• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1. Pengumpulan Data 4.1.1. Profil Perusahaan

4.1.1.1. Sejarah Perusahaan

Bumitama Gunajaya Agro Group (BGA Group) adalah kelompok perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan pabrik kelapa sawit. BGA Group berkomitmen mewujudkan kelapa sawit lestari (sustainable palm oil). BGA Group senantiasa melakukan kegiatan standarisasi praktek operasional sesuai Prinsip dan Kriteria Roundtable On Sustainable Palm Oil (RSPO) demi terwujudnya kelapa sawit lestari.

BGA menaungi beberapa perusahaan

diantaranya PT Windu Nabatindo Lestari, PT Hati

Prima Agro, dan PT Surya Barokah. PT Surya Barokah

bergerak di bidang pengusahaan kayu yang kemudian

(2)

Pengusahaan Kayu). PT Surya Barokah mulai mengusahakan 19 perkebunan untuk mendapatkan IPK (Izin Pemanfaatan Kayu). Pengusahaan ini dilakukan sejak tahun 1996 hingga tahun 2004. PT Surya Barokah mengalami kebangkrutan pada tahun 2004, kemudian di take over dan diakuisisi kepada PT BGA menjadi PT Windu Nabatindo Abadi (PT WNA) dengan luas areal tanam 9.589 Ha.

PT WNA menaungi 3 kebun, yaitu Sungai Bahaur Estate (SBHE), Bangun Koling Estate (BKLE) dan Sungai Cempaga Estate (SCME). Sungai Bahaur Estate (SBHE) merupakan kebun take over yang berasal dari PT Surya Barokah yang terletak di Kecamatan Cempaga Hulu Kotawaringin Timur dengan luas areal 3.988 ha. Jumlah karyawan Kebun SBHE adalah 761 karyawan, yang terdiri atas 8 Orang staf, 40 orang karyawan bulanan, 424 KHT, 244 KHL. ITK SBHE adalah 0.18 yang terdiri dari ITK untuk kegiatan perawatan sebesar 0.12 HK/ha kegiatan panen sebesar 0.06 HK/ha.

4.1.1.2. Lokasi dan Letak Geografis

Secara geografis SBHE berada antara 113.01 o -

113.07 o BT dan 1.80 o -1.86 o LS yang terletak di Desa

(3)

Pundu, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Batas wilayah SBHE sebelah utara adalah Sungai Cempaga Estate (SCME) dan sebelah timur berbatasan dengan PT Bisma Darma Kencana.

4.1.1.3. Kondisi Lahan, Tanah dan Iklim

SBHE mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau.Puncak musim hujan terjadi pada April dan Desember, sedangkan puncak musim kemarau terjadi pada Februari dan Agustus berdasarkan data curah hujan tahun 2006-2010. Curah hujan rata- rata selama 5 tahun terakhir (2006-2010) di SBHE adalah 3.207 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan adalah 133,8 hari/tahun. Rata-rata bulan kering 1,00 bulan/tahun dan rata-rata bulan basah 10,40 bulan/tahun.

Menurut klasifikasi Schimidth-Ferguson, iklim di SBHE termasuk tipe iklim A (sangat basah).

Keadaan kondisi lahan di SBHE mayoritas adalah

relatif datar dengan tingkat kemiringan 0-8 % dan

sedikit daerah bergelombang dengan tingkat kemiringan

9–15 %. Jenis tanah di SBHE terdiri atas tanah

inceptisol sebesar 60,28%, kaolin sebesar 19,86%,

(4)

ultisol sebesar 17,73% dan tanah entisol sebesar 0,71%.

Menurut Resman, et al. (2006) tanah inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih remah dibanding dengan tanah yang matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induk. Warna tanah inceptisol beraneka ragam tergantung dari jenis bahan induknya.

Warna kelabu menunjukkan bahan induknya berasal dari endapan sungai. Warna coklat kemerahan terbentuk karena mengalami proses reduksi. Warna hitam mengandung bahan organik yang tinggi. Menurut Jalaluddin dan Jamaluddin T (2005) kaolin adalah salah satu jenis tanah lempung yang tersusun dari mineral.

Tanah lempung jenis ini berwarna putih keabu-abuan.

Menurut Prasetyo dan Suriadikarta (2006) ultisol berkembang dari berbagai bahan induk, baik yang bersifat masam hingga basa. Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan.

Menurut Utami dan Handayani (2003) tanah

entisol merupakan tanah yang relatif kurang

menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman.Tanah ini

mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi

rendah, peka terhadap erosi dan kandungan hara yang

tersedia rendah. Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman

(5)

kelapa sawit di SBHE termasuk kedalam lahan kelas S2 (sesuai marjinal) dengan faktor pembatas utama adalah tekstur tanah pasir berlempung. Pemanfaatan tanah berdasarkan kelas lahan ini untuk pengembangan kelapa sawit, khususnya di SBHE harus diikuti dengan upaya untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Upaya tersebut diantaranya adalah penanaman tanaman kacangan penutup tanah, pemupukan, dan aplikasi bahan organik. Berbagai perbaikan yang dilakukan pada kondisi tanah tersebut diharapkan dapat mencapai protensi produksi yang ingin dicapai sesuai dengan siklus tanaman kelapa sawit.

4.1.1.4. Struktur Organisasi

Pemimpin tertinggi SBHE dipegang oleh

seorang Estate Manager (EM) yang dibantu oleh

seorang Asisten Kepala (Askep). Asisten kepala dibantu

oleh lima orang asisten divisi. Seorang asisten divisi

dibantu oleh mandor I, kerani divisi, kerani transport,

kerani panen, mandor panen, mandor perawatan,

mandor pupuk, dan mandor chemist. Bagian

administrasi dipegang oleh seorang kepala administrasi

(Kasie). Kasie dibantu oleh seorang admin dan mantri

tanaman, 23 accounting, kasir dan dibawahnya terdapat

(6)

kerani divisi.Struktur organisasi SBHE dapat Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Struktur Organisasi SBHE

Estate Manager (EM) memiliki atasan langsung

kepada Kepala Wilayah dan memiliki bawahan langsung

kepada Asisten Kepala Kebun, Asisten Divisi, dan Kepala

Seksi Administrasi. Seorang EM memiliki tugas-tugas

dalam mengelola kebun, meliputi : 1) melakukan

monitoring pelaksanaan pekerjaan operasional berdasarkan

laporan dari divisi atau bagian dari unit kebun serta

melaporkannya secara komprehensif kepada atasan

(7)

langsung, 2) menyusun anggaran tahunan dan bulanan meliputi aspek area statement, produksi, kapital, Sumber Daya Manusia dan totalitas biaya, 3) mengadakan rapat kerja intern dengan Asisten Divisi dan Kepala Seksi (Kasie) beserta jajaran di bawahnya secara periodik (minimal seminggu sekali) dalam upaya percepatan/peningkatan kinerja. Asisten Kepala (Askep) memiliki atasan langsung kepada Estate Manager dan memiliki bawahan langsung kepada asisten divisi. Seorang Asisten Kepala Kebun memiliki tugas dalam mengelola kebun, diantaranya: 1) membantu manajer kebun dalam pengelolaan seluruh aspek pekerjaan agronomi, 2) bertanggung jawab kepada Manajer Kebun dalam mengelola seluruh aspek pekerjaan non agronomi untuk mendukung operasional kebun, 3) melaksanakan kunjungan secara periodik ke setiap divisi

Asisten Divisi memiliki atasan langsung kepada Asisten Kepala Kebun dan Manajer Kebun serta memiliki bawahan langsung kepada Mandor I, Mandor dan Kerani.

Tugas seorang Asisten Divisi meliputi: 1) membuat dan

menjabarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) dalam bentuk

Rencana Kerja Bulanan (RxKB), 2) mengadakan rapat

kerja intern dengan Mandor I, Mandor dan Kerani beserta

jajaran di bawahnya secara periodik (minimal seminggu

sekali) dalam upaya peningkatan kinerja, 3) melaksanakan

(8)

kunjungan langsung secara rutin pada setiap kemandoran di lapangan.

4.1.2. Data Hasil Survey

Dari hasil survey lapangan dan studi literature diperoleh informasi sebagai berikut :

a. Survey Lapangan

Informasi diperoleh melalui survey lapangan berupa kondisi lahan dan faktor – faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit dari tenaga kerja yang ada di kebun mulai dari Manager sampai ke Karyawan.

Kondisi lahan di SBHE dan informasi dari tenaga kerja yang ada di lapangan disajikan pada Tabel 4.1. dan Tabel 4.2.

Tabel 4.1. Kondisi Estate SBHE

No. Faktor Tema Realisasi

1 Sumber Bibit Varietas Untuk Jenis bibit yang ditanam adalah jenis bibit yang berasal dari PPKS dengan varietas D x P PPKS 239

2 Pemupukan Aplikasi Pencapaian aplikasi pemupukan b elum 100 % dan

masih banyak terdapat losses

3 Curah Hujan Kebutuhan Air Rata - rata curah hujan dalam lima tahun terakhir mencukupi untuk kebutuhan air kelapa sawit 4 Umur Tanaman Potensi Produktivitas Umur tanaman kelapa sawit sedang dalam masa -

masa muda dan masih mempunya potensi produktivitas yang cukup besar

5 Kemiringan Lereng Potensi Produksi Lahan yang ada di SBHE cenderung datar

(9)

Tabel 4.2. Informasi yang Diperoleh dari Tenaga Kerja

No. Sumber Informasi Informasi yang diperoleh

1 Manager - Faktor - faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit - Aplikasi pemupukan belum dapat tercapai 100 %

- Peran pemupukan dalam peningkatan produktivitas kelapa sawit adalah besar. Pupuk merupakan nutrisi bagi tanaman untuk menghasilkan dan meningkatkan produktivitas kelapa sawit.

2 Askep dan Asisten - Faktor - faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit - Faktor - faktor yang berpengaruh terhadap pemupukan berkualitas - Teknis aplikasi pemupukan yang benar sesuai dengan prinsip pemupukan 3 Karyawan - Permasalahan yang menjadi kendala dalam aplikasi pemupukan

- Pengetahuan dan kemampuan dalam aplikasi pemupukan

b. Study Literatur

Study literature dilakukan untuk memperoleh data primer terkait dengan faktor pengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit. Literatur – literature yang digunakan untuk mencari informasi merupakan literature yang membahas tentang budidaya perkebunan kelapa sawit dan peningkatan produktivitas kelapa sawit.

Dari hasil pengumpulan data yang telah dilakukan maka diperoleh data produktivitas kelapa sawit dari tahun 2006 – 2010.

Data produktivitas tersebut sebagai input yang menjadi basic data

(10)

untuk dilakukan diolah dan dianalisa. Berdasarkan data produktivitas kelapa sawit di Wilayah SBHE dari tahun 2006 – 2010 terus mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai produktivitas tahun 2006 sebesar 4.41 Ton/Ha dan pada tahun 2010 menjadi 19 Ton/Ha. Namun peningkatan tersebut belum sesuai dengan standart yang digunakan, yaitu standart produktivitas PPKS Kelas II Marihat. Apabila dibandingkan antara realisasi dan standart produktivitas sampai dengan tahun 2010 nilai yield gap- nya masih cukup tinggi 6,50 Ton/Ha.

Tabel 4.3. Historis dan Varian Produksi SBHE dari Tahun 2006 – 2010

Luas Lahan Produksi Produktivitas

(Ha) (ton) Ton/Ha

1 4 2006 3.988 17.579,05 4,41 13,50 (9,90)

2 5 2007 3.988 29.595,80 7,42 16,00 (8,58)

3 6 2008 3.988 40.828,72 10,24 18,50 (8,26)

4 7 2009 3.988 60.781,83 15,24 23,00 (7,76)

5 8 2010 3.988 75.781,80 19,00 25,50 (6,50)

No. Umur

Tanaman Tahun Produksi

Standar Varian Produksi TBS (Tandan Buah Segar)

Sumber : Data Produksi TBS SBHE (2006-2010)

Gambar 4.2. Trend Produktivitas Kelapa Sawit Kelas II Marihat Vs

Realisasi

(11)

4.2. Pengolahan Data

4.2.1. Penentuan Faktor yang Berpangaruh Terhadap Produktivitas Penentuan faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas dilakukan dengan menggunakan tools TQM, yaitu fishbone diagram dan analisa 5W + 1H. Data – data yang diperoleh data hasil pengukuran dan survey lapangan dilakukan amati dan dianalisa untuk mengetahui realisasi operasional di lapangan yang dikaitkan dengan standart operasional prosedur dan untuk mengetahui faktor yang akan paling berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit.

Tahap pemrosesan data dilakukan dengan melalui beberapa tahap, yaitu :

1. Melalui Survey Lapangan dan Study Literatur

Berdasarkan hasil survey lapangan dan study literature dapat diperoleh gambaran terkait faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas. Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit, yaitu sumber bibit, pemupukan, curah hujan, kemiringan lereng dan umur tanaman.

a. Sumber Bibit

Sumber bibit memiliki potensi produktivitas

yang berbeda – beda. Perbedaan tersebut lebih

dipengaruhi oleh sifat genetik/bawaan dari

induknya, seperti yang disajikan di dalam Tabel 4.4.

(12)

Tabel 4.4. Potensi produktivitas berdasarkan sumber bibit

Potensi Produktivitas (ton/ha/thn) D x P PPKS 540 28,1 0 D x P PPKS 718 26,50 D x P PPKS 239 32,00

D X P SJ 1 36,00

D X P SJ 2 35,60

D X P SJ 5 35,30

LONSUM SUMBIO 25,62

Sumber Bibit Varietas

PPKS

SRIWIJAYA

Sumber : Potensi Produktivitas Per Sumber Bibit Potensi produktivitas yang berbeda – beda dari setiap sumber bibit merupakan salah satu penentu sumber bibit yang akan di tanam. Untuk sumber bibit yang di tanam di SBHE adalah sumber bibit dari PPKS dengan varietas D x P PPKS 239.

Pengaruh produktivitas dari sumber bibit bersifat genetic dan bawaaan dari induknya sehingga untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi maka harus dilekukan penentuan yang teliti dan detail dalam penentuan sumber bibit. Treatment untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki dari sumber bibit adalah pada saat di perawatan di pembibitan dan pemeliharaan khususnya dalam pemberian pupuk saat sudah di tanam di lapangan.

Dalam penelitian ini sumber bibit yang

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

(13)

produktivitas kelapa sawit dibatasi pada sumber

bibit yang sudah di tanam di lapangan dan sudah

berstatus tanaman menghasilkan.

(14)

Gambar 4.3. Fishbone Diagram dari Faktor Sumber Bibit Material

Bibit yang berkualitas Varietas Bibit

Polybag Socfin

PPKS Sriwijaya

Lonsum

Ukuran Kualitas

Top Soil Pasir Lempung

Liat

Pupuk

Kualitas Jenis

Manusia

Pengetahuan

Pengalaman

Ukuran Kualitas

Mesin Alat Penyiraman

Metode

Pengendalian Gulma Sistem Drainase Pompa Air

Ukuran Kualitas

Ukuran

Kualitas

(15)

b. Kemiringan Lereng

Karakteristik fisik lahan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit. Lahan yang miring memiliki potensi terjadinya kerusakan tanah akibat erosi, seperti turunnya kandungan bahan organik tanah yang diikuti dengan berkurangnya kandungan unsur hara dan ketersediaan air tanah bagi tanaman.

Tanah - tanah yang mengalami erosi berat umumnya memiliki tingkat kepadatan yang tinggi sebagai akibat terkikisnya lapisan atas tanah yang lebih gembur. (Yahya et al., 2010). Selain itu kemiringan lereng juga berpengaruh pada produksi kelapa sawit, seperti data yang disajikan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Rerata TBS Kelapa Sawit Pada Berbagai Kemiringan Lereng

No. Klasifikasi Areal Sudut Kemiringan (

o

)

Lereng

(% ) Rerata TBS

(Kg)

1 Tanah Datar < 5 0 - 8 23,31

2 Tanah Bergelombang 5 - 12 8 - 15 22,41

3 Tanah Berbukit 13 - 27 15 - 30 14,30

4 Tanah Bergunung > 27 > 30 9,76

(16)

Apabila dikaitkan dengan kondisi kemiringan lereng di wilayah SBHE yang cenderung datar, maka dapat diketahiu besar pengaruh kemiringan lereng terhadap produktivitas kelapa sawit tidak terlalu signifikan. Hal ini dapat dikatakan demikian, karena pada lahan yang datar banyak mengandung unsur hara dan tidak mudah tererosi sehingga kandungan unsur hara yang diperlukan untuk tanaman kelapa sawit untuk berproduksi akan cukup. Selain itu hal tersebut terlihat dari data BJR dari tahun 2006 – 2010 yang peningkatan berat janjang rata – rata (BJR) tidak terlalu signifikan.

Peningkatan data BJR tersebut disajikan pada Table 4.6.

Tabel 4.6. Standarat Vs Realisasi BJR Kelapa Sawit

Luas Lahan Standart Realisasi Varian

(Ha) (Kg) (Kg) (Kg)

1 4 2006 3.988 5,90 4,20 1,70

2 5 2007 3.988 7,10 5,30 1,80

3 6 2008 3.988 9,40 7,48 1,92

4 7 2009 3.988 11,80 10.47 1,33

5 8 2010 3.988 13,20 11,58 1,62

No.

BJR (Berat Janjang Rata -Rata)

Umur Tanaman Tahun Produksi

(17)

Gambar 4.4. Trend BJR Kelapa Sawit Kelas II Marihat Vs Realisasi

c. Curah Hujan

Curah hujan merupakan salah satu faktor yang memperngaruhi produktivitas. Untuk tanaman kelapa sawit, membutuhkan wilayah yang curah hujannya sekitar 1.250 – 2.500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun.

Apabila hasil pengukuran lapangan dikaitkan dengan standart akan kebutuhan curah hujan untuk tanaman kelapa sawit, maka pengaruh tidak terlalu signifikan sepanjang curah hujan yang turun masih di atas standart.

Berdasarkan hasil pengukuraan dilapangan

(18)

Curah hujan yang terjadi selama beberapa tahun tersebut menunjukkan curah hujan yang turun di Wilayah SBHE masih di atas standart sehingga pengeruh terhadap produktivitas kelapa sawit yang ada tidak telalu signfikan.

Gambar 4.5. Realisasi Vs Standart Curah Hujan untuk Kelapa Sawit

d. Umur Tanaman

Umur tanaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas yang bersifat alamiah. Artinya faktor umur tersebut tidak bisa dilaukan treatment untuk meningkatkan produktivitas.

Tinggi rendahnya produktivitas hanya bisa dilihat

secara alamiah berdasarkann tingkatan umur dari

tanaman kelapa sawit. Produktivitas kelapa sawit

(19)

semakin tahun akan semakin naik sampai pada saat puncaknya, yaitu pada saat umur 15 tahun. Setelah melewati masa puncak produktivitas maka tanaman kelapa sawit akan menurun produktivitasnya.

Apabila dikaitkan dengan data hasil survey lapangan di Wilayah SBHE, produktivitas kelapa sawit di wilayah tersebut masih terus meningkat karena umur tanamannya masih dalam proses menuju masa puncak produktivitas. Namun apabila dibandingkan dengan standart produktivitas berdasakan umur Kelas II Marihat, produktivitas di Wilayah SBHE masih belum maksimal. Hal tersebut dapat dilihat pada data hasil surevy lapangan yang disajikan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Produktivitas Kelapa Sawit Berdasarkan Umur.

Luas Lahan Produksi Produktivitas

(Ha) (ton) Ton/Ha

1 4 2006 3.988 17.579,05 4,41 13,50 (9,90)

2 5 2007 3.988 29.595,80 7,42 16,00 (8,58)

3 6 2008 3.988 40.828,72 10,24 18,50 (8,26)

4 7 2009 3.988 60.781,83 15,24 23,00 (7,76)

5 8 2010 3.988 75.781,80 19,00 25,50 (6,50)

No. Umur

Tanaman Tahun Produksi

Standar Varian Produksi TBS (Tandan Buah Segar)

(20)

Gambar 4.6. Hubungan Umur Tanaman Terhadap Produktivitas

e. Pemupukan

Pemupukan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit.

Menurut Adiwiganda dan Siagian (2004) peran pemupukan dalam peningkatan produktivitas kelapa sawit sangat penting. Dalam proses pembentukan buah dan peningkatan produktivitas peran pupuk adalah sebagai nutrisi untuk melaksanakan aktivitas tersebut.

Berikut ini adalah fishbone diagram general

mengenai tingkat hubungan dari keseluruhan faktor –

faktor yang berpengaruh terhadap peningkatakan

produktivitas kelapa sawit yang disajikan pada Gambar

4.7.

(21)

Produktivitas Kelapa sawit Pupuk

Kualitas Pupuk

Organik

An - Organik

Varietas Bibit Sumber Bibit

Material

Kualitas Bibit PPKS

Sriwijaya Unggul

Afkir Pupuk

Fungsi Sifat

Pengalaman Manusia

Keahlian

Mesin (Alat)

Takaran Standart

Pupuk

Pipa

Kiriko Sumisansui

Sumber Bibit

Metode Pupuk

Jenis Dosis Cara Waktu

Lingkungan

Curah Hujan

Kemiriang Lereng

Umur Tanaman

Pengetahuan

(22)

Dari fishbone diagram di atas maka dapat diperoleh akar permasalahan atau faktor utama yang paling berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit. Dalam fishbone diagram pemupukan masuk ke dalam semua aspek yang berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit baik itu dari sisi manusia, mesin, material maupun metodenya. Selain itu apabila dikaitkan dengan data hasil survey lapangan dengan realisasi produktivitas, pemupukan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam produktivitas kelapa sawit. Data realisasi pemupukan tersebut disajikan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Realisasi pemupukan

Tahun 2006 2007 2008 2009 2010

Realisasi 35% 45% 53% 60% 78%

Produktivitas 4,41 7,42 10,24 15,24 19,00

Standart 13,50 16,00 18,50 23,00 25,50

Varian (9,09) (8,58) (8,26) (7,76) (6,50)

Gambar 4.8. Pengaruh Realisasi Pemupukan Terhadap

Produktivitas

(23)

2. Menggunakan analisa 5 W + 1 H

Penggunaan analisa 5 W + 1 H dilakuakn untuk menanggulangi atau mempebaiki dari faktor yang paling berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit. Berdasarkan pemrosesan data menggunakan fishbone diagram maka diperoleh faktor yang paling berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit adalah pemupukan.

Analisa menggunakan 5 W + 1 H adalah sebagai berikut :

a. What (Apa Penanggulangaannya)

Berdasarkan dari hasil analisa fishbone diagram general

dan diperkuat oleh penelitian sebelumnya yang diakukan

oleh Dr. Taryo Adiwiganda dalam meneliti pengaruh

pemupukan terhadap peningkatan produktivitas kelapa

sawit tahun 2004 dapat diketahui bahwa faktor yang paling

berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit adalah

pempukan. Selain itu Apabila melihat data hasil survey

lapangan yang telah dilakukan dan dikaitkan fishbone

diagram aspek yang paling berpangaruh adalah metode

aplikasi pemupukan. Berikut ini data hasil survey lapangan

terkait dengan aplikasi pempuukan yang disajikan pada

Tabel 4.11 – 4.12.

(24)

Tabel 4.9. Budget Vs Realisasi Pemupukan Tahun 2010

Budget Realisasi Varian

UREA 900,00 755,43 83,94%

RP 1.157,00 842,37 72,81%

MOP 1.435,00 1.145,81 79,85%

KIESERITE 350,00 279,27 79,79%

HGFB 95,00 75,54 79,52%

Chelated Zincopper 5,40 1,91 35,37%

Palmo 14 15,00 3,60 24,00%

Total 3.957,40 3.103,92 78,43%

Jenis Pupuk 2010

Tabel 4.10. Kualitas Aplikasi Pemupukan

Aplikasi Pupuk %

Terserap 25%

Losses

- Tidak Tepat Aplikasi 35%

- Tercecer 25%

- Penguapan 15%

Total 100%

b. Why (Mengapa Ditanggulangi)

Pemupukan perlu ditanggulangi, karena pemupukan

mempunyai konstribusi yang cukup besar dalam

peningkatan produktivitas. Alasan paling utama dalam

(25)

penanggulangan aplikasi pupuk adalah semakin banyak pupuk yang terserap daan semakin sedikit pupuk yang losses (terbuang) maka pemupukan yang berkualitas akan tercapai dan peningkatan produktivitas kelapa sawit akan tercapai dengan maksimal. Selain itu apabila melihat data hasil aplikasi pemupukan, masih banyak pupuk yang tidak tepat. Data aplikasi pemupukan tersebut disajikan pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11. Realisasi Aplikasi Pemupukan

2010 2011 2012

Terserap 25% 30% 45%

Losses

- Tidak Tepat Aplikasi 35% 30% 20%

- Tercecer 25% 25% 20%

- Penguapan 15% 15% 15%

Total 100% 100% 100%

Aplikasi Pupuk Tahun

c. Where (Dimana Ditanggulangi)

Penanggulangan aplikasi pemupukan dilakukan di

Wilayah SBHE PT WNA – Kalimantan Timur yang

merupakan daearah penelitian. Penanggulangan dilakukan

di wilayah estate SBHE khususnya pada team pemupukan

(26)

dengan cara melakukan standarisasi siatem dan metode pemupukan untuk mencapai pemupukan yang kualitas.

d. When (Kapan Ditanggulanginya)

Penanggulangan dilakukan di awal tahun 2011 – 2012 dengan melakukan surevy dan pengamatan langsung ke lapangan.

e. Who (Siapa yang Menanggulanginya)

Penggulangan dilakukan oleh peneliti dan beberapa team pemupukan dari karyawan kebun.

f. How (Bagaimana Cara Menanggulanginya)

Penanggulangan dilakuan dengan cara sossialisasi dan

aplikasi metode pempukan yang baik dan benar sesuai

dengan prinsip pemupukan, yaitu tepat dosis, tepat jenis,

tepat waktu, tepat cara dan tepat aplikasi. Untuk mencapai

pemupukan yang berkualitas ada beberapa aspek yang

perlu diperharikan dimana setiap aspek mempunyai

pengaruh yang cukup besar untuk mencapai pemupukan

yang berkualitas. Aspek – aspek tersebut disajikan dalam

fishbone diagram pada Gambar 4.9.

(27)

Pemupukan Berkualitas

Tempat

Waktu Kualitas Pupuk

Material

Jenis Dosis

Cara

Metode

Musim Hujan

Musim Kemarau Tabur

Tuggal Tunggal

Majemuk Organik

Non -Organik

Piringan

Sekeliling Kanopi

Pengalaman Manusia

Keahlian

Mesin (Alat)

Takaran Standart

Pengetahuan

Pemula Senior

Fungsi Pupuk

JenisPupuk

(28)

4.2.2. Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit

Dalam perhitungan produktivitas kelapa sawit, data yang menjadi input adalah data luasan lahan tanaman menghasilkan dan outputnya adalah tonase dari TBS yang dihasilkan dari luasan lahan tersebut. Untuk melakukan peningkatan produktivitas kelapa sawit di fokuskan pada peningkatan output/TBS yang dihasilkan.

Dalam usaha peningkatan output, dilakukan dengan meningkatkan kebutuhan pupuk sesuai dengan dosis yang dibutuhkan (Material), peningkatan output tenaga tabur dalam aplikasi pupuk (Manusia), perbaikan metode pemupukan (Metode) dan standarisasi takaran pupuk (Mesin/Alat).

4.2.2.1. Kebutuhan Pupuk

Pupuk merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit. Untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit perlu diperhatikan terhadap kebutuhan pupuk. Setiap pupuk yang diberikan kepada pokok kelapa sawit akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit.

Kebutuhan pupuk pada setiap umur tanaman

mempunyai dosis yang berbeda – beda. Untuk data

kebutuhan pupuk disajikan pada Tabel 4.12.

(29)

Tabel 4.12. Kebutuhan Pupuk Sesuai dengan Umur Tanaman

1 Ha (SPH) = 136 Pokok 1 Ha (SPH) = 136 Pokok

1 Pokok = 7,297 Kg Pupuk 1 Pokok = 5,723 Kg Pupuk

Luas SBHE = 3.988 Ha Luas SBHE = 3.988 Ha

Jumlah Pokok = 542.368 Pokok Jumlah Pokok = 542.368 Pokok Kebutuhan Pupuk = 3.958 Ton Kebutuhan Pupuk = 3.104 Ton

1 Ha (SPH) = 136 Pokok 1 Ha (SPH) = 136 Pokok

1 Pokok = 8,027 Kg Pupuk 1 Pokok = 7,017 Kg Pupuk

Luas SBHE = 3.988 Ha Luas SBHE = 3.988 Ha

Jumlah Pokok = 542.368 Pokok Jumlah Pokok = 542.368 Pokok Kebutuhan Pupuk = 4.354 Ton Kebutuhan Pupuk = 3.806 Ton

1 Ha (SPH) = 136 Pokok 1 Ha (SPH) = 136 Pokok

1 Pokok = 8,178 Kg Pupuk 1 Pokok = 8,178 Kg Pupuk

Luas SBHE = 3.988 Ha Luas SBHE = 3.988 Ha

Jumlah Pokok = 542.368 Pokok Jumlah Pokok = 542.368 Pokok Kebutuhan Pupuk = 4.436 Ton Kebutuhan Pupuk = 4.436 Ton

BUDGET REALISASI

Budget 2012 (umur 10 tahun) Budget 2011 (umur 9 tahun)

Budget 2010 (umur 8 tahun) Realisasi 2010 (umur 8 tahun)

Realisasi 2011 (umur 9 tahun)

Realisasi 2012 (umur 10 tahun)

Perhitungan Kebutuhan Pupuk :

Kebutuhan Pupuk (Ton)= Dosis Per Pokok x Luas SBHE x SPH

Tahun 2010 = 7,297 X 3.988 X 136

= 3.957.659 Kg = 3.958 Ton

(30)

Tahun 2011 = 8,027 X 3.988 X 136

= 4.353.587 Kg = 4.354 Ton

Tahun 2012 = 8,178 X 3.988 X 136

= 4.435.485 Kg = 4.436 Ton

Dari data di atas dapat diketahui pada tahun 2010 realisasi pemberian pupuk terhadap pokok kelapa sawit belum maksimal. Dari total budget pupuk yang harus diberikan sebesar 3.958 ton, hanya dapat teraplikasi 3.104 ton. Dengan aplikasi pupuk yang belum sesuai dengan kebutuhan mengakibatkan produktivitas kelapa sawit belum sesuai dengan target.

Peningkatan pemenuhan kebutuhan pupuk dilakukan mulai pada tahun 2011-2012. Peningkatan akan pemenuhan kebutuhan pokok akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas kelapa sawit. Setiap peningkatan 1 Kg pupuk pada setiap pupuk kelapa sawit dapat meningkatkan produktivitas kelapa sawit ± 3 - 4 ton/ha (Menurut Dr. Taryo Adiwiganda dalam Buku “Tanya Jawab Mengenai Tanah dan Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit”).

Peningkatan pemenuhan kebutuhan pupuk disajikan

pada Tabel 4.13.

(31)

Tabel 4.13. Peningkatan Pemenuhan Kebutuhan Pupuk

Tahun Budget Realisasi Pencapaian Peningkatan

2010 3.958 3.104 78% -

2011 4.354 3.806 87% 9%

2012 4.436 4.436 100% 13%

4.2.2.2. Kebutuhan Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi produktivitas kelapa sawit namun tidak

secara langsung. Tenaga kerja berpengaruh langsung

terhadap pemupukan yang berkualitas. Standart tenaga

tabur untuk aplikasi pemupukan adalah 0,5 Hk/Ha atau

2 Ha/Hk. Berdasarkan pengamatan survey lapangan,

standart ouput dari tenaga kerja pemupukan tahun 2010

belum sesuai standart sehingga aplikasi pemupukan

tidak dapat berlangsung maksimal. Untuk data realisasi

output dari tenaga kerja disajikan pada Tabel 4.14.

(32)

Tabel 4.14. Realisasi Output Tenaga Tabur

STANDART REALISASI

1 Ha = 0,5 Hk/Ha (2 Ha/Hk) 1 Ha = 0,5 Hk/Ha(2 Ha/Hk)

Luas SBHE = 3.988 Ha Luas SBHE = 3.988 Ha

Kebutuhan Tenaga = 1.994 Hk Lahan yang Terpupuk = 2.592 Ha

Luas yang di Pupuk = 332 Ha/Bulan Realisasi Output = 0,75 Hk (1,30 Ha/Hk) Kebutuhan Tenaga = 164 Hk

Luas yang di Pupuk = 11 Ha/Hari 1 Ha = 0,5 Hk/Ha (2 Ha/Hk)

Kebutuhan Tenaga = 6 Hk Luas SBHE = 3.988 Ha

Lahan yang Terpupuk = 3.330 Ha

Realisasi Output = 0,60 Hk (1,67 Ha/Hk)

1 Ha = 0,5 Hk/Ha (2 Ha/Hk) Luas SBHE = 3.988 Ha Lahan yang Terpupuk = 3.988 Ha

Realisasi Output = 0,50 Hk (2,00 Ha/Hk)

Tenaga Tabur Tenaga Tabur 2010

Tenaga Tabur 2011

Tenaga Tabur 2012

Perhitungan :

Output Tenaga Tabur (Ha/Hk)

= Luas yang Terpupuk x Standart Output Luas Areal

Tahun 2010

Output Tenaga Tabur (Ha/Hk) = 2.592 Ha x 2 Ha/Hk = 1.30 Ha/Hk 3.988 Ha

Tahun 2011

Output Tenaga Tabur (Ha/Hk) = 2.330 Ha x 2 Ha/Hk = 1.67 Ha/Hk 3.988 Ha

Tahun 2012

Output Tenaga Tabur (Ha/Hk) = 3.988 Ha x 2 Ha/Hk = 2 Ha/Hk

3.988 Ha

(33)

Dari data realisasi output tenaga tabur dalam aplikasi pemupukan dapat diketaui pada tahun 2010 ouput tenaga tabur belum sesuai dengan standart, yaitu 0,5 Hk/Ha atau 2 Ha/Hk. Realisasi output pada tahun 2010 adalah 0.75 Hk/Ha atau 1,3 Ha/Hk. Pencapaian output tenaga tabur yang belum mengakibatkan belum maksimalnya aplikasi pupuk dan secara tidak langsung mengkibatkan pencapaian produktivitas kelapa sawit yang belum maksimal.

Peningkatan output tenaga tabur terjadi pada 2011 – 2012 atau pada saat dilakukan perbaikan kualitas pemupukan. Dengan adanya peningkatan ouput tenaga tabur tersebut maka aplikasi pupuk pun akan meningkat dan secara tidak langsung dapat meningkatkan produktivitas kelapa sawit.

4.2.2.3. Perhitungan Produktivitas Kelapa Sawit

Setelah dilakukan perbaikan pada aplikasi pupuk dan perhitungan akan kebutuhan pupuk dan realisasi ouput tenaga tabur maka dapat diamati pengaruhnya terhadap peningkatan produktivitas kelapa sawit.

Peningkatan produktivitas disajikan pada Tabel 4.15.

(34)

Tabel 4.15. Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit

Luas Lahan Produksi Produktivitas

(Ha) (ton) Ton/Ha

1 8 2010 3.988 75.781,80 19,00 25,50 (6,50)

2 9 2011 3.988 97.756,88 24,51 28,00 (3,49)

3 10 2012 3.988 112.620,37 28,24 28,00 0,24

No. Umur

Tanaman Tahun Produksi

Standar Varian Produksi TBS (Tandan Buah Segar)

Perhitungan :

Produktivitas (Ton/Ha) = Produksi TBS Luas Lahan Tahun 2010

Produktivitas (Ton/Ha) = 75.781,80 Ton = 19,00 Ton/Ha 3.988 Ha

Tahun 2011

Produktivitas (Ton/Ha) = 90.756 Ton = 24.51 Ton/Ha 3.988 Ha

Tahun 2012

Produktivitas (Ton/Ha) = 112.620,37 Ton = 28,24 Ton/Ha 3.988 Ha

4.2.3. Implementasi

Setelah dilakukan analisa dengan 5 W + 1 H, maka selanjutnya dilakukan implementasi pada awal tahun 2011 – 2012.

Implementasi dilakukan dengan melakukan perbaikan pada sistem

dan metode aplikasi pemupukan sesuai dengan standart operasional

prosedur.

Referensi

Dokumen terkait

37 Masjid Al‐Yatim Kp. Bancah Laweh Jr. Bancah Laweh Nag. Simpang Kec. Simpang Alahan Panjang Kab. Pasaman 38 Masjid

ulang di PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 223 ayat (2) dan Pasal 225 dilaksanakan paling lama 5 (lima) hari setelah hari/tanggal pemungutan suara

Setelah dilakukan serangkaian anailisis statistika pada data pesepsi ten- tang tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan konsumen terhadap produk obat sakit kepala ayng beredar

Koordinator penelitian klinik kerjasama dengan National Institute of Allergy and Infectious Diaseses (NIAID) untuk Acute Febrile Illness dan South East Asia Infectious

Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E), warna

 Audit Program PPI sangat penting di dalam pelaksanaan PPI di rumah sakit, dengan audit terhadap semua aktifitas pelayanan dan fasilitas penunjang akan terjadi perubahan

Rancangan Jadual dan Mekanisme pembahasan 4 (empat) RUU tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama di Provinsi Maluku Utara, Banten, Bangka Belitung dan Gorontalo

Untuk mengedit nomor plat truk, langkahnya adalah mengambil teks yang ada dalam EditText setelah user mengisikan nomor platnya. Namun belum ada aturan yang melarang