BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1. Pengumpulan Data 4.1.1. Profil Perusahaan
4.1.1.1. Sejarah Perusahaan
Bumitama Gunajaya Agro Group (BGA Group) adalah kelompok perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan pabrik kelapa sawit. BGA Group berkomitmen mewujudkan kelapa sawit lestari (sustainable palm oil). BGA Group senantiasa melakukan kegiatan standarisasi praktek operasional sesuai Prinsip dan Kriteria Roundtable On Sustainable Palm Oil (RSPO) demi terwujudnya kelapa sawit lestari.
BGA menaungi beberapa perusahaan
diantaranya PT Windu Nabatindo Lestari, PT Hati
Prima Agro, dan PT Surya Barokah. PT Surya Barokah
bergerak di bidang pengusahaan kayu yang kemudian
Pengusahaan Kayu). PT Surya Barokah mulai mengusahakan 19 perkebunan untuk mendapatkan IPK (Izin Pemanfaatan Kayu). Pengusahaan ini dilakukan sejak tahun 1996 hingga tahun 2004. PT Surya Barokah mengalami kebangkrutan pada tahun 2004, kemudian di take over dan diakuisisi kepada PT BGA menjadi PT Windu Nabatindo Abadi (PT WNA) dengan luas areal tanam 9.589 Ha.
PT WNA menaungi 3 kebun, yaitu Sungai Bahaur Estate (SBHE), Bangun Koling Estate (BKLE) dan Sungai Cempaga Estate (SCME). Sungai Bahaur Estate (SBHE) merupakan kebun take over yang berasal dari PT Surya Barokah yang terletak di Kecamatan Cempaga Hulu Kotawaringin Timur dengan luas areal 3.988 ha. Jumlah karyawan Kebun SBHE adalah 761 karyawan, yang terdiri atas 8 Orang staf, 40 orang karyawan bulanan, 424 KHT, 244 KHL. ITK SBHE adalah 0.18 yang terdiri dari ITK untuk kegiatan perawatan sebesar 0.12 HK/ha kegiatan panen sebesar 0.06 HK/ha.
4.1.1.2. Lokasi dan Letak Geografis
Secara geografis SBHE berada antara 113.01 o -
113.07 o BT dan 1.80 o -1.86 o LS yang terletak di Desa
Pundu, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Batas wilayah SBHE sebelah utara adalah Sungai Cempaga Estate (SCME) dan sebelah timur berbatasan dengan PT Bisma Darma Kencana.
4.1.1.3. Kondisi Lahan, Tanah dan Iklim
SBHE mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau.Puncak musim hujan terjadi pada April dan Desember, sedangkan puncak musim kemarau terjadi pada Februari dan Agustus berdasarkan data curah hujan tahun 2006-2010. Curah hujan rata- rata selama 5 tahun terakhir (2006-2010) di SBHE adalah 3.207 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan adalah 133,8 hari/tahun. Rata-rata bulan kering 1,00 bulan/tahun dan rata-rata bulan basah 10,40 bulan/tahun.
Menurut klasifikasi Schimidth-Ferguson, iklim di SBHE termasuk tipe iklim A (sangat basah).
Keadaan kondisi lahan di SBHE mayoritas adalah
relatif datar dengan tingkat kemiringan 0-8 % dan
sedikit daerah bergelombang dengan tingkat kemiringan
9–15 %. Jenis tanah di SBHE terdiri atas tanah
inceptisol sebesar 60,28%, kaolin sebesar 19,86%,
ultisol sebesar 17,73% dan tanah entisol sebesar 0,71%.
Menurut Resman, et al. (2006) tanah inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih remah dibanding dengan tanah yang matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induk. Warna tanah inceptisol beraneka ragam tergantung dari jenis bahan induknya.
Warna kelabu menunjukkan bahan induknya berasal dari endapan sungai. Warna coklat kemerahan terbentuk karena mengalami proses reduksi. Warna hitam mengandung bahan organik yang tinggi. Menurut Jalaluddin dan Jamaluddin T (2005) kaolin adalah salah satu jenis tanah lempung yang tersusun dari mineral.
Tanah lempung jenis ini berwarna putih keabu-abuan.
Menurut Prasetyo dan Suriadikarta (2006) ultisol berkembang dari berbagai bahan induk, baik yang bersifat masam hingga basa. Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan.
Menurut Utami dan Handayani (2003) tanah
entisol merupakan tanah yang relatif kurang
menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman.Tanah ini
mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi
rendah, peka terhadap erosi dan kandungan hara yang
tersedia rendah. Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman
kelapa sawit di SBHE termasuk kedalam lahan kelas S2 (sesuai marjinal) dengan faktor pembatas utama adalah tekstur tanah pasir berlempung. Pemanfaatan tanah berdasarkan kelas lahan ini untuk pengembangan kelapa sawit, khususnya di SBHE harus diikuti dengan upaya untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Upaya tersebut diantaranya adalah penanaman tanaman kacangan penutup tanah, pemupukan, dan aplikasi bahan organik. Berbagai perbaikan yang dilakukan pada kondisi tanah tersebut diharapkan dapat mencapai protensi produksi yang ingin dicapai sesuai dengan siklus tanaman kelapa sawit.
4.1.1.4. Struktur Organisasi
Pemimpin tertinggi SBHE dipegang oleh
seorang Estate Manager (EM) yang dibantu oleh
seorang Asisten Kepala (Askep). Asisten kepala dibantu
oleh lima orang asisten divisi. Seorang asisten divisi
dibantu oleh mandor I, kerani divisi, kerani transport,
kerani panen, mandor panen, mandor perawatan,
mandor pupuk, dan mandor chemist. Bagian
administrasi dipegang oleh seorang kepala administrasi
(Kasie). Kasie dibantu oleh seorang admin dan mantri
tanaman, 23 accounting, kasir dan dibawahnya terdapat
kerani divisi.Struktur organisasi SBHE dapat Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Struktur Organisasi SBHE
Estate Manager (EM) memiliki atasan langsung
kepada Kepala Wilayah dan memiliki bawahan langsung
kepada Asisten Kepala Kebun, Asisten Divisi, dan Kepala
Seksi Administrasi. Seorang EM memiliki tugas-tugas
dalam mengelola kebun, meliputi : 1) melakukan
monitoring pelaksanaan pekerjaan operasional berdasarkan
laporan dari divisi atau bagian dari unit kebun serta
melaporkannya secara komprehensif kepada atasan
langsung, 2) menyusun anggaran tahunan dan bulanan meliputi aspek area statement, produksi, kapital, Sumber Daya Manusia dan totalitas biaya, 3) mengadakan rapat kerja intern dengan Asisten Divisi dan Kepala Seksi (Kasie) beserta jajaran di bawahnya secara periodik (minimal seminggu sekali) dalam upaya percepatan/peningkatan kinerja. Asisten Kepala (Askep) memiliki atasan langsung kepada Estate Manager dan memiliki bawahan langsung kepada asisten divisi. Seorang Asisten Kepala Kebun memiliki tugas dalam mengelola kebun, diantaranya: 1) membantu manajer kebun dalam pengelolaan seluruh aspek pekerjaan agronomi, 2) bertanggung jawab kepada Manajer Kebun dalam mengelola seluruh aspek pekerjaan non agronomi untuk mendukung operasional kebun, 3) melaksanakan kunjungan secara periodik ke setiap divisi
Asisten Divisi memiliki atasan langsung kepada Asisten Kepala Kebun dan Manajer Kebun serta memiliki bawahan langsung kepada Mandor I, Mandor dan Kerani.
Tugas seorang Asisten Divisi meliputi: 1) membuat dan
menjabarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) dalam bentuk
Rencana Kerja Bulanan (RxKB), 2) mengadakan rapat
kerja intern dengan Mandor I, Mandor dan Kerani beserta
jajaran di bawahnya secara periodik (minimal seminggu
sekali) dalam upaya peningkatan kinerja, 3) melaksanakan
kunjungan langsung secara rutin pada setiap kemandoran di lapangan.
4.1.2. Data Hasil Survey
Dari hasil survey lapangan dan studi literature diperoleh informasi sebagai berikut :
a. Survey Lapangan
Informasi diperoleh melalui survey lapangan berupa kondisi lahan dan faktor – faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit dari tenaga kerja yang ada di kebun mulai dari Manager sampai ke Karyawan.
Kondisi lahan di SBHE dan informasi dari tenaga kerja yang ada di lapangan disajikan pada Tabel 4.1. dan Tabel 4.2.
Tabel 4.1. Kondisi Estate SBHE
No. Faktor Tema Realisasi
1 Sumber Bibit Varietas Untuk Jenis bibit yang ditanam adalah jenis bibit yang berasal dari PPKS dengan varietas D x P PPKS 239
2 Pemupukan Aplikasi Pencapaian aplikasi pemupukan b elum 100 % dan
masih banyak terdapat losses
3 Curah Hujan Kebutuhan Air Rata - rata curah hujan dalam lima tahun terakhir mencukupi untuk kebutuhan air kelapa sawit 4 Umur Tanaman Potensi Produktivitas Umur tanaman kelapa sawit sedang dalam masa -
masa muda dan masih mempunya potensi produktivitas yang cukup besar
5 Kemiringan Lereng Potensi Produksi Lahan yang ada di SBHE cenderung datar
Tabel 4.2. Informasi yang Diperoleh dari Tenaga Kerja
No. Sumber Informasi Informasi yang diperoleh
1 Manager - Faktor - faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit - Aplikasi pemupukan belum dapat tercapai 100 %
- Peran pemupukan dalam peningkatan produktivitas kelapa sawit adalah besar. Pupuk merupakan nutrisi bagi tanaman untuk menghasilkan dan meningkatkan produktivitas kelapa sawit.
2 Askep dan Asisten - Faktor - faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit - Faktor - faktor yang berpengaruh terhadap pemupukan berkualitas - Teknis aplikasi pemupukan yang benar sesuai dengan prinsip pemupukan 3 Karyawan - Permasalahan yang menjadi kendala dalam aplikasi pemupukan
- Pengetahuan dan kemampuan dalam aplikasi pemupukan
b. Study Literatur
Study literature dilakukan untuk memperoleh data primer terkait dengan faktor pengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit. Literatur – literature yang digunakan untuk mencari informasi merupakan literature yang membahas tentang budidaya perkebunan kelapa sawit dan peningkatan produktivitas kelapa sawit.
Dari hasil pengumpulan data yang telah dilakukan maka diperoleh data produktivitas kelapa sawit dari tahun 2006 – 2010.
Data produktivitas tersebut sebagai input yang menjadi basic data
untuk dilakukan diolah dan dianalisa. Berdasarkan data produktivitas kelapa sawit di Wilayah SBHE dari tahun 2006 – 2010 terus mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai produktivitas tahun 2006 sebesar 4.41 Ton/Ha dan pada tahun 2010 menjadi 19 Ton/Ha. Namun peningkatan tersebut belum sesuai dengan standart yang digunakan, yaitu standart produktivitas PPKS Kelas II Marihat. Apabila dibandingkan antara realisasi dan standart produktivitas sampai dengan tahun 2010 nilai yield gap- nya masih cukup tinggi 6,50 Ton/Ha.
Tabel 4.3. Historis dan Varian Produksi SBHE dari Tahun 2006 – 2010
Luas Lahan Produksi Produktivitas
(Ha) (ton) Ton/Ha
1 4 2006 3.988 17.579,05 4,41 13,50 (9,90)
2 5 2007 3.988 29.595,80 7,42 16,00 (8,58)
3 6 2008 3.988 40.828,72 10,24 18,50 (8,26)
4 7 2009 3.988 60.781,83 15,24 23,00 (7,76)
5 8 2010 3.988 75.781,80 19,00 25,50 (6,50)
No. Umur
Tanaman Tahun Produksi
Standar Varian Produksi TBS (Tandan Buah Segar)
Sumber : Data Produksi TBS SBHE (2006-2010)
Gambar 4.2. Trend Produktivitas Kelapa Sawit Kelas II Marihat Vs
Realisasi
4.2. Pengolahan Data
4.2.1. Penentuan Faktor yang Berpangaruh Terhadap Produktivitas Penentuan faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas dilakukan dengan menggunakan tools TQM, yaitu fishbone diagram dan analisa 5W + 1H. Data – data yang diperoleh data hasil pengukuran dan survey lapangan dilakukan amati dan dianalisa untuk mengetahui realisasi operasional di lapangan yang dikaitkan dengan standart operasional prosedur dan untuk mengetahui faktor yang akan paling berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit.
Tahap pemrosesan data dilakukan dengan melalui beberapa tahap, yaitu :
1. Melalui Survey Lapangan dan Study Literatur
Berdasarkan hasil survey lapangan dan study literature dapat diperoleh gambaran terkait faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas. Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit, yaitu sumber bibit, pemupukan, curah hujan, kemiringan lereng dan umur tanaman.
a. Sumber Bibit
Sumber bibit memiliki potensi produktivitas
yang berbeda – beda. Perbedaan tersebut lebih
dipengaruhi oleh sifat genetik/bawaan dari
induknya, seperti yang disajikan di dalam Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Potensi produktivitas berdasarkan sumber bibit
Potensi Produktivitas (ton/ha/thn) D x P PPKS 540 28,1 0 D x P PPKS 718 26,50 D x P PPKS 239 32,00
D X P SJ 1 36,00
D X P SJ 2 35,60
D X P SJ 5 35,30
LONSUM SUMBIO 25,62
Sumber Bibit Varietas
PPKS
SRIWIJAYA
Sumber : Potensi Produktivitas Per Sumber Bibit Potensi produktivitas yang berbeda – beda dari setiap sumber bibit merupakan salah satu penentu sumber bibit yang akan di tanam. Untuk sumber bibit yang di tanam di SBHE adalah sumber bibit dari PPKS dengan varietas D x P PPKS 239.
Pengaruh produktivitas dari sumber bibit bersifat genetic dan bawaaan dari induknya sehingga untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi maka harus dilekukan penentuan yang teliti dan detail dalam penentuan sumber bibit. Treatment untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki dari sumber bibit adalah pada saat di perawatan di pembibitan dan pemeliharaan khususnya dalam pemberian pupuk saat sudah di tanam di lapangan.
Dalam penelitian ini sumber bibit yang
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
produktivitas kelapa sawit dibatasi pada sumber
bibit yang sudah di tanam di lapangan dan sudah
berstatus tanaman menghasilkan.
Gambar 4.3. Fishbone Diagram dari Faktor Sumber Bibit Material
Bibit yang berkualitas Varietas Bibit
Polybag Socfin
PPKS Sriwijaya
Lonsum
Ukuran Kualitas
Top Soil Pasir Lempung
Liat
Pupuk
Kualitas Jenis
Manusia
Pengetahuan
Pengalaman
Ukuran Kualitas
Mesin Alat Penyiraman
Metode
Pengendalian Gulma Sistem Drainase Pompa Air
Ukuran Kualitas
Ukuran
Kualitas
b. Kemiringan Lereng
Karakteristik fisik lahan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit. Lahan yang miring memiliki potensi terjadinya kerusakan tanah akibat erosi, seperti turunnya kandungan bahan organik tanah yang diikuti dengan berkurangnya kandungan unsur hara dan ketersediaan air tanah bagi tanaman.
Tanah - tanah yang mengalami erosi berat umumnya memiliki tingkat kepadatan yang tinggi sebagai akibat terkikisnya lapisan atas tanah yang lebih gembur. (Yahya et al., 2010). Selain itu kemiringan lereng juga berpengaruh pada produksi kelapa sawit, seperti data yang disajikan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Rerata TBS Kelapa Sawit Pada Berbagai Kemiringan Lereng
No. Klasifikasi Areal Sudut Kemiringan (
o)
Lereng
(% ) Rerata TBS
(Kg)
1 Tanah Datar < 5 0 - 8 23,31
2 Tanah Bergelombang 5 - 12 8 - 15 22,41
3 Tanah Berbukit 13 - 27 15 - 30 14,30
4 Tanah Bergunung > 27 > 30 9,76
Apabila dikaitkan dengan kondisi kemiringan lereng di wilayah SBHE yang cenderung datar, maka dapat diketahiu besar pengaruh kemiringan lereng terhadap produktivitas kelapa sawit tidak terlalu signifikan. Hal ini dapat dikatakan demikian, karena pada lahan yang datar banyak mengandung unsur hara dan tidak mudah tererosi sehingga kandungan unsur hara yang diperlukan untuk tanaman kelapa sawit untuk berproduksi akan cukup. Selain itu hal tersebut terlihat dari data BJR dari tahun 2006 – 2010 yang peningkatan berat janjang rata – rata (BJR) tidak terlalu signifikan.
Peningkatan data BJR tersebut disajikan pada Table 4.6.
Tabel 4.6. Standarat Vs Realisasi BJR Kelapa Sawit
Luas Lahan Standart Realisasi Varian
(Ha) (Kg) (Kg) (Kg)
1 4 2006 3.988 5,90 4,20 1,70
2 5 2007 3.988 7,10 5,30 1,80
3 6 2008 3.988 9,40 7,48 1,92
4 7 2009 3.988 11,80 10.47 1,33
5 8 2010 3.988 13,20 11,58 1,62
No.
BJR (Berat Janjang Rata -Rata)
Umur Tanaman Tahun Produksi
Gambar 4.4. Trend BJR Kelapa Sawit Kelas II Marihat Vs Realisasi
c. Curah Hujan
Curah hujan merupakan salah satu faktor yang memperngaruhi produktivitas. Untuk tanaman kelapa sawit, membutuhkan wilayah yang curah hujannya sekitar 1.250 – 2.500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun.
Apabila hasil pengukuran lapangan dikaitkan dengan standart akan kebutuhan curah hujan untuk tanaman kelapa sawit, maka pengaruh tidak terlalu signifikan sepanjang curah hujan yang turun masih di atas standart.
Berdasarkan hasil pengukuraan dilapangan
Curah hujan yang terjadi selama beberapa tahun tersebut menunjukkan curah hujan yang turun di Wilayah SBHE masih di atas standart sehingga pengeruh terhadap produktivitas kelapa sawit yang ada tidak telalu signfikan.
Gambar 4.5. Realisasi Vs Standart Curah Hujan untuk Kelapa Sawit
d. Umur Tanaman
Umur tanaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas yang bersifat alamiah. Artinya faktor umur tersebut tidak bisa dilaukan treatment untuk meningkatkan produktivitas.
Tinggi rendahnya produktivitas hanya bisa dilihat
secara alamiah berdasarkann tingkatan umur dari
tanaman kelapa sawit. Produktivitas kelapa sawit
semakin tahun akan semakin naik sampai pada saat puncaknya, yaitu pada saat umur 15 tahun. Setelah melewati masa puncak produktivitas maka tanaman kelapa sawit akan menurun produktivitasnya.
Apabila dikaitkan dengan data hasil survey lapangan di Wilayah SBHE, produktivitas kelapa sawit di wilayah tersebut masih terus meningkat karena umur tanamannya masih dalam proses menuju masa puncak produktivitas. Namun apabila dibandingkan dengan standart produktivitas berdasakan umur Kelas II Marihat, produktivitas di Wilayah SBHE masih belum maksimal. Hal tersebut dapat dilihat pada data hasil surevy lapangan yang disajikan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Produktivitas Kelapa Sawit Berdasarkan Umur.
Luas Lahan Produksi Produktivitas
(Ha) (ton) Ton/Ha
1 4 2006 3.988 17.579,05 4,41 13,50 (9,90)
2 5 2007 3.988 29.595,80 7,42 16,00 (8,58)
3 6 2008 3.988 40.828,72 10,24 18,50 (8,26)
4 7 2009 3.988 60.781,83 15,24 23,00 (7,76)
5 8 2010 3.988 75.781,80 19,00 25,50 (6,50)
No. Umur
Tanaman Tahun Produksi
Standar Varian Produksi TBS (Tandan Buah Segar)