• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS MATA KULIAH URBANISASI REVIEW (ULASAN KRITIS) JURNAL IMPACT OF CONTINUOUS JAKARTA MEGACITY URBAN EXPANSION ON THE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TUGAS MATA KULIAH URBANISASI REVIEW (ULASAN KRITIS) JURNAL IMPACT OF CONTINUOUS JAKARTA MEGACITY URBAN EXPANSION ON THE"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS MATA KULIAH URBANISASI REVIEW (ULASAN KRITIS) JURNAL

IMPACT OF CONTINUOUS JAKARTA MEGACITY URBAN EXPANSION ON THE FORMATION OF THE JAKARTA-BANDUNG CONURBATION

OVER THE RICE FARM REGIONS

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. Sri Rum Giyarsih, S.Si., M.Si.

Disusun Oleh:

HARIS ZIRTANA 20/467916/PMU/10522

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPENDUDUKAN SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS GADJAH MADA TAHUN 2021

(2)

- 1 -

Review (Ulasan Kritis) Jurnal

Impact of Continuous Jakarta Megacity Urban Expansion on The Formation of The Jakarta-Bandung Conurbation Over The Rice Farm Regions

Penulis: Ernan Rustiadiac, Andrea Emma Pravitasari, Yudi Setiawan, Setyardi Pratika Mulya, Didit Okta Pribadi, Narumasa Tsutsumida

Sumber: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0264275120313482

1. Review Judul, Abstrak, dan Kata Kunci

Judul yang dibuat oleh peneliti sudah baik. Judul yang telah disusun sangat jelas dan juga tidak terlalu panjang. Dalam judul juga sudah mencantumkan fokus studi kasus yang diteliti oleh peneliti. Saat membaca judul juga kita sudah tahu lokasi yang menjadi objek penelitian yaitu di wilayah pertanian sawah sepanjang jalur perkotaan Jakarta-Bandung.

Pada penulisan abstrak telah disusun dengan baik dan terangkum secara jelas. Peneliti menjelaskan secara singkat latar belakang penelitian, tujuan penelitian dilakukan, deskripsi singkat hasil penelitian, dan saran kebijakan. Kesimpulan singkat penelitian ini adalah konurbasi telah berlangsung cepat setelah pembangunan jalan raya yang menghubungkan Jakarta dan Bandung, tetapi efek kritis dari pertumbuhan megacity Jakarta adalah menurunnya lahan sawah di wilayah yang mendukung stok beras untuk Jawa Barat. Sementara itu, kata kunci yang disusun dalam penelitian telah baik dan sesuai yang memudahkan juga dalam melakukan pencarian secara online.

2. Review Pendahuluan

Dalam pendahuluan disebutkan bahwa persentase penduduk yang tinggal di lingkungan perkotaan di Indonesia meningkat secara dramatis dari 1920 ke 2000 dimana ada peningkatan dari 5,8% pada 1920 (Soegijoko & Bulkin, 1994) menjadi sekitar 10,0% pada 1945 (Hugo, 1996), 22,3% pada 1980, 30,9% pada tahun 1990 (Firman, 1997), dan 42,0% pada tahun 2000 (Firman, 2004). Pertumbuhan penduduk perkotaan pada 1980–1990 mencapai 5,37% per tahun dan kemudian turun menjadi 4,40% pada 1990–2000. Urbanisasi di Indonesia ditandai dengan tingginya konsentrasi / kepadatan di beberapa kota besar, terutama di Pulau Jawa. Pola urbanisasi juga diiringi dengan ketimpangan antar kota antara kota besar dan kota kecil.

Kota besar di Jakarta juga berkembang pesat. Pada tahun 1980 jumlah penduduk di wilayah Jabodetabek sebanyak 11,4 juta jiwa, dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 34 juta jiwa dengan 10 juta jiwa berada di kota Jakarta. Proses urbanisasi yang cepat yang dialami Jakarta menyebabkan perluasan perkotaan dan munculnya suburbanisasi di daerah pinggiran kota. Kedua proses ini menyebabkan wilayah Jabodetabek kehilangan 18.956 ha lahan

(3)

- 2 -

pertanian selama periode 1972–2005. Selain konversi lahan pertanian, urbanisasi juga dapat menyebabkan hilangnya karakteristik perdesaan di sekitar perkotaan.

Pertumbuhan kota besar di Jakarta menjadi lebih kompleks dan luas, terutama dengan meningkatnya koneksi dan interaksi dengan wilayah metropolitan Bandung (Dorodjatoen, 2009; Firman, 2009; Firman & Dharmapatni, 1995). Dari segi skala spasial, tiga jenis konurbasi telah ditemukan di Jakarta: pertama, konurbasi lokal, di mana kota-kota inti telah terhubung ke pinggiran kota bagian dalam atau wilayah pinggiran kota; kedua, konurbasi mesoscale, di mana wilayah metropolitan telah terhubung ke pinggiran kota, kota, dan zona industri di pinggiran luar; dan ketiga, konurbasi skala besar, di mana kota-kota besar telah terhubung ke wilayah metropolitan terdekat, misalnya, konurbasi Jakarta-Bandung.

Wilayah Jakarta Bandung Mega Urban Region (JBMUR) terletak di Jawa Barat yang menyuplai hampir seperlima produksi beras nasional. Sawah di kawasan JBMUR memiliki beberapa konteks strategis. Pertama, di JBMUR, ada tiga kabupaten yang diklasifikasikan sebagai lumbung beras nasional, yaitu Kabupaten Karawang, Cianjur, dan Bekasi. Kedua, produktivitas lahan padi di wilayah ini termasuk yang tertinggi dari seluruh wilayah di Indonesia. Ketiga, tingginya produktivitas padi di wilayah ini didukung oleh konsentrasi investasi infrastruktur irigasi selama lebih dari setengah abad. Di JBMUR, terdapat tiga bendungan besar multiguna, yaitu bendungan Jatiluhur, Cirata, dan Saguling yang menyediakan air irigasi untuk produksi padi di wilayah tersebut. Dengan demikian, peningkatan laju konversi sawah di JBMUR atau Jawa Barat dapat menghilangkan sawah beririgasi produktif.

Dalam pendahuluan terdapat data yang dirasa masih ada kesalahan. Penulis mencantumkan bahwa laju pertumbuhan penduduk rata-rata di Indonesia sebesar 2% (BPS, 2018). Semenjak tahun 1980-an data laju pertumbuhan penduduk Indonesia di bawah 2 persen.

Data terakhir BPS menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia periode 2010- 2018 sebesar 1,33 persen.

3. Review Metodologi

Dalam penyusunan metodologi telah disampaikan dengan baik. Peneliti menggunakan data spapsial yaitu Citra Landsat tutupan lahan dari Google Earth, peta batas administrasi wilayah penelitian yang bersumber dari Badan Pusat Statistik tahun 2011. Pengolahan data juga menggunakan Microsoft Excel Pivot Table Tool dalam melihat tran ekspansi spasial perkotaan dan tren populasi di 12 kabupaten’kota yaitu: Kabupaten Bogor, Tangerang, Bekasi, Cianjur, Karawang, Purwakarta, Bandung, dan Bandung Barat; serta kota Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, Bekasi, Bandung, dan Cimahi.

4. Review Hasil

Dalam menyajikan analisis dan pengolahan data peneliti sudah baik dalam menunjukkan hasil spasial dalam bentuk data, serta penyajian angka dalam bentuk tabel dan

(4)

- 3 -

grafik. Hanya saja masih ada kekurangan dimana tabel dan grafik yang disajikan tidak mencantumkan sumber data. Jika ada sumber data, tentunya pembaca juga dapat mengetahui akurasi dan objektifitas data yang digunakan.

Hasil pengolahan dan analisis dari peneliti menunjukkan bahwa daerah yang mengalami pertambahan luas terbangun paling banyak adalah Kabupaten Bogor, Bandung, Karawang, Bekasi, dan Tangerang. Kabupaten Bandung Barat dan Bandung merupakan pinggiran kota Bandung, sedangkan Kabupaten Bogor, Bekasi, dan Tangerang merupakan pinggiran kota Jakarta. Anehnya, perluasan kawasan terbangun di Karawang, yang terletak di antara Jakarta dan Bandung, mengalami peningkatan yang luar biasa, terutama selama periode 2005-2010.

Perluasan di Karawang ini menunjukkan bahwa jalan tol di Utara Jakarta-Bandung memiliki pengaruh penunjang yang lebih besar terhadap perluasan perkotaan dibandingkan dengan jalan non tol di Selatan yang melewati Kabupaten Cianjur.

Peningkatan aksesibilitas jalan berdampak pada konversi lahan pertanian menjadi kawasan terbangun. Konversi tersebut dipicu oleh peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan permukiman atau perkembangan industri dan infrastruktur perkotaan. Rasio lahan perkotaan menjadi lebih tinggi di kota-kota inti Jakarta dan Bandung, dan rasio lahan perkotaan menjadi lebih rendah di wilayah yang sudah jauh dari Jakarta dan Bandung. Namun, wilayah antara Jakarta dan Bandung telah menjadi kawasan urban yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Antara tahun 1983 dan 2015, terjadi penurunan konversi lahan sawah secara umum di wilayah Jakarta-Bandung. Tampaknya ada upaya untuk melestarikan sawah yang tersisa, tetapi pada tahun 1990-an hanya ada sedikit sawah baru. Akibatnya, terjadi penurunan dalam penggunaan lahan untuk sawah. Konversi sawah paling luas terjadi di beberapa wilayah yang berdekatan dengan Jakarta, seperti Kabupaten Bekasi, Bogor, dan Tangerang, serta Kabupaten Cianjur yang sebenarnya tidak berbatasan dengan Jakarta tetapi sering dikunjungi oleh penduduk Jakarta untuk wisata. Selain itu, laju konversi sawah yang tinggi juga terjadi di wilayah yang berbatasan langsung dengan kota Bandung, seperti Kabupaten Bandung Barat.

Konversi sawah ini juga terkait dengan proses suburbanisasi. Seperti disebutkan sebelumnya, konversi besar-besaran sawah menjadi pemukiman terjadi hingga akhir tahun 1990-an, ketika proses suburbanisasi berada pada tingkat tertinggi. Pada akhirnya, proses suburbanisasi tahun 1990-an melambat dari 1997 ke awal 2005 akibat krisis ekonomi, kemudian meningkat lagi hingga 2015. Sebaliknya, sejumlah besar sawah hanya bertambah dari tahun 1983 hingga 1996, dan hampir tidak ada penambahan setelahnya. Walaupun terjadi perlambatan di awal tahun 2000-an, konversi sawah di dataran rendah mengalami tren peningkatan dalam lima belas tahun terakhir. Untuk periode 2000–2005, 2005–2010 dan 2010–

2015, total luas areal persawahan di JBMUR menurun masing-masing sebesar 25.998 ha, 44.729 ha, dan 59.391 ha. Peneliti sendiri telah mengidentifikasi empat faktor utama yang secara kritis mempengaruhi perluasan perkotaan di wilayah ini: (1) kebijakan publik dan pemerintahan; (2) pengembangan permukiman pribadi dan kota baru; (3) sektor manufaktur swasta; dan (4) pembangunan infrastruktur.

(5)

- 4 -

Untuk mencapai pembangunan perkotaan yang berkelanjutan di wilayah Jakarta- Bandung, langkah-langkah efektif untuk manajemen kota besar harus diterapkan untuk mengendalikan pembangunan lokal di pinggiran kota dan merancang sistem transportasi yang berkelanjutan (Zhao, 2010). Konsisten dengan argumen Zhao, rekomendasi pertama adalah memberlakukan pendekatan baru untuk mengelola konurbasi Jakarta-Bandung dan kondisi mega-urban yang sedang berkembang. Salah satu kunci untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan mengembangkan sistem transportasi yang dapat mengendalikan perluasan perkotaan.

Pembangunan kereta cepat antara Jakarta dan Bandung yang sedang berlangsung mungkin menawarkan solusi yang lebih baik daripada mengembangkan lebih banyak jalan tol, karena studi ini menunjukkan bahwa jalan tol mendorong pertumbuhan perkotaan.

Rekomendasi kedua adalah mengevaluasi efektifitas pembangunan infrastruktur di sepanjang koridor Jakarta-Bandung, karena di sinilah letak persawahan. Rasio ruang hijau yang lebih besar untuk area terbangun tidak akan berarti jika sawah menjadi hilang. Konversi sawah di kawasan ini tidak hanya mengancam ketahanan pangan penduduk Jakarta-Bandung, tetapi juga sebagian besar penduduk Jawa Barat. Kota yang padat, ditambah dengan pengembangan pertanian perkotaan multifungsi, menawarkan pendekatan yang lebih baik untuk kesejahteraan penduduk.

Rekomendasi ketiga adalah perencana kota dan pembuat keputusan memiliki akses ke data spasial terbaru atau real-time pada skala megacity (kota besar). Studi ini menunjukkan bahwa data dan informasi spasial yang diperbarui dan gratis dapat bermanfaat bagi perencana kota untuk melacak pola pembangunan kota. Menurut Par´es-Ramos et al. (2013), setelah mendapatkan data spasial perkotaan yang akurat di kawasan metropolitan yang sedang berkembang, diperlukan pendekatan partisipatif untuk melibatkan masyarakat dalam mengembangkan solusi atas berbagai tantangan yang kompleks (misalnya ketersediaan air, energi, ketahanan pangan, dan adaptasi terhadap perubahan iklim).

Rekomendasi keempat adalah pengembangan kolaborasi khusus baru untuk meningkatkan infrastruktur produktif untuk meningkatkan kawasan industri & kota-kota baru dalam sistem regional mega-urban. Jaringan atau forum kolaboratif ini harus melibatkan banyak perwakilan dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Perwakilan pemerintah merupakan perwakilan dari pemerintah pusat dan daerah di JBMUR. Perwakilan dari sektor swasta akan menjadi pelaku usaha kawasan industri dan kota baru. Forum antar pemerintah- swasta ini diperlukan untuk memfasilitasi infrastruktur yang efisien dan produktif di wilayah tersebut. Perwakilan masyarakat akan berasal dari masyarakat lokal dan akan mencakup petani, untuk memastikan kepentingan masyarakat pedesaan lokal dan bisnis pertanian serta keberlanjutan permukiman lokal dan produktivitas pertanian.

(6)

- 5 - Daftar Pustaka

Anjarsariningtyas, R., Laksmiasri W., Pratiwi A.A., & Giyarsih S.R. (2016). Food Security in Urban Sprawl Effected Area: Case Study in Sub Districts on The Outskirts of Yogyakarta City. Proceeding of the 13th International Asian Urbanization Conference, di Yogyakarta, January 6-8, 2016: 713-718

Giyarsih S.R. (2012). Dampak Transformasi Wilayah Terhadap Kondisi Kultural Penduduk,Tinjauan Perspektif Geografis. Forum Geografi 26 (2) :120-131

Giyarsih S.R. (2012). Koridor Antar Kota Sebagai Penentu Sinergisme Spasial, Kajian Geografi Yang Semakin Penting. Jurnal Tata Loka 14 (2): 90-97.

Giyarsih S.R. (2010). Pola Spasial Transformasi Wilayah di Koridor Yogyakarta-Surakarta.

Forum Geografi 24 (1): 28-38

Giyarsih S.R. (2012). Sinergisme Spasial dan Sinergisme Fungsional Sebagai Bagian Penting Untuk Kerjasama Antar Daerah di Koridor Antar Kota. Prosiding Seminar Nasional Informasi Geospasial Untuk Kajian Kebencanaan Dalam Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan dan Pengembangan Kecerdasan Spasial Masyarakat di Surakarta 22 Maret 2012: 222-232.

Giyarsih S.R. (2017). Regional Management of Areas with Indications of Urban Sprawl in the Surrounding Areas of Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, Indonesia. Indonesian Journal of Geography 49 (1): 35-41, DOI https://dx.doi.org/10.22146/ijg2323

Giyarsih S.R. & Alfana M.A.F. (2013). The Role of Urban Area as the Determinant Factor of Population Growth. Indonesian Journal of Geography 45(1): 25-36gai Entitas Ekonomi di Kota Yogyakarta: Pelarian atau Menjanjikan?.Jurnal Patrawidya 14 (2) : 211-230

Giyarsih S.R., & Fauzi N. (2016). Factors That Affect Urban Sprawl Symptoms in Sub Urban Areas of Yogyakarta. Proceeding of the 8th International Graduate Students and Scholars’

Conference in Indonesia (IGSSCI, Yogyakarta 26-27 October 2016: 314-329.

Giyarsih S.R., & Marfai, M.A. (2017). Regional Transformation in Semarang City, Indonesia.

Journal of Urban and Regional Analysis IX (2): 129-139

Nastiti F.N.,& Giyarsih S.R. (2019). Green Open Space in Urban Areas: A Case in the Government Office of Boyolali, Indonesia. Regional Science Inquiry, XI (2): 19-28 Saputra I.A., Giyarsih S.R., & Marwasta D. (2014). Faktor Pengaruh Transformasi Wilayah di

Kabupaten Klaten. Prosiding Mega Seminar Nasional, Geografi Untukmu Negeri, di Yogyakarta 5 Mei 2014: 91-102

Setyono, J.S. Yunus H.S., & Giyarsih S.R. (2016). Spatial Pattern of Urbanization and Small Cities Development in Central Java: A Case Study of Semarang-Yogyakarta-Surakarta Region. Journal of Geomatic and Planning. 3(1): 53-66

Shara, A. R I. D., Listyaningsih, U., & Giyarsih, S.R. (2020). Differences in the Spatial Distribution and Characteristics of Urban Beggars: The Case of the Sanglah District in Denpasar (Indonesia). Quaestiones Geographicae 39 (4): 109-119

Tuloli. Y., Yunus H.S., & Giyarsih S.R. (2013). Proses Perubahan Spasial Kota Gorontalo, Konversi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Terbangun. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XVI Ikatan Geograf Indonesia, Banjarmasin 2-3 November 2013: 478-484

Referensi

Dokumen terkait

Bila ditinjau kembali, apabila nelayan penangkap teripang hanya memperoleh ukuran yang lebih kecil, maka akan memiliki nilai jual yang rendah, namun demikian apabila

Untuk mengetahui pengaruh yang terjadi antara variabel independen terhadap variabel dependen, maka model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Dalam pasal 17 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa Anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi. Dalam

Universitas Slamet Riyadi adalah perguruan tinggi swasta yang ada di Surakarta, yang tepatnya di Jalan Sumpah Pemuda no.18 Joglo Kadipiro, permasalahan banjir

tingkat kematangan yang diharapkan (Expected Maturity Level ) pada Sistem Informasi SIAKAD di Pusat Komputer IAIN Raden Intan Lampung bertujuan untuk mengetahui

Tujuan khusus penelitian ini adalah mendeskripsikan karakteristik sampel (jenis kelamin, usia, dan status gizi), perubahan tekanan darah serta menganalisis pengaruh

Proses terbentuknya Kampung Islam berawal dari masuknya agama Islam di Manado yang datang dari beberapa daerah di Indonesia yaitu Ternate, Gorontalo, Jawa, Sumatera dan dibawa

Seseorang yang bermukim di rumah dengan hunian kamar dengan tingkat kepadatan tinggi (< 4 m/orang), jenis kelamin la- ki-laki, dan status gizi yang buruk (IMT > 25,1 dan