• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN IMMUNOMODULATOR DALAM MENGAKTIFKAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN IMMUNOMODULATOR DALAM MENGAKTIFKAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

PERAN IMMUNOMODULATOR DALAM

MENGAKTIFKANKAN RESPON IMUN TERHADAP

INFEKSI VIRUS

OLEH :

A.A. Gde Arjana

(6)

KATA PENGANTAR

Atas asung kerta wara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa

penulis dapat menyelesaiakan penulisan karya ilmiah dengan judul :

Peran Immunomodulator Dalam Mengaktifkan Respon immun

Terhadap Infeksi Virus

Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan

tentang bagaimana peran immunomodulator dalam mengaktifkan respon

immun terhadap infeksi virus.

Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah

membantu sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Demikianlah penulis dapat sampaikan semoga Ida Sang Hyang

Widhi Wasa melimpahkan segala rahmatNya kepada kita semua.

Denpasar, Januari 2016

(7)

DAFTAR ISI

2.4. Respon imun non Spesifik Terhadap Virus ………. 7

2.4.1. Makrofag ……… 7

2.4.2. Sel Natural Killer (NK) ……….. 10

2.4.3. Interferon (INF ) ………. 12

2.4.4. Interleukin 6 (IL-6) ………. 12

2.5. Respon Imum Spesifik Terhadap Virus ………. 14

2.5.1. Limfosit T ……….... 14

2.5.2. Limfosit B ……… 16

2.5.3. Interleukin 2 (IL-2) ………. 17

BAB III. KESIMPULAN ………... 18

(8)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1. Mekanisme Stimulasi Imun Non Spesifik ………. 5

(9)

RINGKASAN

Sistem Immun tubuh terdiri dari banyak komponen. Semua komponen tersebut akan bekerja serentak manakala tubuh mendapat serangan dari penyakit yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh.

Tubuh dalam melindungi diri dari serangan mikroorganisme pathogen terutama virus dengan cara mengembangkan sistem pertahanan tubuh. Sistem pertahanan tubuh dapat diaktifkan dengan memberikan suatu senyawa yang dapat digunakan untuk meningkatkan respon immun yang disebut immunomodulator.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem immun tubuh terdiri dari banyak komponen. Semua

komponen tersebut akan bekerja serentak manakala tubuh mendapat

serangan dari penyakit yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh .

Sistem imun yang bertugas mengatur keseimbangan, dengan

menggunakan komponennya yang beredar diseluruh tubuh, sehingga

dapat mencapai sasaran yang jauh dari pusat. Untuk melaksanakan

fungsi imunitas, didalam tubuh terdapat suatu sistem yang disebut dengan

sistem limforetikuler. Sistem limforetikuler merupakan jaringan atau

kumpulan sel yang letaknya tersebar diseluruh tubuh, misalnya didalam

sumsum tulang, kelenjar limfe, limfa, timus, sistem saluran napas, saluran

cerna dan beberapa organ lainnya. (Tizard, 2004; Rabson dkk., 2005).

Rangsangan terhadap sel-sel tersebut terjadi apabila kedalam

tubuh terpapar suatu zat yang oleh sel atau jaringan tadi dianggap asing.

Konfigurasi asing ini dinamakan antigen atau imunogen dan proses serta

fenomena yang menyertainya disebut dengan respons imun yang

menghasilkan suatu zat yang disebut dengan antibodi. Jadi antigen atau

imunogen merupakan potensi dari zat-zat yang dapat menginduksi

respons imun tubuh yang dapat diamati baik secara seluler ataupun

(11)

membedakan zat asing (non-self) dari zat yang berasal dari tubuhnya

sendiri (self), sehingga sel-sel dalam sistem imun membentuk zat anti

terhadap jaringan tubuhnya sendiri. Kejadian ini disebut dengan

Autoimmun(Abbas dkk., 2007; Baratawijaya, 2010).

Tubuh dalam melindungi diri dari serangan mikroorganisme

pathogen dengan mengembangkan sistem pertahanan tubuh. Sistem

pertahanan tubuh dapat diaktifkan dengan memberikan suatu senyawa

yang dapat digunakan untuk meningkatkan respon immun yang disebut

immunomodulator. Immunomudulator ini dapat meningkatkan mekanisme

pertahanan tubuh baik secara spesifik (adaptive immune system) maupun

non spesifik ( innate immune system). . Kedua respon imun tersebut

dalam bekerjanya melibatkan berbagai komponen seluler maupun zat

terlarut seperti sitokin, kemokin dan komplemen (Tizard, 2004;

Baratawidjaya, 2010) .

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana peran immunomodulator dalam mengaktifkan respon

(12)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi merupakan salah satu penyakit yang sering

menggangu kesehatan, baik kesehatan manusia maupun kesehatan

hewan. Penyakit ini, dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus,

jamur dan parasit. Secara umum gangguan yang ditimbulkan dapat

bersifat, akut dan kronis, yang disertai dengan berbagai gejala dari ringan

sampai berat dan bahkan tidak sedikit mengakibatkan kematian. Salah

satu penyakit infeksi yang sering menyebabkan kerugian yang cukup

besar baik pada manusia maupun pada hewan adalah penyakit virus.

Penyakit virus pada hewan merupakan salah satu faktor

penghambat perkembangan peternakan. Penyakit ini banyak

menimbulkan kerugian yang besar pada dunia peternakan terutama

kerugian materiil terutama karena dapat menimbulkan kematian.

Disamping menimbulkan kerugian materiil penyakit virus dapat bersifat

zoonosis yaitu dapat menular dari hewan ke manusia. Beberapa contoh

penyakit virus yang bersifat zoonosis adalah Avian Influenza (AI/Flu

Burung) dan rabies. (Deptan, 2005, Davidson, dkk, 2008).

Untuk menanggulangi penyakit virus usaha pengendalian dilakukan

dengan jalan vaksinasi , akan tetapi wabah penyakit virus pada hewan

(13)

Kegagalan vaksinasi disebabkan oleh berbagai faktor antara lain : faktor

vaksinnya, pelaksananya (vaksinator), dan faktor hewannya.

Vaksinator dapat melakukan kesalahan dalam pemilihan vaksin,

pengangkutan, penyimpanan, pengenceran dan pengaplikasiannya.

Gangguan pada hewannya bisa disebabkan oleh adanya infeksi dari

mikroorganisme yang merugikan seperti infeksi parasit atau infeksi oleh

mikroorganisme yang dapat mengakibatkan imunodefisiensi. Aplikasi

vaksin pada hewan dapat dilakukan melalui tetes mata (intra oculer), tetes

hidung (intra nasal), air minum (drinking water), dan melalui suntikan

(injection) (Tizad, 2004; Webster dkk, 2004).

Untuk mengatasi hal tersebut diatas dipandang perlu utnuk

memberikan bahan-bahan yang bersifat sebagai immunomodulator,

sehingga dapat meningkatkan antibodi. Imumunomodulator atau

imunopotensiasi adalah cara memperbaiki fungsi sistem imun dengan

menggunakan imunostimulan yaitu bahan yang merangsang sistem imun.

2.2 Immunomodulator

(14)

sebagai mitogen yaitu menaikkan prolifirasi sel yang berperan pada

immunitas. Sel tujuan adalah makrofag, granulosit, limfosit Tdan B, karena

induktor paraimunitas ini terutama menstimulasi mekanisme pertahanan

selluler. Mitogen ini dapat bekerja langsung maupun tidak langsung

(misalnya melalui sistem komplemen atau limfosit, melalui produksi

interferon atau enzim lisosomal) untuk meningkatkan fagositosis mikro

dan makro.

Beberapa bahan yang sering digunakan sebagai immunomodulator

adalah levamisol, isoprinosin, muramil dipeptida (MDP), hidroksiklorokin,

arginin, antioksidan, mikroorganisme, polinukleotida, limfokin dan

(15)

dengan herbal dapat digunakan sebagai immunomodulator adalah

temuputih, ketepeng cina, lidah buaya, buah merah,mahkota dewa .

(Mathilda., 1987; Janeway dkk., 1999; Tizard, 2004; Abbas dkk., 2007;

Bratawijaya, 2010)

2.3 Imunitas terhadap infeksi virus

Virus, merupakan organisme obligat, umumnya terdiri atas

potongan DNA atau RNA yang diselubungi envelop dari protein atau

lipoprotein. Respon imun terhadap protein virus melibatkan respon imun

secara nonspesifik yaitu makrofag, sel NK, interferon, interleukin (IL)- 1,

dan IL-6, sedangkan peningkatan respon imun secara spesifik melibatkan

limfosit T, limfosit B dan IL-2 (Abbas dkk., 2007; Baratawidjaya, 2010).

(16)

Gambar 2.

Imunitas terhadap Infeksi Virus

2.4 Respon Imun non Spesifik terhadap Infeksi Virus

2.4.1 Makrofag

Adanya agen infeksi yang masuk ke dalam tubuh akan

menyebabkan makrofag mengalami aktivasi. Aktivasi makrofag ini diikuti

dengan meningkatnya kemampuan morfologis, metabolisme, dan

fungsional. Secara morfologis, makrofag tampak lebih besar dengan

(17)

asam fosfatase, lisozim, beta glukoronidase, esteroprotease, hidrolise,

myeloperoksidase, dan arilsulfatase akan meningkat. Meningkatnya

kemampuan fungsional makrofag ditandai dengan meningkatnya aktivitas

makrofag, kapasitas fagosit makrofag, dan produksi interleukin (Janeway

dkk., 1999; Fernandes, dkk, 2000; Kusmardi dkk., 2007).

Fungsi utama makrofag dalam imunitas nonspesifik adalah

memfagosit partikel asing yang masuk tubuh seperti kuman, virus, parasit,

dan sel tumor. Fagositosis juga dilakukan terhadap sel atau jaringan

sendiri yang mengalami kerusakan atau mati. Antigen yang berada di

dalam fagolisosom tersebut akan didenaturasi atau didegradasi menjadi

partikel peptida. Selanjutnya peptida ini diikat oleh MHC dan dibawa ke

permukaan sel untuk disajikan ke sel T. Selama proses fagositosis dan

penyajian antigen, makrofag mengeluarkan bahan biologik yang dikenal

dengan interleukin. Interleukin ini merupakan alat komunikasi antar sel.

Ada beberapa interleukin (IL) yang dikeluarkan oleh makrofag yaitu IL-1,

IL2, IL-4, IL-6, dan TNF. Pada dasarnya interleukin ini berperan penting

(18)

enzim di dalam makrofag berhubungan dengan digesti intraseluler

material yang difagosit, perkembangan dan mempertahankan reaksi

radang dan pembunuhan mikrobia (Rabson, 2005; Tizard, 2004). Lebih

lanjut dikatakan bahwa aktivasi makrofag akan memacu aktivitas

mikrobisidal, meningkatkan kapasitas tumorisidal, mempercepat

pergerakannya, meningkatkan kemampuan produksi sejumlah

bahan-bahan yang penting, dan memacu sel imunokompeten untuk

menghasilkan antibodi.

Antigen yang disajikan oleh makropag sebagai antigen precenting

cell (APC) ke limfosit T merupakan tahap awal terjadinya respon imun. Di

dalam makrofag, antigen diproses dengan cara denaturasi atau

proteolisis. Sementara itu molekul Major Histocompatibility Complex

(MHC) yang terdapat dalam lisosom mengenali segmen antigen lalu

dibawa ke permukaan sel dan disajikan kepada sel T. Makrofag yang

memiliki CD38 merupakan penghubung antara makrofag dengan sel.

Molekul MHC pada APC bertindak sebagai reseptor primer antigen

(Tizard, 2004; Bryniarski dkk., 2005).

Pada infeksi virus maka MHC I menangkap peptida yang dihasilkan

oleh virus di dalam retikulum endoplasma, lalu dibawa ke permukaan sel

dan disajikan ke sel T. MHC yang ada di dalam retikulum endoplasma

tidak bisa leluasa bergerak ke organel lainnya, jika rantai pendeknya tidak

(19)

ke permukaan sel dan disajikan ke sel T sitotoksik melalui reseptor (TCR).

Proses selanjutnya sel T sitotoksik mengeluarkan bahan toksik sehingga

sel penyajinya akan terbunuh (Tobian dkk., 2003).

Pada fagolisosom terjadi pemrosesan antigen yang meliputi proses

oksidasi, non oksidasi, dan degranulasi. Fragmen-fragmen antigen yang

terbentuk, akan diikat oleh molekul MHC II selanjutnya dibawa ke

permukaan sel untuk disajikan ke sel T. Sel T helpermelalui reseptornya

(TCR) akan mengenal antigen yang disajikan oleh makrofag. Ligan antara

kompleks antigen-MHC pada sel penyaji dengan kompleks CD3-TCR

pada sel T helper membangkitkan aktivitas inositol pada membran sel T

menjadi inositol trifosfat dan senyawa gliserol dalam sitoplasma. Inositol

trifosfat akan meningkatkan ion Ca++ dalam sitoplasma, sedangkan

diasilgliserol akan mengaktifkan enzim proteinkinase C. Keduanya

merupakan sinyal untuk mengaktifkan sel T. Namun kedua sinyal itu

belum cukup untuk mengaktifkan sel T, karena itu masih memerlukan

sinyal ketiga yang diawali oleh IL-1 yang dilepaskan oleh makrofag.

(20)

memiliki petanda sel B atau sel T atau imunoglobulin permukaan. Sel NK

memiliki banyak sitoplasma, granul sitoplasma azurofilik, pseudopodia dan

nukleus eksentris. Sel NK merupakan sumber interferon γ (INF-γ) yang

mengaktifkan makrofag dan berfungsi dalam imunitas nonspesifik

terhadap virus dan sel tumor. Sel NK mengenal dan membunuh sel

terinfeksi atau sel yang menunjukkaan transformasi ganas, tetapi tidak

membunuh sel sendiri yang normal oleh karena dapat membedakan sel

sendiri dari sel yang potensial berbahaya, akibat adanya reseptor inhibitori

dan reseptor aktivasi (Bottino dkk., 2005; Baratawidjaya, 2010)

Sel NK mengenal MHC-I yang diekspresikan semua sel sehat dan

tidak oleh sel terinfeksi virus dan kanker. Pengaruh reseptor inhibitori akan

dominan dan mengikat MHC-I yang normal diekspresikan pada sel sehat.

Sel NK membunuh sel yang terinfeksi oleh berbagai jenis virus dan

merupakan efektor imunitas penting terhadap infeksi virus secara dini,

sebelum respon imun spesifik bekerja. Sel NK mengenal sel terinfeksi

walaupun tidak mengekspresikan MHC-I. Untuk membunuh virus sel NK

tidak memerlukan bantuan molekul MHC- I. Sel NK memiliki reseptor

aktivasi dapat merupakan pembunuh poten sel terinfeksi virus, jamur dan

tumor dengan langsung, tanpa bantuan komplemen. Fenomena ini

disebut Antibody Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC) (Bottino dkk., 2005;

(21)

2.4.3 Interferon γ (INF-γ)

Interferon γ diproduksi oleh berbagai sel imun, merupakan sitokin

utama Makrofag Activating Cytokain (MAC) dan berperan terutama dalam

imunitas non spesifik. Interferon γ adalah sitokin yang mengaktifkan

makrofag untuk membunuh virus. INF-γ merangsang ekspresi Major

Histocompatibility Complex(MHC-I) , MHC-II dan konstimulator APC.

INF-γ meningkatkan diferensiasi sel CD4+ naif kesubset sel Th1 dan

mencegah proliferasi sel Th2. INF-γ bekerja terhadap sel B dalam

pengalihan subkelas IgG yang mengikat Fcγ-R pada fagosit dan

mengaktifkan komplemen.

Efek protektif INF-γ terjadi melalui reseptor di membran sel dan

mengaktifkan gen yang menginduksi sel untuk memproduksi protein anti

virus yang mencegah translasi mRNA virus. INF-γ dapat mengaktifkan

fagosit, APC dan induksi pengalihan sel B, menginduksi tidak langsung

efek Th1 atas peran peningkatan produksi Il-12 dan ekspresi reseptor

(22)

keratinosit, fibroblas, adiposit, sel otot polos vaskuler, osteoblas, sel

stroma sumsum tulang, sinoviosit, kondrosit, sel Leydig testis, sel stroma

endometrium, dan trofoblas. Pada sistem saraf pusat, IL–6 diekspresikan

oleh astrosit, sel mikroglia, dan sel folikulostelata hipotalamus (Dostatni

dkk., 1996; Klipinen, 2003; Baratawidjaja, 2006).

Pada percobaan in vivo dan in vitro keikutsertaan IL–6 dalam

aktivasi sel T dan differensiasi sel B dapat diperlihatkan. IL–6 bersama IL–

2 dapat mengendalikan differensiasi sel T menjadi sel T sitotoksik.

Aktivasi sel T sitotoksik ini menghasilkan IL-4. IL-4 bersama dengan IL-6

merangsang diferensiasi sel B menjadi sel plasma untuk menghasilkan

imunoglobulin.. Disamping IL-6 berperan dalam diferensiasi sel B, IL-6

juga berperan sebagai faktor hemopoetik yaitu merangsang proliferasi dan

diferensiasi sel megakariosit dan meningkatkan jumlah platelet (Dostatni

dkk., 1996; Klipinen, 2003 ; Baratawidjaja, 2010). IL–6 bekerja sebagai

faktor diferensiasi sel B yang bertanggung jawab dalam pematangan akhir

sel B menjadi sel plasma dan meningkatkan produksi IgM, Ig G dan Ig A.

IL–6 merangsang proliferasi Thymosit dan sel T perifer, serta mendukung

aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi sel NK. (Dostatni dkk., 1996;

(23)

2.5 Respon Imun Spesifik terhadap Infeksi Virus

Respon imun spesifik terhadap infeksi virus diperankan oleh :

2.5.1 Limfosit T

Progenitor limfosit T berasal dari sumsum tulang yang bermigrasi

ke timus, berdiferensiasi menjadi sel T. Sel T yang non aktif disirkulasikan

melalui kelenjar getah bening (KGB) dan limfa yang dikonsentrasikan

dalam folikel dan zona marginal sekitar folikel. Sel T imatur dipersiapkan

dalam timus untuk memperoleh reseptor. Timosit imature hanya dapat

menjadi matang bila reseptornya tidak berintegrasi dengan peptida sel

tubuh sendiri (self antigen) yang diikat MHC dan dipresentasikan oleh

APC. Sawar darah timus melindungi timosit dari kontak dengan antigen

sendiri. Sel T yang self reaktip akan mengalami apoptosis. Proses ini

disebut seleksi positip timosit yang menghasilkan sel Tcytotoxic (Tc) atau

sel Thelper(Th) (Abbas dkk., 2007; Baratawidjaya, 2010). Kemampuan

limfosit T matang untuk mengenal benda asing, karena adanya T Cell

(24)

Sel T umumnya berperan pada inflamasi, aktivasi fagositosis

makrofag, aktivasi dan proliferasi sel B dalam produksi antibodi. Sel T juga

berperan dalam pengenalan dan penghancuran sel yang terinfeksi virus.

Sel T terdiri atas sel T helper (Th) yang mengaktifkan makrofag untuk

membunuh mikroba dan sel Tcytotoxic(Tc) yang membunuh sel terinfeksi

mikroba atau virus dan menyingkirkan sumber infeksi. Sel T terdiri atas sel

CD4+, CD8+, sel T naif dan sel Natural Killer T (NKT) (Germain, 2002;

Baratawidjaya, 2010).

Sel limfosit naif adalah sel limfosit matang yang meninggalkan

timus dan belum berdiferensiasi, belum pernah terpapar antigen dan

menunjukkan molekul permukaan CD45RA. Sel T helper disebut juga sel

T inducer merupakan subset sel T yang diperlukan dalam induksi respon

imun terhadap antigen asing. Antigen yang ditangkap, diproses dan

dipresentasikan makrofag dalam konteks MHC-II ke sel CD4+. Selanjutnya

sel CD4+ diaktifkan dan memproduksi IL-2 autokrin yang merangsang sel

CD4+ untuk berproliferasi menjadi subset sel Th1 dan Th2, mensintesis

sitokin yang mengaktifkan sel imun lain seperti CD8+, sel B makrofag dan

sel NK (Germain, 2002; Abbas dkk., 2007; Baratawidjaya, 2010).

Sel T CD8+ naif yang keluar dari timus disebut juga Cytolitic T

(CTL) atau Citotoxic T (Tc). CD8+ mengenal kompleks antigen MHC-I

yang dipresentasikan APC. Molekul MHC I ditemukan pada semua sel

(25)

terinfeksi virus, menghancurkan sel ganas dan sel histoin kompatibel yang

menimbulkan penolakan pada transplantasi. Sel Tc menimbulkan sitolisis

melalui perforin/granzim (apoptosis), TNF-α dan memacu produksi sitokin

Th1 dan Th2 (Hewitt, 2003; Baratawidjaya, 2010).

2.5.2 Limfosit B

Sel B diproduksi pertama selama fase embrionik dan berlangsung

terus selama hidup. Sebelum lahir yolk sac, hati dan sumsum tulang janin

merupakan tempat pematangan utama sel B dan setelah lahir

pematangan sel B terjadi di sumsum tulang. Pematangan sel B terjadi

dalam berbagai tahap. Pada unggas, sel B berkembang dalam bursa

fabricius yang terbentuk dari epitel kloaka. Pada manusia belum

didapatkan hal yang analog dengan bursa tersebut dan pematangan sel B

terjadi di sumsum tulang atau ditempat yang belum diketahui. Setelah

matang sel B bergerak ke organ limpa, kelenjar getah bening dan tonsil

(Busslinger, 2004; Baratawidjaya, 2010).

(26)

perkembangan selanjutnya memerlukan rangsangan antigen. Sel B yang

diaktifkan berkembang menjadi limfoblas, selanjutnya menjadi sel plasma

yang memproduksi antibodi dan sel memori (Busslinger, 2004; Abbas

dkk., 2007).

2.5.3 Interleukin 2 (IL-2)

Interleukin 2 adalah faktor pertumbuhan sel T yang dirangsang

antigen dan berperan pada ekspansi klon sel T setelah antigen dikenal.

Ekspresi reseptor IL-2 ditingkatkan oleh rangsangan antigen, oleh karena

itu sel T yang mengenal antigen merupakan sel utama yang berproliferasi

pada respons imun spesifik. IL-2 meningkatkan proliferasi dan

diferensiasi sel T, sel B dan NK. IL-2 juga mencegah respons imun

terhadap antigen sendiri melalui peningkatan apoptosis sel T

(Baratawijaya, 2010).

Peningkatan IL-2 dalam tubuh akan meningkatkan produksi CD4+,

dengan demikian IL-2 juga berfungsi sebagai imunomodulator yaitu

pengaturan menyeluruh sistem imun di dalam tubuh, baik dalam keadaan

normal maupun abnormal. Pemberian IL-2 telah terbukti dapat menekan

pertumbuhan beberapa tipe kanker. Treatmen penyakit HIV dengan

menggunakan IL-2 jugasudah pernah dilakukan walaupun hasilnya belum

(27)

BAB III

KESIMPULAN

Sistem immun tubuh terdiri dari banyak komponen. Semua

komponen tersebut akan bekerja serentak manakala tubuh mendapat

serangan dari penyakit yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh.

Tubuh dalam melindungi diri dari serangan mikroorganisme

patogen terutama virus dengan cara mengembangkan sistem pertahanan

tubuh. Sistem pertahanan tubuh dapat diaktifkan dengan memberikan

suatu senyawa yang dapat digunakan untuk meningkatkan respon immun

yang disebut immunomodulator.

Immunomodulator adalah senyawa yang dapat meningkatkan

mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non spesifik.

Immunomudulator dapat mengaktifkan respon immun yang non spesifik

yaitu makrofag, sel NK, interferon, interleukin (IL)1 dan IL6, dan respon

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., Lichtman, A.H., Pillai S. 2007. Cellular and Molecular Immunology. 6th ed. WB Saunders Company Saunders, Philadelphia.Pp : 19-351.

Busslinger M. 2004. Transcriptional control of early B cell Development. Annual Review of immunology 22:55-79.

Baratawidjaja, K.G., Rengganis I. Imunologi Dasar ed. 9. Jakarta. BP.FKUI. 2010. hal: 27-217.

Beckerman, K.P. and Dudley, D.J. 2001. Reproduction & the Immun System. In Medical Immunology a Lange medical Book 10 th ed. Philadhelpia, Mc Graw Hill. p:563-67.

Bryniarski ,K., Szczepanik, M., Ptak, M., Ptak, W. 2005. Modulation of testicular macrophage activity by collagenase. Folia histochemica et cytobiologica Vol. 43, No. 1. p : 37-41.

Bottino C,R Castriconi, L Moretta, and A Moretta. 2005. Cellular Ligands of Activating NK Receptors. Trends in Immunology 26:221-226.

Davison, F., Kaspers, B.,Karel A. Schat. 2008. Avian Immunology. An Introduction First edition. Elsevier. USA Pp : 51-101.

Departemen Pertanian (2005). Buku pedoman dan Pencegahan Flu Burung (Avian Influenza) pada Peternakan Unggas skala kecil. Buku Petunjuk Mengenai Avian Influenza. Direktorat Jendral Peternakan Departenen Pertanian. Jakarta.

Dostatni, R., Berthold, S., Biermann. 1996. Interleukin-6 in Intensive care Medicine. Diagnostic Products Corporation. p: 1-15.

Fernandez, M.E.H. and Lopez, D.M. 2000. Isolation of macrophages from tissues, fluids, and immune response sites. Macrophages. Apractical Approach. Edited By Paulnock DM. Oxford University Press. Pp 1-4.

Germain RN. 2002. T cell development and the CD4-CD8 liniage decision. Nature Reviews Immunology 2:309-322.

(29)

Janeway, C.A. Jr, Travers, P., Walport, M., Capra, J.D. 1999. Immunobiology. The Immune System in Health and Disease. 4 th ed. USA. Garland Publishing. Pp. 79-263.

Klipinen, S. Inflammatory cytokines and their promoter polymorphisms. Academic dessertation University of tampere, Tampere, 2003. p:19-27

Kusmardi, Kumala, S., Triana, E.E. 2007. Efek immunomodulator ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alataL.) terhadap aktivitas fagositosis makrofag. Makara, Kesehatan,Vol. 11, NO. 2. Pp 50-53.

Mathilda, B.W. (1987). Immunomodulator. Cermin Dunia Kedokteran. No.44. 43-45

Muthmainah. 2004. Studi tentang aktivitas sekresi reactive oxygen intermediates (ROIs) makrofag mencit yang distimuli dengan stimulant spesifik dan non spesifik selama infeksi Toxoplasma gondii. Laboratorium Histologi. Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Jurnal BioSMART Vol 6, No. 2. 2004 : 1-2.

Noss, E.H., Pai, R.K., Sellati, T.J., Radolf, J.D., Belisle, J., Golenbock, D.T., Boom, W.H., Harding, C.V. 2001. Toll-like Receptor 2-dependent inhibition of macrophage class II MHC expression and antigen processing by 19-kDa lipoprotein of M. tuberculosis. J Immunol. Jul 15;167(2):910-8.

Rabson A, Roitt IM, Delves PJ. Really. 2005. Essential Immunology Second Edition. Oxford. Blackwell Publishing Pp : 27-98.

(30)

Gambar

Gambar 2.Imunitas terhadap Infeksi Virus

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis diketahui ada perbedaan pengambilan keputusan karier siswa yang berasal dari keluarga utuh dan siswa yang berasal dari keluarga broken home di MA

Hasil akhir dari kesuksesan penerapan 5S, antara lain: Menurunkan pemborosan, Meningkatkan mutu dan produktivitas, Menghindari kecelakaan kerja, Meningkatkan kinerja

Pantai Papuma adalah pantai yang sangat eksotik bila dibandingkan dengan pantai pantai yang ada di Jawa Timur, karena memiliki keindahan pantai dan laut yang menawan dengan

Informasi di atas menunjukan bahawa sebagian besar responden membutuhkan informasi tentang petinggi dan karyawan lain di Kejaksaan Agung yaitu sebanyak 20 responden (40%),

Sucaco, untuk laporan ini, kami hanya membahas proses produksi di plant PC/LV (Power Cable Low Voltage) karena selama kerja praktek kami ditempatkan di PC/LV Plant.

Manajer Bagian Produksi Bagian Penjualan Start Daftar Pesanan Menentukan Due Date Jenis Mesin Memvalidasi Jenis Pesanan Membuat Daftar Transaksi Transaksi Produk Menentukan

Dalam pandangan Islam, anak adalah amanat yang dibebankan oleh Allah SWT kepada orang tua, karena itu orangtua harus menjaga dan memelihara serta menyampaikan amanah

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan penggunaan ampas kecap dalam ransum itik Mojosari petelur sampai umur 28 minggu hingga taraf 10