• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah dan Perkembangan

Untuk memenuhi kebutuhan listrik maka pada tahun 1957 PLN bertugas menyelenggarakan rencana Pembangunan Waduk Ir. H. Djuanda untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Ini diwujudkan dengan melakuan kontrak kerjasama dengan konsultan Prancis. Pekerjaan proyek ini baru dilakuan pada tahun 1962 oleh Direktorat Pengairan Departemen PU. Akibat tidak adanya koordinasi PLN dan Direktorat Pengairan maka terjadi perbedaan tinggi muka air antara Bendung Curug dengan bagian hilir Waduk Ir. H. Djuanda sehingga harus dilakukan pemompaan air pada Bendung Curug (PJT II, 1998 dalam Sasmita, 2005).

Pembuatan Waduk Ir. H. Djuanda sudah direncanakan pemerintah pada tahun 1948 dan merupakan gagasan dari Prof. Dr. Ir. W. J. Van Blommestein untuk mengairi daerah perkebunan yang ada di Pulau Jawa. Dalam perencanaannya, waduk ini dapat mengairi lahan perkebunan sampai daerah Kali Rambut, Pekalongan (Jawa Tengah). Namun, karena difungsikan untuk mengairi lahan persawahan, maka air yang dibutuhkan sangat banyak sehingga daerah irigasi yang dapat dilayani hanya sampai daerah Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Secara keseluruhan waduk ini berfungsi untuk mengurangi banjir yang melanda daerah subur di Pantai Utara Jawa Barat seluas + 20.000 ha, penyediaan air untuk irigasi teknis seluas 242.000 ha, penyediaan air baku bagi PDAM Kabupaten/Kota maupun PAM DKI dan industri sebanyak + 600 juta m3/tahun, penyediaan air untuk budidaya perikanan tangkap dan keramba jaring apung (KJA) di waduk, di sawah (mina padi), serta tambak air payau di sepanjang Pantai Utara Jawa Barat seluas + 20.000 ha, dan pembangkit tenaga listrik berkapasitas 187,5 MW (PJT II, 1998 dalam Astari, 2000).

Umur Waduk Ir. H. Djuanda dapat diprediksi dari hasil pemeruman (metode untuk perhitungan volume waduk). Tujuan dari pemeruman adalah memberikan masukan kepada pihak pengelola waduk agar mengetahui laju dan distribusi sedimen waduk secara periodik serta dapat mengoptimalkan pengoperasian waduk. Berdasarkan prediksi awal, pembuatan umur ekonomis

(2)

24 waduk adalah 98 tahun, akan tetapi dengan terus bertambahnya jumlah sedimen yang ada di waduk maka umur ekonomis (fungsi waduk) akan berkurang.

Adapun sejarah perkembangan pengelolaan waduk, PLTA, dan jaringan pengairan Jatiluhur sejak dibentuk tahun 1957 sampai sekarang adalah :

a) Proyek Serbaguna Jatiluhur (1957-1967)

Pelaksanaan pembangunan Waduk Ir. H. Djuanda dimulai pada tahun 1957 yang meliputi waduk utama, PLTA, serta sarana sistem pengairan. Proyek serbaguna Jatiluhur merupakan Tahap I dari pengembangan sumber daya air di wilayah Sungai Citarum dengan tujuan utama untuk meningkatkan produksi bahan pangan nasional yaitu beras. Proyek pembangunan tersebut dinyatakan selesai pada tahun 1967, dan untuk mengenang jasa salah satu putra terbaik Bangsa Indonesia, maka Waduk dan PLTA Jatiluhur diresmikan dengan nama Ir.

H. Djuanda.

b) Perusahaan Negara (PN) Jatiluhur (1967-1970)

Pemerintah merubah status organisasi Proyek Serbaguna Jatiluhur menjadi Perusahaan Negara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1967.

Tujuan diubahnya status Proyek Serbaguna menjadi Perusahaan Negara yaitu agar potensi yang timbul dengan selesainya proyek PLTA Ir. H. Djuanda dapat diusahakan secara maksimal.

c) Perusahaan Umum Otorita Jatiluhur (1970-1998)

Sebagai Badan Usaha, pada saat itu PN Jatiluhur dalam usahanya harus memperoleh keuntungan. Penyediaan air untuk pertanian yang pada awalnya bersifat sosial diusahakan secara komersial, sehingga pengelolaan sumber daya air menjadi tidak harmonis serta tujuan utama dari pembangunan proyek tersebut pun tidak tercapai. Agar pemanfaatan dan pengembangan potensi-potensi yang timbul dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien maka kepengurusannya harus didasarkan atas prinsip-prinsip ekonomi yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Dengan dasar tersebut , maka pemerintah membentuk Perusahaan Umum dengan nama “Otorita Jatilihur” (POJ).

Dengan dibentuknya POJ, maka badan/proyek dan dinas-dinas yang berada di wilayah POJ kemudian dilebur ke dalam POJ. Badan-badan tersebut antara lain :

(3)

25 1) Proyek Irigasi Jatiluhur (Departemen Pekerjaan Umum).

2) Proyek Pengairan Tersier Jatiluhur (Depatemen Dalam Negeri).

3) Perusahaan Negara (PN) Jatiluhur (Departemen Perindustrian).

4) Dinas Pekerjaan Umum Jawa Barat Wilayah Purwakarta.

d) Perusahaan Umum Jasa Tirta II (1998-Sekarang)

Perusahaan Umum Otorita Jatiluhur (POJ) dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1970, yang kemudian disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 1980, dan pada tahun 1990 disesuaikan lagi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42.

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1998 tentang Perusahaan Umum, maka POJ diubah lagi dan disesuaikan namanya menjadi Perusahaan Umun Jasa Tirta II (PJT II). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 1999, maka sifat usaha PJT II adalah untuk menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memperoleh keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

2. Letak, Luas, dan Batas Wilayah

Secara geografis daerah kerja PJT II terletak antara 50 55’ 5” - 70 42’ 20”

LS dan 1060 54’ 3” - 1080 4’ 4” BT. Ketinggiannya berada antara 400 – 600 m dpl pada daerah kaki pegunungan dan ketinggian antara 0 – 50 m dpl pada kaki perbukitan yang bergelombang.

Wilayah kerja PJT II meliputi keseluruhan Wilayah Sungai Citarum, mulai dari hulu di daerah tangkapan, Waduk Ir. H. Djuanda sampai dengan hilir hingga muara-muara sungainya. Luas daerah kerja PJT II + 12.000 km2 yang merupakan daerah kesatuan hidrologis yang mencakup daerah pengaliran 75 sungai yang mengalir sepanjang dataran Utara Jawa Barat mulai dari batas Timur DKI Jakarta sampai Sungai Cilalanang. Jumlah aliran rata-rata tahunan sebesar 12,95 miliar m3 per tahun, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Sungai Cilalanang

Sebelah Barat : Hulu Sungai Cikeas, Kali Sunter, dan muara Sungai Cakung

(4)

26 Sebelah Selatan : Dari arah Tenggara – Selatan – Barat Daya, berturut-

turut adalah Gunung Manglayang, Gunung Karicumbi Cananggang, Gunung Mandalawangi, Gunung Guntur, Gunung Sanggar Wayang, Gunung Patuha Kancana, Gunung Gede, dan Gunung Pangrango.

Wilayah ini mencakup 10 kabupaten/kota, yaitu Jakarta, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Bandung, Bogor, Cianjur, Sumedang, dan Indramayu.

Sumber air Sungai Citarum bermula dari mata air di Gunung Wayang dan dari anak-anak sungai Citarum yang tersebar di beberapa tempat. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum terdiri dari 7 (tujuh) sub DAS, yaitu: sub DAS Citarik yang bermata air di Gunung Kareumbi, sub DAS Cisangkuy yang bermata air di Gunung Wayang, sub DAS Ciminyak yang bermata air di Gunung Buleud, sub DAS Cikapundung yang bermata air di Gunung Tangkuban Parahu, sub DAS Ciwidey yang bermata air di Gunung Patuha, sub DAS Cihaur yang bermata air di Gunung Burangrang, dan sub DAS Cisokan yang bermata air di Gunung Masigit dan di Gunung Pangrango. Luas daerah tangkapan dari DAS Citarum tersebut meliputi area seluas 4.543,40 km2 yang mencakup 4 (empat) wilayah Kabupaten/Kota, yaitu sebagian Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cianjur, dan seluruh Kota Bandung. Sungai Citarum bermuara di tiga lokasi, yaitu Muara Gembong, Muara Bungin, dan Muara Karawang di Laut Jawa.

Tata guna lahan di Daerah Irigasi Jatiluhur sebagian berupa sawah yang penyebarannya meliputi daerah bagian Utara pada daerah-daerah aluvial. Kebun campuran terletak di kaki bukit dan pegunungan atau pada daerah antara sawah dan daerah-daerah perkebunan. Perkebunan tersebar di daerah antara pegunungan dan daerah-daerah pegunungan, sedangkan hutan lindung terdapat di daerah pegunungan dan di lereng bukit.

Kondisi tata guna lahan di DAS Citarum Hulu dengan luas total 54.728 ha dapat dikelompokkan menjadi 5 yaitu: lahan bervegetasi rapat (hutan), perkebunan, persawahan, kebun campuran/tegalan, dan pemukiman. Areal bervegetasi rapat (hutan) tersebar di beberapa lokasi pegunungan membentuk satu kesatuan yang utuh dengan luasan hampir mencapai 25 % dari luas DAS Citarum

(5)

27 Hulu. Kebun campuran dan tegalan tersebar secara acak dengan luas areal yang relatif kecil, meskipun secara keseluruhan luasnya mencapai sepertiga dari luas DAS Citarum Hulu. Wilayah persawahan sekitar 15 % dari luas DAS Ciarun Hulu. Luas persawahan ini dapat lebih dari 15 % dalam kenyataannya karena adanya perbedaan pola tanam antara petani. Pemukiman terdapat di bagian tengah dan tersebar (PJT II, 2001).

3. Visi dan Misi Perusahaan

Visi perusahaan adalah terwujudnya perusahaan yang terkemuka dan berkualitas dalam pengelolaan air dan sumberdaya air untuk memberikan pelayanan terbesar dalam penyediaan air untuk berbagai kebutuhan dan sumbangan terhadap ketahanan pangan nasional.

Untuk mewujudkan visi dari perusahaan tersebut, maka ditetapkan misi dari perusahaan sebagai berikut :

b) Penyediaan air baku untuk air minum, pertanian, listrik, industri, pelabuhan, penggelontoran, dan kebutuhan lainnya.

c) Pembangkitan dan penyaluran listrik tenaga air.

d) Pengembangan kepariwisataan dan pemanfaatan lahan.

e) Mempertahankan ketahanan pangan melalui penyediaan air pertanian dan pengendalian bahaya banjir dengan upaya pelestarian perlindungan lingkungan melalui pemberian informasi, rekomendasi, dan penyuluhan.

f) Memaksimalkan laba dan memupuk keuntungan berdasarkan bisnis untuk terjaminnya kelestarian aset Negara dan kesinambungan pelayanan kepada masyarakat.

B. Waduk dan PLTA Ir. H. Djuanda

Waduk Ir. H. Djuanda terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta (±9 km dari pusat Kota Purwakarta). Waduk Ir. H. Djuanda adalah waduk terbesar di Indonesia. Waduk Ir. H. Djuanda merupakan waduk/danau terendah tetapi terbesar di antara trilogi waduk buatan di Jawa Barat yaitu Waduk Saguling, Cirata dan Ir. H. Djuanda (lebih dikenal dengan Waduk Jatiluhur).

Danau dengan lokasi tertinggi dan terkecil adalah Saguling. Jadi kalau diurutkan air mengalir dari Citarum masuk ke Saguling diturunkan ke Cirata baru ke Jatiluhur. Begitu pula tingkat polusi airnya yang paling parah adalah Saguling dan

(6)

28 yang paling bersih adalah Waduk Ir. H. Djuanda. Di ketiga waduk/danau tersebut terdapat turbin pembangkit listrik (PLTA) yang menerangi Jawa-Bali. Bendungan yang luasnya 8.300 ha mulai dibangun sejak tahun 1957 oleh kontraktor asal Perancis, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 milyar m3/tahun dan merupakan waduk serbaguna pertama di Indonesia. Di dalam Waduk Jatiluhur, terpasang 6 unit turbin dengan daya terpasang 187,5 MW dengan produksi tenaga listrik rata-rata 900 juta kWh setiap tahun. Waduk ini dikelola oleh PT. PLN (Persero).

Selain untuk PLTA, Waduk Ir. H. Djuanda memiliki fungsi sebagai penyediaan air irigasi untuk 242.000 ha sawah (dua kali tanam setahun), air baku air minum untuk wilayah sekitar Purwakarta, budi daya perikanan dan pengendali banjir yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta II.

Selain berfungsi sebagai PLTA dengan sistem limpasan terbesar di dunia, kawasan Jatiluhur memiliki banyak fasilitas rekreasi yang memadai, seperi hotel dan bungalow, bar dan restaurant, lapangan tenis, bilyard, perkemahan, kolam renang dengan water slide, ruang pertemuan, sarana rekreasi dan olahraga air, playground, dan fasilitas lainnya. Sarana olahraga dan rekreasi air misalnya mendayung, selancar angin, kapal pesiar, ski air, boating, dan lainnya.

Di perairan Waduk Ir. H. Djanda ini juga terdapat budidaya ikan keramba jaring apung, yang menjadi daya tarik tersendiri. Di waktu siang atau dalam keheningan malam kita dapat memancing penuh ketenangan sambil menikmati ikan bakar.

Dikawasan ini pula kita dapat melihat Stasiun Satelit Bumi yang dikelola oleh PT.

Indosat Tbk. (±7 km dari pusat Kota Purwakarta), sebagai alat komunikasi internasional. Jenis layanan yang disediakan antara lain international toll free service (ITFS), Indosat Calling Card (ICC), international direct dan lainnya.

Waduk Jatiluhur dapat dikunjungi melalui Jalan Tol Purbaleunyi (Purwakarta- Bandung-Cileunyi), keluar di Gerbang Tol Jatiluhur ataupun juga dari tol Cikampek.

Dewasa ini Waduk Ir. H. Djuanda lebih dikenal sebagai waduk serbaguna.

Hal ini karena penggunaan waduk selain untuk pertanian, juga untuk penggelontoran Kota/Kabupaten, penyuplai air baku PDAM Kota/Kabupaten,

(7)

29 industri, budidaya perikanan tangkap, KJA, pariwisata, dan juga untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA).

Pada umumnya, PLTA bekerja dengan cara mengubah energi yang disebabkan gaya jatuh air untuk menghasilkan listrik. Turbin mengkonversi tenaga gerak jatuh air ke dalam daya mekanik. Kemudian generator mengkonversi daya mekanik tersebut dari turbin ke dalam tenaga elektrik.

Waduk Ir. H. Djuanda selain berfungsi untuk pertanian juga merupakan salah satu penghasil listrik terbesar untuk daerah Jawa Barat. Tujuan perusahaan ini adalah untuk turut serta dalam membangun ekonomi nasional dengan berperan serta dalam melaksanakan program pembangunan nasional dalam bidang pengelolaan air, sumber-sumber air, dan ketenagalistrikan.

PLTA Ir. H. Djuanda saat ini terpasang daya sebesar 187,5 MW dan produksi rata-rata per tahun adalah 900 juta kWh. Hasil produksi tenaga listrik dijual kepada PT PLN (persero). Sampai saat ini produksi listrik masih merupakan andalan pendapatan Perum Jasa Tirta II (PJT II), lebih kurang 65 % dari seluruh pendapatan perusahaan.

C. Debit Air Di Waduk Ir. H. Djuanda

1. Debit Air Dari Hulu Sungai Citarum

Sumber air Sungai Citarum bermula dari mata air di Gunung Wayang dan dari anak-anak Sungai Citarum yang tersebar di beberapa tempat. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum terdiri dari 7 (tujuh) sub DAS, yaitu: sub DAS Citarik yang bermata air di Gunung Kareumbi, sub DAS Cisangkuy yang bermata air di Gunung Wayang, sub DAS Ciminyak yang bermata air di Gunung Buleud, sub DAS Cikapundung yang bermata air di Gunung Tangkuban Parahu, sub DAS Ciwidey yang bermata air di Gunung Patuha, sub DAS Cihaur yang bermata air di Gunung Burangrang, dan sub DAS Cisokan yang bermata air di Gunung Masigit dan di Gunung Pangrango. Luas daerah tangkapan dari DAS Citarum tersebut meliputi area seluas 4.543,40 km2 yang mencakup 4 (empat) wilayah Kabupaten/Kota, yaitu sebagian Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cianjur, dan seluruh Kota Bandung. Sungai Citarum bermuara di tiga lokasi, Muara Gembong, Muara Bungin, dan Muara Karawang di Laut Jawa.

(8)

30 Kondisi tata guna lahan di DAS Citarum Hulu dengan luas total 54.728 ha dapat dikelompokkan menjadi 5 yaitu: lahan bervegetasi rapat (hutan), perkebunan, persawahan, kebun campuran/tegalan, dan pemukiman. Areal bervegetasi rapat (hutan) tersebar di beberapa lokasi pegunungan membentuk satu kesatuan yang utuh dengan luasan hampir mencapai 25 % dari luas DAS Citarum Hulu. Kebun campuran dan tegalan tersebar secara acak dengan areal relatif kecil, meskipun secara keseluruhan luasnya mencapai sepertiga dari luas DAS Citarum Hulu. Wilayah persawahan sekitar 15 % dari luas DAS Citarum Hulu. Luas persawahan ini dapat lebih dari 15 % dalam kenyataannya karena adanya perbedaan pola tanam antara petani (PJT II, 2001).

Besar air yang masuk ke Waduk Ir. H. Djuanda adalah berasal dari Outlet Waduk Cirata ditambah dengan air yang berasal dari sungai – sungai lokal yang bermuara ke Sungai Citarum di antara outlet Waduk Cirata sampai dengan inlet Waduk Ir. H. Djuanda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Gambar 7. Sumber Mata Air DAS Citarum (Mata Air Gunung Wayang)

Daerah tangkapan hujan DAS Citarum di hulu Waduk Ir. H. Djuanda meliputi area seluas 4.543,40 km2 yang terbagi dalam 3 daerah tangkapan hujan sebagai berikut:

b. Daerah tangkapan Waduk Saguling, dari Waduk Saguling sampai ke hulu seluas 2.271,70 km2 (50% dari keseluruhan).

(9)

31 c. Daerah tangkapan Waduk Cirata, dari Waduk Cirata sampai outlet Waduk

Saguling seluas 1.908,23 km2 (42%).

d. Daerah tangkapan Waduk Ir. H. Djuanda ke arah hulu sampai outlet Waduk Cirata seluas 364,47 km2 (8%).

Tabel 1. Besar Debit Air yang Masuk ke waduk dan keluar dari Turbin.

Bulan Debit Air Masuk (m3/dt)

Debit Air Keluar (m3/dt)

Januari 3.533,10 4.207,22

Februari 4.877,95 3.141,84

Maret 7.679,67 4.186,03

April 7.046,80 4.364,18

Mei 6.559,52 5.558,20

Juni 5.599,32 6.097,56

Juli 4.566,09 5.914,96

Agustus 3.159,05 5.816,48

September 3.145,94 4.498,86

Oktober 4.424,46 4.616,41

November 5.858,03 4.463,94

Desember 5.366,59 5.112,93

Jumlah 61.816,52 57.978,61

2. Ketersediaan Air Di Waduk Ir. H. Djuanda

Air yang dikeluarkan dari Waduk Ir. H. Djuanda akan dialirkan ke hilir.

Air ini akan dibagikan untuk pertanian, industri, penggelontoran kota, PDAM, dan juga untuk perikanan tambak yang ada di hilir.

Perencanaan produksi listrik selama setahun/satu periode biasanya ditentukan dalam rapat perencanaan pola tanam. Dalam rapat ini akan dibahas jumlah air yang akan dikeluarkan selama satu periode musim tanam yaitu Musim Tanam Rendeng, Musim Tanam Gadu I, dan Musim Tanam Gadu II. Setelah diketahui jumlah air yang akan dikeluarkan selama satu periode musim tanam, maka jumlah produksi listrik yang akan dihasilkan selama satu periode musim tanam ke depan dapat direncanakan.

Namun perencanaan pengeluaran air juga dapat dirancang jika jumlah debit air yang tersedia dalam waduk telah diketahui. Jumlah debit air yang tersedia dalam waduk di awal tahun ditambah dengan analisis musim setahun kedepan sangat

(10)

32 menentukan perencanaan pengeluaran air dari waduk selama periode musim tanam berlangsung.

3. Pengaruh Musim

Musim yang ada di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Musim hujan terjadi pada bulan November – Mei dan musim kemarau pada bulan Juni – Oktober. Masa transisi bervariasi dari tahun ke tahun dengan jarak 1 – 2 bulan. Pada musim hujan, angin barat membawa udara lembab dan hangat dari arah barat menuju barat laut sehingga mengakibatkan hujan deras di wilayah Jatiluhur terutama pada daerah pegunungan. Sedangkan pada musim kemarau, angin timur membawa angin dari arah timur menuju selatan.

a. Musim Hujan

Musim hujan di Indonesia umumnya terjadi pada bulan November – Mei.

Namun, pada tahun – tahun tertentu musim hujan di Indonesia dapat terjadi lebih singkat seperti yang terjadi pada tahun 2006. Umumnya, jika musim hujan sedang berlangsung di Indonesia, maka sebagian wilayah Indonesia akan mengalami banjir. Misalnya wilayah Jakarta yang hampir tiap tahun pada musim hujan akan mengalami bencana banjir.

Untuk wilayah D. I. Jatiluhur, pada saat musim hujan, maka fluktuasi aliran air sungai di DAS Citarum akan lebih besar jika dibandingkan pada musim kemarau. Hal ini karena air yang jatuh di daerah tangkapan hujan di wilayah DAS Citarum hulu akan mengalir ke DAS Citarum.

Untuk menghindari terjadinya aliran permukaan yang berlebihan dari daerah tangkapan hujan di wilayah hulu DAS Citarum, maka di daerah hulu DAS Citarum (Gunung Wayang) telah disiapkan sebuah Arboretrum (Arboretrum Wayang Windu seluas 40 ha) yang salah satu fungsinya adalah untuk mencegah aliran permukaan tanah pada saat musim hujan berlangsung. Aliran permukaan tanah tersebut akan disimpan dalam tanah dan bencana banjirpun dapat dicegah.

Walaupun faktanya untuk sekarang ini banjir di DAS Citarum belum dapat dicegah karena luas arboretrum yang dibutuhkan masih sangat kurang.

Arboretrum tersebut selain berfungsi untuk menahan air pada musim hujan, juga akan memberikan air pada saat musim kemarau. Sehingga fluktuasi

(11)

33 aliran air sungai di DAS Citarum pada saat musim hujan dan musim kemarau tidak terlalu signifikan.

Gambar 8. Arboretrum Wayang Windu, Gunung Wayang b. Musim Kemarau

Pada musim kemarau umumnya jumlah air akan berkurang. Aliran air yang mengalir di DAS Citarum akan semakin berkurang jika dibandingkan dengan jumlah aliran pada saat musim hujan. Hal ini disebabkan karena kurangnya air yang mengalir dari daerah tangkapan hujan di hulu DAS Citarum, juga karena terjadinya peningkatan suhu pada permukaan sehingga tingkat penguapan air permukaan meningkat.

Salah satu fungsi dibuatnya Arboretrum selain untuk mencegah banjir pada musim hujan adalah untuk menyediakan air pada musim kemarau. Air yang ditahan/disimpan pada musim hujan akan dikeluarkan pada musim kemarau melalui aliran permukaan. Dengan adanya Arboretrum tersebut, maka perbedaan fluktuasi aliran air sungai di DAS Citarum pada musim hujan dan musim kemarau tidak terlalu signifikan. Jadi, pada saat terjadi musim kemarau persediaan air untuk Pertanian, Industri, PDAM, dan lainnya masih dapat dipenuhi.

c. El – Nino dan La – Nina

El – Nino dan La – Nina akan mengakibatkan periode Musim Kemarau dan Musim Hujan terjadi lebih lama. El – Nino dan La – Nina terjadi pada bagian

(12)

34 Timur Indonesia/Samudra Pasifik bagian Tengah (50 LU – 50 LS ; 170 – 1200 BB). El – Nino dan La - Nina di Indonesia terjadi karena adanya perbedaan suhu antara Indonesia dan Pasifik Tengah yang menyebabkan terjadinya aliran massa uap air kearah Fasifik Tengah atau kearah Indonesia dalam waktu yang lebih lama. Aliran massa uap air tersebut menyebabkan terjadinya Musim Kemarau dan Musim Hujan lebih panjang di wilayah Indonesia.

Isu tentang adanya El – Nino di Indonesia menyebabkan Musim Kemarau pada periode 2009/2010 akan terjadi lebih lama lagi (sampai bulan Februari). El – Nino di Indonesia berlangsung dari bulan Agustus 2009 dan diperkirakan puncaknya terjadi pada bulan Februari 2010. Akibat suhu di Pasifik Tengah lebih besar daripada suhu di Indonesia menyebabkan massa uap air mengalir dari Indonesia ke Pasifik Tengah yang menyebabkan terjadinya kemarau yang panjang di Indonesia (El – Nino).

Untuk mengatasi datangnya musim kemarau panjang (El – Nino) di wilayah Indonesia, maka dari PJT II sudah melakukan persiapan dini. PJT II yang ditugasi untuk melakukan pengelolaan atas D. I. Jatiluhur telah melakukan penghematan air sejak periode 2008/2009. Ini dilakukan agar persediaan air pada periode 2009/2010 pada saat terjadi El – Nino masih dapat dipenuhi. Terutama untuk irigasi pertanian, PAM wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta, untuk Penggelontoran Kota/Kabupaten, untuk industri, PLTA, dan lainnya.

D. Produksi Listrik

Besarnya produksi listrik dari setiap turbin akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti besar debit air yang dikeluarkan melalui turbin, jumlah turbin yang dioperasikan, daya yang digunakan, dan tinggi muka air (TMA) yang berpengaruh pada tinggi jatuh air. Besar kecilnya produksi listrik yang dihasilkan oleh sebuah turbin diukur dengan menggunakan kWh meter pada setiap jam 07:00. Pengukuran ini dilakukan secara rutin kecuali setiap tanggal 1 pada awal bulan dan pada akhir bulan. Pada awal bulan (tanggal 1), pengukuran dihitung selama 14 jam, yaitu dari jam 17:00 pada akhir bulan sampai jam 07:00 di awal bulan, sedangkan pada akhir bulan pengukuran dihitung selama 34 jam, yaitu dari jam 07:00 hari sebelumnya sampai jam 17:00 pada akhir bulan. Untuk hari-hari

(13)

35 yang lainnya pengukuran dihitung selama 24 jam, yaitu dari jam 07:00 sampai jam 07:00 hari berikutnya.

Selang waktu pengukuran ini sangat berpengaru pada perhitungan besar produksi listrik yang dihasilkan pada hari tersebut. Listrik yang dihasilkan dalam bentu kWh kemudian dilakukan konversi menjadi MW dengan perhitungan kWh dibagi dengan 1000 dikalikan dengan selang waktu perhitungan.

Contoh perhitungan konversi listrik dari kWh menjadi MW di PLTA Ir. H.

Djuanda dapat dilihat pada contoh di bawah ini.

Produksi tanggal 1 Januari 2010:

Produksi tanggal 15 Januari 2010:

Produksi tanggal 31 Januari 2010:

Jumlah produksi listrik yang dihasilkan oleh tiap turbin dengan tinggi jatuh air dan daya yang sama tidak selalu menghasilkan besar produksi yang sama.

Namun, perbedaan yang dihasilkan tidaklah begitu signifikan atau sangat kecil.

Hal ini dimungkinkan karena adanya kesalahan pada operator dalam menggunakan alat ukur atau dalam mengukur jumlah produksi listrik yang dihasilkan dengan kWh meter.

1. Debit Air yang Dikeluarkan

Debit air yang dikeluarkan dari waduk ke hilir dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti; permintaan petani dari hilir untuk irigasi pertanian yang biasanya sudah direncanaan di awal periode musim tanam selama setahun, untuk penggelontoran kota, industri, PDAM, dan perikanan tambak yang ada di hilir.

Pada kondisi tertentu pemberian air ini dapat berubah dari perencanaan. Ini terjadi karena adanya peristiwa yang terjadi di luar perkiraan. Sebagai contoh,

(14)

36 rusaknya pintu bendung yang ada dihilir, rusaknya turbin, dan rusaknya dinding saluran utama yang mengakibatkan pemberian air harus dikurangi karena kerusakan tersebut harus segera diperbaiki. Selain itu, yang sering mengkibatkan terjadinya perubahan tersebut adalah karena jumlah aliran air yang masuk dari hulu melebihi kondisi normal. Ini biasanya terjadi pada musim hujan dimana jumlah air yang mengalir dari hulu Sungai Citarum melebihi kondisi normal yang mengakibatkan air dalam waduk harus segera dikeluarkan.

Pada saat volume air di dalam waduk berlebih (TMA > 107 meter = terjadi limpas), maka semua turbin harus digunakan. Pada kondisi ini, seharusnya jumlah produksi listrik dapat dimaksimalkan. Sehingga, jika jumlah debit air yang dikeluarkan melalaui turbin belum mencukupi, barulah air dikeluarkan melalui Holowjet. Akan tetapi, karena kurangnya perawatan pada turbin (turbin rusak) menyebabkan produksi listrik tidak dapat dimaksimalkan,

Kondisi dimana air harus dikeluarkan dengan segera juga dapat terjadi sebaliknya sehingga turbin yang aktif dioperasikan sedikit (sekitar 2 sampai 3 turbin). Ini sering terjadi pada musim kemarau panjang dimana air yang masuk ke waduk dari hulu terlalu kecil dan juga ketika terjadinya El-Nino, sehingga harus dilakukan penghematan air. Karena jika tidak dilakukan penghematan air ke hilir, maka jumlah persediaan air akan sangat berkurang. Oleh karena itu, perlu dilakukan penghematan pengeluaran air. Berhubung karena tujuan utama pengeluaran air dari waduk adalah untuk irigasi pertanian, maka jumlah air yang akan dikeluarkan juga sesuai dengan kebutuhan untuk irigasi pertanian yang sebelumnya telah dilakukan perencanaan di awal tahun periode musim tanam.

Penggunaan turbin berdasarkan jumlah air yang dikeluarkan dilakukan untuk memaksimalkan jumlah produksi listrik yang akan dihasilkan. Karena selain untuk irigasi ke hilir, Waduk Ir. H. Djuanda juga diperuntukkan untuk memproduksi listrik.

Jumlah debit air yang dikeluarkan ke hilir selain karena kondisi di atas (musim hujan atau musim kemarau), yang paling utama adalah berdasarkan permintaan petani dari hilir. Pada saat perencanaan tahunan, yang pertama kali direncanakan setelah volume air dalam waduk diketahui adalah berapa debit air yang akan dialirkan ke hilir. Setelah debit air yang akan dikeluarkan diketahui per

(15)

37 harinya, maka jumlah listrik yang akan diproduksi dalam setahun periode musim tanam dapat direncanakan.

2. Penggunaan Turbin

Di Waduk Ir. H. Djuanda terdapat 6 buah turbin. Penggunaan turbin tiap harinya tidak selalu sama. Penggunaan turbin ini selain karena faktor pengeluaran jumlah air yang akan dikeluarkan karena permintaan dari hilir atau kondisi musim yang tiba-tiba berubah, juga berdasarkan kondisi turbin yang dapat dioperasikan dalam keadaan baik/normal.

Pada kondisi – kondisi tertentu turbin ini akan digunakan seluruhnya dan dapat juga sebaliknya dimana turbin yang digunakan sedikit (lebih banyak yang diistirahatkan). Sebagai contoh, pada saat musim hujan debit air yang masuk ke Waduk Ir. H. Djuanda akan sangat melimpah dari hulu. Debit yang berlebihan akan menyebabkan TMA di waduk melebihi batas maksimal tinggi air yang dapat ditahan oleh spill way yaitu 107 meter. Ketika TMA melebihi batas tersebut (107 meter), maka akan terjadi limpasan. Agar tidak terjadi kerusakan pada waduk, maka air perlu dikeluarkan dari waduk dengan segera. Sebab debit air yang mengalir dari hulu akan terus bertambah. Dan yang paling menghawatirkan adalah jika jumlah debit air yang mengalir ke waduk jauh lebih banyak dari pada kondisi biasanya.

Pada kondisi seperti ini, maka produksi listrik dapat dimaksimalkan lewat turbin. Daya maksimal yang dapat dihasilkan di PLTA Ir. H. Djuanda adalah 187.5 MW atau sekitar 31 – 32 MW/turbin. Pada saat turbin dioperasikan secara keseluruhan, maka jumlah produksi listrik yang dihasilkan akan maksimal. Pada saat kondisi turbin digunakan keseluruhan secara maksimal, maka produksi listrik akan maksimal.

Besar produksi listrik akan sangat dipengaruhi oleh tinggi jatuh air dan daya yang digunakan dalam menggerakkan turbin. Namun, faktor yang paling penting untuk memproduksi listrik dari turbin selain dari tinggi jatuh air, daya yang digunakan, dan jumlah turbin yang dioperasikan adalah seberapa besar debit air yang akan dikeluarkan ke hilir untuk memenuhi permintaan petani dan lainnya.

Karena banyaknya jumlah penggunaan turbin ditentukan setelah jumlah debit air yang akan dikeluarkan diketahui.

(16)

38 Selain 6 turbin, Waduk Ir. H. Djuanda juga disiapkan dengan 2 buah holowjet yang akan digunakan jika jumlah debit air di dalam waduk melebihi kapasitasnya. Sehingga dengan mengeluarkan air melalui holowjet, maka jumlah debit air dalam waduk akan cepat berkurang sehingga kemungkinan terjadinya dampak buruk dapat segera diatasi.

Namun, pada kondisi sebaliknya dimana besar volume debit air yang ada di waduk sedikit juga dapat terjadi. Pada musim kemarau panjang dimana jumlah volume/debit air yang terdapat dalam waduk terlalu sedikit, sehingga jumlah debit air yang dikeluarkan ke hilir harus dihemat sebelum musim hujan datang lagi.

Pada kondisi seperti ini, maka ke-6 turbin yang ada di PLTA Ir. H. Djuanda tidak akan dapat dioperasikan. Sebab dengan kondisi air yang dikeluarkan sedikit dan juga untuk memaksimalkan jumlah produksi listrik dari debit air yang ada, maka turbin akan digunakan secara bergantian. Selain untuk memaksimalkan produksi listrik, ini juga dapat digunakan untuk mengistirahatkan turbin secara bergantian.

Pada saat turbin tidak dioperasikan, maka akan dilakukan pengecekan dan perbaikan jika ada kerusakan pada turbin tersebut. Dan ini akan dilakukan secara bergantian pada ke-6 turbin tersebut. Sehingga jika musim hujan datang yang mengakibatkan debit air yang datang dari hulu berlebih, maka semua turbin sudah siap untuk dioperasikan.

3. Daya yang Digunakan

Pada kondisi normal, daya yang digunakan sekitar 20 MW – 30 MW.

Sedangkan daya maksimal yang dapat digunakan tiap turbin adalah sekitar 32 MW. Namun, daya daya maksimal jarang digunakan karena kalau dapat menyebabkan kerusakan pada pintu jatuh air.

Besar kecilnya daya yang digunakan untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan listrik dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: Tinggi Muka Air (TMA) dalam waduk, Besar debit air yang dikeluarkan lewat turbin, dan Jumlah turbin yang dioperasikan.

Tinggi muka air (TMA) sangat mempengaruhi produksi listrik yang dihasilkan. Sebab, tinggi rendahnya TMA dalam waduk akan mempengaruhi tinggi jatuh air dalam menggerakkan turbin. Semakin besar tinggi jatuh air yang memutar turbin, maka semakin besar juga debit air yang dapat dilewatkan untuk

(17)

39 daya yang sama. Sehingga jumlah produksi listrik yang dihasilkan juga akan semakin besar. Selain itu, semakin besar debit air yang dilewatkan melalui turbin, maka jumlah turbin yang dipakai semakin maksimal/banyak. Sehingga jumlah produksi listrik yang dihasilkan lebih besar.

4. Tinggi Muka Air

Tinggi rendahnya tinggi muka air (TMA) di waduk Ir H. Djuanda sangat mempengaruhi besar kecilnya produksi listrik yang dihasilkan. Terbukti dari besar produksi listrik yang dihasilkan pada tahun 2009 berbanding lurus dengan tinggi muka air yang ada di dalam waduk. Pada tahun 2009 TMA paling rendah adalah sekitar 97 mdpl (bulan November) dan TMA maksimal adalah sekitar 107 mdpl (bulan April – Juni). Untuk lebih jelasnya perbandingan fluktuasi tinggi muka air dan produksi listrik yang dihasilkan di PLTA Ir. H. Djuanda dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Pada tahun 2009 TMA di Waduk Ir. H. Djuanda yang paling rendah terjadi pada tanggal 19 November 2009 yaitu sebesar 97,20 mdpl, sedangkan untuk TMA tertinggi terjadi pada tanggal 17 April 2009 sebesar 107.30 mdpl. Akan tetapi, karena TMA maksimum yang dapat ditampung oleh spill way pada waduk adalah 107 mdpl, maka tinggi jatuh air maksimum yang dapat diperoleh adalah sebesar 80 mdpl.

Gambar 9. Grafik Tinggi Muka Air di Waduk Pada Tahun 2009

R² = 0.98

92 94 96 98 100 102 104 106 108

Tinggi Muka Air (mdpl)

Bulan

(18)

40 Gambar 10. Grafik Produksi Listrik yang Dihasilkan Pada Tahun 2009 Di Indonesia, musim hujan biasanya terjadi pada bulan November – Mei dan musim kemarau terjadi pada bulan Juni – Oktober. Dan Masa transisi bervariasi dari tahun ke tahun dengan jarak 1 – 2 bulan.

Namun hubungan perbandingan antara TMA dan hasil produksi listrik tidak selamanya berlaku. Tinggi muka air waduk yang tinggi sehingga terjadi limpas (>107 mdpl) atau TMA > tinggi Spill Way belum tentu diperoleh produksi listrik yang lebih banyak. Ini dapat disebabkan karena kondisi sebagian turbin yang tidak memungkinkan untuk dioperasikan atau kondisi sebagian turbin yang sedang rusak, juga dapat disebabkan karena kondisi pertambahan debit yang terlalu banyak dan cepat sehingga air harus dibuang segera lewat holowjet. Sebab jika tidak segera dikeluarkan, maka dikhawatirkan waduk dapat rusak bahkan jebol. Oleh karena itu pengeluaran utama air dari waduk dialirkan lewat holowjet.

E. Hubungan Debit Air dengan Daya dan Produksi Listrik 1. Analisa Regresi

Dengan menggunakan analisis regresi, maka dapat diperoleh bagaimana hubungan antara debit air yang dikeluarkan melalui turbin, daya yang digunakan untuk menggerakkan turbin, dan besar produksi listrik yang dihasilkan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari tanggal 1 Januari 2009 sampai 31 Desember

R² = 0.921

0 20,000,000 40,000,000 60,000,000 80,000,000 100,000,000 120,000,000

Produksi Listrik (KWH)

Bulan

(19)

41 2009 (1 Tahun) dan setelah melakukan pengolahan data dengan menggunakan analisis regresi metode Polinomial dapat dipastikan bahwa hubungannya adalah berbanding lurus.

Semakin tinggi muka air yang ada dalam waduk, maka volume air juga akan semakin banyak. Dengan kata lain tinggi jatuh air dalam menggerakkan turbin akan semakin besar. Dan semakin banyak volume air dalam waduk, maka tekanan air di dasar waduk akan semakin besar. Sehingga daya yang digunakan untuk menggerakkan turbin juga akan semakin besar. Dengan semakin besarnya daya yang digunakan, maka jumlah produksi listrik yang dihasilkan juga akan semakin besar.

Gambar 11. Grafik Debit Air yang Dikeluarkan Lewat Turbin Tahun 2009

Gambar 12. Grafik Daya Untuk Menggerakkan Turbin Tahun 2009 R² = 0.909

0.00 1,000.00 2,000.00 3,000.00 4,000.00 5,000.00 6,000.00 7,000.00

Debit Air (m3/det)

Bulan

R² = 0.934

0 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500

Daya (MW)

Bulan

(20)

42 Tabel 2. Debit Air, Daya, dan Produksi Listrik yang Dihasilkan Tahun 2009

Bulan Debit Air Turbin (m3/dt)

Daya (MW)

Produksi Listrik (MW)

Januari 4.207,22 2.782 2.848,84

Februari 3.141,84 2.107 2.106,95

Maret 4.186,03 2.748 2.911,73

April 4.364,18 3.076 3.131,88

Mei 5.558,20 3.620 3.954,81

Juni 6.097,56 4.252 4.350,80

Juli 5.914,96 4.156 4.161,71

Agustus 5.816,48 3.825 3.920,73

September 4.498,86 2.903 2.944,93

Oktober 4.616,41 2.933 2.975,47

November 4.463,94 2.760 2.853,85

Desember 5.112,93 3.245 3.396,61

Jumlah 57.978,61 38.407 39.558,32

Gambar 13. Grafik Hubungan Antara Debit Air, Daya, dan Produksi Listrik Pada Tahun 2009

Dari gambar dan grafik hubungan antara debit air yang dikeluarkan lewat turbin, daya yang digunakan untuk menggerakkan turbin, dan jumlah produksi listrik yang dihasilkan, maka dapat diperoleh sebuah hubungan yaitu hubungan yang berbanding lurus. Semakin besar debit air yang dikeluarkan lewat turbin,

0.00 1,000.00 2,000.00 3,000.00 4,000.00 5,000.00 6,000.00 7,000.00

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Debit, Daya, dan Produksi Listrik

Bulan

Debit Air (m3/detik) Daya (MW)

Produksi Listrik (MW)

(21)

43 maka semakin besar juga daya yang digunakan untuk menggerakkan turbin, dan pastinya jumlah produksi listrik yang dihasilkan juga semakin besar.

Hubungan antara debit air yang yang dikeluarkan lewat turbin dan jumlah produksi listrik yang dihasilkan 10 tahun terakhir (tahun 2000 – tahun 2009) dapat dilihat pada table dan grafik di bawah ini. Dari gambar dan grafik tersebut dapat dilihat bahwa hubungan antara debit air dan jumlah produksi listrik berbanding lurus.

Produksi listrik paling sedikit terjadi pada tahun 2003. Pada tahun ini jumlah produksi listrik sangat jauh berkurang jika dibandingkan dengan tahun 2002. Pada tahun 2002 produksi listrik sempat mencapai 1,047,266,750 kWh, sedangkan pada tahun 2003 produksi listrik berkurang setengahnya dimana produksi listrik yang dihasilkan hanya 537,677,930 kWh. Ini disebabkan karena pada tahun 2003 terjadi musim kemarau panjang sehingga harus dilakukan penghematan dalam pengeluaran air ke hilir. Sebab, jika tidak dilakukan penghematan kemungkinan akan terjadi kekurangan air buat irigasi pertanian. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan pendapatan pada petani.

Tabel 3. Debit Air dan Produksi Listrik yang Dihasilkan Tahun 2000 – 2009 Tahun

AK Turbin Produksi Listrik (Juta m3) (kWh)

2000 5,037.73 900,994,500

2001 5,139.94 989,108,060

2002 5,638.33 1,047,266,750

2003 3,562.02 537,677,930

2004 4,217.76 720,949,000

2005 4,648.40 884,280,300

2006 4,404.49 741,646,900

2007 3,236.63 552,160,100

2008 3,700.12 673,654,527

2009 5,794.54 948,893,658

Jumlah 45,379.96 7,996,631,725

(22)

44 Gambar 14. Grafik Debit Air yang Dikeluarkan Melalui Turbin Tahun 2000 – 2009

Gambar 15. Grafik Produksi Listrik yang Dihasilkan Tahun 2000 – 2009

2. Efisiensi Produksi Listrik

Besar kecilnya produksi listrik sangat dipengaruhi oleh tinggi muka air, jumlah debit air yang dikeluarkan, daya atau beban yang digunakan, dan jumlah turbin yang digunakan. Namun, ini juga sangat dipengaruhi oleh kondisi musim yang sedang berlangsung dan juga berdasarkan perencanaan pengeluaran debit air pada awal tahun periode musim tanam. Dari faktor – faktor ini, maka efisiensi produksi listrik yang dihasilkan dapat dihitung.

R² = 0.755

0.00 1,000.00 2,000.00 3,000.00 4,000.00 5,000.00 6,000.00 7,000.00

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Debit Air (Juta m3)

Tahun

R² = 0.659

0 200,000,000 400,000,000 600,000,000 800,000,000 1,000,000,000 1,200,000,000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Produksi Listrik (KWH)

Tahun

(23)

45 Pada tahun 2009 bedasarkan data – data yang diperoleh dari kantor pusat pengelola waduk dan PLTA Ir. H. Djuanda, efisiensi yang dihasilkan cukup besar.

Setelah dilakukan pengolahan data dan perhitungan besar efisiensi, maka rata – rata efisiensi produksi listrik yang dihasilkan pada tahun 2009 adalah 89.25 %.

Besarnya efisiensi produksi listrik yang dihasilkan tiap bulan selama tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 4. Efisiensi Produksi Listrik yang Dihasilkan Tahun 2009

Bulan

Rata-Rata Daya Aktual

(MW)

Rata-Rata Energi Potensial

(MW)

Efisiensi Produksi Listrik

(%)

Januari 89,74 98,61 91,01

Februari 75,25 82,13 91,62

Maret 88,65 103,21 85,90

April 102,53 113,94 89,98

Mei 116,77 140,53 83,09

Juni 141,73 158,80 89,25

Juli 134,06 145,94 91,86

Agustus 123,39 138,01 89,41

September 96,77 106,85 90,56

Oktober 94,61 104,25 90,76

November 92,00 103,04 89,29

Desember 104,68 116,66 89,73

Rata-Rata 105,02 117,66 89,25

3. Perencanaan Listrik

Perencanaan produksi listrik yang akan dihasilkan selama setahun dapat dilakukan setelah perencanaan pengeluaran debit air dalam setahun periode musim tanam telah dilakukan. Perencanaan ini termasuk dengan debit air yang akan dikeluarkan untuk irigasi pertanian, industri, penggelontoran kota, PDAM, dan untuk perikanan tambak di hilir waduk. Namun, sebelum dilakukan perencanaan pengeluaran, jumlah debit air yang ada dalam waduk atau volume waduk harus diketahui terlebih dahulu.

Perencanaan untuk irigasi pertanian dipengaruhi oleh jumlah volume air dalam waduk, kondisi musim yang akan berlangsung (dari BMKG), dan luas lahan yang akan ditanami selama setahun periode musim tanam kedepan.

Gambar

Tabel 1. Besar Debit Air yang Masuk ke waduk dan keluar dari Turbin.
Gambar 8. Arboretrum Wayang Windu, Gunung Wayang  b.  Musim Kemarau
Gambar 11. Grafik Debit Air yang Dikeluarkan Lewat Turbin Tahun 2009
Gambar 13. Grafik Hubungan Antara Debit Air, Daya, dan Produksi Listrik   Pada Tahun 2009
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sebaiknya bagi pihak-pihak yang akan melakukan kunjungan atau melakukan penelitian di Kasepuhan Ciptagelar harus dapat mengikuti seluruh ketentuan adat yang

Pada penelitian ini dirumuskan kebutuhan fungsional dari sistem yang akan dibangun. Pada tahap selanjutnya dilakukan perancangan serta pembangunan aplikasi SIG

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada beberapa informan dapat disimpulkan bahwa kendala yang dialami siswa dalam melakukan penelusuran informasi

Desa Palasari sebagai bagian dari Kabupaten Subang yang penduduknya masih memiliki pekarangan yang luas dan mempunyai tanah kosong yang dapat dimanfaatkan oleh

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan pada bab sebelumnya, sebagai fokus penelitian agar sesuai dengan rumusan masalah penelitian yang ditentukan, maka

Ketika suatu liabilitas keuangan yang ada digantikan oleh liabilitas keuangan lain dari pemberi pinjaman yang sama dengan persyaratan yang berbeda secara substansial, atau ketika

konsentrasi 25%, baik pada perlakuan pertama maupun pada perlakuan kedua, jika dibandingkan dengan tabung nomor 4-9 yang semakin keruh mendekat tingkat kekeruhan

Peserta beranggapan proses pembelajaran e- learning lebih terorganisasi, Widyaiswara dan panitia memberi respon jawaban atau umpan balik dengan cepat, 85,8% peserta