HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN PEMAAFAN PADA
PELAYANGEREJA ISA ALMASIH PATI
OLEH
ELUZIA YULITASARI 802012032
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUKKEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Eluzia Yulitasari
Nim : 802012032
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN PEMAAFAN PADA PELAYAN GEREJA ISA ALMASIHPATI
Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalihmedia atau mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Salatiga
PadaTanggal : 29 Maret 2016 Yang menyatakan,
Eluzia Yulitasari Mengetahui,
Pembimbing
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Eluzia Yulitasari
Nim : 802012032
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN PEMAAFAN PADA PELAYAN GEREJA ISA ALMASIH PATI
Yang dibimbing oleh:
Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi, MA Adalah benar-benar hasil karya saya.
Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 29 Maret 2016 Yang memberipernyataan,
LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN PEMAAFAN PADA PELAYAN GEREJA ISA ALMASIH PATI
Oleh Eluzia Yulitasari
802012032
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal 29 Maret 2016
Oleh: Pembimbing,
Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi, MA
Diketahui Oleh, Disahkan Oleh,
Kaprogdi Dekan
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. SutartoWijono, MA.
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN PEMAAFAN PADA
PELAYANGEREJA ISA ALMASIH PATI
Eluzia Yulitasari Berta Esti Ari Prasetya
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
i Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan pemaafan pada pelayan Gereja Isa Almasih Pati. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 50 orang. Pengambilan sampel dengan menggunakan sampel jenuh. Alat ukur yang digunakan dalam pengambilan data adalah The Religiousity scale of christian
sample dan Transgression-Related Interpersonal Motivasion Inventory ( TRIM-18).
Data dianalisis menggunakan program SPSSv 16. Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi antara religiusitas dengan pemaafan memperoleh r = 0,516 dengan sig 0,000 (p<0,05) yang berarti adanya hubungan positif antara religiusitas dengan pemaafan.
ii Abstract
This study was aimed to determine the relation between religiousitywith forgiveness in
clergy of Isa Almasih Church in Pati. Total sample in this study was 50 respondents.
The sampling technique used was boring sampling. The measuring instruments used in
data collection were The Religiousity Scale of Christian Sample and
Transgression-Related Interpersonal Motivation Inventory ( TRIM-18). Analysis of the data in this
study using SPSSv.16 program.These results indicate a correlation between religiosity
with forgiveness to obtain results with r = 0.516 sig = 0.000 (p >0.05), which means
that there is a significant positive relationship between religiousity with forgiveness.
1
PENDAHULUAN
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Sugiyono., Muryati, Y., 2008) gereja adalah suatu gedung (rumah) tempat berdoa dan melakukan upacara agama kristen dan badan (organisasi) umat kristen yang sama kepercayaan, ajaran dan tata caranya (- Katolik, - Protestan, dan lain-lain). Salah satu gereja yang ada di Pati adalah Gereja Isa Almasih. Sebelum melakukan penelitian peneliti melakukan wawancara terhadap pendeta dari Gereja Isa Almasih mengenai misi dan visi gereja pada tanggal 25 Oktober 2015 setelah selesai ibadah pagi di gereja tersebut. Dalam Gereja Isa Almasih sendiri memiliki misi yaitu membangun Tubuh Kristus (Gereja dan Pribadi masing-masing) dan mewujudkan perubahan penanaman nilai-nilai Kerajaan Allah (Alkitab sebagai buku ajaran umat kristiani) dan memiliki visi yaitu menjadikan jemaat yang dinamis, bertumbuh secara iman dan berdampak kepada sesama, sehingga gereja tersebut dapat menjalankan setiap misi dan visi tersebut dengan adanya pelayan gereja yang membantu dalam proses pelayanan baik di dalam atau di luar gereja.
2
terjadi bencana alam seperti banjir maka pelayan gereja menyediakan makanan, obat-obatan bagi korban bencana alam tersebut.
Pelayan gereja adalah seseorang atau tim yang bergerak untuk memenuhi kebutuhan suatu kegiatan gerajani yang dilakukan secara sukarela tanpa adanya tekanan dari manapun (Haryyo, 2010). Dalam setiap pelayanan terdapat banyak individu yang mengajukan diri sebagai pelayan yang bersedia melayani tanpa mendapatkan upah atau gaji dari gereja itu sendiri. Begitu pula hal tersebut dilakukan oleh pelayan Gereja Isa Almasih kota Pati yang bersedia melakukan pelayanan tanpa mendapatkan upah atau gaji dari majelis gereja. Setiap pelayan sudah memiliki jadwal-jadwal pelayanan yang sudah ditetapkan, sehingga bagi pelayan gereja yang sedang berhalangan karena suatu hal yang sangat mendesak atau penting seperti sedang sakit dapat bertukar waktu pelayanan dengan pelayan yang lain.
Pelayan di gereja tersebut memiliki karakter dan latar belakang yang berbeda-beda. Mereka melakukan interaksi satu sama lain sebagai makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya. Hal tersebut kerap memunculkan gesekan antara satu dengan yang lainnya. Baik dalam perlakukan, tutur kata yang menyakiti hati ataupun kritikan-kritikan tajam yang memicu adanya perasaan sakit hati pada setiap pelayan itu sendiri. Hal ini berpotensi memunculkan rasa sakit hati oleh satu sama lain dan adanya kesulitan dalam memaafkan atau meminta maaf pada orang yang disakiti.
3
wawancara yang dilakukan oleh peneliti efek negatif yang akan terjadi jika individu tidak mampu melakukan pemaafanadalah ketidaknyamanan saat pelayanan berlangsung, tidak adanya ketulusan dalam bekerjasama saat pelayanan, dan saling merugikan satu sama lain seperti memfitnah atau menyebarkan hal negatif pada pelayan yang lainnya. Sehingga mengakibatkan beberapa pelayan gereja undur diri dari pelayanan, bahkan ada beberapa pelayan yang memutuskan untuk berpindah ke gereja lain karena merasa sakit hati dan merasa tidak nyaman dengan keadaan tersebut.
Pemaafan merupakan sikap seseorang yang telah disakiti untuk tidak melakukan perbuatan balas dendam terhadap orang yang menyakiti, tidak adanya keinginan untuk menjauhi pelaku (McCullough dalam prasylia, 2015). Adanya pemaafan menimbulkan keinginan untuk berdamai dan berbuat baik terhadap orang yang menyakiti walaupun orang yang telah menyakiti telah berbuat menyakitkan terhadap individu. Namun pemaafan merupakan hal yang tidak mudah dilakukan karena harus melibatkan dua faktor, yaitu harus menghilangkan motivasi membalas dendam dan menghilangkan motivasi untuk menjauhi orang yang menyakiti (McCullough, 1999). Pemaafan tidak hanya menghilangkan perasaan negatif saja, namun harus mengembalikan perasaan positif terhadap pelakunya (Worthington, 1998). Pemaafan juga memiliki tujuan untuk mengembalikan hubungan yang baik antara individu dengan individu lainnya.
4
Gereja Isa Almasih pada tanggal 25 Oktober 2015. Ketidakmampuan untuk memaafkan juga memiliki efek negatif yang dapat merugikan diri individu sendiri. Hal ini ditemukan dalam penelitian di Medical College of Georgia, orang-orang yang mengaku tidak dapat memaafkan memiliki dendam selama bertahun-tahun mengalami peningkatan risiko beberapa masalah kesehatan termasuk penyakit jantung, hipertensi, maag, sakit punggung, dan sakit kepala. (Detik.com, 2014 )
McCullough (2000) mengemukakan 3 aspek forgivenessyang menentukan perilaku seseorangyaitu tidak adanyaa) Avoidance motivation, ditandai dengan individu yang menghindar atau menarik dari (withdrawal) dari perilaku.b) Revenge motivation, ditandai dengan dorongan individu untuk membalas perbuatan pelaku yang ditujukan kepadanya. Dalam kondisi ini, individu tersebut marah dan berkeinginan untuk membalas dendam terhadap pelaku. Ketika individu dilukai oleh individu lain (pelaku), maka yang terjadi dalam dirinya adalah peningkatan dorongan untuk menghindar
(avoidance) dan membalas dendam (revenge). Dan adanya c)Benevolence motivation,
ditandai dengan dorongan untuk berbuat baik terhadap pelaku. Dengan adanya kehadiran benevolance, berarti juga menghilangkan kehadiran dua dimensi sebelumnya. Oleh karena itu, individu yang memaafkan memiliki benevolance motivations yang tinggi, namun di sisi lain memiliki avoidance yang rendah.
5
terjadi pemaafan. c) Kemarahan, merupakan emosi negatif yang sering menstimulasi usaha untuk mengurangi tindakan untuk memaafkan. d) Perasaan malu, individu sebagai pelaku kejahatan merasa malu atas perbuatan yang dilakukannya dengan mneyakiti orang lain. Adanya perasaan malu tersebut kemudian akan mempersulit terjadinya pemaafan. e) Kedekatan hubungan dengan transgressor. Hal ini dikarenakan pemaafan melibatkan perubahan dorongan dari negatif menjadi positif terhadap transgressor, maka kedekatan hubungan kemudian akan mempengaruhi proses tersebut. f) Kualitas hubungan interpersonal sebelum transgresi. McCullough, Rachal, sabdage, Worthington, Brown dan Hight (1998) menyatakan bahwa hubungan yang romantik mungkin lebih bersedia untuk memaafkan karena mempunyai sumber daya yang cukup besar dalam hubungan. g) Reaksi transgressor (luka yang ditimbulkan oleh transgressor), semakin besar luka yang dihasilkan , maka semakin sulit pula individu untuk memaafkan transgressor. h) Permintaan maaf, hal ini menstimulasi emosi dalam diri korban dan menumbuhkan empati terhadapnya, sehingga dapat meningkatkan pemaafan individu terhadap transgressor. i) Religiusitas, dimana individu yang mendasarkan tingkah laku hidup sehari-hari atau segala aspek hidupnya dalam agama yang diyakininya dapat melakukan pemaafan. Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi dapat melakukan pemaafan.
6
praktik keagamaan mempengaruhi kecenderungan memaafkan di situasi yang nyata. (Hui, Watkins, Wong & Sun, 2006 )
Religiusitas menurut Stark dan Glock (1968) menyatakan bahwa religiusitas sebagai komitmen religius yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu yang bersangkutan dengan agama yang dianut.
7
Hubungan antara religiusitas dan pemaafan
Religiusitas merupakan hal yang penting bagi kehidupan individu dan merupakan hal yang penting bagi pembentukan perilaku individu tersebut. Individu yang memiliki religiusitas yang tinggi dalam kehidupannya memilih dan memakai nilai-nilai agama sebagai bagian dari kehidupan duniawinya dan sebagai sarana untuk kehidupan yang lebih baik (Turmudi dalam Haryyo, 2010). Individu yang memiliki tingkat religiusitas akan menerapkan nilai-nilai agama yang dianutnya dalam kehidupan sosialnya. Salah satunya adalah pemaafan. Apabila individu memiliki pemahaman dasar-dasar agama yang baik maka individu mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi dan individu dapat menerapkan prinsip religiusitas agar memiliki perasaan aman. Hal tersebut didukung dengan pernyataan (Allport & Ross dalam widyarini, 2009) sebagai pelopor psikologi sosial yang menyatakan bahwa salah satu orientasi religiusitas adalah orientasi ekstrinsik yaitu memandang agama sebagai sesuatu yang memberikan banyak manfaat seperti rasa aman dan penghiburan.
8
persekutuan-persekutuan kelompok daerah yang akan membentuk ketaatan akan agamanya sehingga mendapatkan pengertian tentang ajaran untuk memaafkan pula.
Kemudian yang ketiga seseorang yang religius akan memiliki pengalaman keagamaan yaitu mencakup kenyataan bahwa semua agama punya harapan yang standard (umum) namun setiap pribadi penganutnya bisa memperoleh suatu pengalaman langsung dan pribadi (subyektif) dalam berkomunikasi dengan realitas supranatural itu hal . Dimensi religiusitas yang keempat seseorang yang religius akan memiliki pengetahuan keagama yang merujuk pada ekspektasi bahwa penganut agama tertentu hendaknya memiliki pengatahuan minimum mengenai hal-hal pokok dalam agama: iman, ritus, Kitab Suci dan tradisi. Dimensi iman dan pengetahuan memiliki hubungan timbal balik, yang mempengaruhi sikap hidup dalam penghayatan agamanya setiap hari. Hal tersebut sudah tercatat dalam buku ajaran atau kitab suci umat Kristiani bahwa orang yang menganut agama tersebut harus menerapkan pemaafan. Dalam Alkitab sendiri mengatakan “ Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah
hendaklah dibuang diantara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah
kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni,
sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu”kalimat tersebut
9
agama yang dianutnya, demikian juga dengan agama kristiani yang mengharuskan setiap umatnya untuk memaafkan.
Pada hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prasylia (2015) menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara religiusitas dengan pemaafan pada individu yang melakukan praktik keagamaan. Namun ada hasil penelitian yang berbeda dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Christina (2015) yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan pemaafan pada warga dewasa awal yang tidak mengikuti ibadah/kegiatan non-minggu di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Bandung.
Hipotesis
Adanya hubungan antara religiusitas dengan pemaafan pada pelayan Gereja Isa Almasih Pati
METODOLOGI PENELITIAN
Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah : Variabel Bebas ( X ) : Religiusitas Variabel Terikat ( Y ): Pemaafan
Populasi penelitian & teknik sampling
10
berjumlah 50 orang maka dengan semua pertimbangan sumber daya dari populasi maka peneliti mengambil sampel sejumlah 50 orang. Peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan sampling jenuh. Sampling jenuh adalah sampel yang mewakili jumlah populasi. Biasanya dilakukan jika populasi dianggap kecil atau kurang dari 100 ( Sugiyono, 2012). Karakteristik dalam penelitian ini adalah :
1. Pelayan Gereja Isa Almasih dan Pelayan Tempat Penyebaran Injil cabang Gereja Isa Almasih Pati
2. Usia 20 – 60 Tahun.
Metode Analisis Data
Teknik yang digunakan untuk menguji hubungan antara dua variabel penelitian adalah korelasi product moment dari Pearson. Dan akan menggunakan analisis data dengan bantuan program khusus komputer statistik yaitu SPSS version 16.0 for windows
Alat ukur Penelitian
1. The Religiosity scale of Christian Sample
Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakanskala untuk mengukur Religiusitas dengan skala The Religiosity scale of Christian Sample berdasarkan teori dari Stark dan Glock (1968) untuk mengukur Religiusitas. Skala Religiusitas ini berisikan 23 item subjek diminta untuk menjawab berdasarkan 4 pilihan jawaban yaitu “ sangat setuju” dengan skor 4 “ setuju”
dengan skor 3 “ tidak setuju” dengan skor 2 dan “ sangat tidak setuju” dengan
skor 1 Dengan arti semakin tinggi skor yang diperoleh maka religiusitas semakin tinggi. alpha Cronbach 0,851 didapatkan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Christina (2015). Dalam penelitian ini dilakukan pengujian kembali oleh peneliti dengan memperoleh hasil seleksi aitem dan reliabilitas The
11
karena 10 aitem telah gugur. Nilai korelasi aitem total bergerak mulai dari 0,307-0,696 dengan koefisien Alpha Cronbach sebesar (α = 0, 856) yang berarti alat ukur ini sangat reliabel (Azwar, 2004).
2. Transgression-Related Interpersonal Motivation Inventory (TRIM-18)
Sedangkan skala yang kedua untuk mengukur Pemaafan, maka peneliti menggunakan skala Transgression-Related Interpersonal Motivation Inventory
(TRIM-18) yang disusun oleh McCullough, Root dan Cohen (2006). Yang terdiri
dari 18 item, 6 aitem adalah favorable dan 12 unfavorable peneliti menguji kembali dengan meminta subjek untuk menjawab berdasarkan 4 pilihan jawaban yaitu “ sangat setuju” dengan skor 4 “ setuju” dengan skor 3 “ tidak setuju”
dengan skor 2 dan “ sangat tidak setuju” dengan skor 1 untuk aitem favorabel
dan skoring sebaliknya untuk unfavorable. Dengan arti semakin tinggi skor yang diperoleh maka pemaafan akan semakin tinggi. alpha cronbach 0,861 didapatkan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prasylia (2015). Hasil seleksi aitem dan reliabilitas yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan skala Transgression-Related Interpersonal Motivation Inventory
(TRIM-18) kemudian memperoleh hasil dengan menyisakan 15 aitem karena 3
aitem telah gugur nilai korelasi aitem bergerak mulai dari 0,315-0,622 dengan koefisien Alpha Cronbach sebesar (α = 0, 835) yang berarti alat ukur tersebut sangat reliabel (Azwar, 2004).
HASIL PENELITIAN Analisis Deskriptif
12
dimulai “sangat rendah” sampai “sangat tinggi” menggunakan rumus kategorisasi
13
Data di atas menunjukkan tingkat pemaafan yang diperoleh dari 50 subjek yang berbeda dari tingkat sangat tinggi hingga sangat rendah. Pada kategori sangat tinggi didapati persentase sebesar 60%, kategori tinggi sebesar 30%, kategori cukup 10%, kategori rendah 0% dan sangat rendah 0%. Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek berada pada kategori sangat tinggi dengan presentase sebesar 60%. Hasil analisis afek positif mendapatkan nilai minimum yakni sebesar 34 dan nilai maksimum 60 skor rata-rata 47,80 dan standar deviasi 5,387. Berdasarkan hasil kriteria skor pemaafan pelayan Gereja Isa Almasih termasuk dalam golongan pemaafan yang tinggi.
Uji Asumsi
14
Normal Parametersa Mean 43.76 47.80
Std. Deviation 4.529 5.387
Kolmogorov-Smirnov Z .644 .681
Asymp. Sig. (2-tailed) .801 .743
a. Test distribution is Normal.
Penelitian ini juga menggunakan uji normalitas untuk menguji normal atau tidaknya data dalam penelitian ini. Pengujian normalitas data menggunakan rumus one sampel
Kolmogrov- Smirnov test pada program SPSS.v 16.0. Dengan demikian variabel
memiliki distribusi normal (p > 0,05). Nilai signifikansi untuk variabel Religiusitas adalah(K-S-Z = 0,644, p = 0,801,(p > 0,05 ). Kemudian nilai signifikansi untuk pemaafan adalah (K-S-Z = 0,681, p= 0,741, (p > 0,05 ) Hal ini menunjukkan bahwa keduanya memiliki nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yang berarti kedua variabel memiliki sebaran data yang berdistribusi normal.
2. Uji Lineraitas
Uji linearitas dilakukan untuk menguji integritas hubungan data yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Pengujian linearitas data menggunakan SPSS.v 16.0 dan diketahui hasil analisis linearitas yang menggunakan tabel
15
dan Pemaafan nilai F sebesar 1,149 dengan signifikansi sebesar 0,356 (p > 0,05) yang menunjukkan bahwa variabel religiusitas dan Pemaafan bersifat linear.
Hasil Analisis Data
Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linearitas. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan SPSSv.16.0. Hasil korelasi antara Religiusitas dengan pemaafan di Gereja Isa Almasih Pati dapat dilihat di tabel di bawah ini :
Tabel 4. Korelasi
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
16
PEMBAHASAN
Berdasarkan pengujian korelasi dapat diketahui bahwa religiusitas berkorelasi positif dan signifikan dengan pemaafan pada pelayan Gereja Isa Almasih Pati. Berdasakan hasil uji perhitungan korelasi keduanya, memiliki r sebesar 0,516 dengan signifikan sebesar 0.000 (P < 0,05) yang berarti kedua variabel yaitu religiusitas dengan pemaafan memiliki hubungan yang positif signifikan yang artinya ketika individu memiliki religiusitas yang tinggi maka individu tersebut cenderung mampu melakukan pemaafan sesuai dengan ajaran yang sudah di ajarkan oleh agama tersebut, yaitu agama kristen. Sebaliknya jika religiusitas seseorang itu rendah maka individu itu cenderung tidak mampu untuk memaafkan.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Prisylia (2015) yaitu penelitian yang menunjukkan adanya hubungan positif signifikan antara religiusitas dengan pemaafan pada individu yang melakukan praktik keagamaan dan medukung penelitian yang dilakukan oleh Hui, Watkins, Wong & Sun (2006) menunjukkan bahwa religiusitas memiliki peran dalam melakukan pemaafan. Namun penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh Christina (2015) yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan pemaafan pada warga dewasa awal yang tidak mengikuti ibadah/kegiatan non-minggu di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Bandung.
17
kristiani, yaitu ajaran untuk memaafkan orang lain yang melakukan kesalahan kepadanya, sehingga religiusitas yang tinggi tersebut mendorong mereka untuk melakukan pemaafan.
Dimensi religiusitas yang kedua adalah praktik keagamaan, dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan seseorang untuk menunjukkan komitmennya terhadap agama yang dianutnya. Praktik agama ini terdiri dari dua hal yang penting yaitu ritual dan ketaatan. Individu yang memiliki religiusitas tinggi akan melakukan praktik keagamaan yaitu misalnya dengan mengikuti ibadah doa puasa, mengikuti sekolah orientasi melayani (SOM) dan mengikuti persekutuan kelompok kecil daerah yang memungkinkan mereka mendapatkan pengajaran untuk menaati ajaran agama tersebut yaitu pemaafan. Nilai agama mempengaruhi nilai dan konsep pemaafan individu, sedangkan keterlibatan di dalam praktik keagamaan mempengaruhi kecenderungan memaafkan di situasi yang nyata (Hui dkk., 2006)
18
dalam mejalani kehidupan, hal tersebut dikarenakan pelayan gereja tersebut memiliki pengalaman pribadi dengan Tuhan sehingga mendorong dirinya untuk memaafkan.
Kemudian dimensi religiusitas yang keempat adalah pengetahuan keagamaan, dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritual-ritual, kitab suci, dan tradisi-tradisi dalam agama tersebut. Individu yang memiliki religiusitas tinggi akan memiliki pengetahuan keagamaan dari khotbah-khotbah yang diberikan dari pendeta dan pengajaran-pengajaran yang jelas tertulis dari kitab suci yaitu ajaran untuk memaafkan kesalahan orang lain, karena pengajaran orang kristiani jika individu tidak melakukan pemaafan, maka Tuhan juga tidak memaafkan kesalahannya sehingga hal tersebut mendorong mereka untuk melakukan pemaafan bagi orang yang bersalah kepadanya. Hal diatas tersebut berdasarkan dari hasil wawancara kepada beberapa pelayan Gereja Isa Almasih Pati pada tanggal 6 Maret 2016 .
19
mempraktikkan setiap apa yang sudah di ajarkan oleh agamanya, yaitu melakukan pemaafan pada kehidupan sehari-harinya.
Berdasarkan dengan hasil analisa desktiptif diketahui bahwa rata-rata pelayan Gereja Isa Almasih Pati memiliki religiusitas yang tinggi. Menurut hasil wawancara dari pelayan gereja tersebut menyampaikan bahwa pelayan gereja diwajibkan untuk mengikuti pendalaman Alkitab, Sekolah Orientasi Melayani (SOM) dan mengikuti doa puasa karena dalam doa puasa itu sendiri merupakan doa yang wajib diikuti oleh semua pelayan gereja serta mengikuti persekutuan-persekutuan kelompok kecil di wilayah mereka tinggal seperti bagian timur, barat, utara, selatan dan bagian tengah hal tersebut adalah menara-menara doa untuk mendoakan program gereja, Pendeta, majelis dan lain-lain. Hal tersebut diketahui dari hasil wawancara terhadap beberapa pelayan gereja dan salah satu majelis gereja pada tanggal 6 Maret 2016.
20
mendapatkan hukuman dari Tuhan. Disamping itu mereka dapat memaafkan karena mereka memiliki dasar yang kuat dari agama kristiani sehingga mendorong mereka untuk memaafkan.
21
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan:
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan antara religiusitas dengan pemaafan pada pelayan Gereja Isa Almasih Pati, maka dapat disimpulkan:
Adanya hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan pemaafan pada
pelayan Gereja Isa Almasih Pati.
Sebagian besar pelayan Gereja Isa Almasih Pati memiliki tingkat religiusitas
yang berada pada kategori sangat tinggi. Kemudian tingkat pemaafan pada pelayan Gereja Isa Almasih Pati berada pada kategori sangat tinggi
Saran :
Berdasarkan hasil penelitian mengingat masih banyak keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut :
Bagi pelayan Gereja Isa Almasih Pati
Meningkatkan kembali kegiatan gerejawi yang dapat membangun religiusitas seperti mengikuti persekutuan-perekutuan doa, mengikuti Sekolah orientasi melayani (SOM) dan menjalin hubungan yang bersifat kekeluargaan dengan pelayan gereja yang lainnya sehingga tercipta hubungan yang harmonis.
Bagi pihak Gereja
22
mempertahankan religiusitasnya dengan mengadakan kegiatan yang dapat mempertahankan religiusitas seperti mewajibkan jemaat atau pelayan gereja mengikuti ibadah doa puasa, mengikuti persekutuan-persekutuan kelompok. Bagi peneliti selanjutnya
Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif sehingga kurang mendalam maka dari itu peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan penelitian kualitatif sehingga semua aspek dan faktor religiusitas dan pemaafan dapat di teliti lebih mendalam lagi.
23
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S (2004). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Azwar,S (2005).Metodologi penelitian. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Azwar,S(2012).Reliabilitas dan Validitas ed. Ke – 4. Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Azam, A (2003). Impact of 5-D of religiosity on diffucion rate og innovation.
International journal of bussiness and social science. 2 (17). www. Ijbssnet.com.
Bono,G.,McCullough, M. E.,&Root,L.M. (2006). Forgiveness and Well-being. Coral
Gabes,Fl: University of Miami.
Baker,J (2009). 8 Pilihan hidup bahagia bebas kepahitan, masa lalu, dan kebiasaan
buruk. Jakarta : Gunumg Mulia.
Christina, Z.J (2015). Hubungan religiusitas dengan Forgiveness pada warga dewasa yang tidak aktif mengikuti ibadah non-minggu di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Bandung.Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Kristen Satya Wacana: Salatiga
Dampak negatif bagi kesehatan bila menyimpan sakit hati dan dendam . Dalam :
http://health.detik.com/read/2014/09/19/152834/2695498/763/suka-menyimpan-dendam-pada-orang-lain-bisa-berdampak-buruk-bagi-kesehatan
Haryyo,Y (2010). Buletin Bahtera. Jakarta :Media Informasi dan Komunikasi Gereja Yesus Sejati.
Hui, E. K. P., Watkins, D., Wong, T. N. Y., & Sun, R. C. F (2006). Religion and forgiveness from Hong Kong chinese perspective. Pastoral Psychology, 55, 183-195.
LAI ( 2006 ). Alkitab. Jakarta : Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia.
McCullough, M. E. (2000). Forgiveness As Human Strength: Theory, Measurement, And Links To Well-Being. Journal of Social and Clinical Psychology, 19.43-55 McCullough. M. E., Root, L.M., & Cohen, A.D. (2006). Waiting About the Benefits of
an International Transgression Facilitates Forgiveness. Journal of Consulting and Clinical Psychology.
McCullough. M. E. (2013). Trangression-Related Interpersonal Motivation Inventory
(TRIM-18). www.midss.ie.
McCullough, M. E., Rachal, K. C., Sandage, S. J., Worthington, L. E. Jr., Brown, S. W., & Hight, T. L. (1998). International Forgiving In Close Relationships; II. Journal
of Counsulting and Clinical Psychology, 73, 321-336.
McCullough, M. E., & Worthington. L. E. (1999). Religion and the Forgiving
24
Padil, (2009). Perilaku keagamaan jemaat gereja protestan di indonesia bagian barat (GPIB) Yogyakarta. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga: Yogyakarta
Paramitasari, R (2012). Hubungan antara kematangan emosi dengan kecenderungan memaafkan pada remaja akhir. Jurnal psikologi pendidikan dan perkembangan. 1(2).
Prasylia,N. E. (2015). Hubungan religiusitas dengan Forgiveness pada individu yang tidak melakukan praktik keagamaan. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Kristen Satya Wacana:Salatiga.
Stark, R & Glock, C. Y. (1968). American piety: the nature religious comitmen. University of California perss: London
Sudiro,G. W. (2009). Hubungan antara religiusitas dengan perilaku obsesif kompulsif dalam beribadah pada pria muslim. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Sebelas Maret:Surakarta
Sugiyono., Maryati, Y (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:Pusat Bahasa.
Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan r & d. Bandung: Alvabeta.
Wade. N. G., & Warthington, E. L. Jr. (2003). Overcoming international offense: Is forgiveness the only way to deal with unforgiveness? Journal of Counseling &
Development- Summer, 18, 343-353