• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FASA DAN STRUKTURMIKRO PADA TEPUNG TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN NATRIUM METABISULFIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FASA DAN STRUKTURMIKRO PADA TEPUNG TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN NATRIUM METABISULFIT"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Fasa dan Strukturmikro pada Tepung Tapioka dengan Penambahan Natrium Metabisulfit (Husniati)

Akreditasi LIPI Nomor : 452/D/2010 Tanggal 6 Mei 2010

ANALISIS FASA DAN STRUKTURMIKRO

PADA TEPUNG TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN NATRIUM METABISULFIT

Husniati

1

dan Wisnu Ari Adi

2

1Balai Riset dan Standarisasi Industri Bandar Lampung Jl. Soekarno-Hatta Km.1 Rajabasa, Bandar Lampung 35144

2Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN)-BATAN Kawasan Puspiptek, Serpong 15314, Tangerang

e-mail: husniati.eni@gmail.com

ABSTRAK

ANALISIS FASA DAN STRUKTURMIKRO PADA TEPUNG TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN NATRIUM METABISULFIT. Telah dilakukan analisa fasa dan strukturmikro tepung tapioka dengan penambahan Natrium metabisulfit (Na2S2O5) yang bertujuan untuk meningkatkan derajat putih tapioka sesuai yang dipersyaratkan SNI 01-3729-1995 bagi Industri kecil dan menengah. Hasil analisis penentuan derajat putih diperoleh sampel dengan penambahan Natrium metabisulfit 0 %; 0,1 %; 0,2 %; 0,5 % dan 1,0 % (dalam persen berat) berturut-turut sebesar 90,3 %; 91,8 %; 94,9 %; 95,7 % dan 96,2 %. Hasil refinement difraksi sinar-X menunjukkan bahwa sampel terdiri dari 2 fasa utama, yaitu : α-Amilosa dan β-D-Glukosa. Hal ini diduga kuat bahwa reaksi pembentukan browning pada tepung tapioka berasal dari fasa α-amilosa. Hasil pengamatan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) menunjukkan bahwa sampel tapioka dengan penambahan 0,2 %Na2S2O5 hampir keseluruhan didominasi warna putih dengan distribusi partikel sangat merata. Disimpulkan bahwa Na2S2O5 dapat meningkatkan fasa β-D-Glukosa sehingga dapat mencegah terjadinya reaksi browning pada tepung tapioka.

Kata kunci: Tapioka, Derajat putih, Natrium metabisulfit

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF PHASE AND MICROSTRUCTURE ON THE TAPIOCA THROUGH NATRIUM METABISULFITE ADDITION. The addition of Natrium metabisulfite (Na2S2O5) in the tapioca with purpose to increase whiteness degree suitable to SNI 01-3729-1995 for small industries has been performed.

The result of whiteness degree determination are 90.3 %; 91.8 %; 94.9 %; 95.7 % and 96.2 % with 0 %; 0.1 %;

0.2 %; 0.5 % and 1.0 %Na2S2O5 addition, respectively. The refinement result of X-ray diffraction profile showed that the tapioca consist of two phases, namely α-Amylose and β-D-Glucose. The observation result of scanning electron microscope showed that the tapioca with 0.2 %Na2S2O5 addition has dominated white color and the particle distribution was very uniform. We concluded that the Na2S2O5 can increase phase of β-D-Glucose so that able to prevent browning reaction in the tapioca.

Keywords: Tapioca, Whiteness degree, Natrium metabisulfite

PENDAHULUAN

Perkembangan industri tapioka berbahan baku singkong di Indonesia semakin meningkat, baik industri besar maupun skala rumah tangga. Pemerintah Indonesia diminta untuk mendorong ekspor tapioka ke pasar China yang membutuhkan sedikitnya 5 juta ton per tahun. Saat ini kebutuhan tapioka di China dipenuhi dari Thailand sekitar 70%, sedangkan Indonesia saat ini baru dapat memasok 140.000 ton. Permintaan tapioka ke China tersebut merupakan peluang bagi Indonesia untuk menggerakkan industri kecil di dalam negeri, mengingat potensi bahan baku cukup berlimpah [3].

Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat dalam industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain-lain. Limbah tapioka sebagai ampas juga digunakan sebagai campuran makanan ternak [3-6].

Kualitas tapioka sangat ditentukan dari produk akhir bagaimana produk tersebut diperoleh. Umumnya masyarakat mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih

(2)

Jurnal Sains Materi Indonesia

Indonesian Journal of Materials Science

Vol. 13, No. 2, Februari 2012, hal : 83 - 89 ISSN : 1411-1098 kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil

pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi. Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor sesuai dengan spesifikasi berikut : tepung berwarna putih, kandungan airnya rendah, nilai serat dan lignin yang rendah karena menggunakan umbi yang umurnya kurang dari 1 tahun, zat pati maksimal, dan viskositas tinggi sehingga diharapkan sifat fungsional tapioka mempunyai daya rekat tetap tinggi [7].

Beberapa kendala yang dihadapi terutama industri kecil dan menengah dalam proses pengolahan ini adalah lamanya proses pengendapan dan kualitas warna dari tepung tapioka relatif rendah yang tidak sesuai persyaratan SNI 01-3729-1995 [8] dan sering kali terjadi proses pencoklatan dari warna tepung tapioka tersebut.

Upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan hasil yang diperoleh dalam memperbaiki warna tepung melalui penambahan natrium metabisulfit (Na2S2O5) [7]. Natrium metabisulfit adalah bahan tambahan yang secara sengaja ditambahkan untuk mencegah terjadi reaksi browning.

Natrium-metabisulfit merupakan inhibitor yang kuat untuk mencegah terjadinya reaksi browning baik enzimatis maupun non enzimatis.

Tomasik (2004) dalam bukunya menyatakan bahwa reaksi maillard terjadi karena ada reaksi pembentukan browning antara gugus karbonil dari komponen gula pereduksi dengan gugus amino dari protein dalam komponen bahan baku atau penyebab secara non enzimatis oleh komponen pembentuk pigmen browning (melanoidin) [9]. Namun kajian tersebut kurang memberikan informasi sejauhmana kontribusi natrium metabisulfit dapat mencegah reaksi browning ini dan bagaimana mekanisme berkurangnya reaksi browning ini dapat terjadi.

Pada penelitian ini akan dilakukan penambahan Na2S2O5 ke dalam tepung tapioka hingga 1 %berat.

Pengaruh penambahan Na2S2O5 terhadap derajat keputihan pada penelitian ini akan ditinjau berdasarkan pendekatan analisis fasa dengan menggunakan difraksi sinar-X dan analisis strukturmikro dengan menggunakan Scanning Electron Microscope. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan Na2S2O5 terhadap derajat keputihan tepung tapioka sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai pengetahuan dasar bagi para pelaku baik industri kecil mupun industri menengah.

METODE PERCOBAAN

Proses pembuatan tapioka ini menggunakan bahan baku singkong. Sedangkan alat yang digunakan untuk pembuatan tapioka pada penelitian ini sangat sederhana, yaitu pisau, panci, parutan, kain saring, tampah dan alat penumbuk. Singkong segar dikupas, dicuci, dan diparut kemudian ditambahkan air, diperas dan disaring dengan kain saringan. Hasil saringan disebut bubur pati kemudian didiamkan dan airnya

dibuang dari endapan. Setelah mengendap, dijemur di bawah sinar matahari sampai kering, ditumbuk lalu diayak. Natrium-metabisulfit ditambahkan ke dalam bubur pati dengan variasi penambahan sebanyak 0 %;

0,1 %; 0,2 %; 0,5 %; dan 1,0 %. Bubuk tapioka yang diperoleh disebut dengan tapioka 0 %MT, tapioka 0,1 %MT, tapioka 0,2 %MT, tapioka 0,5 %MT, dan tapioka 1,0 %MT. Kemudian masing-masing cuplikan dikaraktersasi fisis dan fungsionalnya.

Alat KETT Digital Whitenessmeter Model C-100 digunakan untuk mengukur derajat putih dari starch, gula, garam, dan bentuk powder dengan prinsip reflective index (whiteness) dari permukaan sampel sesuai dengan JISZ8722. Cahaya dari sumber cahaya direfleksikan dari permukaan sampel dan bertemu di pusat foto dioda melalui lensa dan filter untuk menghasilkan arus listrik. Sampel putih lebih besar merefleksikan cahaya dan menghasilkan arus listrik yang lebih kuat dan pembacaan lebih besar. Model alat dikalibrasikan menurut standar putih Internasional.

Complete darkness dikalibrasi angka Nol dan reflective index dari pure white suatu permukaan dengan white fume dihasilkan dari pembakaran pita magnesium adalah 112.

Karakterisasi strukturmikro sampel dilakukan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) merek JEOL, tipe JED-2300 dengan spesifikasi karakterisasi : voltage = 20,0 kV dan pixel = 512 x 384.

Analisis kuantitatif unsur menggunakan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) merek JEOL, tipe JED-2300 dengan spesifikasi karakterisasi : energy range = 0-20,0 keV, prob current = 1,0 nA, real time = 39,87 detik, live time = 30 detik , dead time = 24 %, dan counting rate = 2633 cps. Sedangkan pengamatan kualitas dan kuantitas fasa-fasa yang ada di dalam sampel menggunakan peralatan X-Ray Diffractometer (XRD) merek Philip, tipe PW1710. Pengukuran pola difraksi sampel dilakukan dengan berkas sinar-X dari tube anode Cu dengan panjang gelombang, λ = 1,5406 Å, mode = continuous-scan, step size = 0,02°, dan time per step = 0,5 detik. Analisis profil difraktometer sinar-X yang menggunakan perangkat lunak program RIETAN (Rietveld Analysis) [11].

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Derajat Putih

Tepung tapioka mempunyai komposisi utama adalah karbohidrat dan sumber energi. Komposisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan komposisi tersebut tapioka memiliki kandungan karbohidrat sangat tinggi. Pemecahan karbohidrat akan menghasilkan monosakarida dan disakarida sebagai unit dari glukosa (C6H12O6). Umumnya hasil dari proses pengolahan tapioka ini memiliki kualitas warna dari tepung tapioka relatif rendah dan sering kali

(3)

terjadi proses pencoklatan dari warna tepung tapioka tersebut.

Reaksi pencoklatan merupakan urutan peristiwa reaksi komplek yang dimulai dengan reaksi gugus amino pada asam amino dengan gugus karbonil dari gula pereduksi atau gugus hidroksil glikosidik pada amilosa.

Urutan akhir adalah pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat yang merupakan senyawa polimer dan kopolimer bernitrogen dengan warna coklat seperti pada persamaan reaksi berikut :

Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi browning dan dapat memperbaiki warna tepung dengan penambahan natrium metabisulfit.

Namun sampai saat ini belum dapat dijelaskan mekanisme reaksi natrium metabisulfit dalam mencegah reaksi browning tersebut. Hanya saja dalam proses ini dijelaskan bahwa natrium metabisulfit ini merupakan inhibitor yang kuat.

Hasil analisis derajat putih dengan penambahan 0 %; 0,1 %; 0,2 %; 0,5 %; dan 1,0 %Na

2S

2O

5ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 memperlihatkan bahwa semakin besar penambahan Na

2S

2O

5 kedalam sampel tapioka, derajat putihnya semakin besar hingga mencapai 96,2%.

Hal yang sangat menarik untuk dikaji adalah perubahan signifikan terjadi pada penambahan 0,1% MT dan 0,2% MT untuk dianalisis lebih lanjut strukturmikronya.

Hasil Uji Elementer

Berdasarkan analisis Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) ditunjukkan bahwa kandungan utama dari tapioka 0 %MT, 0,1 %MT, dan 0,2 %MT adalah unsur karbon dan oksigen, sedangkan unsur hidrogen tidak terdeteksi karena hidrogen merupakan unsur yang sangat ringan. Namun keberadaan unsur karbon dan oksigen dapat memberikan gambaran tentang adanya kandungan glukosa di dalam tapioka tersebut.

Gambar 1. Hasil pengukuran sampel tapioka 0% MT menggunakan EDS.

Tabel 1. Komposisi tapioka (per 100 gram bahan) [2].

Komponen Kadar

Kalori 362,00 kal

Air 12,00 g

Phosphor 0,00 mg

Karbohidrat 86,90 g

Kalsium 0,00 mg

Vitamin C 0,00 mg

Protein 0,50 g

Besi 0,00 mg

Lemak 0,30 g

Vitamin B1 0,00 mg

Sampel Derajat putih Tapioka 0% MT 90,3 % Tapioka 0,1% MT 91,8 % Tapioka 0,2% MT 94,9 % Tapioka 0,5% MT 95,7 % Tapioka 1,0% MT 96,2 % Standar Glukosa murni 108,0 % Tabel 2. Hasil analisis derajat putih pada sampel [12].

Sampel Kandungan (% berat) Karbon Oksigen Tapioka 0% MT 45,12 54,68 Tapioka 0,1% MT 44,01 55,99 Tapioka 0,2% MT 43,89 56,11 Tapioka 1,0% MT 43,17 56,83 Tabel 3. Kandungan unsur Carbon dan Oksigen pada sampel.

Gambar 2. Hasil pengukuran sampel tapioka 0,1% MT menggunakan EDS.

Gambar 3. Hasil pengukuran sampel tapioka 0,2% MT menggunakan EDS.

(4)

Jurnal Sains Materi Indonesia

Indonesian Journal of Materials Science

Vol. 13, No. 2, Februari 2012, hal : 83 - 89 ISSN : 1411-1098 Gambar 1, Gambar 2 dan Gambar 3 memperlihatkan hasil

pengukuran untuk sampel tapioka 0 %MT, 0,1 %MT, dan 0,2 %MT dengan menggunakan EDS. Hasil tersebut secara kuantitatif juga ditunjukkan pada Tabel 3.

Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa penambahan Na2S2O5 ke dalam sampel tapioka memberikan dampak berkurangnya kandungan Karbon walaupun relatif cukup kecil. Hal ini berarti ada perubahan struktur yang mendasar dengan berkurangnya kandungan Karbon ini di dalam sampel.

Analisis Struktur Kristal dan Fasa

Pengukuran struktur kristal menggunakan difraksi sinar-X untuk melihat pengaruh berkurangnya kandungan unsur Karbon ini terhadap struktur dan perubahan fasa di dalam sampel tapioka. Pada Gambar 4 ditunjukkan hasil pola difraksi sinar-X untuk sampel tapioka 0 %MT, 0,1 %MT, 0,2 %MT, dan 1 %MT dengan menggunakan XRD.

Gambar 4 memperlihatkan terjadinya peningkatan puncak-puncak difraksi pada sampel tapioka setelah ada penambahan Na2S2O5 sebanyak 0,1 %, 0,2 % dan 1 %.

Peningkatan puncak ini menunjukkan tingkat kristalisasi dari sampel tersebut meningkat.

Dengan kata lain bahwa semakin besar penambahan Natrium-metabisulfit semakin tinggi tingkat

kristalisasi pada sampel itu. Hal ini berarti ada fasa yang meningkat kristalisasinya dan ada fasa yang tingkat kristalisasinya menurun. Untuk mengetahui adanya perubahan tersebut diperlukan analisis lebih jauh dari profil difraksi sinar-X ini dengan menggunakan analisis Rietveld Method. Hasil analisis dari pola difraksi sinar-X dari sampel tapioka 0%, 0,1%, 0,2%, dan 1% MT berturut-turut ditunjukkan seperti pada Gambar 5, Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar 8.

Garis dengan simbol (+) merupakan hasil pengukuran sampel dengan menggunakan difraksi sinar-X yang lazim disebut data observasi. Garis dengan simbol (-) adalah hasil perhitungan yang disebut dengan

Gambar 4. Pola difraksi sinar-X sampel glukosa murni, amilosa murni, tapioka 0% MT; 0,1% MT; 0,2% MT, dan 1% MT

Gambar 5. Refinement pola difraksi sinar-X sampel tapioka 0% MT

Gambar 8. Refinement pola difraksi sinar-X sampel tapioka 1% MT.

Gambar 7. Refinement pola difraksi sinar-X sampel tapioka 0,2% MT.

Gambar 6. Refinement pola difraksi sinar-X sampel tapioka 0,1% MT.

(5)

data kalkulasi. Garis putus-putus berbentuk bar ( I ) adalah titik-titik puncak fasa dari hasil perhitungan berdasarkan referensi. Garis tebal (-) merupakan selisih dari profil hasil observasi dan profil hasil kalkulasi.

Semakin datar garis ini berarti bahwa profil hasil observasi ini semakin cocok dan ter-fitting baik dengan profil hasil kalkulasi.

Identifikasi fasa-fasa pada Gambar 5, Gambar 6, Gambar 7 dan Gambar 8 merujuk pada database JCPDS – International Center for Diffraction Data (ICDD) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 9 [13; 14].

Data parameter kisi dan faktor R sampel hasil refinement dari pola difraksi sinar-X ditunjukkan pada Tabel 4.

Dari Tabel 4 tampak bahwa faktor R relatif kecil, dan faktor S bernilai lebih kecil dari nilai standar Rietveld (Sstandar = 1,30). Refinement ini juga menunjukkan hasil fitting antara observasi dan kalkulasi sudah cukup baik, sehingga dengan metode pencocokan puncak-puncak difraksi dapat diindikasikan bahwa ketiga sampel terdiri dari 2 fasa, yaitu fasa α-amilosa dan β-D-glukosa dengan fraksi massa ditunjukkan pada Gambar 10.

Glukosa adalah monosakarida yang merupakan karbohidrat sederhana dengan rumus kimia C6H12O6.

Glukosa merupakan senyawa aldehida yang membentuk cincin piranosa, bentuk stabil untuk aldosa berkabon enam. Sedangkan amilosa merupakan polisakarida, polimer yang tersusun dari unit-unit glukosa sebagai monomernya. Amilosa merupakan polimer tidak bercabang dan bersama-sama dengan amilopektin menjadi komponen penyusun pati. Amilosa juga memberi efek keras atau pera pada tepung tapioka.

Berdasarkan hasil refinement dari pola difraksi sinar-X sampel tapioka 0% MT, 0,1% MT, dan 0,2% MT pada Gambar 9 tampak bahwa semakin besar penambahan Natrium-metabisulfit semakin meningkat fraksi massa β-D-Glukosa dan semakin berkurang fraksi massa α-Amilosa. Hal ini berarti bahwa peningkatan tingkat kristalisasi dari fasa β-D-Glukosa semakin membaik setelah adanya penambahan Natrium-metabisulfit seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.

Pada Gambar 11 tampak bahwa puncak-puncak fasa β-D-Glucosa semakin tinggi pada bidang (110), (020), (103), dan (121). Dan puncak tertinggi pada bidang (123) dari fasa α-Amilosa tampak semakin menurun. Hal ini diduga kuat bahwa reaksi pembentukan browning pada tepung tapioka berasal dari fasa α-Amilosa. Asumsi ini berdasarkan karakterisasi kehadiran α-Amilosa dalam air akan memberikan reaksi terhadap Iodin menghasilkan warna biru. Dengan demikian Natrium metabisulfit merupakan inhibitor yang kuat untuk mencegah terjadinya reaksi browning baik enzimatis maupun non enzimatis pada tepung tapioka.

Analisis Morfologi Permukaan

Dukungan lain dari asumsi ini adalah hasil pengamatan strukturmikro sampel dengan menggunakan

Gambar 9. Data ICDD untuk referensi fasa α-Amilosa dan β-D-Glukosa.

Tabel 4. Hasil refinement pola XRD Sampel

Parameter kisi (A)

Faktor R

α-Amylose β-D-Glucose

a b c a b c Rwp Rp S 0% MT 9,9(9) 12,0(1) 6,4(6) 21,5(1) 11,5(9) 10,5(3) 11,4 9,4 1,2 0,1% MT 10,2(5) 11,8(6) 6,4(4) 21,1(2) 11,9(1) 10,6(5) 10,3 8,3 1,1 0,2% MT 10,2(7) 11,9(6) 6,4(3) 21,3(2) 11,9(1) 10,6(4) 10,2 8,4 1,1 1,0% MT 11,3(4) 13,1(6) 8,2(1) 21,2(2) 11,8(9) 10,6(1) 13,5 9,8 1,3

Gambar 10. Fraksi massa sampel terhadap penambahan Natrium metabisulfit

(6)

Jurnal Sains Materi Indonesia

Indonesian Journal of Materials Science

Vol. 13, No. 2, Februari 2012, hal : 83 - 89 ISSN : 1411-1098

Scanning Electron Microscope (SEM) metode backscattered electrons imaging seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12.

Hasil pengamatan SEM pada Gambar 12 tampak bahwa sampel Tapioka 0 %MT terdapat dua warna yang cukup mencolok yaitu warna putih dan abu-abu dengan distribusi ukuran partikelnya merata.

Kemudian pada sampel Tapioka 0,1 %MT tampak hampir didominasi dengan warna putih namun terlihat adanya algomerasi partikel-partikel.

Sedangkan pada sampel Tapioka 0,2 %MT tampak dominasi warna hampir keseluruhan berwarna putih dengan distribusi partikel sangat merata. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan Natrium metabisulfit dapat meningkatkan derajat putih sampel tapioka.

KESIMPULAN

Penambahan Natrium-metabisulfit 1,0 % dapat meningkatkan derajat putih tapioka hingga 96,2 %. Hasil SEM menunjukkan sampel tapioka dengan penambahan 0,2 %Natrium metabisulfit hampir keseluruhan berwarna putih dengan distribusi partikel sangat merata. Reaksi pembentukan browning pada tepung tapioka berasal dari fasa α-Amilosa. Natrium metabisulfit dapat meningkatkan fasa β-D-Glukosa sehingga dapat mencegah terjadinya reaksi browning pada tepung tapioka.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir-BATAN atas kerjasamanya dalam melakukan karakterisasi SEM-EDS dan XRD.

DAFTAR ACUAN

[1]. FREDERICK DOUGLASS OPIE, HOG and HOMINY, Soul Food from Africa to America, Columbia University Press 2008, Chapters 1-2 [2]. I.C. ONWUEME and W.B. CHARLES, Tropical

Root and Tuber Crops., FAO, (1994) 45

[3]. D. A. COSBISHLEY, Tapioca, Arrowroot and Sago Starches Production, In Starch, Chemistry and

Gambar 11. Peningkatan tingkat kristalisasi fasa β-D-Glukosa

(c) (b) (a)

Gambar 12. Hasil pengamatan dengan SEM (a). Tapioka 0 %MT, (b). Tapioka 0,1 %MT, (c). Tapioka 0,2 %MT dan (d). Tapioka 1,0 %MT.

(d)

(7)

Technology (Eds. R. L. WHISTLER, J. N.

BEMILLER, E. F. PASCHALL) Academic Press, NewYork, (1984) 469-478

[4]. M. S. SAJEEV, S. N. MOORTHY, R. KAILAPPAN, V. SUNITHA RANI, Starch/Stärke, 55 (2003) 247-257

[5]. R. RAHMAT, Ubi Kayu, Budi Daya dan Pasca Panen, Kanisius Press, Yogyakarta, (1997) 16 [6]. M. L. SUPRAPTI, Tepung Tapioka, Pembuatan

dan Pemanfaatannya, Penerbit Kanisius, (2005) 68-73

[7]. T. MARGONO, D. SURYATI, S. HARTINAH, Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI, ESTI, KEMAL PRIHATMAN (Ed.), Tapioka, (2000) 1-4 [8]. Standar Mutu Tepung Sagu di Indonesia, Kantor

Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jakarta

[9]. TRI RADIYATI, W.M. AGUSTO, Tepung Tapioka (Perbaikan), Subang, BPTTG Puslitbang Fisika Terapan - LIPI, (1990) 10-13

[10]. P. TOMASIK, Chemical and Functional Properties of Food Saccharides. CRC Press LLC, New York, (2004)

[11]. FUJIO IZUMI, A Rietveld-Refinement Program RIETAN-94 for Angle-Dispersive X-Ray and Neutron Powder Diffraction, National Institute for Research in Inorganic Materials 1-1 Namiki, Tsukuba, Ibaraki 305, Japan, Revised on June 22, (1996)

[12]. HUSNIATI, Pengaruh Penambahan Natrium Metabisulfit terhadap Derajat Putih Tapioka, Majalah Dinamika Penelitian BIPA, 21 (37) (2010) [13]. A. IMBERTY, et.al., J. Mol. Biol., 201 (1988) 365 [14]. J. DIMARCO, The Polytechnic Institute,

Brooklyn, New York, USA, ICDD Grant-in-Aid, (1989)

[15]. R.E. SMALLMA, Metalurgi Fisik Modern, Edisi ke-empat, alih bahasa oleh Ir. SRIATI DJAPRIE, M.Met., Ir. BUSTANUL ARIFIN, M. PHIL., Ir. MYRNA A., PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, (1991)

Gambar

Gambar 1. Hasil pengukuran sampel tapioka 0% MT menggunakan EDS.
Gambar 4 memperlihatkan terjadinya peningkatan puncak-puncak difraksi pada sampel tapioka setelah ada penambahan Na 2 S 2 O 5  sebanyak 0,1 %, 0,2 % dan 1 %.
Tabel 4.  Hasil  refinement  pola  XRD Sampel
Gambar 11.  Peningkatan tingkat kristalisasi fasa β-D-Glukosa

Referensi

Dokumen terkait

Kelenjar keringat tersusun atas saluran berbentuk melingkar dan mengandung banyak pembuluh darah. Dari kelenjar ini, saluran tersebut naik ke atas kemudian menembus kulit,

Begitu juga sebaliknya, ketika nasabah tidak mendapatkan pelayanan yang buruk, maka nasabah akan melabelkan bank tersebut tidak mampu memberikan pelayan terbaik

Berdasarkan uraian di atas, penulis memiliki tujuan yang berkaitan erat dengan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya.Tujuan penelitian ini berguna untuk

Jurnal Administrasi Sosial Dan Humaiora (JASIORA) 2019 Kerja (X2) memiliki nilai thitung>ttabel sebesar8,068>1,664 dengan taraf signifikansi < = 0,05 maka

3 Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM beluiTI berperan optimal dikatakan demikian karena uSaha budidaya rumput laut ini menyangkut perdagangan besar yailu kurang lebih

(Samuels 2007.) Aineistoa kerätessä onkin varauduttava siihen, että opettajat eivät ole ehtineet paneutua tunneilla kaikkien oppilaiden työskentelyyn ja kokemukset

Filter berdasarkan Kelompok Tani Dari filter berdasarkan kelompok tani maka laporan yang akan ditampilkan berisi data hasil panen dari masing-masing petani dan dari data hasil

Kajian ini juga terhad kepada pemerhatian terhadap amalan dan aktiviti pengajaran dan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru Insya‟ STAM serta masalah yang dihadapi oleh