• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROPOSAL TUGAS AKHIR"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Perencanaan Kegiatan Perawatan Tower Crane Milik PT. TATAMULIA NUSANTARA INDAH Menggunakan

RCM II (Reliability Centered Maintenance)

Oleh:

Mirza Imesya Nialda 6506 040 004

Program Studi D4 Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

2010

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PT. Tatamulia Nusantara Indah merupakan perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi bangunan, perusahaan ini biasanya membangun gedung–gedung bertingkat seperti apartemen, hotel, gedung perkantoran, dan lain–lain. Saat ini PT. Tatamulia Nusantara Indah sedang mengerjakan proyek gedung perkantoran dan perdagangan milik Sampoerna Office Development. Bangunan ini nantinya memiliki lantai berjumlah 17 yang rencananya akan selesai pada bulan Mei 2010. Pihak main contractor memberi target untuk menyelesaikan pembangunan gedung setiap lantainya selama satu bulan. Dalam mewujudkan terlaksananya rencana tersebut maka perlu ditunjang dengan beberapa hal, salah satunya peralatan konstruksi yang memadai dan layak pakai.

Dalam dunia industri terutama yang bergerak di bidang konstruksi

bangunan, setiap proyek bangunan kerap kali menggunakan crane dalam

proses angkat angkut suatu material atau bahan. Crane merupakan suatu

mesin / alat yang mempunyai mekanisme pengangkat (hoist) yang

digunakan untuk mengangkat dan menurukan beban secara vertikal dan

menggerakan atau memindahkannya secara horizontal. Pada proyek gedung

perkantoran dan perdagangan ini menggunakan 1 tower crane yang menjadi

satu – satunya alat untuk memindahkan beban yang berat ke arah yang

diinginkan. Jika peralatan ini mengalami kerusakan maka dapat

menghambat pekerjaan lain. Seperti pada tahun 2005, terdapat kecelakaan

pada proyek Mall Galaxy yang dikerjakan oleh PT. Tatamulia Nusantara

Indah yaitu patahnya main jib yang mengakibatkan tower crane berhenti

beroperasi selama 2 hari dan mengalami kerugian sekitar Rp. 40.000.000,00

untuk mengganti main jib. Selain di Indonesia, ada pula kecelakaan tower

crane lain yang terjadi di Negara Amerika, tepatnya di New York City, pada

tahun 2008 pada saat proyek perbaikan apartemen. Kecelakaan ini

menewaskan 4 orang dan 10 orang lainnya mengalami luka-luka. Tidak

(3)

hanya itu saja, proyek ini juga mengalami kerugian berupa hancurnya sisi terluar dari apartemen tersebut dan bangunan lain di sebelahnya.

Berdasarkan kecelakaan di atas dan beberapa kerusakan tower crane yang pernah terjadi di proyek ini, untuk itu diperlukan upaya pencegahan pada tower crane agar proses pembangunan dapat terus berjalan dan mencegah terjadinya kerugian perusahaan akibat terjadiya kecelakaan.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan fungsi suatu komponen yaitu dengan melakukan kegiatan perawatan. Sampai dengan saat ini, PT. Tatamulia Nusantara Indah belum memiliki kegiatan perawatan yang teratur dan terjadwal dengan interval waktu yang tepat untuk tower crane. Perawatan dilakukan jika ada kerusakan komponen saja.

Untuk itulah diperlukan upaya untuk membuat dan menyusun kegiatan perawatan yang memperhatikan task dan interval perawatan dengan mengacu pada keselamatan, lingkungan, dan operasional. Salah satu metode yang sesuai untuk digunakan dalam menentukan apa yang harus dilakukan dalam menetukan kebijakan perawatan adalah Reliability Centered Maintenance (RCM). Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah sebuah proses sistematis yang harus dilakukan untuk menjamin seluruh fasilitas fisik dapat beroperasi dengan baik sesuai dengan desain dan fungsinya. Seiring dengan dampak – dampak yang ditimbulkan maka pada tahun 1990 mulai diluncurkan RCM II yang merupakan hasil proses pengembangan RCM sebelumnya yakni dengan menambahkan safety dan environtment consequence pada decision diagramnya (Moubray, 1997).

RCM dapat digunakan untuk menganalisa fungsi komponen, jenis kerusakan

yang terjadi, efek yang ditimbulkan akibat kerusakan, dan tindakan yang

harus dilakukan untuk mengatasi kerusakan tersebut.

(4)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pada penjelasan sub bab sebelumnya, maka permasalahan yang akan diselesaikan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana cara melakukan penilaian resiko pada komponen tower crane.

2. Bagaimana menentukan kegiatan perawatan dalam mengantisipasi adanya kegagalan atau kerusakan yang terjadi pada tower crane.

3. Bagaimana menganalisa perbandingan antara manfaat (benefit) yang diterima oleh perusahaan dengan biaya (cost) yang akan dikeluarkan untuk melakukan kegiatan perawatan yang akan dilakukan pada tower crane.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan penilaian resiko pada komponen tower crane.

2. Menentukan kegiatan perawatan dalam mengantisipasi adanya kegagalan dan kerusakan yang terjadi pada tower crane.

3. Menganalisa perbandingan antara manfaat (benefit) yang diterima oleh perusahaan dengan biaya (cost) yang akan dikeluarkan untuk melakukan kegiatan perawatan yang akan dilakukakn pada tower crane.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dengan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat mengetahui tingkat resiko dari masing-masing komponen tower crane.

2. Dapat memberikan masukan kepada PT. Tatamulia Nusantara Indah tentang perencanaan kegiatan perawatan yang sesuai beserta interval perawatannya demi proses pembangunan yang berjalan lancar.

3. Dapat memberikan informasi terhadap perusahaan mengenai keefektifan

biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan perawatan pada tower crane.

(5)

1.5 Batasan Masalah

Batasan yang diberikan dalam menyelesaikan penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dilakukan pada tower crane dengan tipe Raimondi berkapasitas pengangkatan 12 ton yang digunakan pada tahun 2008 hingga proyek pembangunan gedung perkantoran dan perdagangan.

2. Penentuan distribusi dengan menggunakan software Weibull 7++.

3. Identifikasi kerusakan hanya dilakukan pada komponen utama tower crane yaitu sistem hoist, sistem trolley, sistem slewing, dan sistem jacking.

4. Kerusakan komponen yang terjadi yaitu yang tercatat pada data historis

perawatan, bukan yang disebabkan oleh human error.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perawatan

Kegiatan perawatan ditujukan untuk meyakinkan bahwa aset fisik yang dimiliki dapat terus berlanjut memenuhi apa yang diinginkan oleh pengguna (user) terhadap fungsi yang dijalankan oleh aset tersebut (Moubray, 1997). Perawatan merupakan salah satu cara efektif untuk meningkatkan keandalan suatu sistem (Aggarwal, 1993). Kegiatan tersebut dapat bersifat terencana (planned) dan tidak terencana (unplanned). Hanya ada satu bentuk kegiatan perawatan yang tidak terencana yakni breakdown maintenance, dimana perawatan yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan. Sistem perawatan ini tidak melakukan kegiatan perawatan apapun sebelum kerusakan terjadi. Sedangkan planned perawatan terbagi atas dua bagian utama yakni preventive (scheduled) dan corrective (unscheduled).

2.2 Reliability Centered Maintenance (RCM)

Reliability centered maintenance didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan dalam menentukan tindakan yang tepat diberikan untuk meyakinkan bahwa aset fisik yang dimiliki perusahaan dapat terus menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diinginkan (Moubray, 1997).

Proses yang dijalankan dalam RCM adalah dengan mengajukan tujuh pertanyaan terhadap tiap aset/sistem yang dijalankan perusahaan (dalam konteks operasional). Ketujuh pertanyaan tersebut adalah sbb:

1. Apakah fungsi serta standar performansi yang dimiliki oleh aset dalam menjalankan operasinya (Function) ?

2. Dalam kondisi seperti apakah aset gagal untuk memenuhi fungsinya (Functional Failure) ?

3. Apa penyebab dari tiap kegagalan yang terjadi (Failure Modes) ?

(7)

4. Apa yang akan terjadi pada saat kegagalan tersebut berlangsung (Failure effect) ?

5. Bagaimana masalah yang ditimbulkan akibat kegagalan yang terjadi (Failure Consequence) ?

6. Apa yang dapat dilakukan untuk memprediksi atau mencegah terjadinya kegagalan (Pro-active task) ?

7. Apa selanjutnya yang harus dilakukan jika proactive task yang sesuai tidak dapat diberikan (Default action) ?

Masing masing dari pertanyaan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Fungsi dan standar performansi

Sebelum kita dapat menentukan kegiatan yang sesuai diberikan dalam mempertahankan aset fisik sehingga dapat berjalan seperti yang diinginkan oleh user dalam konteks operasionalnya, ada dua hal yang harus kita penuhi yakni :

a. Tentukan apa yang dikehendaki pemakai terhadap aset tersebut

b. Pastikan bahwa aset tersebut mampu menjalankan apa yang dikehendaki oleh pemakai. Hal ini menjadi alasan mengapa langkah pertama yang diterapkan dalam proses RCM adalah menentukan apa fungsi dari tiap aset yang dimiliki dalam konteks operasi yang dijalankan, bersamaan dengan standar performansi yang diinginkan.

Apa yang user inginkan terhadap aset dapat dikategorikan menjadi dua:

- Primary functions

Merupakan fungsi utama dari peralatan tersebut. Sedangkan yang masuk pada kategori fungsi ini adalah kecepatan, output, kapasitas angkut atau penyimpanan, kualitas produk dan layanan terhadap konsumen.

- Secondary functions

Merupakan fungsi tambahan dari fungsi utama, yang biasanya

disesuaikan dengan keinginan pemakai. Juga adanya keinginan dari

user terhadap safety, control, kenyamanan, ekonomi, perlindungan,

(8)

efisiensi operasi, pemenuhan terhadap peraturan/standar lingkungan serta semua yang tampak dan dimiliki oleh aset.

b. Kegagalan Fungsi

Sasaran yang ingin dicapai dalam menjalankan kegiatan perawatan adalah sama seperti apa yang telah didefinisikan dalam fungsi dan standar performansinya. Namun bagaimana mencapai sasaran tersebut itulah yang dipertanyakan. Satu satunya kejadian yang dapat menghentikan aset untuk dapat menjalankan apa yang menjadi tugasnya adalah terjadinya failure. Untuk itu diperlukan sebuah manajemen failure, dengan memperhatikan bagaimana terjadinya kegagalan tersebut.

Proses RCM untuk mengetahui kegagalan adalah melalui 2 level :

- Pertama, adalah dengan mengidentifikasi penyebab yang mengarah pada kondisi kegagalan (failed state).

- Selanjutnya, dengan mempertanyakan kejadian yang dapat menyebabkan aset gagal (failed state) menjalankan fungsinya. Dalam RCM, failed state dikenal sebagai functional failure karena hal tersebut terjadi ketika sebuah aset tidak dapat memenuhi fungsinya sesuai performansi standar yang dapat diterima / diinginkan oleh user.

c. Bentuk Kegagalan

Setelah mengetahui functional failure, selanjutnya yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi semua peristiwa/kejadian yang memungkinkan dapat menjadi penyebab terjadinya tiap-tiap kondisi kegagalan (failed state). Hal ini dikenal dengan sebutan failure modes/bentuk-bentuk kegagalan. Seringnya setiap daftar bentuk kegagalan disebabkan karena penurunan kemampuan akibat pemakaian.

Meskipun demikian, setiap daftar kerusakan juga dapat mencantumkan

kegagalan yang disebabkan karena human error (baik karena operator

maupun mainteners) maupun karena kesalahan desain.

(9)

d. Efek Kegagalan

Langkah keempat dalam proses RCM adalah membuat daftar efek dari kegagalan, yang menjelaskan apa saja yang terjadi ketika failure mode berlangsung. Pendeskripsian tersebut harus mencantumkan semua informasi yang dibutuhkan untuk mendukung evaluasi terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh failure, yang meliputi :

1. Bukti (jika ada) bahwa failure telah terjadi ?

2. Dengan cara bagaimana (jika ada) failure tersebut mengancam keselamatan dan lingkungan?

3. Dengan cara bagaimana (jika ada) failure tersebut berakibat pada produksi dan operasional ?

4. Kerusakan fisik seperti apa (jika ada) yang disebabkan oleh failure?

5. Apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki failure tersebut?

e. Dampak/ Konsekuensi Kegagalan

RCM mengklasifikasikan konsekuensi kedalam empat bagian yakni : - Hidden failure consequence

Adalah kegagalan fungsi yang tidak dapat menjadi bukti bagi operator bahwa telah terjadi kegagalan pada kondisi normal. Biasanya disebabkan oleh peralatan pengaman (protective devices) yang gagal bekerja. Hidden failure tidak memiliki dampak langsung, namun nantinya dapat mengarah pada multiple failure yang lebih serius, yakni konsekuensi catasthropic.

- Safety and environmental consequence

Kegagalan dapat dikatakan mempunyai konsekuensi terhadap keselamatan jika dapat melukai/ mencederai atau bahkan membunuh seseorang. Dan dikatakan memiliki konsekuensi terhadap lingkungan, jika melanggar standar regional lingkungan, nasional atau bahkan internasional.

- Operational consequence

Kegagalan dikatakan memiliki konsekuensi operasional jika

berakibat atau berpengaruh pada kegiatan produksi (hasil keluaran,

(10)

kualitas produk, pelayanan konsumen atau biaya operasi sebagai tambahan dari biaya langsung yang dikeluarkan untuk perbaikan).

- Non-operational consequence

Kegagalan tidak mengarah pada konsekuensi safety maupun produksi, Kegagalan hanya berpengaruh pada biaya langsung yang ditimbulkan karena perbaikan.

f. Proactive Task

Tindakan ini diambil sebelum failure terjadi, dengan harapan dapat mencegah item/ peralatan mengarah pada kondisi gagal (failed state). Hal ini dikenal dengan istilah predictive dan preventive maintenance.

Sedangkan dalam RCM sendiri digunakan pendekatan scheduled restoration, scheduled discard serta on-condition task. Proactive task dapat menjadi sangat bermanfaat (worth doing) apabila dapat mengurangi konsekuensi kegagalan yang ada. Selain itu juga perlu ditambahkan pula bahwa sebelum ditentukan bahwa task tersebut telah sesuai (worth doing), kita juga harus menentukan bahwa hal tersebut tecnically feasible. Technically feasible dimaksudkan bahwa kegiatan yang diberikan memungkinkan atau sesuai diambil untuk dapat menurunkan konsekuensi dari failure mode yang ada dan masih dapat diterima/ dijalankan oleh pemilik atau pengguna dari aset tersebut.

- Scheduled restoration task

Merupakan tindakan pemulihan kemampuan item/komponen (remanufacturing component) pada saat atau sebelum batas umurnya, tanpa memperhatikan kondisinya pada saat itu. Kegiatan yang dilakukan seperti ovehauls atau mengubah performansi seperti pada kondisi mesin sebelumnya dengan tujuan untuk mencegah terjadinya failure mode yang disebabkan karena umur peralatan. Dalam penentuan scheduled restoration task ini, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi/ dapat dikatakan technically feasible apabila : a. Telah dilakukan pengidentifikasian umur dimana item menunjukkan

peningkatan laju terjadinya kegagalan

(11)

b. Kebanyakan dari item-item tersebut dapat bertahan pada umur tersebut (jika kegagalan yang ditimbulkan memiliki dampak/konsekuensi terhadap safety atau environment)

c. Dapat dilakukan pemulihan daya tahan item terhadap kegagalan yang terjadi

- Scheduled discard task

Merupakan tindakan mengganti item/ komponen ketika atau sebelum batas umur, tanpa memperhatikan kondisinya pada saat itu. Scheduled discard task dikatakan technicaly feasible apabila :

a. Telah dilakukan pengidentifikasian umur dimana item menunjukkan peningkatan laju terjadinya kegagalan

b. Kebanyakan dari item-item tersebut dapat bertahan pada umur tersebut (jika kegagalan yang ditimbulkan memiliki dampak/konsekuensi terhadap safety atau environment)

- Scheduled on-condition task

Merupakan scheduled task yang diberikan untuk mendeteksi/memeriksa terjadinya kegagalan potensial (potential failures), sehingga dapat ditentukan tindakan untuk mencegah terjadinya functional failures atau menghindari konsekuensi dari functional failures. Scheduled on-condition task dapat dikatakan technically feasible apabila :

a. Memungkinkan untuk dilakukan penentuan kondisi kegagalan potensial secara jelas

b. P-F interval relatif konsisten

c. Dapat dilakukan monitoring terhadap item pada interval kurang dari P-F interval.

d. P-F interval cukup panjang untuk bisa dilakukan beberapa hal

(dengan kata lain, cukup panjang untuk dapat dilakukan tindakan

untuk mengurangi atau mengeliminasi konsekuensi dari functional

failures).

(12)

Gambar 2.1 interval P-F

(Sumber : John Moubray, 1997)

Berikut ini akan digambarkan apa yang terjadi pada fase failure terakhir yang disebut dengan kurva P-F, karena kurva ini menjelaskan awal terjadinya kegagalan (failure). Titik terdeteksinya penurunan kondisi (titik P), jika kondisi ini tidak terdeteksi dan tidak diperbaiki maka akan berlanjut pada kerusakan sampai suatu titik functional failure (titik F).

Gambar 2.2 Kurva P-F

(Sumber : John Moubray, 1997)

g. Default Action

Tindakan ini diambil setelah tindakan proaktif tidak dapat diberikan dalam menghadapi failure mode yang terjadi. Default action yang diambil ditentukan berdasarkan konsekuensi yang ditimbulkan oleh failure, sebagai berikut :

1. Jika proaktif task tidak dapat diberikan untuk menurunkan resiko

terhadap multiple failure yang berkaitan dengan hidden function,

maka kegiatan periodik failure finding dapat diberikan.

(13)

2. Jika tindakan proaktif tidak dapat diberikan untuk menurunkan resiko kegagalan yang dapat berpengaruh pada safety atau environment, maka item tersebut harus diredesain atau proses yang dijalankan harus diubah.

3. Jika tindakan proaktif tidak dapat diberikan dimana biaya yang diberikan selama periode waktu tertentu kurang dari kegagalan yang disebabkan karena operational consequences, default action yang dapat diberikan adalah no scheduled maintenance. Jika hal tersebut terjadi, namun konsekuensi operasionalnya masih tetap tidak dapat diterima, default action yang dapat diberikan adalah redesign.

4. Jika tindakan proaktif tidak dapat diberikan dimana biaya yang diberikan selama tenggang waktu/periode tertentu kurang dari kegagalan yang ditimbulkan akibat non-operational consequence, default action yang dapat diberikan adalah no scheduled maintenance.

dan jika biaya perbaikan terlalu tinggi, default action kedua dapat diberikan yakni melakukan redesign.

2.2.1 Keuntungan metode RCM II

RCM II membantu dalam memenuhi ekspektasi terhadap kegiatan perawatan, yakni (Moubray, 1997):

a. Meningkatkan integritas keselamatan dan juga lingkungan.

b. Meningkatkan performansi operasi (output, kualitas produk, serta pelayanan terhadap konsumen).

c. Meningkatkan efektivitas biaya perawatan RCM II memfokuskan perhatian pada aktivitas perawatan yang memiliki efek langsung terhadap performansi

d. Meningkatkan masa pakai/umur suatu peralatan. Difokuskan pada kegiatan teknik dalam scheduled on-condition task.

e. Menyediakan/sebagai database yang lengkap (comprehensive)

Selain itu juga, informasi yang tersimpan dalam RCM II

Worksheets dapat membantu staf/pekerja baru yang kurang

(14)

memiliki pengalaman atau kemampuan (keahlian) untuk menjalankan kegiatan maintenance.

2.2.2 Functional Block Diagram (FBD)

Langkah pendeskripsian sebuah sistem diperlukan untuk mengetahui komponen-komponen yang terdapat dalam sistem dan bagaimana komponen tersebut bekerja sesuai fungsinya. Data fungsi peralatan dan cara beroperasinya, dipakai untuk membuat definisi dan dasar untuk menentukan kegiatan perawatan sebagai upaya pencegahan (John Mourbray, 1997). Keuntungan dari FBD adalah sebagai berikut :

1. Sebagai dasar informasi dari sistem mengenai desain dan operasi, yang dipakai sebagai acuan untuk melakukan tindakan perawatan sebagai upaya pencegahan dikemudian hari.

2. Memperoleh pengetahuan sistem secara menyeluruh.

3. Mengetahui proses identifikasi parameter-parameter operasi yang menyebabkan kegagalan sistem.

2.2.3 RCM II Decision Worksheet

RCM II Decision Worksheet merupakan dokumen lembar kerja kedua dalam pengerjaan RCM. Worksheet ini digunakan untuk merecord jawaban dari pertanyaan yang muncul dari decision diagram, sehingga kita dapat mengetahui :

- Apa saja kegiatan rutin maintenance (jika ada) yang harus dilakukan, berapa sering dilakukan dan siapa yang melakukan - Kegagalan mana sajakah yang cukup sering sehingga perlu

dilakukan redesign

- Keadaan/ kondisi dimana keputusan yang sudah diambil diberikan

untuk menghadapi kegagalan yang terjadi.

(15)

Kolom-kolom dalam RCM II Decision Worksheet dapat dibagi sebagai berikut :

- Information Reference

Mengacu pada informasi yang diperoleh dari FMEA/ RCM II Information Worksheet, yakni dengan memasukkan kode yang dimilki Function Failure, serta Failure Mode dari masing-masing equipment

- Consequence Evaluation

Merupakan konsekuensi yang ditimbulkan karena terjadinya kegagalan fungsi. Dalam RCM II Failure Consequence dibedakana menjadi atas 4 jenis yakni Hidden failure, Safety Effect, Enviromental Effect dan Operational Effect. Pengisian yang dilakukan dalam consequense evaluation adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1. Penentuan Kriteria Dampak/ Konsekuensi dalam RCM II

Failure

Consequence Memiliki Konsekuensi Tidak Memiliki Konsekuensi Kolom H

(Hidden Function)

Failure modes tidak dapat diketahui secara langsung oleh

operator dalam kondisi normal

Failure modes dapat diketahui secara langsung oleh operator dalam kondisi

normal Kolom S

(Safety)

Failure Mode berdampak pada Keselamatan Kerja Operator

Failure Mode tidak berdampak pada Keselamatan Kerja Operator Kolom E

(Environment)

Failure Mode berdampak pada Lingkunagan sekitar

Failure mode tidak berdampak pada Lingkunagan sekitar

Kolom O (Operational)

Failure Mode berdampak pada output produksi yang dihasilkan

Failure Mode tidak berdampak pada output produksi yang dihasilkan

(Sumber : John Mourbray, 1997)

- Proactive task & Default Action

Proactive task merupakan tindakan/kondisi yang diambil dalam

mencegah terjadinya failure modes. Dalam penetuan tindakan

tersebut akan dibantu dengan Decision Diagram dengan

memenuhi technically feasible dan worth doing yang telah

ditetapkan dalam RCM II, yakni sebagai berikut :

(16)

Tabel 2.2 Penentuan Persyaratan Kondisi Proactive Task Dalam RCM II

Proactive Task Persyaratan Kondisi proactive task

Kolom H1/S1/O1/N1 Sheduled on condition task

- memungkinkan untuk dilakukan pendeteksian terhadap gejala awal terjadinya kerusakan

- dapat dilakukan monitoring terhadap item pada interval kurang dari P-F interval

- apakah dalam interval waktu tersebut cukup untuk dilakukan tindakan pencegahan untuk mengurangi/ mengeliminasi functional failures Kolom

H2/S2/O2/N2 Sheduled restoration task

- dapat diidentisikasi umur dimana item menunjukkan kemungkinan penambahan kecepatan terjadinya klegagalan

- mayoritas item dapat bertahan pada umur tersebut (untuk kegagalan yang meiliki dampak/ konsejuensi terhadap safety/environment)

- dapat memulihkan daya tahan item terhadap kegagalan yang terjadi Kolom

H3/S3/O3/N3 Sheduled Discard Task

- dapat diidentisikasi umur dimana item menunjukkan kemungkinan penambahan kecepatan terjadinya klegagalan

- mayoritas item dapat bertahan pada umur tersebut (untuk kegagalan yang meiliki dampak/ konsekuensi terhadap safety/environment)

Kolom H4/S4/O4/N4 Sheduled failure finding task

- pendeteksian untuk menemukan hidden failure memungkinkan untuk dapat dilakukan

- task yang diberikan mampu menurunkan terjadinya multiple failure - task yang diberikan dilakukan sesuai dengan interval yang dikehendaki Kolom H5

Redesign

- hidden failure dapat dicegah hanya dengan jalan melaksanakan perubahan desain pada mesin

Kolom S4 Combination task

- safety effect dapat dicegah apabila kombinasi aktifitas antar proactive task bisa dilakukan

(Sumber : John Moubray, RCM II)

Apabila jawaban atas pertanyaan yang diajukan decision diagram RCM II adalah dengan memenuhi persyaratan atau Yes, maka dicatat dengan Y sedangkan apabila tidak memenuhi atau No dicatat dengan N pada kolom RCM II Decision Worksheet.

- Proposed Task

Dari hasil keputusan yang didapatkan dituangkan kedalam tindakan

perawatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya

kegagalam fungsi yang mungkin terjadi. Dalam proposed task

dijelaskan tindakan perencanaan yang digunakan sebagai

tindakan nyata untuk menerjemahkan hasil dari proactive task

maupun default action yang diberikan.

(17)

- Initial interval

Dipakai untuk mencatat interval perawatan optimal dari masing-masing task yang diberikan untuk scheduled restoration/discard task.

- Can be done by

Dipakai untuk mencatat data siapa yang diberikan wewenang dalam melaksanakan aktifitas perawatan tersebut. Meliputi pihak- pihak yang berkaitan lansung dengan proses operasi dari peralatan tersebut.

Tabel 2.3 RCM II Decission Worksheet

RCM II Decision Worksheet

Sistem: Date: Sheet:

Sub sistem: No:

Fungsi Sub Sistem: Of:

Information Reference Consequence Evaluation

H1 H2 H3 Default Action

Proposed Task

Initial interval

Can Be Done By S1 S2 S3

No Equipment F FF FM H S E O O1 O2 O3 H4 H5 S4 N1 N2 N3

(Sumber: John Mourbay, RCM II)

2.3 Distribusi Peluang dalam Evaluasi Keandalan Sistem - Distribusi Weibull

Selain distribusi eksponensial yang sering dipakai didalam

mengevaluasi keandalan sistem, distribusi weibul juga banyak dipakai

karena distribusi ini memiliki shape parameter sehingga distribusi

mampu untuk memodelkan berbagai data. Jika Time to Failure dari

suatu komponen adalah T mengikuti distribusi weibull dengan tiga

parameter β, η, dan γ maka fungsi padat distribusi dapat diekspresikan

sebagai berikut :

(18)

Jika nilai γ = 0 maka akan diperoleh distribusi weibull dengan dua parameter,seberapa karakteristik dari distribusi weibull adalah :

Untuk 0 < β < 1, laju kegagalan (failure rate) akan berkurang seiring bertambahnya waktu.

Untuk β = 1, maka failure rate-nya adalah konstan

Untuk β > 1, laju kegagalan (failure rate) akan bertambah seiring bertambahnya waktu.

Sedangkan fungsi reliabilitynya adalah :

Sehingga untuk mean time to failure diperoleh :

Dimana Γ adalah fungsi gamma yang didefinisikan sebagai

:

Keterangan: γ = gamma = location parameter η = eta = scale parameter

β = beta = shape parameter

MTTF = waktu rata – rata antar kerusakan (jam)

Γ (γ) = Fungsi gamma

(19)

- Distribusi Lognormal

Distribusi digunakan untuk menggambarkan distribusi kerusakan untuk kondisi yang bervariasi. Disini time to failure (t) dari suatu komponen diasumsikan memiliki distribusi Lognormal bila y = ln(t), mengikuti distribusi normal dengan rata – rata µ dan variansinya adalah s.

Fungsi keandalan distribusi lognormal :

Laju kegagalannya :

MTTF distribusi Lognormal :

- Distribusi Normal

Distribusi normalsering disebut juga dengan distribusi gaussian adalah salah satu jenis distribusi yang paling sering digunakan dalam menjelaskan sebaran data. Fungsi padat peluang distribusi normal adalah:

Dimana: µ = rata-rata/mean

σ = standar deviasi/varian

Fungsi keandalan dari sebuah komponen yang memiliki distribusi normal dapat ditulis sebagai berikut:

mean time to failure pada distribusi normal ini adalah:

(20)

2.4 Resiko

2.4.1 Pengertian Resiko

Australia / New Zealand Standard (2004) memaparkan bahwa resiko adalah perubahan terhadap sesuatu yang telah terjadi yang akan memberikan pengaruh secara obyektif, terukur dalam fungsi consequence dan likelihood. Consequence adalah akibat yang ditimbulkan dari terjadinya suatu event (peristiwa). Diekspresikan dalam bentuk kualitatif atau kuantitatif, serta dapat berupa kerugian, kecelakaan, ketidakberuntungan atau ketidakberhasilan. Consequence juga dapat diartikan sebagai range (luasan) dari kemungkinan hasil sebagai akibat terjadinya event. Sedangkan likelihood adalah penjelasan kualitatif mengenai probabilitas (kemungkinan terjadinya suatu keadaan tertentu) dan frekuensi (jumlah terjadinya suatu keadaan dalam jangka waktu tertentu). Resiko menurut beberapa keputusan manajemen memiliki akibat baik atau buruk. Hal ini terjadi karena kebanyakan proyek dan keputusan manajemen mengandung resiko. Kebanyakan resiko tidak hanya membahayakan tetapi juga dapat mengakibatkan kerusakan. Resiko juga merupakan suatu peristiwa yang dapat terjadi di masa mendatang sebagai akibat dari tindakan-tindakan yang telah ditempuh pada masa sekarang. Itulah sebabnya mengapa para manajer harus mempertimbangkan pilihan- pilihan yang berbeda terhadap beberapa masalah dan memperhitungkan konsekuensi-konsekuensinya dengan cara memfokuskan diri pada resiko-resiko yang lebih nyata missal kecelakaan di tempat kerja.

2.4.2 Perhitungan Nilai Resiko

Resiko merupakan kombinasi dari likelihood dan

consequence. Likelihood ialah kemungkinan dalam suatu periode

waktu dari suatu resiko akan muncul. Perhitungan kemungkinan yang

sering digunakan adalah frekuensi. Consequence ialah akibat dari

(21)

suatu kejadian yang biasanya dinyatakan sebagai kerugian dari suatu resiko. Maka perhitungan resikonya :

Risk = Likelihood x Consequence Dimana : Consequence = konsekuensi untuk suatu resiko

Likelihood = frekuensi kegagalan untuk suatu resiko

Sehingga nilai dari suatu resiko berupa kerugian biaya yang dialami per tahun. Untuk memudahkan penentuan level resiko dibuat tabel risk-matrix.

Tabel 2.4 Qualitative Measures of Likelihood or Impact

Level Descriptor Description

A Almost Certain The event will occur on an annual basis

B Likely The event has occurred several times or more in your career

C Possible The event might occur once in your career D Unlikely The event does occur somewhere from time to

time

E Rare Heard of something like the occurring elsewhere

(Sumber: Australia/New Zealand Standard 4360:2004)

Tabel 2.5 Qualitative Measures of Consequence

Level Descriptor Description

1 Negligible Negligible impact upon objevtives 2 Minor Minor effects that are easily remedied 3 Moderate Some objectives affected

4 Major Some important objectives cannot be achieved 5 Severe Most objectives cannot be achieved

(Sumber: Australia/New Zealand Standard 4360:2004)

(22)

Tabel 2.6 Qualitative Risk Analysis Matrix-Level of Risk

Likelihood

Consequence Negligible

1

Minor 2

Moderate 3

Major 4

Severe 5

1(Almost certain) M H H VH VH

2 (Likely) M M H H VH

3 (Possible) L M H H H

4 (Unlikely) L L M M H

5 (Rare) L L M M H

(Sumber: Australia/New Zealand Standard 4360:2004)

Keterangan :

VH and H : Very High Risk dan High Risk, perlu perhatian dari senior managemen, perencanaan tindakan penanggulangan segera, dan menetapkan tanggungjawab suatu managemen yang lebih terperinci

M : Moderate Risk, Diatasi dengan monitoring secara spesifik atau tindakan penanggulangan dengan menetapkan tanggungjawab dari suatu managemen yang lebih terperinci

L : Low Risk, Diatasi dengan menggunakan prosedur rutin.

2. 5 Model Matematis Perawatan

Kerusakan peralatan pada umumnya bersifat mendadak dan bila

kerusakan terjadi maka peralatan tersebut harus diganti. Untuk mengurangi

banyak peralatan yang rusak, penggantian preventive dapat dijadwalkan

pada interval waktu yang diinginkan. Penggantian preventive ini akan

mengurangi kemungkinan kerusakan peralatan di masa mendatang sehingga

dapat menurunkan kemungkinan biaya kerusakan. Namun penggantian

preventive yang terlalu sering juga akan meningkatkan biaya. Oleh karena

itu, diperlukan pengembangan metode penentuan interval penggantian

secara optimal dalam pemeliharaan preventive. Dengan mengasumsikan

bahwa scheduled preventive maintenance akan memulihkan sistem seperti

(23)

kondisi baru. Untuk menentukan waktu penggantian yang optimal digunakan metode (lewis, 1996) sebagai berikut :

(Lewis, 1996)

Untuk menentukan interval penggantian yang dapat meminimalkan total biaya operasi tersebut dapat digunakan metode kalkulus standard.(Haryono, 2004).

Untuk distribusi weibull 3 parameter diperoleh :

(Haryono, 2004)

Untuk distribusi weibull 2 parameter (γ = 0) diperoleh :

(Haryono, 2004)

Dimana: CM = Biaya tenaga kerja + biaya material CR = CF + ((CW + CO) x MTTR)

CF = Biaya penggantian/perbaikan komponen yang rusak CO = Biaya yang ditanggung proyek akibat terjadi downtime CW = Biaya pekerja yang melakukan perbaikan

MTTR = Waktu rata-rata untuk dilakukan perbaikan

2.6 Benefit-Cost Analysis

Benefit-Cost Analysis adalah analisis yang sangat umum digunakan untuk mengevaluasi proyek-proyek pemerintah. Analisis ini adalah cara praktis untuk menaksir kemanfaatan proyek, dimana untuk hal ini diperlukan tinjauan yang panjang dan luas. Dengan kata lain diperlukan analisis dan evaluasi dari berbagai sudut pandang yang relevan terhadap ongkos-ongkos maupun manfaat yang disumbangkannya.

Suatu proyek dikatakan layak atau bisa dilaksanakan apabila rasio

antara manfaat dari suatu proyek terhadap biaya yang dibutuhkannya lebih

(24)

besar dari satu (B/C > 1). Oleh karena itu, dalam melakukan analisa manfaat-biaya kita harus berusaha mengkuantifikasikan manfaat dari suatu usulan proyek dalam bentuk satuan mata uang karena yang terpenting adalah manfaat dan biaya yang akan dianalisa harus dilihat dari sudut pandang yang sama. Cara yang sering dan mudah dipakai untuk menentukan sudut pandang ini adalah dengan mengidentifikasi terlebih dahulu siapa menerima manfaat dan siapa yang membayar biayanya. Dengan demikian maka benefit-cost analysis dapat dinyatakan dengan:

B / C = Manfaat Ekuivalen Ongkos Ekuivalen Keterangan:

Manfaat ekuivalen = semua manfaat setelah dikurangi dengan dampak negatif, dinyatakan dengan nilai uang.

Ongkos ekuivalen = semua ongkos-ongkos setelah dikurangi dengan besarnya penghematan yang bisa didapatkan oleh oleh sponsor proyek.

Dimana:

B / C ≥ 1 Dikatakan alternatif tersebut layak secara ekonomi B / C < 1 Dikatakan alternatif tersebut tidal layak secara ekonomi

2.7 Tower crane

Tower crane yang akan dipergunakan harus sesuai dengan kebutuhan pada pekerjaan. Bila jenis crane tidak atau kurang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan maka akan mengakibatkan kecelakaan karena keadaan atau tempat yang kurang sesuai (unsafe condition). Penggunaan setiap jenis tower crane memerlukan perencanaan yang lebih cermat karena menyangkut konstruksi, fondasi, dan penempatan di lokasi yang tetap untuk jangka waktu yang lama. Adapun pertimbangan dalam penggunaan tower crane adalah:

- Ketika crane diperlukan ditempat untuk waktu yang lama.

- Ketika lokasi sempit dan ramai.

- Tinggi pengangkatan yang eksterm dan jauh.

(25)

- Little mobility, high lift frequency

Gambar 2.3 Tower crane

(Sumber: Operation Instructions of Raimondi ER 180)

2.7.1 Aliran Proses Pengangkatan

Aliran proses pengangkatan material yang dilakukan oleh

tower crane dilakukan secara berurutan. Dimulai dari operator yang

menyalakan aliran listrik dari panel yang terletak di lantai dasar. Jika

panel telah dihidupkan, operator naik ke atas cabin dan menekan

tombol “ON”. Setelah program PLC dijalankan, maka operator dapat

langsung menggerakkan handle speed hoist ke arah depan. Dari

program PLC tersebut generator hoist yang merupakan suplai energi

bekerja menggerakkan motor hoist sesuai dengan perintah yang

terdapat pada program PLC. Berikutnya, motor hoist menggerakkan

gearbox hoist untuk menjalankan drum hoist yang merupakan tempat

menggulung tali kawat baja pada saat up atau down. Tali kawat baja

bagian atas dihubungkan ke drum hoist sedangakan bagian bawahnya

dihubungkan ke hook. Hook yang berbentuk pancingan tersebut

dikaitkan pada tali kawat baja yang lain dimana antara tali kawat baja

dengan material yang akan diangkat diletakkan shackle sebagai

(26)

pengunci agar material tidak jatuh. Berikut adalah aliran sistem kerja tower crane saat mengangkat material:

Gambar 2.4 Diagram Alir Kerja Pengangkatan Tower crane.

PLN

Operator

Tombol On/Start

Unit PLC memprogram

Handle Speed Hoist digerakkan

Drum Hoist Motor Hoist

Gear Box Hoist

Wire Rope yang dihubungkan dari hoist

Hook

Wire Rope & Shackle

Material diangkat

(27)

2.7.2 Komponen Tower crane

Setiap unit tower crane yang dibuat dari negara-negara yang berbeda memiliki jenis komponen yang sama dengan fungsi yang sama pula. Alat ini juga didesain berdasarkan standard safety yang diakui seluruh dunia. Adapun nama komponen beserta fungsinya, yaitu:

Tabel 2.7 Komponen Tower crane

No. Komponen Fungsi

1. Motor Hoist Sebagai penggerak gear box dalam menaikkan dan menurunkan material.

2. Gear Box Hoist Sebagai penggerak drum sling.

3. Brake hoist Untuk mengerem hoist

4. Drum sling Sebagai tempat gulungan sling

5. Hook Sebagai alat pengait beban yang diangkat, alat ini berbentuk pancingan.

6. Motor Trolley Sebagai penggerak gear box untuk arah maju dan mundurnya trolley

7. Brake Trolley Untuk mengerem trolley

8. Gear Box Trolley Sebagai penggerak trolley maju mundur

9. Drum Trolley Sebagai tempat gulungan sling saat trolley maju mundur

10. Sling Tali yang digunakan untuk mengangkat dan menurunkan hook .

11 Pulley Hook Untuk menggerakkan alur sling

12 Handle Stick yang digunakkan untuk mengoperasikan tower crane pada arah yang dituju.

13 Motor Gear Slewing Untuk menggerakkan gear box agar gear meja

slewing berputar

(28)

Lanjutan Tabel 2.7 Komponen Tower crane

No. Komponen Fungsi

14. Meja Slewing Untuk menggerakkan/memutar jib hingga tower head pada saat gerakan slewing dilakukan.

15. Gear Box Slewing Untuk memutar tower crane kea rah yang dituju.

16. Brake Slewing Untuk mengerem gerakan berputarnya tower crane.

17. Gear Slewing Alat ini digerakkan oleh motor kemudian

menggerakkan meja slewing hingga jib dan tower head dapat berputar.

18. Reset Control Panel (RCP)

Untuk mengontrol naik turunnya tegangan.

Tower crane tidak akan berjalan jika tegangannya tidak stabil.

19. Panel Elektrik Untuk menggerakkan motor, brake, dan lain-lain.

20. Motor Jack Untuk menggerakkan pompa oli

21. Selang Jack Untuk menggerakkan oli dalam silinder jack sehingga jack dapat bergerak naik.

22. Section Sebagai penyangga/kaki tower crane.

23. Jib Sebagai tempat berjalannya trolley maju dan mundur

24. Counter Weight Pemberat yang dipasang pada setiap crane yang digunakan sebagai penyeimbang beban yang diangkat.

25. Cabin Operator Sebagai tempat operator dalam menjalankan tower crane

26. Hydrolic Climbing Untuk menaikkan section secara manual.

27. Pompa Hydraulic Memompa teleskopic beam pada saat menyesuaikan panjang material sebelum

diangkat.

(Sumber: Hasil Wawancara)

(29)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Suatu kerangka penelitian atau metode penelitian sangat diperlukan dalam menyusun penelitian ilmiah ini. Kerangka penelitian harus disusun secara sistematis dan terarah untuk mendapatkan hasil penelitian yang tepat sasaran sesuai dengan rumusan masalah tujuan penelitian. Adapun langkah – langkah dalam proses penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1, adalah:

3.1 Studi literatur

Studi literatur akan digunakan untuk mendapatkan kajian secara teoritis, mengetahui metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini. Teori - teori yang digunakan meliputi teori tentang Reliability Centered Maintenance II (RCM II), teori keandalan (reliability), dan teknik identifikasi bahaya (hazard identification technique). Selain itu juga dilakukan studi terhadap penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan dan acuan bagi penelitian yang akan dilakukan.

3.2 Studi lapangan

Studi lapangan dilaksanakan untuk mengamati objek yang akan diteliti. Dari hasil pengamatan dilapangan akan diketahui aliran proses produksi, serta kondisi sebenarnya dari tower crane. Dari studi lapangan diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang pendekatan yang sesuai untuk pelaksanaan penelitian.

3.3 Tahap Identifikasi dan Perumusan Masalah

Tahap ini bertujuan untuk memaparkan latar belakang masalah yang

diangkat dalam penelitian, merumuskan masalah sebagai bahan yang

akan dibahas dalam penelitian, menetapkan tujuan yang akan

(30)

dicapai, serta menentukan asumsi dan batasan yang akan membantu dalam penyelesaian masalah dalam penelitian.

3.4 Pengumpulan data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang diambil di PT.

Tatamulia Nusantara Indah mulai periode 2005 – 2009 yang dibutuhkan untuk menunjang penelitian ini. Data tersebut antara lain:

1. Detail dari komponen yakni fungsi, keterkaitan dengan komponen lain, kegagalan fungsi yang mungkin terjadi, bentuk kegagalan, efek yang ditimbulkan akibat kegagalan.

2. Data waktu antar kerusakan dan data waktu antar perbaikan 3. Data biaya operasional, biaya tenaga kerja, biaya spare part, dan

biaya perawatan.

3.5 Pengolahan data

Data – data yang telah terkumpul tersebut, kemudian diolah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Yakni membuat Function Block Diagram (FBD). Kemudian data kerusakan tersebut dimasukkan ke dalam form FMEA. Dan selanjutnya dimasukkan ke dalam kolom Reliability Centered Maintenance (RCM), kemudian dilakukan uji distribusi dengan software Weibull ++7. Sehingga dihasilkan penentuan interval perawatan.

3.6 Analisa

Tahap ini bertujuan untuk menganalisa hasil pengolahan data yang telah dilakukan.

3.7 Kesimpulan dan Saran

Pada tahap ini memberikan gambaran mengenai kesimpulan dari

pembahasan serta saran – saran untuk menunjang lebih lanjut

penelitian selanjutnya.

(31)

3.8 Flowchart

Gambar 3.1 Flowchart RCM II

Perhitungan Benefit-Cost Analysis (Analisa Perbandingan biaya & manfaat) Identifikasi dan Perumusan Masalah

Mulai

Tahap Pengumpulan Data:

1. Data Kuantitatif: Data Waktu Antar Kerusakan mesin (time failure), data waktu perbaikan (time to repair), biaya akibat kerusakan/kegagalan.

2. Data Kualitatif: Data fungsi tower crane, data penyebab kegagalan komponen tower crane, data efek yang ditimbulkan dari kegagalan yang terjadi.

Functional Block Diagram (FBD)

Penentuan matriks penilaian resiko (Penentuan resiko pada masing-

masing komponen) Penentuan distribusi waktu antar kerusakan dan waktu antar perbaikan

Penentuan interval perawatan (Penentuan interval Perawatan)

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Penentuan Biaya Perbaikan RCM II Decision Worksheet RCM II Information Worksheet (Identifikasi kegagalan/kerusakan)

Studi Lapangan Studi Pustaka

Gambar

Gambar 2.1 interval P-F
Tabel 2.1. Penentuan Kriteria Dampak/ Konsekuensi dalam RCM II
Tabel 2.2 Penentuan Persyaratan Kondisi Proactive Task Dalam RCM II
Tabel 2.3 RCM II Decission Worksheet
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu dalam perencanaan jalan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fungsi pelayanan jalan tersebut, seperti fungsi jalan,

Perawatan korektif adalah tindakan perawatan yang dilakukan untuk mengatasi kerusakan-kerusakan atau kemacetan yang terjadi berulang kali. Prosedur ini diterapkan

Pada tahap ini dilakukan pengujian, sistem penerangan pada cockpit yang telah dilakukan perawatan, perbaikan dan/atau penggantian komponen yang diperlukan

Automatic Fuse pada alat eksperimen ini digunakan untuk mencegah kerusakan pada peralatan listrik akibat arus listrik yang besar pada saat pengambilan data

Bila operator yang menganalisa pulp tersebut kurang memiliki keahlian dalam mengerjakan sample pulp maka kesalahan yang ditimbulkan akan banyak terjadi sehingga data yang

Fungsi air di dalam adukan beton adalah untuk memicu proses kimiawi semen sebagai bahan perekat dan melumasi agregat agar mudah dikerjakan. Semen baru bisa dipakai sebagai

Menentukan selisih minimum dari harga komponen baru dan komponen reuse agar komponen reuse layak digunakan dalam kebijakan penggantian kerusakan.. Melakukan analisa penggantian

1.5.3 SISTEM INFORMASI BERBASIS WEB Sistem informasi berbasis web adalah seperangkat komponen yang saling berhubungan yang berfungsi untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan dan