BAHAN AJAR
ALJABAR LINEAR ELEMENTER
Disusun oleh :
Indah Emilia Wijayanti Al. Sutjijana
Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada
Desember, 2012
ii
Daftar Isi
1 Sistem Persamaan Linear dan Matriks 1
1.1 Sistem Persamaan Linier . . . 2
1.1.1 Pengertian Sistem Persamaan Linier . . . 2
1.1.2 Eliminasi Gauss . . . 4
1.1.3 Sistem Homogen . . . 6
1.2 Matriks dan Operasi Matriks . . . 7
1.2.1 Pengertian Matriks . . . 7
1.2.2 Operasi Penjumlahan Matriks . . . 8
1.2.3 Perkalian Skalar . . . 10
1.2.4 Transpos Matriks . . . 11
1.3 Perkalian Matriks . . . 12
1.3.1 Operasi Perkalian Matriks . . . 12
1.3.2 Sifat-sifat Operasi Perkalian Matriks . . . 13 iii
iv DAFTAR ISI
1.4 Matriks Invers . . . 15
1.4.1 Matriks Invers . . . 15
1.4.2 Sifat-sifat Matriks Invers . . . 18
1.5 Penilaian Penguasaan Materi . . . 18
2 Determinan 25 2.1 Latar Belakang . . . 25
2.2 Determinan Matriks Bujursangkar . . . 26
2.3 Sifat-Sifat Determinan . . . 30
2.4 Beberapa Aplikasi Determinan . . . 35
2.4.1 Perhitungan Invers Matriks: Rumus Adjoint . . . 35
2.4.2 Perhitungan Solusi Sistem Persamaan Linear . . . 36
2.5 Penilaian Penguasaan Materi . . . 39
3 Ruang Vektor R2 dan R3 43 3.1 Vektor dan Skalar . . . 44
3.2 Norma dan Jarak . . . 46
3.3 Hasil Kali Titik di R2 dan R3 . . . 47
3.4 Sudut Antara Dua Vektor . . . 48
3.5 Hasil Kali Silang di R3 . . . 51
DAFTAR ISI v
3.6 Generalisasi ke Rn . . . 53
3.7 Basis dan Dimensi di Rn . . . 56
3.8 Penilaian Penguasaan Materi . . . 60
4 Transformasi Linear 65 4.1 Latar Belakang . . . 65
4.2 Transformasi Linear dari Rn ke Rm . . . 66
4.3 Ruang Nol, Ruang Baris dan Ruang Kolom . . . 69
4.4 Matriks Representasi Transformasi Linear . . . 72
4.5 Beberapa Jenis Transformasi Linear . . . 75
4.6 Penilaian Penguasaan Materi . . . 76
5 Nilai Eigen dan Vektor Eigen 81 5.1 Latar Belakang . . . 81
5.2 Nilai Eigen, Vektor Eigen dan Ruang Eigen . . . 82
5.3 Contoh Kegunaan Nilai Eigen, Vektor Eigen dan Ruang Eigen . . . 85
5.4 Penilaian Penguasaan Materi . . . 90
Bab 1
Sistem Persamaan Linear dan Matriks
Dalam bab ini termuat dua Pokok Bahasan yaitu Sistem Persamaan Linear dan Matriks, dengan masing-masing Sub-pokok Bahasan sebagai berikut :
1. Sistem Persamaan Linear:
(a.) Pengertian Sistem Persamaan Linear (SPL).
(b.) Contoh pemodelan menggunakan SPL.
(c.) Operasi baris elementer (OBE) dan bentuk eselon baris tereduksi.
(d.) Eliminasi Gauss-Jordan sebagai cara mencari penyelesaian SPL.
2. Matriks :
(a.) Pengertian matriks, jenis-jenis matriks dan komponen suatu matriks.
(b.) Matriks elementer dan sifatnya.
(c.) Operasi-operasi matriks dan sifat-sifatnya.
Materi-materi dalam bab ini disampaikan dalam 4 minggu perkuliahan.
1
2 BAB 1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
1.1 Sistem Persamaan Linier
1.1.1 Pengertian Sistem Persamaan Linier
Seperti sudah diketahui, persamaan 2y + x = 3 dapat digambarkan sebagai garis lurus pada bidang datar. Jika diberikan dua persamaan berikut :
2y + x = 3 (1.1)
−y + 3x = 6, (1.2)
maka untuk mencari penyelesaiannya secara geometris dapat dilakukan dengan cara mencari titik perpotongan dua garis tersebut. Faktanya, titik perpotongan tersebut tidak selalu ada, karena dua garis tersebut mungkin saja paralel. Atau bisa terjadi titik potongnya ada sebanyak tak hingga banyak karena dua garis tersebut berimpit. Kemungkinan ketiga adalah titik potongnya tunggal, yaitu jika kedua garis tersebut berpotongan tepat di satu titik.
Persamaan linier secara umum mempunyai bentuk
a1x1+ a2x2+ · · · + anxn= b, (1.3) dengan ai dan b adalah bilangan-bilangan real, i = 1, 2, . . . , n. Dalam persaman linear (1.1.1) termuat n buah variabel yaitu x1, x2, . . . , xn. Yang dimaksud penyelesaian per- samaan linear dengan n variabel adalah bilangan-bilangan real
x1 = r1, x2 = r2, . . . , xn= rn
yang memenuhi persamaan linier tersebut.
Sistem persamaan linier adalah koleksi sebanyak berhingga persamaan-persamaan lin- ier. Bentuk umum sistem persamaan linier dengan m persamaan dan n variabel adalah sebagai berikut :
a11x1 +a12x2 + · · · +a1nxn = b1
a21x1 +a22x2 + · · · +a2nxn = b2 ...
am1x1 +am2x2 + · · · +amnxn = bm
(1.4)
1.1. SISTEM PERSAMAAN LINIER 3 Yang dimaksud penyelesaian sistem persamaan linear dengan n variabel adalah bilangan- bilangan real
x1 = r1, x2 = r2, . . . , xn= rn
yang memenuhi semua persamaan linier dalam sistem persamaan linier tersebut.
Sistem persamaan linier (1.1.1) mempunyai matriks yang bersesuaian yang disebut ma- triks yang diperluas atau augmented matrixsebagai berikut :
[A|b] =
a11 a12 · · · a1n | b1 a21 a22 · · · a2n | b2
...
am1 am2 · · · amn | bm
.
Contoh 1.1.1 Dua persamaan dalam (1.1) merupakan contoh sistem persamaan linier.
Penyelesaian sistem persamaan (1.1) adalah x =, y =
Contoh 1.1.2 Carilah penyelesaian sistem persamaan linear dengan 3 persamaan dan 3 variabel berikut ini :
x −z = 2
−y +2z = −2
−x +y = 1.
Dengan menggunakan substitusi variabel x = 2 + z ke dalam persamaan ketiga diperoleh y − z = 3, sehingga sistem persamaan tersebut tereduksi menjadi :
−y +2z = −2
y −z = 3.
Dengan menjumlahkan kedua persamaan tersebut diperoleh z = 1. Selanjutnya dengan substitusi pada persamaan-persamaan linier tersebut diperoleh nilai x = 3 dan y = 4. Jadi penyelesaian yang dicari adalah x = 3, y = 4 dan z = 1.
Contoh 1.1.3 Dengan cara yang sama seperti Contoh (1.1.2) dapat dicari penyelesaian sistem persamaan linear berikut ini:
x1 −2x2 +3x3 +x4 = −3 2x1 −x2 +3x3 −x4 = 0.
4 BAB 1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS Perhatikan langkah-langkah yang dilakukan untuk mencari penyelesaian yang dimaksud.
Berikut ini sistem persamaan linier tersebut disajikan bersamaan dengan matriks yang diperluas.
x1 −2x2 +3x3 +x4 = −3 2x1 −x2 +3x3 −x4 = 0
· 1 −2 3 1 | −3 2 −1 3 −1 | 0
¸
Pertama-tama variabel x1 dieliminasi dari persamaan kedua dengan cara mengurangi per- samaan tersebut dengan 2 kali persamaan pertama. Hasilnya adalah sebagai berikut:
x1 −2x2 +3x3 +x4 = −3 3x2 −3x3 −3x4 = 6
· 1 −2 3 1 | −3
0 3 −3 −3 | 6
¸ . Selanjutnya persamaan kedua dikalikan dengan 13 sehingga diperoleh:
x1 −2x2 +3x3 +x4 = −3 x2 −x3 −x4 = 2
· 1 −2 3 1 | −3
0 1 −1 −1 | 2
¸ .
Dengan demikian variabel x2pada persamaan pertama bisa dieliminasi dengan cara menam- bah persamaan pertama dengan 2 kali persamaan kedua.
x1 +x3 −x4 = 1 x2 −x3 −x4 = 2
· 1 0 1 −1 | 1 0 1 −1 −1 | 2
¸ .
Sistem terakhir yang diperoleh bisa dengan mudah dicari penyelesaiannya. Dengan menagm- bil x3 dan x4 bilangan-bilangan real sebarang, misalnya r dan s berturut-turut, maka x1 dan x2 dapat ditentukan :
x1 = 1 − r + s, x2 = 2 + r + t.
Dalam Contoh 1.1.2 sistem persamaan linier tersebut mempunyai tak berhingga banyak penyelesaian. Variabel-variabel x3 dan x4 disebut variabel bebas, sedangkan x1 dan x2 disebut variabel tak bebas.
1.1.2 Eliminasi Gauss
Perhatikan bahwa langkah-langkah dalam Contoh (1.1.2) pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 3 macam :
1.1. SISTEM PERSAMAAN LINIER 5 1. menukar letak dua persamaan;
2. mengalikan suatu persamaan dengan skalar tak nol;
3. menambah suatu persamaan dengan kelipatan persamaan yang lain.
Langkah-langkah tersebut berpengaruh pada matriks yang diperluas [A|b] yang selanjutnya dikenal dengan sebutan operasi baris elementer yang dibagi menjadi 3 :
1. menukar letak dua baris;
2. mengalikan suatu baris dengan skalar tak nol;
3. menambah suatu baris dengan kelipatan baris yang lain.
Operasi-operasi baris elementer tersebut mempunyai tujuan membawa matriks yang diper- luas menjadi matriks dengan bentuk lebih sederhana, atau lebih tepatnya dibawa ke bentuk eselon baris tereduksi . Suatu matriks dikatakan mempunyai bentuk eselon baris treduksi jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. jika ada baris yang terdiri dari nol semua, maka baris tersebut diletakkan pada baris yang paling bawah;
2. entri tak nol pertama dari kiri adalah 1 dan disebut 1 utama;
3. untuk baris yang lebih bawah, letak 1 utama berada lebih ke kanan daripada baris yang lebih atas.
Contoh matriks dengan bentuk eselon baris diberikan sebagai berkut:
· 1 0 1 −1 1 0 1 −1 −1 2
¸ ,
1 2 0 0
0 1 −1 −1
0 0 0 0
,
· 1 −2
0 1
¸ .
Proses menghasilkan bentuk eselon baris ini disebut eliminasi Gauss. Selanjutnya untuk mencari penyelesaian sistem persamaan linier digunakan eliminasi Gauss ini. Jika kolom yang memuat 1-utama entrinya semua nol kecuali 1-utama maka matriks tersebut disebut bentuk eselon baris tereduksi dan prosesnya disebut eliminasi Gauss-Jordan.
6 BAB 1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS Contoh 1.1.4 Sistem persamaan linier di bawah ini akan dicari penyelesaiannya menggu- nakan eliminasi Gauss.
x1 +x2 −x3 = 1 3x1 −x2 +x3 = 0 x1 −3x2 +3x3 = −2
Operasi baris elementer yang diterapkan pada matriks yang diperluas adalah sebagai berikut:
1 1 −1 | 1
3 −1 1 | 0
1 −3 3 | −2
→
1 1 −1 | 1
0 −4 4 | −3
0 −4 4 | −3
→
1 1 −1 | 1
0 −4 4 | −3
0 0 0 | 0
→
1 1 −1 | 1 0 1 −1 | 34 0 0 0 | 0
→
1 0 0 | 14 0 1 −1 | 34 0 0 0 | 0
.
Dengan demikian sistem persamaan linier tersebut mempunyai 1 variabel bebas yaitu x3. Penyelesaiannya adalah
x1 = 1
4, x2 = 3
4 + t, x3 = t.
Berikut adalah contoh sistem persamaan linier yang tidak mempunyai penyelesaian.
1.1.3 Sistem Homogen
Sistem persamaan linier disebut homogen jika suku yang memuat konstanta adalah nol.
Jadi sistem persamaan yang terbentuk menjadi demikian:
a11x1 +a12x2 + · · · +a1nxn = 0 a21x1 +a22x2 + · · · +a2nxn = 0
...
am1x1 +am2x2 + · · · +amnxn = 0
(1.5)
Karena suku konstantanya nol semua, maka sistem persamaan linier homogen ini selalu mempunyai penyelesaian, yaitu
x1 = x2 = · · · = xn= 0.
Pertanyaannya adalah apakah sistem persamaan tersebut juga mempunyai penyelesaian tak nol. Untuk menjawab pertanyaan ini, metode mencari penyelesaian sistem persamaan non homogen bisa tetap diterapkan.
1.2. MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS 7 Contoh 1.1.5 Carilah penyelesaian sistem persamaan linier homogen berikut ini :
x1 +2x2 +x3 −x4 +3x5 = 0 x1 +2x2 +2x3 +x4 +2x5 = 0 2x1 +4x2 +2x3 −x4 +7x5 = 0
Proses Eliminasi Gauss-Jordan bisa diterapkan dalam sistem persamaan ini. Berikut adalah langkah-langkahnya.
1 2 1 −1 3 | 0 1 2 2 1 2 | 0 2 4 2 −1 7 | 0
→
1 2 1 −1 3 | 0 0 0 1 2 −1 | 0
0 0 0 1 1 | 0
→
1 2 0 −3 4 | 0 0 0 1 2 −1 | 0
0 0 0 1 1 | 0
→
1 2 0 0 7 | 0 0 0 1 0 −3 | 0 0 0 0 1 1 | 0
.
Dari bentuk eselon baris tereduksi yang dihasilkan, diperoleh x1 +2x2 +7x5 = 0 x3 −3x5 = 0 x4 +x5 = 0
Dengan mengambil x2 = t dan x5 = r, maka diperoleh sistem persamaan linier homogen tersebut mempunyai penyelesaian tak nol juga. Lengkapnya, penyelesaian yang dicari adalah:
x1 = −2t − 7r, x2 = t, x3 = 3r, x4 = −r, x5 = r.
1.2 Matriks dan Operasi Matriks
1.2.1 Pengertian Matriks
Matriks adalah sekumpulan angka, yang menyatakan bilangan-bilangan real, yang disusun menyerupai persegi panjang. Contoh matriks-matriks adalah sebagai berikut :
A =
2 12 −3 0 0 4 −1 5
−2 1 −13 7
, B =
5
6 −10
0 0
−12 15
1 −1
, C =
£ 0 0 0 0 0 ¤
8 BAB 1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS Komponen yang penting dalam sebuah matriks adalah banyaknya baris dan banyaknya kolom. Jika A melambangkan suatu matriks dan matriks tersebut mempunyai baris se- banyak m dan kolom sebanyak n, maka matriks A tersebut dikatakan mempunyai ukuran atau order m × n.
Dari contoh di atas, matriks A mempunyai ukuran 3 × 4, matriks B mempunyai ukuran 4 × 2 dan matriks C mempunyai ukuran 1 × 5.
Matriks A selanjutnya bisa dinyatakan secara lebih rinci dengan mendata anggota- anggotanya sebagai berikut :
A = [aij]
dengan i = 1, 2, . . . , m dan j = 1, 2, . . . , n. Adapun m menyatakan banyaknya baris dan n menyatakan banyaknya kolom.
Contoh 1.2.1 Diberikan matriks A yang berukuran 3 × 3 berikut ini :
A =
1 2 −3 4 8 −1
−2 1 −3
,
maka a11= 1, a23= −1 dan a31= −2.
Yang dimaksud dengan matriks nol adalah matriks yang semua entrinya adalah 0, antara lain
£ 0 0 0 0 ¤ ,
0 0 0 0 0 0 0 0 0
,
0 0 0 0
, [0],
1.2.2 Operasi Penjumlahan Matriks
Dua buah matriks dapat dioperasikan dengan cara menjumlahkan keduanya. Syarat agar penjumlahan ini dapat dilakukan adalah ukuran matriks-matriks tersebut harus sama.
Lebih jelasnya diberikan dalam definisi berikut ini.
1.2. MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS 9 Definisi 1.2.2 Jika diberikan matriks-matriks A = [aij] dan B = [bij] yang masing-masing berukuran m × n, maka
A + B = [aij + bij].
Hasil jumlahan dua matriks berukuran m×n tersebut berupa matriks berukuran m×n den- gan entri-entrinya merupakan penjumlahan entri-entri matriks A dan B yang bersesuaian.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut.
Contoh 1.2.3 Diberikan matriks-matriks A dan B yang masing-masing berukuran 4 × 2 A =
· 0 1 2 −3 4 −2 1 −3
¸ , B =
· 4 −2 1 −3 3 −4 8 −1
¸ . Hasil jumlahan A dan B adalah
A + B =
· 0 + 4 1 + (−2) 2 + 1 −3 + (−3) 4 + 3 −2 + (−4) 1 + 8 −3 + (−1)
¸
=
· 4 −1 3 −6 7 −6 9 −4
¸ .
Dari suatu matriks A = [aij] dapat dibentuk
−A = [−aij], Untuk A seperti pada Contoh (1.2.3) diperoleh
−A =
· 0 −1 −2 3
−4 2 −1 3
¸
Karena penjumlahan matriks melibatkan penjumlahan bilangan-bilangan real pada masing- masing entrinya, maka sifat-sifat operasi penjumlahan matriks juga dipengaruhi sifat-sifat operasi penjumlahan bilangan real.
Proposisi 1.2.4 Jika A, B dan C adalah matriks-matriks yang ukurannya sama, maka berlaku :
(a.) A + B = B + A;
(b.) (A + B) + C = A + (B + C);
(c.) 0 + A = A + 0 = A;
(d.) A + (−A) = 0.
10 BAB 1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
1.2.3 Perkalian Skalar
Selain penjumlahan dua matriks, dikenal juga operasi antara skalar dengan matriks yang definisinya sebagai berikut :
Definisi 1.2.5 Jika diberikan matriks-matriks A = [aij] berukuran m × n dan bilangan real k, maka
kA = [kaij].
Dengan kata lain, hasil kali matriks A dan skalar k berupa matriks yang entri-entrinya k-kali entri-entri matriks A. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut.
Contoh 1.2.6 Diberikan skalar k = 2 dan matriks A sebagai berikut :
A =
8 −2 −1 0
2 0 10 −12
4 −1 3 −6
.
Hasil kali A dan k adalah
kA = 2A =
2.8 2.(−2) 2.(−1) 2.0 2.2 2.0 2.10 2.(−12) 2.4 2.(−1) 2.3 2.(−6)
=
16 −4 −2 0
4 0 20 −24 8 −2 6 −12
.
Untuk operasi perkalian matriks dan skalar ini diperoleh sifat-sifat sebagai berikut :
Proposisi 1.2.7 Diberikan matriks A dan B yang berukuran sama, k dan h adalah bilangan- bilangan real. Pernyataan berikut berlaku :
(a.) k(A + B) = kA + kB;
(b.) (k + h)A = kA + hA;
(c.) k(hA) = (kh)A;
(d.) 1A = A.
1.2. MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS 11
1.2.4 Transpos Matriks
Jika diberikan A yaitu matriks berukuran m × n, maka dapat diperoleh matriks lain, sebut saja B, yang berukuran n × m dengan cara merubah baris ke-i matriks A menjadi kolom ke-i matriks B. Matriks B ini dinamakan transpos matriks A, yang dinotasikan dengan At. Jadi jika
A = [aij], maka
At= [aji].
Contoh 1.2.8 Diberikan matriks A berikut ini
A =
6 −4 1 0
5 7 22 20
−7 2 11 13
.
Transpos matriks tersebut adalah
At=
6 5 −7
−4 7 2
1 22 11 0 20 13
.
Selanjutnya diberikan sifat-sifat yang diperoleh dari suatu transpos matriks terhadap operasi- operasi yang lain, yaitu jumlahan dan perkalian dengan skalar.
Proposisi 1.2.9 Misalkan A dan B adalah matriks-matriks yang ukurannya sama, k adalah suatu bilangan real. Pernyataan-pernyataan berikut berlaku :
(a.) (At)t= A;
(b.) (A + B)t= At+ Bt; (c.) (kA)t= kAt.
12 BAB 1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
1.3 Perkalian Matriks
1.3.1 Operasi Perkalian Matriks
Jika suatu matriks mempunyai ukuran khusus yaitu m × 1 atau 1 × n, maka disebut vektor . Matriks dengan ukuran m × 1
x1 x2 ...
xm
disebut vektor kolom, sedangkan matriks dengan ukuran 1 × n
£ x1 x2 . . . xn ¤
disebut vektor baris. Definisi-definisi tersebut akan digunakan untuk membahas operasi perkalian dua buah matriks dalam bagian ini.
Diberikan matriks A = [aij] dengan ukuran m × n dan matriks B = [bij] dengan ukuran n × p. Hasil kali matriks A dan B adalah
AB = [cij], dengan
cij = Xn k=1
aikbkj.
Perhatikan bahwa cij merupakan hasil kali entri-entri baris ke-i matriks A dan kolom ke- j matriks B. Dua matriks dapat dikalikan jika banyaknya kolom matriks pertama sama dengan banyaknya baris matriks kedua.
Untuk lebih jelasnya oerhatikan contoh berikut. Diberikan matriks-matriks :
A =
1 2 0 3 7
5 −3 1 0 −3
0 1 0 −4 1
, B =
0 1 9
1 0 −3
0 −4 1
3 1 −5
8 6 −3
,
1.3. PERKALIAN MATRIKS 13 Akan dihitung hasil kali baris-baris di A dan kolom-kolom di B. Sebagai contoh, akan dihitung hasil kali vektor baris ke-2 dari matriks A dan vektor kolom ke-3 dari matriks B, yang nantinya akan menjadi entri baris ke-2 dan kolom ke-3 dari matriks AB.
c23 = £
5 −3 1 0 −3 ¤
9
−3 1
−5
−3
= 5.9 + (−3)(−3) + 1.1 + 0.(−5) + (−3)(−3) = 45 + 9 + 1 + 0 + 9 = 64.
Langkah-langkah tersebut dilakukan terus terhadap semua vektor-vektor baris matriks A dan vektor-vektor kolom matriks B, sehingga diperoleh hasil:
AB =
1 2 0 5 −3 1
0 1 0
1.3.2 Sifat-sifat Operasi Perkalian Matriks
Terkait dengan perkalian matriks, terdapat matriks khusus yang disebut matriks identitas, sebagai berikut :
I3 =
1 0 0 0 1 0 0 0 1
, I2 =
· 1 0 0 1
¸ , I4 =
1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1
Berikut adalah sifat-sifat perkalian matriks yang dikaitkan dengan operasi-operasi yang lain, misalnya penjumlahan, perkalian dengan skalar dan transpos.
Proposisi 1.3.1 Diberikan matriks A, B dan C dengan ukuran sedemikian sehingga berlaku operasi-operasi penjumlahan dan perkalian, k adalah skalar. Pernyataan-pernyataan berikut berlaku:
(a.) IA = A dan BI = B;
14 BAB 1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS (b.) (AB)C = A(BC);
(c.) A(B + C) = AB + AC;
(d.) (B + C)A = BA + CA;
(e.) k(AB) = (kA)B = A(kB);
(f.) (AB)t= BtAt;
(g.) Jika AB = I dan CA = I, maka B = C.
Setelah dipelajari pada matriks=matriks bisa dilakukan operasi perkalian, sekarang akan ditinjau keterkaitannya dengan sistem persamaan linier. Perhatikan kembali per- samaan 1.1.1. Sistem persamaan tersebut dapat dipandang sebagai perkalian matriks- matriks berikut:
a11 a12 · · · a1n
a21 a22 · · · a2n ... ... ... ...
am1 am2 · · · amn
x1
x2 ...
xn
=
b1
b2 ...
bm
atau secara ringkas dapat dinotasikan sebagai Ax = b
dengan
A =
a11 a12 · · · a1n
a21 a22 · · · a2n ... ... ... ...
am1 am2 · · · amn
, x =
x1
x2 ...
xn
, b =
b1
b2 ...
bm
.
Matriks A disebut matriks koefisien,matriks x disebut matriks variabeldan matriks b disebut matriks konstanta.
Perlu diingat kembali bahwa cara mencari penyelesaian suatu sistem persamaan lin- ear adalah menggunakan Eliminasi Gauss-Jordan. Operasi baris elementer juga dapat dilakukan pada matriks identitas. Misalnya menukar letak dua buah baris:
I3 =
1 0 0 0 1 0 0 0 1
→
0 0 1 0 1 0 1 0 0
= E.
1.4. MATRIKS INVERS 15 Matriks yang dihasilkan dari operasi baris elementer pada matriks identitas disebut matriks elementer, dengan notasi E. Contoh matriks elementer yang lain adalah :
2 0 0 0 1 0 0 0 1
,
1 0 0 0 1 3 0 0 1
Pada saat dilakukan suatu operasi baris elementer pada sebuah matriks, hal ini juga be- rarti matriks tersebut dikalikan dari kiri dengan suatu matriks elementer dari operasi baris elementer yang bersesuaian.
Jika pada matriks A berikut dilakukan operasi baris elementer yaitu baris pertama ditukar letaknya dengan baris ketiga, maka diperoleh matriks A0 di bawah ini:
A =
5 0 2
0 3 −4
−2 3 7
→
−2 3 7 0 3 −4
5 0 2
= A0.
Matriks A0 juga dapat diperoleh dengan cara : A0 = EA =
0 0 1 0 1 0 1 0 0
5 0 2
0 3 −4
−2 3 7
=
−2 3 7 0 3 −4
5 0 2
.
Dengan demikian sejumlah berhingga operasi baris elementer yang diterapkan pada suatu matriks sama artinya dengan mengalikan sebanyak berhingga matriks-matriks elementer yang bersesuaian dengan matriks tersebut. Jika bentuk yang dicari adalah bentuk eselon baris tereduksi B dari matriks A, maka dapat diilustrasikan sebagai berikut:
B = EkEk−1. . . E2E1A.
1.4 Matriks Invers
1.4.1 Matriks Invers
Diberikan matriks bujursangkar A yang berukuran n × n. Jika terdapat matriks bujur- sangkar C sehingga
AC = CA = I, maka C disebut invers matriks A.
16 BAB 1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS Contoh 1.4.1 Matriks berikut
A =
· 3 −7
−2 5
¸
mempunyai invers karena dapat ditemukan matriks C =
· 5 7 2 3
¸
sehingga
AC =
· 3 −7
−2 5
¸ · 5 7 2 3
¸
=
· 1 0 0 1
¸
Tetapi pada umumnya tidak setiap matriks bujursangkar mempunyai invers. Berikut adalah contoh matriks yang tidak mempunyai invers.
Contoh 1.4.2 Akan dibuktikan matriks berikut tidak mempunyai invers:
A =
· 2 1 0 0
¸ . Andaikan terdapat matriks
C =
· a b c d
¸
sehingga
AC =
· 2 1 0 0
¸ · a b c d
¸
=
· 1 0 0 1
¸ ,
maka dipenuhi ·
2a + c 2b + d
0 0
¸
=
· 1 0 0 1
¸ .
Hal ini menyebabkan kontradiksi karena pada entri baris ke-2 kolom ke-2 dari AC tidak sama dengan 1.
Selanjutnya akan dibahas cara mencari invers suatu matriks bujursangkar. Jika diberikan matriks bujursangkar A berukuran n×n, maka dengan menerapkan operasi baris elementer sebanyak berhingga akan dicapai bentuk eselon baris tereduksi. Hal tersebut digambarkan sebagai berikut:
A → E1A → E2E1A → · · · → EkEk−1. . . E1A.
1.4. MATRIKS INVERS 17 Jika bentuk eselon tereduksi matriks A, yaitu perkalian matriks yang paling kanan, berupa matriks identitas, maka artinya:
EkEk−1. . . E1A = In.
Namakan U = EkEk−1. . . E1, sehingga UA = In, yang berarti U adalah invers matriks A.
Secara teknis, langkah pertama untuk mencari invers matriks A adalah dibentuk matriks berikut
[ A | In ]
dengan In adalah matriks identitas. Selanjutnya jika dengan beberapa langkah operasi baris elementer diperoleh :
[ In | A−1 ], maka invers matriks A bisa ditemukan.
Contoh 1.4.3 Akan dicari invers matriks berikut:
1 1 0 1
−1 0 1 −1
5 7 3 5
2 5 6 1
.
1 1 0 1 | 1 0 0 0
−1 0 1 −1 | 0 1 0 0 5 7 3 5 | 0 0 1 0 2 5 6 1 | 0 0 0 1
→
1 1 0 1 | 1 0 0 0 0 1 1 0 | 1 1 0 0 0 2 3 0 | −5 0 1 0 0 3 6 −2 | −2 0 0 1
→
1 0 −1 1 | 0 −1 0 0
0 1 1 0 | 1 1 0 0
0 0 1 0 | −7 −2 1 0
0 0 3 −2 | −5 −3 0 1
→
1 0 0 1 | −7 −3 1 0
0 1 0 0 | 8 3 −1 0
0 0 1 0 | −7 −2 1 0
0 0 0 −2 | 16 3 −3 1
→
1 0 0 1 | −7 −3 1 0
0 1 0 0 | 8 3 −1 0
0 0 1 0 | −7 −2 1 0
0 0 0 1 | −8 −32 32 −12
→
1 0 0 0 | 1 −32 −12 12
0 1 0 0 | 8 3 −1 0
0 0 1 0 | −7 −2 1 0
0 0 0 1 | −8 −32 32 −12
.
Jadi invers matriks yang dicari adalah
1 −32 −12 12
8 3 −1 0
−7 −2 1 0
−8 −32 32 −12
.
18 BAB 1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
1.4.2 Sifat-sifat Matriks Invers
Sifat-sifat invers suatu matriks diberikan dalam proposisi berikut ini.
Proposisi 1.4.4 Pernyataan-pernyataan berikut berlaku:
(a.) Jika A mempunyai invers, maka A−1 juga mempunyai invers;
(b.) Jika A dan B masing-masing mempunyai invers, maka AB juga mempunyai invers dan (AB)−1 = B−1A−1;
(c.) Jika A mempunyai invers, maka Atjuga mempunyai inversdan (At)−1 = (A−1)t.
1.5 Penilaian Penguasaan Materi
Kompetensi yang diharapkan dari mahasiswa setelah mengikuti perkuliahan dengan materi pada bab ini adalah:
1. Menjelaskan pengertian SPL;
2. Memodelkan masalah nyata menjadi SPL;
3. Menjelaskan dan menggunakan OBE;
4. Menjelaskan pengertian bentuk eselon baris suatu matriks;
5. Menggunakan metode eliminasi Gauss Jordan untuk mencari penyelesaian suatu SPL;
6. Menjelaskan definisi dan jenis-jenis matriks serta komponen suatu matriks;
7. Menjelaskan keistimewaan matriks elementer;
8. Menjelaskan operasi-operasi matriks dan membuktikan sifat-sifatnya;
9. Menjelaskan definisi invers suatu matriks;
10. Menjelaskan dan membuktikan sifat-sifat invers suatu matriks;
11. Menghitung invers suatu matriks.
1.5. PENILAIAN PENGUASAAN MATERI 19 Adapun contoh-contoh soal yang digunakan untuk menguji kompetensi mahasiswa adalah sebagai berikut:
1. (a.) Berikan gambaran jika suatu matriks sama dengan transposnya. Matriks demikian disebut matriks simetris.
(b.) Berikan gambaran jika suatu matriks sama dengan negatif transposnya.
Matriks demikian disebut matriks simetris miring.
2. Diberikan matriks-matriks berikut :
A =
1 0 12 3 −13 0
3
4 6 0
, B =
−2 12 2
1
2 0 3
3
4 1 −3
, C =
1
8 2 1 1
3
2 −4 −3 2
3
4 2 0 −1
2 3 −1 38
.
Hitunglah
(a.) A + B.
(b.) −3A + 2B.
(c.) Ct. (d.) (6B)t.
3. Tentukan matriks A jika diketahui
2A −
· 1 0 −2
4 7 3
¸t
=
2 0
−3 4 0 8
4. Tentukan a, b, c dan d jika (a.)
· a b c d
¸
=
· b − c c
d 1
¸
(b.) 3
· a b
¸
− 2
· b 0
¸
=
· 1 4
¸
5. Tentukan bentuk eselon baris dari matriks-matriks berikut :
(a.)
1 −1 2 1 −3
2 0 1 −4 2
−2 7 −2 5 1
.
20 BAB 1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
(b.)
−1 1 0 −1
−1 0 1 −1
0 0 2 4
−4 5 2 1
1 3 −6 0
.
(c.)
3 2 0 5 3 5 2 5 6
.
6. Tentukan penyelesaian sistem persamaan linear berikut : (a.)
3x1 −2x2 +6x5 = 1
−x1 +3x2 +x3 +4x4 +3x5 = −2 x1 −3x2 +4x3 −6x4 +2x5 = 4 (b.)
3x1 +2x2 +2x3 −5x4 = 2 x1 +6x2 −4x3 −2x4 = 3 10x1 +x2 −x3 −x4 = 8 5x1 +2x2 −x3 −9x4 = 2
7. Buktikan bahwa matriks berikut tidak mempunyai invers untuk bilangan real mana-
pun
0 a 0 0 0 b 0 c 0 0 0 d 0 e 0 0 0 f 0 g 0 0 0 h 0
.
8. Jika kurva f (x) = ax3 + bx2 + cx + d melalui titik-titik (0, 10), (1, 7), (3, −11) dan (4, −14), tentukan koefisien-koefisien persamaan kurva tersebut.
9. Diberikan matriks A =
· 1 0
−5 2
¸
. Tentukan matriks-matriks elementer E1 dan E2 sehingga E2E1A = I.
10. Jika diberikan
A−1 =
1 0 2 1 2 1 3 5 3
. (a.) Tentukan matriks X sehingga
AX =
2 −1
1 0
0 −3
.
1.5. PENILAIAN PENGUASAAN MATERI 21 (b.) Tentukan matriks X sehingga
XA =
· 2 3 −1
−1 0 5
¸ .
22 BAB 1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
Bibliografi
[1] Anton, H. and Rorres, C., 2000, Elementary Linear Algebra, John Wiley and Sons Inc.
[2] DeFranza, J. and Gagliardi, D., 2009, Introduction to Linear ALgebra, McGraw-Hill Int. Edition, Boston.
[3] Nicholson., W.K., 2001, Elementary Linear Algebra, McGrw-Hill Book Co., Toronto.
23
24 BIBLIOGRAFI
Bab 2
Determinan
Dalam bab ini termuat dua Pokok Bahasan yaitu Invers Matriks dan Determinan, dengan masing-masing Sub-pokok Bahasan sebagai berikut :
1. Invers Matriks:
(a.) Pengertian invers matriks.
(b.) Sifat invers matriks.
(c.) Menghitung invers matriks menggunakan matriks elementer.
2. Determinan:
(a.) Pengertian determinan matriks.
(b.) Sifat determinan matriks.
(c.) Menghitung determinan matriks menggunakan ekspansi kofaktor.
Materi-materi dalam bab ini disampaikan dalam 3 minggu perkuliahan.
2.1 Latar Belakang
Sudah diketahui bahwa matriks bujursangkar A disebut matriks invertibel jika ada matriks B yang memenuhi AB = BA = I dengan I adalah matriks identitas. Selain itu dapat
25
26 BAB 2. DETERMINAN ditunjukkan bahwa jika ada matriks B yang memenuhi AB = BA = I, maka matriks B tersebut tunggal yang selanjutnya disebut matriks invers dari matriks A dan dinotasikan dengan A−1.
Matriks berukuran 2 × 2 berikut A =
· a11 a12 a21 a22
¸
mempunyai invers jika dan hanya jika a11a22− a12a216= 0 dan invers matriks A adalah
A−1 = 1
a11a22− a12a21
· a22 −a12
−a21 a11
¸
Nilai a11a22− a12a21 telah dikenal sebagai determinan matriks A2×2. Tentu saja timbul pertanyaan, apakah fakta pada matriks bertipe 2×2 tersebut dapat diperluas pada sebarang matriks berukuran berukuran n × n?. Pada bab ini akan dibahas tentang hal tersebut.
2.2 Determinan Matriks Bujursangkar
Untuk matriks A berukuran 3 × 3 berikut A =
a11 a12 a13 a21 a22 a23
a31 a32 a33
jika a11 6= 0 maka dapat dilakukan dua kali operasi baris yakni baris ke 2 dan ke 3 masing- masing dikalikan a11 sehingga diperoleh
a11 a12 a13 a11a21 a11a22 a11a23 a11a31 a11a32 a11a33
∼
a11 a12 a13
0 a11a22− a11a21 a11a23− a11a21 0 a11a32− a12a31 a11a33− a13a31
Mengingat A invertibel maka salah satu diantara a11a22− a11a21 dan a11a32− a12a31 tidak bernilai nol. Misalkan a11a22−a11a21 6=, maka jika baris ke 3 dikalikan dengan a11a22−a11a21 akan diperoleh
a11 a12 a13
0 a11a22− a11a21 a11a23− a11a21
0 (a11a22− a11a21)(a11a32− a12a31) (a11a22− a11a21)(a11a33− a13a31)
2.2. DETERMINAN MATRIKS BUJURSANGKAR 27 selanjutnya dengan mengurangkan baris ke 3 dengan (a11a32− a12a31) kali baris ke 2 akan diperoleh matriks
a11 a12 a13
0 a11a22− a11a21 a11a23− a11a21
0 0 (a11a22− a11a21)(a11a33− a13a31) − (a11a32− a12a31)(a11a23− a11a21)
nilai komponen pada posisi baris ke 3 kolom ke 3, yakni (a11a22− a11a21)(a11a33− a13a31) − (a11a32− a12a31)(a11a23− a11a21) akan sama dengan a11∆ dengan
∆ = a11a22a33+ a12a23a31+ a13a21a32− a11a23a32− a12a21a33− a13a22a31 Mengingat A invertibel maka ∆ 6= 0. Selanjutnya ∆ disebut determinan matriks A3×3.
Untuk memperumum pengertian determinan ke bentuk yang lebih besar, akan dilakukan ekspresi determinan matriks berukuran 3 × 3 dalam bentuk determinan matriks berukuran 2 × 2.
∆ = a11a22a33+ a12a23a31+ a13a21a32− a11a23a32− a12a21a33− a13a22a31
= a11det
· a22 a23 a32 a33
¸
− a12det
· a21 a23 a31 a33
¸
+ a13det
· a21 a22 a31 a32
¸
Untuk mempersingkat, ∆ dapat diekspresikan dengan bentuk sebagai berikut
∆ = a11detA11− a12detA12+ a13detA13.
Matriks A1j adalah matriks berukuran 2 × 2 yang diperoleh dengan menghapus baris ke-1 dan kolom ke-j. Untuk sebarang matriks A berukuran n × n, Aij adalah matriks yang diperoleh dengan menghapus baris ke-i dan kolom ke-j.
Secara recursive dapat didefinisikan pengertian determinan untuk sebarang matriks bu- jursangkar bertipe n × n. Definisi lengkapnya diberikan di bawah ini.
Definisi 2.2.1 Misalkan An×n = [aij]. Determinan matriks A didefinisikan sebagai berikut:
det(A) = a11det A11− a12det A12+ · · · + (−1)1+na1ndet A1n
= Pn
j=1(−1)1+ja1jA1+j
28 BAB 2. DETERMINAN Contoh 2.2.2 Hitung determinan matriks
A =
1 5 0
2 4 −1
0 −2 0
Jawab:
det(A) = a11detA11− a12detA12+ a13detA13
= 1 det
· 4 −1
−2 0
¸
− 5 det
· 2 −1 0 0
¸
+ 0 det
· 2 4 0 −2
¸
= 1(0 − 2) + 5(0 − 0) + 0(−4 − 0)
= −2
Terkait dengan ekspresi pendefinisian determinan matriks bujur sangkar berikut akan didefin- isikan pengertian co-faktor suatu matriks bujur sangkar.
Definisi 2.2.3 Misalkan A = [aij] adalah matriks bujursangkar bertipe n × n. Co-faktor (i, j) dinotasikan dengan Cij = (−1)i+jdetAij. Ekspansi co-faktor sepanjang baris pertama adalah
det(A) = Pn
j=1(−1)1+ja1jA1j
Proposisi 2.2.4 Determinan matriks A berukuran n × n dapat dihitung dengan menggu- nakan ekspansi sebarang baris atau sebarang kolom sebagai berikut:
(a.) Ekspansi baris ke-i,
det(A) = Pn
j=1(−1)i+jaijAij (b.) Ekspansi kolom ke-j,
det(A) = Pn
i=1(−1)i+jaijAij
Contoh 2.2.5 Gunakan ekspansi co-faktor sepanjang baris ke 3 untuk menghitung deter- minan matrik A berikut:
A =
1 5 0
2 4 −1
0 −2 0
2.2. DETERMINAN MATRIKS BUJURSANGKAR 29
det(A) = (−1)3+1a31det A31− (−1)3+2a32det A12+ (−1)3+3a33det A33
= 1 1 det
· 5 0 4 −1
¸
− (−2) det
· 1 0 2 (−1)
¸
+ 0 det
· 1 5 2 4
¸
= 0 + 2(−1) + 0
= −2
Proposisi (2.2.4) menunjukkan bahwa perhitungan determinan matriks menggunakan ekspan- si baris atau kolom akan sangat bermanfaat untuk matriks yang banyak memuat nol. Un- tuk efisiensi dalam perhitungan jelas perhitungan akan menjadi lebih singkat apabila kita memilih baris atau kolom dengan komponen terbanyak.
Contoh 2.2.6 Hitung determinan matriks berukuran 5 × 5 berikut
A =
3 −7 8 9 −6
0 2 −5 7 3
0 0 1 5 0
0 0 2 4 −1
0 0 0 −2 0
Untuk matriks di atas, jelas perhitungan paling efisien apabila kita memilih ekspansi sep- anjang kolom ke-1 atau ekspansi baris ke-4. Dengan ekspansi sepanjang kolom ke-1 akan diperoleh
det(A) = 3 det
2 −5 7 3
0 1 5 0
0 2 4 −1
0 0 −2 0
− 0C21+ 0C31− 0C41+ 0C51
sehingga dengan menggunakan ekspansi kolom ke-1 lagi akan diperoleh
det(A) = 3.2. det
1 5 0
2 4 −1
0 −2 0
.
Dari contoh sebelumnya diperoleh determinan
det
1 5 0
2 4 −1
0 −2 0
= −2.
Jadi diperoleh det(A) = 3.2.(−2) = −12. Dari contoh di atas dapat disimpulkan dalam proposisi berikut.
30 BAB 2. DETERMINAN Proposisi 2.2.7 Jika A adalah matriks segitiga atas, maka determinan A merupakan hasil kali unsur-unsur diagonal utamanya.
2.3 Sifat-Sifat Determinan
Pada Bab 1 telah dipelajari tentang Operasi Baris Elementer (dan Operasi Kolom El- ementer). Dari ekspansi determinan akan didapat proposisi berikut yang menunjukkan pengaruh operasi baris atau kolom terhadap nilai determinan.
Proposisi 2.3.1 Misalkan A adalah matriks bujursangkar berukuran n × n.
1. Jika matriks B adalah suatu matriks yang diperoleh dengan menambah suatu baris (kolom) matriks A dengan hasil kali skalar baris (kolom) baris yang lain, maka de- terminan B= determinan A.
2. Jika matriks B adalah suatu matriks yang diperoleh dengan mengalikan suatu baris (kolom) dengan skalar tak nol α kali baris (kolom) baris yang lain, maka det B = α det A.
3. Jika matriks B adalah suatu matriks yang diperoleh menukar 2 buah baris yang berlainan, maka det B = − det A.
Dengan Proposisi (2.3.1) dapat dihitung determinan suatu matriks dengan menggunakan Operasi Baris (Kolom) Elementer.
Contoh 2.3.2 Hitung determinan matriks A berikut ini:
det
1 −4 2
−2 8 −9
−1 7 0
2.3. SIFAT-SIFAT DETERMINAN 31 Strateginya adalah dilakukan operasi baris elementer untuk membawa matriks A ke bentuk matriks segitiga atas.
det(A) = det
1 −4 2
−2 8 −9
−1 7 0
= det
1 −4 2
0 0 −5
−1 7 0
= det
1 −4 2
0 0 −5
0 3 2
= − det
1 −4 2
0 3 2
0 0 −5
= −(1)(3)(−5) = 15
Contoh 2.3.3 Hitung determinan matriks
det
2 −8 6 8
3 −9 5 10
−3 0 1 −2
1 −4 0 6
Untuk menyederhanakan perhitungan, terlebih dahulu dilakukan operasi baris elementer sedemikian hingga pada posisi (1, 1) (baris pertama kolom pertama) entrinya bernilai 1, sehingga diperoleh
det(A) = det
2 −8 6 8
3 −9 5 10
−3 0 1 −2
1 −4 0 6
32 BAB 2. DETERMINAN
det(A) = 2 det
1 −4 3 4
3 −9 5 10
−3 0 1 −2
1 −4 0 6
= 2 det
1 −4 3 4
0 3 −4 −2
0 −12 10 10
0 0 −3 2
= 2 det
1 −4 3 4
0 3 −4 −2
0 0 −6 2
0 0 −3 2
= 2 det
1 −4 3 4
0 3 −4 −2
0 0 −6 2
0 0 0 1
= 2.1.3.(−6).1 = −36
Dari proses perhitungan determinan menggunakan operasi baris elementer, khususnya jika dibandingkan dengaan penentuan invers matriks menggunakan operasi baris elementer, maka akan didapatkan proposisi berikut:
Proposisi 2.3.4 Matrik bujursangkar A invertibel jika dan hanya jika determinan A 6= 0
Selain itu, mengingat nilai determinan suatu matriks dapat dihitung baik menggunakan ekspansi baris ataupun ekspansi kolom maka dapat disimpulkan determinan suatu matriks bujur sangkar akan sama dengan nilai determinan matriks transposnya seperti dinyatakan dalam proposisi berikut:
Proposisi 2.3.5 Misalkan A matriks bujursangkar, maka det(AT) = det(A).
Seperti sudah dibahas didepan bahwa terdapat hubungan antara determinan suatu ma- triks bujursangkar A, dengan matriks hasil operasi baris (kolom) elementer. Selain itu pada Bab I juga sudah diperkenalkan pengertian matriks elementer yaitu matriks yang diperoleh
2.3. SIFAT-SIFAT DETERMINAN 33 dengan melakukan satu kali operasi baris (kolom) elementer. Disamping itu pada Bab I, juga sudah diterangkan tentang apa makna operasi baris (kolom) elementer dalam kaitan- nya dengan perkaalian matriks, diantaranya dikatakan bahwa jika B adalah matriks yang diperoleh dengan melakukan satu kali operasi baris elementer dari satu matriks A, maka
B = EA
dengan E adalah matriks elementer yang diperoleh dengan melakukan satu kali operasi baris elementer terhadap matriks I. Untuk melihat hubungan antara determinan matriks B dengan matriks A, kita akan tinjau 3 jenis operasi baris elementer. Misalkan yang dilakukan adalah operasi Operasi Baris Elementer Tipe 1: yaitu B adalah matriks yang diperoleh dengan menukar dua baris berlainan dari satu matriks A, maka akan diperoleh det B = − det A sehingga diperoleh det B = (−1) det A sementara itu det E = − det I =
−1. Selain itu B = EA, dengan demikian akan diperoleh det(EA) = det(E) det(A).
Dengan cara analog akan dapat ditunjukkan untuk operasi baris elementer tipe yang lain.
Dengan kenyataan akan dapat ditunjukkan bahwa untuk sebarang matriks bukur sangkar yang berukuran sama.
Proposisi 2.3.6 Jika A dan matriks B adalah matriks-matriks bujursangkar dengan uku- ran yang sama, maka
det(AB) = det(A) det(B).
Bukti. Pembuktian akan dibedakan untuk dua kasus:
Kasus 1. Matriks A invertibel. Menurut sifat matriks invertibel yang seperti diuraikan pada Bab I, dengan serangkaian (berhingga) operasi baris elementer A akan dapat diubah menjadi matriks identitas. Dengan demikian terdapat matriks elementer E1, E2, E3, · · · , En sedemikian hingga
A = E1, E2, E3, · · · , EnI.
34 BAB 2. DETERMINAN Dengan demikian, akan diperoleh
AB = E1, E2, E3, · · · , EnIB = E1, E2, E3, · · · , EnB
sehingga dengan menggunakan n-kali pengulangan akan diperoleh
det(AB) = det(E1, E2, E3, · · · , EnB)
= det(E1) det(E2, E3, · · · , EnB)
= det(E1) det(E2) det(E3, · · · , EnB) ... ...
= det(E1) det(E2) det(E3), · · · , det(En−1) det(EnB)
= det(E1) det(E2)(E3), · · · , (En−1) det(EnB)
= det(E1)(E2)(E3), · · · , (En−1)(EnB)
= det(E1)(E2)(E3), · · · , (En−1I)(EnB)
= det(A) det(B)
Kasus 2. Matriks A tidak invertibel. Hal ini berarti det A = 0, dengan demikian untuk me- nunjukkan bahwa det AB = det A det B, cukup bila dapat ditunjukkan bahwa det(AB) = 0 atau yang ekivalen dengan meunjukkan bahwa AB juga tidak invertibel. Andaikan AB invertibel, maka ada (AB)−1 yang memenuhi (AB)(AB)−1 = I. Dengan demikian meng- gunakan Kasus 1 akan diperoleh
det(AB)(AB)−1 = det(I)
yang berarti
det(AB) det(AB)−1 = 1
dengan demikian det(AB) 6= 0. Kontradiksi dengan pengandaian bahwa matriks AB in- vertibel.