• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: GREBEG GETHUK : Sebuah Kajian Budaya T1 152009029 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: GREBEG GETHUK : Sebuah Kajian Budaya T1 152009029 BAB IV"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

25 BAB IV

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kota Magelang

1. Letak Geografis dan Batas Wilayah Kota Magelang

Kota Magelang merupakan salah satu kota di wilayah Provinsi Jawa Tengah dengan posisi strategis tepat di tengah Pulau Jawa dan di persilangan jalur transportasi utama Semarang-Yogyakarta. Posisi Magelang berada 75 kilometer di sebelah selatan Semarang dan 43 kilometer sebelah utara Yogyakarta. Kota Magelang juga terletak pada jalur ekonomi Semarang-Yogyakarta-Purworejo dan jalur wisata Yogyakarta-Borobudur-Kopeng-dataran tinggi Dieng.

Kota Magelang merupakan salah satu daerah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang terletak ditengah-tengah wilayah Kabupaten Magelang. Secara geografis terletak antara 110o12’ 30” dan 110o 12’ 52” Bujur Timur dan antara 7o

26’ 18” dan 7o 30’ 9” Lintang Selatan. Secara administratif, Kota Magelang

dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Magelang, dengan batas-batas yaitu Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang.

(2)

26 permukaan laut dengan kemiringan berkisar antara 5%-45% (Badan Pusat Statistik Kota Magelang dalam angka 2012).

2. Luas Wilayah Kota Magelang

Kota Magelang mempunyai luas wilayah 18.120 km2, dengan persebaran Kecamatan Magelang Utara 6.128 km2, Kecamatan Magelang Selatan 6.888 km2, dan Kecamatan Magelang Tengah 5.104 km2. Dari 17 kelurahan di Kota Magelang, rata-rata setiap kelurahan memiliki luas wilayah kurang dari 2 kilometer persegi. Kelurahan Jurangombo Selatan adalah kelurahan paling luas, sedangkan untuk kelurahan Panjang merupakan kelurahan paling kecil wilayahnya.

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Magelang dalam angka 2012

Kecamatan/Kelurahan Luas/Area Persentase

Magelang Selatan 6.888 38.01

Magersari 0.433 2.39

Rejowinangun Selatan 1.377 7.60

Jurangombo Utara 0.575 3.17

Jurangombo Selatan 2.264 12.49

Tidar Utara 0.97 5.35

Tidar Selatan 1.269 7.00

Magelang Tengah 5.104 28.17

Rejowinangun Utara 0.993 5.48

Kemirirejo 0.88 4.86

Cacaban 0.826 4.56

Magelang 1.246 6.88

Panjang 0.345 1.90

Gelangan 0.814 4.49

Magelang Utara 6.128 33.82

Wates 1.173 6.47

Potrobangsan 1.299 7.17

Kedungsari 1.334 7.36

Kramat Utara 0.864 4.77

Kramat selatan 1.458 8.05

(3)

27 3. Keadaan Wilayah dan Iklim

Iklim dan keadaan alamnya sama dengan kota-kota di Pulau Jawa atau Indonesia pada umumnya. Curah hujannya rata-rata antara 1.000-3.000 milimeter per tahun, sehingga cukup menunjang kesuburan tanahnya. Suhu udara rata-rata berkisar antara 18oC-32oC. Letaknya yang dekat dengan gunung Merapi serta Gunung Merbabu, dan persis di bawah lembah Bukit Tidar, membuat kota ini berhawa sejuk dan nyaman dibandingkan dengan kota-kota di sekitarnya.

Wilayah Kota Magelang merupakan lahan yang subur, karena diapit oleh pegunungan. Tanahnya merupakan jenis tanah ledok atau “kom” yang sangat cocok untuk perembesan, penyimpanan dan penampungan air yang berasal dari sungai maupun hujan. Sehingga hal tersebut dapat menjadikan pertanian maupun perkebunan cukup berkembang untuk semua jenis tanaman maupun bahan pangan (Ensiklopedia Nasional Indonesia, 2004:23).

4. Data Penduduk Kota Magelang berdasarkan Agama

Sebagian besar penduduknya memeluk agama Islam, Selebihnya adalah pemeluk Katholik, Kristen, Budha dan Hindu.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Magelang dalam angka 2012

Agama Kelurahan Magelang Jumlah Total

Selatan Tengah Utara

Islam 35.856 33.747 31.220 100.823

Kristen 2.797 6.052 2.392 11.241

Katholik 1.252 2.762 2.082 6.096

Hindu 34 59 42 135

Budha 116 296 20 432

Konghuchu 27 25 3 55

(4)

28 5. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Magelang

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Magelang dalam angka 2012 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Magelang dalam angka 2012

Kecamatan/Kelurahan Jumlah Penduduk Kepadatan

Penduduk

L P L+P

Magelang Selatan 20.230 19.858 40.088 5.820

Magersari 3.788 3.984 7.772 3.433

Rejowinangun Selatan 3.798 3.867 7.665 13.330 Jurangombo Utara 1.852 1.958 3.810 2.767 Jurangombo Selatan 4.359 3.352 7.711 17.808

Tidar Utara 3.723 3.907 7.630 6.013

Tidar Selatan 2.710 2.790 5.500 5.670 Magelang Tengah 20.898 22.056 42.954 8.416 Rejowinangun Utara 5.158 5.201 10.359 11.772

Kemirirejo 2.735 2.641 5.016 6.073

Cacaban 3.778 3.812 7.590 6.091

Magelang 3.331 3.623 6.954 20.157

Panjang 2.685 3.056 5.741 7.053

Gelangan 3.571 3.723 7.294 7.345

Magelang Utara 17.484 18.279 35.763 5.836

Wates 3.888 4.135 8.023 6.176

Potrobangsan 4.282 4.516 8.798 6.984

Kedungsari 3.419 3.559 6.978 5.231

Kramat Utara 2.856 2.713 5.569 6.446 Kramat selatan 3.575 3.728 7.303 5.009

Jumlah 58.612 60.193 118.805 6.557

Kelompok Umur Jumlah Penduduk Jumlah Total

L P

0 – 10 9.172 8.691 17.863

10 – 20 10.110 9.987 20.097

20 – 30 9.803 8.798 18.601

30 – 40 9.007 9.188 18.195

40 – 50 4.852 9.524 14.376

50 – 60 6.768 6.950 13.718

60 – 70 3.112 3.838 6.950

70 + 2.188 3.217 5.405

(5)

29 7. Mata Pencaharian Kota Magelang

Berdasarkan catatan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Magelang, menurut mata pencaharian, jumlah buruh/karyawan di Kota Magelang mencapai 122.211 jiwa (94,33 persen) dari jumlah penduduk keseluruhan. Presentase terbesar dari buruh/karyawan berturut-turut adalah bekerja disektor lai-lain 51,36 persen, buruh industri 18,88 persen dan pengusaha 10, 44 persen (Badan Pusat Statistik Kota Magelang dalam angka 2012).

8. Luas Tanam, Panen, Produksi dan rata-rata Produksi Tanaman Bahan Makanan

Jenis Tanaman Luas Tanaman Luas Panen Produksi Rata-rata

Padi 550,00 551,00 3.131,96 56,98

Jagung 2,00 3,00 19,50 16,25

Singkong 7,00 9,00 126,00 70,00

Kedelai - - - -

Kacang hijau - - - -

Kacang Tanah - - - -

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Magelang dalam angka 2012.

Demikian gambaran umum Kota Magelang dalam aspek kehidupan masyarakat dan segala aktifitas.

B.Sejarah Gethuk Magelang

(6)

30 Jawa Timur, Papua dan Sumatra. Singkong memiliki banyak nama daerah, antara lain adalah telo rambat( Jawa Tengah dan Jawa Timur), huwi bolet (Jawa Barat).

Untuk syarat tumbuh ketela pohon atau singkong ini dapat hidup tanpa memilih jenis tanah. Namun demikian, kondisi tanah yang ideal bagi pertumbuhannya berada di daratan rendah kurang lebih 500 meter di atas permukaan laut. Untuk penyebaran dan memperbanyak ketela pohon atau singkong ini sangat mudah yaitu dengan stek pucuk dan stek batang serta bisa juga tunas umbi yang disemai secara khusus.

Ketela pohon atau singkong dapat dikatakan varietas unggul apabila memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Berdaya hasil atau berproduksi tinggi,

2. Bersifat genjah ”memberi hasil” yaitu antara 3-4bulan setelah tanam, 3. Berasa enak dan manis,

4. Tahan terhadap hama wereng atau penyakit kudis, 5. Mengandung serat yang relatif rendah.

Syarat tumbuh singkong ini sangat cocok di daerah Magelang dengan melihat keadaan wilayah di Magelang. Yang nantinya menjadi bahan dasar untuk pembuatan gethuk. Makanan yang selama ini sebagian banyak orang dianggap sebagai “makanan kampungan”, padahal memiliki nilai histori bagi masyarakat Magelang.(Lies Suprapti, 2003:13).

(7)

31 lokal. Diantara sekian banyak perubahan sosial yang dialami masyarakat Jawa selama masa pendudukan itu, yang paling menonjol adalah perubahan masyarakat desa. Ketika Jepang mulai menduduki Jawa dalam Perang Dunia II, salah satu tujuannya adalah memperoleh sumber-sumber pangan yang memungkinkan mereka meneruskan operasi militer selanjutnya, serta memelihara daerah yang telah dikuasai di Asia Tenggara. Di Jawa yang masyarakatnya merupakan masyarakat penghasil beras, yang setiap tahunnya menghasilkan beras yang cukup melimpah, penting untuk mensuplai kebutuhan militer. (Taufik Abdullah, 1988:86).

Hal-hal yang diberlakukan dalam pemerintah Jepang adalah bahwa kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang. Maka, seluruh potensi sumber daya alam dan bahan mentah Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, bank, dan perusahaan penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkalai akibat titik berat kebijakan difokuskan pada ekonomi dan industri perang. Kondisi tersebut menyebabkan produksi pangan menurun dan kelaparan serta kemiskinan meningkat drastis. Sulitnya pemenuhan kebutuhan pangan semakin terasa bertambah berat pada saat rakyat juga merasakan penggunaan sandang yang amat memprihatinkan. (Hendri F. Isnaeni, 2008:37)

(8)

32 Indonesia. Persoalan lain berdampak pada aspek lain seperti perhatian pada kebutuhan pemenuhan pangan masyarakat di tingkat lokal. Beberapa tempat memanfaatkan persediaan pangan penduduk untuk memenuhi kebutuhan logistik selama masa ini.

Seperti diketahui bahwa pada masa periode 1940-an tidak hanya kondisi politik, tetapi juga kondisi sosial ekonomi tidak stabil, kelaparan terjadi di seluruh Indonesia, tidak terkecuali Jawa yang dikenal sebagai lumbung beras, salah satu Magelang. (Sri Margana, 2009:131)

Sebelum terkenal seperti saat ini, Gethuk di Magelang memiliki sejarah tersendiri. Dari cerita yang berkembang, konon cikal bakal gethuk Magelang sudah ada sejak zaman penjajahan Jepang. Kala itu, seorang warga Desa Karet bernama Ali Mohtar memulai pertama kali membuat gethuk. (Suara Merdeka, 18 September 2011).

(9)

33 orang dan disebut dengan nama Gethuk Gondok karena pada saat itu mbah Ali menderita penyakit gondok.

Peralatan untuk membuat gethuk gondok seperti lesung, alu untuk menumbuk, dan kukusan. Untuk pewarnanya pun menggunakan gula merah atau gula jawa untuk penghasil warna cokelat yang alami. Selain getuk warna-warni, gethuk gondok dalam bentuknya yang asli, yaitu bulat-bulat berwarna putih (Sri Rahayu, 10 November 2012).

Gula merah atau gula Jawa biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan. Bunga (mayang) yang belum mekar diikat kuat (kadang-kadang dipres dengan dua batang kayu) pada bagian pangkalnya sehingga proses pemekaran bunga menjadi terhambat. Sari makanan yang seharusnya dipakai untuk pemekaran bunga menumpuk menjadi cairan gula. Mayang membengkak. Setelah proses pembengkakan berhenti, batang mayang diiris-iris untuk mengeluarkan cairan gula secara bertahap. Cairan biasanya ditampung dengan timba yang terbuat dari daun pohon palma tersebut. Cairan yang ditampung diambil secara bertahap, biasanya 2-3 kali. Cairan ini kemudian dipanaskan dengan api sampai kental. Setelah benar-benar kental, cairan dituangkan ke mangkok-mangkok yang terbuat dari daun palma dan siap dipasarkan. ( http://id.wikipedia.org/wiki/Gula_merah)

(10)

34 1. Untuk bahan-bahannya antara lain air untuk mengukus, singkong yang

sudah dikupas dan dipotong-potong, gula pasir/gula merah, garam dapur, buah kelapa yang sudah diparut parut dan kukus.

2. Untuk pewarnaan gethuk

Untuk getuk yang berwarna putih maka memakai gula pasir, untuk warna merah menggunakan gula merah.

3. Cara membuat gethuknya

a. Singkong dikupas kulitnya, kemudian dicuci bersih dan dipotong-potong sekitar 5 cm.

b. Kukus singkong sampai matang. Kira-kira dikukus selama 1,5 jam atau di stem selama 2,5 jam. Setelah matang singkong dimasukkan ke tempat penumbuk lalu menggunakan arit untuk memisahkan serat-serat yang ada pada singkong yang masak tersebut sehingga serat-serat terpisah semua. Kemudian diangin-anginkan sampai uapnya hilang.

c. Campur singkong dengan sedikit garam-gula. Hancurkan sampai lumat sesuai warna apa yang akan dibuat.

d. Sajikan hangat dengan taburan parutan kelapa. C.Grebeg Gethuk

(11)

35 cagar budaya yang bukan hanya simbol-simbol tetapi pembuktian untuk pembuatan peristiwa besar di Kota Magelang. (Gepeng Nugroho, 5 Mei 2012)

Grebeg Gethuk ini merupakan ide dari Canting Margono, yang merupakan konseptor dari Grebeg Gethuk itu sendiri. Canting Margono bersama dengan Gepeng Nugroho merindukan sebuah image seperti di Jogja ada Sekaten, Labuhan, dll. Maka merekalah memiliki ide untuk menciptakan acara Grebeg Gethuk untuk mengisi peringatan hari jadi Kota Magelang. Dipilih gethuk karena gethuk merupakan makanan khas kota Magelang yang terbuat dari bahan dasar ketela pohon. Gunungan gethuk disusun sedemikian rupa sebagai simbol kota ini. Dalam konsepnya setiap acara Grebeg Gethuk akan ada hiburan-hiburan seperti tarian-tarian khas Magelang. Namun untuk hiburan-hiburan pengisi tersebut tidaklah dipakemkan dari tahun ketahun.

Gunungan dalam Grebeg Gethuk ini tidak selalu pakem berbentuk “Water Torn dan Gunung Tidar” saja, akan tetapi berubah-ubah menurut kreasi kesenian masing-masing tahun. Namun, untuk beberapa tahun belakangan ini masih berpedoman dengan bentuk gunungan laki-laki dan perempuan. Memang Grebeg Gethuk merupakan produk baru. Acara Grebeg Gethuk ini merupakan ungkapan syukur masyarakat pada zaman sekarang dan juga panjang umurnya Kota Magelang dari tahun 907, sehingga untuk Grebeg Gethuk ini diikuti dengan acara-acara hiburan budaya. (Condro Bawono, 3 November 2012).

(12)

36 pemerintah dan masyarakat yang dinamis serta dekat, bersinergi untuk bersama-sama melakukan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan. (Suara Merdeka, 12 April 2010).

D.Tujuan diadakan Grebeg Gethuk

Tujuan utama penyelenggaraan Grebeg Gethuk dan sajian-sajian seni budaya di Alun-alun adalah menghibur masyarakat Magelang dengan personel

dan sumberdaya lokal Magelang (yang merupakan prinsip “Dari Warga Magelang

Untuk Warga Magelang). Artinya sebisa mungkin tidak perlu melibatkan personel dan sumberdaya dari luar Magelang. (DKKM, 2011)

E.Waktu Pelaksanaan Grebeg Gethuk

Grebeg Gethuk ini dilaksanakan satu tahun sekali yaitu bulan April, diadakan pada hari Minggu dengan mempertimbangkan hari libur sehingga sebagian masyarakat bisa mengikuti dan menikmatinya. Adapun dipilih bulan April karena bulan dimana Kota Magelang merayakan Hari Jadi Ulang Tahunnya, sehingga kegiatan Grebeg Gethuk ini dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat. Kegiatan ini dilaksanakan di Alun-Alun dan Masjid Agung.

F. Jalannya Prosesi Grebeg Gethuk

(13)

37 sebelum hari H. Selain itu seting sound-system, seting lokasi, dan persiapan lain juga dilakukan oleh pihak panitia. Kira-kira pukul 08.00 WIB Grup Tari “Laskar Tidar”, Group “Orkes Kluntung Topeng Ireng”, Grup Tari “Undhuk” , Grup

“Sendratari Mantyasih”, Grup Karawitan Pengiring “Sendratari Mantyasih”, Tim

Palawija 17 kelurahan menempatkan diri di tempat yang sudah disediakan untuk mengisi hiburan-hiburan dalam rangkaian Grebeg Gethuk. Tidak lupa juga ada tim Gunungan Gethuk di Masjid Agung yang terdiri dari Sanggar Roro Jongrang, Sanggar Lagrangan, Sanggar Kokab Budaya, yang kemudian dilanjutkan dengan serah terima dan adaptasi pengusungan Gunungan Gethuk antara tim pembuat dan pengusung.

1. Sebelum Upacara

(14)

38 Alunan musik ritmis yang tercipta akan menyatu dengan gerak dan teriakan para penari sehingga pertunjukan Topeng Ireng terlihat atraktif, penuh dengan kedinamisan dan religiusitas.

Setelah para tamu undangan hadir maka ditampilkan Tari “Laskar Tidar”

sebagai tarian “Selamat Datang”. Tari “Laskar Tidar” sebuah kreasi tarian hasil

kegiatan ektrakurikuler tari SMA Negeri 2 Magelang. Setelah Tarian “Laskar Tidar” selesai maka upacara akan segera dimulai.

2. Prosesi Upacara

Acara dalam Grebeg Gethuk ini menggunakan bahasa jawa dan menggunakan pakaian adat jawa. Setelah acara dimulai dan aba-aba hingga laporan selesai maka ada pembacaan “Ringkesan Carios Ari Madeging Kitha

Magelang” yang kemudian dilanjutkan dengan pembacaan “Tanggap Warsa

Pengetan Adeging Kitha Magelang” oleh Walikota.

“Hari Jadi Magelang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota

Magelang Nomor 6 Tahun 1989. Ditetapkan tanggal 11 April 907 Masehi berdasarkan peresmian daerah perdikan yang menjadi cikal bakal Kota Magelang. Daerah perdikan yang dimaksud adalah Desa Mantyasih Desa Meteseh di Kelurahan Magelang. Mantyasih sendiri memiliki arti beriman dalam Cinta Kasih. Di kampung Meteseh saat ini terdapat sebuah lumpang batu yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan Sima atau Perdikan.

Ada tiga sumber yang dapat digunakan untuk melacak hari jadi tersebut, yaitu Prasasti Poh, Prasasti Gilikan, Prasasti Mantyasih I. Ketiga prasasti tersebut tertulis diatas lempeng tembaga, atau sering disebut prasasti tembaga. Prasasti Poh dan Prasasti Mantyasih I ditulis pada zaman Mataram Hindu, khususnya pada masa pemerintahan Raja Watukara Dyah Balitung (898-910 M).

(15)

39 Begitulah Magelang, yang kemudian berkembang menjadi kota selanjutnya menjadi Ibukota Karesidenan Kedu dan juga pernah menjadi Ibukota Kabupaten Magelang. (Suara Merdeka, 11 April 2006).

Setelah pembacaan selesai maka Doa yang kemudian dilanjutkan dengan laporan dan penghormatan pasukan upacara sebagai tanda bahwa upacara selesai. Masih dalam suasana upacara maka acara dilanjutkan dengan penampilan “Tari

Undhuk” kolosal yang merupakan tarian khas Kota Magelang dan dilanjutkan

dengan tarian “Sendratari Mantyasih” yang merupakan cerita dari “Dumadine Kutha Magelang” (Hari Jadi Kota Magelang) yang kemudian diikuti keluarnya gunungan palawija dari 17 kelurahan yang ada di kota Magelang.

Kira-kira pukul 10.45 WIB sementara gamelan terus berbunyi yang dibarengi narasi dalang dan tembang-tembang maka arak-arakan Gunungan Gethuk akan segera dimulai dan personel “Wadyabala Jin Tidar” (Pasukan Jin dari Tidar) mulai bergerak dari Masjid Agung, menyibakkan penonton, membuka

jalan bagi Gunungan Gethuk. “Wadyabala Jin Tidar” ini menggambarkan

keberingasan dan kejorokan para Jin Tidar pada zaman sebelum kedatangan Syekh Subakir. Perjalanan pengusung Gunungan Gethuk dari Masjid Agung memasuki Alun-alun. Dan ketika sudah ada perintah untuk masyarakat dengan kalimat,“Saking kersa lan pangestuning Gusti Ingkang Maha Agung, Para

Kawula Kutha Magelang, Ayo gethuke digrebeg!”. (Atas berkat dan rahmat

Tuhan Yang Maha Agung, mari kita nikmati gethuk bersama-sama!).

Maka gamelan dimainkan dengan irama rancak meriah dan masyarakat “merayah” (merebut) gunungan gethuk dan palawija tersebut. Dalam beberapa

(16)

40 3. Sesudah Upacara

Setelah rebutan gunungan dan palawija selesai maka semua musik dan bunyi-bunyian berhenti bahwa masih ada rangkaian acara “prosesi kirab budaya” yang merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari Grebeg Gethuk yang semuanya dilakukan selama satu hari sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat Kota Magelang. Rute prosesi kirab budaya tersebut dari lapangan Rindam IV dan berjalan melewati pertigaan Poncol, kemudian perempatan CPM dan berhenti sejenak memberikan pengormatan di panggung penghormatan Alun-alun sisi Timur yang dilanjutkan melewati sepanjang Jl. Pemuda, Jl. Tidar, Jl. Tentara Pelajar dan sampai di Alun-alun sisi Barat. Dalam kirab Budaya ini diikuti oleh lembaga-lembaga di Kota Magelang terutama pendidikan formal setingkat TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi yang ada di Kota Magelang.

G.Makna Gethuk dalam Grebeg Gethuk

Sebagai masyarakat Jawa tentu saja kita tidak lepas dari kebiasaan-kebiasaan atau istilahnya simbol di masing-masing daerah yang sekiranya dipercaya para warga masyarakat sejak nenek moyang kemudian masih saja dilaksanakan hingga sekarang.

Magelang sudah terlebih dahulu memiliki sebuah cerita, hasil produksi yaitu

“Gethuk”. Gethuk adalah makanan tradisional yang terbuat dari singkong. Gethuk

(17)

41 Dari hal kebersamaan, kerakyatan, kemasyarakatan, dan merupakan barang sederhana dapat diartikan bahwa dari semua golongan, tua muda, kaya miskin, berbagai agama, tinggi rendah, laki perempuan semuanya bersama-sama mengenal gethuk karena merakyat dari dari dahulu hingga masa sekarang ini.

Kini jaman telah berubah dan berkembang, namun acara Grebeg Gethuk ini diangkat sebagai ikon kota Magelang. Dengan adanya berbagai makna yang ternyata sangat berguna pada masa sekarang, tahapan dan kehidupan yang terjadi pada masa lalu dijadikan sebuah ide untuk melakukan kegiatan di masa sekarang. Namun pada masa sekarang, Grebeg Gethuk Kota Magelang tahun ini tidak dilaksanakan persis layaknya pada tahun upacara sebelumnya yang pernah dilaksanakan. Walaupun demikian, makna dan inti Grebeg Gethuk ini tetap tidak berubah.

Filosofi gethuk sendiri sehingga menjadi acara Grebeg Gethuk ini juga dapat dimaknai sebagai kegiatan untuk menjalin tali silaturahmi antara warga Kota Magelang dengan sesama warga, warga kota lain, atau bahkan negara lain yang datang untuk menyaksikan kegiatan ini, maupun dengan Pemerintah Kota. Selain itu, pada masa sekarang, Grebeg Gethuk ini juga digunakan sebagai sarana promosi Kota Magelang karena sudah dijadikan salah satu aset pariwisata Kota Magelang. Sehingga, Grebeg Gethuk kini memiliki makna lain yang tidak menghilangkan makna awal, yakni sebagai sarana silaturahmi, wisata budaya, dan sarana promosi Kota Magelang.

(18)

42 tidak ada gunanya kini memiliki nilai yang lebih, diantaranya ; nilai sosial, sebagai sarana silaturahmi antar warga, dan warga dengan Pemerintah ; nilai ekonomi, pasar rakyat dapat digunakan warga (pedagang) untuk mencari penghasilan, sebagai ajang promosi Kota Magelang.

H. Nilai yang Terkandung dalam Grebeg Gethuk

Nilai-nilai yang terkandung dalam pelaksanaan Grebeg Gethuk dapat dilihat dalam beberapa aspek, diantaranya ialah :

1. Nilai dalam Kehidupan Sosial

Dalam acara Grebeg Gethuk ini diikuti oleh semua warga dan semua kalangan. Berbagai kalangan saling membantu dan mendukung kegiatan Grebeg Gethuk yang diadakan setahun sekali. Baik dari pemerintah, instansi, sekolah mereka ikut serta dalam acara ini. Sehingga dengan adanya Grebeg Gethuk ini kehidupan masyarakat Magelang diwarnai oleh sikap solidaritas warganya, karena situasi sosial menuntut perlunya sikap kebersamaan dalam menghadapi tantangan hidup. Gotong royong, kebersamaan dan kemasyarakatan sesuai dengan makna Gethuk sangat relevan jika dilakukan dalam acara ini. Pelaksanaan upacara Grebeg Gethuk merupakan kegiatan yang selalu mengedepankan sikap maupun perilaku gotong royong, kebersamaan tanpa memandang agama, status sosial, pendidikan, dsb. Hal ini dapat dibuktikan dalam pelaksanaan atau penyelenggaraan upacara ini semua warga masyarakat dengan antusias mengikuti jalannya upacara.

(19)

43 disepanjang acara berlangsung, semua dilakukan secara bersama baik dalam tingkat persiapan maupun pelaksanaan. Semua sesi dilakukan oleh dan untuk tujuan bersama. Masyarakat setempat maupun dari luar daerah banyak yang berdatangan mengunjungi acara Grebeg Gethuk ini walaupun tidak diundang. Rasa solidaritas yang dalam dan kuat, menjadikan kegiatan menjadi semarak.

Dengan demikian jelas bahwa Grebeg Gethuk ini mengandung nilai sebagai pemersatu atau jembatan antara masyarakat untuk menjalin suatu hubungan sosial yang dapat menumbuhkan persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Nilai dalam Kehidupan Beragama

Dalam acara Grebeg Gethuk ini diikuti oleh semua warga dan semua kalangan. Berbagai agama saling membantu dan mendukung kegiatan Grebeg Gethuk yang diadakan setahun sekali. Peserta maupun yang datang dalam acara ini tidak memandang agama. Walaupun mayoritas masyarakat Kota Magelang beragama Islam, akan tetapi dalam menjalani kegiatan Grebeg Gethuk tidak membeda-bedakan satu dan lainya. Masyarakat Kota Magelang dapat hidup rukun dan berdampingan saling tolong menolong. Kehidupan beragama di Kota Magelang berjalan baik saling menghargai perbedaan, satu dengan yang lainnya, menghormati dan menjaga tali silaturahmi bahkan dalam menyambut Grebeg Gethuk sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan.

(20)

44 kebersamaan dapat terwujud dan masyarakat dapat hidup dengan tenang dan damai.

3. Nilai dalam Kehidupan Ekonomi

Dampak yang ditimbulkan dengan adanya Grebeg Gethuk ini kehidupan ekonomi masyarakat yang ikut berjualan maka pendapatannya meningkat. Para masyarakat yang sebagian usaha menjual makanan dan minuman bagi pengunjung merasa senang dan bersyukur dengan adanya acara Grebeg Gethuk ini. Selain masyarakat Kota Magelang sendiri yang berjualan, ada juga masyarakat dari luar Kota Magelang yang datang untuk berjualan yang sudah mengetahui jauh-jauh hari akan adanya Grebeg Gethuk. Dengan demikian adanya Grebeg Gethuk ini bagi masyarakat Kota Magelang dan masyarakat pada umumnya, mempunyai peranan yang besar dalam menunjuang perekonomian.

4. Nilai dalam Bidang Pendidikan

(21)

45 dapat mendidik masyarakat termasuk para pelajar untuk memahami nilai-nilai kerukunan, kebersamaan dan kemasyarakatan yang dapat memupuk persatuan dan kesatuan.

5. Nilai dalam Bidang Wisata

Pelaksanaan Grebeg Gethuk di tahun 2012 ini peserta dan pengunjung total lebih dari ribuan warga. Hal ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat setempat dan perlu diketahui dihadiri oleh tamu-tamu undangan dari dinas-dinas yang ada di Kota Magelang. Dengan adanya peserta yang melimpah ini masyarakat Kota Magelang berkeinginan dan berharap agar acara Grebeg Gethuk tetap dilestarikan dan dikembangkan sehingga dapat menjadi daya tarik wisata.

Dari rangkaian acara Grebeg Gethuk ini terdapat nilai yang dapat diambil dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu dapat diambil suatu makna yaitu :

a. Dapat memberikan motivasi kepada masyarakat agar tetap mengingat makanan tradisional karena walaupun barang sederhana tetapi memiliki nilai history yang tinggi.

b. Mempertebal keimanan kepada Tuhan untuk selalu ingat dan bersyukur atas berkah yang diberikan.

c. Memupuk rasa persaudaraan antar anggota masyarakat.

(22)

46 e. Memupuk rasa persatuan dan kesatuan dengan tanpa memandang agama,

kedudukan, kekayaan, pendidikan dan sebagainya. I. Persepsi Masyarakat dengan adanya Grebeg Gethuk

Kenyataan bahwa banyak kebudayaan bertahan dan berkembang menunjukan bahwa kebiasaan yang dikembangkan oleh suatu masyarakat, hal itu karena disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan tertentu dari lingkungan. Hal ini tidak mengherankan, karena kalau sifat-sifat budaya tidak disesuaikan kepada beberapa keadaan tertentu, kemungkinan masyarakat untuk bertahan akan berkurang. Tiap-tiap adat meningkatkan ketahanan suatu masyarakat dalam lingkungan tertentu merupakan adat yang dapat disesuaikan. Pada umumnya kebudayaan dikatakan bersifat adaptif, karena kebudayaan melengkapi manusia dengan cara penyesuaian diri pada kebutuhan fisik dan rohani manusia serta penyesuaian lingkungan yang bersifat fisik geografis maupun pada lingkungan sosialnya.(Ihromi, 1980: 28)

(23)

47 kedepannya agar mendapat berkah dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat.

Tak hanya orang dewasa namun juga anak-anak dan para orang tua lanjut usia turut berdesak- desakan dan berebut. Tidak jarang bahkan di antara mereka terpaksa harus jatuh bangun meskipun akhirnya hanya sedikit bagian yang bisa diperolehnya. (Seputar Indonesia, 16 April 2012 hal 16).

Grebeg Gethuk ini merupakan salah satu wujud kearifan lokal yang mengandung filosofi kehidupan. Dalam setiap kegiatan yang dilakukan, manusia harus senantiasa bersahabat dan menghargai alam karena alam yang terjaga dengan baik merupakan sumber kesejahteraan hidup. Dan atas semua yang telah diraihnya, manusia harus menyadari bahwa semua adalah karunia dari Tuhan dan sudah selayaknya untuk mengucap syukur dan menjaga harmonisasi kehidupan (Marjuni, 15 April 2012).

Pemerintah memang belum optimal melakukan pencatatan terhadap warisan budaya. Bahkan pelestarian budaya di masing-masing daerah masih sangat memprihatinkan. Untuk itu, ada baiknya Grebeg Gethuk ini agar tetap dilestarikan karena dapat memberi wawasan yang luas tentang Magelang terhadap masyarakat Magelang khususnya.(Satria, 13 Januari 2013)

(24)

48 Prosesi ini memang yang ditunggu-tunggu, sebab bisa ramai-ramai berkumpul di Alun-alun bersama teman-teman berebut gethuk dan hasil bumi dan hanya diselenggarakan setahun sekali. Gethuknya juga benar-benar bisa dimakan oleh masyarakat dan tidak merupakan replika saja walaupun bentuknya sangat besar (Apri, 15 April 2012).

Meskipun dalam acara Grebeg Gethuk sudah disediakan makanan gethuk yang diperebutkan warga namun, dengan adanya acara Grebeg Gethuk ini dapat memberi makan para pencari rejeki terutama pedagang yang berjualan ketika acara Grebeg Gethuk ini tetap selalu diadakan. (Tatwa Adhika, 17 November 2012).

Referensi

Dokumen terkait

Konsumen dari kota Salatiga sendiri masih cenderung sedikit, maka dari itu untuk meningkatkan daya tarik konsumen baik dalam maupun luar kota butik ini perlu

JKT48 Surakarta adalah salah satu fanbase yang berasal dari

Menjalin dan menjaga relasi yang baik dengan orang lain juga menjadi catatan penting untuk membuat sebuah resital yang sukses, karena melibatkan banyak pihak yang

“ Acara Grebeg Sudiro ini penting, karena dapat merekatkan antara kebudayaan Jawa dan budaya Tionghoa, merupakan sebuah jembatan emas dengan memecah kebisuan yang ada

“ Terbukti dengan Pemkot Solo langsung mendaulat Grebeg Sudiro sebagai acara agenda tahunan yang terjadwal di kalender event Dinas Kepariwisataan Kota Surakarta ” 4 , ujar

pelajaran tersebut dapat dikuasai dengan baik, karena banyak orang dapat. bermain musik dengan sangat baik namun belum tentu orang

yang mempermudah kembali ke menu awal. Lambang yang terlalu kecil dan tidak adanya filosofi Kota Salatiga juga menjadi salah satu kekurangan website tersebut. Berdasarkan

melaksanakan sebuah resital, dibutuhkan persiapan yang sangat matang.. terhadap penguasaan materi yang akan