• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI ANALISIS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PEMBIAYAAN GADAI EMAS BANK SULSELBAR SYARIAH CABANG MAKASSAR AHMAD YANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI ANALISIS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PEMBIAYAAN GADAI EMAS BANK SULSELBAR SYARIAH CABANG MAKASSAR AHMAD YANI"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

CABANG MAKASSAR

AHMAD YANI 105730357512

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR 2016

(2)

CABANG MAKASSAR

AHMAD YANI 105730357512

Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah

Makassar

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR 2016

(3)
(4)
(5)

iv

Konsep yang jauh dari riba dan sesuai dengan syariat Islam, membuat produk perbankan syariah menjadi pilihan umat Muslim di Indonesia yang berniat menjalankan agama secara kaffah. Gadai Emas Syariah dari PT.Bank SulSelBar yariah disebut juga pembiayaan Rahn yang merupakan penyerahan jaminan atau hak penguasaan secara fisik atas barang berharga berupa emas (lantakan dan atau perhiasan beserta aksesorisnya) kepada bank sebagai jaminan atas pembiayaan (qardh) yang diterima.

Penelitian ini bertujuan 1)Untuk mengetahui kesesuaian perlakuan akuntansi atas pembiayaan gadai syariah Bank Sulselbar Syariah dengan PSAK 107(akad ijarah ). 2)Mengetahui kesesuaian gadai emas syariah di PT Bank SulSelBar Syariah dengan Fatwa DSN MUI No.26/DSN- MUI/III/2002.(3)Mengetahui tingkat pengembalian pendapatan (keuntungan) dari pembiayaan gadai syariah pada PT. SulSelBar Syariah, Tbk. Cabang Makassar.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Adapun pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah dengan metode wawancara terhadap karyawan PT. Bank SulSelBar Syariah Kantor Syariah Cabang Makassar dan menggunakan data berupa pedoman akuntansi dan perlakuan akuntansi ijarah yang diterapkan dalam produk Pembiaya PT Bank SulSelBar iB Gadai Emas. Dari hasil penelitian PT.

Bank SulSelBar Syariah telah menjalangkan pedoman akuntansi PSAK 107, dan

(6)

v mengalami peningkatan.

(7)

vi

Alhamdulillahirabbil'alamin. Segala puji dan syukur kehadirat Allah

SWT yang dengan keagungan-Nya telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya serta salam dan sholawat dihaturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sehingga skripsi yang berjudul “ANALISIS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PEMBIAYAAN GADAI EMAS PADA BANK SULSELBAR SYARIAH CABANG MAKASSAR“ yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar ini berhasil diselesaikan.

Sejak awal penelitian skripsi ini, sungguh sangat banyak kesulitan dan hambatan yang peneliti hadapi, baik dalam proses pengumpulan data maupun dalam penelitiannya. Namun berkat bantuan dan pertolongan Allah SWT dan usaha maksimal peneliti serta dorong moril maupun materil dari berbagai pihak sehingga segala kesulitan dan hambatan tersebut dapat teratasi dengan izin-Nya.

Penuh cinta, peneliti mempersembahkan skripsi ini kepada kedua orang tua, ayahanda Sirajuddin ibunda Lina Diana. Terima kasih atas segala doa-doa yang tak pernah putus, kasih sayang yang tak pernah habis, dukungan motivasi, pengorbanan, kemurahan hati, dan kesabaran kalian dalam membimbing Ananda hingga hari ini. Insya Allah, semua indah pada akhirnya dan semoga Ananda dapat membuat kalian bangga, Allahumma Amiin

(8)

vii

Muhammadiyah Makassar yang telah menjadikan Unismuh Makassar terus berkembang dibidang akademik dan melahirkan mahasiswa (i) berkulaitas;

2. Bapak Dr.H.Mahmud Nuhung.MA selaku Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis; Bapak Ismail Badollahi,SE,.M.Si,CA selaku Ketua Jurusan Akuntansi 3. Ibu Asriati, SE.,M.Si selaku pembimbing I yang selalu memberikan arahan

dan bimbingan kepada peneliti dengan pengertian, Terima Kasih Ibu

4. Bapak Andi Arman, SE.,AK.,CA selaku pembimbing II dalam penulisan skripsi yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing peneliti, Terima Kasih Bapak

5. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar yang dengan ikhlas memberikan ilmunya kepada peneliti dan juga seluruh staf Jurusan Akuntansi dan Akademik Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar..

6. Adik-adikku tercinta Ahmad Jefri dan Wiliardi terima kasih yang setulus – tulusnya atas doa dan dukungannya terhadap peneliti.

7. Seluruh keluarga besar tercinta yang turut membantu, menyemangati dan mendoakan dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

8. Sahabat-sahabat terbaik dan teman seperjuanganku yang selalu menemani dalam suka dan duka serta selalu menyemangati peneliti dalam

(9)

viii

yang pernah kukenal semasa kuliah dari semester awal sampai saat ini terima kasih atas segala kenangannya.

10. Seluruh pihak yang peneliti tidak dapat sebutkan namanya satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwaskripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan peneliti. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi peneliti demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa bersama kita dan meridhoi jalan hidup kita. Amin.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, September 2016 Peneliti

Ahmad yani

(10)

ix

HALAMAN PENGESAHAN... ii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... ix

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah... 1

B. RumusanMasalah ... 3

C. TujuanPenelitian ... 4

D. ManfaatPenelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori... 5

1.Sistem Informasi Akuntansi... 5

2.Penerapan PSAK 107 ... 8

3.Perlakuan Akuntansi Gadai Syariah ... 10

4.Perbankan Syariah... 12

5.Pengertian Pembiayaan Gadai... 13

6.Defenisi Gadai Syariah ... 15

7.Rukun dan Syarat Gadai Syariah ... 17

8.Ketentuan Hukum Gadai Syariah... 19

9.Hukum Gadai Dalam Islam... 23

10. Tujuan dan Manfaat Gadai Syariah... 25

11. Jenis Barang Gadai... 27

12. Gadai Emas dan Mekanisme Produk di Bank Syariah... 28

13. Kebijakan Bank Indonesia terkait Gadai Emas Syariah ... 33

B. KerangkaPikir ... 34

(11)

x

C. MetodePengumpulan Data ... 36

D. MetodeAnalisis Data ... 37

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Singkat PT. Bank Sulselbar Syariah ... 38

B. Visi Misi Bank Sulselbar Syariah ... 41

C. Struktur Organisasi Bank Sulselbar Syariah ... 42

D. Uraian Tugas ... 43

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Produk-produk Pembiayaan PT Bank Sulselbar Syariah... 49

B. Produk Gadai Emas PT Bank Sulselbar Syariah ... 50

C. Akad yang Digunakan dalam Pembiayaan ... 53

D. Kontribusi yang Digunakan dalam Pembiayaan ... 53

E. Penerapan PSAK 107 ... 54

F. Perlakuan akuntansi Gadai Syariah... 55

1.Pengakuan dan Pengukuran pembiayaan gadai Syariah ... 56

2.Pengakuan dan Pengukuran Pendapatan ... 60

3.Pengakuan dan Pengukuran Beban Pembiayaan ... 65

G. Pengungkapan dan Penyajian pada Laporan Keuangan... 65

H. Akuntansi untuk barang Gadai yang bermasalah... 66

1. Akuntansi untuk Barang Gadai yang Telah salah Taksir... 66

2. Akuntansi Barang Gadai Akibat Kebakaran dan Kebongkaran ... 67

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ... 78

B. Saran... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia, tidak terkecuali pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang disebut dengan pegadaian syariah. Pada dasarnya, produk-produk berbasis syariah memiliki karakteristik seperti, tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa dan atau bagi hasil.

Dengan demikian, Pegadaian merupakan salah satu bagian dari aktivitas ekonomi yang terpenting dan suatu sistem yang dibutuhkan dalam suatu negara modern, tak luput juga negara Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim di mana masyarakat yang membutuhkan uang tunai bisa datang meminjam uang dengan barang-barang pribadi sebagai jaminannya.

Sistem Informasi Akuntansi (SIA) adalah sebuah sistem informasi yang menangani segala sesuatu yang berkenaan dengan Akuntansi.

Pembiayaan gadai syariah membutuhkan kerangka akuntansi yang menyeluruh yang dapat menghasilkan pengukuran akuntansi yang tepat dan sesuai sehingga dapat mengkomunikasikan informasi akuntansi secara tepat waktu dengan kualitas yang dapat diandalkan serta mengurangi adanya perbedaan perlakuan akuntansi. Pada penerapan sistem akuntansi syariah, tentu mempunyai sistem perlakuan akuntansi yang berbeda dengan perlakuan

1

(13)

akuntansi konvensional pada umumnya. Kebutuhan dalam menetapkan metode pengukuran akuntansi, terutama pembiayaan gadai syariah harus disesuaikan dengan peraturan pegadaian dan ketentuan-ketentuan syariah yang telah diatur. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan terhadap penerapan dan pelaksanaan produk pembiayaan dalam hal ini difokuskan mengenai sistem akuntansi pembiayaan gadai syariah agar masyarakat yang telah menggunakan produk tersebut semakin yakin dengan prinsip syariah yang telah dijelaskan dan untuk masyarakat yang belum memanfaatkan produk pembiayaan menjadi yakin dan tertarik dengan produk tersebut.

Menurut Supriadi dalam la sukuru (2013:8), sistem pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut sudut pandang yuridis adalah pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah dan prinsip musyarakah, pembiayaan jual-beli berdasarkan prinsip murabahah, prinsip istishnah dan prinsip as-salam, pembiayaan sewa-menyewa berdasarkan prinsip ijarah (sewa murni) dan ijarah al-muntahia bit-tamlik (sewa beli atau sewa dengan hak opsi).

Dalam Pegadaian Syariah khususnya, Pegadaian Syariah Cabang Makassar merupakan salah satu Lembaga Keuangan Bukan Bank yang melakukan usaha pembiayaan dengan sistem syariah. Dimana, bagi nasabah yang sedang membutuhkan tambahan dana dapat memperoleh pinjaman dengan menggadaiakan barangnya sebagai jaminannya, khususnya barang bergerak seperti: perhiasan, alat elektronik, kendaraan, dan lain-lain. Sebagai penerima gadai atau murtahin, pegadaian akan mendapat surat bukti gadai berikut dengan akad pinjam-meminjam yang disebut dengan akad gadai syariah dan akad sewa tempat (ijarah). Dalam akad

(14)

gadai syariah disebut bila jangka waktu akad tidak diperpanjang maka pegadaian menyetujui agunan (marhun) miliknya dijual oleh murtahin guna melunasi pinjaman.

Berinvestasi emas merupakan cara lama untuk membuat uang semakin banyak dan sebagai asuransi untuk bahaya yang tak dapat terlihat dimasa depan. Apabila ditelah lebih mendalam, teryata emas memiliki berbagai keungulan dibandingkan dengan sarana investasi lainya. Tentunya dengan beberapa kondisi yang menujang.

Kesadaran dan antusias masyarakat Indonesia dengan investasi emas belakangan ini sangat bagus, sebab sudah banyak warga yang sadar akan penting investasi atau menabung emas. Mayoritas memilih emas untuk tujuan mengamankan kekayaannya, dengan mempertahankan nilai emas beli dimasa depan, mencukupi rencana masa depan, dan bisa untuk menambah kekayaannya. Pola pikir manusia yang semakin berkembang, tidak hanya mengedepankan kepentingan duniawi maka dirasa perlu untuk menyeimbangkannya dengan kepentingan ukhrawi. Berdasarkan pertimbangan diatas, maka penulis memilih judul “Analisis Sistem Informasi Akuntansi Pembiayaan Gadai Emas Pada Bank SulSelBar Syariah Cabang Makassar”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah PSAK No.107 telah sesuai dengan Sistem Informasi Akuntansi Pembiayaan Gadai Emas yang diterapkan pada Bank Sulselbar Syariah Cabang Makassar.

(15)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis yaitu untuk mengetahui Sistem Informasi Akuntansi Pembiayaan Gadai Emas pada Bank Sulselbar Syariah Cabang Makassar telah sesuai dengan PSKA No. 107.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya tujuan diatas, maka manfaat yang dapat diharapkan melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.Teoritis

Penelitian ini dapat diharapkan dapat menambah wawasan tentang penerapan Sistem Informasi Akuntansi Pembiayaan Gadai Emas pada Bank Sulselbar Syariah Cabang Makassar sesuai dengan PSAK No. 107.

2. Praktis

Bagi pihak PT Bank Sulselbar Syariah, penelitian ini dapat diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam menetapkan penerapan terkait Sistem Informasi Akuntansi Pembiayaan Gadai Emas pada Bank Sulselbar Syariah Cabang Makassar.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Sistem Informasi Akuntansi (SIA)

Sistem adalah sekelompok unsur yang erat berhubungan satu dengan lainnya yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. Biasanya dibuat untuk menangani sesuatu yang berulang kali atau yang secara rutin terjadi.

Informasi adalah data yang berguna yang diolah sehingga dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengambil keputusan yang tepat. Karakteristik informasi yang realible harus memenuhi syarat relevan, tepat waktu, akurat dan lengkap.

Sistem Informasi adalah sebuah sistem yang memproses data dan transaksi guna menghasilkan informasi yang bermafaat untuk merencanakan, mengendalikan, dan mengoperasikan bisnis.

Sistem Informasi Akuntansi (SIA) adalah sebuah sistem informasi yang menangani segala sesuatu yang berkenaan dengan Akuntansi. Akuntansi sendiri sebenarnya adalah sebuah sistem informasi. Fungsi penting yang dibentuk SIA pada sebuah organisasi antara lain :

1) Mengumpulkan dan menyimpan data tentang aktivitas dan transaksi.

2) Memproses data menjadi informasi yang dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan.

3) Melakukan kontrol secara tepat terhadap aset organisasi.

5

(17)

Subsistem SIA memproses berbagai transaksi keuangan dan transaksi nonkeuangan yang secara langsung memengaruhi pemrosesan transaksi keuangan.

SIA terdiri dari 3 subsistem:

1) Sistem pemrosesan transaksi mendukung proses operasi bisnis harian.

2) Sistem buku besar/ pelaporan keuangan 3) Sistem Penutupan dan pembalikan.

Merupakan pembalikan dan penutupan dari laporan yang dibuat dengan jurnal pembalik dan jurnal penutup menghasilkan laporan keuangan, seperti laporan laba/rugi, neraca, arus kas, pengembalian pajak,dll

Produk- produk di perbankan syariah membutuhkan kerangka akuntansi yang menyeluruh yang dapat menghasilkan pengukuran akuntansi yang tepat dan sesuai sehingga dapat mengkomunikasikan informasi secara tepat waktu dengan kualitas yang dapat diandalkan serta mengurangi adanya perbedaan perlakuan antara Bank Syariah yang satu dengan yang lain.

Pembiayaan gadai syariah membutuhkan kerangka akuntansi yang menyeluruh yang dapat menghasilkan pengukuran akuntansi yang tepat dan sesuai sehingga dapat mengkomunikasikan informasi akuntansi secara tepat waktu dengan kualitas yang dapat diandalkan serta mengurangi adanya perbedaan perlakuan akuntansi antara bank syariah yang satu dengan yang lain. Pada penerapan sistem syariah, tentu mempunyai sistem perlakuan akuntansi yang berbeda dengan perlakuan akuntansi konvensional pada umumnya. Kebutuhan

(18)

dalam menetapkan metode pengukuran akuntansi, terutama pembiayaan gadai syariah harus disesuaikan dengan peraturan perbankan dan ketentuan-ketentuan syariah yang telah diatur.

Semakin besarnya minat masyarakat akan pembiayaan gadai syariah, maka perbankan syariah yang merupakan salah satu lembaga yang menyediakan produk tersebut harus tetap dikawal agar tidak ada banker yang melakukan penyimpangan terhadap sistem yang telah ada karena dapat merusak citra perbankan syariah di mata masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan terhadap penerapan dan pelaksanaan produk pembiayaan dalam hal ini difokuskan mengenai perlakuan akuntansi pembiayaan gadai syariah agar masyarakat yang telah menggunakan produk tersebut semakin yakin dengan prinsip syariah yang telah dijelaskan dan untuk masyarakat yang belum memanfaatkan produk pembiayaan menjadi yakin dan tertarik dengan produk tersebut.

Perlakuan akuntansi untuk produk pembiayaan gadai emas adalah PSAK 107 (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 107). PSAK 107 merupakan akuntansi untuk pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan atas transaksi ijarah. Sedangkan untuk kepemilikan logam mulia diatur dalam PSAK 102 (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 102), pengakuan dan pengukuran transaksi murabahah. Pengawasan untuk perlakuan akuntansi pembiayaan gadai emas syariah dan kepemilikan logam mulia diperlukan agar masyarakat semakin yakin akan prinsip syariah yang ada digunakan oleh perbankan syariah. Dengan keyakinan tersebut nasabah tidak akan merasa dirugikan, sehingga menarik minat masyarakat untuk menggunakan produk perbankan syariah. Makin meningkatnya

(19)

minat masyarakat menggunakan produk perbankan syariah tentunya meningkatkan profit/keuntungan bank tersebut.

Pada awalnya bank syariah mempergunakan konsep dasar kas (cash basis) dalam melakukan pencatatan pendapatan, sedangkan untuk membukukan beban yang dikeluarkan mempergunakan konsep dasar akrual (accrual basis). Hal ini dilakukan karena telah terjadi kepastian bahwa pada saat membukukan pendapatan mempergunakan konsep dasar kas, karena pendapatan telah benar- benar diterima. asumsi dasar konsep akuntansi keuangan secara umum tidak berbeda dengan asumsi dasar konsep akuntansi bank syariah, yaitu :

1) dasar akrual, yaitu pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode bersangkutan, dan

2) kelangsungan usaha (going concern), yaitu laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha perusahaan dan akan melanjutkan usahanya di masa depan.

2. Penerapan PSAK 107 ( Akad Ijarah )

PSAK 107 ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi ijarah, serta yang mencakup pengaturan untuk pembiayaan multijasa yang menggunakan akad ijarah kecuali pada perlakuan akuntansi untuk obligasi syariah yang menggunakan akad ijarah. pembiayaan multijasa yang menggunakan akad ini

(20)

menyesuaikan dengan fatwa dsn no.44/dsnmui/viii/2004 tentang pembiayaan multijasa yang mengatur beberapa ketentuan sebagai berikut:

1) pembiayaan multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan akad ijarah atau kafalah

2) dalam hal lks (lembaga keuangan syariah) menggunakan akad ijarah,maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam fatwa ijarah.

3) dlam pembiayaan multijasa tersebut, lks dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee.

4) besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk persentase (%).

Adapun beberapa definisi yang terkait telah dijelaskan dalam PSAK 107 ini antara lain sebagai berikut:

a. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.

b. Ijarah muntahiyah bittamlik adalah ijarah dengan wa’ad perpindahan kepemilikan obyek ijarah pada saat tertentu.

c. Nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu asset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi dengan wajar (arms length transaction).

d. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan aset berwujud atau tidak berwujud.

(21)

Beberapa karakteristik mengenai transaksi Ijarah yang dijelaskan dalam PSAK ini diantaranya:

1) Ijarah merupakan sewa-menyewa obyek ijarah tanpa perpindahan risiko dan manfaat yang terkait kepemilikan aset terkait, dengan atau tanpa wa’ad untuk memindahkan kepemilikan dari pemilik (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu.

2) Perpindahan kepemilikan suatu aset yang diijarahkan dari pemilik kepada penyewa, dalam ijarah muntahiyah bittamlik, dilakukan jika seluruh pembayaran sewa atas objek ijarah yang dialihkan telah diselesaikan dan obyek ijarah telah diserahkan kepada penyewa.

3) Pemilik dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan atas ijarahuntuk menghindari risiko kerugian.

4) Jumlah, ukuran, dan jenis obyek ijarah harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad.

3. Perlakuan Akuntansi Gadai Syariah

Dalam Rahn emas penentuan biaya dan pendapatan sewa (ijarah) atau penyimpanan dilakukan berdasarkan akad pendamping dari gadai syariah yaitu akad ijarah (PSAK 107) yang terkait dimana pengakuan dan pengukurannya serta

pengungkapan dan penyajiannya adalah:

a. Pengakuan dan Pengukuran

beberapa ketentuan untuk pengakuan dan pengukuran yang dijelaskan dalam PSAK 107, yakni:

(22)

1. Pinjaman/ kas dinilai sebesar jumlah yang dipinjamkan pada saat terjadinya.

2. Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas asset (sewa tempat) telah diserahkan kepada penyewa (rahin).

3. Pengakuan biaya penyimpanan diakui pada saat terjadinya.

b. Penyajian dan Pengungkapan

Berdasarkan penjelasan yang terdapat dalam PSAK 107, penyajian dan pengungkapan meliputi:

1. Penyajian, pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban-beban yang terkait. Misalnya baban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.

2. Pengungkapan, murtahin mengungkapkan pada laporan terkait transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bit tamlik.

a. penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada:

1) keberadaan wa’ad pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang digunakan (jika ada wa’ad pengalihan kepemilikan).

2) pembatasan-pembatasan.

3) agunan yang digunakan.

4) keberadaan transaksi jual-dan-ijarah (jika ada).

(23)

4. Perbankan Syariah

UU No 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah menyebutkan “Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.” Pada intinya, bank syariah merupakan bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah yang kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Perbankan syariah memiliki peranan dan fungsi yang sama dengan perbankan konvensional. Tiga peran dan fungsi tersebut adalah sebagai penghimpun dana, penyalur dana, dan melayani jasa perbankan (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah, 2008). Dalam menjalankan kegiatan usahanya perbankan syariah, baik bank umum syariah maupun unit usaha syariah harus menerapkan prinsip kehati-hatian. Perbankan syariah dalam menjalankan usahanya juga harus memperhatikan prinsip demokrasi ekonomi. Menurut Zulkifli (2007: 13), secara garis besar terdapat dua jenis akad di dalam transaksi yang seringkali terjadi dan diakui secara syariah, yaitu tabarru’ (kebaikan) dan tijarah (perdagangan). Pelaksanaan dalam perbankan syariah terkadang melibatkan beberapa akad dalam satu transaksi. Hal ini diperbolehkan apabila kombinasi terjadi antara akad tabarru’ dengan akad tabarru’, akad tijarah dengan tijarah, akad tabarru’ dengan akad tijarah. Kombinasi akad tabarru’ dengan akad tijarah memungkinkan salah satu pihak mengambil keuntungan dari pelaksanaan transaksi. Namun keuntungan yang dimaksudkan dalam kombinasi ini adalah pungutan dari proses pemeliharaan atas suatu jaminan (Zulkifli, 2007: 23-24).

(24)

5. Pengertian Pembiayaan Gadai

Menurut Kasmir (2009:96) Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Pembiayaan Ar-Rahn dalam akad transaksinya, menggunakan akad tabaru’ yaitu suatu akad transaksi yang digunakan untuk tujuan saling tolong-menolong tanpa mengharapkan balasan kecuali dari Allah SWT (non-profit orientied). Rahn secara harfiah adalah tetap, kekal, dan jaminan. Secara istilah rahn adalah apa yang disebut dengan barang jaminan, agunan, cagar, atau tanggungan. Rahn yaitu menahan barang sebagai jaminan atas utang, Akad rahn juga diartikan sebagai sebuah perjanjian pinjaman dengan jaminan atau dengan melakukan penahanan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang gadai baru dapat diserahkan kembali pada pihak yang berutang apabila utangnya sudah lunas.

Walaupun para ulama berbeda pandangan tentang riba, namun mereka sepakat bahwa unsur subtansi riba adalah ziyadah yang disebabkan adanya tambahan waktu. Ibnu al-Arabi al-Maliki menjelaskan pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam Al-Qur’an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.

(25)

Arti pembiayaan menurut Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan pasal 1 butir 2 ada sedikit perbedaan yaitu kegiatan yang berbentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung. Perbedaan kedua istilah tersebut ada pada objek perjanjian yaitu menurut UU No.10 tahun 1998 yang menjadi objek adalah uang, sedangkan menurut kepres No. 61 Tahun 1988 pasal 1 butir 2 objeknya adalah uang dan barang modal. Praktek pembiayaan di perbankan syariah bahwa yang menjadi objek perjanjian selain uang juga barang modal yakni menentukan besarnya jumlah untuk pembelian barang modal. Pemisahan kedua objek perjanjian yaitu uang dan barang modal berimplikasi pada kedudukan hukum para pihak dalam pembiayaan berdasarkan prinsip syariah bahwa mengambil imbalan dari peminjaman uang akan menjadi riba, sedangkan mengambil imbalan dari pembiayaan berupa barang modal disebut keuntungan. Walaupun para ulama berbeda pandangan tentang riba, namun mereka sepakat bahwa unsur subtansi riba adalah ziyadah yang disebabkan adanya tambahan waktu. Ibnu al-Arabi al- Maliki menjelaskan pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam Al-Qur’an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.

Menurut Antonio (2001:37) mengomentari bahwa yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti jual-beli, sewa, gadai. Misalnya Bank menerapkan jual beli, harga barang yang menjadi objek

(26)

perjanjian adalah harga pokok ditambah margin keuntungan, maka keuntungan jual beli dalam hal ini disebut laba.

Sebagaimana diterangkan di dalam al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 29 yang artinya “hai orang-orang yang 11 beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu”.

6. Defenisi Gadai Syariah

Pegadaian menurut kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150 disebutkan bahwa: “Gadai adalah suatu hak diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau oleh orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan.

Gadai Syariah sering diidentikkan dengan Rahn yang secara bahasa diartikan al-tsubut wa al-dawam (tetap dan kekal) sebagian Ulama Luhgat memberi arti al-hab (tertahan). Sedangkan definisi al-rahn menurut istilah yaitu menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syar’a untuk kepercayaan suatu utang, sehingga memungkinkan mengambil seluruh atau sebagaian utang dari benda itu.

(27)

Istilah rahn menurut Imam Ibnu Mandur diartikan apa-apa yang diberikan sebagai jaminan atas suatu manfaat barang yang diagunkan. Dari kalangan Ulama Mazhab Maliki mendefinisikan rahn sebagai “harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan hutang yang bersifat mengikat“, ulama Mazhab Hanafi mendefinisikannya dengan “menjadikan suatu barang sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak tersebut, baik seluruhnya maupun sebagiannya“. Ulama Syafii dan Hambali dalam mengartikan rahn dalam arti akad yakni menjadikan materi (barang) sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berhutang tidak bisa membayar hutangnya.

Hadi (2003) dalam bukunya mengutip pendapat Imam Abu Zakariya al- Anshari dalam kitabnya Fathul Wahhab yang mendefenisikan rahn sebagai:

“menjadikan benda bersifat harta sebagai kepercayaan dari suatu utang yang dapat dibayarkan dari (harga) benda itu bila utang tidak dibayar.” Sedangkan menurut Ahmad Baraja, rahn adalah jaminan bukan produk dan semata untuk kepentingan sosial, bukan kepentingan bisnis, jual beli mitra.

Adapun pengertian rahn menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam kitab Al- Mughni adalah sesuatu benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu hutang untuk dipenuhi dari harganya, apabila yang berhutang tidak sanggup membayarnya dari yang berpiutang.

Dari ketiga defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa rahn merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai harta

(28)

menurut pandangan syara’ sebagai jaminan, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil utang.

7. Rukun dan Syarat Gadai Syariah

Transaksi gadai menurut syariah haruslah memenuhi rukun dan syarat tertentu gadai syariah, diantaranya:

1. Rukun gadai :

a. Pelaku, terdiri atas ar-rahin (yang menggadaikan) dan al-murtahin (yang menerima gadai).

b. Al-Marhun yaitu barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan utang.

c. Al-Marhun bih (Utang), Syarat utang adalah wajib dikembalikan oleh debitur kepada kreditur, utang tersebut dapat dilunasi dengan agunan tersebut, dan utang itu harus jelas (harus spesifik).

d. Sighat, Ijab dan Qabul Apabila semua ketentuan yang telah

disebutkan terpenuhi, sesuai ketentuan syariah, dan dilakukanah oleh orang yang layak melakukan tasharruf, maka akad ar-rahn tersebut sudah sah.

2. Syarat gadai:

a. Sighat, dengan syarat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan waktu yang akan datang.

(29)

b. Pihak-pihak yang berakad cakap menurut hukum, yang ditandai dengan aqil baligh, berakal sehat dan mampu melakukan akad.

c. Utang (Marhun Bih) mempunyai pengertian bahwa utang adalah kewajiban bagi pihak yang berutang untuk membayar kepada pihak yang member piutang, barang yang dapat dimanfaatkan, jika tidak bermanfaat maka tidak sah, dan barang tersebut dapat dimanfaatkan.

d. Marhun adalah harta yang dipegang oleh murtahin (penerima gadai) atau wakilnya sebagai jaminan utang.

Secara umum transaksi yang digunakan dalam gadai syariah, misalnya di pegadaian syariah adalah transaksi yang menggunakan dua akad yaitu (a) akad rahn dan (b) akad ijarah. Meskipun, secara konsep kedua akad dimaksud, sesungguhnya mempunyai perbedaan. Namun, dalam teknis pelaksanaannya.

maka nasabah (rahin) tidak perlu mengadakan akad dua kali.

a. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini, lembaga keuangan syariah menahan barang bergerak sebagai jaminan atas uang nasabah.

b. Akad Ijarah. Dalam gadai syariah dengan akad ijarah, penerima gadai dapat menyewakan tempat penyimpanan barang kepada nasabahnya.

Berarti nasabah (rahin) memberikan fee kepada murtahin ketika masa kontrak berakhir dan murtahin mengembalikan marhun kepada rahin.

(30)

Dalam hal ini pegadaian syariah, mekanisme operasional melalui akad rahn nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan

dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan lagi bagi pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Pegadaian syariah akan memperoleh keuntungan hanya dari biaya sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman.

8. Ketentuan Hukum Gadai Syariah

Transaksi gadai syariah menurut DSN MUI dan Soemitra (2009:385) haruslah memenuhi rukun dan syarat-syarat tertentu yaitu:

1. Rukun gadai:

a) Adanya ijab dan kabul;

b) Adanya pihak yang berakad, yaitu pihak yang mengendalikan (rahn)dan yang menerima gadai (murtahin);

c) Adanya jaminan (marhun) berupa barang atau harta; dan d) Adanya utang (marhun bih).

(31)

2. Syarat sah gadai

a) Rahn dan murtahin dengan syarat-syarat, kemampuan juga berarti kelayakan seseorang untuk melakukan transaksi pemilikan, setiap orang yang sah melakukan jual beli sah melakukan gadai

b) Sighat dengan syarat tidak boleh terkait dengan masa yang akan datang dan syarat-syarat tertentu.

c) Utang (marhun bih) dengan syarat harus merupakan hak yang wajib diberikan atau diserahkan kepada pemiliknya, memungkinkan pemanfaatannya bila sesuatu yang menjadi utang itu tidak bisa dimanfaatkan maka tidak sah, harus dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlahnya bila tidak dapat diukur atau tidak dikuantifikasi, rahn itu tidak sah.

d) Barang (marhun) dengan syarat harus bisa diperjual belikan, harus berupa harta yang bernilai, marhun harus bisa dimanfaatkan secara syariah, harus diketahui keadaan fisiknya, harus dimiliki oleh rahn setidaknya harus seizin pemiliknya.

Disamping itu menurut fatwa DSN-MUI No.25/DSN-MUI/III/2002 gadai syariah harus memenuhi ketentuan umum berikut:

1. murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan barang (marhun) sampai semua utang rahn (yang menyewakan barang) dilunasi 2. marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahn. Pada prinsipnya,

marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahn,

(32)

dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatan.

3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahn, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahn.

4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

5. Penjualan marhun:

a) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahn untuk segera melunasi utangnya.

b) Apabila rahn tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.

c) Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.

d) Kelebihan hasil penjualan akan menjadi milik rahn dan kekurangannya menjadi kewajiban rahn.

Menurut fatwa DSN-MUI No.25/DSN-MUI/III/2002 pada dasarnya pegadaian syariah berjalan diatas dua akad transaksi syariah yaitu:

1. Akad rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian

(33)

piutangnya. Dengan akad ini, pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.

2. Akad ijarah (sewa tempat). Yaitu kesepakatan antara pihak pegadaiandengan penerima gadai untuk menyewa tempat sebagai penyimpanan barang dan penerima gadai akan dikenakan biaya jasa simpan dan biaya pemeliharaan. akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diakui dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri. Melalui akad ini kemungkinan bagi pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad.

Mekanisme operasional pegadaian syariah melalui akan rahn nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan dan merawatnya ditempat yang telah disediakan oleh pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnyabiaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Pegadaian syariah akan memperoleh keuntungan hanya dari biaya sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman.

Akad gadai syariah juga harus memenuhi ketentuan atau persyaratan yang menyertainya meliputi:

(34)

1. Akad tidak mengandung syarat fisik/ batil seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.

2. Marhun bih (pinjaman) merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang di-rahn-kan tersebut, serta pinjaman itu jelas dan tertentu.

3. Marhun (barang yang di-rahn-kan) biasa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya, milik sah penuh dari rahn, tidak terkait dengan hak orang lain, dan biasa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.

4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang di-rahn- kan serta jangka waktu rahn ditetapkan oleh prosedur.

5. Rahn dibebani jasa manajemen atau barang berupa biaya asuransi, penyimpanan, biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta biaya administrasi.

9. Hukum Gadai Dalam Islam

Dalam istilah fikih, gadai dikenal dengan istilah rahn. Bentuknya adalah penyimpanan sementara harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan oleh yang berpiutang (yang meminjamkan). Berarti, barang yang dititipkan pada si piutang dapat diambil kembali dalam jangka waktu tertentu.

Dasar transaksi ini adalah firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat Al-baqarah ayat 283 yaitu:

(35)

Artinya: “jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, hendaklah ada barang tanggapan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Selain surat al-baqarah ayat 283 diatas terdapat beberapa hadis yaitu:

1. Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. HR Bukhari dan Muslim.

2. Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda : Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya. HR Asy’Syafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah.

3. Nabi Bersabda : Tunggangan ( kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan bintanag ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya.

Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. HR Jamaah, kecuali Muslim dan An Nasai.

(36)

4. Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya ( menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya. HR Jemaah kecuali Muslim dan Nasai-Bukhari Jadi, dari ayat Al-qur’an dan hadist diatas dapat disimpulkan bahwa Islam tidak membenarkan pemungutan biaya dari pihak penggadai (rahin), karena yang menanggung semua biaya perawatan, biaya sewa tempat (ijarah) ditanggung oleh pihak pegadaian (murtahin). Sabda Rasulullah SAW, “Jika hewan tunggangan digadaikan, maka murtahin harus menanggung makanannya, dan [jika] susu hewan itu diminum, maka atas yang meminum harus menanggung biayanya.” (HR Ahmad, Al Musnad,2/472). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hadis no 2301, hlm.

1090).

10. Tujuan dan Manfaat Gadai Syariah

Menurut Siamat dalam Soemitra (2009:390) sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan masyarakat umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan yang baik. Oleh karena itu, Perum pegadaian bertujuan sebagai berikut:

(37)

1. Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pembiayaan/pinjaman atas dasar hukum gadai.

2. Pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar lainnya.

3. Pemenfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jaringan pengaman sosial kerena masyarakat yang butuh dana mendesak tidak lagi dijerat pinjaman/pembiayaan berbasis bunga.

4. Membantu orang-orang yanmg membutuhkan pinjaman dengan syarat mudah.

Adapun manfaat pegadaian, antara lain:

1. Bagi nasabah: tersedianya dana dengan prosedur yang relatif lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan kredit perbankan. Disamping itu, nasabah juga mendapat manfaat penaksiran nilai suatu barang bergerak secara profesional.

Mendapat fasilitas penitipan barang bergerak yang aman dan dapat dipercaya.

2. Bagi perusahaan pegadaian:

a) Pengasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana,

b) Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa tertentu.

(38)

c) Pelaksanaan misi Perum pegadaian sebagai BUMN yang bergerak dibidang pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur yang relatif sederhana, dan

d) Berdasarkan PP No. 10 Tahun 1990, laba yang diperoleh digunakan untuk: dana pembangunan semesta (55%), cadangan umum (20%), cadangan tujuan (5%), dan dana sosial (20%).

11. Jenis Barang Gadai

Jenis barang gadai (marhun) adalah barang yang dijadikan agunan oleh rahin sebagai utang pengikat utang, dan dipegang oleh murtahin sebagai jaminan hutang (Ali, 2008).

Prinsip utama barang yang digunakan untuk menjamin adalah barang yang dihasilkan dari sumber yang sesuia dengan syari’ah, atau keberadaan barang tersebut ditangan nasabah bukan karena hasil praktik riba,gharar, dan masyir.

Barang-barang tersebut antara lain:

1. Barang perhiasan. erhiasan yang terbuat dari emas, perak, platina , intan, mutiara dan batu mulia.

2. Kendaraan. Mobil, sepeda motor, sepeda, becak, bajai, dan lain-lain.

3. Barang elektronik. Kamera, lemari es, freezer, radio, tape recorder, video player, televisi, komputer, laptop, handphone, dan lain-lain.

(39)

4. Barang rumah tangga. Perlengkapan dapur, peralatan makan dan lain- lain.

5. Mesin-mesin. Mesin jahit dan mesin kapal motor.

6. Tekstil. Pakaian, permadani atau kain batik/sarung.

7. Barang lain yang dianggap bernilai oleh perum pegadaian seperti surat- surat berharga baik dalam bentuk saham, obligasi, maupun surat-surat berharga lainnya.

12. Gadai Emas dan Mekanisme Produk di Bank Syariah 1. Gadai Emas

Gadai Emas di perbankan syariah merupakan produk pembiayaan atas dasar jaminan berupa emas dalam bentuk lantakan ataupun perhiasan sebagai salah satu alternatif memperoleh uang tunai dengan cepat, aman dan mudah.

Cepat dari pihak nasabah dalam mendapatkan dana pinjaman tanpa prosedur yang panjang di bandingkan dengan produk pembiayaan lainnya. Aman dari pihak bank, karena bank memiliki barang jaminan yaitu emas yang bernilai tinggi dan relatif stabil bahkan nilainya cenderung bertambah. Mudah berarti pihak nasabah dapat kembali memiliki emas yang digadaikannya dengan mengembalikan sejumlah uang pinjaman dari bank, sedangkan mudah dari pihak bank yaitu ketika nasabah tidak mampu mengembalikan pinjamannya (utang) maka bank dengan mudah dapat menjualnya dengan harga yang bersaing karena nilai emas yang stabil bahkan bertambah. Prinsip yang digunakan dalam gadai emas syariah baik di bank syariah ataupun di pegadaian syariah tidak berbeda dengan prinsip gadai

(40)

pada umumnya. Mulai dari persyaratan, biaya (ongkos) administrasi, biaya pemeliharaan/ penyimpanan, hingga mekanisme penjualan barang gadaian ketika pihak yang menggadaikan tidak dapat melunasi utangnya. Gadai emas memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan barang gadaian lainnya. Emas merupakan logam mulia yang bernilai tinggi dan harganya relative stabil bahkan selalu menunjukkan tren yang positif setiap tahunnya. Emas juga merupakan barang atau harta yang dapat dengan mudah dimiliki oleh setiap orang khususnya emas dalam bentuk perhiasan. Ketika seseorang membutuhkan uang tunai, maka ia dapat dengan mudah menggadaikan perhiasaannya kepada lembaga penggadaian atau bank syariah. Setelah ia dapat melunasi utangnya, ia dapat memiliki kembali perhiasannya. Artinya, seseorang dengan mudah mendapatkan uang tunai tanpa harus menjual emas atau perhiasan yang dimilikinya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam gadai emas syariah baik di bank syariah maupun di lembaga yang menawarkan produk gadai emas syariah. Hal yang dimaksud adalah biaya administrasi dan biaya pemeliharaan.

a. Biaya Administrasi

Biaya administrasi adalah ongkos atau pengorbanan materi yang dikeluarkan oleh bank dalam hal pelaksanaan akad gadai dengan penggadai(rahin). Pada umumnya ulama sepakat bahwa segala biaya yang bersumber dari barang yang digadaikan adalah menjadi tanggungan penggadai.

Oleh karena itu, biaya administrasi gadai dibebankan kepada penggadai.

Karena biaya administrasi merupakan ongkos yang dikeluarkan bank, maka pihak bank yang lebih mengetahui dalam menghitung rincian biaya

(41)

administrasi. Setelah bank menghitung total biaya administrasi, kemudian nasabah atau penggadai mengganti biaya administrasi tersebut.

Namun, tidak banyak atau bahkan sangat jarang nasabah yang mengetahui rincian biaya administrasi tersebut.Bank hanya menginformasikan total biaya administrasi yang harus ditanggung oleh nasabah atau penggadai tanpa menyebutkan rinciannya. Keterbukaan dalam menginformasikan rincian biaya administrasi tersebut sangat penting dalam rangka keterbukaan yang kaitannya dengan ridha bi ridha, karena biaya administrasi tersebut dibebankan kepada nasabah atau penggadai.

Dewan Syariah Nasional dalam Fatwa No. 26/ DSN-MUI/ III/2002 menyebutkan bahwa biaya atau ongkos yang ditanggung oleh penggada besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan. Artinya, penggadai harus mengetahui besar rincian dan pengeluaran apa saja yang dikeluarkan oleh bank untuk melaksanakan akad gadai, seperti biaya materai, jasa penaksiran, formulir akad, foto copy, print out, dll. Sehingga hal tersebut yang juga menyebabkan biaya administrasi harus dibayar di depan.

b. Biaya Pemeliharaan

Biaya pemeliharaan atau penyimpanan merupakan biaya yang dibutuhkan untuk merawat barang gadaian selama jangka waktu pada akad gadai. Sesuai dengan pendapat beberapa jumhur ulama biaya pemeliharaan atau penyimpanan menjadi tanggungan penggadai (rahin). Karena pada dasarnya penggadai (rahin) masih menjadi pemilik dari barang gadaian tersebut, sehingga dia

(42)

bertanggungjawab atas seluruh biaya yang dikeluarkan dari barang gadai miliknya.

Akad yang digunakan untuk penerapan biaya pemeliharaan atau penyimpanan adalah akad ijarah (sewa). Artinya, penggadai (rahin) menyewa tempat di bank untuk menyimpan atau menitipkan barang gadainya, kemudian bank menetapkan biaya sewa tempat. Dalam pengertian lainnya, penggadai (rahin) menggunakan jasa bank untuk menyimpan atau memelihara barang gadainya hingga jangka waktu gadai berakhir. Biaya pemeliharaan/penyimpanan ataupun biaya sewa tersebut diperbolehkan oleh para ulama dengan merujuk kepada diperbolehkannya akad ijarah.

Biaya pemeliharaan/penyimpanan/sewa dapat berupa biaya sewa tempat SDB (Save Deposit Box), biaya pemeliharaan, biaya keamanan, dan biaya lainnya yang diperlukan untuk memelihara atau menyimpan barang gadai tersebut.

Dengan akad ijarah dalam pemeliharaan atau penyimpanan barang gadaian bank dapat memperoleh pendapatan yang sah dan halal. Bank akan mendapatkan fee atau upah atas jasa yang diberikan kepada penggadai atau bayaran atas jasa

sewa yang diberikan kepada penggadai.

Oleh karena itu, gadai emas syariah sangat bermanfaat bagi penggadai yang membutuhkan dana tunai dengan cepat dan bagi pihak bank yang menyediakan jasa gadai emas syariah karena bank akan mendapatkan pemasukan atau keuntungan dari jasa penitipan barang gadaian dan bukan dari kegiatan gadai itu sendiri.

(43)

2. Mekanisme Produk Gadai Emas di Bank Syariah.

Bagi calon nasabah yang ingin mengajukan permohonan dapat mendatangi bank-bank syariah yang menyediakan fasilitas pembiayaan gadai emas dengan memenuhi persyaratan:

1. Identitas diri KTP/SIM yang masih berlaku.

2. Perorangan WNI.

3. Cakap secara hukum.

4. Mempunyai rekening giro atau tabungan di bank syariah tersebut.

5. Menyampaikan NPWP (untuk pembiayaan tertentu sesuai dengan aturan yang berlaku).

6. Adanya barang jaminan berupa emas. Bentuk dapat emas batangan, emas perhiasaan atau emas koin dengan kemurnian minimal 18 karat atau kadar emas 75%. Sedangkan jenisnya adalah emas merah dan kuning.

7. Memberikan keterangan yang diperlukan dengan benar mengenai alamat, data penghasilan dan lainnya.

Selanjutnya pihak bank syariah akan melakukan analisis pinjaman yang meliputi:

a. Petugas bank memeriksa kelengkapan dan kebenaran syarat-syarat calon pemohon peminjam.

b. Penaksir melakukan analisis terhadap data pemohon, keaslian dan karatase jaminan berupa emas, sumber pengembalian pinjaman, penampilan atau tingkah laku calon nasabah yang mencurigakan.

c. Jika menurut analisis, pemohon layak maka bank akan menerbitkan pinjaman dengan gadai emas. Jumlah pinjaman disesuaikan dengan

(44)

maksimal pinjaman sebesar 80% dari taksiran emas yang disesuaikan dengan harga standar.

d. Realisasi pinjaman dapat dicairkan setelah akad pinjaman sesuai dengan ketentuan bank.

e. Nasabah dikenakan biaya administrasi, biaya sewa dari jumlah pinjaman.

f. Pelunasan dilakukan sekaligus pada saat jatuh tempo.

g. Apabila sampai dengan waktu yang ditetapkan nasabah tidak dapat melunasi dan proses kolektibilitas tidak dapat diakukan, maka jaminan dijual dibawah tangan dengan ketentuan:

- Nasabah tidak dapat melunasi pinjaman sejak tanggal jatuh tempo pinjaman dan tidak dapat diperbaharui;

- Diupayakan sepengetahuan nasabah dan kepada nasabah diberikan kesempatan untuk mencari calon pemilik. Apabila tidak dapat dilakukan, maka bank melelangnya sesuai dengan syariah.

13. Kebijakan Bank Indonesia terkait Gadai Emas Syariah

Bank Indonesia sebagai legulator perbankan di Indonesia termasuk di dalamnya perbankan syariah pada dasarnya memiliki fungsi yang mencakup empat aspek, yaitu perizinan, pengaturan dan ketentuan perbankan, pengawasan, dan pemberian sanksi (Ikhtisar UU No. 21 Tahun 2008). Dalam merumuskan kebijakan mengenai industri perbankan syariah, Bank Indonesia tidak dapat terlepas dari fatwa yang telah dikeluarkan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Dikeluarkannya fatwa DSN MUI No 79/DSN-MUI/III/2011

(45)

tentang qardh dengan nasabah serta mempertimbangkan perkembangan produk qardh beragun emas yang semakin pesat sehingga berpotensi meningkatkan risiko bagi perbankan syariah maka Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan tentang qardh beragun emas di BUS dan UUS yang tertuang dalam SE BI No. 14/7/DPbS

tanggal 29 Februari 2012.

B. Kerangka Pikir

PT BANK SULSELBAR SYARIAH

Sistem Informasi Akuntansi (SIA)

Aplikasi Sistem Pembiayaan Gadai Emas

Syariah

Hasil

Evaluasi Sistem

(46)

35 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Untuk memperoleh data yang di butuhkan dalam penelitian, peneliti melakukan penelitian pada Pegadaian Bank Sulselbar Syariah Cabang Makassar yang berfokus pada Pegadaia Emas Syariah, dan penelitian minimal dilakukan sekitar 2 bulan lamanya yang di laksanakan pada bulan agustus sampai dengan bulan September.

B. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang digunakan, yaitu:

a) Data kualitatif adalah data yang tidak berupa angka-angka. Misalnya taksiran harga barang bergerak yang digadaikan naik atau turun, disesuaikan dengan harga pasar.

b) Data kuantitatif adalah data yang berupa angka-angka. Misalnya besarnya jumlah pendapatan gadai pada Bank Sulselbar Syariah naik 10% pada tahun 2012.

Adapun sumber data yang digunakan, yaitu:

a) Data primer adalah data yang dikumpulkan melalui informasi atau wawancara dan diolah oleh suatu organisasi dan perseorangan.

(47)

36

b) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari suatu organisasi atau perusahaan yang berasal dari pihak lain yang telah mengumpulkan dan mengolahnya dalam bentuk tertulis.

C. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan dengan masalah yang dibahas, peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Studi kepustakaan yang dilakukan dengan mengumpulkan literatur- literatur yang relevan dengan pembahasan penelitian yang dapat berupa buku, majalah, surat kabar, dan tulisan-tulisan ilmiah. Data yang diperoleh dengan teknik ini adalah data sekunder tentang perusahaan.

2. Studi lapangan dimana penelitian yang data dan informasinya diperoleh dari kegiatan dikancah lapangan penelitian. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a) Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data dari dokumen-dokumen instansi yang relevan dengan masalah pokok dan materi penelitian.

Data yang dikumpulkan penulis meliputi data kualitatif yang terdiri dari sejarah singkat perusahaan dan laporan keuangan dan data kuantitatif yaitu laporan keuangan Perum pegadaian syariah cabang Makassar.

b) Pengamatan (observasi), yaitu teknik atau pendekatan untuk mendapatkan data primer dengan cara mengamati langsung objek

(48)

37

datanya. Pengamatan dilakukan tanpa harus terlibat dengan subjek penelitian, untuk mencegah objektifitas.

c) Wawancara (interview), yaitu dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab langsung terhadap pihak-pihak yang bersangkutan guna mendapatkan data dan keterangan yang berlandaskan pada tujuan penelitian. Teknik ini dilaksanakan untuk mengetahui kondisi internal Bank Sulselbar Syariah.

D. Metode Analisis Data

Setelah data-data diperoleh, maka data-data tersebut selanjutnya diolah kemudian dilakukan analisis. Analisis data ini penting, karena dari analisis ini, data yang diperoleh dapat memberikan arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian pada Bank Sulselbar Syariah Cabang Makassar.

Analisis kualitatif komparatif yaitu memperbandingkan standar akuntansi yang digunakan oleh Bank Sulselbar Syariah dengan standar akuntansi yang ada pada PSAK 107.

Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

- Perlakuan akuntansi gadai syariah,

- Pengakuan dan pengukuran pembiayaan gadai syariah, - Pengakuan dan pengukuran pendapatan.

(49)

38 BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Singkat PT. Bank Sulselbar Syariah

Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan didirikan di Makassar pada tanggal 13 Januari 1961 dengan nama PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan Tenggara sesuai dengan Akta Notaris Raden Kadiman di Jakarta No. 95 tanggal 23 Januari 1961. Kemudian berdasarkan Akta Notaris Raden Kadiman No. 67 tanggal 13 Juli 1961 nama PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan Tenggara diubah menjadi Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan Tenggara.

Berdasarkan Peraturan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara No.

002 tahun 1964 tanggal 12 Februari 1964, nama Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan Tenggara diubah menjadi Bank Pembangunan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dengan modal dasar Rp250.000.000. Dengan pemisahan antara Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan dengan Propinsi Tingkat I Sulawesi Tenggara, maka pada akhirnya Bank berganti nama menjadi Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan.

Dengan lahirnya Peraturan Daerah No. 01 tahun 1993 dan penetapan modal dasar menjadi Rp25 milyar, Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan dengan sebutan Bank BPD Sulsel dan berstatus Perusahaan Daerah (PD).

Selanjutnya dalam rangka perubahan status dari Perusahaan Daerah (PD) menjadi Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam Peraturan Daerah No. 13 tahun

(50)

2003 tentang Perubahan Status Bentuk Badan Hukum Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan dari PD menjadi PT dengan Modal Dasar Rp. 650.000.000.000 yang akta Pendirian PT telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI berdasarkan Surat Keputusan No. C-31541.HT.01.01 tanggal 29 Desember 2004 tentang Pengesahan Akta Pendirian Perseroan Terbatas Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan disingkat Bank Sulsel, dan telah diumumkan pada Berita Negara Republik Indonesia No. 13 tanggal 15 Februari 2005, Tambahan No. 1655/2005.

Pada tanggal 10 Februari 2011, telah dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) yang dilakukan secara circular resolution dan Keputusan RUPS LB tersebut telah disetujui secara bulat oleh para pemegang saham. Keputusan RUPS LB tersebut telah dibuatkan aktanya oleh Notaris Rakhmawati Laica Marzuki, SH dengan Akta Pernyataan Tentang Keputusan Para Pemegang Saham sebagai Pengganti Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas PT. Bank Sulsel, Nomor 16 Tanggal 10 Februari 2011. Dimana dalam Akta tersebut para pemegang saham memutuskan untuk merubah nama PT. Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan disingkat PT. Bank Sulsel menjadi PT.

Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat disingkat PT.

Bank Sulselbar.

Perubahan ini telah memperoleh persetujuan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan nomor AHU-11765.AH.01.02. Tahun 2011 Tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan. Disamping itu, perubahan nama ini juga telah memperoleh Persetujuan Bank Indonesia berdasarkan kepada

(51)

Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor: 13/32/KEP. GBI/2011 Tentang Perubahan Penggunaan Izin Usaha Atas nama PT. Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan Disingkat PT. Bank Sulsel Menjadi Izin Usaha Atas Nama PT.

Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat Disingkat PT.

Bank Sulselbar.

Pada tahun 2007, PT. Bank Sulselbar telah membentuk Unit Usaha Syariah.Berkaitan dengan hal tersebut telah dibentuk Dewan Pengawas Syariah sesuai dengan Surat Keputusan Direksi PT. Bank Sulsel No.SK/029/DIR tanggal 26 April 2007 tentang pengangkatan Dewan Pengawas Syariah PT. Bank Sulseldan SK Direksi No. SK/034/DIR tanggal 11 Mei 2007 tentang Personalia DewanPengawas Syariah PT. Bank Sulsel, telah ditunjuk personalia sebagai berikut :

1. Prof. DR. H. Halide = Ketua 2. AG. H. Sanusi Baco, Lc = Anggota 3. DR. Mukhlis Sufri, SE, M.Si = Anggota

Bank Sulselbar Syariah merupakan Unit Usaha Syariah dari PT. Bank Sulsel. Unit ini mulai beroperasi pada bulan April 2007 dengan modal awalRp.10.328.992.500, kini memiliki aset sebesar Rp.21.893.000.000, dengan danapihak ketiga yang berhasil dihimpun sejumlah Rp.7.678.000.000, dan penyaluranpembiayaan sebesar Rp.9.261.000.000, laba yang dihasilkan berjumlahRp.3.886.007.500.Adapun strategi yang ditempuah guna pengembangan Unit UsahaSyariah ini antara lain :

(52)

1. Menyalurkan pembiayaan syariah secara intensif baik melalui pola executing,channeling, maupun aliansi dengan perbankan syariah yang ada kepadasektor konsumtif maupun produktif terutama dengan pola mudharabah.

2. Mengintensifkan penghimpun dana masyarakat berjangka panjang secaraberimbang dengan penyaluran pembiayaan syariah yang diberikan.

3. Mengembangkan produk simpanan berjangka dengan pola Mudharabahyang mendukung penyediaan dana berjangka panjang.

4. Membuka akses layanan masyarakat yang lebih luas dengan officechanneling, pembukaan kantor cabang syariah baru serta kerja sama ATM.

5. Melakukan sosialisasi dan promosi secara intensif kepada masyarakat baikmelalui kerjasama dengan para ulama maupun media promosi dansosialisasi lainnya.

6. Meningkatkan kepada sumber daya manusia dalam service excellent sertapemahaman konsep dan produk perbankan syariah.

7. Menerapkan Good Corporate Governance untuk menjaga citra perusahaan dimasyarakat dan menciptakan perbankan yang sehat dan terpercaya.

8. Meningkatkan permodalan Unit Usaha Syariah melalui mekanisme internalmaupun tambahan alokasi modal.

B. Visi dan Misi

Visi Bank Sulselbar adalah menjadi bank yang terbaik di kawasan Indonesia Timur dengan dukungan manajemen dan sumber daya manusia yang

(53)

profesional serta memberikan nilai tambah kepada Pemda dan masyarakat.Misi Bank Sulselbar adalah :

1. Penggerak dan pendorong laju pembangunan ekonomi daerah.

2. Pemegang kas daerah dan atau melaksanakan penyimpanan uang daerah.

3. Salah satu sumber pendapatan asli daerah.

C. Strutur Organisasi

Struktur organisasi adalah kerangka yang menunjukkan pekerjaan untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi serta wewenang dan tanggung jawab tiap- tiap anggota organisasi pada setiap pekerjaan.Selain itu struktur organisasi juga sering disebut bagan atau skema organisasi yang merupakan gambaran skematis tentang hubungan pekerjaan antara orang-orang yang terdapat dalam suatu badan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.Pencapaian sasaran suatu bank dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sangat tergantung pada struktur organisasi yang harus dibuat secara sederhana, efektif dan efisien. Berdasarkan uraian di atas, maka akan disajikan struktur organisasi pada Bank Sulselbar Syariah, yang dapat dilihat pada gambar 4.1 dihalaman berikutnya:

(54)

Gambar 4.1.

Struktur Organisasi PT. Bank Sulselbar SyariahCabang Makassar

D. Uraian Tugas

Adapun perincian tugas (fungsi) dari masing-masing bagian yang ada dalam perusahaan dapat dijelaskan satu persatu berikut ini:

1. Pemimpin Cabang

a. Bertanggung jawab terhadap pencapaian seluruh target cabang yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

PIMPINAN CABANG

PIMPINAN SEKSI UMUM DAN PERSONALIA

SERVICE ASSISTANCE PIMPINAN SEKSI

PEMASARAN &

TREASURY

DRIVER

PIMPINAN SEKSI AKUNTANSI DAN

PELAPORAN

HEAD TELLER

FUNDING TELLER

SECURITY

Sumber : PT. Bank Sulselbar Syariah Cabang Makassar

(55)

b. Bertanggung jawab terhadap seluruh aktivitas operasional cabang.

c. Melakukan supervisi terhadap setiap unit/seksi di cabang pelaksanaan pencapaian target pemasaran dan operasional sesuai ketentuan yang telah ditetapkan.

d. Bertanggung jawab terhadap penyaluran pembiayaan yang disalurkan melalui cabang dan melakukan monitoring dan pengawasan agar tetap comply-with dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

e. Bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas SDM cabang.

f. Bertanggung jawab atas kondisi cabang agar tetap kondusif.

g. Bertanggung jawab atas monitoring dan pembinaan terhadap nasabah pembiayaan.

h. Penanggung jawab User Pimpinan Cabang.

i. Bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan cabang.

j. Membangun dan meningkatkan relationship dengan semua share- holder dan stake-holder di wilayah kerja cabang

2. Pemimpin Seksi Umum & Personalia a. Memonitoring pegawai b. Membuat daftar gaji

c. Membuat daftar uang makan d. Membuat surat-surat keluar e. Mengagenda surat masuk

f. Menjaga barang inventaris kantor

(56)

g. Membuat daftar ATI dan penyusutannya h. Melaksanakan taksasi jaminan

i. Memonitoring kebutuhan ATC/ATK/ATI j. Penanggungjawab User Kasie Umum 3. Pemimpin Seksi Pemasaran & Treasurya.

a. Bertanggung jawab terhadap pencapaian target pembiayaan dan targettarget operasional lainnya yang telah ditetapkan oleh cabang.

b. Menerima berkas permohonan pembiayaan.

c. Melakukan sosialisasi terhadap permohonan yang masuk.

d. Membuat usulan pembiayaan yang dinilai layak untuk diberikan fasilitas pembiayaan.

e. Membina dan mengawasi seluruh account pembiayaan yang telah disalurkan.

f. Menyampaikan laporan bulanan cabang ke kantor pusat ataupun ke Bank Indonesia.

g. Membantu kasir pemasaran dalam pencapaian target funding.

h. Bertanggungjawab dalam proses pemberian pembiayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam dan pedoman produk pembiayaan Bank Sulselbar.

4. Pemimpin Seksi Akuntansi dan Pelaporan

a. Memonitoring mutasi pada neraca dan laba rugi b. Melakukan review transaksi teller

(57)

c. Berkoordinasi dengan Teller, SA dan penanggungjawab VBS secara langsung.

d. Melakukan konsolidasi RAK ataupun giro antar Bank dengan Divisi UUS.

e. Melakukan koordinasi dengan kasie umum – pemasaran perihal putusan pembiayaan.

f. Menjaga stabilitas cabang

g. Menjaga keharmonisan kinerja secara internal dan secara eksternal.

h. Menyampaikan laporan bulanan Cabang ke kantor pusat ataupun ke Bank Indonesia.

i. Anggota komite kantor cabang

j. Penanggung jawab User Kasie Akuntansi dan Pelaporan k. Penanggung jawab Kunci Ruang Khasanah

l. Penanggung jawab Kunci Brangkas 5. Head Teller

a. Melakukan transaksi tunai dan non tunai b. Membuat laporan kas

c. Memonitoring posisi saldo kas d. Pemegang kunci brankas e. Penanggung jawab Usel Teller 6. Teller

Memberikan pelayanan dalam menghitung, mengontrol dana yang masuk dan keluar kas dan bertanggung jawab kepada Head Teller.

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, perhitungan harga opsi Eropa menggunakan metode Binomial membutuhkan partisi waktu yang banyak untuk bisa mendekati model kontinu Black Scholes.. Untuk

Kalibrasi model harga opsi Heston terdiri dari beberapa tahapan yakni : Menentukan data harga opsi pasar yang digunakan, kalibrasi model harga opsi Heston dengan

Ayıplı Malın Neden Olduğu Zararlardan Sorumluluk Hakkında Yönetmelik 510 ( “Ayıplı Mal Yönetmeliği” ) kapsamında üretici/imalatçının sorumluluktan kurtulma karineleri

Dan juga searah dengan temuan penelitian Ariansyah (2013) yang menunjukkan bahwa rata-rata dalam kurun waktu 11 tahun (2000 s/d 2010) di Kota Jambi diperoleh proporsi PAD terhadap

Alat Permainan Edukatif (APE) yang tersedia di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini masih banyak menggunakan barang siap pakai. Di lain pihak potensi alam belum

Bank Syariah Mandiri KCP Panam Menurut Perspektif Ekonomi Islam” produk gadai emas pada Bank Syariah Mandiri merupakan produk pembiayaan atas dasar jaminan berupa

Dalam periode 1992 sampai dengan 1998, terdapat hanya satu bank umum syariah dan 78 bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) yang telah beroperasi. 7 Tahun 1992 tentang

Penggalian pentingnya menyampaikan pengetahuan nilai-nilai budaya khususnya seni gamelan jawa ke generasi berikutnya dengan menggunakan media informasi dan model