• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: TINJAUAN UMUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II: TINJAUAN UMUM"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II: TINJAUAN UMUM

2.1. Kerangka Tinjauan Umum

Prambanan Heritage Hotel & Convention Arsitektur Kontekstual

Tinjauan Teoritis Proyek

Tinjauan Teoritis Tema Studi Banding 1. Hotel 2. Convention 1. Kawasan Heritage 2. Arsitektur Kontekstual 3. Tinjauan Arsitektur Tradisional Jogjakarta 1. Amanjiwo Resort Hotel

2. Maya Ubud Bali Hotel Resort 3. Movenpick

Heritage Hotel

(2)

2.2. Tinjauan Teoritis Proyek

2.2.1. Hotel

Secara harfiah, kata Hotel dulunya berasal dari kata HOSPITIUM (bahasa Latin), artinya ruang tamu. Dalam jangka waktu lama kata hospitium mengalami proses perubahan pengertian dan untuk membedakan antara Guest House dengan Mansion House (rumah besar) yang berkembang pada saat itu, maka rumah-rumah besar disebut dengan HOSTEL. Rumah-rumah besar atau hostel ini disewakan kepada masyarakat umum untuk menginap dan beristirahat sementara waktu, yang selama menginap para penginap dikoordinir oleh seorang host, dan semua tamu-tamu yang (selama) menginap harus tunduk kepada peraturan yang dibuat atau ditentukan oleh host (HOST HOTEL). Sesuai dengan perkembangan dan tuntutan orang-orang yang ingin mendapatkan kepuasan, tidak suka dengan aturan atau peraturan yang terlalu banyak sebagaimana dalam hostel, dan kata hostel lambat laun mengalami perubahan. Huruf “s” pada kata hostel tersebut menghilang atau dihilangkan orang, sehingga kemudian kata hostel berubah menjadi Hotel seperti apa yang kita kenal sekarang (Retnaningrum, 2012).

2.2.1.1. Definisi Hotel

Menurut beberapa pengertian, hotel didefinisikan sebagai berikut. a. Menurut Dirjen Pariwisata – Depparpostel

Hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan, untuk menyediakan jasa penginapan, makan dan minum, serta jasa lainnya bagi umum, yang dikelola secara komersial.

b. Menurut Surat Keputusan Menteri Perhubungan R.I. No. PM 10/PW – 301/Phb.77, tanggal 12 Desember 1977

Hotel adalah suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial. Disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan penginapan, berikut makan dan minum.

(3)

c. Menurut Webster

Hotel adalah suatu bangunan atau suatu lembaga yang menyediakan kamar untuk menginap, makan dan minum serta pelayanan lainnya untuk umum. d. Endar Sri (1996)

Hotel merupakan bangunan yang dikelola secara komersil dengan memberikan fasilitas penginapan untuk masyarakat umum dengan fasilitas sebagai berikut:

1) Jasa penginapan

2) Pelayanan makanan dan minuman 3) Pelayanan barang bawaan

4) Pencucian pakaian

5) Penggunaan fasilitas perabot dan hiasan-hiasan yang ada di dalamnya.

2.2.1.2. Jenis Hotel

Menurut Tarmoezi (2000), penentuan jenis hotel tidak lepas dari kebutuhan pelanggan, ciri, atau sifat khas yang dimiliki wisatawan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat dari lokasi di mana hotel dibangun, sehingga dikelompokkan sebagai berikut.

1. City Hotel

Hotel yang berlokasi di perkotaan, biasanya diperuntukkan bagi masyarakat yang bermaksud untuk tinggal sementara (dalam jangka waktu pendek). City Hotel disebut juga sebagai transit hotel karena biasanya dihuni oleh para pelaku bisnis yang memanfaatkan fasilitas dan pelayanan bisnis yang disediakan oleh hotel tersebut.

2. Residential Hotel

Hotel yang berlokasi di daerah pinggiran kota besar yang jauh dari keramaian kota, tetapi mudah mencapai tempat-tempat kegiatan usaha. Hotel ini berlokasi

(4)

yang ingin tinggal dalam jangka waktu lama. Dengan sendirinya hotel ini diperlengkapi dengan fasilitas tempat tinggal yang lengkap untuk seluruh anggota keluarga.

3. Resort Hotel

Hotel yang berlokasi di daerah pegunungan (mountain hotel) atau di tepi pantai (beach hotel), di tepi danau atau di tepi aliran sungai. Hotel seperti ini terutama diperuntukkan bagi keluarga yang ingin beristirahat pada hari-hari libur atau bagi mereka yang ingin berekreasi.

4. Motel (Motor Hotel)

Hotel yang berlokasi di pinggiran atau di sepanjang jalan raya yang menghubungkan satu kota dengan kota besar lainnya, atau di pinggiran jalan raya dekat dengan pintu gerbang atau batas kota besar. Hotel ini diperuntukkan sebagai tempat istirahat sementara bagi mereka yang melakukan perjalanan dengan menggunakan kendaraan umum atau mobil sendiri. Oleh karena itu hotel ini menyediakan fasilitas garasi untuk mobil.

2.2.1.3. Klasifikasi dan Standar Hotel

Klasifikasi atau penggolongan hotel merupakan suatu sistem pengelompokan hotel-hotel ke dalam berbagai kelas atau tingkatan, berdasarkan ukuran penilaian tertentu. Hotel dapat dikelompokkan ke dalam berbagai kriteria menurut kebutuhannya, namun ada beberapa kriteria yang dianggap paling lazim digunakan. Sistem klasifikasi atau penggolongan hotel di dunia berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. Sebagai contoh, klasifikasi hotel di negara tertentu antara lain (Lestari, 2010):

a. Republik Rakyat Cina (RRC) mempergunakan klasifikasi:

Tourist Class, Standard dan Superclass Hotel

b. Bulgaria, Columbia, Equador, Syria, Kuwait, mempergunakan klasifikasi: Hotel kelas 3, 2, 1 dan Deluxe.

c. Yunani menggunakan klasifikasi: Hotel kelas A, B, C, D, E

(5)

d. Sementara itu di Indonesia, pada tahun 1970, pemerintah menentukan klasifikasi hotel berdasarkan penilaian-penilaian tertentu sebagai berikut: 1) Luas bangunan.

2) Bentuk bangunan. 3) Perlengkapan (fasilitas). 4) Mutu pelayanan.

Pada tahun 1977, sistem klasifikasi yang telah ditetapkan tersebut dianggap tidak sesuai lagi, maka dengan Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. PM.10/PW. 301/Pdb. – 77 tentang usaha dan klasifikasi hotel, ditetapkan bahwa penilaian klasifikasi hotel secara minimum didasarkan pada:

1) Jumlah kamar. 2) Fasilitas.

3) Peralatan yang tersedia. 4) Mutu pelayanan

Berdasarkan pada penilaian tersebut, hotel-hotel di Indonesia kemudian digolongkan ke dalam 5 (lima) kelas hotel, yaitu hotel bintang 1, hotel bintang 2, hotel bintang 3, hotel bintang 4, dan hotel bintang 5. Hotel-hotel yang tidak bisa memenuhi standar kelima kelas tersebut, ataupun yang berada di bawah standar minimum yang ditentukan oleh Menteri Perhubungan disebut Hotel Non Bintang. Tujuan umum daripada penggolongan kelas hotel adalah (Lestari, 2010):

1) Untuk menjadi pedoman teknis bagi calon investor (penanam modal) di bidang usaha perhotelan.

2) Agar calon penghuni hotel dapat mengetahui fasilitas dan pelayanan yang akan diperoleh di suatu hotel, sesuai dengan golongan kelasnya.

3) Agar tercipta persaingan (kompetisi) yang sehat antara pengusaha hotel. 4) Agar tercipta keseimbangan antara permintaan (demand) dan penawaran

(supply) dalam usaha akomodasi hotel.

Pada tahun 1970-an sampai dengan tahun 2001, penggolongan kelas hotel bintang 1 sampai dengan bintang 5 lebih mengarah ke aspek bangunannya seperti

(6)

Pariwisata No. KM 3/HK 001/MKP 02 tentang penggolongan kelas hotel, bobot penilaian aspek mutu pelayanan lebih tinggi dibandingkan dengan aspek fasilitas bangunannya. Walaupun demikian seorang perencana dan perancang bangunan yang ingin membuat sebuah hotel dapat mengacu pada Ketentuan dan Kriteria Klasifikasi Hotel yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pariwisata tahun 1995. Akan tetapi, untuk jumlah kamar tidak diharuskan sesuai dengan golongan kelas hotel, asalkan seimbang dengan fasilitas penunjang serta seimbang antara pendapatan dan pengeluaran dari hotel tersebut. Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor. KM 3/HK 001/MKP/02.

Pada golongan hotel bintang, terdapat klasifikasi pembagian kamar. Kamar yang merupakan area privat dan utama bagi tamu dibedakan menjadi beberapa tipe kamar sebagai berikut (Lestari, 2010):

1) Single Room, adalah kamar yang memiliki satu tempat tidur untuk satu orang tamu.

2) Twin Room, adalah kamar yang memiliki dua tempat tidur untuk dua orang tamu.

3) Double Room, adalah kamar yang memiliki satu tempat tidur besar untuk dua orang tamu.

4) Triple Room, adalah kamar yang memiliki double bed untuk dua orang ditambah dengan extra bed.

5) Junior suite Room, adalah sebuah kamar besar yang terdiri dari ruang tidur dan ruang tamu.

6) Suite Room, adalah kamar yang terdiri dari dua bagian, yaitu kamar tidur untuk dua orang ditambah ruang tamu, ruang makan, dan sebuah dapur kecil.

7) President Suite Room, adalah kamar yang terdiri dari tiga kamar besar, yaitu kamar tidur, kamar tamu, ruang makan, dan sebuah dapur kecil.

Menurut keputusan direktorat Jendral Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi no 22/U/VI/1978 tanggal 12 Juni 1978 0F6, klasifikasi hotel dibedakan dengan menggunakan simbol bintang antara 1-5. Semakin banyak bintang yang dimiliki suatu hotel, semakin berkualitas hotel tersebut. Penilaian dilakukan selama 3 tahun sekali

(7)

dengan tata cara serta penetapannya dilakukan oleh Direktorat Jendral Pariwisata. Berikut ini merupakan tabel perbedaan fasilitas pada hotel berbintang:

No. Fasilitas Bintang

I II III IV V

a. Kamar tidur dan WC

Min. 10 Min. 15 Min. 30 Min. 50 Min. 100

b. Restoran/ruang makan Perlu min. 1 Perlu min. 1

Wajib min. 1 Wajib min. 1 Wajib min. 2

c. Function Room - - Wajib Wajib Wajib

d. Rekreasi/olah raga - - Perlu kolam renang

Wajib kolam renang

Wajib kolam renang

e. Ruang sewa - - Perlu min. 1 ruang

Wajib Wajib

f. Lounge - - Wajib Wajib Wajib

g. Taman Dianjurkan Dianjurkan Perlu Perlu Perlu

Tabel 2 Perbedaan Fasilitas Pada Hotel Berbintang Sumber: Katalog Pariwisata di Jogjakarta, Dinas Pariwisata, DIY

2.2.2. Konvensi

2.2.2.1. Definisi Konvensi

Kata convention atau konvensi merupakan pertemuan sekelompok orang

untuk suatu tujuan yang sama atau untuk bertukar pikiran, pendapat dan informasi tentang suatu hal yang menjadi perhatian bersama. Istilah "Convention" digunakan secara luas untuk menggambarkan suatu bentuk pertemuan tradisional atau

(8)

Exhibition Facilities, The Architecture Press, London, 1981). Sedangkan pengertian konvensi menurut Dirjen Pariwisata, adalah suatu kegiatan berupa pertemuan antara sekelompok orang (negarawan, usahawan, cendekiawan dan sebagainya) untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama atau bertukar informasi tentang hal-hal baru yang menarik untuk dibahas (Keputusan Dirjen Pariwisata Nomor: Kep-06/U/IV/1992; Pasal 1: Pelaksanaan usaha jasa konvensi, perjalanan intensif dan pameran).

Menurut Kesrul (2004) dalam Fidinina (2014), convention pada umumnya juga termasuk ke dalam kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Conference dan Exhibition) sebagai suatu kegiatan kepariwisataan yang aktifitasnya merupakan perpaduan antara leisure dan business, biasanya melibatkan sekelompok orang secara bersama-sama, rangkaian kegiatannya dalam bentuk meetings, incentive travels, convention, congresses, conference dan exhibition. Kegiatan konvensi atau convention membutuhkan ruang khusus yaitu berupa Hall. Pengertian Hall itu sendiri adalah ruangan, ruang depan, aula, balai ruang (John M Echols and Hasan shadily, Kamus Bahasa Inggris-Indonesia). Suatu konvensi terdapat banyak informasi yang dapat diungkapkan, dibahas dan disimpulkan bersama, yang berkaitan dengan tema atau subyek yang menjadi topik perhatian atau pembicaraan pada kegiatan tersebut.

Perkembangannya sering diikuti dengan pameran/eksibisi yang mendukung atau berkaitan dengan tema konvensi. Dari uraian di atas, maka dapat diambil satu pengertian mengenai "Convention Hall” adalah suatu ruangan yang digunakan sebagai tempat untuk pertemuan (yang mencakup sidang utama dan komisi, jamuan dan pameran) bagi sekelompok orang untuk saling tukar-menukar informasi, pendapat dan hai-hal baru yang menarik dibahas untuk kepentingan bersama. Lengkap dengan segala sarana dan prasarana penunjangnya, baik konvensi berskala nasional maupun internasional, serta masih dimungkinkan dilaksanakan kegiatan lainnya seperti jamuan makan dan eksibisi (Santoso, 2011).

2.2.2.2. Kegiatan Konvensi

Berikut ini merupakan kegiatan convention atau bentuk pertemuan convention menurut Fred Lawson (1981), dalam bukunya Conference, Convention, and Exhibition

(9)

Facilities, yang dapat ditampung dalam sebuah convention maupun exhibition Centre,

antara lain:

1. Kongres, merupakan pertemuan untuk mendiskusikan atau menetapkan penyelesaian sejumlah permasalahan.

2. Konvensi, merupakan pertemuan sejumlah orang untuk suatu objek umum atau untuk bertukar pikiran, pandangan dalam grup.

3. Konferensi, merupakan sesi umum dan face to face kelompok dengan partisipasi yang tinggi terutama terhadap perencanaan, mendapatkan fakta informasi, ataupun menyelesaikan masalah. Biasanya terdiri dari satu golongan seperti profesi, asosiasi, dan perusahaan. Pertemuan ini terkesan sangat formal dan mendorong partisipasi kolektif dalam mencapai pendapat obyektif dan tujuan.

4. Seminar, umumnya tatap muka berbagi pengalaman tentang fakta di bawah bimbingan seorang pemimpin diskusi. Pesertanya lebih dari 30 orang

5. Workshop, umumnya terdiri dari sesi umum bersamaan dengan tatap muka peserta untuk meningkatkan pengetahuan baru, kemampuan dan wawasan dalam masalah. Pesertanya biasanya lebih dari 35 orang.

6. Simposium, diskusi panel dengan pemberian pemaparan ahli sebelum sesi audiensi. Walaupun partisipasi pendengar rendah dalam simposium.

7. Forum, diskusi panel yang mengambil sisi yang bertolak belakang oleh ahli dengan pemberian pemaparan dan memberikan kesempatan kepada pendengar untuk berpartisipasi.

8. Kuliah umum, presentasi resmi oleh seorang ahli yang diikuti dengan sesi tanya jawab.

9. Panel, dua atau lebih pembicara yang mengemukakan sudut pandang dengan diskusi antar pembicara yang dipimpin oleh moderator.

10. Colloquium, program dengan penentuan masalah oleh peserta di awal yang kemudian didiskusikan, pemimpin diskusi kemudian membangun program seputar masalah yang paling banyak. Diskusi ini memiliki penekanan sama pada diskusi dan instruksinya.

(10)

2.2.2.3. Persyaratan Fasilitas Konvensi

Berikut ini merupakan tabel terkait persyaratan fasilitas pada bangunan

convention:

Aspect Checklist

Public access Sarana transportasi, ruang tunggu, fasilitas parkir

Sensitive areas Perlindungan terhadap pengrusakan dan kerusakan (pagar, parit). Penggabungan dalam susunan (halaman, konservatori kaca)

Security generally Pengendalian jalur akses, sistem pengawasan

Flood lighting pencahayaan bangunan dan outdoor pameran (Sistem pencahayaan, lokasi). Pencahayaan pintu masuk dan pendekatan

Maintenance Ground maintance, building fabric, window cleaning

Emergency access and egress

Lokasi keluar dan tempat berkumpul. Akses kendaraan, hidran air, pencahayaan darurat

Technical plant Plant room requirements, location, limitation of noise, vibration; effuvia, storage and safety requirements

Exhibits and other deliveries

Loading dock requirements, dimensional clearances, handling equipment, security control, weather protection

Tabel 3 Congress, Convention and Exhibition Facilities Sumber: Fred Lawson, 2000

Adapun detail dari persyaratan fasilitas yang tersedia dalam convention Centre adalah sebagai berikut (Lawson, 1981):

1. Memiliki satu atau dua auditorium besar.

2. Dua atau tiga hall pertemuan kapasitas sedang. 3. Hall ekshibisi dengan luas dan spesifikasi tertentu.

(11)

4. Service food (restaurant, coffee bar) untuk peserta konvensi. 5. Monitor televisi.

6. Pelayanan pos, pers, conference organizers untuk delegasi. 7. Pelayanan secretariat untuk kegiatan kongres.

8. Pelayanan pengadaan, printing, dan pelayanan penerjemah bahasa. 9. Pelayanan display dan pelayanan ekshibisi.

10. Pelayanan recording, filming, dan publisitas.

11. Pelayanan parkir kendaraan untuk delegasi VIP dan parkir umum.

2.3. Tinjauan Teoritis Tema

2.3.1. Kawasan Heritage

2.3.1.1. Pengertian Heritage

Pengertian heritage sesungguhnya cukup luas. Dalam kamus Inggris-Indonesia susunan John M Echols dan Hassan Shadily, heritage berarti warisan atau pusaka. Sedangkan dalam kamus Oxford, heritage ditulis sebagai sejarah, tradisi, dan nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa atau negara selama bertahuntahun dan dianggap sebagai bagian penting dari karakter mereka. Menurut UNESCO, heritage yaitu sebagai warisan (budaya) masa lalu, apa yang saat ini dijalani manusia, dan apa yang diteruskan kepada generasi mendatang. Pendek kata, heritage adalah sesuatu yang seharusnya diestafetkan dari generasi ke generasi, umumnya karena dikonotasikan mempunyai nilai sehingga patut dipertahankan atau dilestarikan keberadaannya.

Menurut Ibid dalam bukunya yang berjudul World Heritage Committee, heritage dibagi menjadi dua unsur, yaitu:

1. Intangible Heritage (abstrak), merupakan heritage yang tidak dapat disentuh karena bukan merupakan benda berwujud (bahasa, ritual, music, tarian, kepercayaan, dll).

2. Tangible Heritage (konkrit), merupakan heritage yang berupa benda berwujud atau dapat disentuh.

(12)

Secara konseptual pengelolaan sebuah aset tinggalan budaya (heritage) harus memperhatikan 4 (empat) aspek penting yang signifikan meliputi (Hall and McArthur, 1993):

1. Ekonomis 2. Sosial 3. Politis 4. ilmiah

Secara umum, terkait dengan tema heritage beberapa definisi mengenai pengelolaan aset tinggalan budaya menjelaskan bahwa ada 3 (tiga) hal penting yang juga perlu diperhatikan yaitu:

1. Preservasi: tindakan untuk mencegah benda budaya berubah dari aslinya akibat berbagai hal yang dapat membahayakan atau mengancam keselamatan benda tersebut.

2. Konservasi: tindakan untuk merawat sebuah benda budaya sehingga tetap seperti aslinya dan terhindar dari kerusakan-kerusakan.

3. Eksploitasi: suatu kegiatan untuk menggali dan kemudian memanfaatkan nilai-nilai suatu benda tinggalan budaya khususnya bagi kegiatan pendidikan, pariwisata, dan rekreasi.

Di dalam pengelolaan kawasan heritage juga dikenal adanya konsepsi tentang zonasi yang berorientasi pada kelestarian atas obyek-obyek vital yang merupakan warisan budaya yang ada di lokasi tersebut. Zonasi merupakan bentuk alokasi wilayah secara geografis untuk kepentingan tertentu dan distribusi ruang sesuai dengan intensitas kepentingan manusia untuk kepentingan konservasi (Eagles, 2002). Zonasi memberikan beberapa keuntungan, antara lain:

1. Zonasi mempermudah pemahaman dan pengelolaan yang akan dijalankan di lingkungan objek terkait dengan nilai-nilai yang dimiliki objek dan harus di lindungi.

2. Zonasi dapat menjadi standard sekaligus mekanisme kontrol sehingga dapat mengurangi dampak negatif atau dampak lain yang tidak dikehendaki yang mungkin terjadi terhadap objek.

(13)

3. Zonasi membantu pemahaman dalam pendistribusian pemanfaatan objek dan peluang untuk kepentingan yang berbedabeda, dalam batas-batas yang telah ditentukan.

2.3.1.2. Ciri-Ciri

Menurut Synder dan Catanse dalam Budiharjo (1997), terdapat enam cirri-ciri heritage, antara lain:

1. Kelangkaan, yaitu merupakan sesuatu yang langka.

2. Kesejarahan, yaitu memuat lokasi peristiwa bersejarah yang penting. 3. Estetika, yaitu mempunyai keindahan bentuk struktur atau ornament. 4. Superlativitas, yaitu tertua, tertinggi, atau terpanjang.

5. Kejamakan, yaitu karya yang mewakili suatu jenis atau ragam bangunan tertentu.

6. Pengaruh, yaitu keberadaanya akan meningkatkan citra lingkungan sekitarnya. Selain keenam ciri-ciri diatas, Kerr (1983) menambahkan tiga ciri-ciri heritage, yaitu:

1. Nilai Sosial, yaitu mempunyai makna bagi masyarakat.

2. Nilai Komersial, yaitu berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai kegiatan ekonomis.

3. Nilai Ilmiah, yaitu berperan dalam bidang pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

2.3.2. Arsitektur Kontekstual

2.3.2.1. Pengertian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia; ar·si·tek·tur /arsitéktur/ n 1 seni dan ilmu merancang serta membuat konstruksi bangunan, jembatan, dsb; 2 metode dan gaya rancangan suatu konstruksi bangunan. Kon·teks·tu·al /kontékstual/ a berhubungan dng konteks. Kon·teks /kontéks/ n 1 Ling bagian suatu uraian atau kalimat yg dapat mendukung atau menambah kejelasan makna; 2 situasi yg ada

(14)

hubungannya dng suatu kejadian: orang itu harus dilihat sebagai manusia yg utuh dalam kehidupan pribadi dan masyarakatnya.

Sedangkan menurut Wijayanti (2011), konteks merupakan kondisi dan situasi (setting), dimana arsitektur berada. Maka Arsitektur Kontekstual merupakan sebuah pendekatan terpadu dengan mengikutsertakan pertimbangan kualitas lingkungan fisik dan aspek non-fisik ke dalam proses perancangan arsitektur. Aspek-aspek fisik dan non fisik yang mencakup diantaranya yaitu:

1. Kegiatan: fungsi, program ruang dll.

2. Lingkungan: gubahan massa, linkage dan sirkulasi, dan ruang publik. 3. Visual: tampak, elemen bangunan, langgam dll.

Menurut Bill Raun; Kontekstual menekankan bahwa sebuah bangunan harus mempunyai kaitan dengan lingkungan (bangunan yang berada di sekitarnya). Keterkaitan tersebut dapat dibentuk melalui proses menghidupkan kembali nafas spesifik yang ada dalam lingkungan (bangunan lama) ke dalam bangunan yang baru sesudahnya. Maka, arsitektur kontekstual menurut pemahaman saya adalah sebuah metode perancangan yang mengkaitkan dan menyelaraskan bangunan baru dengan karakteristik lingkungan sekitar. Adapun poin-poin penting pada arsitektur kontekstual sebagai berikut ini:

 Kontekstual berarti berusaha keras agar ada “kesesuaian” antara pendatang baru, yaitu bangunan atau karya arsitektur dengan kondisi tapak yang telah ada sebelumnya.

 Kesesuaian tidak berarti harus sama.

 Kesesuaian yang dimaksud adalah memperkuat, memperbesar, menyelamatkan, memperbaiki atau meningkatkan kualitas lingkungan yang ada.

Kontekstual merupakan suatu hal yang penting dalam arsitektur, karena arsitektur bukanlah obyek yang berdiri sendiri, melainkan harus menjadi satu kesatuan harmonis dengan sekitarnya, menjadi satu kesatuan jaringan secara sosial, budaya maupun ekologis. Keberadaannya harus memberikan keseimbangan, tidak hanya mengambil tetapi juga memberi. Kontekstualisme menurut Brent C Brolin dalam

(15)

bukunya Architecture in Context (1980) adalah kemungkinan perluasan bangunan dan keinginan mengaitkan bangunan baru dengan lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain, kontekstualisme merupakan sebuah ide tentang perlunya tanggapan terhadap lingkungannya serta bagaimana menjaga dan menghormati jiwa dan karakter suatu tempat.

Kontekstual pada aspek fisik, dapat dilakukan dengan cara:

1. Mengambil motif-motif bangunan yang telah ada atau motif desain setempat: bentuk massa, pola atau irama bukaan, dan ornamen desain.

a. Geometri: standard geometri: persegi, bulat, segitiga, kubus dll. b. Kompleksitas: derajat kesederhanaan atau daya tarik.

c. Orientasi: hubungan bentuk dengan horizon, vertikal atau horizontal

2. Menggunakan bentuk dasar yang sama untuk dimodifikasi sehingga tampak beda.

3. Mengembangkan bentuk-bentuk dan pola-pola baru yang memiliki efek visual yang mendekati bangunan lama.

4. Mengabstraksikan bentuk-bentuk asli (kontras).

Kontekstual dalam aspek non fisik dapat dilakukan melalui pendekatan: 1. Fungsi

2. Filosofi 3. Teknologi.

Bangunan baru yang didesain ’kontras’ dengan bangunan lama, namun mampu memperkuat nilai historis bangunan lama akan dianggap lebih kontekstual daripada bangunan baru yang dibuat ’selaras’, sehingga menghilangkan atau mengaburkan pandangan orang akan nilai historis bangunan lama. Sehingga, untuk menjadikan sebuah desain kontekstual, bisa dengan menjadikannya ’selaras’ ataupun ’kontras’ dengan lingkungan sekitar dengan tetap mengedepankan tujuan dari kontekstual itu sendiri, yaitu menghadirkan ’kesesuaian’, dalam arti memperkuat, memperbesar, menyelamatkan, memperbaiki atau meningkatkan kualitas lingkungan yang ada (Wijayanti, 2011).

(16)

2.3.2.2. Jenis dan Ciri-ciri

Arsitektur kontekstual dibagi menjadi 2 jenis kelompok yaitu (Aliya, 2010): 1. Contras (kontras / berbeda)

Kontras dapat menciptakan lingkungan urban yang hidup dan menarik, namun dalam pengaplikasiannya diperlukan kehati-hatian hal ini agar tidak menimbulkan kekacauan. Hal ini sesuai dengan pendapat Brent C. Brolin, bahwasannya kontras bangunan modern dan kuno bisa merupakan sebuah harmoni, namun ia mengatakan bila terlalu banyak akan mengakibatkan ”shock

effect” yang timbul sebagai akibat kontras. Maka efektifitas yang dikehendaki

akan menurun sehingga yang muncul adalah chaos. Contoh penerapan desain bangunan pada jenis kelompok arsitektur kontekstual kontras dapat terlihat pada bangunan Louver, di Paris, Perancis.

Gambar 1 Louvre Pyramid Sumber: Google.co.id

2. Harmony (harmoni / selaras)

Ada kalanya suatu lingkungan menuntut keserasian / keselarasan, hal tersebut dilakukan dalam rangka menjaga keselarasan dengan lingkungan yang sudah ada. Bangunan baru lebih menghargai dan memperhatikan konteks/ lingkungan dimana bangunan itu berada. Sehingga kehadiran satu atau sekelompok bangunan baru lebih menunjang daripada menyaingi karakter bangunan yang sudah ada walaupun terlihat dominan (secara Kuantitatif). Contoh penerapan desain bangunan pada jenis kelompok arsitektur kontekstual harmoni/selaras dapat terlihat pada bangunan komplek permukiman Victorian Homes di Steiner Street, San Francisco.

(17)

Gambar 2 Victorian Homes Sumber: Google.co.id

Desain pada arsitektur kontekstual memiliki beberapa karakteristik, antara lain: 1. Bangunan kontekstual tidak berdiri sendiri dan berteriak “Lihatlah Aku!” tetapi

bahkan cenderung menjadi suatu bangunan yang bersifat latar belakang. 2. Teknik mendisain dengan faham Kontekstualisme dapat dikembangkan untuk

dapat memberikan jawaban khususnya untuk kondisi-kondisi yang bersifat morfologis, tipologis, dan pragmatis menjadi bersifat pluralistik dan fleksibel. 3. Selain itu juga bukan dogmatis rasional atau terlalu berorientasi pada

kaidah-kaidah yang terlalu universal.

Adapun ciri – ciri dari pendekatan desain kontekstual adalah: 1. Adanya pengulangan motif dari desain bangunan sekitar.

2. Pendekatan baik dari bentuk, pola atau irama, ornament, dan lain-lain terhadap bangunan sekitar lingkungan, hal ini untuk menjaga karakter suatu tempat. 3. Meningkatkan kualitas lingkungan yang ada.

2.3.3. Tinjauan Arsitektur Jogjakarta

2.3.3.1. Arsitektur Jawa-Jogjakarta

Arsitektur Jogjakarta merupakan arsitektur Jawa yang digunakan oleh masyarakat Jawa di Jogjakarta. Arsitek Jawa telah ada dan berlangsung selama paling tidak 2.000 tahun. Arsitektur Jawa kuno dipengaruhi oleh kebudayaan India bersamaan dengan datangnya pengaruh Hindu dan Buddha terhadap kehidupan

(18)

Jawa adalah India Selatan, Ini terbukti dari penemuan candi-candi di India yang hampir menyerupai candi yang ada di Jawa. Arsitektur jawa pada umumnya mengacu kepada relief-relief pada candi-candi hindu-budha di dataran Jawa. Pada relief Candi Borobudur misalnya, tampak bahwa rumah di Jawa digambarkan berkolong tinggi dan cenderung persegi panjang daripada bujur sangkar sehingga lebih mirip rumah panggung. Bentuk atap rumah yang berarsitektur Jawa terdiri dari tipe tajug, joglo, limasan dan kampung (atap pelana). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Arsitektur Tradisional Jogjakarta merupakan arsitektur jawa pada umumnya yaitu suatu bangunan arsitektur atau tempat tinggal orang jawa yang filosofi, kosmologi serta cara pembuatannya diwariskan secara turun temurun untuk melakukan aktivitas mereka.

Gambar 3 Bentuk Arsitektur Rumah Jawa pada Relief Candi Sumber: Sukirman Dharmamulya

Arsitektur Jawa banyak dipengaruhi oleh konsepsi dan filsafat bangunan India. Sedangkan arsitektur India sendiri, selain mendapat inspirasi dari alam juga dipengaruhi oleh tradisi oriental. Pengaruh ini antara lain terdapat pada atap yang menjadi bagian terpenting dalam bangunan, seperti hanya dalam arsitektur Cina. Berbagai ornamen diletakan pada dinding, mengekspresikan kehidupan religius. Selain pengaruh nilai-nilai spiritual yang menentukan dalam proses pembangunan rumah, sebenarnya masih banyak hal yang menentukan bangunan nilai tradisional. Arsitektur tradisional sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan setempat baik berupa iklim, bahan maupun cara pembangunannya. Disamping itu juga dipengaruhi kebudayaan setempat seperti agama atau kepercayaan, pola hidup, keadaan sosial dan sebagainya (Wahyudi, 2009).

2.3.3.2. Ragam Bentuk dan Filosofi Bangunan

Masyarakat Jawa mengenal beberapa istilah untuk menyebut rumah, antara lain omah, pomah, dan dalem. Masyarakat Jawa mengenal beberapa istilah untuk

(19)

menyebut rumah, antara lain omah, pomah, dan dalem. Secara garis besar, rumah tradisional Jawa dapat dibedakan menjadi bentuk panggang-pe, kampung, limasan, tajug, dan joglo (Wahyudi, 2009). Masing-masing bentuk mengalami perkembangan berupa penambahan elemen-elemen bangunan. Berikut ini adalah bentuk ragam rumah tradisional Jawa:

1. Rumah bentuk Panggang-pe

Berasal dari kata panggang (dipanaskan diatas bara api) dan epe (dijemur sinar matahari). Ragam ini banyak digunakan sebagai tempat menjemur daun teh, ketela pohon dan lain-lain. Merupakan ragam arsitektur yang paling tua dan sederhana, dapat diketahui dari relief pada dinding candi Borobudur dan Prambanan, terbentuk dari empat tiang dengan satu bidang atap persegi panjang yang lereng

2. Rumah bentuk Kampung

Berasal dari bahasa Jawa yang berarti desa atau dusun. Merupakan ragam arsitektur yang setingkat lebih sempurna dari pada Panggang-pe, dengan denah persegi panjang bertiang empat, dua bidang atap lereng yang dipertemukan pada sisi atasnya dan ditutup dengan “tutup keyong”. Pada masa lampau ada anggapan bahwa yang menggunakan ragam kampung adalah kalangan bawah yang kurang mampu. Akan tetapi dewasa ini digunakan untuk 12 berbagai macam bangunan (rumah tinggal, kantor, sekolah) bagi segenap lapisan masyarakat.

3. Rumah bentuk Limasan

Mempunyai denah empat persegi panjang, dengan empat bidang atap. Yang dua bidang berbentuk segi tiga samakaki yang disebut Kejen atau Cocor, sedang dua bidang lainya disebut Brunjung. Dalam perkembangannya, bentuk Limasan pokok tersebut diberi tambahan pada sisi-sisinya yang disebut Empat Emper. Terciptalah berbagai jenis Limasan. Ragam ini banyak digunakan baik untuk rumah rakyat, rumah bangsawan, regol, bangsal, maupun fungsi-fungsi baru seperti rumah sakit, sekolah, kantor, dan lain-lain.

(20)

Mempunyai denah bujur sangkar dengan empat tiang dan empat bidang atap yang bertemu di satu bidang titik puncak yang runcing. Ragam ini banyak digunakan untuk bangunan yang sakral seperti cungkup, makam, langgar dan masjid, sebagaimana kita ketahui bentuk masjid di Jawa, berbeda dengan masjid di negara lain, mempunyai bentuk tradisional yang menyatu dengan lingkungan setempat di sekitarnya. Menandakan bahwa masyarakat Jawa cukup kuat dalam menangkal pengaruh dari luar.

5. Rumah bentuk Joglo

Merupakan ragam arsitektur yang paling sempurna dan canggih, dengan ukuran yang lebih besar dari dibandingkan ragam-ragam yang lain. Ciri umum bentuk bangunan Joglo adalah empat tiang di tengah yang disebut Saka Guru, dan digunakanya blandar bersusun yang disebut tumpang sari. Pada masa lampau ragam Joglo hanya diperkenankan untuk rumah kaum bangsawan, istana raja dan pangeran, serta orang yang terpandang saja. Akan tetapi dewasa ini digunakan oleh segenap lapisan masyarakat dan juga untukberbagai fungsi lain seperti gedung pertemuan dan kantor-kantor.

Gambar 4 Ragam Bentuk Rumah Arsitektur Jawa Sumber: Wahyudi, 2009

Perbedaan bentuk pada rumah Jawa menunjukkan status sosial, sedangkan persamaan dalam susunan ruang menandakan adanya pandangan hidup yang diwujudkan melalui aturan-aturan dalam kehidupan rumah tangga. Pada bentuk ruang dalam, rumah Jawa yang ideal paling tidak terdiri dari dua atau tiga unit bangunan, yakni pendopo (ruang untuk pertemuan), pringgitan (ruang untuk pertunjukan) dan dalem (ruang inti keluarga). Dalem dibedakan menjadi bagian luar yang disebut dengan emperan serta bagian dalam yang tertutup dinding. Bagian dalam terdiri dari dua bagian (depan dan belakang) atau tiga bagian (depan, tengah dan belakang). Bagian belakang terdiri atas sentong kiwo, sentong tengen serta sentong tengah. Orientasi bangunan adalah arah selatan (Tjahjono, 1990).

(21)

Gambar 5 Bentuk Struktur Pembagian Ruang Dalam Rumah Adat Jawa

Sumber: Dakung, Arsitektur Tradisional DIY (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1982)

1. Pendapa, difungsikan sebagai tempat melakukan aktivitas yang sifatnya formal (pertemuan, upacara, pagelaran seni dan sebagainya). Meskipun terletak di bagian depan, pendapa bukan merupakan ruang penerima yang mengantar orang sebelum memasuki rumah. Jalur akses masuk ke rumah yang sering terjadi adalah tidak dari depan melalui pendapa, melainkan justru memutar melalui bagian samping rumah

2. Pringgitan, lorong penghubung (connection hall) antara pendapa dengan omah njero. Bagian pringgitan ini sering difungsikan sebagai tempat pertunjukan wayang kulit / kesenian / kegiatan publik. Emperan adalah teras depan dari bagian omah-njero. Teras depan yang biasanya lebarnya sekitar 2 meter ini merupakan tempat melakukan kegiatan umum yang sifatnya nonformal. 3. Omah-njero, kadang disebut juga sebagai omah-mburi, dalem ageng atau

omah. Kata omah dalam masyarakat Jawa juga digunakan sebagai istilah yang mencakup arti kedomestikan, yaitu sebagai sebuah unit tempat tinggal. 4. Senthong-kiwa, dapat digunakan sebagai kamar tidur keluarga atau sebagai

tempat penyimpanan beras dan alat bertani.

5. Senthong tengah (krobongan), sering juga disebut sebagai boma, pedaringan, atau krobongan. Dalam gugus bangunan rumah tradisional Jawa, letak senthong-tengah ini paling dalam, paling jauh dari bagian luar. Senthong-tengah ini merupakan ruang yang menjadi pusat dari seluruh bagian rumah. ruang ini seringkali menjadi “ruang pamer” bagi keluarga penghuni rumah tersebut. Sebenarnya senthong-tengah merupakan ruang yang sakral yang sering menjadi tempat pelaksanaan upacara / ritual keluarga. Tempat ini juga

(22)

6. Senthong-tengen, fungsinya sama dengan sentong kiwa

7. Gandhok, bangunan tambahan yang mengitari sisi samping dan belakang bangunan inti.

Bentuk rumah dan filosofi dari banyaknya ragam rumah tradisional Jogjakarta diketahui memiliki keterkaitan dan persamaan dengan arsitektur candi. Berbagai macam bentuk rumah dan atap bangunan pada arsitektur tradisional Jawa-Jogjakarta ditemukan serta diterapkan juga pada relief candi-candi di daerah Jawa Tengah dan Jogjakarta seperti gambar dibawah ini.

Gambar 6 Aneka Bentuk Rumah Arsitektur Tradisional Jawa-Jogjakarta Sumber: Tjahja Tribinuka dalam Wibowo,2011

Selain bentuk rumah dan atap bangunan tersebut diketahui juga bangunan arsitektur tradisional Jawa-Jogjakarta memiliki persamaan terkait konsep TRILOKA,

(23)

yaitu pembagian 3 zona (kepala, badan dan kaki), sebagai personifikasi dari penghuninya yaitu lahir-hidup-mati atau: bhùrloka (bumi), bhuvaáloka (langit) dan

svaáloka (sorga). Hal tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini,

Gambar 7 Konsep Triloka pada Candi dan Rumah Tradisional Jogjakarta Joglo Sumber: http://augiedyani.blogspot.co.id

2.4. Study Banding

2.4.1. Amanjiwo Resort Hotel

Amanjiwo Resort Hotel merupakan bangunan resort monumental yang dibangun di tengah-tengah alam dengan menggunakan batu kapur atau gamping dan terinspirasi dari budaya Jawa Tengah. Terletak di kawasan wisata Candi Borobudur,

(24)

apabila pengunjung memasuki kawasan resort ini. Anggapan kuno dalam pemakaian konsep budaya lokal tidak terbukti dan hal ini membalikkan fakta bahwa arsitektur nusantara bisa di kolaborasikan dengan arsitektur masa kini. Kejujuran dalam desain mempengaruhi tata nilai ruang yang nampak dalam konsep hirarki ruang, proporsi dan skala manusia (Lestari, 2010).

Amanjiwo Resort Hotel dibangun oleh suatu jaringan kelompok perusahaan bertaraf international amanresort yang bergerak di bidang perhotelan yang memiliki kantor pusat di Singapura, yaitu Amanresort Corporate Office dan arsitek; Ed Tuttle. Amanjiwo itu sendiri memiliki arti jiwa yang tenang, berasal dari bahasa lokal daerah Jogjakarta yang juga menjadi pencitraan hotel Amanjiwo (Johan, 2013).

Gambar 8 Amanjiwo Resort Hotel, Borobudur, Magelang Sumber: Google.co.id

Pola massa bangunan membentuk setengah lingkaran dengan bangunan utama sebagai pusatnya. Peletakan massa bersifat menyebar. Berikut ini merupakan gambar site plan dari Amanjiwo Resort Hotel.

(25)

Gambar 9 Site Plan Amanjiwo Resort Hotel Sumber: Google.co.id

Amanjiwo Resort Hotel mempunyai 36 kamar tersebar di luar bangunan utama. Kamar-kamar ini berantai membentuk dua bangunan melengkung seperti sabit. Di antaranya, tercipta sebuah gang dari batu yang menghubungkan kamar dengan bangunan utama dan Pool Club. Di sudut jauh dari resor, dirancang lebih tenang terdapat Dalem Jiwo, sebuah ruang pribadi yang luas. Delapan kamar di antaranya memiliki pemandangan bukit Menoreh dan berteraskan tanah perkebunan, sedangkan 12 Delux Suites menawarkan pemandangan indah Borobudur dan lembah-lembah dari perbukitan sekitarnya. Kamar-kamar menonjolkan lantai terrazzo, atap-atap yang

(26)

Gambar 10 Deluxe Suites dan Dalem Jiwo Suites Sumber: Google.co.id

Di sekeliling hotel Amanjiwo, pengunjung disuguhkan pemandangan alam yang asri Bukit Menoreh. Sementara di barat terdapat Gunung Sumbing dan Sundoro. Sedangkan di timur tampak kemegahan Gunung Merbabu dan Gunung Merapi. Letak hotel yang terpencil memberikan kenyamanan dan sensasi tersendiri untuk setiap pengunjungnya, keamanan dan privasi juga sangat di jungjung tinggi di hotel ini, dimana masyarakat sekitar juga bekerjasama dengan pihak hotel untuk membantu memberikan keamanan. Hotel ini memiliki akses khusus ke Borobudur sehingga setiap pengunjung tidak perlu berdesak-desakan dengan banyak orang lain yang ingin melihat pemandangan matahari terbit dan terbenam. Memiliki gaya desain neoklasik jawa dan memiliki konsep yang terinspirasi dari candi Borobudur, sehingga membuat setiap pengunjung akan selalu teringat dengan pengalaman singkatnya berada di amanjiwo. Setiap cottage dibuat terbuka untuk mengekspose pemandangan sawah sekitar, langit, candi Borobudur dan bukit sekitar hotel, mempertunjukan keindahan pemandangan sekitar.

Gambar 11 Aerial View Amanjiwo Resort Hotel Sumber: Soogle.co.id

(27)

Resort hotel ini juga di peruntukan bagi wisatawan lokal maupun mancanegara yang ingin berwisata ke lokasi candi Borobudur. Di sisi lain, hotel juga dapat berfungsi untuk melakukan perjalanan khusus ke bukit sekitar dan perkampungan sekitar untuk memperdalam pengetahuan mengenai Borobudur dan tradisi lokal daerah Jogjakarta. Berikut ini merupakan bagan pola aktifitas pemakai hotel adalah sebagai berikut:

Gambar 12 Pola Aktifitas Pengungjung dan Tamu

Gambar 13 Pola Aktifitas Pengelola dan Karyawan Sumber: Johan, 2013

2.4.2. Maya Ubud Bali Hotel Resort

Dirancang oleh arsitek Budiman Hendropurnomo PT. Duta Cermat Mandiri. Maya Ubud Resort & Spa adalah kombinasi dari konsep-konsep baru dan tradisional dalam desain tradisional bali. Konsep yang lebih kuno diaplikasikan melalui lanskap dan arsitektur setelah terinspirasi oleh pengetahuan tradisional Bali dan orientasi desa

(28)

Maya Ubud Resort & Spa adalah perayaan budaya dan warisan Bali. Material kayu daur ulang dengan bahan-bahan alami modern dipakai untuk membuat interior yang unik, kaya, dan berkarakter (dentoncorkermarshall.com).

Gambar 14 Lokasi Maya Ubud Bali Hotel Resort Sumber: Google Map 2016

Mengharmonikan unsur modern dan tradisional yang diterapkan, villa-villa atau bangunan kamar pada resort ini mengikuti kontur tanah serta lingkungan yang kaya pesona. Upaya ini juga semakin mengangkat nilai bangunan villa-villa. Resort ini berada di ketinggian perbukitan dan diapit dua sungai, yakni sungai Petanu dan sungai Batuan.

Gambar 15 Aerial View MUB Hotel Resort Sumber: Google.co.id

(29)

Gambar 16 SIte Plan MUB Hotel Resort Sumber: MUB Hotel Resort Official Website

Lokasi resort ini diapit dua sungai terletak di perbukitan di atas lembah sungai Petanu yang kemudian secara dramatis menurun di arah Selatan menyentuh pinggir sungai. Selain itu, berbatasan dengan dinding terjal yang di bagian atasnya terhampar tanaman pohon kelapa dan pohon lainnya.

Gambar 17 Interior dan Pendopo MUB Hotel Resort Sumber: buildingindonesia.co.id

(30)

Resort ini hadir pada hamparan perbukitan tanah Ubud yang berkontur. Berada di punggung bukit yang memanjang dengan villa-villa dibelah jalan dengan pemandangan sawah dan dinding bukit. Letak villa yang mengikuti bentuk kontur perbukitan terlihat lebih rendah yang tampak hanya barisan atap alang-alang bila dilihat dari jalan (buildingindonesia.co.id).

Gambar 18 Kamar-Kamar pada MUB Hotel Resort Sumber: buildingindonesia.co.id

Ke-60 villa atau kamar beratapkan alang-alang dikelompokkan menjadi tiga bagian terinspirasi oleh desa-desa tradisional di Bali seperti desa Tanganan di Bali Timur. Atap alang-alang yang diikat oleh bambu, dan paras yang melapisi setiap villa arsitektur Bali menjadi komponen utama dari villa. Kemudian ditambahkan dengan kayu yang didaur ulang sebagai material dasar untuk desain furniture moderen. Meja dan rak barang terbuat dari kayu jati yang didaur ulang diambil dari tatakan kayu kereta api dari Jawa. Pigura kaca diambil dari roda dokar, sofa-sofa menggunakan kayu tua yang tadinya digunakan untuk membajak sawah.

Berbagai unsur modern diselipkan di antara unsur tradisional, seperti di area

lobby, accommodation wing, swimming pool utama, dan restoran utama. Lansekapnya

didesain minimalis untuk menghargai keindahan alam sekitar.

Gambar 19 Interior Kamar MUB Hotel Resort Sumber: buildingindonesia.co.id

(31)

Hal-hal yang kontras juga ditemukan di berbagai area resort seperti kebun yang dibuat alami di area villa dan kebun yang tertata rapi di area utama, permainan dari warna-warni alami dan kontras seperti kuning, begitu juga permainan tekstur halus dan kasar. Untuk bersantap, tersedia River Café yang berada di atas kolam renang serta sungai Petanu. Nuansa natural berpadu dengan alam yang asri berlatar belakang sungai dengan peophonan tropis (buildingindonesia.co.id).

Gambar 20 Swimming Pool dan River Cafe MUB Hotel Resort Sumber: MUB Hotel Resort Official Website

2.4.3. Movenpick Heritage Hotel

Mövenpick Heritage Hotel adalah hasil dari konservasi dua bangunan pra-perang tiga lantai yang terletak di pulau Sentosa, Singapura. Bangunan ini memiliki warisan yang kaya dari pasukan militer menjadi bagian dari barak militer yang ada dibangun pada tahun 1940, juga diadakan perbedaan perumahan Pertama Melayu Artileri Resimen Singapura (Design in Print by DP Architect, 2013).

(32)

Gambar 22 Ground Plan Movenpick Heritage Hotel Sumber: Design in Print by DP Architect 2013

Klien menantang tim desain untuk mewujudkan warisan situs dan menciptakan pengalaman perhotelan unik dan cocok untuk figur Hotels & Resorts Mövenpick. Tim desain menggali jauh ke dalam warisan sejarah Singapura dan sejarah Kolonial yang kaya untuk mengilhami hotel dengan campuran tradisi serta modernitas. Dimulai dengan arsitektur, pintu warisan diberi hidup baru, dan kisi-kisi ventilasi dipulihkan dan digunakan untuk menyembunyikan layanan. Perencanaan ruang yang kreatif memikirkan untuk membawa kembali suasana komunal barak kolonial dengan menciptakan hubungan ruang seluruh wilayah makanan dan minuman di lantai pertama. Desain yang menampilkan pilar kolonial, hijau dan batu terpahat adalah campuran dari hardscape dan softscape; tradisi & modernitas.

Gambar 23 Whisky Bar dan Ruang Kamar Movenpick Heritage Hotel Sumber: Design in Print by DP Architect 2013

(33)

Kombinasi dari fungsi kamar, The Whisky bar di sisi timur dan Tablescape di sisi barat menciptakan pengalaman bersantap yang eklektik untuk tamu dan pengunjung. Kamar fungsi luas tumpah melalui beranda ke Merlion Terrace, dan dapat dengan mudah dikonfigurasi ulang untuk pengalaman bersantap yang dipesan lebih dahulu intim dengan acara-dapur, untuk seminar bisnis atau pengaturan perjamuan. Whyski bar ini juga cocok untuk bersantai di atas meja kayu besar yang diasah dari batang pohon asli tunggal. kursi sepeda vintage yang terkesan kembali ke zaman dulu yang ditampilkan di pintu masuk serta galleria.

Gambar 24 Ruang Terbuka Antar 2 Massa Movenpick Herutage Hotel dan Merlion Terrace Sumber: Design in Print by DP Architect 2013

Bekas ruang penghubung antara dua massa bekas barak yang direvitalisasi ke dalam ruang tiga-volume dibingkai oleh pola kisi yang dirancang dengan cerdik dan terinspirasi oleh butir beras, pokok lokal dan regional. Pola-pola ini dibawa melalui ke galleria linkway dimana cahaya dapat masuk melalui layar dan menciptakan efek lembut (belang-belang).

Perhatian terhadap detail menjadi kontributor kunci keberhasilan dari desain interior. Dengan citra mengunjungi atau tinggal di rumah manor relatif favorit dalam pikiran, desainer diproyeksikan diri mereka sebagai warga potensial, dan berusaha untuk menciptakan pengalaman sensorik dari gaya hidup mewah di tahun 1940-an. Menyampaikan keanggunan tepat waktu dalam bahasa nenek moyang terdahulu, artefak warisan lokal yang kaya diperkenalkan untuk memikat para tamu dengan sentimentalitas dan keakraban.

(34)

Gambar 25 Interior Movenpick Heritage Hotel Sumber: Design in Print by DP Architect 2013

Arah desain dilakukan melalui dari konsep untuk implementasi sampai ke pementasan interior, serta skema warna untuk operasi sehari-hari dari hotel. Pemilihan tanaman untuk tampilan seluruh hotel juga diberi perhatian khusus, di mana para desainer dihindari pengaturan pusat yang megah khas, tetapi sebaliknya memilih hardy, kebun belakang berbagai tanaman lokal dalam pengaturan cluster, seperti bagaimana nyonya rumah akan dilakukan di masa lalu. Secara keseluruhan, Mövenpick Heritage Hotel pengalaman adalah tentang merayakan lokus jenius, tenun konteks dan budaya untuk menciptakan rasa akrab untuk relaksasi dan kenikmatan para tamu.

Gambar

Tabel 1 Kerangka Tinjauan Umum
Tabel 2 Perbedaan Fasilitas Pada Hotel Berbintang  Sumber: Katalog Pariwisata di Jogjakarta, Dinas Pariwisata, DIY
Tabel 3 Congress, Convention and Exhibition Facilities  Sumber: Fred Lawson, 2000
Gambar 1 Louvre Pyramid  Sumber: Google.co.id
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena ρ < α, dapat dikatakan bahwa jika dilihat dari rasio BOPO maka Ho ditolak, artinya kinerja keuangan bank umum syariah dengan bank umum konvensional

pengendalian intern persediaan obat untuk pasien pengguna BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Sumenep..

Bagi peserta yang menempati Kamar Triple (1 kamar ditempati 3 orang), kami tidak menjamin tamu akan mendapat 3 tempat tidur yang terpisah, mengingat tempat tidur yang di

Bagi peserta yang menempati Kamar Triple (1 kamar ditempati 3 orang), kami tidak menjamin tamu akan mendapat 3 tempat tidur yang terpisah, mengingat tempat tidur yang di

Bagi peserta yang menempati Kamar Triple (1 kamar ditempati 3 orang), kami tidak menjamin tamu akan mendapat 3 tempat tidur yang terpisah, mengingat tempat tidur yang di

Bagi peserta yang menempati Kamar Triple (1 kamar ditempati 3 orang), kami tidak menjamin tamu akan mendapat 3 tempat tidur yang terpisah, mengingat tempat tidur yang di

Bagi peserta yang menempati Kamar Triple (1 kamar ditempati 3 orang), kami tidak menjamin tamu akan mendapat 3 tempat tidur yang terpisah, mengingat tempat tidur yang di

Bagi peserta yang menempati Kamar Triple (1 kamar ditempati 3 orang), kami tidak menjamin tamu akan mendapat 3 tempat tidur yang terpisah, mengingat tempat tidur yang di