedangkan faktor eksternal dalam proses belajar dapat dibedakan menjadi tiga lingkungan, yakni lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Di antara ketiga lingkungan itu yang paling besar

(2)

adalah lingkungan sekolah, seperti guru, sarana belajar, kurikulum, teman sekelas, peraturan sekolah, dan lain-lain. Unsur lingkungan sekolah yang disebutkan di atas pada hakekatnya berfungsi sebagai lingkungan belajar siswa, yakni lingkungan tempat siswa berinteraksi, sehingga menumbuhkan kegiatan belajar pada dirinya.Hasil interaksi tersebut berupa perubahan tingkah laku seperti pengetahuan, sikap, kebiasaan, ketrampilan, dan lain-lain. Dalam konteks inilah belajar dapat bermakna sesuai dengan hakekat belajar sebagai suatu proses.

2.2.3 2.2.3

2.2.32.2.3 DimensiDimensiDimensiDimensi HasilHasilHasilHasil BelajarBelajarBelajarBelajar

Bloom (2001:7) mengemukakan bahwa ada 3 dimensi hasil belajar yaitu sebagai berikut:

1. Dimensi kognitif

Dimensi kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah seperti pengetahuan komprehensif, aplikatif, sintesis, analisis dan pengetahuan evaluative.

2. Dimensi afektif

Dimensi afektif adalah kemampuan yang berhubungan sikap, nilai, minat dan apresiatif.

3. Dimensi psikomotorik

Dimensi psikomotorik adalah kemampuan yang berhubungan dengan ketrampilan motorik.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dimensi belajar mengarah kepada 3 aspek dimensi yaitu dimensi kognitif, afektif dan psikomotorik

2.3 2.3

2.32.3 HakekatHakekatHakekatHakekat IlmuIlmuIlmuIlmu pengetahuanpengetahuanpengetahuanpengetahuan AlamAlamAlamAlam

Menurut Sulistyorini (2007), IPA dipandang dari segi produk, proses, dan dari segi pengembangan sikap. Artinya belajar IPA memiliki dimensi proses, dimensi hasil (produk), dan dimensi pengembangan sikap. Ketiga dimensi tersebut bessifat saling terkait.

(3)

Ini berarti bahwa proses belajar mengajar IPA seharusnya mengandung ketiga dimensi tersebut.

Menurut Sutrisno (2007) IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth),. Jadi, IPA mengandung tiga hal; proses (usaha) manusia memahami alam semesta), prosedur (pengamatan yang tepat dan prosedurnya benar), dan produk (kesimpulannya betul).

Beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hakekat IPA adalah hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan. Dalam IPA mengandung tiga hal : proses (usaha manusia memahami alam semesta), prosedu (pengamatan yang tepat dan prosedurnya benar), dan produk (kesimpulannya betul).

2.3.1 2.3.1

2.3.12.3.1 PembelajaranPembelajaranPembelajaranPembelajaran IPAIPAIPAIPA didididi SDSDSDSD

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didenifinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas RI No.22,2006) bahwa “IPA berhubungan dengan mencari tahu tentang alam secara sistamatis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpuln pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empiric dan membahas tentang fakta gejala alam.Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga vaktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakekat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual.

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari- hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah- masalah yang dapat diidentifikasikan.Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyrakat) yang diarahkan pada pengalaman beljar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah

(4)

Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

a.Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

b.Mengembangkan pengetahuan dn pemahaman konsep- konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari.

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

d.Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar memecahkan masalah dan membuat keputusan.

e.Meningkatkan kesdaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya segagai salah satu ciptaan Tuhan.

g.Memperoleh bekal penetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

(Depdiknas; 2011) 2.3.2

2.3.2

2.3.22.3.2 MateriMateriMateriMateri PembelajaranPembelajaranPembelajaranPembelajaran

Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD secara umum meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman. Konsep lingkup kerja ilmiah meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan, kreatifitas, pemecahan masalah, sikap dan nilai ilmiah. Sedangkan lingkup pemahaman konsep dalam Kurikulum KTSP relatif sama jika dibandingkan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang sebelumnya telah digunakan. Secara terperinci lingkup materi yang terdapat dalam Kurikulum IPA SD yaitu sebagai berikut (Permendiknas No. 22 Tahun 2006):

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: benda padat, cair dan gas.

(5)

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran IPA di SD, kedua aspek (kerja ilmiah dan pemahaman) saling berhubungan. Aspek kerja ilmiah diperlukan untuk memperoleh pemahaman atau penemuan konsep IPA sehingga tercapai SK dan KD berdasar standar minimum nasional..

Dalam penelitian ini peneliti mengambil materi Hubungan struktur bagian tumbuhan dengan fungsinya

A. Standar Kompetensi :

1. Memahami hubungan antara struktur bagian-bagian tumbuhan dengan fungsinya.

B. Kompetensi Dasar :

2.3 Menjelaskan hubungan antara daun tumbuhan dengan fungsinya.

2.4 Menjelaskan hubungan antara bunga dengan fungsinya.

2.4 2.4

2.42.4 HakekatHakekatHakekatHakekat ModelModelModelModel PembelajaranPembelajaranPembelajaranPembelajaran MakeMakeMakeMake AAAA MatchMatchMatchMatch

Model pembelajaran Make A Mach atau mencari pasangan merupakan salah satu alternative yang dapat diterapkan pada siswa. Penerapan model ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban atas soal sebelum

(6)

2.4.1 2.4.1

2.4.12.4.1 TeoriTeoriTeoriTeori belajarbelajarbelajarbelajar yangyangyangyang mendasarimendasarimendasarimendasari modelmodelmodelmodel MakeMakeMakeMake AAAA MatchMatchMatchMatch

Teknik model pembelajaran Make A Match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curren (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.

http:// wywld.Wordpres com/2009/11/06/model pembelajaran;make-a-match- lorna-curran-1994/.

2.4.2 2.4.2

2.4.22.4.2 KelebihanKelebihanKelebihanKelebihan dandandandan KekuranganKekuranganKekuranganKekurangan modelmodelmodelmodel pembelajaranpembelajaranpembelajaranpembelajaran MakeMakeMakeMake AAAA MatchMatchMatchMatch 2.4.2.1

2.4.2.1

2.4.2.12.4.2.1 KelebihanKelebihanKelebihanKelebihan modelmodelmodelmodel pembelajaranpembelajaranpembelajaranpembelajaran MakeMakeMakeMake AAAA MatchMatchMatchMatch

a. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran ( Let the move ) b. Kerja sama sesama teman terwujud secara dinamis

c. Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.

2.4.2.2 2.4.2.2

2.4.2.22.4.2.2 KekuranganKekuranganKekuranganKekurangan modelmodelmodelmodel pembelajaranpembelajaranpembelajaranpembelajaran MakeMakeMakeMake AAAA MatchMatchMatchMatch

a. Jika kelas terlalu gemuk akan muncul suasana yang ramai, yang dapat mengganggu ketenangan belajar kelas lainnya.

b. Guru harus menyiapkan beberapa kartu- kartu untuk pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model Make A Match merupakan salah satu pembelajaran yang kooperatif yang mana siswa diminta untuk mencocokkan kartu- kartu yang terdiri dari kartu berisi pertanyaan- pertanyaan dan kartu- kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan- pertanyaan tersebut.

2.4.3 2.4.3

2.4.32.4.3 SintakSintakSintakSintak /Langkah-langkah/Langkah-langkah/Langkah-langkah/Langkah-langkah PembelajaranPembelajaranPembelajaranPembelajaran modelmodelmodelmodel MakeMakeMakeMake AAAA MatchMatchMatchMatch

1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu dan bagian lainnya kartu jawaban.

2) Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/ jawaban.

3) Tiap siswa memikirkan jawaban/ soal dari kartu yang dipegang.

4) Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.

Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama daun akan berpasangan dengan gambar daun atau fungsi daun itu sendiri.

5) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

6) Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya ( tidak

(7)

dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban)akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.

7) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

8) Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.

9) Guru bersama siswa membuat kesimpulan mata pelajaran.

2.5.2.5.

2.5.2.5. KajianKajianKajianKajian PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian yangyangyangyang RelevanRelevanRelevanRelevan

Penelitian ini juga didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap pembelajaran dengan menggunakan model Make A Match untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Adapun hasil penelitian tersebut adalah :

Sholihah, Barid (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dalam Pembelajaran IPA dengan Metode Make A Match Pada Siswa Kelas 2 SDN 01 Pulosari Kebakkramat Karanganyar”, dengan tujuan meningkatkan semangat, keaktifan, dan kemampuan kognitif siswa dalam pembelajaran IPA pokok bahasan cirri-ciri dan kegunaan benda melalui metode Make A Match. Hasil penelitian inimenunjukkan adanya peningkatan semangat, keaktifan, dan kemampuan kognitif siswa dalam pembelajaran IPA pokok bahasan cirri- cirri dan kegunan benda melalui metode Make A Match. Hal ini dapat dilihat dari: 1) keaktifan siswa selama pemberian apersepsi meningkat dari 63% menjadi 79%, 2) keaktifan siswa selama kegiatan belajar mengajar meningkat dari 53% menjadi 84%, 3) siswa dapat bekerja sama dengan kelompoknya meningkat dari 33% menjadi 67%, 4) hasil belajar siswa yang mendapat nilai lebih dari KKM (65) yang ditentukan dari 53% menjadi 84%. Peneliti ini menyimpulkan bahwa penggunaan metode Make A Match dalam pokok bahasan ciri-ciri dan kegunaan benda dapatmeningkatkan semangat dan keaktifan siswa sehingga berdampak pada peningkatan kemampun kognitif siswa.

Eurika Adinda (2011), “Penerapan Model Pembelajarn Make A Match Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPA Siswa Ardimulyo 03 Singosari Malang”.Dari hasil penelitian Eurika Adinda ini menunjukkan bahwa penerapan model Make A Match dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa kelas 4. Ini terbukti pada siklus I skor

(8)

meningkat menjadi 91. Pada hasil belajar siklus I, skor rata-rata hasil belajar siswa 68%

dengan 19 (46%) siswa yang mengalami tuntas belajardan 14 (22%) siswa yang belajar.

Siklus II mengalami peningkatan pada skor rata-rata siswa yaitu 87% dengan 33 (87%) siswa mengalami tuntas belajar secara klasikal.

Penelitian lain dilakukan oleh Muharif 2010 dalam jurnal L Education General.Edisi V) Dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Model Cooperatif Learning Make Match Untuk Meningkatkan Aktivitas Siswa Kelas V Dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SDN 010 Gabung Makmur Kecamatan Kerinci Kanan Kabupaten Siak. Menyatakan bahwa hasil penelitiannya menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPSyang mana dta sebelumnya diperoleh bahawa mata pelajaran IPS kurang diminati oleh siswa.Disebut kurang diminati karena pada prose pembelajaran secara umum, siswa lebih banyak yang tidak memperhatikan, tidak merasa senang dalam belajar, dan tidak ada keingnan untuk memperoleh pengetahuan lebih dari pelajaran IPS ini. Oleh karena itu peneliti beranggapan bahwa dengan diterapkannya model pembelajaran Make A Match pada pelajara IPS, aktivitas siswa meningkat.

Berdasarkan hasil peneliti diatas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Make A Match dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilanguru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran.

2.6 2.6

2.62.6 KerangkaPikirKerangkaPikirKerangkaPikirKerangkaPikir

Pembelajaran IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah yang dapat diidentifikasikan.Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran.Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Oleh karena itu guru sebagai fasilitator diharapkan dapat menerapkan model dan media yang variatif dalam proses pembelajaran IPA secara konkrit atau semi konkrit sehingga akan tercipta hasil pembelajaran yang optimal dan juga menyenangkan bagi peserta didik. Untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal tersebut, penerapan model Make A Match diharapkan dapat memberikan manfaat dalam kegiatan

(9)

15

pembelajaran. Diantaranya yaitu siswa mampu berfikir kreatif dan imajinatif, siswa lebih baik dalam kegiatan belajar kelompok maupun belajar mandiri, memudahkan pemahaman siswa sehingga kualitas pembelajaran meningkat serta hasil belajar tercapai secara maksimal. Berdasarkan beberapa masalah di atas peneliti berusaha mencari pemecahan masalahnya yaitu menerapkan model Make A Match untuk meningkatkan hasil belajar IPA serta menjelaskan langkah- langkahnya. Kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam skema di bawah ini :

KondisiAwa l

Pelaksanaan Tindakan

1. Aktivitas siswa kurang antusias dalam pembelajaran IPA.

2. Guru hanya menggunakan metode ceramah.

3. Pembelajaran lebih berpusat pada guru.

4. Alat peraga kurang kurang digunakan secara maksimal.

5. Hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA rendah. Nilai1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topic yang cocok untuk sesi revie, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.

3. Tiap siswa memikirkanjawaban/ soal dari kartu yang dipegang.

4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.

5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.

7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiapsiswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

1. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA meningkat.

2. Keterampila guru dalam pembelajaran IPA meningkat.

(10)

Skema Skema Skema

Skema KerangkaKerangkaKerangkaKerangka BerpikirBerpikirBerpikirBerpikir 2.72.7

2.72.7 HipotesisHipotesisHipotesisHipotesis TindakanTindakanTindakanTindakan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa penerapan model pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA, Struktur tumbuhan dan fungsinya pada siswa kelas 4 SD Negeri Bandar 02 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester I Tahun Pelajaran 2013-2014.

Referensi

Dokumen terkait

Kredit mengandung pengertian adanya suatu kepercayaan dari seseorang atau badan kepada seseorang atau badan lainnya yaitu bahwa yang bersangkutan pada masa yang akan datang

2. Siswa dapat menjelaskan yang memimpin pertandingan sepak bola 9 13. Siswa dapat menjelaskan pengertian mengumpan dengan kepala 10.. 1.2 Mempraktikkan variasi gerak dasar ke dalam

Puji syukur kepada ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh harapan Pelanggan, Kualitas

Definisi menurut Tata Sutabri pada buku Analisis Sistem Informasi (2012:117) , Data Flow Diagram adalah sebagai berikut : “Data Flow Diagram ini adalah

konservatif berusaha melestarikan status quo, sementara yang lainnya berusaha kembali kepada nilai-nilai dari zaman yang lampau, Orang-orang konservatif memusatkan konsentrasi

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan media video dapat meningkatkan

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh profil pemecahan masalah matematika siswa SMP kelas VIII ditinjau dari Spiritual Quotient (SQ) tinggi yang

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT MENGGUNAKAN PETA KONSEP.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu