• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802007058 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802007058 Full text"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH SEPTIYANTO

802007058

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Septiyanto

NIM : 802007058

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hak bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royalty freeright) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

GAMBARAN REAKSI PENYESUAIAN TUJUAN IMAM DAN MANTAN IMAM KATOLIK

Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalihmedia/mengaliformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Septiyanto

NIM : 802007058

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :

GAMBARAN REAKSI PENYESUAIAN TUJUAN IMAM DAN MANTAN IMAM KATOLIK

Yang dibimbing oleh:

1. Jusuf Tj. Purnomo, MA., Psi. 2. Rudangta A. Sembiring, M.Psi.

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 29 Juni 2015 Yang memberi pernyataan,

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

GAMBARAN REAKSI PENYESUAIAN TUJUAN IMAM DAN MANTAN IMAM KATOLIK

Oleh Septiyanto 802007058

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui Pada Tanggal: 29 Juni 2015

Oleh:

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Jusuf Tj. Purnomo. MA., Psi. Rudangta A. Sembiring, M.Psi.

Diketahui oleh, Disahkan oleh,

Kaprogdi Dekan

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(7)

GAMBARAN REAKSI PENYESUAIAN TUJUAN

IMAM DAN MANTAN IMAM KATOLIK

Septiyanto

Jusuf Tj. Purnomo Rudangta A. Sembiring

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran reaksi penyesuaian tujuan antara Imam Katolik dengan mantan Imam Katolik. Subjek penelitian hanya terdiri dari beberapa Imam dan beberapa mantan Imam Katolik. Dalam penelitian ini, alat ukur yang dipergunakan adalah aspek penyesuaian tujuan dari Miller, et al. (2003). Teknik sampling yang dipergunakan adalah teknik snowballsampling. Hipotesisnya adalah terdapat adanya perbedaan dalam melakukan disengagement goal dan reengagement goal antara Imam dengan mantan Imam Katolik. Analisis data menggunakan statistik deskriptif GAS (Goal Adjustment Scale) dari Miller, et al (2003). Hasil penelitian ini adalah terdapat adanya perbedaan dalam melakukan penyesuaian tujuan. Pada tahap disengagement goal, mantan Imam Katolik lebih mudah dalam melepas komitmen dan Imam Katolik lebih mudah dalam mengurangi usaha pencapaian pada tujuan yang sulit dicapai. Sedangkan pada tahap reengagement goal, mantan Imam Katolik justru lebih mudah melakukan semuanya bila dibandingkan dengan Imam Katolik. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat adanya perbedaan reaksi dalam melakukan penyesuaian tujuan antara Imam dengan mantan Imam Katolik.

(9)

Abstract

The purpose of this study was to describe the purpose of the adjustment reaction

between Priest with former Catholic Priest. Subject study consists only of a few

Priest and former Catholic priest. In this study, measuring instruments used are

aspects adjustments purpose of Miller, et al (2003). The sampling technique used

is the snowball sampling technique. The hypothesis is that there are differences in

the reaction to make adjustments between the objectives Priest and former

Catholic Priest. The data analysis using descriptive statistics GAS (Goal

Adjustment Scale) from Miller, et al (2003). Results of this research is there any

difference in adjustment purposes. At this stage of disengagement goal, the former

Priest easier to remove the commitment and Priest easier to reduce efforts in

achieving the goal difficult to achieve. While on stage goal reengagement, former

Priest actually easier to do it all when compared with the Father. It shows that

there are any differences picture in adjusting objectives reaction between Priest

with the former Catholic Priest.

(10)

PENDAHULUAN

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang sangat istimewa, yang memiliki keunggulan luar biasa bila dibandingkan dengan makhluk lainnya dimana dirinya memiliki akal budi (rasio) yang mampu membuat dirinya memiliki daya cipta, rasa, karya dan karsa (Mardani, 2010). Dengan kesadaran hidup yang dimilikinya, setiap manusia memiliki harapan atau impian untuk dapat mencapai semua dambaan dan hasratnya, terlebih dalam mencapai suatu tujuan hidup yang ingin dicapainya. Tujuan yang diinginkannya adalah merasakan adanya kebahagiaan dalam hidupnya (Plato, dalam Sururudin, 2010). Dengan merasakan adanya kebahagiaan dalam hidupnya, manusia dapat merasakan pula rendahnya tingkat suasana hati yang negatif pada dirinya (Biswas, Diener & Dean, 2007). Selain itu juga, dengan merasakan kebahagiaan manusia dapat merasakan pula kesejahteraan diri yang optimal untuk menilai kepuasan hidup serta keseimbangan positif dan negatif pada dirinya dimana hal tersebut dapat berpengaruh pada berbagai hal yang dialami dalam kehidupannya (Thomas, McCreight & Kyle, 2014). Sehingga hal inilah yang membuat alasan demi merasakan kebahagiaan, menjadi idaman atau dambaan pada tujuan hidup yang ingin didapatkan semua orang dalam menjalani hidupnya.

(11)

mungkin agar dapat mengoptimalisasikan daya kognitif seseorang untuk mencari suatu jalan atau cara yang tepat dalam melakukan usaha pencapaiannya (Mardani, 2010). Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Winne (dalam Arias, 2004) yang menyatakan bahwa, dengan kemampuan rasional yang dimiliki maka juga dapat menentukan strategi motivasional seseorang dalam melakukan tindakan. Kemudian selain kemampuan rasional, Bandura dan Lӧcke (dalam Andrew,

Mikels & Lӧckenhoff, 2012) juga menambahkan bahwa keyakinan diri yang

stabil juga sangatlah dibutuhkan dalam menentukan cara yang tepat dalam melakukan pencapaian tujuan merupakan usaha mental pada diri seseorang. Apabila seseorang merasa ragu dalam menentukan suatu cara, maka dapat berpengaruh pada tindakan yang akan dilakukan atau dimunculkan.

(12)

Imam Katolik (Pastor) adalah sosok seseorang yang terikat oleh tahbisan suci dan berstatus sebagai salah satu pemimpin agama Katolik yang sah, yang berkedudukan di bawah Paus serta Uskup atau pimpinan suatu Tarekat (Nggagur, 2009). Dengan kata lain, apabila seseorang dikenal sebagai sosok seorang mantan Imam Katolik (mantan Pastor) maka dirinya merupakan seseorang yang dulunya pernah menjabat sebagai seorang pemimpin agama Katolik dan pada akhinya kembali ke status sebagai kaum awam (laikalisasi) di Gereja (Kusumawanta, 2009). Dalam menjalani hidupnya, baik Imam maupun mantan Imam Katolik tentunya juga memiliki tujuan hidup yang ingin dicapainya. Menurut Kusumawanta (2009), tujuan yang ingin dicapai seorang Imam cenderung mengarah kepada keinginannya untuk dapat menjadi sosok pemimpin agama yang mampu mengabdikan dirinya bagi Gereja dan masyarakat. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai oleh mantan Imam sebagai seorang Ayah, tentunya juga seperti tujuan yang diinginkan orang lain pada umumnya yaitu dapat menjadi sosok kepala keluarga yang berwibawa dan mempertahankan serta melindungi kehidupan keluarga (Nggagur, 2009).

(13)

ini, dirinya harus mampu melakukan pelayanan dengan penuh kasih sayang secara totalitas dan tanpa pamrih (Nggagur, 2009). Selain itu juga, usaha lain yang dapat dilakukan oleh Imam dengan menjalankan kewajibannya untuk memimpin, mengajar, serta menjadi perantara yang sah antara umat manusia dengan Tuhan (Sutrisnaatmaka, 2012). Sedangkan salah satu usaha seorang mantan Imam sebagai seorang Ayah, tentunya seperti orang lain pada umumnya dalam memelihara keluarga yaitu berusaha memenuhi kebutuhan hidup keluarga dalam hal ekonomi atau materi dan juga rohani atau mental (Kusumawanta, 2009). Dalam hal ini, mantan Imam harus mampu berusaha mencari kerja dan memberikan kasih sayang yang optimal kepada keluarga (Nggagur, 2009). Selain itu juga, mantan Imam harus mampu mengambil peran yang baik sebagai pemimpin dalam keluarga (Elia, 2000).

(14)

keadaan fisik, dapat dibuktikan dari hasil penelitian Feichter (2001) yang menyatakan bahwa apabila seorang Imam Katolik mengalami kondisi fisik yang tidak baik yang disebabkan oleh faktor kesehatan yang semakin memburuk maka dapat berpengaruh pada penurunan tingkat keaktifannya dalam melakukan pelayanan kepada umat dan masyarakat umum. Kemudian dalam hal peristiwa kehidupan, dapat dibuktikan dari hasil penelitian Eddington dan Foxwoth (2012) yang menyatakan bahwa apabila seseorang dalam menanggapi peristiwa kehidupan yang muncul tanpa disadari dengan baik dan cekatan maka dapat berdampak pada masalah emosional dan fisiknya (seperti, depresi dan kecemasan). Oleh karena itu, untuk dapat merespon kegagalan yang dialami dalam pencapaian suatu tujuan yang diinginkan maka baik Imam Katolik dan mantan Imam Katolik memerlukan adanya usaha melakukan penyesuaian tujuan.

(15)

dirasa sulit untuk dicapai (disengagement goal) dan kembali melibatkan diri pada tujuan baru yang ingin dicapai (reengagement goal). Dari ketiga pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa, penyesuaian tujuan merupakan kemampuan adaptif seseorang yang mencerminkan adanya keinginan untuk mengurangi usaha dalam mencapai tujuan yang dirasa sulit atau tidak dapat dicapai atau dijangkau (disengagement goal) dan meningkatkan usaha dalam mencapai tujuan baru yang ingin dicapai atau dijangkau (reengagement goal), dimana tujuan baru tersebut dianggap lebih bermakna.

(16)

menambahkan apabila faktor ini dapat membantu seseorang melakukan kontrol emosi, relaksasi waktu dan berusaha memprediksi hasil sebelum menentukan tindakan. Kemudian saat sesudahnya, apabila dapat menentukan suatu pilihan dengan tepat maka dapat dijadikan sebagai strategi motivasional dalam melakukan suatu tindakan (Winne, dalam Arias, 2004). Yang terakhir adalah struktur sosial, dimana faktor tersebut dijadikan modal dalam menjalani pola hubungan sosial antara individu dengan kelompok sosial yang dapat berpengaruh pada kebiasaan dalam melakukan berbagai tindakan. Finkel dan Fitzsimons (2001) menambahkan apabila hal ini juga dapat berpengaruh pada usaha pencapaian tujuan dan usaha pengawasan (baik, pada usaha pencapaian maupun kondisi lingkungan). Sehingga dapat mengetahui lebih jelas mengenai kesempatan dalam melakukan pencapaian.

(17)

pencapaian tujuan baru tersebut (Wrosch & Sabiston, 2013). Apabila seseorang mampu melakukan usaha tersebut, maka dampak yang dirasakan adalah dapat semakin meningkatkan kesejahteraan hidup (Miller, et al., 2003).

Oleh karena itu dari berbagai penjelasan mengenai penyesuaian tujuan tersebut, peneliti ingin mengetahui mengenai gambaran reaksi penyesuaian tujuan antara Imam dan mantan Imam Katolik.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kuantitatif dengan jenis

desain penelitian statistik deskriptif. Variabel dalam penelitian ini adalah penyesuaian tujuan, dimana dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan adaptif seseorang yang mencerminkan adanya keinginan untuk mengurangi usaha dalam mencapai tujuan yang dirasa sulit atau tidak dapat dicapai atau dijangkau (disengagement goal) dan meningkatkan usaha dalam mencapai tujuan baru yang ingin dicapai atau dijangkau (reengagement goal), dimana tujuan baru tersebut dianggap lebih bermakna.

Partisipan

(18)

Ciri-ciri sampel Imam Katolik dalam penelitian ini, yaitu :

a. Seorang Imam Katolik yang sedang bertugas di Gereja Katolik b. Tidak ditentukan batas usia

c. Tidak ditentukan periode masa jabatan d. Melakukan pelayanan hidup berpastoral

Ciri-ciri sampel mantan Imam Katolik dalam penelitian ini, yaitu: a. Sudah menjadi kaum laikalisasi

b. Tidak ditentukan batas usia

c. Tidak ditentukan batas periode waktu meninggalkan kepastorannya d. Saat ini sudah menjalani kehidupan berkeluarga

Instrumen

(19)

HASIL PENELITIAN a. Data Subjek

1. Imam Katolik

Jumlah sampel pada penelitian ini terdapat 2 subjek, dimana subjek A dan subjek B sama-sama seorang Imam Diosesan yang saat ini menjalani kehidupan berpastoral dalam satu wilayah Gereja Katolik di Keuskupan Surabaya.

(20)

Periode waktu kehidupan berpastoral yang sudah dijalaninya sudah cukup lama, dimana dirinya ditahbiskan sejak tahun 1994. Di dalam Gereja tempat dirinya menjalani kehidupan berpastoral saat ini, peranan yang dipegangnya adalah menjadi Imam Kepala.

(21)

berbeda keyakinan menjadi sama. Periode waktu kehidupan berpastoral yang dijalaninya masih tergolong belum lama, dimana dirinya menjabat sebagai Imam pada tahun 2010. Dalam Gereja saat ini tempat dirinya bertugas, peranan yang dipegangnya adalah sebagai Imam Rekan.

2. Mantan Imam Katolik

Jumlah sampel pada penelitian ini terdapat 2 subjek, dimana subjek C dan subjek D sudah menjalani kehidupan berkeluarga. Mereka dulunya sama-sama menjalani kehidupan sebagai Imam Diosesan.

(22)

nantinya dialami. Akhirnya seiring berjalannya waktu, subjek C pun berusaha untuk memberanikan dirinya dalam menanggapi masalah yang dialaminya tersebut. Dirinya berusaha untuk berani terbuka kepada Ibu dan juga adiknya. Tanggapan yang muncul dari mereka awalnya menyayangkan, namun pada akhirnya juga menyetujui keputusan yang akan diambil subjek C. Selain itu juga, yang semakin memotivasi subjek C dalam menentukan pilihan yang akan diambil adalah Rektor Seminari Tinggi Giovanni. Beliau yakin bahwa subjek C dapat menjalani hidup di luar dengan bahagia. Sehingga dari situlah, subjek C pada akhirnya memilih untuk meninggalkan kehidupan berpastoralnya.

(23)
(24)

b. Hasil Analisis Data Angket dan Wawancara

1. Disengagement Goal Imam dan mantan Imam Katolik

No. Item 1 3 6 8

Subjek A 2 1 5 2

Subjek B 1 1 2 1

Jumlah Skor 3 2 7 3

Rata-rata 1,5 1 3,5 1,5

Tabel 1.

Hasil Rata-rata Skor Disengagement Goal Imam

(25)

Subjek A menjelaskan bahwa tujuan yang dirasa sulit untuk dicapai adalah menjadi Imam yang sesuai dengan keinginannya. Subjek A merasa seperti itu karena dirinya menganggap bahwa setelah ditahbiskan, tentu dirinya langsung bisa menjadi seorang Imam Paroki. Namun, pada kenyataannya tidak. Setelah ditahbiskan justru dirinya menjalani kehidupan berpastoral yang berbeda dari apa yang diharapkan. Dalam menanggapi realitas tersebut, reaksi yang muncul dari subjek A adalah dirinya tetap melakukan apa pun yang diinginkan oleh Uskup walaupun dirinya tetap berkomitmen pada tujuan yang diinginkannya sejak kecil yaitu untuk menjadi Imam Paroki.

- “..saya dipercaya Bapak Uskup yang seperti ini. Sebenarnya cita-cita saya bukan menjadi Romo Seminari..

Sedangkan subjek B, menjelaskan bahwa tujuan yang dirasa sulit dicapai adalah melakukan pelayanan rohani yang mencakup berbagai aspek kehidupan. Hal ini disebabkan, dirinya menganggap bahwa adanya permasalahan internal maupun eksternal pada subjek B yang pada akhirnya justru menjadi penghalang atau penghambat pencapaian tujuan tersebut.

Secara internalnya, adalah :

(26)

Secara eksternalnya, adalah :

- “..Tapi, berbeda. Dari culture keluarga tertentu mereka juga dari, dari keluarga tertentu yang berbeda-beda..

Dalam menanggapi realitas tersebut, reaksi yang muncul dari subjek B adalah lebih memilih untuk menerima realitas tersebut dan berusaha untuk mengontrol dirinya agar tidak keterlaluan dalam menyikapinya. Subjek B mengatakan :

- ”..Namun justru karena dalam konteks pelayanan saya mencoba untuk mengatur kecenderungan saya ini supaya tidak keterlaluan. Dalam pelayanan, saya mencoba untuk setia melayani..

No. Item 1 3 6 8

Subjek C 2 1 1 4

Subjek B 2 3 2 2

Jumlah Skor 4 4 3 6

Rata-rata 2 2 1,5 3

Tabel 2.

Hasil Rata-rata Skor Disengagement Goal Mantan Imam

(27)

sedangkan subjek B adalah 2. Hasil ini menunjukkan adanya persamaan antara subjek C dan subjek D dalam mengurangi usahanya.

Subjek C menjelaskan bahwa tujuan yang dirasa sulit untuk dicapai adalah mempertahankan kehidupan Imamatnya. Subjek C menganggap, apabila yang menjadi penyebab kegagalannya adalah dirinya sendiri. - “..intinya ada kekeringan rohani, dimana saya begitu terlibat aktif

dalam berpastoral. Karena saya terlalu sibuk dengan kegiatan sehingga, ya.. doa-doa pribadi terus relasi sesama Imam itu menjadi kering. Ditambah lagi waktu dalam keadaan kering itu, saya terbawa dengan skripsi dan tesis saya tentang perkawinan..

Dari situlah dirinya awalnya goyah. Hal ini disebabkan, dirinya menganggap bahwa adanya permasalahan internal maupun eksternal yang akan dirasakannya. Secara internalnya, karena dirinya juga dari keluarga Jawa. Secara eksternalnya, karena takut pada kehidupan di masyarakat dan terlebih kepada Ibunya. Dalam menanggapi realitas tersebut, reaksi yang muncul dari subjek C pada akhirnya memilih untuk melepaskan kehidupan Imamatnya karena sudah tidak kuat menahan kegetiran pada dirinya.

(28)

0

- ”Kemudian saya langsung mencoba hampir setiap ada waktu luang melakukan refleksi. Sekitar ya hampir satu tahun saya melakukannya. Namun, bukanlah suatu jalan penyelesaian yang saya peroleh dari Tuhan berdasarkan kekuatan iman saya..

Selain itu juga, subjek D juga sudah mencoba untuk berani bersikap terbuka pada Imam Rekan di Gereja Katolik tempat dirinya bertugas. Ungkap subjek D :

- ”..saya juga mencoba untuk memilih bersikap berani terbuka dengan Romo Rekan di Gereja Paroki tempat saya bertugas..

Walaupun sudah dibantu dan mendapatkan jalan penyelesaian yang tepat dari Imam Rekan, namun pada akhirnya subjek D tetap memilih meninggalkan kehidupan Imamatnya.

Diagram 1.

(29)

Hasil skor pada tabel dan diagram di atas menunjukkan mengenai tingkat kemampuan mengurangi usaha yang dilakukan oleh Imam dan mantan Imam dalam mencapai tujuan yang dirasa sulit atau yang tidak dapat dicapai atau dijangkau. Pada item 1 dan 3 menunjukkan mengenai kemampuan mereka dalam melakukan pelepasan komitmen, sedangkan pada item 6 dan 8 menunjukkan mengenai kemampuan mereka dalam mengurangi usaha. Dari gambar di atas, pada item nomer 1 dan 3, hasil skor rata-rata Imam adalah 2,5 sedangkan mantan Imam adalah 4. Hal ini menunjukkan apabila Imam kurang mampu melakukan pelepasan komitmen dengan mudah bila dibandingkan mantan Imam. Kemudian pada item nomer 6 dan 8, hasil skor rata-rata Imam adalah 5 sedangkan mantan Imam adalah 4,5. Hal ini menunjukkan bahwa Imam lebih mampu mengurangi usaha dengan mudah bila dibandingkan mantan Imam.

2. Reengagement Goal Imam dan mantan Imam Katolik

No. Item 2 4 5 7 9 10

Subjek A 2 1 2 4 4 2

Subjek B 2 4 4 2 4 4

Total 4 5 6 6 8 6

Rata-rata 2 2,5 3 3 4 3

Tabel 1.

(30)

Dari tabel di atas, pada item nomer 5 dan 7 menjelaskan mengenai kemampuan mereka dalam mengidentifikasi pada tujuan baru yang ingin dicapai. Pada item nomer 5 dan 7, hasil rata-rata skor subjek A adalah 3 sedangkan subjek B adalah 3. Hasil ini menunjukkan bahwa kedua Imam sama-sama cukup mudah dalam mengidentifikasi tujuan baru. Kemudian pada item nomer 2 dan 9, menjelaskan mengenai kemampuan mereka dalam menjalin komitmen pada tujuan baru yang ingin dicapainya. Pada item ini, hasil rata-rata skor subjek A adalah 2,5 sedangkan subjek B adalah 4. Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan kemampuan antara kedua Imam dalam menjalin komitmen pada tujuan baru yang ingin dicapainya. Kemudian pada item nomer 4 dan 10, menjelaskan mengenai peningkatan usaha untuk memulai melakukan pencapaian tujuan baru tersebut. Pada item ini, hasil rata-rata skor subjek A adalah 1,5 sedangkan subjek B adalah 4. Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan kemampuan antara kedua Imam dalam meningkatkan usahanya untuk memulai melakukan pencapaian tujuan baru tersebut.

(31)

A memutuskan untuk tidak lagi memikirkan mengenai tujuan baru lainnya secara pribadi untuk dikejar dan lebih mementingkan tujuan yang diinginkan Uskup (Arah Dasar Keuskupan).

Berikut, ungkapan subjek A :

- ”..sebagai seorang Imam yang ada di bawah Bapak Uskup ya yang mengikuti bagaimana Arah Dasar Keuskupan. Bapak Uskup mau apa, kita sebagai Imam yang melaksanakan. Menjadi Imam Projo harus siap ditugaskan oleh Bapak Uskup apa pun tugasnya. Baru berapa tahun saya ditugaskan di Paroki dan harus melaksanakan apa yang menjadi amanat Bapak Uskup. Kalau menyambut program-program apa pun juga bukan obsesi saya pribadi ya..

Sedangkan subjek B, dalam hal ini juga ingin melakukan hal yang tercantum dalam Arah Dasar Keuskupan. Subjek B mengungkapkan, - ”Ya tujuannya itu kan, sebagaimana sudah dicanangkan dalam

ARDAS ya.”

Hal ini disebabkan, subjek B tidak ingin hidup hanya penuh dengan pelayanan saja. Dirinya justru ingin dapat semakin dewasa dalam iman, melakukan berbagai hal demi menciptakan kekompakan dan dapat pula menjadi individu yang missioner.

Ini adalah ungkapannya :

- “Menjadi persekutuan murid-murid Kristus yang semakin dewasa dalam iman, guyub, penuh pelayanan dan Missioner. Itu sajalah.. Nilai-nilai itu sajalah.. Terus disosialisasikan dan diwujudkan, saya kira sudah cukup.”

(32)

sampai saat ini sudah banyak kegiatan yang dilakukannya. Secara umum dalam menentukan suatu tujuan yang ingin dijadikan sumber aktifitas dalam hidup berpastoralnya, subjek B tidak pernah menentukan tujuan yang dicari tersebut harus bermakna. Hal ini disebabkan subjek B hanya ingin dapat membuat orang lain yang mendapatkan pelayanan hidup darinya bisa guyub atau kompak.

Subjek B mengatakan :

- ”Cuma memang mesti ada ukuran tertentu dimana dapat melihat sejauh mana sebenarnya itu manusia guyub atau kompak.”

Selain itu juga dalam menentukan tujuan baru, subjek B tidak yakin pada dirinya bahwa tujuan baru yang dimiliki bermakna walaupun dirinya tertarik untuk mencapainya.

No. Item 2 4 5 7 9 10

Subjek C 5 4 4 4 4 4

Subjek D 4 4 4 4 4 4

Total 9 8 8 8 8 8

Rata-rata 4,5 4 4 4 4 4

Tabel 2.

Hasil Rata-rata Skor Reengagement Goal Mantan Imam

(33)

kedua mantan Imam sama-sama cukup mudah dalam mengidentifikasi tujuan baru. Kemudian pada item nomer 2 dan 9, hasil rata-rata skor subjek C dan subjek D sama-sama 4. Hasil ini juga menunjukkan apabila kedua mantan Imam sama-sama cukup mudah dalam menjalin komitmen pada tujuan baru yang akan dicapai. Selain itu juga pada item nomer 4 dan 10, hasil rata-rata skor subjek C dan subjek D sama-sama 4. Hasil ini juga menunjukkan apabila kedua mantan Imam sama-sama memiliki semangat yang cukup tinggi dalam berusaha untuk memulai melakukan pencapaian tujuan yang baru.

Setelah memiliki waktu dalam melepaskan diri dari sifat spesifik tujuan yang sulit dicapai, subjek C mulai berusaha berfikir untuk mengejar tujuan baru yang lebih bermakna. Sehingga dapat mengarahkan pikiran dan energi yang dimiliki oleh subjek C. Tujuan baru tersebut adalah menanggapi panggilan Tuhan dalam menjalani kehidupan berkeluarga.

- “Tetap menanggapi panggilan Tuhan dalam berkeluarga, berkembang biaklah dan akhirnya berkeluarga..

Subjek C tertarik pada tujuan baru tersebut untuk dicapai dan memiliki keyakinan diri bahwa tujuan baru yang dimiliki bermakna, disebabkan tujuan tersebut merupakan suatu arah hidup yang Tuhan kehendaki. - “Tujuan hidup saya memang pertama-tama apa pun bentuknya, saya

(34)

Setelah subjek C menemukan tujuan baru yang bermakna ini, dirinya menjadi memiliki pula keinginan untuk segera mengejar tujuan tersebut. Misalnya, dalam mendidik anak.

Subjek C mengungkapkan :

- “..Kalau saya di keluarga, maka saya mendidik anak-anak supaya nanti menjadi anak yang berguna.

Selain itu juga subjek C menambahkan :

..Bagi saya, saya tidak pernah menyuruh begini-begini. Tapi kegiatan Gereja itu kok mengalir terus. Tapi tentunya, ya doa saya. Doa itu kan pasangan pribadi untuk anak-anak dalam menghadapi persoalan itu mengalir. Tuhan membimbing..

Berdasarkan realitanya pun, saat ini anak-anaknya banyak yang menjadi aktivis di dalam Gereja. Sedangkan tujuan baru yang saat ini ingin dicapai subjek D, adalah mampu memberikan kehangatan bagi keluarga yang dibangunnya.

- ”Ya..,saya lebih mengarah pada memberikan adanya kehangatan hidup bagi keluarga saya..

(35)

Subjek D mengatakan :

- ”..Karena dengan kehangatan hidup maka dapat memberikan segala kemudahan yang akan dilakukan setiap manusia, terlebih keluarga saya.

Hal ini dapat dilihat dari berbagai upaya yang selalu dilakukan subjek D kepada istri dan anaknya.

- “Ya, banyak ya. Saya berusaha untuk mengajarkan kepada istri dan anak saya untuk dapat mengutamakan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan. Karena iman tentunya selalu menjadi pendukung setiap manusia dalam melakukan berbagai hal. Kemudian menanamkan pada diri saya untuk memiliki semangat yang tinggi dalam menjalin komunikasi dengan anak dan juga istri dengan cara berusaha untuk selalu menjadi tempat curahat hati mereka. Sehingga dapat membantu mereka dalam menyelesaikan masalah hidupnya. Terlebih lagi ya, berusaha untuk menjadi pribadi yang bertanggung-jawab.

Seperti halnya subjek C, setelah subjek D menemukan tujuan baru yang bermakna ini dirinya pun memiliki pula keinginan untuk segera mengejar. Selain itu, dirinya mendapat dukungan sosial dari keluarga maupun berbagai Rekan Imamnya dulu. Dukungan keluarga tersebut, didapatkan oleh subjek D dari Ibunya.

Subjek D mengatakan :

(36)

Diagram 2.

Diagram Hasil Skor Reengagement Goal Imam dan Mantan Imam Katolik

Diagram di atas menunjukkan mengenai tingkat kemampuan Imam dan mantan Imam Katolik dalam memaksimalkan usaha untuk dapat mencapai tujuan baru yang ingin dicapai. Pada item 5 dan item 7, menunjukkan mengenai kemampuan mereka dalam mengidentifikasi pada tujuan baru yang ingin dicapai. Lalu pada item 2 dan item 9, menunjukkan mengenai kemampuan mereka dalam menjalin komitmen pada tujuan baru tersebut. Kemudian pada item 4 dan item 10, menunjukkan mengenai kemampuan mereka dalam memulai melakukan pencapaian tujuan tersebut. Dari gambar diagram di atas, pada item nomer 5 dan 7 hasil rata-rata skor Imam adalah 3 sedangkan mantan Imam adalah 4. Hal ini menunjukkan bahwa mantan Imam lebih mampu mengidentifikasi tujuan yang baru untuk dicapai bila

(37)

dibandingkan dengan Imam. Kemudian pada item nomer 2 dan 9 hasil rata-rata skor Imam adalah 3 sedangkan hasil rata-rata-rata-rata skor mantan Imam adalah 4,25. Hal ini menunjukkan bahwa mantan Imam lebih mudah melakukan usaha untuk menjalin komitmen pada tujuan baru yang ingin dicapai bila dibandingkan dengan Imam. Kemudian pada item nomer 4 dan 10 hasil rata-rata skor Imam adalah 2,75 sedangkan hasil rata-rata-rata-rata skor mantan Imam adalah 4. Hal ini menunjukkan bahwa mantan Imam lebih mudah dalam mengejar atau memulai usaha untuk mencapai tujuan baru bila dibandingkan dengan Imam.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil data di atas, peneliti menggambarkan bahwa terdapat adanya perbedaan reaksi antara Imam dengan mantan Imam Katolik dalam melakukan penyesuaian tujuan. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengambilan data dari angket dan didukung dari hasil wawancara.

(38)

harus mengutamakan komitmen dalam menjalani berbagai aktifitas selama dirinya mampu memberikan kesejahteraan hidup bagi keluarga yang dibangunnya (Elia, 2000). Sehingga hal ini dapat berpengaruh pada kemampuan Imam dan mantan Imam dalam berusaha maksimal untuk mencapai tujuan. Apabila dalam berusaha mencapai tujuan, umat di Gereja maupun semua orang di tempat dirinya melakukan karya hidup berpastoral merasa tidak menyetujui untuk tetap memaksimalkan usaha dalam mencapai tujuan yang mereka diinginkan maka Imam harus bisa mengurangi usaha untuk melakukan pencapaiannya. Sedangkan mantan Imam, justru sebaliknya. Dirinya dapat menentukan berbagai tindakan sesuai dengan keinginannya sendiri.

(39)

tindakan yang akan dilakukan selalu mementingkan keinginan bersama. Dalam hal ini, umat di Gereja maupun semua orang di tempat dirinya melakukan karya hidup berpastoral. Sedangkan mantan Imam, secara umum pola kehidupan yang dijalaninya dapat sesuai dengan keinginan dirinya tanpa ada yang mengatur. Lalu yang terakhir dalam melakukan proses pelaksanaan, hasil analisis data dari angket juga menggambarkan bahwa Imam kurang mampu bereaksi secara cepat bila dibandingkan dengan mantan Imam. Hal ini semakin mengorientasikan bahwa Imam harus dapat menunggu kesiapan dari umat maupun masyarakat, sehingga dampak yang dirasakan dalam menjalankan karya kehidupan berpastoral berhasil, berguna dan tepat sasaran bagi umat maupun masyarakat yang dilayaninya (Sutrisnaatmaka, 2012). Sedangkan mantan Imam, secara umum dalam menentukan waktu melaksanakan sesuai dengan keinginan diri mereka masing-masing.

(40)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat adanya perbedaan gambaran reaksi penyesuaian tujuan antara Imam dengan mantan Imam Katolik. Dalam disengagement goal, Imam lebih sulit melepaskan komitmen dan lebih mudah dalam mengurangi usaha. Sedangkan mantan Imam justru sebaliknya, dimana mereka lebih mudah melepaskan komitmen dan lebih sulit mengurangi usaha. Kemudian dalam melakukan reengagement goal, baik dalam hal mengidentifikasi tujuan baru, menjalin komitmen pada tujuan baru, maupun memulai usaha untuk melaksanakan tujuan baru tersebut mantan Imam justru lebih mudah melakukannya bila dibandingkan dengan Imam.

SARAN

Adapun saran yang diberikan peneliti sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, antara lain:

1. Imam Katolik

Dalam mencapai suatu tujuan, Imam tetap harus dapat memegang komitmen tujuan demi mewujudkan tujuan hidup yang ingin dicapainya tersebut dan dapat menjadi sosok pemimpin agama yang mampu mengabdikan dirinya bagi Gereja serta masyarakat.

2. Mantan Imam Katolik

(41)

hidupnya. Tidak boleh mengenal takut, khawatir atau malu untuk kembali berkumpul dalam lingkup Gereja untuk mengenal orang lain.

3. Peneliti selanjutnya

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. (2005). Psikologi kepribadian. Malang: Penerbit Universitas Malang.

Andrew, E.R., Mikels, J.A., & Lӧckenhoff, C.E. (2012). Choosing with confidence: Self-efficacy and preferences for choice. Journal of Judgement and Decision Making, 7, (2), 173-180.

Arias, J.F. (2004). Recent perspectives in the study of motivation: Goal orientation theory. Electronic Journal of Research in Education Psychology, 2, (1), 35-62.

Biswas, M.A., Diener, E.D., & Dean, U. (2007). Personality, culture, and subjective well-being: Emotional and cognitive evaluations of life. Annual Revision Psychologycal Journal, 54, 403-425.

Eddington, K.M. & Foxwoth, T.E. (2012). Dysphoria and self-focused attention: Effects of feedback on task strategy and goal adjustment. Journal of Social and Clinical Psychology, 31, (9), 933-951.

Elia, H. (2000). Peran ayah dalam mendidik anak. Jurnal Teologi dan Pelayanan, 1, (1), 105-113.

Feichter, J.H. (2001). The dilemma of priest retirement. Journal of the Scientific Study of Religion, 24, (1), 111-118.

Kusumawanta, D.G.B. (2009). Imam di ambang batas antara yang ilahi dan manusiawi, yang surgawi dan duniawi. Yogyakarta: Kanisius.

Mardani, A.T. (2010). Dilarang menjadi pastor. Yogyakarta: Kanisius.

Miller, E.G., et al. (2003). Adaptive self-regulation of unattainable goals; Goals disengagement, goal reengagement, and subjective well-being. The Society for Personality and Sociality Psychology, 29, (12), 1494-1508.

Nggagur, F.S. (2009). Pastor di persimpangan harta-imamat-wanita. Jakarta: Forum Kita.

Senko, C. & Harackiewicz, J.M. (2005). Regulation of achievement goal: The role of competence feedback. Journal of Educational Psychology, 97, (3), 320-336.

Sururudin. (2010). Konsep bahagia: Analisis terhadap pemikiran Plato. Jurnal Media Akademika, 25, (2), 111-124.

(43)

Thomas, E.F., McCreight, A.K., & Kyle, R. (2014). Affective style, humor style and happiness. Europe’s Journal of Psychology, 10, (3), 451-463.

Thompson, E.A., Woodward, J.T., & Stanton, A.L. (2011). Moving forward during major goal blockage: situational goal adjustment in women facing infertility. Journal of Behavioural Medic, 34, 275-287.

Wrosch, C., & Sabiston, C.M. (2013). Goal adjustment, physical and sedentary activity, and well-being and health among breast cancer survivors. Journal Psycho-Oncology, 22, 581-589.

Gambar

Hasil Rata-rata Skor Tabel 1. Disengagement Goal Imam
Hasil Rata-rata Skor Tabel 2. Disengagement Goal Mantan Imam
Tabel 1.
Hasil Rata-rata Skor Tabel 2. Reengagement Goal Mantan Imam

Referensi

Dokumen terkait

10 Untuk variabel lingkungan terdiri daridukungan orang tua, dukungan teman- teman dekat, sedangkan variabel sikap terdiri dari keinginan menjadi bos, keinginan

Ijazah menjadi salah satu syarat bagi seseorang yang hendak melamar pekerjaan, tetapi terkadang untuk mendapatkan hal tersebut, seseorang dapat melakukan kecurangan dengan

Psychological well-being merupakan kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk dapat menerima diri apa adanya ( self-acceptance ), menjalin hubungan hangat dengan orang

HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DENGAN KEHARMONISAN KELUARGA PADA PARA CALON TENAGA..

bahwa terdapat perbedaan tingkat depresi pada remaja awal ditinjau dari jenis humor yang.. digunakan yaitu jenis humor adaptif dan jenis humor maladaptif, di

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PENYESUAIAN DIRI DI PERGURUAN TINGGI PADA MAHASISWA BARU ANGKATAN 2014.. FAKULTAS

disimpulkan bahwa citra tubuh mahasiswi Papua berada pada kategori tinggi karena adanya penerimaan sosial yang baik dari lingkungan sekitarnya yang akhirnya juga

Temuan lain yang didapati dari hasil penelitian ini adalah adanya usaha mengatasi stress yang dilakukan oleh partisipan yang mana ia dalam menjalani proses untuk