• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan pada istri Suku Jawa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan pada istri Suku Jawa."

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI YANG EFEKTIF DAN KEPUASAN PERKAWINAN PADA ISTRI SUKU JAWA

Yuni Nurmaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan pada istri Jawa. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif dan signifikan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan. Subjek pada penelitian ini adalah istri suku Jawa yang memiliki anak, tinggal bersama suami, dan memiliki usia pernikahan minimal 2 tahun yang berjumlah 133 subjek. Skala komunikasi yang efektif dan skala kepuasan perkawinan disusun sendiri oleh peneliti. Reliabilitas skala komunikasi yang efektif dan skala kepuasan perkawinan diuji menggunakan tehnik Alpha Cronbach. Pada skala komunikasi yang efektif memiliki koefisien Alpha sebesar 0.934, sedangkan pada skala kepuasan perkawinan memiliki koefisien Alpha sebesar 0.884. Berdasarkan hasil uji normalitas, data komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan termasuk dalam distribusi tidak normal. Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa komunikasi efektif memiliki hubungan yang linear dengan kepuasan perkawinan. Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji korelasi Spearman’s Rho. Hasil korelasi antara komunikasi yang efektif dengan kepuasan perkawinan sebesar 0.838 dengan p= 0.000 (p<0.05), yang berarti terdapat hubungan korelasi positif yang sangat kuat dan signifikan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan.

(2)

THE CORRELATION BETWEEN EFFECTIVE COMMUNICATION AND MARITAL SATISFACTIONOF JAVANESE WIVES

Yuni Nurmaya

ABSTRACT

The purpose of this research was to understand the correlation between the effective communication and marital satisfaction for Javanese wives. The hypothesis proposed in this research was the positive and significant correlation between effective communication and marital satisfaction of Javanese wives. The subject was 133 wives who have children, currently living and husband, and have been married for at least 2 years. The effective communication scale and marital satisfaction scale were made by the researcher. The reliability of effective communication scale and marital satisfaction scale were tested using Alpha Cronbach technique. Alpha coefficient for effective communication scale was 0.934, and Alpha coefficient marital satisfaction was 0.884. However, based on normality test, the effective communication data and marital satisfaction data was abnormal. Furthermore, in the linearity test, the result showed that effective communication have a linear correlation with marital satisfaction. The data was analysed using the Spearman Rho correlation technique. Based on this correlation test, the correlation between effective communication and marital satisfaction is 0.838 with p=0.000 (p<0.05), which means that there is a strong and significant positive correlation between effective communication and marital satisfaction.

(3)

i

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI YANG EFEKTIF DAN

KEPUASAN PERKAWINAN PADA ISTRI SUKU JAWA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Yuni Nurmaya

109114158

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN MOTTO

“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah,

maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan

dibukakan bagimu”

-

Matius 7 ayat 7 -

“Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan

hatimu beria-

ria kalau ia terperosok”

-

Amsal 24 ayat 17 -

“Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan,

sangat besar kuasanya”

-

Yakobus 5 ayat 16b -

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

KUPERSEMBAHKAN KARYA INI UNTUK :

TUHAN YESUS KRISTUS UNTUK PENYERTAAN, BERKAT,

KASIH, DAN ANUGERAHNYA SELAMA INI

KEDUA ORANG TUA KU YANG SANGAT KU CINTAI BABE

HASIHOLAN SIMANUNGKALIT DAN IBU RISMA TAMBUNAN

ADIK-ADIKKU TERCINTA (TRY OCTAVIA, CLAUDIA

ASTARI, RUTH KRISTIANTI, PIA GEAN CARLO)

YANG SELALU SABAR MENGHADAPI AKU YUDHA EDY

SETIAWAN

SAHABAT-SAHABATKU YANG SANGAT LUAR BIASA

(8)
(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI YANG EFEKTIF DAN KEPUASAN PERKAWINAN PADA ISTRI SUKU JAWA

Yuni Nurmaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan pada istri Jawa. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif dan signifikan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan. Subjek pada penelitian ini adalah istri suku Jawa yang memiliki anak, tinggal bersama suami, dan memiliki usia pernikahan minimal 2 tahun yang berjumlah 133 subjek. Skala komunikasi yang efektif dan skala kepuasan perkawinan disusun sendiri oleh peneliti. Reliabilitas skala komunikasi yang efektif dan skala kepuasan perkawinan diuji menggunakan tehnik Alpha Cronbach. Pada skala komunikasi yang efektif memiliki koefisien Alpha sebesar 0.934, sedangkan pada skala kepuasan perkawinan memiliki koefisien Alpha sebesar 0.884. Berdasarkan hasil uji normalitas, data komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan termasuk dalam distribusi tidak normal. Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa komunikasi efektif memiliki hubungan yang linear dengan kepuasan perkawinan. Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji korelasi Spearman’s Rho. Hasil korelasi antara komunikasi yang

efektif dengan kepuasan perkawinan sebesar 0.838 dengan p= 0.000 (p<0.05), yang berarti terdapat hubungan korelasi positif yang sangat kuat dan signifikan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan.

(10)

viii

THE CORRELATION BETWEEN EFFECTIVE COMMUNICATION AND MARITAL SATISFACTION OF JAVANESE WIVES

Yuni Nurmaya

ABSTRACT

The purpose of this research was to understand the correlation between the effective communication and marital satisfaction for Javanese wives. The hypothesis proposed in this research was the positive and significant correlation between effective communication and marital satisfaction of Javanese wives. The subject was 133 wives who have children, currently living and husband, and have been married for at least 2 years. The effective communication scale and marital satisfaction scale were made by the researcher. The reliability of effective communication scale and marital satisfaction scale were tested using Alpha Cronbach technique. Alpha coefficient for effective communication scale was 0.934, and Alpha coefficient marital satisfaction was 0.884. However, based on normality test, the effective communication data and marital satisfaction data was abnormal. Furthermore, in the linearity test, the result showed that effective communication have a linear correlation with marital satisfaction. The data was analysed using the Spearman Rho correlation technique. Based on this correlation test, the correlation between effective communication and marital satisfaction is 0.838 with p=0.000 (p<0.05), which means that there is a strong and significant positive correlation between effective communication and marital satisfaction.

(11)
(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, penyertaanNya dan

pertolonganNya selama menyelesaikan skripsi yang berjudul, “Hubungan Antara

Komunikasi Yang Efektif Dan Kepuasan Perkawinan Pada Istri Suku Jawa” sehingga

peneliti dapat menyelesaikan skripsinya dengan baik. Skripsi ini disusun dalam

rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi

(S.Psi.).

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terlaksana tanpa adanya

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis juga ingin mengucapakan

terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan berkat, kesehatan,

perlindungan, kelancaran, dan kemampuan dalam pengerjaan skripsi ini

sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak P. Eddy Suhartanto M.Si. selaku Kepala Program Studi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma.

4. Bapak R. Landung Eko P., M.Psi. selaku Dosen Pembimbing Akademik dan

Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu membimbing, mengarahkan, dan

mendukung dalam setiap langkah pembuatan skripsi ini.

5. Alm. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.Psi selaku dosen pembimbing

akademik terima kasih atas kesediaan ibu dalam mendampingi saya

khususnya untuk masalah akademik dan membantu dalam administrasi

akedemik.

6. Dosen penguji Ibu Sylvia Carolina M.Y.M., M.si dan Pak T.M Raditya

Hernawa, M.Psi yang berkenan menguji penelitian saya dan memberikan

(13)

xi

7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Sanata Dharma atas segala dukungan dan

perhatian selama penulis menjalani masa studi di Universitas Sanata Dharma.

8. Mas Gandung, Bu Nanik, Pak Gie, Mas Muji, dan Mas Doni atas bantuan dan

kesabarannya selama ini.

9. Mamaku tercinta yang sudah sangat luar biasa selalu memberikan dukungan,

doa, semangat, perhatian yang sebesar-besarnya dan selalu mendengarkan

keluh kesah anaknya, sehingga aku bisa menyelesaikan skripsi ini.

10.Babeku yang baik hati dan sabar, yang selalu memberikan motivasi, semangat

dan dukungan, sehingga aku dapat menumbuhkan semangat untuk

menyelesaikan skripsi.

11.Adik-adikku yang selalu menanyakan kapan kakaknya lulus, Try Octavia,

Claudia Astari, Ruth Kristianti, dan Gean Carlo.

12.Opungku tercinta, uda, tante, tulang dan nantulang.

13.Yudha E. S. yang sudah luar biasa selama 5 tahun ini, yang selalu mendukung

dan memberikan semangat di saat merasa tidak mampu dalam membuat

skripsi dan selalu memberikan waktunya untuk membantu dari awal sampai

jadinya skripsi ini. Dan sudah mau menjadi teman dalam suka dan duka.

14.Ibu-ibu sosialita kota Jogja yang Gorgeus Lorensia, Yohana R.S, Marcella

C.Y.S, Caecillia A.L.N, dan Celly B.T yang sudah terlebih dahulu menjadi

sarjana psikologi.

15.Teman-temanku yang cantik dan baik hati Miss Chaterine Devinda Putri dan

Miss Indah Nova Susanti.

16.Pejuang hidup Suster Petra, Emilia Astrid L. D, Agnes Dita T, Bianca Bibin,

Yoga T, Cicillia V.K, dan Esri Rosa Laka yang sudah menyisihkan banyak

waktunya untuk membantu saya dalam mengerjakan skripsi.

17.Kakak tingkat yang baik hati Albertus Harimurti (mas ucil) yang sudah mau

membantu mendengarkan dan memberi saran saat dibutuhkan.

18.Teman-teman kos ku yang kece, cantik dan baik hati Dionesia Desiwanti,

(14)
(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIBING………. ii

HALAMAN PENGESAHAN………. iii

HALAMAN MOTTO……….……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……….. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. vi

ABSTARK……….. vii

ABSTRACT……….. viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………. ix

KATA PENGANTAR………. x

DAFTAR ISI………... xiii

DAFTAR TABEL………... xvii

DAFTAR GAMBAR………... xviii

DAFTAR LAMPIRAN………... xix

BAB I PEDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Rumusan Masalah………... 7

C. Tujuan Penelitian………. 7

(16)

xiv

BAB II LANDASAN TEORI………. 9

A. Komunikasi Yang Efektif………... 9

1. Definisi Komunikasi ………. 9

2. Komunikasi Yang Efektif……….. 10

3. Aspek-Aspek Komunikasi Yang Efektif………... 11

4. Indikator Komunikasi Yang Efektif……….. 12

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Yang Efektif………... 14

B. Kepuasan Perkawinan………. 16

1. Definisi Perkawinan……….. 16

2. Kepuasan Perkawinan………... 17

3. Aspek-Aspek Kepuasan Perkawinan……… 18

4. Indikator Kepuasan Perkawinan……… 20

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Perkawinan……. 21

C. ISTRI SUKU JAWA………... 24

D. DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI YANG EFEKTIF DAN KEPUASAN PERKAWINAN PADA ISTRI SUKU JAWA……….. 26

(17)

xv

F. HIPOTESIS………... 30

BAB III METODE PENELITIAN……….. 31

A. JENIS PENELITIAN……….. 31

B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN……… 31

C. DEFINISI OPERASIONAL……… 31

1. Komunikasi yang Efekif……… 31

2. Kepuasan Perkawinan………... 32

D. SUBJEK PENELITIAN……….. 33

E. METODE PENGUMPULAN DATA………... 33

1. Skala Komunikasi Yang Efektif……… 33

2. Skala Kepuasan Perkawinan………... 35

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS SKALA……… 37

1. Validitas………. 37

2. Seleksi Item………... 38

3. Reliabilitas………... 41

G. METODE ANALISIS DATA………... 42

1. Uji Asumsi………. 42

a. Uji Normalitas……… 42

b. Uji Linearitas………... 42

2. Uji Hipotesis……….. 43

(18)

xvi

A. PELAKSANAAN PENELITIAN………... 44

B. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN………... 44

C. DESKRIPSI PENELITIAN………. 45

D. HASIL PENELITIAN………... 47

1. Uji Asumsi………. 47

a. Uji Normalitas………... 47

b. Uji Linearitas………... 49

c. Uji Hipotesis……… 51

E. PEMBAHASAN………... 53

BAB V PENUTUP……….. 55

A. Kesimpulan………... 55

B. Keterbatasan ………... 55

C. Saran……… 56

DAFTAR PUSTAKA………... 57

(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Aitem Skala Komunikasi yang efektif……….. 35

Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Kepuasan Perkawinan……….. 36

Tabel 3. Ditribusi Aitem Skala Komunikasi yang Efektif Setelah Seleksi Aitem……… 40

Tabel 4. Ditribusi Aitem Skala Kepuasan Perkawinan Setelah Seleksi Aitem………. 41

Tabel 5. Deskripsi Subjek Berdasarkan Lama Perkawinan……… 45

Tabel 6. Deskripsi Subjek Berdasarkan Jumlah Anak………. 45

Tabel 7. Data Hasil Penelitian………. 46

Tabel 8. Uji Normalitas……… 48

Tabel 9. Uji Linearitas………... 50

Tabel.10 Koefisien Korelasi Dan Interpretasinya……… 51

(20)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Histogram Variabel Komunikasi Yang Efektif………. 48

Gambar 2. Histogram Variabel Kepuasan Perkawinan………... 49

Gambar 3. Scatterplot variabel Komunikasi yang Efektif dan Kepuasan

(21)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Tryout………. 63

Lampiran 2 Reliabilitas ……….. 79

Lampiran 3 Blue Print………. 91

Lampiran 4 Skala Penelitian Setelah Tryout………... 97

Lampiran 5 Statistik Deskriptif dan One Sample T-test ……… 111

Lampiran 6 Uji Normalitas……….. 114

Lampiran 7 Uji Linearitas………... 118

(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Perkawinan merupakan tugas perkembangan pada masa tahapan dewasa awal

dalam rentang usia 18 tahun hingga 30 tahun (Hurlock, 2002). Tetapi pada

kenyataannya hubungan antara pria dan wanita dalam sebuah perkawinan tidaklah

sesederhana yang dibayangkan melainkan sesuatu yang cukup rumit dan pelik.

Permasalahan yang sering terjadi seperti pertengkaran, perselisihan, bahkan

kekerasan pada pasangan sering melanda kehidupan perkawinan. Banyak pasangan

suami istri akhirnya bercerai karena tidak mampu menyelesaikan masalah dalam

perkawinannya, karena perceraian dianggap sebagai jalan terbaik untuk mengatasi

masalah (Ginnis, dalam Ficher dan Thomas (1998)).

Data BKKBN tahun 2013 menunjukkan bahwa angka perceraian Indonesia

tertinggi di Asia-Pasifik. Jumlah kasus perceraian di Indonesia mencapai 200.000

setiap tahunnya. Angka perceraian dari tahun 2009 hingga tahun 2010 meningkat

sebanyak 70%. Selain itu, data perceraian di Indonesia pada tahun 2013 menunjukkan

jumlah kasus perceraian yang diajukan oleh wanita lebih besar dibandingkan

laki-laki, dengan perbandingan 13,84% : 1,14% (BPS 2009-2013). Kasus perceraian di

Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2015 meningkat sebanyak 6.078 kasus dari

5029 kasus dibandingkan pada tahun 2014 dan lebih dari 80% adalah cerai gugat

(23)

Perceraian merupakan salah satu indikasi ketidakpuasan dalam perkawinan

(Baxter dan Montgomery, dalam Osakinle dan Okafor (2013)). Setiap orang

menginginkan kepuasan perkawinan karena kepuasan perkawinan menjadi salah satu

faktor penentu kesejahteraan dalam kehidupan perkawinan (Hurlock, 1990). Menurut

Bradbury (2000) kepuasan perkawinan adalah kondisi mental yang menggambarkan

persepsi seseorang tentang kelebihan dan kekurangan dari suatu perkawinan.

Semakin banyak manfaat yang didapat dari perkawinan maka akan semakin puas

begitu pula sebaliknya.

Hurlock (1990) mengatakan bahwa kepuasan dalam perkawinan akan

terwujud jika kebutuhan-kebutuhan dan harapan-harapan dalam kehidupan

perkawinan, seperti persahabatan, cinta, seks, kebersamaan, dukungan, kejujuran,

pertumbuhan dan kedewasaan, dapat terpenuhi. Sadarjoen (2005) mengungkapkan

kepuasan perkawinan dapat tercapai sejauh mana kedua pasangan perkawinan mampu

memenuhi kebutuhan pasangan masing-masing dan sejauh mana kebebasan dari

hubungan yang mereka ciptakan memberi peluang bagi mereka untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dan harapan-harapan yang mereka bawa sebelum perkawinan

terlaksana. Kepuasan tersebut akan tercapai bila adanya rasa saling pengertian dan

saling memahami antar pasangan (Chapman, 2007).

Ayub (2011) menyatakan bahwa komunikasi adalah salah faktor penting

dalam terciptanya kepuasan perkawinan. Komunikasi bertujuan untuk memahami

satu sama lain dalam hal kehidupan sosial dan cara berpikir. Komunikasi memiliki

(24)

berkembangnya suatu hubungan dan tercapainya kepuasan dalam perkawinan.

Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang efektif, yang mempunyai ciri saling

terbuka, empati, saling mendukung, sikap positif dan kesetaraan (Devito, 1997).

Alberti & Emmons (1987) mengatakan bahwa komunikasi yang efektif

memungkinkan terbangunnya hubungan positif dengan orang lain.

Canary dan Stafford (2002) mendefinisikan komunikasi efektif sebagai

tindakan dan kegiatan yang digunakan untuk mempertahankan hubungan sesuai

dengan apa yang diinginkan. Tujuan dari komunikasi yang efektif adalah terciptanya

keberhasilan dan hubungan yang saling memahami satu sama lain Witkins dan Rose,

dalam Montgomery (1981) mengatakan bahwa saling memahami satu sama lain dapat

membantu membentuk dasar hubungan yang memuaskan antar pasangan. Gabriel,

Beach, dan Bodenmann (2016) mengatakan bahwa karakteristik komunikasi yang

efektif istri pada umumnya adalah istri lebih ekpresif, emosional, dan kritis dalam

menghadapi masalah. Istri menganggap hubungan dalam perkawinan merupakan hal

yang sangat penting, istri akan merasa lebih bertanggung jawab terhadap pemecahan

masalah yang terjadi dalam hubungan perkawinan.

Salah satu suku terbesar yang ada di Indonesia adalah suku Jawa. Hal ini

didukung oleh data BPS 2010 yang menyatakan bahwa suku Jawa merupakan suku

terbesar di Indonesia dengan presentase 40%. Masyarakat jawa merupakan

orang-orang yang bertempat tinggal, bergaul, dan berkembang di pulau Jawa yang

kemudian mengembangkan tradisi dan kebudayaan yang khas dan berakarakteristik

(25)

untuk bersikap dalam berbicara dan membawa diri yang ditunjukkan dengan sikap

hormat dengan orang lain sesuai dengan derajat dan kedudukannya agar tidak

menimbulkan pertentangan atau konflik. Suku Jawa secara budaya merupakan suku

yang memiliki aturan-aturan tata krama terkait cara berperilaku dan berbicara baik

kepada sesama usia maupun dengan orang yang lebih tua (Sujarno, 2000).

Budaya dan komunikasi berinteraksi secara erat dan dinamis. Inti budaya

adalah komunikasi, karena budaya muncul melalui komunikasi. Akan tetapi, saat ini

budaya yang tercipta mempengaruhi cara berkomunikasi anggota budaya tersebut.

Hubungan antara budaya dan komunikasi adalah timbal balik (Mulyana, 2008).

Ficher dan Thomas (1998) mengatakan bahwa komunikasi merupakan keterampilan

dasar dan kunci dari segala macam unsur yang membentuk kehidupan perkawinan.

Pada suku Jawa terdapat kecenderungan yang menganggap bahwa seorang

laki-laki lebih tinggi kedudukannya dibandingkan wanita. Hal ini tampak pada

ungkapan yang cenderung mengunggulkan laki-laki, misalnya swarga nunut neraka

katut, yang berarti penderitaan dan kebahagiaan istri hanya bergantung pada suami

(Sukri & Sofyan, 2001). Oleh karena itu, dalam suku Jawa cenderung menempatkan

istri suku Jawa sebagai the second class dalam keluarga. The second class diartikan

bahwa istri memiliki kedudukan di bawah suami. Hal ini menyebabkan istri suku

Jawa cenderung patuh dan kurang dapat mengungkapkan pikirannya secara terbuka

kepada suami (Sudartini, 2010).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 30 Januari sampai

(26)

subjek mengungkapkan bahwa mereka puas dengan kehidupan perkawinannya karena

mereka telah memiliki rumah, pekerjaan yang tetap, dan anak. Selain itu, istri suku

Jawa dapat menerima dengan lapang dada perilaku negatif dari suami mereka yang

terkadang tidak mereka sukai, seperti pergi bersama dengan teman kerja sampai pagi.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Handayani dan Novianto (2004) yang menyatakan

bahwa istri suku Jawa dapat menerima segala situasi bahkan yang terpahit sekalipun.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 30

Januari sampai 6 Februari 2016 pada tujuh orang istri suku Jawa tentang komunikasi

efektif, terdapat lima orang istri suku Jawa yang mengatakan bahwa suami tidak

terlalu mendengarkan mereka ketika sedang berbicara atau menceritakan sesuatu hal

yang kurang menarik menurut suami seperti menceritakan tentang tetangga yang

kurang menyenangkan dan masalah pekerjaan. Suami lebih tertarik ketika istri

menceritakan tentang prestasi anak di sekolah, kenaikan jabatan atau gaji di kantor

dan hal menyenangkan lainnya. Selain itu, tiga dari tujuh orang istri suku Jawa

mengatakan bahwa ketika suami sedang berbicara, istri tidak boleh sambil melakukan

sesuatu seperti bermain handphone, menyapu, dan menonton. Istri harus benar-benar

mendengarkan suami dengan seksama.

Kebanyakan dari istri suku Jawa mengatakan bahwa mereka jarang

mendiskusikan masalah yang dialami, mereka cenderung mengabaikan atau

melupakan masalah yang mereka alami. Mereka takut untuk menambah masalah baru

sehingga, lebih baik untuk memendam perasaan yang ingin diungkapkan. Hal ini

(27)

istri suku Jawa selalu berada dibawah tekanan terus-menerus untuk mengontrol

dorongan-dorongan spontannya, menyesuaikan diri dengan berbagai otoritas, serta

selalu memperhatikan kedudukannya dan pangkat setiap orang.

Hasil wawancara pada istri suku Jawa menunjukkan bahwa istri suku Jawa

cenderung kurang dapat mengungkapkan secara terbuka dan jujur tentang apa yang

mereka rasakan. Hal ini mengindikasikan adanya komunikasi yang kurang efektif

pada istri suku Jawa. Komunikasi yang kurang efektif dapat menyebabkan kurangnya

keintiman, depresi, kesepian, beradu argumen, gagal berhubungan, hingga berakhir

dengan perceraian. Perceraian merupakan salah satu indikasi ketidakpuasan dalam

perkawinan (Baxter dan Montgomery, dalam Osakinle dan Okafor (2013)).

Penelitian observasional mengenai komunikasi pada pasangan juga telah

banyak dilakukan di negara barat (Gottman dan Notarius, 2000; Heyman, 2001).

Beberapa penelitian sebelumnya tentang perkawinan menekankan

pentingnya peran komunikasi dalam menentukan kepuasan perkawinan (Bradbury

dan Karney, 2004 dan Gottaman dkk, 1998). Komunikasi yang efektif sebagai

penentu kepuasan perkawinan (Gottman dalam Tavakolizadeh, Nejatian, dan Soori,

2014). Komunikasi efektif berperan penting dalam meraih kepuasan perkawinan

(Yalcin, Ka dan Karahan, 2007;. Schilling, et al, 2003; Halford, Sanders, dan

Behrens, 2001; Shirali, 2008 (dalam Tavakolizadeh, Nejatian, Soori, 2014).

Berdasarkan penjabaran tersebut, diketahui bahwa semakin efektif

komunikasi maka akan semakin puas perkawinannya. Hal ini berbeda dengan fakta

(28)

orang istri mengatakan bahwa mereka cenderung merasa puas dengan perkawinannya

walaupun komunikasi meraka dirasa kurang efektif. Berdasarkan perbedaan teori

dengan fakta di lapangan tersebut, peneliti tertarik untuk melihat kembali hubungan

antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa.

B.Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan positif antara komunikasi yang efektif dan

kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa?

C.Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan positif antara komunikasi yang efektif dan

kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa.

D.Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan dalam Psikologi

Perkembangan khususnya dalam perkawinan berkaitan dengan komunikasi yang

efektif dan kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat

khususnya kepada istri suku Jawa agar mengetahui pentingnya komunikasi yang

(29)

mengembangkan kemampuan komunikasi yang efektif yang dapat meningkatkan

(30)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Komunikasi yang Efektif

1. Definisi Komunikasi

Menurut Effendy (2007), komunikasi adalah proses penyampaian

pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap,

pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung

(melalui media). Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan

(stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal),

untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Proses komunikasi yang

menggunakan stimulus atau respon dalam bentuk bahasa baik lisan maupun

tulisan selanjutnya disebut komunikasi verbal, apabila proses komunikasi

tersebut menggunakan simbol-simbol disebut komunikasi non-verbal.

Menurut Devito (1997), komunikasi adalah suatu tindakan oleh dua

orang atau lebih, yang mengirim dan menerima suatu pesan yang terdistorsi

oleh suatu gangguan (noise), terjadi dalam konteks tertentu, dengan pengaruh

tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Menurut Laswell

dan Laswell (dalam Mulyana, 2002), komunikasi adalah proses penyampaian

pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang

(31)

sebagai who, says what, in which channel, to whom with, what efect (siapa,

mengatakan apa, melalui saluran apa, kepada siapa, dengan efek apa).

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

komunikasi adalah proses penyampain informasi yang dilakukan oleh dua

orang atau lebih baik lisan maupun secara tulisan yang di dalamnya terdapat

suatu pesan atau makna yang ingin disampaikan.

2. Komunikasi yang Efektif

Menurut Mulyana (2002) komunikasi akan menjadi efektif apabila

makna yang tercipta relatif sesuai dengan yang diinginkan komunikator.

Efektif secara etimologis sering diartikan sebagai mencapai sasaran yang

diinginkan, berdampak menyenangkan, bersifat aktual, dan nyata.

Menurut Maulana dan Gumelar (2013) komunikasi yang efektif adalah

komunikasi yang dapat terjadi apabila pesan yang dikirim oleh komunikator

(sender) dapat diterima dengan baik (menyenangkan, aktual atau nyata) oleh

komunikan (receiver). Canary dan Stafford (2002) mendefinisikan

komunikasi efektif sebagai tindakan dan kegiatan yang digunakan untuk

mempertahankan hubungan sesuai dengan apa yang diinginkan. Biasanya

cara yang digunakan mencakup komunikasi verbal dan nonverbal.

Osakinle dan Okafor (2013) mengemukakan bahwa komunikasi

efektif dapat terjadi ketika penerima dapat memahami dengan baik informasi

yang diberikan oleh pengirim. Komunikasi efektif berfokus pada kemampuan

(32)

sama lain dan menentukan siapa yang berbicara dan siapa yang

mendengarkan (Animasahun dan Oladeni, 2012).

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang isinya dapat dimengerti dan

dipahami sama oleh pengirim dan penerima yang bersifat menyenangkan,

aktual, nyata dan digunakan untuk mempertahankan hubungan sesuai dengan

apa yang diinginkan.

3. Aspek-aspek Komunikasi yang Efektif

Terdapat tujuh aspek komunikasi efektif. Lima aspek menurut Canary

dan Stafford (2002) dan dua aspek yang ditambahkan oleh Canary dan Zelley

(dalam Punyanunt Carter, 2004).

Lima aspek komunikasi yang efektif menurut Canary dan Stafford (2002)

yaitu :

a. Positivity

Positivity adalah bersikap sopan, baik, menyenangkan, dan tidak

mengkritik pembicaran selama pembicaraan antara suami istri

berlangsung.

b. Openness

Openness adalah mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan secara

(33)

c. Assurances

Assurances adalah jaminan yang melibatkan ekspresi cinta dan komitmen

dalam menyiratkan hubungan yang memiliki masa depan.

d. Social networking

Social networking adalah dapat menjalin hubungan baik dengan keluarga,

teman maupun rekan kerja pasangan.

e. Sharing

Sharing berbagi tugas dalam rumah tangga serta bertanggung jawab atas

peran yang dijalankan baik sebagi suami maupun istri.

f. Management conflict

Management conflict berfokus pada cara pasangan suami istri

mendiskusikan masalah dalam kehidupan perkawinan ketika mengalami

perselisihan pendapat dan perbedaan pandangan.

g. Advice

Advice adalah nasihat yang diberikan dan dijalankan oleh pasangan suami

istri dalam menjalain kehidupan perkawinan.

Berdasarkan uraian diatas, berikut indikator komunikasi yang

efektif antara lain:

a. Positivity, indikatornya:

Bersikap sopan, baik, menyenangkan dan tidak mengkritik selama

(34)

b. Openness, indikatornya:

Mampu mengungkapkan secara terbuka mengenai pikiran dan

perasaan pada pasangan

c. Assurances, indikatornya:

Berkomitmen dalam menjalankan perkawinan yang memiliki masa

depan

d. Social networking, indikatornya:

Memiliki hubungan yang baik dengan keluarga, teman, dan rekan

kerja pasangan

e. Sharing, indikatornya:

Pembagian tugas dan peran dalam rumah tangga serta bertanggung

jawab atas tugas dan peran tersebut

f. Management conflict, indikatornya:

Kemampuan pasangan suami istri untuk menyelesaikan masalah

g. Advice, indikatornya:

Saling menerima dan menjalankan nasihat yang diberikan oleh

(35)

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi yang Efektif

Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi

efektif:

a. Kepercayaan

Kepercayaan dapat meningkatkan daya perubahan sikap karena

kepercayaan mencerminkan pesan yang diterima telah dianggap benar

dan sesuai dengan kenyataan empiris (Effendy, 1981).

b. Daya tarik

Daya tarik akan tercipta apabila kedua belah pihak merasakan adanya

kesamaan, khususnya kesamaan ideologi (Effendy, 1981).

c. Citra diri

Setiap manusia mempunyai gambaran tertentu mengenai dirinya, status

sosial, kelebihan dan kekurangannya. Gambaran itulah yang menjadi

penentu tetang apa dan bagaimana cara berbicara, penyaring apa yang

dilihat, didengar dan penilaian akan sekitarnya (Lunandi, 1987).

d. Citra pihak lain

Citra pihak lain akan menentukan cara dan kemampuan seseorang dalam

berkomunikasi. Citra pihak lain dapat mempengaruhi sesorang dalam

beromunikasi, misalnya berkomunikasi dengan orang tua dan atasan di

kantor berbeda ketika sedang berkomunikasi dengan anak dan rekan kerja

(36)

e. Lingkungan fisik

Lingkungan fisik memiliki pengaruh terhadap cara berkomunikasi. Ketika

sedang di rumah kita dapat berbicara dengan keras tetapi pada saat berada

di kantor kita harus menjaga volume suara kita agar tidak mengganggu

orang lain, karena setiap tempat memiliki norma yang harus ditaati

(Lunandi, 1987).

f. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial menentukan seseorang dalam berkomunikasi.

Contohnya, ketika sedang di rumah kita dapat berkomunikasi dengan

santai karena berada dalam lingkungan keluarga, tetapi ketika sedang

berada di luar rumah, di kantor misalnya kita harus menjaga komunikasi

kita karena di kantor terdapat berbagai macam kedudukan yaitu manajer,

direktur, cleaning service dan lain-lain (Lunandi, 1987).

g. Kondisi fisik

Kondisi mempengaruhi pengiriman dan penerimaan komunikasi.

Contohnya, seseorang yang sedang sakit biasanya kurang cermat dalam

mendengarkan, seseorang yang sedang marah cenderung tidak peduli

dengan apa yang dikatakan oleh orang lain. Hal ini terjadi karena

komunikasi berlangsung secara timbal balik (Lunandi, 1987).

h. Bahasa tubuh

Bahasa tubuh merupakan gerakan-gerakan tubuh yang dilakukan tanpa

(37)

menggelengkan kepala, untuk mengatakan “ya” kita menganggukkan

kepala (Lunandi, 1987).

Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi komunikasi yang efektif diantaranya, kepercayaan, daya

tarik, citra diri, citra pihak lain, lingkungan fisik, lingkungan sosial,

kondisi, dan bahasa tubuh.

B. Kepuasan Perkawinan

1. Definisi Perkawinan

Perkawinan merupakan suatu tahapan kehidupan baru yang akan

dijalani oleh sebagian besar orang dewasa sebagai pasangan suami istri.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan

bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ikatan dalam perkawinan sangat perlu untuk menjaga terpenuhinya

kebutuhan dalam perkawinan, supaya individu yang telah disahkan menjadi

pasangan suami istri dapat memperoleh perasaan aman dan terlindung atau

perasaan puas dalam perkawinannya (Gunarsa & Gunarsa, 1990). Hornby

(dalam Walgito, 2010) menyatakan bahwa marriage is the union of two

persons as husband and wife, atau perkawinan adalah bersatunya dua orang

(38)

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin pasangan suami istri yang

bertujuan untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia dan kekal serta

memperoleh rasa aman dan terlidung sehingga menimbulkan rasa puas dalam

perkawinan.

2. Kepuasan Perkawinan

Duvall & Miller (1985) mendefinisikan kepuasan perkawinan bagi

istri adalah terpenuhinya rasa aman secara emosional, komunikasi dan

terbinanya kedekatan. Levenson dkk (1993) mengungkapkan bahwa kepuasan

dalam perkawinan membuat perkawinan bertahan lama dan mengurangi

kemungkinan berakhirnya ikatan perkawinan. Menurut Bradbury, Fincham,

dan Beach (2000) kepuasan perkawinan adalah kondisi mental yang

menggambarkan persepsi seseorang tentang kelebihan dan kekurangan dari

suatu perkawinan. Semakin banyak manfaat yang didapat dari perkawinan

maka akan semakin puas begitupula sebaliknya.

Hawkins (dalam Olson dan Hamiton, 2003) kepuasan perkawinan

merupakan perasaan subjektif akan kebahagiaan dan pengalaman

menyenangkan yang dialami oleh suami dan istri dalam perkawinan dengan

mempertimbangkan keseluruhan aspek perkawinan. Olson dan Hamilton

(2003), mendefinisikan kepuasan perkawinan sebagai perasaan bahagia, puas,

dan menyenangkan terhadap seluruh kehidupan perkawinannya, serta pada

(39)

Kepuasan dalam perkawinan memegang peranan penting dalam

keberlangsungan perkawinan itu sendiri. Perkawinan yang memuaskan juga

ditandai dengan keintiman, komitmen, persahabatan, afeksi, pemuasan

seksual, keamanan ekonomi, dan kesempatan untuk pertumbuhan emosional

(Papalia, Olds & Feldman, 2009). Apabila seseorang merasa puas terhadap

perkawinan yang telah dijalani, maka ia beranggapan bahwa harapan,

keinginan dan tujuan yang ingin dicapai pada saat ia menikah telah terpenuhi,

baik sebagian ataupun seluruhnya.

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

kepuasan perkawinan adalah perasaan positif mengenai kebahagiaan, rasa

puas dan perasaan yang menyenangkan karena telah terpenuhinya keinginan

dan tujuan dalam perkawinan.

3. Aspek Kepuasan Perkawinan

Menurut Bradbury, Fincham, dan Beach (2000) terdapat beberapa

aspek yang dapat menjadi indikator kepuasan perkawinan. Aspek-aspek

tersebut antara lain:

a. Cognition

Bagaimana pasangan memberikan penilaian perilaku positif dan negatif

yang dimiliki pasangan. Misalnya, perilaku malas, dalam situasi tertentu

istri lelah ketika pulang bekerja dan malas memasak suami akan menerima

dan mengerti bahwa sang istri sedang lelah atau mengeluhkan perilaku

(40)

b. Affect

Pernyataan tentang peran afeksi dalam mengikis atau mendukung

kepuasan perkawinan yang digunakan untuk mengamati ekspresi

emosional dan untuk membedakan afeksi mereka tentang perkawinan dari

waktu ke waktu.

c. Physiology

Pasangan akan lebih puas bila mereka sering melakukan

sentuhan-sentuhan fisik yang dapat meningkatkan keselarasan dengan pasangan.

Sentuhan-sentuhan fisik yang dimaksud seperti, berpegangan tangan,

berciuman, berpelukan, dan melakukan hubungan seks.

d. Patterns

Pola berhubungan dengan permintaan atau penarikan perilaku pasangan.

Misalnya, ketika istri akan cenderung menuntut suami untuk melakukan

perubahan perilaku karena tidak puas dengan perilaku pasangannya,

sementara itu suami akan cenderung menghindar dari tuntutan istri.

Peningkatan tuntutan menyebabkan peningkatan penghindaran, yang pada

gilirannya menyebabkan peningkatan tuntutan untuk keterlibatan suami

dalam menyelesaikan konflik yang menyebabkan terjadinya penurunan

kepuasan perkawinan.

e. Social Support

Dukungan sosial dipercaya berhubungan dengan fungsi perkawinan yang

(41)

memberikan dukungan sosial yang baik untuk pasangannya akan

memberikan kontribusi terhadap kepuasan perkawinan. Dukungan sosial

dapat berupa memberikan perhatian akan kesehatan pasangan,

menyediakan kebutuhan pasangannya dan lain-lain.

f. Violence

Individu yang terlibat dalam hubungan yang kasar lebih cenderung tidak

puas dengan perkawinannya daripada individu yang tidak terlibat dalam

hubungan yang kasar.

Berdasarkan uraian diatas, berikut indikator dalam kepuasan

perkawinan antara lain:

1. Cognition, indikatornya:

Memberikan penilaian yang positif dan negatif pada pasangan.

2. Affect, indikatornya:

Bagaimana pasangan mengekspresikan rasa cintanya dari waktu ke

waktu.

3. Physiology, indikatornya:

Sentuhan-sentuhan fisik berupa berpegangan tangan, berciuman,

berpelukan, dan berhubungan seksual.

4. Patterns, indikatornya:

Perubahan pola perilaku pasangan yang berupa permintaan dan

(42)

5. Social Support

Dukungan sosial yang positif yang diberikan pasangan dapat

menciptakan lingkungan keluarga yang sehat.

6. Violence, indikatornya:

Kekerasan yang dilakukan terhadap pasangan berdampak pada

ketidakpuasan perkawinan.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Perkawinan

Menurut Ayub (2010) terdapat sepuluh faktor yang mempengaruhi kepuasan

perkawinan, yaitu:

a. Hubungan dengan mertua

Memiliki hubungan yang baik dengan mertua dianggap penting dalam

tatanan masyarakat khususnya mengenai penyatuan dua keluarga. Kualitas

hubungan dengan keluarga pasangan dapat memperdiksi kepuasan

perkawinan.

b. Perbedaan gender

Wanita berharap lebih banyak dalam kehidupan perkawinan serta lebih

peduli pada afeksi dan kebersamaan. Kepuasan perkawinan istri cenderung

lebih tinggi jika kedua pasangan bekerja dan suami turut membantu

pekerjaan rumah. Selain itu, istri akan lebih puas jika suami lebih terbuka

kepada istri mengapa suami merasa sedih (Conley, 2012). Sedangkan

(43)

wanita (Gokmen dalam Ayub, 2010). Kepuasan perkawinan pada suami

terjadi apabila istri merasa bahagia dan atraktif (Hillin, 2013).

c. Pendidikan pasangan

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin bebas ekspresi dan

perilaku asertifnya. Pasangan yang lebih asertif memiliki pandangan yang

tidak terikat pada gaya tradisional seperti, gaya pria mendominasi wanita.

d. Kehadiran anak

Kepuasan perkawinan cenderung meningkat ketika hadirnya anak

ditengah-tengah kehidupan perkawinan (Santrock, 2002).

e. Kompromi

Kompromi dalam perkawinan dilakukan untuk saling mengerti satu sama

lain, seperti membahas keuangan, rekreasi, lingkungan rumah, pengasuhan,

dan relasi sosial. Keikhlasan dalam melakukan suatu hal diperlukan dalam

melakukan kompromi.

f. Pengertian dan dukungan pasangan

Pengertian dan dukungan pasangan berarti saling mengerti dalam berbagai

hal, seperti nilai-nilai kehidupan, kesepakatan, dan kemampuan dalam

mengatasi perubahan dan perbedaan yang terjadi. Pengertian pasangan juga

berubungan dengan kemampuan menyelesaikan konflik, kelekatan, dan

self-attributes. Dukungan pasangan tidak dapat digantikan oleh dukungan

orang terdekat atau teman. Orang yang tidak memiliki pasangan yang

(44)

waktu luang bersama dan pembagian tugas dan peran yang adil dalam

keluarga termasuk dalam pengertian terhadap pasangan.

g. Kepuasan seksual

Kepuasan seksual menjadi faktor yang cukup penting dalam kepuasan

perkawinan. Frekuesnsi, kualitas hubungan intim dan aktivitas seksual

yang terkait pada kesukaan pasangan (sexual-interest) menjadi penentu

kepuasan perkawinan.

h. Persepsi diri

Seseorang yang memandang positif kehidupan akan lebih merasakan

kepuasan perkawinan.

i. Finansial

Status finansial yang tinggi mendukung kepuasan pekawinan.

j. Komunikasi

Komunikasi adalah faktor utama dalam perkawinan yang merupakan kunci

dari kepuasan perkawinan. Komunikasi yang dilakukan dengan baik dapat

dipahami satu sama lain sehingga menghindari kesalahpahaman. Pasangan

dengan komunikasi yang tidak baik, sering mengalami kesalahpahaman

dan cenderung sulit menyampaikan pesan-pesan positif kepada

pasangannya.

Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi kepuasan perkawinan diantaranya, hubungan dengan

(45)

kompromi, pengertian dan dukungan pasangan, kepuasan seksual, persepsi

diri, finansial dan komunikasi.

C. Istri Suku Jawa

Di Indonesia wanita Jawa masih diletakkan pada wilayah-wilayah

domestik, misalnya sebagai ibu rumah tangga. Sardjono (1992) mengungkapkan

pandangan tentang wanita Jawa yang menyatakan kedudukan wanita Jawa tidak

sama dengan pria, namun dari wanita dituntut ciri-ciri terhormat antara lain,

kesetiaan, kepatuhan, kesabaran, kemampuan menyembunyikan gejolak batin,

pasrah atau nerimo ing pandrum dan kompromis. Menurut (Sukri dan Sofwan,

2001) wanita Jawa selalu diidentikkan dengan kelemah-lembutan, penurut, sopan

santun, dan beberapa sifat feminim lainnya.

Menurut Handayani dan Novianto (2004) istri suku Jawa adalah wanita

yang tetap tampak lembut, halus, berperan, dengan baik di rumah sebagai ibu

maupun istri, di dapur maupun di tempat tidur. Karakter istri suku Jawa sangat

identik dengan kultur Jawa, seperti bertutur kata halus, tenang, kalem, tidak suka

konflik, mementingkan harmoni, menjunjung tinggi nilai keluarga, mampu

mengerti dan memahami orang lain, sopan, terkontrol, memiliki daya tahan yang

tinggi untuk menderita dan setia.

Sukri dan Sofwan (2001) mengatakan bahwa dalam kehidupan keluarga

Jawa, wanita berkedudukan sebagai istri (garwa), pendamping suami dan

(46)

Secara lebih luas perannya dalam keluarga wanita dalam Serat Candrarini

dilukiskan bisa macak, manak, dan masak. Pada pola perkawinan seperti ini

tugas istri adalah mengurus keluarga, karena istri tergantung pada suami dalam

hal pencarian nafkah, maka suami dianggap lebih mempunyai kuasa

(wewenang).

Sudartini (2010) mengatakan bahwa dalam budaya Jawa, seorang istri

yang ideal digambarkan sebagai sosok yang lemah lembut, penurut, penyabar,

penyayang, pasrah, dan setia pada suami. Selain itu, masyarakat Jawa juga

menempatkan wanita sebagai the second class setelah laki-laki. Kedudukan

sebagai istri, membuat wanita suku Jawa berada dalam posisi yang lebih rendah

dari pada suami, sebab dalam konsep Jawa istri harus memperlakukan suami

seperti dewa yang dipuji, ditakuti, dan dihormati (Sukri dan Sofwan, 2001).

Bahkan ada falsafah yang mengatakan bahwa seorang istri adalah konco

wingking bagi suaminya, artinya seorang istri harus mendukung suaminya dari

belakang tanpa boleh mendahului langkah suaminya. Ada pula falsafah Jawa lain

yang harus dipegang oleh seorang istri terhadap suaminya, yakni “surgo nunut neroko katut”. Falsafah tersebut menyiratkan bahwa seorang istri harus

mengikuti suaminya. Keputusan mutlak di tangan laki-laki dan wanita

berkewajiban menurutinya tanpa boleh membantah (Roqib, 2007).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa istri suku

(47)

akan terjadi pada dirinya dan setia kepada suaminya. Selain itu, istri suku jawa

juga memiliki peran dalam mendukung semua keputusan suami.

D. Dinamika Hubungan antara Komunikasi yang Efektif dan Kepuasan

Perkawinan Pada Istri Suku Jawa

Roqib (2007) mengatakan bahwa istri suku Jawa adalah seorang wanita

yang pasrah terhadap apa pun yang terjadi pada dirinya. Menurut tradisi Jawa,

istri dibatasi oleh tradisi keperempuanan ideal yang mengutamakan nilai-nilai

kepatuhan dan ketaatan (Hakimi dkk, 2011). Hal ini karena seorang istri yang

ideal digambarkan sebagai sosok yang lemah lembut, penurut, penyabar,

penyayang, pasrah, dan setia pada suami Sudartini (2010).Nilai-nilai kepatuhan

dan ketaatan yang ditanamkan pada istri suku Jawa cenderung membuat istri

suku Jawa kurang dapat mengutarakan pikiran dan perasaan.

Komunikasi adalah pertukaran arus informasi dan ide-ide dari satu orang

ke orang lain dengan melibatkan pengirim transmisi ide, informasi atau perasaan

ke penerima (Army, dalam Osakinle dan Okafor, 2013). Komunikasi yang

efektif terjadi hanya jika penerima mengerti informasi atau gagasan yang tepat

bahwa pengirim bermaksud untuk mengirimkan suatu pesan. Canary dan

Stafford (2002) mendefinisikan komunikasi efektif sebagai tindakan dan

kegiatan yang digunakan untuk mempertahankan hubungan sesuai dengan apa

(48)

Setiap orang menginginkan kepuasan dalam perkawinannya karena

kepuasan perkawinan menjadi salah satu penentu kesejahteraan dalam kehidupan

perkawinan (Hurlock, 1990). Beberapa studi telah menunjukkan bahwa

komunikasi yang efektif berperan dalam kepuasan perkawinan (Yalcin, Ka &

Karahan, 2007;. Schilling, et al, 2003; Halford, Sanders, & Behrens, 2001;

Shirali, 2008 (dalam Tavakolizadeh, Nejatian, Soori, 2014)). Studi Gottman

(2004) menunjukkan bahwa komunikasi efektif dapat menjadi penentu rasa puas

dalam perkawinan (dalam Tavakolizadeh, Nejatian, dan Soori, 2014).

Pada istri suku Jawa yang memiliki komunikasi efektif dicirikan dengan

sopan, baik, menyenangkan, mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan,

ekspresif, mempunyai hubungan yang baik dengan pasangan dan keluarga

pasangan, berbagi tugas dan tanggung jawab, menyelesaikan masalah bersama,

menerima dan menjalankan nasihat dari pasangan. Hal ini membuat istri suku

jawa dapat menerima perilaku negatif pasangan, kehidupan seksual yang baik,

hubungan yang harmonis, adanya dukungan sosial, dan saling perhatian dengan

pasangan. Penjelasan tersebut menyebabkan istri suku jawa memiliki kepuasan

perkawinan yang tinggi.

Sebaliknya apabila terjadi komunikasi tidak efektif pada istri suku Jawa

dalam perkawinan seperti kasar, tidak ramah, banyak mengkritik, tertutup, jarang

mengungkapkan perasaan cinta, hubungan dengan pasangan dan keluarga

pasangan tidak harmonis, banyak masalah yang tidak terselesaikan dan

(49)

anggapan tentang perilaku pasangan yang negatif, kehidupan seksual tidak

terpenuhi, hubungan yang tidak harmonis, tidak adanya dukungan sosial dari

pasangan dan sering melakukan kekerasan dalam perkawinan yang akan

berdampak pada kepuasan perkawinan yang rendah pada istri suku Jawa.

Istri suku Jawa memiliki posisi yang tidak terlalu menguntungkan

dibandingkan dengan laki-laki secara budaya karena dipandang pasif, penurut

dan tunduk kepada suami (Handayani dan Novianto, 2007). Adanya komunikasi

yang tidak efektif antara suami istri menyebabkan renggangnya hubungan

dengan pasangan dan kurangnya komunikasi verbal antar pasangan suami istri.

Hal ini dapat menyebabkan menurunnya kepuasan dalam perkawinan

(Tavakolizadeh, Nejatian, dan Soori, 2014). Kepuasan perkawinan muncul

disebabkan karena adanya jalinan komunikasi yang efektif, bukan hanya karena

masing-masing dapat mengemukakan apa yang menjadi kebutuhannya saja tetapi

juga kebutuhan untuk berkomunikasi itu sendiri bila terpenuhi akan memberikan

(50)

E. Bagan Hubungan antara Komunikasi yang Efektif dan Kepuasan

Perkawinan Pada Istri Suku Jawa

Istri Suku Jawa

Komunikasi yang Efektif: -sopan, baik, menyenangkan

-mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan kepada suami

- ekspresif

-mempunyai hubungan yang baik dengan suami dan keluarga suami

-berbagi tugas dan tanggung jawab

-menyelesaikan masalah bersama suami

-menerima dan menjalankan nasihat dari suami

Komunikasi Tidak Efektif:

-kasar, tidak ramah, banyak mengkritik

- tertutup

-jarang mengungkapkan perasaan cinta

-hubungan dengan suami dan keluarga suami tidak harmonis

-kurang bertanggung jawab atas kewajiban

-banyak masalah yang tidak terselesaikan

-mengabaikan nasihat dari suami

- dapat menerima perilaku negatif suami

- kehidupan seksual baik

- hubungan yang harmonis

- adanya dukungan sosial dari suami

- saling perhatian dengan suami

- menganggap perilaku suami negatif

- kehidupan seksual tidak terpenuhi

- hubungan yang tidak harmonis

- tidak adanya dukungan sosial dari suami

- sering menjadi korban kekerasan

(51)

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara

komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa. Semakin

efektif komunikasi pada istri suku Jawa maka akan semakin puas dalam

(52)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional (correlational studies).

Penelitian korelasional ini bertujuan untuk melihat hubungan antara satu variabel

dengan variabel lainnya (Azwar, 2003). Korelasi yang dimaksud adalah

hubungan antara variabel X (komunikasi yang efektif) dengan variabel Y

(kepuasan perkawinan).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu :

1. Variabel X : Komunikasi yang Efektif

2. Variabel Y : Kepuasan Perkawinan

C. Definisi Operasional

1. Komunikasi Efektif

Komunikasi yang efektif pada istri suku Jawa adalah komunikasi yang

isinya dapat dimengerti dan dipahami sama oleh pengirim dan penerima yang

bersifat menyenangkan, aktual, nyata dan digunakan untuk mempertahankan

hubungan sesuai dengan apa yang diinginkan. Aspek-aspek yang dapat

(53)

positivity, openness, assurances, social networking, sharing, management

conflict, dan advice. Komunikasi efektif akan diukur menggunakan skala

komunikasi efektif. Tinggi rendahnya komunikasi efektif akan ditentukan oleh

skor total dari skala tersebut. Semakin tinggi skor pada skala, maka makin

tinggi juga komunikasi efektif yang dimiliki oleh istri suku Jawa. Sebaliknya,

semakin rendah skor pada skala, maka makin rendah juga komunikasi efektif

yang dimiliki oleh istri suku Jawa.

2. Kepuasan Perkawinan

Kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa adalah perasaan positif

mengenai kebahagiaan, rasa puas dan perasaan yang menyenangkan karena

telah terpenuhinya keinginan dan tujuan dalam perkawinan. Kepuasan

perkawinan diukur menggunakan enam aspek yang meliputi cognition, affect,

physiology, patterns, social support, dan violence. Kepuasan perkawinan akan

diukur menggunakan skala kepuasan perkawinan. Tinggi rendahnya kepuasan

perkawinan akan ditentukan oleh skor total dari skala tersebut. Semakin tinggi

skor pada skala, maka semakin tinggi kepuasan perkawinan pada istri suku

Jawa. Sebaliknya, semakin rendah skor pada skala, maka makin rendah juga

(54)

D. Subjek Penelitian

Peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Teknik ini digunakan

karena pengambilan sampel didasarkan pada pertimbangan tertentu berdasarkan

ciri atau sifat populasi yang sudah ditentukan peneliti (Sugiyono, 2010).

Subjek dalam penelitian ini adalah istri suku Jawa yang berdomisili di

Provinsi D.I Yogyakarta yang memiliki beberapa ciri, diantaranya:

1. Minimal usia perkawinan adalah 2 tahun, karena durasi perkawinan di bawah

dua tahun dianggap sebagai penyesuaian dan kurang dapat memprediksi

kepuasan perkawinan (Fischer dalam Trokan, 1998).

2. Tinggal bersama dengan suami, hal ini dikarenakan terdapat beberapa aspek

dalam kepuasan perkawinan dan komunikasi efektif yang membutuhkan

kerjasama suami istri secara langsung seperti positivity, openness, sharing,

physiology, affect dan social support.

3. Memiliki anak, karena pasangan yang memiliki anak cenderung lebih puas

dan merasa perannya sebagai orang tua terpenuhi dibandingkan pasangan

tanpa anak (Santrock, 2002).

E. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dalam pengumpulan data menggunakan 2 skala, yaitu;

1. Skala Komunikasi yang Efektif

Komunikasi yang efektif diukur dengan menggunakan skala

(55)

efektif terdiri dari 42 aitem yang terbagi menjadi dua (2) kategori, yaitu 21

aitem favourable dan 21 aitem unfavourable. Aspek-aspek yang diukur dalam

skala komunikasi efektif tersebut adalah aspek-aspek komunikasi yang efektif

menurut Cannary dan Stafford (2002) dan Canary dan Zelley (dalam

Punyanunt Carter, 2004), yaitu; positivity, openness, assurances, social

networking, sharing, management conflict, dan advice.

Setiap aitem pada skala komunikasi yang efektif menggunakan skala

likert dengan empat pilihan jawaban, antara lain; Sangat Setuju (SS), Setuju

(S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Kategori penilaian

untuk masing-masing aitem favourable adalah nilai 4 untuk Sangat Setuju

(ST), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai 2 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 1

untuk Sangat Tidak Setuju (STS). Sedangkan, untuk masing-masing aitem

unfavourable adalah nilai 1 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S),

(56)

Tabel.1

Tabel Distribusi Aitem Skala Komunikasi yang Efektif

2. Skala Kepuasan Perkawinan

Kepuasan perkawinan diukur dengan menggunakan skala kepuasan

perkawinan yang disusun oleh peneliti. Skala kepuasan perkawinan terdiri

dari 36 aitem yang terbagi menjadi dua (2) kategori, yaitu 18 aitem favourable

dan 18 aitem unfavourable. Aspek-aspek yang diukur dalam skala kepuasan

perkawinan tersebut adalah aspek-aspek kepuasan perkawinan menurut

Bradbury, Fincham, dan Beach (2000), yaitu; cognition, affect, physiology,

patterns, social support, dan violence

Setiap aitem pada skala kepuasan perkawinan menggunakan skala

likert dengan empat pilihan jawaban, antara lain; Sangat Setuju (SS), Setuju

(S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Kategori penilaian

Aspek Sebaran Aitem Jumlah

Aitem

Favourable Unfavourable

Positivity 3 (2, 5, 8) 3 (3, 6, 20) 6 (14.3 %)

Openness 3 ( 1, 21, 24) 3 (7, 23, 30) 6 (14.3 %)

Asurancess 3 (4, 15, 22) 3 (26, 41, 42) 6 (14.3 %)

Social networking 3 (10, 27, 31) 3 (11, 16, 35) 6 (14.3 %)

Sharing 3 (9, 18, 28) 3 (12, 14, 19) 6 (14.3 %)

Management conflict 3 (13, 33, 38) 3 (17, 25, 29) 6 (14.3 %)

Advice 3 (34, 37, 40) 3 (32, 36, 39) 6 (14.3 %)

(57)

untuk masing-masing aitem favourable adalah nilai 4 untuk Sangat Setuju

(SS), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai 2 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 1

untuk Sangat Tidak Setuju (STS). Sedangkan, untuk masing-masing aitem

unfavourable adalah nilai 1 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S),

nilai 3 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 4 untuk Sangat Tidak Setuju (STS).

Peneliti tidak memasukkan pilihan jawaban “Netral” untuk

menghindarkan kecenderungan subjek memilih alternatif jawaban yang

dianggap paling aman. Selain itu, hal ini bertujuan untuk mengarahkan subjek

memilih pernyataan yang bersifat favourable atau unfavourable (Widoyoko,

2015).

Tabel.2

Tabel Distribusi Aitem Skala Kepuasan Perkawinan

Aspek Sebaran Aitem Jumlah Aitem

Favourable Unfavourable

Cognition 3 (3, 16, 17) 3 (14, 19, 27) 6 (16.67 %)

Affect 3 (1, 7, 12) 3 (2, 9, 11) 6 (16.67 %)

Physiology 3 (26,32,35) 3 (5, 6, 15) 6 (16.67 %)

Patterns 3 (10, 30, 33) 3 (18, 21, 28) 6 (16.67 %)

Social Support 3 (8, 13, 22) 3 (4, 24, 31) 6 (16.67 %)

Violence 3 (20, 25, 29) 3 (23, 34, 36) 6 (16.67 %)

(58)

F. VALIDITAS DAN REALIBILITAS SKALA

1. Validitas

Validitas adalah tingkat ketetapan dan kecermatan suatu alat pengukur

untuk dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Suatu alat ukur dapat

dikatakan memiliki validitas yang tinggi jika alat ukur tersebut dapat

memberikan hasil sesuai dengan tujuan pengukuran tersebut (Azwar, 2003).

Skala sebagai alat pengukur perlu diuji validitas, karena jika validitas tidak

memenuhi syarat berarti kuisioner sebagai alat tidak dapat

dipertanggungjawabkan ketepatan pengukurannya. Semakin tinggi

validitasnya semakin tepat alat ukur tersebut digunakan untuk mengukur

sasarannya. Sebaliknya semakin rendah validitas suatu alat pengukur, semakin

tidak dapat mengukur sasaran yang akan diukur.

Penelitian ini menggunakan metode validitas isi. Validitas isi

merupakan validitas yang diestimasi dengan menggunakan pengujian terhadap

isi tes dengan cara analisis rasional atau professional judgement, untuk

melihat sejauh mana isi tes tersebut menunjukkan atribut yang diukur,

sehingga tes tersebut harus relevan dan tidak keluar dari tujuan pengukuran

(Azwar, 2003) dan lay rational judgement dengan membacakan kembali item

yang telah yang dibuat kepada subjek apakah subjek telah mengerti dan pahan

pada pernyataan-pernyataan yang telah dibuat (Supratiknya, 2015).

Professional judgment dilakukan oleh orang yang ahli dalam bidang tersebut,

(59)

2. Seleksi Aitem

Seleksi Aitem dilakukan untuk dilakukan dengan tujuan untuk

memilih aitem-aitem yang valid untuk diteliti. Seleksi aitem didasarkan pada

daya diskriminasi aitem, yaitu sejauh mana aitem bisa membedakan individu

yang memiliki atau tidak memiliki atribut yang sedang diteliti (Azwar, 2009).

Perhitungan diskriminasi aitem dilakukan dengan cara

mengkorelasikan skor aitem dengan skor aitem total sehingga didapatkan

koefisien korelasi aitem total (rix) yang disebut dengan indeks daya beda

aitem. Aitem yang dengan koefisien korelasi aitem total minimal 0,30

memiliki daya diskriminasi yang baik (Azwar, 2009). Maka dari itu, kriteria

pemilihan aitem dalam menggunakan aitem menggunakan batasan rix >0,30.

Seleksi aitem perlu dilakukan untuk melihat dan menentukan aitem

yang baik dan aitem yang buruk dalam penelitian ini. Seleksi item dilakukan

dengan melihat daya diskriminasi aitem, yaitu sejauh mana aitem mampu

membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang

tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2007). Dalam prosedur seleksi

aitem, aitem dapat dikatakan memuaskan (dapat diterima) dalam penelitian

apabila aitem memiliki koefisien korelasi (rix) >0,300. Apabila aitem memiliki

nilai 0,250-0,299 maka aitem tersebut dapat dipertimbangkan untuk lolos

seleksi dengan pertimbangan aitem yang memiliki nilai >0,300 terbatas. Dan,

aitem dengan nilai <0,249 tidak disarankan untuk lolos seleksi (Periantalo,

(60)

Uji coba skala dilakukan di Kota Yogyakarta pada tanggal 28 Maret

2016 sampai pada tanggal 3 Mei 2016. Peneliti menyebar skala kepada istri

suku Jawa yang memiliki usia perkawinan minimal 2 tahun, tinggal bersama

dengan suami dan memiliki anak. Terdapat 60 skala yang disebar oleh

peneliti tetapi peneliti hanya menggunakan 50 karena 10 skala dianggap

gugur karena ada yang tidak mengisi pernyataan secara lengkap.

Dari 42 aitem skala komunikasi yang efektif, 35 aitem yang dinyatakan

sahih dan 7 aitem lainnya yang digugurkan karena memiliki rix < 0,30.

Sedangkan pada aitem kepuasan perkawinan dari 36 aitem terdapat 20 aitem

yang dinyatakan sahih dan 16 aitem yang yang harus digugurkan karena

(61)

Tabel.3

Tabel Distribusi Aitem Skala Komunikasi yang Efektif (Setelah Seleksi

Aitem)

Aspek dan Indikator Sebaran Aitem Jumlah

Aitem

Favorable Unfavorable

Positivity 2, 5, 8 6, 20 5

Openness 1, 24 7, 23, 30 5

Asurancess 4, 15, 22 26, 41 5

Social Networking 10, 27, 31 11, 16, 35 6

Sharing 9, 18, 28 12 4

Conflict Management 13, 33, 38 17, 29 5

Advice 34, 40 32, 36, 39 5

Gambar

Gambar 2. Histogram Variabel Kepuasan Perkawinan……………………... 49
Tabel Distribusi Aitem Skala Komunikasi yang Efektif
Tabel.2 Tabel Distribusi Aitem Skala Kepuasan Perkawinan
Tabel Distribusi Aitem Skala Komunikasi yang Efektif (Setelah Seleksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

PESERTA YANG MENDAPATKAN

Bakteri mikroaerob yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya sedikit oksigen tetapi dalam konsenterasi yang

1) Pasal 160 ayat (3) KUHAP saksi harus mengucapkan sumpah atau janji (sebelum memberikan keterangan). 2) Keterangan saksi harus mengenai peristiwa pidana yang saksi

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Seni dan Desain. © Awit Gending Adriani 2016

Vis, Gideon Kusuma, Ir, Meng, Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang, Erlangga Jakarta, 1994,

Dari hasil yang didapatkan pada pengujian validasi diketahui bahwa purwarupa sistem rumah cerdas yang dibangun dengan menggunakan Kura framework dapat memenuhi semua

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui cakupan pengendalian pemantapan mutu eksternal pemeriksaan mikroskopis TB dengan metode Lot Quality Assurance System (LQAS). Metode

peubahnya tidak memuat eksponensial, trigonometri  (seperti  sin ,  cos