• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI DAN ANALISIS PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PPh BADAN PADA PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI (STUDI KASUS PT. BUMI ADHI GAS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EVALUASI DAN ANALISIS PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PPh BADAN PADA PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI (STUDI KASUS PT. BUMI ADHI GAS)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI DAN ANALISIS PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PPh BADAN PADA

PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI (STUDI KASUS PT. BUMI ADHI GAS)

Rizkya Harum Handayani, Liberti Pandiangan

Bina Nusantara University, Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Jakarta Barat 11530, (021)53696969, rizkyahandayani@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dan menganalisis kewajiban perpajakan pajak penghasilan badan Pasal 23 dan Pasal 4 ayat (2) pada perusahaan jasa konstruksi apakah sudah sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 dan PP Nomor 40 Tahun 2009 serta apakah penyetoran dan pelaporan pajak penghasilannya sudah sesuai dengan PMK Nomor 153/PMK.03/2009. Metode yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah penulisan yang bersifat kualitatif, dengan membandingkan antara teori dan praktek dalam tata cara penyetoran dan pelaporan kewajiban perpajakan perusahaan jasa konstruksi PT. Bumi Adhi Gas. Pada analisis ini dilakukan pembandingan antara praktek yang sudah dilakukan oleh PT. Bumi Adhi Gas dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan PMK Nomor 153/PMK.03/2009. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam penerapan pajak atas penghasilan dari jasa konstruksi perusahaan mengacu pada Pasal 23 Undang-Undang No.36, disamping itu penyetoran dan pelaporan yang dilakukan perusahaan untuk SPT Masa PPh masih diperlukan ketaatan karena perusahaan terkadang telat menyetor dan melaporkan SPT. (RHH)

Kata Kunci : Pajak Penghasilan Badan, Jasa Konstruksi

PENDAHULUAN

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa, pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berbagai peraturan maupun undang-undang mengenai dasar pengenaan pajak pada segala bidang usaha dan jasa telah diatur sedemikian rupa oleh Pemerintah tak terkecuali mengenai Jasa Konstruksi. Hal tersebut disebabkan karena Jasa Konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya yang mempunyai peran penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Peraturan perpajakan mengenai usaha Jasa Konstruksi juga diatur khusus.

Dalam hal ini pengenaan pajak atas usaha Jasa Konstruksi berbeda dengan Wajib Pajak badan pada umumnya.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, yang dimaksud dengan Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Sedangkan pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudnkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.

Pengenaan pajak atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi disebutkan dalam dua pasal yang berbeda di Undang-Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pertama, Jasa

(2)

Konstruksi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d. Kedua, Jasa Konstruksi disebutkan dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c. Selain itu pengenaan pajak atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.153/PMK.03/2009, yang menetapkan bahwa atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dari usaha di bidang Jasa Konstruksi, dikenakan pajak penghasilan dimana penghasilan yang diterima dapat dikenakan pemotongan pajak yang bersifat final.

Bersifat final artinya bahwa penghasilan tersebut tidak perlu digabung dengan penghasilan lainnya dalam perhitungan pajak penghasilan terutang. Dalam hal perusahaan Jasa Konstruksi yang hanya memperoleh penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi yang dikenakan pajak bersifat final, maka dalam hal menghitung pajak penghasilan terutang dihitung dari tarif tertentu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.153/PMK.03/2009, dikalikan dengan jumlah imbalan bruto. Perlakuan tersendiri tersebut dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dan kesederhanaan dalam menghitung pengenaan pajak penghasilan sehingga tidak menambah beban administrasi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, serta untuk lebih memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha Jasa Konstruksi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

PT. Bumi Adhi Gas adalah perusahaan Jasa Konstruksi yang dibangun sejak tahun 2008 yang belum teregistrasi dalam Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) dan otomatis tidak memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU) sebagai perusahaan Jasa Konstruksi. Sebagai perusahaan yang berbentuk perseroan, PT.

Bumi Adhi Gas wajib melaporkan dan menyetorkan pajak penghasilan badan. Dengan pengenaan tarif yang telah diatur oleh Pemerintah di Undang-Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) huruf d dapat diketahui apakah nantinya pengenaan tarif tersebut untuk perusahaan Jasa Konstruksi ini lebih memberatkan dalam penyetoran kewajiban perpajakan pajak penghasilan badannya atau malah sebaliknya, pajak penghasilan yang terutang menjadi lebih ringan. Namun dikarenakan PT. Bumi Adhi Gas belum teregistrasi sebagai perusahaan yang profesional yang memiliki Sertifikat Badan Usaha sebagai Jasa Konstruksi maka apakah perusahaan akan mengacu pada Pasal 4 ayat (2) atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 tentang Pajak Penghasilan.

Apabila PT. Bumi Adhi Gas belum melakukan kewajibannya secara benar, maka PT. Bumi Adhi Gas akan dikenai sanksi atas kekurangan bayar dan keterlambatan lapor. Menurut Pasal 9 ayat (2a) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, apabila pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Oleh karena itu penelitian ini diberi judul: ”EVALUASI DAN ANALISIS PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PPh BADAN PADA PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI (Studi Kasus PT. Bumi Adhi Gas)”.

Penelitian ini membahas mengenai evaluasi terhadap kewajiban perusahaan atas pelaporan dan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 23. Data yang menjadi acuan adalah data primer yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan, SPT Masa dan Tahunan badan, dan dokumen lain yang mendukung proses penelitian pada tahun 2008, 2009, dan 2010.

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui keseuaian penghitungan pematuhan kewajiban perpajakan pajak penghasilan Jasa Konstruksi pada PT. Bumi Adhi Gas dalam tahun pajak dengan peraturan perpajakan di Indonesia.

2. Mengetahui kesalahan dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan perusahaan.

3. Mengetahui kesesuaian kepatuhan pelaporan dan penyetoran pajak perusahaan Jasa Konstruksi pada PT. Bumi Adhi Gas dengan peraturan yang berlaku.

Dalam penelitian ini penulis akan mengevaluasi pemenuhan kewajiban perpajakan penghasilan badan di PT. Bumi Adhi Gas. Karakteristik penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis penelitiannya adalah penelitian kualitatif.

2. Penelitian ini adalah penelitian pada tahun 2008, 2009, dan 2010.

3. Jenis dan sumber data dalam penelitian ini adalah data primer.

4. Lingkungan penelitian ini adalah lingkungan riil.

5. Unit analisisnya adalah sebuah perusahaan bernama PT. Bumi Adhi Gas.

(3)

METODE PENELITIAN

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Metode Wawancara

Metode pengumpulan data yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan kepada responden. Wawancara ini bersifat tidak terstruktur dan dilakukan kepada pihak manajemen PT. Bumi Adhi Gas, khususnya dengan bagian administrasi pajak dan bagian akuntansi.

Metode ini digunakan dalam rangka mendapatkan data primer berupa data mengenai aktivitas operasional perusahaan yang terjadi selama tahun 2008, 2009, dan 2010 dan gambaran umum tentang perusahaan Jasa Konstruksi.

2. Dokumentasi

Suatu metode pengumpulan data yang dilakukan untuk mendapatkan data sekunder dengan cara mengcopy dan mencatat dokumen-dokumen yang ada di PT. Bumi Adhi Gas yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun dokumen-dokumen tersebut adalah laporan laba rugi PT. Bumi Adhi Gas tahun 2008, 2009, dan 2010, SPT Tahunan dan SPT Masa 2008, 2009, dan 2010 Pajak Penghasilan Badan, Surat Setoran Pajak serta bukti pemotongan/pemungutan pajak penghasilan final Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 23 atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi.

3. Studi Pustaka

Studi pustaka sebagai bagian dari langkah studi eksploratif yang digunakan yang merupakan suatu metode pengumpulan data dengan mencari informasi-informasi yang dibutuhkan melalui dokumen-dokumen, buku-buku, majalah atau sumber data tertulis lainnya baik yang berupa teori, laporan penelitian yang berhubungan dengan kewajiban perpajakan PPh badan perusahaan Jasa Konstruksi.

Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu data primer berupa data subjek yang diperoleh secara langsung dari sumbernya yang berupa data mengenai aktivitas operasional perusahaan yang terjadi selama tahun 2008, 2009, dan 2010 serta gambaran umum tentang perusahaan Jasa Konstruksi dan berupa data internal yang diperoleh dari objek yang diteliti yaitu berupa laporan laba rugi PT. Bumi Adhi Gas tahun 2008, 2009, dan 2010, SPT Tahunan 2008, 2009, dan 2010 PPh Badan, Surat Setoran Pajak serta bukti pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi tahun 2008, 2009, dan 2010.

Metode yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah penulisan yang bersifat kualitatif, dengan membandingkan antara teori dan praktek dalam tata cara penyetoran dan pelaporan kewajiban perpajakan perusahaan Jasa Konstruksi PT. Bumi Adhi Gas. Pada analisis ini dilakukan pembandingan antara praktek yang sudah dilakukan oleh PT. Bumi Adhi Gas dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi, apakah sudah sesuai atau masih diperlukan pembetulan.

Setelah mengolah dan menganalisis data-data yang diperoleh dari PT. Bumi Adhi Gas peneliti akan menyajikan data-data tersebut dengan menggunakan bentuk tabel karena data-data yang disajikan akan lebih ringkas sehingga akan lebih mudah dianalisis dan lebih mudah dimengerti. Selain itu, peneliti juga menyajikan data dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar sehingga dapat mempermudah pembaca dalam memahami penelitian ini.

HASIL DAN BAHASAN

Pemenuhan Kewajiban Perpajakan PT. Bumi Adhi Gas

PT. Bumi Adhi Gas merupakan Wajib Pajak badan sesuai yang tertulis dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 sebagai subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan. PT. Bumi Adhi Gas adalah perusahaan yang bergerak di bidang Jasa Konstruksi yang melakukan pemasangan mesin berenergi bersih atau ramah lingkungan.

Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, Jasa Konstruksi disebutkan dalam dua pasal yang berbeda. Pertama, Jasa Konstruksi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d dan yang berikutnya disebutkan dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2. Kedua pasal tersebut berbicara mengenai pemotongan pajak atas penghasilan tertentu, salah satunya adalah penghasilan dari Jasa Konstruksi.

Perbedaannya adalah, pada Pasal 4 ayat (2) yang aturan pelaksanaannya ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah

(4)

Nomor 40 Tahun 2009 bersifat final, sementara pada Pajak Penghasilan Pasal 23 tidak bersifat final. Subjek pajak yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah subjek yang bidang usahanya secara formal adalah Jasa Konstruksi, yaitu pengusaha yang sudah memperoleh sertifikasi dan juga kualifikasi di bidang Jasa Konstruksi.

Dalam ketentuan umum Jasa Konstruksi seperti dinyatakan dalam Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi , salah satu wujud dari pengakuan keahlian dan profesionalitas Jasa Konstruksi tersebut adalah dengan adanya Sertifikat Badan Usaha (SBU) yang diterbitkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK).

SBU adalah sertifikat tanda bukti pengakuan formal atas tingkat atau kedalaman kompetensi dan kemampuan usaha dengan ketetapan klasifikasi dan kualifikasi usaha. Dari SBU tersebut akan tercantum klasifikasi atau jenis pekerjaan yang dapat dilaksanakan oleh pengusaha Jasa Konstruksi; perencanaan, pelaksanaan, dan atau pengawasan, serta kualifikasinya sekaligus; kecil, menengan, atau besar. SBU hanya berlaku 3 (tiga) tahun sejak tanggal diterbitkan dengan ketentuan wajib melakukan registrasi ulang pada tahun ke-2 dan tahun ke-3. Jika tidak melakukan registrasi ulang, maka SBU yang bersangkutan dianggap tidak berlaku untuk tahun yang bersangkutan dan tahun berikutnya. Meski SBU dinyatakan tidak berlaku, tetapi pengusaha Jasa Konstruksi tersebut tetap akan tercantum dan teregister di dalam database LPJK, namun dapat dikatakan bahwa pengusaha tersebut tidak mempunyai kualifikasi usaha. Seperti yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009, yang dapat dikenakan tarif PPh Final lebih besar, yaitu:

(1) 4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa perencanaan konstruksi;

(2) 2% (dua persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pelaksanaan konstruksi;

atau

(3) 4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pengawasan konstruksi.

Namun dikarenakan PT. Bumi Adhi Gas adalah perusahaan dibidang Jasa Konstruksi yang belum teregistrasi di LPJK dan otomatis tidak mempunyai SBU dan menurut Surat Keterangan Terdaftar PT. Bumi Adhi Gas bergerak dibidang usaha perdagangan besar, maka perpajakan PT. Bumi Adhi Gas mengacu pada Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yaitu sebesar 2% (dua persen).

Apabila dibandingkan antara tarif PPh Final dengan tarif PPh Pasal 23, maka terdapat perbandingan sebesar dua kali lipat pada tarif PPh Final untuk Jasa Konstruksi. Ini jelas menguntungkan bagi perusahaan apabila perusahaan sampai detik ini masih menggunakan tarif PPh Pasal 23. Namun untuk terdaftar di dalam LPJK agar tarif perusahaan sesuai dengan perusahaan yang profesional di bidang Jasa Konstruksi, perusahaan harus mendaftarkan sesuai dengan kualifikasi yang terdapat pada peraturan di Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi tersebut.

Diluar dari permasalahan perusahaan tidak mempunyai SBU, PT. Bumi Adhi Gas mempunyai kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi, salah satunya adalah melakukan pembayaran pajak terutang atas penghasilan yang diterima dan menyampaikan Surat Pemberitahuan baik Masa maupun Tahunan ke KPP setempat. Oleh karena itu, penulis akan mencoba melakukan evaluasi terhadap kewajiban perpajakan yang terdapat pada PT. Bumi Adhi Gas.

Evaluasi dan Analisis Pajak Penghasilan PT. Bumi Adhi Gas Pasal 4 ayat (2) Tahun 2008

Pada masa pajak Maret 2008 perusahaan menyewa ruang kantor di Graha Kan’an sehingga atas sewa tersebut dikenakan PPh Final dengan tarif 10% (sepuluh persen dari jumlah bruto nilai sewa. Kewajiban perusahaan sebagai penyewa antara lain:

a. Memotong pajak penghasilan yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa;

b. Menyetor pajak penghasilan yang terutang ke Bank atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;

c. Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan yang terutang ke KPP paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;

(5)

Perusahaan menyewa ruang kantor milik PT. Erraenersi Konstruksindo dengan tagihan sebesar Rp 10.500.000,00. Jumlah tersebut merupakan nilai bersih yang harus dibayar perusahaan kepada PT. Erraenersi Konstruksindo.

Perusahaan berkewajiban memotong PPh Final atas transaksi tersebut dengan perhitungan sebagai berikut:

DPP = Sewa Tanah/Bangunan Rp 10.500.000,00

Tarif PPh 4 ayat (2) 10%

Total PPh Terutang Rp 1.050.000,00

Dengan demikian PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong untuk masa pajak bulan Maret 2008 dapat ditunjukan pada tabel berikut:

PPh Final 4 ayat (2) atas Sewa Tanah dan Bangunan Maret 2008

Perusahaan menyetorkan PPh yang dipotong pada tanggal 10 April 2008 dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ke KPP Pratama Kebayoran Baru Satu pada tanggal 16 April 2008. Batas waktu penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah tanggal 10 dan 20 bulan berikutnya, sehingga PT. Bumi Adhi Gas tidak dikenai sanksi administrasi.

Evaluasi Rekonsiliasi Laba Rugi Fiskal PT. Bumi Adhi Gas Tahun 2008

Pada tahun 2008 perusahaan telah merekonsiliasi laporan laba ruginya yang dapat dilihat pada Lampiran 6.

Dari rekonsiliasi tersebut penulis mencoba melakukan evaluasi terhadap laporan tersebut. Berikut adalah hasil evaluasi rekonsiliasi laba rugi fiskal tahun 2008:

1. Biaya Tunjangan Pajak

Menurut Pasal 9 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan bahwa Pajak Penghasilan tidak boleh dikurangkan. Dalam hal tunjangan pajak yang dimaksud perusahaan sebesar Rp 5.825.000,00 adalah pajak penghasilan, maka harus dikoreksi positif sebesar Rp 5.825.000,00.

2. Biaya Promosi

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010, besarnya biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan akumulasi dari jumlah;

a. biaya periklanan di media elektronik, media

cetak, dan/atau media lainnya;

b. biaya pameran produk;

c. biaya pengenalan produk baru;

d. biaya sponsorship yang berkaitan dengan

promosi produk.

Agar biaya promosi dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, perusahaan wajib membuat daftar nominatif. Namun dikarenakan peraturan ini baru berlaku pada tahun 2010, maka untuk biaya promosi perusahaan sebesar Rp 18.755.000,00 pada tahun 2008 tidak dikoreksi positif dan boleh dijadikan biaya.

3. Biaya Rumah Tangga

Menurut Pasal 9 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Pengasilan, biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya tidak boleh dikurangkan sebagai pengurang penghasilan bruto. Biaya rumah tangga yang tercantum pada perusahaan adalah biaya rumah tangga untuk Direktur, karena sifatnya pribadi maka biaya rumah tangga tersebut harus dikoreksi positif sebesar Rp 3.358.948,00.

4. Biaya Snack Meeting

Menurut hasil wawancara penulis dengan perusahaan, biaya snack meeting sebesar Rp 5.205.680,00 adalah snack untuk jamuan tamu kepada para pemegang saham dan anggota. Sedangkan dalam Pasal Tanggal

Bukti Pemotongan

Pihak yang

Dipotong Keterangan DPP Tarif PPh yang

Dipotong 31 Maret

2008

PT. Erraenersi Konstruksindo

PPh Pasal 4 ayat (2) Sewa

S.Widjojo Lt.3 10,500,000 10% 1,050,000

(6)

9 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 36 tentang Pajak Penghasilan, biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota tidak boleh dikurangkan. Maka biaya snack meeting sebesar Rp 5.205.680,00 harus dikoreksi positif.

5. Biaya Telepon dan Internet

Di dalam biaya telepon dan internet terdapat biaya telepon Direktur sebesar Rp 1.536.151,00. Maka biaya tersebut harus dikoreksi positif karena merupakan biaya pribadi bukan untuk keperluan operasional perusahaan.

Evaluasi dan Analisis Pajak Penghasilan PT. Bumi Adhi Gas Pasal 4 ayat (2) Tahun 2009

Pada masa pajak Juli 2009 PT. Bumi Adhi Gas menyewa ruang kantor di S. Widjojo, sehingga atas sewa tersebut dikenakan PPh Final dengan tarif 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai sewa. Perusahaan menyewa ruang kantor terhadap PT. Erraenersi Konstruksindo dengan tagihan sebesar Rp 9.900.000,00.

Perusahaan berkewajiban memotong PPh Final atas transaksi tersebut dengan perhitungan sebagai berikut:

DPP = Sewa Tanah/Bangunan Rp 9.900.000,00

PPh 4 ayat (2) 10%

Total PPh terutang Rp 990.000,00

Dengan demikian, PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong untuk masa pajak bulan Juli 2009 dapat ditunjukan pada tabel berikut:

PPh Final 4 ayat (2) atas Sewa Tanah dan Bangunan Juli 2009

Perusahaan menyetorkan PPh yang dipotong pada tanggal 10 Agustus 2009 dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ke KPP Pratama Kebayoran Baru Satu pada tanggal 14 Agustus 2009. Batas waktu penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah tanggal 10 dan 20 bulan berikutnya, sehingga PT. Bumi Adhi Gas tidak dikenai sanksi administrasi.

Evaluasi Rekonsiliasi Laba Rugi Fiskal PT. Bumi Adhi Gas Tahun 2009

Pada tahun 2009 perusahaan telah merekonsiliasi laporan laba ruginya yang dapat dilihat pada Lampiran 9.

Dari rekonsiliasi tersebut penulis mencoba melakukan evaluasi terhadap laporan tersebut. Berikut adalah hasil evaluasi rekonsiliasi laba rugi fiskal tahun 2009:

1. Biaya Tunjangan Pajak

Seperti pada tahun 2008, dalam hal tunjangan pajak yang dimaksud perusahaan pada tahun 2009 yang sebesar Rp 14.642.000,00 adalah pajak penghasilan, maka harus dikoreksi positif sebesar Rp 14.642.000,00 dan menurut Pasal 9 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan bahwa Pajak Penghasilan tidak boleh dikurangkan. Maka biaya tersebut harus dikoreksi positif.

2. Biaya Pameran

Biaya pameran sebesar Rp 12.564.000,00 termasuk sebagai biaya promosi perusahaan. Namun dikarenakan perusahaan tidak mempunyai daftar nominatif atas promosi tersebut maka biaya pameran dikoreksi positif sebesar Rp 12.564.000,00.

3. Transport dan Perjalanan Dinas

Menurut perusahaan pada biaya untuk transport dan perjalanan dinas tahun 2009 telah didukung bukti pengeluaran untuk penginapan dan transportasi sebesar Rp 9.688.164,00 dari Rp 16.146.940,00. Namun bukti tersebut tidak akurat sehingga penulis mengkoreksi positif semua biaya transport dan perjalanan dinas perusahaan sebesar Rp 16.146.940,00.

4. Biaya Rumah Tangga

Menurut Pasal 9 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Pengasilan, biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya tidak boleh dikurangkan sebagai pengurang penghasilan bruto. Biaya rumah tangga Tanggal Bukti

Pemotongan

Pihak yang

Dipotong Keterangan DPP Tarif PPh yang

Dipotong 31 Juli 2009 PT. Erraenersi

Konstruksindo

PPh Pasal 4 ayat (2) Sewa

S.Widjojo Lt.3 9,900,000 10% 990,000

(7)

yang tercantum pada perusahaan adalah biaya rumah tangga untuk Direktur, karena sifatnya pribadi maka biaya rumah tangga tersebut harus dikoreksi positif sebesar Rp 3.358.948,00.

5. Biaya Snack Meeting

Biaya snack meeting dikoreksi positif sebesar Rp 7.201.381,00 sebagai jamuan pribadi untuk tamu dan kolega perusahaan yang tidak mempunyai daftar nominatif.

6. Biaya Pemeliharaan

Terdapat sebesar Rp 23.583.000,00 yang dikeluarkan untuk pemeliharaan mobil Direktur. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi tidak dapat dikurangkan maka harus dikoreksi positif.

Evaluasi dan Analisis Pajak Penghasilan PT. Bumi Adhi Gas Pasal 4 ayat (2) Tahun 2010 1. Masa Pajak Juni 2010

Pada masa pajak Juni 2010 PT. Bumi Adhi Gas menyewa ruangan kantor milik PT. Erraenesi Konstruksi di Gedung Sequis Center dengan tagihan sebesar Rp 57.922.404,00. Perusahaan berkewajiban memotong PPh Final atas transaksi tersebut dengan perhitungan sebagai berikut:

DPP = Sewa Tanah/Bangunan Rp 57.922.404,00

Tarif PPh 4 ayat (2) 10%

Total PPh terutang Rp 5.792.240,40

Dengan demikian, PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong untuk masa pajak bulan Juni 2010 dapat ditunjukan pada tabel berikut:

PPh Final 4 ayat (2) atas Sewa Tanah dan Bangunan Juni 2010

Perusahaan menyetorkan PPh yang dipotong pada tanggal 8 Juli 2010 dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ke KPP Pratama Kebayoran Baru Satu pada tanggal 12 Juli 2010. Batas waktu penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah tanggal 10 dan 20 bulan berikutnya, sehingga PT. Bumi Adhi Gas tidak dikenai sanksi administrasi.

2. Masa Pajak Oktober 2010

Pada masa pajak Oktober 2010 PT. Bumi Adhi Gas menyewa ruangan kantor milik PT. Prospero Realty di Jendral Sudirman dengan tagihan sebesarRp 99.483.450,00. Perusahaan berkewajiban memotong PPh Final atas transaksi tersebut dengan perhitungan sebagai berikut:

DPP = Sewa Tanah/Bangunan Rp 99.483.450,00

Tarif PPh 4 ayat (2) 10%

Total PPh terutang Rp 9.948.345,00

Dengan demikian, PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong untuk masa pajak bulan Oktober 2010 dapat ditunjukan pada tabel berikut:

PPh Final 4 ayat (2) atas Sewa Tanah dan Bangunan Oktober 2010

Perusahaan menyetorkan PPh yang dipotong pada tanggal 9 Desember 2010 dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ke KPP Pratama Kebayoran Baru Satu pada tanggal 13 Desember 2010. Batas waktu penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah tanggal 10 dan 20 bulan berikutnya. Menurut Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, SPT Masa yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi

Tanggal Bukti Pemotongan

Pihak yang Dipotong

Keterangan DPP Tarif PPh yang

Dipotong 30 Juni 2010 PT. Erraenersi

Konstruksindo

PPh Pasal 4 ayat (2) Sewa Gedung Sequis Center Lt.3

57,922,404 10% 5,792,240

Tanggal Bukti Pemotongan

Pihak yang

Dipotong Keterangan DPP Tarif PPh yang

Dipotong 29 Oktober 2010 PT. Prospero

Realty

PPh Pasal 4 ayat (2) Sewa Gedung di Jendral

Sudirman

99,483,450 10% 9,948,345

(8)

administrasi berupa denda yaitu sebesar Rp 100.000,00 dan atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran. Maka, PT. Bumi Adhi Gas dikenai sanksi dengan perhitungan sebagai berikut:

DPP Rp 99.493.450,00

Sanksi administrasi Rp 3.979.738,00 (2% x 2 bulan x Rp 99.493.450,00)

3. Masa Pajak November 2010

Pada masa pajak November 2010 PT. Bumi Adhi Gas menyewa ruangan kantor milik PT. Prospero Realty di Jendral Sudirman dengan tagihan sebesar Rp 350.000,00. Perusahaan berkewajiban memotong PPh Final atas transaksi tersebut dengan perhitungan sebagai berikut:

DPP = Sewa Tanah/Bangunan Rp 350.000,00

Tarif PPh 4 ayat (2) 10%

Total PPh terutang Rp 35.000,00

Dengan demikian, PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong untuk masa pajak bulan Oktober 2010 dapat ditunjukan pada tabel berikut:

PPh Final 4 ayat (2) atas Sewa Tanah dan Bangunan November 2010

Perusahaan menyetorkan PPh yang dipotong pada tanggal 15 Desember 2010 dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ke KPP Pratama Kebayoran Baru Satu pada tanggal 27 Desember 2010. Batas waktu penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah tanggal 10 dan 20 bulan berikutnya. Dikarenakan PT.

Bumi Adhi Gas telat menyetor dan melaporkan SPT Masa-nya, maka perusahaan dikenai sanksi dengan perhitungan sebagai berikut:

DPP Rp 350.000,00

Sanksi administrasi Rp 7.000,00 (2% x 1 bulan x Rp 350.000,00)

Evaluasi dan Analisis Pajak Penghasilan PT. Bumi Adhi Gas Tahun 2010

Berikut ini adalah tabel PPh Pasal 23 yang telah dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh perusahaan selama tahun 2010:

1. Masa Pajak Juni 2010

SPT Masa PPh Pasal 23 bulan Juni 2010

Perusahaan menyetorkan PPh yang dipotong pada tanggal 8 Juli 2010 dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 ke KPP Pratama Kebayoran Baru Satu pada tanggal 12 Juli 2010. Batas waktu penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23 adalah tanggal 10 dan 20 bulan berikutnya, sehingga PT. Bumi Adhi Gas tidak dikenai sanksi administrasi.

Tanggal Bukti Pemotongan

Pihak yang Dipotong

Keterangan DPP Tarif PPh yang

Dipotong 30 November

2010

PT. Prospero Realty

PPh Pasal 4 ayat (2) Sewa Gedung di Jendral Sudirman

350,000 10% 35,000

Tanggal Pemotongan

Pihak yang Dipotong

Keterangan DPP Tarif PPh yang

Dipotong 30 Juni 2010 PT. Rizen Era

Energy

Jasa penyedia tenaga

kerja 329,164 2% 6,583

30 Juni 2010 Hartoyo Sewa dan penghasilan

lain 5,000,000 2% 100,000

Total 5,329,164 106,583

(9)

2. Masa Pajak Juli 2010

SPT Masa PPh Pasal 23 bulan Juli 2010

Perusahaan menyetorkan PPh yang dipotong pada tanggal 10 Agustus 2010 dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 ke KPP Pratama Kebayoran Baru Satu pada tanggal 20 Agustus 2010. Batas waktu penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23 adalah tanggal 10 dan 20 bulan berikutnya, sehingga PT. Bumi Adhi Gas tidak dikenai sanksi administrasi.

3. Masa Pajak Agustus 2010

SPT Masa PPh Pasal 23 bulan Agustus 2010

Perusahaan menyetorkan PPh yang dipotong pada tanggal 8 September 2010 dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 ke KPP Pratama Kebayoran Baru Satu pada tanggal 17 September 2010. Batas waktu penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23 adalah tanggal 10 dan 20 bulan berikutnya, sehingga PT. Bumi Adhi Gas tidak dikenai sanksi administrasi.

4. Masa Pajak September 2010

SPT Masa PPh Pasal 23 bulan September 2010 Tanggal

Pemotongan

Pihak yang Dipotong

Keterangan DPP Tarif PPh yang

Dipotong 30 Juli 2010 Hartoyo Jasa penyedia tenaga

kerja 424,703 2% 8,494

30 Juli 2010 PT. Rizen Era Energy

Sewa dan penghasilan

lain 5,000,000 2% 100,000

Total 5,424,703 108,494

Tanggal Pemotongan

Pihak yang Dipotong

Keterangan DPP Tarif PPh yang

Dipotong 30 Agustus

2010

PT. Astra Graphia Sewa dan penghasilan

lain 5,460,000 2% 109,200

30 Agustus 2010

PT. Rizen Era Energy

Jasa penyedia tenaga

kerja 424,703 2% 8,494

Total 5,884,703 117,694

Tanggal Pemotongan

Pihak yang Dipotong

Keterangan DPP Tarif PPh yang

Dipotong 30 Sept 2010 PT. Astra

Graphia

Sewa dan penghasilan

lain 2,730,000 2% 54,600

30 Sept 2010 PT. Astra Graphia

Sewa dan penghasilan

lain 2,730,000 2% 54,600

30 Sept 2010 PT. Rizen Era Energy

Jasa penyedia tenaga

kerja 424,703 2% 8,494

30 Sept 2010 Hartoyo Sewa dan penghasilan

lain 5,000,000 2% 100,000

30 Sept 2010 Harri Sardjono,

IR Jasa lain konstruksi 2,302,635,067 2% 46,052,701 30 Sept 2010 Imam Wahyudi Jasa lain konstruksi 62,936,250 2% 1,258,725

Total 2,376,456,020 47,529,120

(10)

Perusahaan menyetorkan PPh yang dipotong pada tanggal 15 Oktober2010 dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 ke KPP Pratama Kebayoran Baru Satu pada tanggal 20 Oktober 2010. Batas waktu penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23 adalah tanggal 10 dan 20 bulan berikutnya, sehingga PT. Bumi Adhi Gas tidak dikenai sanksi administrasi.

5. Masa Pajak Oktober 2010

SPT Masa PPh Pasal 23 bulan Oktober 2010

Perusahaan menyetorkan PPh yang dipotong pada tanggal 9 Desember 2010 dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 ke KPP Pratama Kebayoran Baru Satu pada tanggal 13 Desember 2010. Batas waktu penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23 adalah tanggal 10 dan 20 bulan berikutnya. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, SPT Masa yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda yaitu sebesar Rp 100.000,00 dan atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran. Maka, PT. Bumi Adhi Gas dikenai sanksi dengan perhitungan sebagai berikut:

DPP Rp 113.463.508,00

Sanksi administrasi Rp 4.538.540,32 (2% x 2 bulan x Rp 113.463.508,00)

6. Masa Pajak November 2010

SPT Masa PPh Pasal 23 bulan November 2010 Tanggal

Pemotongan

Pihak yang Dipotong

Keterangan DPP Tarif PPh yang

Dipotong 29 Okt 2010 PT. Astra Graphia Sewa dan

penghasilan lain 171,520 2% 3,430

29 Okt 2010 PT. Astra Graphia Sewa dan

penghasilan lain 1,997,940 2% 39,959 29 Okt 2010 PT. Rizen Era

Energy

Jasa penyedia

tenaga kerja 424,703 2% 8,494

29 Okt 2010 Imam Wahyudi Jasa lain

konstruksi 32,869,345 2% 657,387

29 Okt 2010

Ir. Ronny Samodera Heriawan, MBA

Jasa lain

konstruksi 78,000,000 2% 1,560,000

Total 113,463,508 2,269,270

Tanggal Pemotongan

Pihak yang Dipotong

Keterangan DPP Tarif PPh yang

Dipotong 30 Nov 2010 PT. Astra Graphia Sewa dan

penghasilan lain

2,180,000 2% 43,600 30 Nov 2010 PT. Rizen Era

Energy

Jasa penyedia tenaga kerja

220,475 2% 4,410

30 Nov 2010 Imam Wahyudi Jasa lain konstruksi 21,065,170 2% 421,303

30 Nov 2010 Hartoyo Sewa dan penghasilan lain

5,000,000 2% 100,000 30 Nov 2010 Hasto Baskoro Sewa dan

penghasilan lain

10,000,000 2% 200,000

Total 38,465,645 769,313

(11)

Perusahaan menyetorkan PPh yang dipotong pada tanggal 15 Desember 2010 dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 ke KPP Pratama Kebayoran Baru Satu pada tanggal 27 Desember 2010. Batas waktu penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23 adalah tanggal 10 dan 20 bulan berikutnya. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, SPT Masa yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda yaitu sebesar Rp 100.000,00 dan atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran. Maka, PT. Bumi Adhi Gas dikenai sanksi dengan perhitungan sebagai berikut:

DPP Rp 38.465.645,00

Sanksi administrasi Rp 769.312,90 (2% x 1 bulan x Rp769.312,90)

Evaluasi Rekonsiliasi Laba Rugi Fiskal PT. Bumi Adhi Gas Tahun 2010

Pada hasil evaluasi terhadap rekonsiliasi laba rugi fiskal terhadap perusahaan terdapat satu perbedaan koreksi antara penulis dan perusahaan yang dapat dilihat pada Lampiran 12. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan semakin baik dalam merekonsiliasi laba ruginya. Berikut adalah penjelasan dari perbedaan tersebut:

1. Biaya Promosi

Menurut perusahaan biaya promosi yang dikeluarkan boleh dijadikan pengurang terhadap koreksi laba rugi fiskal perusahaan karena perusahaan melakukan promosi benar dengan tujuan operasional perusahaan. Namun menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010, agar biaya promosi dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, perusahaan wajib membuat daftar nominatif yang paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya PPh yang dipotong dan dilaporkan sebagai lampiran saat menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan. Namun karena perusahaan tidak membuat daftar nominative seperti ketentuan tersebut, maka biaya promosi sebesar Rp 56.125.500,00 tidak dapat dibiayakan dan harus dikoreksi positif.

Evaluasi SPT Tahunan Badan PT. Bumi Adhi Gas Evaluasi SPT Tahunan Badan Tahun 2008

Pada tahun pajak 2008, PT. Bumi Adhi Gas melaporkan SPT Tahunan Badannya sebesar Rp 5.027.448,00 pada tanggal 20 Maret 2009. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, batas waktu penyampaian SPT Tahunan Wajib Pajak Badan paling lambat 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. Sehingga PT. Bumi Adhi Gas tidak dikenai sanksi administrasi.

Evaluasi SPT Tahunan Badan Tahun 2009

Pada tahun pajak 2009, PT. Bumi Adhi gas telah melaporkan SPT Tahunan badan sebesar Rp 1.684.340,00.

Namun PT. Bumi Adhi Gas hanya perlu membayar kekurangan pajak sebesar Rp 8.540,00 karena pajak tahunannya telah di bayar sesuai PPh Pasal 25 bulanan sebesar Rp 1.675.800,00. Perusahaan melaporkan SPT Tahunan badannya pada tanggal 27 April 2010, maka perusahaan tidak dikenai sanksi karena melaporkan sebelum tanggal jatuh tempo yaitu 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

Evaluasi SPT Tahunan Badan Tahun 2010

Pada tahun pajak 2010, PT. Bumi Adhi Gas melaporkan SPT Tahunan badannya sebesar Rp 68.834.560,00 pada tanggal 10 Januari 2012. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan yang mengatakan bahwa batas waktu penyampaian SPT Tahunan Wajib Pajak Badan paling lambat 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak, maka PT. Bumi Adhi Gas akan dikenakan sanksi sebesar Rp 1.000.000,00 karena terlambat melaporkan SPT Tahunan badan dan bunga 2%

(dua persen) per bulan dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Maka, PT. Bumi Adhi Gas dikenai sanksi dengan perhitungan sebagai berikut:

DPP Rp 68.834.560,00

Sanksi administrasi Rp 12.390.220,80

(2% x 9 bulan x Rp 68.834.560,00)

(12)

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan bahasan dari penelitian yang telah dilakukan, penulis memperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Dikarenakan PT. Bumi Adhi Gas belum teregistrasi di Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi, maka perusahaan tidak dikenakan tarif sebagaimana seharusnya perusahaan Jasa Konstruksi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi. Pada pemungutan penghasilan atas Jasa Konstruksinya perusahaan mengacu pada Pajak Penghasilan Pasal 23 ayat (1) huruf c yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan PMK-244/PMK.03/2008.

2. Dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya perusahaan masih mengalami kesalahan dalam merekonsiliasi laporan laba rugi dikarenakan perusahaan tidak mempunyai daftar nominatif beberapa biaya yang seharusnya ada untuk bisa menjadikan biaya itu sebagai pengurang dari penghasilan brutonya.

3. Pada pelaporan dan penyetoran pajaknya perusahaan tidak mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi. Perusahaan menggunakan Undang-Undang Nomor 36 tentang Pajak Penghasilan sebagai acuan untuk melapor dan menyetorkan kewajibannya. Selain itu perusahaan masih mengalami keterlambatan dan dikenakan sanksi administrasi atas keterlambatan dari pelaporan dan penyetorannya.

Adapun saran dari penulis yang dapat menjadi masukan untuk perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Apabila nilai pengadaan perusahaan untuk Jasa Konstruksinya mencapai Rp 1.000.000.000,00 sebaiknya perusahaan segera mendaftar ke Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi untuk mendapatkan Sertifikat Badan Usaha agar pengenaan pajaknya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.

2. Sebaiknya perusahaan membuat daftar nominatif untuk beberapa biaya seperti biaya promosi agar biaya tersebut dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto sehingga pajak yang terutang bisa menjadi lebih rendah dan menguntungkan perusahaan.

3. Perusahaan harus lebih teliti dalam memeriksa tanggal jatuh tempo pelaporan dan penyetoran baik SPT Masa dan Tahunan agar perusahaan tidak dikenakan sanksi administrasi yang dapat memberatkan perusahaan.

REFERENSI

Indriantoro, Nur, Supomo, Bambang. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: Edisi Pertama.

Mardiasmo. (2009). Perpajakan. Edisi Revisi 2009. Yogyakarta: Andi.

Priantara, Diaz. 2011. Kupas Tuntas Pengawasan, Pemeriksaan, dan Penyidikan Pajak Prosedur, Formulir, dan TrikTrik yang Harus Diketahui Wajib Pajak agar Terhindar dari Kekeliruan. Jakarta:

PT Indeks.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No.153/PMK.03/2009 Tentang Tatacara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No.244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan Menjadi Undang-Undang.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi.

Resmi, Siti. (2008). Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat.

Suandy, Erly. 2011. Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia, Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat.

(13)

RIWAYAT PENULIS

Rizkya Harum Handayani lahir di Jakarta pada tanggal 2 Juli 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Akuntansi peminatan Perpajakan pada tahun 2009-2013. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Akuntansi (HIMA) Universitas Bina Nusantara.

Referensi

Dokumen terkait

Menjalani profesi sebagai guru selama pelaksanaan PPL, telah memberikan gambaran yang cukup jelas bahwa untuk menjadi seorang guru tidak hanya cukup dalam hal

Ketentuan perpajakan untuk iuran pensiun diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf g Undang-undang Pajak Penghasilan nomor 10 tahun 1994 yang diubah menjadi nomor

Mengevaluasi penyetoran dan pelaporan kewajiban perpajakan pajak penghasilan atas usaha jasa konstruksi sesuai pasal 3 ayat 3 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007

a) Pendidikan perkoperasian. Prinsip Koperasi ini merupakan esensi dari dasar kerja Koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas dan jati diri koperasi

Sistem proteksi disebut juga sebagai alat pengaman adalah suatu alat yang berfungsi melindungi atau mengamankan suatu sistem penyaluran tenaga listrik dengan

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 2 ayat (3) huruf b dijelaskan bahwa kriteria unit tertentu dari badan pemerintah yang tidak dikenakan pajak

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 117 tahun 2008 tentang Nomor Kode Lokasi Satuan Kerja Perangkat Daerah Dan

peringkat ( rating ) yang menjadi modal untuk menarik para pemasang iklan. Bisnis media tidak dibatasi oleh sumber daya dalam menghasilkan produknya,. atau sumber daya bisnis