• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DARI REFINING CRUDE PALM OIL MENJADI RED PALM OIL DENGAN METODE TITRASI IODOMETRI DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DARI REFINING CRUDE PALM OIL MENJADI RED PALM OIL DENGAN METODE TITRASI IODOMETRI DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DARI REFINING CRUDE PALM OIL MENJADI RE D PALM OIL

DENGAN METODE TITRASI IODOMETRI DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT

MEDAN

TUGAS AKHIR

FEBBY ANGGRIYANI 182401053

PROGRAM STUDI D3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(2)

PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DARI REFINING CRUDE PALM OIL MENJADI RE D PALM OIL

DENGAN METODE TITRASI IODOMETRI DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT

MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya

FEBBY ANGGRIYANI 182401053

PROGRAM STUDI D3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(3)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DARI REFINING CRUDE PALM OIL MENJADI RE D PALM OIL

DENGAN METODE TITRASI IODOMETRI DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT

MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

Saya menyatakan bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing di sebutkan sumbernya

Medan, 24 Juni 2021

Febby Anggriyani 182401053

(4)

i

(5)

ii

PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DARI REFINING CRUDE PALM OIL MENJADI RE D PALM OIL

DENGAN METODE TITRASI IODOMETRI DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT

MEDAN

ABSTRAK

Penentuan bilangan peroksida pada Crude Palm Oil (CPO) dan Red Palm Oil (RPO) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan telah dilakukan. Crude Palm Oil terbagi menjadi CPO olein dan CPO stearin sedangkan Red Palm Oil terbagi menjadi RPO mix, RPO olein, dan RPO stearin. Penelitian dilakukan untuk menghitung bilangan peroksida yang hanya melalui tahapan proses pemurnian (refining) yaitu degumming dan netralisasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah titrasi iodometri. Bilangan peroksida pada sampel RPO mix adalah 17.1349 meq/kg, RPO olein adalah 17.1175 meq/kg, dan RPO stearin adalah 17.1028 meq/kg.

Kata Kunci : Bilangan Peroksida, Refining, CPO, RPO, Titrasi Iodometri

(6)

iii

DETERMINATION OF PE ROXIDE VA LUE FROM REFINING FROM CRUDE PALM OIL TO RED PALM

OIL USING I ODOM E TRY TI TRA TION M E THOD I N MEDAN PALM

RESEARCH CENTER

ABSTRACT

Determination of peroxide value in Crude Palm Oil (CPO) and Red Palm Oil (RPO) at the Medan Palm Oil Research Center has been carried out. Crude Palm Oil is divided into CPO olein and CPO stearin, while Red Palm Oil is divided into RPO mix, RPO olein, and RPO stearin. The study was conducted to calculate the peroxide value only through the stages of the purification process(refining)is degumming and neutralization. The method used in this research is iodometric titration. The peroxide value in RPO mix was 17.1349 meq/kg, RPO olein was 17.175 meq/kg, and RPO stearin was 17.1028 meq/kg.

Key words: Peroxide number, Refining, CPO, RPO, Iodometric titration

(7)

iv

PENGHARGAAN

Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini sangat sederhana dan masih jauh dari kesempurnaan, hal ini tidak lain karena ilmu yang diterima penulis masih sangat terbatas.

Karya ilmiah ini diajukan sebagai syarat kelulusan program Diploma III Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Sumatera Utara. Adapun judul yang dibuat dalam penulisan karya ilmiah ini adalah “ Penentuan Bilangan Peroksida Dari Refining Crude Palm Oil Menjadi Red Palm Oil Dengan Metode Titrasi Iodometri Di Pusat Peneltian Kelapa Sawit Medan ”. Dalam proses penulisan karya ilmiah ini, penulis mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan bimbingan, antara lain kepada :

1. Bapak Suharman, M.Sc selaku dosen pembimbing tugas akhir dan pembimbing akademik penulis yang telah memberikan bimbingan, arahan dan nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc, Selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

3. Bapak Dr.Minto Supeno, MS selaku Ketua Program Diploma III Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU.

4. Ibu Dra. Nurhaida Pasaribu, M.Si selaku sekretaris Departemen Program Diploma III Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU.

5. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, S.Si., M.Si selaku ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU.

6. Seluruh staf pegawai dan dosen FMIPA USU yang telah membantu dan mendidik penulis selama perkuliahan.

7. Seluruh Staf dan Pegawai di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan yang telah membantu dan memberikan bimbingan selama menjalani Praktek Kerja Lapangan.

8. Teristimewa kepada Ayahanda Legimin dan Ibunda Musdawati yang selalu memberikan dukungan secara moril dan materil, doa, perhatian dan kasih sayang yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

9. Abang penulis Febriyandi, dan adik penulis Fazli Aditya Putra, yang selalu memberikan semangat, doa, dan perhatian secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis.

(8)

v

10. Kawan – Kawan Kelompok Praktek Kerja Lapangan yang dapat bekerja sama dengan baik selama Praktek Kerja Lapangan.

11. Rekan- rekan Mahasiswa/I D3 Kimia stambuk 2018 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan kebersamaan selama menyelesaikan studi di D3 Kimia. Serta Sahabat yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

`Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan dalam materi maupun penyajiannya. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari semua pihak yang dapat menjadi masukkan bagi penulis untuk menambah kesempurnaan tugas akhir ini.Semoga penulis karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 24 Juni 2021

Febby Anggriyani

(9)

vi DAFTAR ISI

PENGESAHAN TUGAS AKHIR i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

PENGHARGAAN iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR SINGKATAN x

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan 2

1.4 Manfaat 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Kelapa Sawit 3

2.2 Minyak Sawit 4

2.3 Minyak Sawit Merah 4

2.4 Ciri-Ciri Fisiologi Kelapa Sawit 5

2.5 Varietas Kelapa Sawit 6

2.6 Pengolahan Buah Sawit Menjadi CPO 7

2.7 Proses Pemurnian CPO 8

2.8 Pembuatan Minyak Sawit Merah 9

2.9 Bilangan Peroksida 9

2.10 Dampak dari Tingginya Kadar Peroksida didalam

Minyak 11

2.11 Asam Lemak Bebas 11

2.12 Titrasi Iodometri 12

2.13 Manfaat Minyak Kelapa Sawit 12

2.14 Nutrisi didalam CPO 14

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Metode Percobaan 15

3.1.1 Alat 15

3.1.2 Bahan 15

3.2 Prosedur Percobaan 16

3.2.1 Proses Pengolahan Minyak 16

3.2.2 Penentuan Asam Lemak Bebas 16

3.2.3 Standarisasi Kalium Hidroksida 16 3.2.4 Pembuatan Amilum 5% dalam 20 ml 16 3.2.5 Pembuatan Amilum 1% dalam 20 ml 16

(10)

vii

3.2.6 Pembuatan Natrium Tiosulfat 17

3.2.7 Pembuatan Kalium Iodida 15% dalam 10 ml 17 3.2.8 Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat 0.1N 17

3.2.9 Analisa Bilangan Peroksida 17

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Percobaan 18

4.1.1 Data Percobaan Asam Lemak Bebas 18

4.1.2 Perhitungan Asam Lemak Bebas 18

4.1.3 Data Percobaan Netralisasi 19

4.1.4 Perhitungan Netralisasi Untuk Volume NaOH 19 4.1.5 Data Standarisasi Natrium Tiosulfat 20 4.1.6 Perhitungan Data Standarisasi Natrium Tiosulfat 21 4.1.7 Data Analisa Bilangan Peroksida 21 4.1.8 Perhitungan Data Analisa Bilangan Peroksida 22

4.2 Pembahasan 22

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 24

5.2 Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

(11)

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1 Karakteristik kualitas minyak sawit mentah 5 Dan olein minyak sawit merah 2.2 Varietas kelapa sawit berdasarkan ketebalan 6

tempurung dan daging buah

2.3 Varietas berdasarkan warna kulit buah 7 2.4 Standar mutu minyak goreng berdasarkan 8

SNI 3741-1965

4.1 Data asam lemak bebas 18

4.2 Data netralisasi 19

4.3 Data standarisasi natrium tiosulfat 20 4.4 Data analisa bilangan peroksida 22

(12)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Grafik bilangan peroksida CPO dan minyak sawit 10 merah

(13)

x

DAFTAR SINGKATAN

ALB = Asam Lemak Bebas CPO = Crude Palm Oil FFA = Free Fatty Acid PKO = Palm Karnel Oil

PPKS = Pusat Penelitian Kelapa Sawit RPO = Red Palm Oil

RSS = Reciprocal Recurrent Selection SNI = Standar Nasional Indonesia TBS = Tandan Buah Segar

(14)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elais guineennsis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Namun,ada sebagian pendapat yang justru menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari kawasan Amerika Selatan yaitu Brazil. Hal ini karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan di Afrika. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam untuk ditanam di Kebun Raya Bogor.

Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911 (Fauzi, 2012).

CPO (Crude Palm Oil) merupakan minyak sawit kasar yang diekstrak dari mesocarp buah sawit dan belum mengalami pemurnian. Minyak kelapa sawit memiliki komponen penyusun minyak sawit yakni, trigeliserida 95,62%, asam lemak bebas 4,00%, air 0,20%, phosphatida 0,07%, karoten 0,03%, dan aldehid 0,07%. Proses pengolahan CPO (Crude Palm Oil) memerlukan pengontrolan yang sangat teliti untuk mendapatkan hasil minyak nabati yang berkualitas (Putri et al., 2019). CPO (Crude Palm Oil) merupakan minyak kasar yang diperoleh dengan cara ekstraksi daging buah sawit biasanya masih mengandung kotoran terlarut dan tidak terlarut dalam minyak. Pengotor yang dikenal dengan sebutan gum atau getah ini terdiri dari fosfatida, protein, hidrokarbon, karbohidrat, air, logam berat dan resin, asam lemak bebas (FFA),tokoferol,pigmen dan senyawa lainnya.

Adanya pengotor pada minyak akan menurunkan kualitas dan mempengaruhi penampilan fisik, rasa, bau dan waktu simpan dari minyak, sehingga harus dihilangkan melalui proses pemisahan secara fisika maupun secara kimia (Ristianingsih et al., 2011).

Minyak sawit merah (RPO) merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari pengolahan minyak sawit mentah yang masih mengandung karotein dan vitamin E yang cukup tinggi. Beberapa jenis senyawa karoten sebagai minor konstituen minyak kelapa sawit antara lain, karoten, beta karoten, tokoferol dan alfa tokoferol (Budiyanto et al., 2010).

Proses pemurnian (refining) minyak nabati pada umumnya terdiri dari 4 tahap, yaitu: a) proses pemisahan gum (degumming), b) proses pemisahan asam lemak bebas (netralisasi) dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga terbentuk sabun, c) proses pemucatan (bleaching) yang merupakan proses penghilangan komponen warna coklat seperti karotenoid dan tokoferol dan d) proses penghilangan bau (deodorisasi) yang merupakan proses penghilangan asam lemak bebas dan komponen penyebab bau tidak sedap

(15)

2

seperti peroksida, keton dan senyawa hasil oksidasi lemak dan lainnya (Ristianingsih et al., 2011).

Mutu minyak kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua arti, pertama, benar- benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak kelapa sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisikanya, yaitu dengan mengukur titik lebur, angka penyabunan, dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida dan ukuran pemucatan.

Kebutuhan mutu minyak kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran maupun aspek higenisnya harus lebih diperhatikan.

Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor.

Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemerosesan dan pengangkutan (Kemenperin, 2007).

Salah satu faktor yang menentukan mutu minyak kelapa sawit adalah bilangan peroksida. Bilangan peroksida menyatakan indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi. Bilangan peroksida tinggi akan dapat menurunkan mutu di dalam minyak sawit yang dihasilkan.

Oleh sebab itu, penulis tertarik melakukan penelitian tentang ”Penentuan Bilangan Peroksida Dari Fraksinasi CPO Menjadi RPO Dengan Metode Titrasi Iodometri Di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan”.

1.2 Permasalahan

Apakah bilangan peroksida pada RPO mix, RPO olein, dan RPO stearin di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan memenuhi Standar Mutu Nasional indonesia (SNI) atau tidak jika proses pemurnian hanya melalui tahapan degumming dan netralisasi.

1.3 Tujuan

1. Untuk menentukan bilangan peroksida pada RPO mix, RPO olein, dan RPO stearin yang telah didapatkan melalui titrasi iodometri.

2. Untuk menentukan apakah sampel RPO mix, RPO olein, dan RPO stearin memenuhi Standar Nasional indonesia (SNI) ?.

1.4 Manfaat

1. Dengan menentukan bilangan peroksida pada pada RPO mix, RPO olein, dan RPO stearin yang telah didapatkan melalui titrasi iodometri.

2. Dengan menentukan apakah bilangan peroksida pada RPO mix, RPO olein, dan RPO stearin dapat diketahui Standar Mutu Nasional indonesia (SNI) ?.

(16)

3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan tanaman hutan hujan tropis di daerah Afrika Barat, terutama di Kamerun, Pantai Gading, Libera, Nigeria, Sirea Lione, Togo, Angola, dan Kongo. Kelapa sawit termasuk dalam kingdom plantae, divisi magnoliophyta, kelas lilinopsida, ordo arecales, famili arecaceae, dan genus Elaeis. Kelapa sawit ditemukan oleh Nicholaas Jacquin pada tahun1763, sehingga kelapa sawit diberi nama Elaeis guineensis Jacq (Ayustaningwarno, 2012).

Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan apabila dimasak, berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Hampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak, khususnya sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang (Kemenperin, 2007).

Bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomi yang tinggi adalah buahnya yang tersusun dalam sebuah tandan, biasa disebut dengan TBS (tandan buah segar) buah sawit di bagian sabut (daging buah atau mesocarp) menghasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) sebanyak 20-24%.

Sementara itu, bagian inti sawit menghasilkan minyak inti sawit (palm karnel oil atau PKO) 3-4% (Sunarko, 2007).

Kelapa sawit ternyata berhasil menjadi komoditas yang dapat “menembus”

daerah yang selama ini tidak memilikinya, seperti Kalimantan; Sulawesi; Papua dan provinsi lain diluar Aceh, Sumatera Utara dan Lampung. Komoditas ini ternyata cocok dikembangkan baik berbentuk pola usaha perkebunan besar maupun skala kecil untuk petani perkebunan. Pertumbuhan tanaman kelapa sawit

“cukup bersahabat” dibandingkan tanaman lain dan lebih tahan menghadapi berbagai kendala dan masalah.

Awalnya industri pengolahan kelapa sawit menghasilkan minyak mentah atau CPO (crude palm oil) untuk diekspor. Namun, beberapa tahun terakhir banyak bermunculan pabrik pengolahan minyak mentah maupun industri ole- kimia yang menggunakan bahan baku yang berasal dari minyak kelapa sawit.

Akibatnya, ragam produk industri pengolahan kelapa sawit menjadi lebih banyak, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Nilai ekspor RBD- Olein, RBD-Stearin, dan produk turunan lain dari tahun ke tahun mengalami peningkatan (Pardemen, 2008).

(17)

4

2.2 Minyak Sawit

Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) mengandung sekitar 500-700 ppm β-karoten dan merupakan bahan pangan sumber karoten alami terbesar. Oleh karena itu, CPO berwarna merah jingga. Disamping itu jumlahnya juga cukup tinggi. Minyak sawit ini diperoleh dari mesokarp buah kelapa sawit melalui ekstraksi dang mengandung sekitar ait serta serat halus, yang berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang. Adanya serat halus dan air pada sawit kasar tersebut menyebabkan minyak sawit kasar tidak dikonsumsi langsung sebagai bahan pangan maupun non pangan (Bambang et al., 2006).

Minyak sawit juga memiliki keunggulan dalam hal susunan nilai gizi yang terkandung didalamnya. Kadar sterol dalam minyak sawit relatif lebih rendah dibandingkan dengan minyak nabati lainnya yang terdiri dari sitosterol, campesterol, sigmasterol, dan kolesterol. Dalam CPO, kadar sterol berkisar antara 360-620 ppm dengan kadar kolesterol hanya sekitar 10 ppm saja atau sebesar 0.001% dalam CPO (Fauzi, 2002).

Proses pemurnian minyak sawit yang pertama yaitu degumming dilakukan dengan cara memanaskan CPO hingga temperature 90-130°C dimana temperatur ini adalah temperatur yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi CPO dengan asam fosfat. Kemudian proses netralisasi dengan menggunakan soda kaustik dapat dilakukan untuk minyak kelapa sawit yang mengandung 8 sampai 10% asam lemak bebas. Proses netralisasi ini antara lain: prapemanasan minyak sawit mentah hingga 54-71°C, netralisasi dengan soda kaustik secukupnya, pemanasan hingga 82-88°C untuk mengendapkan fasa sabun dan langsung disentruifugasi (Donald et al., 2006).

2.3 Minyak Sawit Merah

Minyak sawit merah biasanya merupakan fraksi olein minyak sawit mentah.minyak sawit merah fraksi olein diperoleh dengan memisahkan fraksi olein dari fraksi stearin melalui peningkatan suhu hingga 70°C dan penurunan suhu secara perlahan-lahan hingga suhu kamar sambil di aduk (Weiss, 1983).

Setelah difraksinasi, minyak sawit merah ini terpisah menjadi dua fraksi yaitu olein (cair) dan stearin (padat). Minyak sawit merah fraksi olein mengandung karotenioid sebesar 680-760 ppm dan minyak sawit merah fraksi stearin ternyata masih memiliki kandungan karotenoid yang cukup tinggi, yaitu sebesar 380 ppm sampai 540 ppm. Sehingga fraksi stearin juga bisa dimanfaatkan sebagai minyak ikan (Choo, 1997). Karakteristik kualitas minyak sawit mentah dan olein minyak sawit merah dapat dilihat pada tabel 2.1.

(18)

5

Tabel 2.1 Karakteristik kualitas minyak sawit mentah dan olein minyak sawit merah.

Sampel ALB (%) Karoten Tokoferol

Minyak sawit merah

3.53 643 869

Olein minyak sawit dengan pemurnian

3.53 514 864

Olein sawit merah

0.04 513 707

RBD minyak sawit

0.04 Nil 561

Sumber : Choo,1997

2.4 Ciri-ciri Fisiologi Kelapa Sawit 1. Daun

Daunya merupakan daun majemuk daun berwarna hijau dan pelapah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya sangat mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam.

2. Batang

Batang tanaman diselimuti bekas pelapah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga menjadi mirip dengan tanaman kelapa.

3. Akar

Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah kebawah dan samping.

Selain itu uga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.

4. Bunga

Bunga jantan dan betina terpisah dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.

5. Buah

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelepah. Buah terdiri daritiga lapisan :

1) Eksokarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin 2) Mesokarp, serabut buah

3) Endoskarp, cangkang pelindung inti

Inti sawit merupakan endosperm dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas (Kemenperin, 2007).

(19)

6

2.5 Varietas Kelapa Sawit

Berikut ini beberapa jenis varietas yang banyak digunakan oleh para petani dan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

1. Varietas berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah.

Beberapa varietas kelapa sawit dapat dibedakan berdasarkan ketebalan tempurung da daging buahnya, antara lain Dura, Pisifera, Tenera dan Macro Carya. Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan jumlah rendemen minyak sawit yang dikandungnya. Rendemen minyak paling tinggi terdapat pada varietas tenera yaitu mencapai 22-44%, sedangkan pada varietas dura hanya 16-18%. Deskripsi untuk masing-masing varietas dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Varietas kelapa sawit berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah

Varietas Deskripsi

Dura  Tempurung tebal (2-8 mm).

 Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung.

 Daging buah relatif tipis yaitu, 35-50% terhadap buah.

 Karnel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah.

 Dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk betina.

Pisifera  Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada.

 Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah dura.

 Daging biji sangat tipis.

 Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain.

Tenera  Hasil dari persilangan dura dengan pisifera.

 Tempurung tipis (0.5-4 mm).

 Terdapat lingkaran serabut di sekeliling tempurung.

 Daging buah sangat tebal (60-96% dari buah).

 Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil.

Macro Carya

 Tempurung tebal (sekitar 5 mm).

 Daging buah sangat tipis.

2. Varietas berdasarkan warna kulit buah

Berdasarkan warna kulit buahnya, varietas kelapa sawit dapat dibedakan menjadi tiga jenis, antara lain Nigrescens, Virescens, dan Albescens. Deskripsi untuk masing-masing varietas dapat dilihat pada tabel 2.3.

(20)

7

Tabel 2.3 varietas berdasarkan warna kulit buah

Varietas Warna buah muda Warna buah masak

Nigrescens Ungu kehitaman. Jingga kehitam-hitaman.

Virescens Hijau. Jingga kemerahan, tetapi uung buah tetap hijau.

Albescens Keputih-putihan. Kekuning-kuningan dan ujungnya ungu kehitman.

3. Varietas unggul

Varietas unggul kelapa sawit dihasilkan melalui prinsip reproduksi sebenarnya dari hibrida terbaik dengan melakukan persilangan antara tanaman indukan yang diketahui mempunyai daya gabung berdasarkan hasil pengujian progeni dengan mengikuti prosedur seleksi Reciprocal Recurrent Selection (RSS).

Bahan tanaman yang umum digunakan di perkebunan kelapa sawit komersail adalah tenera yang merupakan hasil persilangan antara dura dan pisifera. Varietas dura sebagai induk betina dan pisifera sebagai induk jantan. Hasil persilangan tersebut telah terbukti memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih baik dibandingkan dengan varietas lain (Fauzi, 2012).

2.6 Pengolahan Buah Sawit menjadi CPO

Pengolahan buah sawit menjadi CPO dilakukan dalam beberapa tahap yaitu penerimaan tandan buah segar (TBS), perebusan, perontokan, pelumatan, ekstraksi minyak dan klarifikasi.

1. Penerimaan Tandan Buah Segar

Tandan Buah Segar (TBS) dikelola dengan baik untuk menghindari kerusakan pada buah yang dapat menyebabkan rendahanya kualitas minyak yang dihasilkan

2. Perebusan

Perebusan dilakukan menggunakan uap pada tekanan 3 kg/cm³. pada suhu 143°C selama 1 jam. Proses ini dilakukan untuk mencegah naiknya jumlah asam lemak bebas karena reaksi enzimatik, mempermudah perontokan buah, dan mengkondisikan inti sawit untuk meminimalkan pecahnya inti sawit selama pengolahan berikutnya.

3. Perontokan

Tujuan dari perontokan adalah memisahkan buah yang sudah direbus dari tandannya. Perontokan dilakukan dengan dua cara yaitu penggoyangan dengan cepat dan pemukulan.

4. Pelumatan

Pelumatan dilakukan untuk memanaskan buah kembali, memisahkan perikrap dari inti, dan memecah sel minyak sebelum mengalami ekstraksi.

Kondisi terbaik pelumatan ada pada suhu 95-100°C selama 20 menit.

(21)

8

5. Ekstraksi Minyak

Ekstraksi minyak biasanya dilakukan dengan mesin pres akan menghasilkan kelompok produk yaitu (1) campuran antara air, minyak dan padatan, (2) cake yang mengandung serat dan inti.

6. Klarifikasi

Minyak kasar hasil ekstraksi akan memiliki komposisi 66% minyak, 24%

air, 10% padatan bukan minyak (nanoily solids, NOS). Karena kandungan padatannya cukup tinggi, maka harus dilarutkan dengan air untuk mendapatkan pengendapan yang diinginkan. Setelah dilarutkan dengan air untuk mendapatkan pengendapan yang diinginkan. Setelah dilarutkan, minyak kasar disaring untuk memisahkan bahan berserat. Produk kemudian diendapkan untuk memisahkan minyak dan endapan. Minyak pada bagian atas diambil dan dilewatkan pada pemurni sentrifugal yang diikuti oleh pengering vakum. Selanjutnya didinginkan sebelum disimpan dalam tangki penyimpan (Ayustaningwarno, 2012).

2.7 Proses Pemurnian CPO

Secara garis besar proses pada pabrik pengolahan minyak goreng terdiri dari proses refining (pemurnian) dan fractination (fraksinasi). Proses pemurnian terdiri dari proses degumming, proses netralisasi, proses bleaching, dan proses deodorisasi. Minyak yang diperoleh dari proses refining terdiri dari olein (minyak goreng) dan stearin, dalam proses fraksinasi stearin dipisahkan dari olein. Untuk memperoleh minyak sawit merah, proses pemucatan (bleaching) dan deodorisasi tidak dilakukan dengan tujuan mempertahankan kandungan karotenoidnya.

1. Degumming

Degumming (pemisahan gum) merupakan proses pemisahan getah atau lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin.

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk proses pemisahan gum antara lain adalah pemisahan gum dengan cara pemanasan, dengan penambahan asam (H3PO4, H2SO4, dan HCL), pemisahan gum dengan NaOH, pemisahan gum dengan cara dehidrasi, pemisahan gum dengan pereaksi khusus seperti asam fosfat, NaCL, dan Na3PO4.

2. Netralisasi

Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Netralisasi dengan NaOH banyak dilakukan dalam skala industri karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya, dengan prinsip reaksi penyabunan antara asam lemak bebas dengan larutan soda kostik yang reaksi penyabunanya sebagai berikut:

R---COOH + NaOH R-COONa + H2O

(22)

9

Kondisi reaksi yang optimum pada tekanan atmosfir adalah pada tekanan atmosfir adalah pada suhu 70°C, dimana reaksinya merupakan reaksi kesetimbangan yang akan bergeser ke sebelah kanan. Soda kostik yang direaksikan biasanya berlebihan, sekitar 5% dari kebutuhan stokiometris. Sabun yang terbentuk dipisahkan dengan cara pengendapan.

2.8 Pembuatan Minyak Sawit Merah

Proses fraksinasi terdiri atas kristalisasi suatu fraksi yang menjadi padat pada temperatur tertentu dan disusul dengan pemisahan kedua fraksi itu. Fraksi yang menjadi kristal adalah stearin dan yang tetap cair adalah olein. Beberapa metode pengolahan minyak sawit merah dengan urutan tahap peurnian berbeda digunakan yaitu :

1. Degumming – Netralisasi – Fraksinasi (K1) 2. Fraksinasi – Degumming – Netralisasi (K2) 3. Fraksinasi – Netralisasi (K3)

Parameter yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas minyak yang dihasilkan dapat dilihat dari besar angka asam lemak bebasnya, angka peroksida dan kadar air. Sebagai perbandingan kulitas minyak goreng berdasarkan SNI- 3741-1995. Standar mutu minyak goreng berdasarkan SNI-3741-1995 dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Standar mutu minyak goreng berdasarkan SNI-3741-1995

Kriteria Persyaratan

Bau dan Rasa Normal

Warna Muda Jernih

Kadar Air Max 0,3%

Berat Jenis 0,900 g/liter

Asam Lemak Bebas Max 0,3%

Bilangan Peroksida Max 1,6 mg Oksigen/100 g

Bilangan Iod 45-46

Bilangan penyabunan 196-206

Index Bias 1,448-1,450

Cemaran Logam Max 0,1 mg/kg

Sumber : BSN (1992) 2.9 Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida adalah indeks jumlah asam lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi. Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida adalah dengan metode titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida dilakukam dengan titrasi iodometri.

(23)

10

Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida. Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hipoperoksida yang terbentuk pada ahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, meningkat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan beraksi dengan zat lain oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpananya.

Sumber : Fakultas pertanian universitas mulawarman (2016)

Gambar 2.1. Grafik bilangan peroksida CPO dan minyak sawit merah. Dimana sumbu x merupakan tahap pemurnian minyak sawit merah dan CPO sedangkan, sumbu y merupakan nilai bilangan peroksida yang didapatkan..

Bilangan peroksida menunjukkan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya membentuk peroksida dan selanjutnya terbentuk aldehid hal inilah yang menyebabkan bau dan rasa tidak enak serta ketengikan minyak. Semakin besar nilai bilangan peroksida berarti semakin banyak peroksida yang terdapat pada sampel. Pada minyak sawit merah yang dibuat hanya sedikit diperlukan larutan Na2S2O3 untuk menitrasi I2 yang terbentuk. Semakin kecil bilangan peroksida yang didapat, maka semakin kecil kerusakan yang terjadi pada minyak tersebut (Sumarna, 2016).

0.03 0.04 0.04

0.67

0 0.2 0.4 0.6 0.8

K1 K2 K3 CPO

Proses pemurnian minyak sawit merah (K1,K2, dan K3) dan CPO Bil Peroksida (mg 0/100 mg)

(24)

11

2.10 Dampak dari Tingginya Kadar Peroksida didalam Minyak 1. Palatability

Gejala timbulnya ketengikan oleh proses oksidasi lemak pada tahap permulaan ditandai timbulnya perubahan rasa dan aroma yang terdapat secara alamiah. Selanjutnya minyak tersebut berubah menjadi bau yang tidak disukai dengan bau apek. Jika ketengikan telah mencapai tahap akhir, maka lemak biasanya berbau tengik dan terasa getir (acrid quality). Panjangnya periode dipengaruhi beberapa faktor seperti temperatur, kelembapan, seberapa banyak udara yang kontak dengan lemak atau ketidakhadiran antioksidan dan prooksidan (Meyer, 1973).

2. warna

Peroksida aktif yang dihasilkan selama proses oksidasi lebih mampu sebagai oxidizing agent dari pada oksigen udara dan jug dapat menimbulkan perubahan yang tidak diinginkan terhadap komponen yang bukan lemak. Lemak atau minyak dalam jaringan secara alamiah biasanya bergabung dengan pigmen, misalnya pigmen karotenoid yang akan turut rusak oleh proses oksidasi.

3. kandungan vitamin

Vitamin perangsang anti opthalmic dalam lemak mudah rusak akibat oksidasi oleh oksigen udara, sedangkan vitamin yang penting dalam proses pertumbuhan dan reproduksi akan rusak pada lemak-lemak yang telah menjadi tengik.

4. keracunan

Nilai gizi dan palatability lemak yang teroksidasi, lebih rendah dibandingkan lemak segar, sehingga dapat menggangu kesehatan dan pencernaan atau gangguan-gangguan lainnya (Ketaren, 1896).

2.11 Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi, biasanya bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan asam lemak bebas. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim).

Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar asam lemak bebas yang terbentuk.

Dalam perhitungan kadar asam lemak bebas minyak sawit dianggap sebagai asam palmitat (berat molekul 256). Daging kelapa sawit mengandung enzim lipase yang dapat menyebabkan kerusakan pada mutu ketika struktur seluler terganggu. Enzim yang berada didalam jaringan daging buah tidak aktif karena terselubung oleh lapisan vakuola, sehingga tidak dapat berinteraksi dengan minyak yang banyak terkandung pada daging buah. Masa aktif dibawah 15°C dan non aktif dengan temperatur diatas 50°C. Apabila trigeliserida bereaksi dengan air maka menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas (Sumarna, 2016).

(25)

12

2.12 Titrasi iodometri

Titrasi iodometri dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I2

yang dititrasi itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat agak tua, menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning muda, dan seterusnya, sampai akhirnya lenyap. Namun lebih mudah dan lebih jelas bila ditambahkan amilum ke dalam larutan sebagai indikator. Amilum dengan I2 membentuk suatu kompleks berwarna biru tua yang masih sangat jelas sekalipun I2 sedikit sekali. Pada titik akhir titrasi, iod yang terikat itu pun hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru lenyap mendadak dan perubahan warnanya tampak sangat jelas.

Amilum ini harus menunggu sampai mendekati titik akhir titrasi (bila iod sudah tinggal sedikit yang tampak dari warnanya yang kuning-muda). Maksudnya ialah agar amilum tidak membungkus iod dan menyebabkannya sukar lepas kembali. Hal itu akan berakibat warna biru sulit sekali lenyap sehingga titik akhir titrasi tidak kelihatan tajam lagi. Bila iod masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir (Harjadi, 1993).

2.13 Manfaat minyak kelapa sawit

Tanaman kelapa sawit menghasilkan buah yang disebut Tandan Buah Segar (TBS). Setelah diolah, tandan buah segar akan menghasilkan minyak.

Minyak yang berasal dari kelapa sawit terdiri atas dua macam. Pertama, minyak yang berasal dari daging buah (mesocarp) yang dihasilkan melalui perebusan dan pemerasan (press). Minyak jenis ini dikenal sebagai minyak sawit kasar atau Crude Palm Oil atau (CPO). Kedua, minyak yang berasal dari inti sawit, dikenal sebagai minyak inti sawit atau Palm Karnel Oil (PKO).

CPO dan PKO dapat dibuat menjadi berbagai jenis produk. Pabrik pengolahan CPO dan PKO disebut refineri dan ekstrak , yang menghasilkan beberapa jenis minyak siap pakai seperti minyak goreng dan beberapa jenis miyak yang harus diproses lebih lanjut untuk menghasilkan produk lain. Selain minyak dan bahan solid lain, dihasilkan juga beberapa jenis padatan yang dapat langsung digunakan atau harus diproses lebih lanjut. Berikut ini beberapa manfaat minyak kelapa sawit:

1) Bahan baku makanan

Minyak kelapa sawit dapat diolah menjadi bahan makanan seperti mentega, lemak untuk masakan (shortening), bahan tambahan cokelat, bahan baku es krim, pembuatan asam lemak, vanaspati, bahan baku berbagai industri ringan, dan bahan makanan terenak.

2) Bahan baku kosmetik dan obat-obatan

Krim, sahampo, lotion dan vitamin A adalah beberapa produk yang berasal dari minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit jauh lebih mudah diserap kulit dibandingkan dengan jenis minyak lain.

(26)

13

3) Bahan baku industri berat dan ringan

Pada industri kulit, minyak kelapa sawit digunakan sebagai bahan pelembut dan pelunak. Minyak kelapa sawit juga digunakan pada industri tekstil karena mudah dibersihkan. Sebgai pelumas, minyak kelapa sawit cukup baik digunakan karena tahan terhadap tekanan dan suhu tinggi.

Minyak kelapa sawit digunakan sebagai “cold rolling” dan “fluxing agent”

pada industri kawat dan perak dan sebagai bahan flotasi pada pemisahan biji tembaga dan kobalt. Pada industri ringan, minyak kelapa sawit dijadikan salah satu bahan pembuatan sabun, semir sepatu, lilin, deterjen, dan tinta cetak.

4) Biodesel

Biodesel merupakan bahan bakar mesin diesel yang dibuat dari minyak nabati atau lemak hewani. Biodiesel minyak sawit merupakan biodiesel yang dibuat dengan cara esterifikasi dan transesterifikasi minyak sawit dan alkohol rantai pendek.

Dalam rangka memeacu industri kelapa sawit nasional, PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) sejak tahun 1992 secara khusus mengembangkan biodiesel minyak sawit (BMS). Pada prinsipnya proses utama memproduksi biodiesel adalah reaksi transesterifikasi antara minyak nabati (kandungan asam lemak < 1%) dengan metanol, menggunakan katalis biasa.

Proses pembuatan biodiesel dari CPO cukup sederhana dan tidak memerlukan peralatan canggih. Produksi biodiesel dari CPO dapat dilakukan dari skala besar. Biodiesel memiliki sifat fisika kimia yang mirip dengan petrodiesel, sehingga dapat dicampur dengan petrodiesel maupun langsung digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Meskipun memiliki sifat yang mirip petrodiesel, biodesel memiliki nilai titik nyala lebih tinggi daripada petrodiesel, sehingga tidak mudah terbakar. Biodiesel juga tidak mengandung sulfur dan benzena yang karsinogenik, sehingga lebih bersih dan aman dibandingkan sengan petrodiesel.

Harga biodiesel dipasaran mencapai Rp 9.500 per liter. Harga ini lebih tinggi daripada harga solar untuk sektor industri, yaitu Rp 6.700 per liter.

5) Pemanfaatan Limbah

Limbah yang dihasilkan dari pengolahan kelapa sawit antara lain janjangan kosong, limbah solid (padatan), dan cangkang. Sumber energi ketel boiler dapat dihasilkan dari serat janjang kosong dan cangkang. Pupuk kompos dapat dibuat menggunakan janang kosong, abu janjang, limbah, padat dan cair.

Gas yang dihasilkan dari kolom proses limbah juga dapat digunakan sebagai sumber energi (biogas). Janjang kosong juga dapat diperoses menjadi industri furtural.

Furtural dapat digunakan sebagi bahan dasar pakan ternak. Janjang dapat diproses menjadi pulp, bahan baku pembuatan kertas, karena TBS mengandung serat kasar (crude fiber) lebih dari 20%, yang diperoleh melalui proses kimia.

Vitamin, protein, dan bahan industri kimia lain dapat diperoleh dari limbah pabrik melalui proses fermentasi atau proses enzymatic hidrolisa. Batang tanaman kelapa

(27)

14

sawit dapat diolah menjadi kayu untk bahan pembuatan rumah dan perabotan (Pardamean, 2008).

2.14 Nutrisi di dalam CPO

Minyak sawit diketahui memiliki nutrisi makro dan mikro yang bermanfaat untuk kesehatan manusia antara lain α, β, γ karoten, vitamin E (tokoferol, tokotrienol), licopene, lutein, sterol, asam lemak tidak jenuh, dan ubiquinone. Karoten memiliki banyak manfaat kesehatan, α karoten merupakan salah satu bentuk karoten dengan cincin beta pada ujung yang satu dan cincin ɛ- pada ujung lainnya. Diantara bentuk-bentuk karoten, α karoten memiliki kapasitas antioksidan yang paling kuat. Selain sebagai antioksidan juga dapat mengurangi resiko kanker hati, paru-paru, pankreas, dan lambung. α karoten juga memiliki potensi untuk mengurangi atheroslerosis di dalam arteri, begitu pula dengan beta karoten.

Kandungan utama CPO adalah minyak yang memiliki komposisi antara lain asam lemak tidak jenuh, yang komposisinya adalah asam oleat C18:Cis 40.8%, asam linoleat C18:2 11.9%, dan asam linolenat C18:3 0.4%. kandungan asam lemak tidak jenuh tersebut diketahui efektif mengurangi kadar kolesterol darah. Sedangkan asam lemak jenuhnya (asam palmitat 36.6% dan asam stearat 3.7% tidak meningkatkan kolesterol darah (Ayustaningwarno, 2012).

(28)

15

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Metode Percobaan 3.1.1. Alat

Erlenmeyer bertutup 250 mL Pyrex

Erlenmeyer 250 mL Pyrex

Buret 50 mL Pyrex

Pipet tetes - -

Statif dan klem - -

Gelas ukur 25 mL Pyrex

Aluminium foil - -

Botol pial - -

Pipet volume 0.5 mL Pyrex

Botol sampel - -

Timbangan analitik 0.001 gram -

Beaker glass 150 mL Pyrex

Batang pengaduk - -

Spatula - -

Hot plate - -

3.1.2. Bahan

Crude palm oil (CPO) (l) - Red palm oil (RPO)(l) -

Kloroform(p) -

Asam asetet glasial(p) -

Kalium iodida (aq) 15%

Aquadest(l) -

Indikator amilum(aq) 1%

Indikator amilum(aq) 5%

Natrium tiosulfat(aq) -

Kalium iodat(aq) -

Aasam klorida(aq) -

Asam sitrat(aq) 50%

Asam fosfat(aq) 85%

Etil alkohol(aq) 95%

Indikator fenolftalein(aq) - Kalium hidroksida(aq) -

(29)

16

3.2. Prosedur Percobaan

3.2.1. Proses Pengolahan Minyak 1) Degumming

a. Ditimbang CPO dengan berat yang diinginkan

b. Dipanaskan pada suhu 65°c - 70°c sampai semua mencair

c. Ditambahkan sebanyak 0.1% dari berat CPO asam sitrat 50% dan sebanyak 0.3% dari berat CPO asam fosfat 85%

d. Dilakukan pemanasan selama 40 menit sambil diaduk

e. Setelah dingin, disaring dan dipisahkan dari gum yang terbentuk f. Dicek asam lemak bebas

2) Netralisasi

a. Dimasukkan CPO yang telah didegumming ke dalam labu pemisah b. Ditambahkan NaOH 50% untuk menurunkan kadar asam lemak bebas c. Kemudian dicuci dengan menggunakan air panas yang mendidih

d. Dilakukann pencucian sampai air cucian CPO ditetesin dengan 3 tetes indikator fenolftalein menghasilkan warna tetap bening dan memiliki pH = 7

3.2.2. Penentuan asam lemak bebas

a. Sampel harus dalam keadaan cair sebelum ditimbang, namun pemanasan yang dilakukan tidak melebihi 10 ºC di atas titik leleh

b. Timbang sampel dalam botol sampel atau erlenmeyer sebanyak 1 gram c. Tambahkan alkohol yang telah dinetralisasi sebanyak 20 mL dan

tambahkan 3 tetes indikatorfenolftalein (PP)

d. Kemudian dititrasi dengan Kalium hidroksida yang telah distandarisasi sampai terbentuk warna merah muda

3.2.3.Standarisasi kalium hidroksida a. Ditimbang sampel sebanyak 0.1 gram

b. Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 25 mL

c. Ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes d. Dititrasi dengan kalium hidroksida

3.2.4. Pembuatan amilum 5% dalam 20 mL a. Ditimbang amilum sebanyak 1 gram b. Dimasukkan ke dalam beaker glass

c. Ditambahkan aquadest sebanyak 20 mL dalam keadaan mendidih d. Dihomogenkan

3.2.5. Pembuatan amilum 1% dalam 20 mL a. Ditimbang amilum sebanyak 0.2 gram b. Dimasukkan ke dalam beaker glass

c. Ditambahkan aquadest sebanyak 20 mL dalam keadaan mendidih d. Dihomogenkan

(30)

17

3.2.6.

Pembuatan natrium tiosulfat

a. Ditimbang natrium tiosulfat sebanyak 2.4821 gram b. Dilarutkan dalam labu ukur 100 mL

c. Ditambahkan aquadest sampai tanda batas d. Dihomogenkan

3.2.7. Pembuatan kalium iodida 15% dalam 10 mL a. Ditimbang kalium iodida sebanyak 1.5 gram b. Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL c. Ditambahkan aquadest sampai tanda batas

d. Dihomogenkan dan kemudian labu ukur ditutup dengan aluminium foil 3.2.8. Standarisasi larutan natrium tiosulfat 0.1 N

a. Ditimbang KIO3 (kalium iodat) 0.1 gram dalam erlenmeyer b. Ditambahkan aquadest sebanyak 50 mL

c. Ditambahkan kalium iodida 15% 2 mL dan asam klorida 2N 1 mL lalu diaduk dan lakukan titrasi dengan larutan natrium tiosulfat sampai menjadi warna kuning lemah.

d. Ditambahkan indikator amilum 5% sebanyak 1 mL e. Dutitrasi kembali sampai berwarna bening

3.2.9. Analisa bilangan peroksida

a. Ditimbang sampel sebanyak 5 gram dalam erlenmeyer bertutup 500 mL b. Ditambahkan 30 mL larutan kloroform : asam asetat glasial (2:3),dan

diaduk hingga homogen

c. Ditambahkan 0.5 mL larutan KI jenuh (kocok ± 2 menit) d. Ditambahkan 30 mL aquadest

e. Ditambahkan indikator amilum 1% sebanyak 1 mL

f. Dilakukan titrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0.01N sampai warna menjadi bening

g. Dilakukan analisa blanko awal dan sesudah

(31)

18

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data percobaan

4.1.1. Data percobaan asam lemak bebas

Berikut data asam lemak bebas yang di titrasi dengan larutan standar KOH pada CPO, dimana telah melalukan tahap deguming dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Data asam lemak bebas

No Berat Minyak (g) Volume Titrasi KOH(mL)

Asam Lemak Bebas (%)

1 1.0138 1 2.84

2 1.0029 0.7 2.01

3 1.0084 0.3 0.79

4 1.0134 0.1 0.26

4.1.2. Perhitungan data asam lemak bebas

% Asam lemak bebas =volume titrasi x N KOH x Bm palmitat Berat sampel minyak

=1 x 0.1125 x 25.6 1.0138 = 2.84%

% Asam lemak bebas = volume titrasi x N KOH x Bm palmitat Berat sampel minyak

=

0.7 x 0.1125 x 25.6 1.0029

=

2.01%

% Asam lemak bebas = volume titrasi x N KOH x Bm palmitat Berat sampel minyak

=

0.3 x 0.1125 x 25.6 1.0084

=

0.79%

% Asam lemak bebas = volume titrasi x N KOH x Bm palmitat Berat sampel minyak

=

0.1 x 0.1125 x 25.6 1.0134 = 0.26%

(32)

19

4.1.3. Data percobaan netralisasi

Berikut data dari netralisasi untuk mengetahui volume NaOH yang dipakai dalam menurunkan kadar asam lemak bebas dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Data netralisasi

No Asam Lemak Bebas (%) Mol Palmitat (n)

Mol NaOH (n)

Volume NaOH (mL)

1 2.84 0.347 13.88 27.76

2 2.01 0.246 9.84 19.68

3 0.79 0.096 3.86 7.73

4 0.26 - - -

4.1.4. Perhitungan netralisasi untuk volume NaOH Asam lemak bebas 2.84%

= 2100.84× 3,133.5 = 88.9914 Mol palmitat = gramMr

=

88.9914256

= 0.347 Mol NaOH = 0.347 × 40

= 13.88 Volume NaOH 50%

= 50

100 × 13.88

a = 27.76 mL

Asam lemak bebas 2.01%

=

2.01100

×

3,133.5 = 62.9834 Mol palmit

=

gramMr

=

62.9834256

= 0.246 Mol NaOH = 0.246 × 40

= 9.84

(33)

20

Volume NaOH 50%

= 50

100 × 9.84

a = 19.68 mL Asam lemak bebas 0.79%

= 0.79

100 × 3,133.5 = 24.7546 Mol palmit

=

gramMr

=

24.7546256

= 0.096 Mol NaOH = 0.096 × 40

= 3.86 Volume NaOH 50

= 50

100 × 3.86

a = 7.72 mL 4.1.5. Data standarisasi natrium tiosulfat

Berikut data standarisasi natrium tiosulfat dengan kalium iodat sebelum dilakukan analisa bilangan peroksida dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data standarisasi natrium tiosulfat NO Berat KIO3 (g) Volume titrasi

Na2S203 (mL) Hasil standarisasi (N tio)

1 0.1001 22.2 0.1264

2 0.1000 23.1 0.1214

3 0.1001 22.6 0.1241

4 0.1000 23.5 0.1192

5 0.1001 23 0.1220

6 0.1005 23.2 0.1214

7 Rata-rata - 0.1224

4.1.6 Perhitungan data standarisasi natrium tiosulfat N tio 1 = Berat Kalium Iodat

0.03567 x Volume titrasi

=

0.1001

0.03567 x 22.2

=

0.1264

(34)

21

N tio 2

=

Berat Kalium Iodat 0.03567 x Volume titrasi

=

0.03567 x 23.1 0.1000

=

0.1214

N tio 3

=

Berat Kalium Iodat 0.03567 x Volume titrasi

=

0.1001

0.03567 x 22.6

=

0.1241

N tio 4

=

Berat Kalium Iodat 0.03567 x Volume titrasi

=

0.1000

0.03567 x 23.5

=

0.1192

N tio 5

=

Berat Kalium Iodat 0.03567 x Volume titrasi

=

0.1001

0.03567 x 23

=

0.1220

N tio 6

=

Berat Kalium Iodat 0.03567 x Volume titrasi

=

0.03567 x 23.2 0.1005

=

0.1214

4.1.7 Data analisa bilangan peroksida

Setelah didapatkan standarisasi larutan natrium tiosulfat sehingga dapat ditentukan bilangan peroksida RPO mix, RPO olein dan RPO stearin. Data analisa bilangan peroksida dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data analisa bilangan peroksida NO Nama Sampel Berat Minyak

(g)

Volume Titrasi Na2S203 (mL)

Bilangan peroksida

(meq/kg)

1. RPO Mix 5.0003 0.8 17.1349

2. RPO Olein 5.0054 0.8 17.1175

3. RPO Stearin 5.0162 0.8 17.1028

(35)

22

Keterangan :

RPO Mix = Red Palm Oil olein dan stearin RPO Olein = Red Palm Oil Olein

RPO Stearin = Red Palm Oil Stearin

4.1.8 Perhitungan data analisa bilangan peroksida Rumus perhitungan bilangan peroksida:

Bilangan peroksida = ( S-B ) x N x 1000 W

Keterangan:

S = Volume titrasi (mL) B = Titrasi blanko (mL)

N = Normalitas larutan natrium tiosulfat W = Bearat minyak (gram)

Bilangan peroksida RPO Mix = ( S-B ) x N x 1000 W

= ( 0.8-0.1 ) x 0.1224 x 1000 5.0003

= 17.1349 meq/kg Bilangan peroksida RPO Olein =( S-B ) x N x 1000

W

=

( 0.8-0.1 ) x 0.1224 x 1000 5.0054

= 17.1175 meq/kg Bilangan peroksida RPO Stearin = ( S-B ) x N x 1000

W

= ( 0.8-0.1 ) x 0.1224 x 1000 5.0126

= 17.1028meq/kg 4.2 Pembahasan

Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Paparan oksigen, cahaya, suhu tinggi, bau tengik, dan warna merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi nilai bilangan peroksida. Penentuan besarnya angka bilangan peroksida dengan menggunakan titrasi iodometri.

Pemurnian minyak (refining) umumnya terdiri atas empat tahap yaitu, degumming, netralisasi, bleaching, dan deodrosasi. Pada percobaan yang dilakukan hanya dua tahap yaitu degumming dan netralisasi. Degumming

(36)

23

dilakukan dengan penambahan asam sitrat 50% sebanyak 0.1 dari berat minyak dan asam fosfat 85% sebanyak 0.4 dari berat minyak. Pada tahap degumming penggunaan asam fosfat yang terlalu banyak menyebabkan kerusakan minyak, karena sisa asam fosfat yang tidak bereaksi mengakibatkan kenaikan nilai asam lemak bebas pada minyak maka, konsentrasi asam fosfat harus diperhatikan.

Sementara untuk tahap pemurnian netralisasi dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan kadar asam lemak bebas. Netralisasi dengan penambahan larutan NaOH 50% yang dilakukan tidak cukup sekali melainkan berulang kali yang menyebabkan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menurunkan asam lemak bebas sesuai standar.

Dari analisa yang dilakukan diperoleh bilangan peroksida untuk RPO mix adalah 17.1349 meq/kg, RPO olein adalah 17.1175 meq/kg, dan RPO stearin adalah 17.1028 meq/kg. Dari data yang diperoleh hasil analisis tidak memenuhi standar nasional Indonesia dikarenakan pemurnian hanya dilakukan pada tahap degumming dan netralisasi. Seharusnya perlu dilakukan tahapan bleaching dan deodorisasi namun, tidak dilakukan karena RPO yang didapatkan sampai tahap netralisasi akan dikarkterisasi untuk nilai karoten dan DOBI. Jika dilakukan tahap bleaching maka kroten pada RPO hilang karena bleaching proses penghilangan komponen warna coklat.

(37)

24

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Bilangan peroksida RPO mix, RPO olein, dan RPO stearin masing-masing adalah 17.1349 meq/kg; 17.1175 meq/kg; 17.1028 meq/kg.

2. Minyak RPO tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan oleh SNI 01-3741-2002 sebesar 1,0 meq/kg, karena tahapan pemurnian (refining) yang dilakukan hanya degumming dan netralisasi. seharusnya tahapan pemurnian (refining) sampai ke tahap bleaching dan deodorisasi. Agar RPO ditahap bleaching dihilangkan komponen warna coklat dan deodorisasi dilakukan penghilangan asam lemak bebas dan bau yang tidak sedap sehingga dihasilkan RPO sesuai standar mutu Indonesia.

5.2 Saran

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya, untuk meneliti bilangan peroksida CPO dan RPO sampai semua tahap pemurnian (refining) dilakukan dari degumming, netralisasi, bleching dan deodorisasi. Agar hasil pemurnian ( refining) mendapatkan bilangan peroksida yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

(38)

25

DAFTAR PUSTAKA

Ayustaningwarno F, 2012. Proses Pengolahan dan Aplikasi Minyak Sawit Merah Pada Industri Pangan. Jurnal Pertanian, 02: 1-11.

Bambang S DH, 2006. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan Produk Turunannya. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Budiyanto, Devi S, Zulman E, Rasle J, 2010. Perubahan Kandungan β-karoten, Asam Lemak Bebas dan Bilangan Peroksida Minyak Sawit Merah Selama Pemanasan. Jurnal Teknologi Pertanian, 02:75-79.

Choo Y M, .1997. Red Palm Oil A Carotene-Rich Nutritious Oil. National Compents Of Palm Oil. Malaysian Palm Oil Promotion Council. Malaysia.

Fauzi Y, 2002. Kelapa Sawit Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisa Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Fauzi Y, 2012. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.

[Kemenperin] Kementrian Perindustrian, Sekertariat Jendral, 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit. Balai Pustaka: Jakarta Selatan.

Ketaren S, 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.

Jakarta: UI Press.

Mayer LH, 1973. Food Chemistry. Aefilited East-West Press.Put.LTD. New Delhi.

Pardamean M, 2008. Panduan Lengkap Pengolahan Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit. Agrodeia Pustaka. Jakarta.

Putri DO, Mardawati E, Putri SH, 2019. Perbandingan Metode Degumming CPO (Crude Palm Oil) Terhadap Karakteristik Lesitin yang Dihasilkan. Jurnal Industri Pertanian, 03: 88-94.

Ristianingsih Y, Sutijan, Arief B, 2011. Studi Kinetika Proses Kimia dan Fisika Penghilangan Getah Crude Palm Oil (CPO) dengan Asam Fosfat. 04:

243.

Sumarna D, 2016. Studi Metode Pengolahan Minyak Sawit Merah Red Palm Oil dari Crude Palm Oil (CPO). di dalam: Prosiding Seminar Kimia.

Kalimantan Timur. 26 April. Kalimantan: Public Knowledge Project.

Sunarko, 2007. Petunjuk Praktis Budi Daya & Pengolahan Kelapa Sawit.

Agromedia Pustaka. Jakarta.

Gambar

Tabel  2.2  Varietas  kelapa  sawit  berdasarkan  ketebalan  tempurung  dan  daging  buah
Gambar  2.1.  Grafik  bilangan  peroksida  CPO  dan  minyak  sawit  merah.  Dimana  sumbu  x  merupakan  tahap  pemurnian  minyak  sawit  merah  dan  CPO  sedangkan,  sumbu y merupakan nilai bilangan peroksida yang didapatkan.
Tabel 4.2. Data netralisasi

Referensi

Dokumen terkait

Minyak yang dihasilkan dari inti sawit disebut minyak inti sawit kasar atau CPKO (Crude Palm Kernel Oil), di dalam CPKO terdapat lemak, protein, serat dan air dan beberapa

Analisis Beban Kerja pada Proses Produksi Crude Palm Oil (CPO) di Pabrik Minyak Sawit dengan Kapasitas 50 Ton TBS/Jam M1. Faiz Syuaib,

minyak, yakni minyak kelapa sawit mentah ( Crude palm Oil /CPO) yang diekstraksi dari mesokrap buah kelapa sawit dan minyak inti sawit ( Palm Kernel Oil

Minyak sawit berbeda dengan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) yang dihasilkan dari inti buah yang sama.. Minyak kelapa sawit juga berbeda dengan

Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti kelapa sawit (palm

Industri minyak goreng berdasarkan produksi crude palm oil (cpo) dari daerah Industri minyak goreng berdasarkan produksi crude palm oil (cpo) dari daerah asal ialah dengan

Kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak, yakni: minyak kelapa sawit mentah CPO (Crude Palm Oil) yang diekstraksi dari mesokrap buah kelapa sawit dan minyak inti sawit PKO

Proses pengepresan (i) daging buah sawit akan menghasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil, CPO) dan (ii) inti sawit akan menghasilkan minyak inti sawit kasar (crude palm