• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Permen adalah sejenis gula-gula (Confectionary) yang banyak disukai anakanak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. Permen adalah sejenis gula-gula (Confectionary) yang banyak disukai anakanak"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Permen Keras (Hard candy)

Permen adalah sejenis gula-gula (Confectionary) yang banyak disukai anak- anak hingga dewasa dan dapat dikonsumsi kapan saja dan dimana saja (Rismandari dkk., 2017). Permen keras (hard candy) merupakan salah satu permen non kristal yang memiliki tekstur keras dimasak dengan suhu tinggi (140℃-150℃) dengan penampakan mengkilat dan bening. Bahan utama dalam pembuatan permen jenis ini adalah sukrosa, air dan sirup glukosa atau gula inversi, sedangkan bahan-bahan lain yang juga ditambahkan adalah flavour dan pewarna (Engka dkk., 2016).

Berdasarkan SNI 3547.1:2008 kembang gula keras (hard candy) merupakan jenis makanan selingan berbentuk padat, terbuat dari gula atau campuran dengan pemanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diijinkan, bertekstur keras dan tidak menjadi lunak jika dikunyah.

Suhu yang digunakan untuk membuat permen agar kadar air mencapai kira- kira 3% adalah 150℃ supaya menghasilkan kadar air yang rendah (1-3%), menghasilkan supersaturated non crystaline solution dengan hasil “glassy”.

Tekstur bentukan menyerupai glass yang bening dan tekstur yang keras, serta memiliki kelembaban relatif dibawah 30%. Hal ini menyebabkan cenderung mudah meyerap uap air dari sekitar. Teknik membuat permen dengan daya tahan memuaskan terletak pada pembuatan produk dengan kadar air minimum dan dengan sedikit saja kecenderungan untuk mengkristal (Sigit, 2016).

Hard candy dengan kandungan total solid sebanyak 97% memberikan tekstur yang baik dan memberikan umur simpan yang optimal. Akan tetapi jika

(2)

5 semua hanya terdiri dari sukrosa maka akan menjadi lewat jenuh, sehingga karbohidrat ini menjadi tidak stabil. Masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan campuraan sukrosa dan sirup glukosa. Sirup glukosa yang digunakan dapat meningkatkan viskositas permen tetap tidak lengket dan mengurangi migrasi molekul karbohidrat (Mandei, 2014). Permen yang jernih dapat dihasilkan dengan kandungan air yang rendah dan penambahan sirup glukosa yang akan mempertahankan viskositas tinggi (Indriaty, 2014).

Gula atau yang juga disebut dengan sukrosa merupakan bahan utama dalam pembuatan permen. Penambahan sukrosa pada pembuatan permen memiliki fungsi untuk memberikan rasa manis dan dapat pula sebagai pengawet, yaitu dalam konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan cara menurunkan aktivitas air dari bahan pangan (Hartini dkk., 2018). Gula dengan konsentrasi 60% yang ditambahkan dalam pembuatan permen keras (hard candy) dengan rasa yang lebih manis, demikian pula dengan tekstur dari permen lebih keras serta dapat menurunkan kadar air pada produk permen keras (Hasniarti, 2012).

Dalam pembuatan hard candy, perbandingan sukrosa dan glukosa harus diperhatikan karena kesalahan rasio akan dapat menyebabkan graining/kristalisasi dan juga lengket (Indriaty, 2016). Beberapa penilitain sebelumnya telah banyak dilakukan penelitian tentang formulasi perbandingan sukrosa dan glukosa untuk mendapatkan permen dengan tekstur yang banyak diminati, salah satunya yaitu yang dilakukan oleh (Engka dkk., 2016) dalam pembuatan permen belimbing wuluh didapatkan formulasi terbaik yaitu dengan perbandingan sukrosa 85% dan glukosa 15%. Syarat mutu permen keras (hard candy) berdasarkan SNI 3547.1.2008 dapat dilihat pada Tabel 1.

(3)

6 Tabel 1. Syarat Mutu Permen Keras (Hard candy) SNI

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

- Rasa Normal

- Bau Normal

2 Kadar air % fraksi massa Maks. 3,5

3 Kadar abu % fraksi massa Maks. 2,0

4 Gula reduksi (gula inversi) % fraksi massa Maks. 24

5 Sakarosa % fraksi massa Min. 35

6 Cemaran

- Timbal (Pb) Mg/Kg Maks. 2

- Tembaga (Cu) Mg/Kg Maks. 2

- Timah (Sn) Mg/Kg Maks. 40

- Raksa (Hg) Mg/Kg Maks. 0,03

Cemaran arsen (As) Mg/Kg Maks. 1

Cemaran mikroba

- Angka lempeng total - Bakteri coliform

Koloni/g APM/g

Maks. 5x102 Maks. 20

- E. Coli APM/g <3

- Salmonella Negatif/25 g

- Staphilococcus aureus Koloni/g Maks. 1x102 - Kapang dan Khamir Koloni/g Maks. 1x102 Sumber : (Badan Standarisasi Nasional, 2008)

2.2 Faktor Penentu Mutu Hard Candy

Masalah yang sering terjadi pada produk hard candy adalah graining dan stickiness. Graining atau terbentuknya kristal-kristal kecil yang disebabkan karena

rasio perbanadingan sukrosa dan glukosa yang kurang sesuai, kondisi selama penyimpanan yang tidak terkontrol sehingga terserapnya air oleh permukaan produk (Suhariati & Maslikhah, 2013). Stickiness atau kelengketan pada hard candy umumnya disebabkan oleh kadar air yang tinggi sehingga hard candy lebih

bersifat higroskopis. Suhu dan RH selama penyimpanan harus diperhatikan untuk mencegah stickiness maupun graining. RH ruangan selama penyimpanan tidak lebih dari 45%. Bahan pengemas hard candy harus berbahan kedap air hal ini untuk mencegah transfer uap air dari luar. Kadar air pada produk selain dapat

(4)

7 menyebabkan stickiness maupun graining juga dapat mengakibatkan kerusakan oleh mikroorganisme perusak. Kapang dapat tumbuh apabila terjadi pengembunan pada produk karena perubahan suhu (Suhariati & Maslikhah, 2013).

Teknik dalam pembuatan hard candy dengan hasil akhir yang memuaskan terletak pada pembuatan dengan kadar air yang minimum, sehingga kemungkinan produk akhir mengkristal menjadi minim (Kusno, 2019). Penambahan sukrosa dan glukosa sebagai bahan utama perlu diperhatikan untuk mendapatkan formulasi yang tepat. Perbandingan antara sukrosa dan glukosa yang digunakan pada proses pembuatan hard candy sangat menentukan tekstur yang terbentuk (Sigit, 2016).

Gula murni dibutuhkan dalam pembuatan hard candy karena untuk mendapatkan produk yang jernih. Penambahan glukosa memiliki peran untuk mengontrol terjadinya kristalisasi, dinama monosakarida memiliki sifat sulit mengkristal sehingga dapat mengontrol kristalisasi pada hard candy (Kusno, 2019) sehingga formulasi sangat penting untuk mendapatkan hard candy yang memiliki penampilan menarik dan disukai.

2.3 Jahe Merah

Jahe merupakan tanaman rempah yang berasal dari Asia Selatan, dan sekarang telah tersebar keseluruh dunia (Aryanta, 2019). Jahe termasuk salah satu jenis tanaman obat yang paling popular digunakan sebagai bahan baku jamu dan obat tradisional. Indonesia merupakan negara terbesar ke empat penghasil jahe di dunia setelah Tiongkok, India dan Nepal (Salim & Munadi, 2017). Secara turun temurun rimpang jahe digunakan sebagai obat herbal. Suku jahe-jahean atau famili Zingiberaceae merupakan salah satu tanaman obat atau rempah yang kerap digunakan menjadi bahan andalan atau utama dalam pembuatan jamu atau obat

(5)

8 yang telah dikenal oleh masyarakat dari jaman dahulu (Kamalasari, 2018).

Indonesia sendiri memiliki tiga jenis jahe yang dikenal oleh masyarakat diantaranya yaitu jahe merah, jahe gajah dan jahe emprit. Salah satu jenis jahe yang memiliki nama latin Zingiber officinale var. rubrum dalam kehidupan sehari-hari disebut dengan jahe merah merupakan tanaman yang hidup di dataran rendah hingga wilayah pegunungan. Memiliki diameter 42-43 mm, tinggi 52-104 mm dan panjang 123-126 mm. Jahe merah memiliki rimpang yang lebih kecil dari jahe emprit berwarna kuning kemerahan, serta memiliki serat yang kasar (Pairul dkk., 2017). Memiliki rimpang yang kecil dan ramping, kandungan air rendah, berwarna merah atau jingga dan memiliki rasa yang pedas. Umumnya rimpang jahe memiliki komponen kimia seperti minyak yang menguap (volatile oil) dan tidak menguap (non volatile oil). Minyak atsiri termasuk jenis minyak menguap yang merupakan komponen memiliki bau khas, sedangkan oleoresin termasuk jenis minyak yang non menguap yang merupakan pemberi rasa pedas dan pahit. Oleoresin pada jahe merupakan faktor penting pada pengolahan produk pangan dalam menentukan rasa, flavor dan kepedasan yang dihasilkan (Yuliani dkk., 2016). Kadar minyak atsiri jahe merah memiliki kandungan paling tinggi dari jahe emprit dan jahe gajah yaitu 2,58-7,70% dan 1,5-3,3% dan 0,82%-1,62% (Aryanta, 2019).

Secara empiris jahe biasa digunakan masyarakat sebagai obat masuk angin, gangguan pencernaan, antipiretik, anti-imflamasi dan sebagai anelgenik (Celviana, 2019). Aktivitas antioksidan yang tinggi pada jahe disebabkan adanya senyawa gingerol dan turunannya. Gingerol merupakan komponen fitokimia utama jahe yang berasal dari golongan fenol dan diketahui memiliki antioksidan yang tinggi (Srinivasan, 2017). Gingerol sebagai senyawa utama jahe merupakan senyawa yang

(6)

9 tahan panas sehingga produk dari jahe tidak selalu harus berupa minuman (Celviana, 2019). Komponen jahe cukup stabil terhadap efek pemanasan, dimana aktivitas antioksidan pada jahe masih dua pertiganya setelah pemanasan 100℃.

Menurut (Pebiningrum & Kusnadi, 2017) dari tiga varitas jahe yang dilakukan analisa aktivitas antioksidan pada varietas sari jahe didapatkan hasil jahe merah memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi yaitu 75,61%, jahe gajah 71,50% dan jahe emprit 58,84%. Kandungan zat gizi jahe segar dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Gizi Jahe Segar

Jenis zat gizi Nilai gizi per 100 g

Energi 79 kkal

Karbohidrat 17,86 g

Serat 3,60 g

Protein 3,57 g

Sodium 14 mg

Zat besi 1,15 g

Potasium 33 mg

Vitamin C 7,7 mg

Sumber : Aryanta, 2019

Gambar 1. Jahe Merah Sumber : Dokumentasi Pribadi

Penelitian mengenai permen keras dengan pemanfaatan jahe telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya seperti, pemanfaatan jahe merah oleh (Akib dkk., 2016) dalam pembuatan permen herbal menyebutkan bahwa jahe merah memberikan pengaruh terhadap kenampakannya, warna dan juga rasa dari permen yang dihasilkan. Penelitian oleh (Robot dkk., 2020) yang mengkaji perihal hasil

(7)

10 sensoris dari permen kelapa jahe merah yang dihasilkan. Selain itu dalam penelitian lain yang juga diaplikasikan pada produk confectionary menggunakan jahe merah oleh (Bactiar dkk., 2017) menyebutkan bahwa penambahan jahe merah dalam permen jelly dapat meningkatkan aktivitas antioksidan, dengan nilai IC50 yang didapat sebesar 2,77 μg/ml dari jumlah sari jahe yang ditambahkan sebesar 41,50 ml. Uji aktivitas antioksidan pada jahe yang dilakukan oleh (Yuliani dkk., 2016) menunjukkan bahwa jahe merah segar memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dengan nilai IC50 sebesar 41,27 ppm.

2.4 Bunga Telang

Bunga telang (Clitoria ternatea) merupakan tanaman merambat biasa ditemukan di pekarangan atau tepi hutan. Bunga telang termasuk kedalam tanaman anggota suku polong-polongan yang berasal Asia tropis, akan tetapi sekarang telah menyebar ke seluruh daerah tropika. Bunga telang sendiri merupakan bunga majemuk yang identik dengan warna ungu pada kelopaknya. Tanaman ini selain identik dengan bunga yang berwarna ungu juga menghasilkan kacang yang berwarna hijau, sehingga tergolong polong-polongan (Angriani, 2019). Bunga telang dapat tumbuh baik pada kisaran suhu 19-28℃, namun dapat mentolerir suhu rendah 15℃ dan bahkan suhu dingin (di bawah 0℃) karena tanaman ini dapat tumbuh kembali dari batang atau dari dasar tanaman asalkan batang sudah keras (kayu) pada saat datang musim dingin (Sutedi, 2013).

(8)

11 Gambar 2. Bunga Telang

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Pemanfaatan bunga telang sebagai pewarna telah banyak digunakan pada berbagai produk pangan lokal Indonesia maupun Asia Tenggara. Warna biru dari bunga telang di Malaysia dimanfaatkan sebagai pewarna biru pada ketan. Bunga telang di Kerala (India) dan Filipina dijadikan sebagai sayuran. Penelitian penambahan ekstrak bunga telang sebagai pewarna alami telah dilakukan sebelumnya oleh (Dewi et al., 2019) yang diaplikasikan pada yoghurt susu kambing, dan (Marpaung, 2018) yang diaplikasikan pada permen jelly sirsak.

Komponen utama pada bunga telang yang berperan sebagai pewarna disebabkan karena adanya kandungan antosianin yang dapat menghasilkan warna yang berbeda pada kondisi pH tertentu diantaranya dapat berupa warna biru, merah dan juga ungu (Angriani, 2019). Kandungan senyawa antosianin adalah salah satu pigmen yang dapat ditemukan pada bahan pangan, antosianin memiliki sifat antioksidatif dan dapat memberikan warna merah-biru (Ahmadiani dkk., 2014). Kandungan senyawa fitokimia antosianin pada bunga telang memiliki kestabilan yang baik.

Pemanfaatan warna alami bunga telang (Clitoria ternatea) pada penelitian sebelumnya telah digunakan sebagai pewarna untuk es lilin dan warna yang dihasilkan hampir sama dengan pewarna sintetis food grade biru berlian C1 42090, pekat dan tidak pudar setelah dibekukan dalam freezer (Hartono dkk., 2012). Selain itu pemanfaatan bunga telang sebagai sumber pigmen alami juga dilakukan oleh

(9)

12 (Marpaung, 2018) bahwa aktivitas antioksidan mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya konsentrasi pigmen bunga telang yang ditambahkan. Pada penelitian yang sama sebelumnya dilakukan oleh (Pradita, 2019) yaitu tentang pemanfaatan serbuk bunga telang sebagai pewarna pada produk hard candy menunjukkan aktivitas antioksidan yang dihasilkan pada produk cenderung menurun, total antosianin juga mengalami penurunan ketika sudah diaplikasikan pada produk karena pengaruh suhu yang digunakan dan selama penyimpanan warna pada produk hard candy setiap minggunya mengalami perubahan yang tidak tetap.

Kandungan senyawa aktif pada bunga telang dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3. Kandungan Senyawa Aktif Bunga Telang

Senyawa Konsentrasi Mmol/mg bunga

Flavonoid 20,07 ± 0,55

Antosianin 5,40 ± 0,23

Flavanol glikosida 14,66 ± 0,33 Kaempferol glikosida 12,71 ± 0,46 Quersetin glikosida 1,92 ± 0,12 Mirisetin glikosida 0,04 ± 0,01 Sumber: Antihika 2015 dalam Angriani 2019

Salah satu senyawa fitokimia yang juga berperan sebagai sumber antioksidan adalah flavonoid. Kandungan flavonoid tersebut dapat dikembangkan pada berbagai industri pangan. Sehingga selain meningkatkan atribut mutu terhadap warna juga dapat memberikan efek terhadap kesehatan (Makasana dkk., 2016).

Antosianin secara umum dikenal sebagai kelompok pigmen larut air yang memiliki manfaat fungsional yang luas. Semua antosianin adalah antioksidan dan merupakan anggota keluarga flavonoid dengan aktivitas antioksidan paling tinggi. Uji antioksidan dengan berbagai metode menunjukkan bahwa ekstrak bunga telang memiliki kemampuan yang baik di dalam menangkal radikal bebas (Marpaung, 2020). Berdasarkan hasil penelitian terdahuli diketahui aktivitas antioksidan bunga

(10)

13 telang yaitu 52,53% (Makasana dkk., 2016) dan 57,21% (Wardani dkk., 2020).

Bunga telang mengandung senyawa aktif yang memiliki potensi farmakologi dalam area yang luas, antara lain sebagai sebagai antioksidan, antibakteri dan antidiabetes (Budiasih, 2017).

2.5 Antosianin

Antosianin merupakan golongan senyawa kimia organik yang dapat larut dalam pelarut polar, serta bertanggung jawab dalam memberikan warna oranye, merah, ungu, biru, hingga hitam (Priska dkk., 2018). Antosianin merupakan senyawa yang memiliki sifat amfoter, yaitu kemampuan yang dapat bereaksi dengan asam maupun basa. Pada media asam antosianin menghasilkan warna merah. Pada media basa antosianin akan menghasilkan warna ungu dan biru (Samber dkk., 2013). Antosianin termasuk zat warna alami golongan flavonoid dengan tiga atom karbon yang diikat oleh sebuah atom oksigen untuk menghubungkan dua cincin aromatik benzene (C6H6) di dalam struktur utamanya, berasal dari bahasa yunani yang berarti bunga biru (Hambali dkk., 2014).

Secara alami antosianin memiliki empat bentuk yaitu kation flavilium yang memiliki warna merah, basa kuinonoidal yang memiliki warna biru, kemudian hemiketal dan chalcone yang tidak berwarna. Dari keempat bentuk tersebut kation flavilium merupakan yang paling stabil (Marpaung, 2012). Hingga kini di alam terdapat lebih dari 700 jenis antosianin yang diisolasi dari berbagai jenis tanaman dan telah diidentifikasi, beberapa diantaranya yang memegang peranan penting dalam bahan pangan yaitu pelargonidin, sianidin, peonidin, delfinidin, petunidin, malvidin dan glikosida-glikosida antosianin (Barba-Espín dkk., 2017). Seiring dengan perubahan pH, antosianin dapat berubah warna secara reversible, dimana

(11)

14 pada pH 1-3 berada pada bentuk oxonium yang berwarna (ion flavilium) merah dan bentuk yang paling stabil, kemudian pada pH <6 akan berubah menjadi karbinol dan sebagian menjadi kuinoidal yang berwarna biru sampai ungu. pH 6,5-9 menjadi dominan kuinoidal yang berwarna biru, kemudian pH >9 membentuk senyawa kalkon yang berwarna kuning (Mahmudatussa’adah dkk, 2014).

Antosianin dapat ditemukan pada bunga, buah-buahan maupun sayur- sayuran. Beberapa bahan yang dapat diekstrak sebagai sumber pigmen antosianin seperti bunga rosella, bunga mawar, bunga kana, bunga sepatu, umbi ungu, bayam merah, buah naga, buah jamblang dan lainnya. Antosianin disamping dapat berperan sebagai pewarna makanan juga dapat memberikan efek kesehatan bagi manusia seperti antineoplastik, antikarsinogenik, antiatherogenik, antiimflamasi, serta imunitas. Semua aktivitas tersebut didasarkan peranan antosianin sebagai antioksidan (Sampebarra, 2018). Antosianin dapat memangsa berbagai jenis radikal bebas turunan oksigen reaktif, seperti hidroksil, peroksil, dan oksigen tunggal (Priska dkk., 2018). Antosianin dapat berperan sebagai antioksidan karena didalam antosianin memiliki ikatan rangkap konjugasi yang dapat menangkal radikal bebas (Barrowclough, 2015).

Antosianin secara spesifik dapat menyerap cahaya pada daerah serapan ultraviolet (UV) sampai violet, tetapi lebih kuat pada daerah tampak dari spektrum.

Antosianin dapat terserap pada panjang gelombang 250-700 nm, dengan dua puncak sebagai gugus gula (glikon) di panjang gelombang sekitar 278 nm, dan puncak utama sebagai antosianin (aglikon) di sekitar panjang gelombang 490-535 nm (Mahmudatussa’adah dkk., 2014). Struktur kimia antosianin cenderung kurang stabil dan mudah mengalami degradasi, stabilitas antosianin diantaranya dapat

(12)

15 dipengaruhi oleh pH, temperatur, cahaya, dan oksigen. Antosianin lebih stabil pada suasan asam dibanding suasana basa. Laju kerusakan atau degradasi pada antosianin cenderung meningkat selama proses penyimpanan yang diiringi oleh kenaikan suhu (Purwaniati dkk., 2020). Menurut Zussiva dkk (2012) ekstraski dengan hasil yang optimal yaitu dilakukan pada suhu 60oC sedangkan ekstraksi yang dilakukan pada suhu 75oC menunjukkan terjadi degradasi. Semakin asam pH antosianin pada saat disimpan maka semakin baik kestabilan zat warna, penyimpanan pada suhu 10℃ dan tanpa terpapar cahaya lebih baik daripada penyimpanan suhu kamar dan terpapar cahaya (Zussiva dkk., 2012).

2.5 Antioksidan

Secara kimiawi antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (elektron donor), sedangkan secara biologis antioksidan merupakan senyawa yang dapat menangkal atau meredam dampak negatif oksidan (Sayuti & Yenrina, 2015).

Dikatakan sebagai antioksidan karena senyawa tersebut memiliki struktur molekul yang bisa mendonorkan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu fungsinya sama sekali sehingga dengan begitu dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Murray dkk., 2009). Tubuh manusia tidak memiliki cadangan antioksidan dalam jumlah lebih, sehingga apabila banyak terbentuk radikal bebas di dalam tubuh, maka tubuh akan membutuhkan atau antioksidan eksogen.

Gaya hidup tidak sehat, kelelahan, kontaminasi radiasi (matahari dengan lapisan ozon tipis), terkena paparan polusi, stress dan pola makan tidak sehat merupakan faktor pemicu tubuh mengeluarkan oksigen radikal atau radikal bebas yang berlebihan. Radikal bebas merupakan senyawa yang sangat reaktif karena memiliki elektron yang tidak berpasangan sehingga dapat bereaksi dengan molekul

(13)

16 lain dalam tubuh. Radikal bebas yang terlalu banyak di dalam tubuh dapat memicu terjadinya stres oksidatif, yaitu kondisi tidak seimbang antara antioksidan dan radikal bebas di dalam tubuh sehingga dapat memicu terjadinya kerusakan sel-sel tubuh dan akan menimbulkan penyakit dalam tubuh (Susantiningsih, 2015).

Antioksidan mempunyai peranan penting bagi kesehatan tubuh karena fungsinya dapat menghambat dan menetralisir terjadinya reaksi oksidasi yang melibatkan radikal-radikal bebas (Parwata, 2016).

Aktivitas antioksidan dari suatu senyawa dapat digolongkan berdasarkan nilai IC50. IC50 merupakan konsentrasi yang dapat meredam 50% radikal bebas DPPH. Semakin kecil nilai IC50 maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya (Widyasanti dkk., 2016). Jika nilai IC50 berada dibawah 50 ppm maka aktivitas antioksidanya kategori sangat kuat, jika nilai IC50 berada di antara 50-100 ppm berarti aktivitas antioksidannya kategori kuat, jika nilai IC50 berada di antara 100- 150 ppm maka aktivitas antioksidannya kategori sedang. Jika nilai IC50 berada di antara 150-200 ppm berarti aktivitas antioksidannya kategori lemah, sedangkan jika nilai IC50 berada di atas 200 ppm maka aktivitas antioksidannya

dikategorikan sangat lemah (Bahriul et al., 2014).

Gambar

Tabel 2. Kandungan Gizi Jahe Segar

Referensi

Dokumen terkait

Sysdnb ini berhasil dibuat untuk memudahkan personil lapangan dalam melakukan pencarian riwayat kerusakan dan perbaikan pada pesawat B737-800 dan keterbatasan

Menurut Warsono dan Hariyanto (2012:153) pembelajaran berbasis proyek didefinisikan sebagai suatu pengajaran yang mencoba mengaitkan antara teknologi dengan masalah

Pada Tabel 1 dapat dilihat, k menunjukkan jumlah iterasi, x 0 menunjukkan tebakan awal, metode Newton disingkat dengan MN, metode Ujevic disingkat dengan MU, dan metode iterasi

Distribusi pemasaran ayam broiler dengan pakan herbal di Kecamatan Mandalle Kabupaten Pangkep hanya ditemukan satu pedagang perantara yaitu pedagang pengecer

102 PENGELOLA PENGAJUAN SURAT PERSETUJUAN PEMBAYARAN SEKRETARIAT DAERAH SUB BAGIAN TATA USAHA DAN KEUANGAN 6 1. 103 PENYUSUN LAPORAN KEUANGAN SUB BAGIAN TATA USAHA DAN KEUANGAN

1) Para migran cenderung memilih tempat tinggal terdekat dengan daerah tujuan.. 2) Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi seseorang untuk bermigrasi adalah

Pada hasil penelitian tentang penerapan tindak tutur yang terdapat dalam proses jual beli di pasar tradisional Surakarta sesuai dengan teori tindak tutur yang dikemukakan

Pada penelitian ini terdapat adanya perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah diberikan teknik Effleurage dan Abdominal Lifting pada 27 responden yang mengalami