• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. dilakukan oleh peneliti. Penelitian terdahulu juga menjadi salah satu bahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. dilakukan oleh peneliti. Penelitian terdahulu juga menjadi salah satu bahan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

30 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dan memungkinkan memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian terdahulu juga menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam menentukan referensi untuk menulis atau mengkaji permasalahan penelitian. Berikut merupakan penelitian terdahulu yang akan menjadi acuan dan referensi peneliti dalam melakukan penelitian :

Pertama oleh Arika Naufal Hidayat (2019) dengan judul penelitian Ekofeminisme dan Peran Perempuan Dalam Pariwisata di Sabang. Kedua oleh Nur Fadhilah dan Ni’matun Naharin (2017) dengan judul penelitian Perempuan dan Konservasi Lingkungan. Ketiga oleh Annisa Innal Fitri dan Idil Akbar (2017) dengan judul penelitian Gerakan Sosial Perempuan Ekofeminisme Di Pegunungan Kendeng Provinsi Jawa Tengah Melawan Pembangunan Tambang Semen. Keempat oleh Ni Made Anggita Sastri Mahadewi (2019) dengan judul penelitian Perempuan Pecinta Alam Sebagai Wujud Ekofeminisme.

Kelima oleh Novita Sari, Rabina Yunus dan Suparman (2019) dengan judul penelitian Ekofeminisme: Konstruksi Sosial Budaya Perilaku Perempuan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Keenam oleh Tri Marhaeni Pudji Astuti (2012) dengan judul penelitian Ekofeminisme dan Peran Perempuan Dalam Lingkungan.

Ketujuh oleh Puji Retno Hardiningtyas (2016) dengan judul penelitian Resistensi Perempuan Papua Di Lingkungannya Dalam Roman Isinga Karya Dorothea Rosa Herliany. Kedelapan oleh Aquarini Priyatna, Mega Subekti dan Indrayani Rachman (2017) dengan judul penelitian Ekofeminisme dan Gerakan Perempuan di Bandung.

(2)

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu

No. Judul Hasil Penelitian Relevansi

1. Ekofeminisme dan Peran

Perempuan Dalam

Pariwisata di Sabang (Arika Naufal Hidayat:

2003)

Hasilnya menunjukkan bahwa Sebagian besar perempuan yang bekerja sebagai pelaku industry dalam bidang wisata dan lingkungan adalah ekofeminis natural, yang berartu bahwa mereka melakukan pekerjaan ini berdasarkan keinginan dan dorongan tunggal sebagai perempuan. Pekerjaan mereka sangat berdampak positif kepada lingkungan dan pariwisata, namun tidak sedikit dari mereka yang mendapat sebuah perlawanan berupa tantangan dari masyarakat. Kelompok masyarakat di Kota Sabang perlu lebih sadar tentang pentingnya perempuan mengambil bagian dan bekerja dalam sektor lingkungan dan pariwisata.

Selain dukungan dan

penghargaan, pengajaran pada bidang pendidikan juga penting.

Dibutuhkan otoritas public untuk memberikan ruang belajar sekaligus mempersiapkan diri untuk membantu pekerjaan perempuan pada titik yang lebih baik

Dalam penelitian ini memiliki relevansi yaitu gerakan ekofeminisme yang melibatkan peranan perempuan sebagai aktor utama dalam menggerakkan

dan melestarikan

lingkungan, namun perbedaan dari keduanya ialah terletak pada peran perempuan dalam mengelola sektor pariwisata yang berada di Sabang.

Sedangkan penelitian ini memfokuskan pada gerakan ekofeminisme melalui pengelolaan sampah rumah tangga.

2. Perempuan dan Konservasi Lingkungan

(Nur Fadhilah dan Ni’matun Naharin : 2017)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepedulian sekelompok perempuan untuk turut serta dalam konservasi lingkungan di desanya terbukti berhasil.

Dengan pendirian bank sampah, sampah yang dihasilkan setiap hari bisa dikumpulkan sehingga dapat dipilah dan diolah. Bank Sampah Berlian adalah salah satu bank sampah yang dimotori oleh perempuan. Nilai-nilai femininitas yang mewarnai Bank Sampah Berlian terbukti mampu memberdayakan masyarakat sekitar dan mengembangkan

Dalam penelitian ini memiliki relevansi yaitu sikap kepedulian para perempuan terhadap lingkungan sekitar dan mampu memanfaatkan sampah sebagai nilai tambah dalam perekonomian masyarakat. Namun perbedaan antara keduanya adalah terletak pada cara memanfaatkan sampah yaitu dengan mendirikan bank sampah. Sedangkan pada komunitas Zona Bening sampah dijadikan sebagai olahan produk yang

(3)

kegiatan sosial seperti santunan untuk lansia hingga bedah rumah.

bermanfaat dan memiliki nilai jual beli.

3. Gerakan Sosial Perempuan

Ekofeminisme Di

Pegunungan Kendeng Provinsi Jawa Tengah Melawan Pembangunan Tambang Semen

(Annisa Innal Fitri dan Idil Akbar : 2017)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan sosial seorang wanita dapat berperan penting dalam memperkuat perkembangan oposisi lokal, sebagai spesialis untuk memperjuangkan hak-hak berbasis popularitas, kesetaraan dan kebebasan individu.

Perkembangan perempuan yang dikaji dalam artikel ini adalah tentang terhalangnya perempuan- perempuan pemberani yang tinggal di sekitar Pegunungan Kendeng, yang selalu menyatu dengan alam. Saat ini Pegunungan Kendeng didirikan oleh PT Semen Indonesia, pembuat beton monster yang merupakan Badan Usaha Milik

Negara (BUMN), yang

rencananya akan mulai bekerja pada tahun 2017. Para remaja putri dan ibu-ibu di sana menolak segala cara yang teridentifikasi.

dengan pondasi pabrik beton karena diterima untuk melenyapkan aset air dan menutup areal agraria.

Dalam penelitian ini memiliki relevansi yaitu gerakan sosial yang

mengarah pada

ekofeminisme dalam menyelamatkan lingkungan dari pembangunan industri yang akan memberikan dampak bagi kehidupan masyarakat setempat. Hal ini menjadi dasar utama dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat dalam keadilan lingkungan. Namun perbedaan keduanya terletak pada gerakan sosial ekofeminisme dalam memperjuangkan hak terhadap penolakan pembangunan industri semen yang berada di sekitar pegunungan Kendeng, masyarakat dan pihak kapitalis yang memiliki kepentingan. Sedangkan penelitian ini gerakan ekofeminisme pada komunitas Zona Bening mendapat dukungan penuh dari masyarakat setempat untuk menjaga pelestarian lingkungan.

4. Perempuan Pecinta Alam

Sebagai Wujud

Ekofeminisme

(Ni Made Anggita Sastri Mahadewi : 2019)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tugas mahasiswa dalam perkumpulan Pelajar Kekasih Alam (Mapala) Wanaprastha Dharma berperan dalam menjaga alam. Pada umumnya, latihan pecinta alam memiliki risiko tinggi dan membutuhkan kekuatan nyata yang luar biasa, yang tidak dapat dibedakan dari laki-laki. Bagaimanapun, perempuan dari asosiasi Mapala Wanaprastha Dharma dapat menyelesaikan berbagai latihan perlindungan alam yang berbahaya dengan kekuatan

Dalam penelitian ini memiliki relevansi bahwa perempuan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan alam, keterlibatan

perempuan dalam

pelestarian lingkungan menjadi faktor penting yang menjadikan keduanya tidak dapat dipisahkan. Namun perbedaan antara keduanya terletak pada kelompok mahasiswa pecinta alam sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan dengan melakukan kegiatan

(4)

aktual yang memuaskan.

Keajaiban ini merupakan garis besar dari gagasan ekofeminisme yang menggarisbawahi bahwa antara perempuan dan alam ada hubungan yang tidak dapat dibedakan, baik oleh kondisi normal itu sendiri maupun oleh generalisasi tentang tubuh perempuan yang dianggap lebih rentan daripada laki-laki. Melalui klarifikasi dalam tulisan ini, paguyuban perempuan dalam pelestarian alam, baik dilakukan secara langsung di lapangan, maupun secara implikasi melalui penyusunan dan program kerja, menunjukkan bahwa sulit untuk mengisolasi perempuan dari alam.

penanaman pohon dan membawa sisa-sisa sampah pada saat melakukan perjalanan menyusuri alam.

Sedangkan pada penelitian ini mengungkapkan kepedulian terhadap lingkungan dengan mengolah sampah rumah tangga sebagai upaya dalam menyelamatkan lingkungan.

5. Ekofeminisme : Konstruksi Sosial Budaya Perilaku

Perempuan Dalam

Pengelolaan Lingkungan Hidup

(Novita Sari, Rabina Yunus dan Suparman : 2019)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya sentris laki-laki adalah dasar dari pelecehan terhadap perempuan dan alam.

Budaya sentris laki-laki memiliki tugas utama dalam membentuk perilaku perempuan dalam administrasi alam. Perilaku perempuan dalam administrasi ekologis di Pulau Bontosua merupakan konsekuensi dari pembangunan sosial melalui tiga ukuran, yaitu isasi adalah gerakan yang dilakukan para perempuan, seperti membuang sampah ke laut, memanfaatkan sampah plastik, memanfaatkan sampah plastik bekas, menanam pohon, mengurangi penggunaan barang-barang berbahaya. iklim.

Objektivasi adalah siklus perempuan yang mulai fokus pada masukan dari latihan luar mereka, seperti membuang sampah ke laut. Tidak ada yang salah karena mereka tidak mendapatkan efek langsung dari latihan mereka. Menyamar adalah bahwa perempuan mulai mengakui, mendorong dan

Dalam penelitian ini memiliki relevansi bahwa budaya patriarki menjadi faktor utama dari terjadinya opresi terhadap perempuan dan alam. Namun perbedaan keduanya terletak pada pola perilaku masyarakat dalam pengelolaan lingkungan di pulau Bontosua cenderung tidak proaktif dikarenakan proses konstruksi sosialnya yang memang kurang memperhatikan isu lingkungan. Sedangkan pada komunitas Zona Bening sampah dipilah dan dijadikan sebagai olahan produk yang ramah lingkungan.

(5)

mengulangi perilaku mereka dalam administrasi alam.

6. Ekofeminisme dan Peran

Perempuan Dalam

Lingkungan

(Tri Marhaeni Pudji Astuti:

2012)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekofeminisme merupakan perkembangan yang muncul di kalangan perempuan di berbagai belahan dunia dari berbagai panggilan karena pengkhianatan terhadap perempuan yang secara konsisten menjadi legenda bersama alam. Makalah ini berisi berbagai contoh pekerjaan perempuan dalam iklim di berbagai negara. Percakapan tentang iklim juga diidentikkan dengan ekofeminisme sebagai kesadaran aktivis perempuan yang tinggi di antara para peneliti di berbagai perguruan tinggi di berbagai belahan dunia.

Perhatian perempuan terhadap penyalahgunaan alam membuat mereka naik untuk mengambil bagian dalam iklim untuk membuat tidak berbahaya bagi ekosistem dan kehidupan yang menyenangkan perempuan. Cara untuk ini adalah untuk melibatkan dan bersimpati dengan perempuan di iklim.

Dengan demikian, penting untuk memahami kearifan lokal sebagai sumber perspektif dengan dekonstruksi wawasan lingkungan untuk memunculkan kearifan lokal baru yang tidak berbahaya bagi ekosistem.

Dalam penelitian ini memiliki relevansi bahwa peran perempuan dalam gerakan penyelamatan lingkungan dimulai dari kesadaran yang cukup tinggi serta memiliki latar pendidikan yang baik dari perguruan tinggi.

Penyelamatan lingkungan

demi menciptakan

lingkungan yang eco- friendly juga dilakukan oleh Gerakan Zona Bening dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Namun perbedaan keduanya terletak pada kearifan lokal yang masih menjadi acuan dalam menciptakan rekonstruksi kearifan lokal yang baru.

Sedangkan gerakan Zona Bening ini memiliki

kebaruan dalam

menciptakan inovasi melalui pengelolaan sampah rumah tangga.

7. Resistansi Perempuan Papua Di Lingkungannya Dalam Roman Isinga Karya Dorothea Rosa Herliany

(Puji Retno Hardiningtyas : 2016)

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan dan alam memiliki peran yang signifikan dalam ketahanan masyarakat Papua. Perjuangan

wanita Papua untuk

membebaskan diri dari kekejaman, terutama yang dimulai dari konstruksi dan budaya daerah, kondisi reguler, dan adat istiadat telah membawa perlindungan dari situasi wanita.

Kerangka sentris laki-laki yang

Dalam penelitian ini memiliki relevansi bahwa peran perempuan dalam gerakan penyelamatan lingkungan dapat berpotensi dalam menyejajarkan posisi antara laki-laki dengan perempuan dan dapat mengambil peran untuk menyadarkan masyarakat dalam penyelamatan lingkungan. Namun perbedaan keduanya terletak

(6)

diterima masyarakat Papua menempatkan perempuan sebagai buruh, pengolah makanan, dan pedagang hasil panen. Perempuan Papua menghadapi kesulitan ini dengan mendominasi pekerjaan sebagai pembuat, pembeli, instruktur, juru kampanye, dan komunikator pelestarian alam. Dari hasil pemeriksaan ini, cenderung dianggap bahwa wanita memiliki energi yang dapat menjaga kehormatan, menyesuaikan posisi antara pria dan wanita, dan melakukan pekerjaan ramah untuk membuat orang Papua berhati-hati dalam memastikan keadaan mereka saat ini.

pada metode penelitian yang digunakan, yaitu pendekatan humanistik. Sedangkan pada penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus.

8. Ekofeminisme dan

Gerakan Perempuan di Bandung

Aquarini Priyatna, Mega Subekti dan Indrayani Rachman (2017)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa alih-alih menempatkan tiga perempuan sebagai artikel, kemampuan mereka sebagai ibu rumah tangga memicu mereka untuk bertindak sebagai subjek yang sadar bumi. Masing-masing dari ketiganya menunjukkan

bahwa pertemuan

homegrown/ladylike sebagai ibu dan pasangan membuat mereka bergerak untuk bertahan hidup dan bekerja pada iklim di sekitar mereka. Meski dipandang biasa sebagai sesuatu yang mendasar dan bertetangga, namun latihan dan aktivitas yang mereka lakukan dengan wilayahnya dapat digolongkan sebagai pengembangan ekofeminisme.

Tidak hanya dilihat dari posisi dan statusnya sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga karena aktivitas dan aktivitasnya mempengaruhi kelestarian lingkungan.

Dalam penelitian ini memiliki relevansi bahwa ibu rumah tangga sebagai subjek yang sadar lingkungan, hal ini ditunjukkan dengan pengalaman pada ranah domestik. Namun perbedaan keduanya ialah fokus kegiatan yang dilakukan ialah dengan edukasi program bank sampah, sedangkan penelitian ini memfokuskan pada kegiatan pengelolaan sampah rumah tangga.

(7)

Dari hasil penelitian terdahulu, maka peneliti menemukan kebaruan dengan judul penelitian Gerakan Ekofeminisme Melalui Pengelolaan Sampah Rumah Tangga.

Penelitian ini perlu melihat apakah ekofeminisme berdampak pada perempuan yang berperan dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih dengan memanfaatkan sampah rumah tangga.

B. Tinjauan Pustaka 1. Gerakan

Munculnya gerakan bermula dari adanya situasi dalam masyarakat karena ketidakadilan dan sikap sewenang-wenang. Dengan kata lain bahwa gerakan sosial lahir dari reaksi terhadap sesuatu yang tidak diinginkan rakyat yang menginginkan adanya suatu perubahan kebijakan karena dinilai tidak adil. Sosiolog sering membuat perbedaan antara kehidupan rutin yang dilembagakan dan tindakan kolektif, yang terakhir menjadi aksi bersama berorientasi tujuan yang tidak biasa oleh sejumlah besar orang. Jadi tindakan kolektif akan mencakup pemogokan, kerusuhan, dan boikot; itu juga termasuk gerakan sosial. Kami juga dapat membedakan gerakan sosial umum (katakanlah, kampanye untuk hak pilih perempuan) dari organisasi gerakan sosial tertentu (dalam hal ini, Serikat Nasional Hak Pilih Perempuan atau Serikat Sosial dan Politik Wanita).

Gerakan sosial itu dilahirkan oleh kondisi individu atau kelompok yang menginginkan adanya suatu perubahan secara sadar melakukan tindakan dalam mendukung suatu pencapaian yang diharapkan bersama. Hal ini dikarenakan oleh sifat dari gerakan sosial memiliki tujuan yang sama dalam menuntut perubahan sosial. Pada kenyataannya berdirinya suatu gerakan sosial diketahui melalui suatu

(8)

organisasi atau komunitas yang terbentuk dengan para anggota sebagai elemen penting dalam suatu keberlangsungan gerakan sosial. (Lofland, 2019)

Pandangan Lofland tentang adanya gerakan sosial yang perlu mendapatkan perhatian terbagi dalam dua aspek empiris. Pertama, yaitu aliran cenderung berumur pendek yang mana hanya dapat bertahan dalam jangka waktu lima sampai delapan tahun. Setelah melewati umur tersebut gerakan sosial akan melemah dan mengalami proses “cooled down”. Kedua, munculnya gerakan pinggiran atau gerakan awal yang terbentuk hanya dengan memanfaatkan situasi dan kondisi yang terjadi dilapangan. Seperti adanya krisis kapitalisme, pertarungan antar kedua belah pihak serta menunggu adanya suatu kegagalan oleh fungsi lembaga sentral.

Sehingga gerakan ini tidak mungkin bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama. (Lofland, 2019)

Studi tentang gerakan sosial telah menghasilkan sejumlah besar gagasan tentang penyebab rekrutmen untuk kegiatan yang tidak dilembagakan (misalnya, perampasan relatif, pertahanan status, inkonsistensi status) dan tentang dinamika organisasi yang berorientasi pada tujuan (mis. Perpindahan tujuan). Di atas pada dasarnya adalah perlakuan sosiologis AS dari gerakan sosial yang didefinisikan oleh bentuk kegiatan; itu tidak dilembagakan. Penggunaan Eropa menekankan lebih banyak konten dari aktivitas tersebut: khususnya sifatnya yang radikal atau berlawanan. Ketika sosiolog Prancis dan Italia (seperti Alain Touraine) berbicara tentang gerakan sosial, mereka menghadapi tantangan terhadap status quo politik.

(Bruce & Yearley, 2014)

Gerakan dikategorikan sebagai tindakan kolektif yang berkaitan erta dengan suatu organisasi, kesinambungan dan kesenjangan. Sebagai sebuah aksi kolektif,

(9)

umur gerakan sosial tentu sama tuanya dengan perkembangan peradaban manusia.

Perubahan sosial suatu peradaban ke peradaban lainnya tidaklah selalu damai, bahkan sejarah membuktikan perubahan peradaban masyarakat kerap terjadi melalui gerakan-gerakan kolektif atau yang lebih dikenal dengan istilah gerakan sosial. (Thoha, 2002)

2. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Konsep pengelolaan merupakan terjemahan dari kata “management” yang memiliki arti proses penggunaan sumber daya secara efektif utuk mencapai target tujuan. Senada dengan pengertian ini (Effendy, 2009) mengartikan bahwa pengelolaan adalah suatu proses atau kerangka kerja yang melibatkan bimbingan dan arahan suatu kelompok menuju target sasaran. Pengelolaan merupakan rangkaian suatu kegiatan dalam pelaksanaannya dapat disebut sebagai managing, sedangkan pelaku dari pelaksanaannya disebut sebagai manajer (pengelola).

Pengelolaan sampah merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam menangani permasalahan sampah dimulai dari sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir (Sejati, 2009). Menurut SNI 19-3983-1995 timbulan sampah pada kota kecil mencapai 0,625-0,70 Kg/orang dalam waktu satu hari. sedangkan pada kota besar jumlah timbulan sampah mencapai 0,7-0,8 Kg/orang dalam waktu satu hari. Spesifikasi timbulan sampah dalam kegiatan penanganan sampah sesuai dengan isi Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang meliputi :

a. Dalam melakukan pemilahan sampah dapat dikelompokkan dan dipisahkan sesuai dengan jenis, jumlah, dan atau sifat sampah

(10)

b. Pengumpulan dapat dilakukan melalui cara pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara

c. Pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan membawa sampah dari sumber dan atau dari tempat penampungan sampah sementara menuju ke tempat pemrosesan akhir

d. Melakukan pengolahan yang mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah

e. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman

Kegiatan pengelolaan sampah rumah tangga mutlak melibatkan dukungan daerah dalam mempersiapkannya, ini berfungsi untuk menegaskan otonomi daerah dalam mengawasi sampah dan tidak perlu bergantung pada otoritas publik. Inklusi wilayah lokal dijunjung tinggi oleh beberapa hal penting, khususnya mengembangkan penggerak lingkungan, memperkuat kerjasama wilayah lokal, membangun upaya bersama dengan mitra. (Sulistyorini et al., 2016).

Memilah sampah dari rumah merupakan salah satu sistem penting yang perlu diterapkan saat ini dengan menyediakan tiga kantong tempat sampah dalam setiap rumah, hal ini berfungsi untuk memisahkan sampah sesuai jenisnya seperti sampah plastik, kertas, dan kaleng. Sedangkan sampah plastik dalam bentuk kemasan dapat menggunakan barang bekas seperti karung, dompet, tempat kertas.

Sampah anorganik lainnya bisa dijual, limbah alam selanjutnya dimasukkan ke dalam tong untuk dijadikan pupuk kandang.

Cecep Dani Sucipto dalam bukunya menjelaskan munculnya aliran sampah domestik (general waste) berawal dari pembelian barang-barang untuk dikonsumsi sebagai pemenuhan kebutuhan dalam rumah tangga. Barang-barang tersebut

(11)

setelah terkonsumsi menjadi barang yang tidak bermanfaat lagi dan dari barang yang tidak bermanfaat tersebut masih ada yang sebagian dipilih untuk kembali digunakan yang biasanya disebut sebagai barang bekas atau loak. Ada pula yang memilih untuk mendaur ulang sesuai dengan kreativitas dan inovasinya. (Sucipto, 2009)

Mendaur ulang sampah dapat disebut juga sebagai pengelolaan sampah secara terpadu yang terdiri dari yang reduce (mencegah dan meminimalisir penggunaannya), reuse (memanfaatkan kembali), recycle (mendaur ulang sampah) dan recuperation (menangkap energi dalam limbah atau memanfaatkan limbah sebagai sumber bahan bakar) dan removal (membuang limbah adalah pilihan lain terakhir jika setiap strategi yang dirujuk telah ditingkatkan).

Pengelolaan sampah secara terpadu dapat dilakukan oleh masyarakat dengan beberapa cara yaitu :

a. Integrated Rubbish Managing

Merupakan salah satu cara dalam menangani sampah melalui kombinasi seperti daur ulang, pengomposan, pembuatan kerajinan dan pembentukan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah. (Sucipto, 2009)

b. Sistem Node, Sub Point dan Centre Point

Merupakan pengembangan dan inovasi kerangka kerja ahli pengelolaan sampah melalui pembagian wilayah yang bergantung pada fokus, sub titik dan hub. Administrasi yang dimaksud adalah mengubah sampah plastik yang selama ini dikumpulkan menjadi barang bekas yang siap pakai.(Sucipto, 2009) c. Sistem Mandiri dan Produktif

Peran masyarakat yang mencakup tugas daerah dalam mengawasi sampah diidentikkan dengan gagasan penguatan daerah yang diharapkan dapat

(12)

mendorong penggerak lingkungan, memperkuat investasi daerah dan membangun partisipasi. (Rahmawati, 2018)

Pengelolaan sampah memiliki regulasi yaitu :

a. Sebuah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penatausahaan Sampah.

b. Undang-undang tidak resmi Nomor 81 Tahun 2012 tentang Penatausahaan Pemborosan Keluarga dan Pemerataan Keluarga.

c. Pedoman Usaha Rumah Tangga Pendeta No.33 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Pengelolaan Sampah.

d. SNI Jangka Panjang 2002 tentang Teknik Khusus Fungsional Penatausahaan Sampah Metropolitan.

e. SNI 3234 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah di lokasi setempat.

f. SNI S-04-1993-03 Tentang Penetapan Umur Pemborosan.

Sistem operasional pengelolaan sampah termuat dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 3/PRT/M/2003 dengan penjelasan bahwa dalam melakukan penanganan sampah dapat dilakukan melalui pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah.

3. Komunitas

Definisi komunitas dapat terbentuk melalui sekelompok orang yang saling berinteraksi secara sosial diantara kelompok tersebut dengan berdasarkan adanya kesamaan tujuan dan kebutuhan para individu yang bersifat terbuka bagi anggota kelompok lainnya serta tidak adanya unsur paksaan dari pihak manapun.

(13)

a. Bentuk-bentuk Komunitas

Merujuk pada penjelasan (Tonnies) dalam bukunya Community and Association yang terbit tahun 1955 menjelaskan bahwa komunitas terbagi dalam dua bentuk yaitu gemeinschaft dan gesselschaft..

Gemeinschaft merupakan pola kehidupan secara bersama dimana anggotanya diikat oleh hubungan darah dan batin alamiah yang bersifat kekal abadi serta dapat dijumpai dalam struktur keluarga dan kelompok kekerabatan.

Adapun ciri-ciri gemeinschaft ialah hubungan yang bersifat intim dan privat. Tipe gemeinschaft terdiri dari:

a) Gemeinschaft by blood, merupakan suatu hubungan yang berdasarkan pada adanya ikatan darah atau keturunan

b) Gemeinschaft of place, merupakan suatu hubungan yang berdasarkan oleh adanya kedekatan tempat tinggal atau persamaan wilayah

c) Gemeinschaft of mind, adalah suatu hubungan yang berdasarkan oleh adanya persamaan ideologi atau pemikiran dalam mencapai suatu tujuan.

(Soekanto, 2013)

Gesselschaft merupakan antonim dari kondisi gemeinschaft yang disebabkan oleh bertambahnya tingkat urbanisasi yang terjadi pada kota besar, sehingga adanya suatu komunitas dapat terbentuk oleh berbagai aspek yang berbeda. Pada komunitas ini tidak terdapat ikatan darah, norma dan nilai-nilai antar kedua belah pihak, hal ini yang menjadikan suatu hubungan yang terjalin sangat singkat dan lebih bersifat instrumen formal belaka. (Soekanto, 2013)

(14)

Pandangan Mac Iver dalam buku Cholil Mansyur tentang keberadaan communal code (keberagaman aturan dalam suatu kelompok) terbagi menjadi dua yang meliputi :

a) Primary Group, merupakan suatu hubungan yang terjalin antar anggota dalam suatu komunitas yang bersifat lebih intim dalam jumlah anggota terbatas dan berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama.

b) Secondary Group, merupakan hubungan antar anggota yang bersifat tidak intim dikarenakan jumlah anggota yang banyak dan terjalin dalam jangka waktu yang relatif singkat. Contohnya ialah perkumpulan profesi.

Pemikiran Montagu dan Matson dalam (Soekanto, 2013) terdapat konsep komunitas dan kompetensi masyarakat yang meliputi :

a) Dalam melakukan kegiatan interaksi pada komunitas setiap anggota berpedoman pada adanya hubungan pribadi dan hubungan kelompok

b) Dengan bertanggung jawab komunitas memiliki kemampuan dan kewenangan dalam mengelola suatu kepentingan bersama

c) Memiliki viabilitas berupa kemampuan dalam memecahkan sebuah permasalahan

d) Memiliki kesempatan yang sama dalam menyampaikan dan melakukan partisipasi bagi setiap anggota dalam suatu komunitas

e) Adanya heterogenitas dan perbedaan pendapat f) Adanya konflik dan penyelesaiannya

Komunitas dapat dinilai baik apabila dilengkapi dan ditunjang oleh adanya beberapa aspek sebagai berikut :

(15)

a) Mampu dalam memecahkan permasalahan dan kebutuhan suatu komunitas b) Mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan skala prioritas

c) Menemukan dan menyepakati secara bersama tujuan yang telah ditargetkan d) Dapat melakukan kerja sama secara rasional

Kekuatan dalam suatu komunitas terletak pada kepentingan bersama dalam memenuhi kebutuhan berdasarkan persamaan latar belakang budaya, ideologi, dan sosial ekonomi. Setiap komunitas memiliki cara yang berbeda dalam menyikapi keterbatasan kemampuan anggota kelompoknya. (Soekanto, 2013)

C. Kerangka Teori

1. Teori Ekofeminisme

Penelitian ini menggunakan teori ekofeminisme dari Vandana Shiva, teori ekofeminisme merupakan bagian dari hipotesis pembebasan perempuan yang mencoba memperjelas hubungan antara alam dan perempuan. Teori ekofeminisme lahir ke dunia dalam gelombang ketiga yang memberikan keadaan lingkungan bagi suatu pembebasan pada perempuan. Ekofeminisme adalah salah satu teori yang mengecam aktivis perempuan lainnya. Bagi perempuan dan lingkungan dapat menjadikan sebuah konsep eco-friendly yang diperkenalkan kepada masyarakat, ekofeminisme adalah satu-satunya teori feminisme yang diakui secara luas oleh masyarakat.

Teori ini bermula dari seorang tokoh aktivis perempuan bernama Francoise d’Eaubonne pada tahun 1974 melalui sebuah bukun “Le Feminisme ou La Mort”.

Dalam buku ini, Francoise mencoba untuk membangkitkan, menyambut dan menghentakkan suara kecil para aktivis perempuan untuk lebih fokus pada alam,

(16)

yang semakin menunjukkan keadaan darurat yang berlarut-larut dan belum menemukan penyelesaian terbaik.

Menurut Warren dari empat cabang pemikiran yaitu feminis liberal, marxis, radikal dan sosialis, pemikiran sosialis paling dekat memberikan dasar teoritis untuk melaksanakan praktik ekofeminis. Masing-masing mempunyai alasan yaitu feminisme liberal tidak memadai, dikarenakan pemikiran ini masih mengikuti dualisme seperti budaya, akal/tubuh, dan berkepala dingin/antusias. Hak-hak perempuan liberal menggarisbawahi sisi positif dari kemandirian dan otonomi yang kontras dengan pentingnya hubungan yang saling berhubungan antara semua jenis kehidupan dan alam. Dengan cara ini, pembebasan perempuan liberal tidak sejalan dengan lingkungan dan premis hipotetisnya bergumul dengan ruang alam.

Feminisme Marxis juga dianggap tidak tepat karena sama saja dengan para marxis dapat disebut juga sebagai komunis. Komunis yang menerima bahwa pekerjaan yang sebenarnya adalah gerakan manusia yang mendasar dan mengubah aset reguler dan bahan item untuk perdagangan dan pemanfaatan manusia.

Metodologi ini tidak menjunjung produksi ruang untuk Pertimbangan tentang alam, karena komunis dan aktivis perempuan menempatkan komunis “laki-laki dan perempuan yang terbebaskan, sebagai satu kelas di atas dan berlawanan dengan alam”.

Feminisme radikal juga dianggap tidak memadai karena tanpa disadari

“menerima pengaturan alam sosial yang ditolak oleh ekofeminisme dengan mengharapkan perempuan menerima hak-hak perempuan revolusioner sosial atau menolak aktivis perempuan libertarian ekstremis hubungan organik mereka dengan alam”. Dengan menekankan bahwa keuntungan perempuan dipenuhi bukan dengan

(17)

mengakui atau berhubungan dengan alam, Warren menuntut agar ekofeminisme harus melihat semua jenis orang sebagai normal dan sosial.

Warren menekankan bahwa feminisme sosialis pada dasarnya anti dualis, yang bertujuan seperti yang dikemukakan Alison Jagar untuk menghapus pemikiran kapitalis bahwa manusia diciptakan sebagai pekerja, melain sebagai perannya berupa seorang laki-laki dan perempuan. Feminisme sosialis tidak bermaksud untuk menghapuskan dikotomi manusia dan bukan manusia, karena feminisme sosialis gagal melihat bagaimana opresi terhadap perempuan oleh laki- laki berhubungan dengan opresi terhadap bukan manusia.

Pembebasan perempuan sosialis memberikan ruang spekulasi kepada perempuan dan laki-laki dari seluruh dunia untuk bertemu dan bersatu serta memperdagangkan perspektif aktivis perempuan yang berbeda. Sehingga feminisme sosialis berkarakteristik untuk menolak adanya logika dominasi dan berpendapat bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi hanya digunakan untuk menjaga kelangsungan bumi. Feminisme sosilais juga bergantung pada etika yang menekankan nilai-nilai feminism tradisional yang cenderung untuk menjalin dan menyatukan manusia.

Fenomena ini adalah tangan panjang dari sifat dominan dan manipulatif yang dimiliki oleh sikap maskulin. Pandangan Francoise (1974) tentang hubungan antara oprasi yang terjadi pada perempuan dan penyalahgunaan yang terjadi di alam adalah konsekuensi dari perspektif dan pengaturan yang diberikan oleh pengikutnya. Aturan itu bercirikan tentang adanya persaingan, dominasi, eksploitasi serta penindasan merupakan karakteristik dari adanya sikap maskulin yang dekat budaya kematian. (Long, 2011)

(18)

Menurut Karen J Warren menekankan bahwa dualism yang mengancam untuk menghancurkan kita adalah konstruksi sosial, dalam masyarakat patriarki kapitalis perempuan dan alam, laki-laki dan kebudayaan mempunyai makna tertentu. Warren mengklaim seorang feminis haruslah seorang ekofeminis yang mana merupakan suatu gerakan melawan naturisme dan pada saat yang sama juga adalah gerakan melawan seksisme. Dengan berfokus pada jenis co-ethic yang menjadi dasar pemikiran environmentalisme, Warren berkomentar bahwa ada elemen seksis atau bias laki-laki yang merendahkan kemampuannya untuk menyelamatkan “planet bumi”. Hanya etika ekofeminis yang bebas dari distorsi antroposentris dan androsentris yang dapat mengatasi naturisme sebenar-benarnya.

Warren mengklaim ekofeminis dapat melakukan hubungan dengan bukan manusial melalui cara yang dapat mengatasi pemecahan alam, kebudayaan tanpa melihat perbedaan tersebut. Dalam bukunya berjudul (Ekofeminisme Transformatif: Alternatif Kritis Mendekonstruksi Relasi Perempuan dan Lingkungan, 2007) menjelaskan bahwa keterkaitan ini tidak sulit terjadi, mengingat kerangka wilayah lokal dibentuk oleh nilai-nilai, keyakinan, pelatihan, dan perilaku yang memanfaatkan struktur man centric sebagai koneksi kontrol dan penundukan.

Vandana Shiva juga berperan penting dalam peningkatan pembangunan ekofeminisme. Shiva menyajikan standar sistem aturan mayoritas yang berlaku tidak hanya untuk manusia dan manusia, tetapi juga di antara manusia dan semua hewan di alam. Shiva mengaitkan gagasan sistem aturan mayoritas reguler dengan kelihaian lingkungan budaya India dengan istilah vasudhaivakumbakam yang berarti keluarga bumi. Gagasan ini memberikan pandangan bahwa kehidupan di alam adalah solidaritas yang tidak dapat dipisahkan antara manusia dan non-

(19)

manusia. Kehidupan ini menyiratkan bahwa selain manusia ada juga makhluk dan tumbuhan. Bagaikan gunung yang dipandang sebagai benda mati dan tak tergoyahkan, benar-benar memiliki kehidupan sehari-hari yang tidak terlihat oleh manusia, maka semua kehidupan di alam harus diperlakukan dengan baik.. (Shiva, 2015)

Alasan dalam menggunakan teori ini sebagai pijakan analisis penelitian karena memiliki pandangan untuk mengakui kesetaraan bagi manusia di masa depan seperti yang diungkapkan oleh Vandana Shiva yang harus ditegakkan dengan sudut pandang sumber daya di bidang ekonomi. Sudut pandang di bidang keuangan ini menonjol dari intuisi moneter yang didasarkan pada filosofi perusahaan bebas yang berpusat pada manusia. Perusahaan swasta yang berpusat pada manusia memiliki gagasan tentang siklus penciptaan yang seharusnya menuntut adanya provit, sehinga mengakibatkan eksploitasi secara besar-besaran dalam meraih keuntungan. (Shiva, 2015)

Perusahaan bebas (kapitalisme) dan masyarakat yang berpusat pada manusia adalah alasan untuk permainan kotor sosial dan pemusnahan alami.

Berbagai cara yang dilakukan dalam mewujudkan keadilan sosial dan kelestarian lingkungan tidak akan menghasilkan perubahan yang efisien apabila tidak diikuti oleh penghapusan cara pandang dan pemikiran kapitalisme patriakhi.

Ekofeminisme memiliki keyakinan pada kesetaraan dalam memfokuskan dan memastikan lingkungan tanpa ketidakseimbangan. Hubungan yang wajar (harmoni) di antara orang-orang adalah kunci dalam memusatkan perhatian pada bumi yang layak. Ekofeminis akan memilih untuk tidak mengembalikan wanita ke generalisasi dan pelatihan legenda tentang perempuan, namun perlu

(20)

mempertimbangkan mereka untuk menjadi perdebatan tergantung pada kesadaran aktivis perempuan dengan hubungan yang wajar di arena publik. Hal ini juga berlaku untuk masalah ekologi, standar kewajiban mengenai kebutuhan lingkungan, ketabahan yang luar biasa, menjaga keselarasan dengan alam, menegakkan keadilan, perhatian dan kesederhanaan adalah hal-hal yang harus dimiliki setiap individu sepanjang kehidupan sehari-hari. Berkenaan dengan isu, tidak hanya membidik pada iklim yang sebenarnya, tetapi juga iklim sosial-sosial yang menjadi premis kehidupan setiap individu.

Ekofeminisme menolak pandangan bahwa kebenaran terbagi menjadi dua bagian yang terisolasi dan tidak penting. Efek dari pandangan ini adalah pengenalan pendekatan kontrol. Segelintir orang yang merasa memiliki keadaan yang lebih tinggi dari alam yang dipandang sebagai pasal dalam pemenuhan kebutuhan manusia akan melahirkan mentalitas yang menyimpang. Dalam hubungan persahabatan, laki-laki merasa memiliki situasi yang lebih tinggi daripada perempuan, memunculkan budaya sentris laki-laki yang mendorong pelecehan perempuan.

Tujuan di balik ekofeminisme bukan hanya untuk menegur kerangka sentris laki-laki yang menyebabkan kontrol dalam berbagai kegiatan, tetapi juga untuk mengangkat isu bahwa "bumi tidak memiliki tempat dengan manusia" namun

"manusia memiliki tempat dengan bumi" sehingga tidak ada demonstrasi penguasaan yang menjadikan alam sebagai pemuasan kebutuhan manusia. Juga memulihkan kesadaran manusia untuk aman dan benar-benar fokus pada alam sebagai tempat tinggal.

(21)

Pertimbangan yang ditambahkan ekofeminisme ke alam semesta pada ilmu pengetahuan sangat membantu. Selain membangun budaya dengan cara hidup yang tidak berbahaya bagi ekosistem, ekofeminisme juga siap menjadi alasan intuisi dan mewakili perempuan untuk menjadi pemecah masalah dan influencer terhadap perempuan yang mahir dalam mengelola alam dan lingkungan, dalam hal ini cara kerja perempuan dalam semua perspektif terkait dengan lingkungan bukan satu- satunya yang hanya bekerja sama tetapi juga bertanggung jawab untuk mengamankan dan memastikan lingkungan hidup.

Menurut (Primavesi & Primavesi, 2020) Bumi adalah suatu lingkungan yang terdiri dari bagian-bagian yang berbeda yang saling berkaitan satu sama lain, saling membutuhkan, saling mempengaruhi dan memutuskan satu sama lain.

Bagian-bagian itu diikat menjadi satu untuk membentuk perangkap kehidupan.

Setiap bagian tidak dapat berkembang banyak secara ideal tanpa bantuan yang lain.

(22)

Sistematika Teoritik :

Teori Ekofeminisme

Keseimbangan

Alam Manusia

Pembangunan Berkelanjutan Kesetaraan dan Kebebasan

Gambar

Tabel  2. 1 Penelitian  Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Jaringan sosial didefinisikan sebagai seperangkat hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk di antara sekelompok orang, di mana karakteristik hubungan tersebut

Dunia gemerlap adalah tempat atau suatu kegiatan yang ditujukan untuk memberikan kesenangan bagi orang-orang agar dapat menghilangkan kejenuhan dari berbagai aktivitasnya

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa banyak item tindakan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien korban pasung dilakukan perawat dengan baik seperti

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 150 HIR ayat (1), bahwa kedua belah pihak yang berperkara dapat mengajukan pertanyaan kepada saksi yang diajukan oleh kedua belah pihak yang

Kesimpulan dari definisi sistem informasi itu sendiri adalah sekumpulan komponen – komponen yang saling terhubung dan saling bekerjasama satu sama lain untuk mencapai suatu

Ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi hasil tangkapan nelayan antara lain; (1) Tenaga kerja, (2) Bahan bakar, (3) Jenis alat tangkap yang digunakan (4) Jenis kapal,

(Cornelissed, 2014) menjelaskan bawah, terdapat tahapan dalam merumuskan sebuah konten dari strategi komunikasi, tahapan tersebut adalah antara lain adalah mengetahui

Penyebab kesulitan penyesuain sosial yang dialami remaj yang tinggal di LKSA adalah kurangnya respon positif dari lingkungan masyarakat, perilaku remaja LKSA yang