PENGARUH ATMOSFIR GERAI DAN PELAYANAN
RITEL TERHADAP IMPULSIF BUYING DI GIANT
HYPERMART RAJ AWALI SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Manajemen
Oleh:
Suliantono 0712010090/ FE/EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL `VETERAN`
PENGARUH ATMOSFIR GERAI DAN PELAYANAN
RITEL TERHADAP IMPULSIF BUYING DI GIANT
HYPERMART RAJ AWALI SURABAYA
Yang diajukan
Suliantono 0712010090/ FE/EM
Disetujui Untuk Ujian Lisan oleh:
Pembimbing Utama
Dra.Ec.Hj.Lucky Susilow at y,M P Tanggal : ………..
Mengetahui
Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
PENGARUH ATMOSFIR GERAI DAN PELAYANAN
RITEL TERHADAP IMPULSIF BUYING DI GIANT
HYPERMART RAJ AWALI SURABAYA
Yang diajukan
Suliantono 0712010090/ FE/EM
Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh
Pembimbing Utama
Dra.Ec.Hj.Lucky Susilow at y,M P Tanggal : ………..
Mengetahui
Ketua Jurusan Progam Studi Manajemen
SKRIPSI
PENGARUH ATMOSFIR GERAI DAN PELAYANAN
RITEL TERHADAP IMPULSIF BUYING DI GIANT
HYPERMART RAJ AWALI SURABAYA
Disusun Oleh :
Suliantono 0712010090/FE/EM
Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 13 Desember 2013
Pembimbing Utama : Tim Penguji
Ketua
Dra.Ec.Hj.Lucky Susilowati,MP Dr.Eko Purwanto.Msi
Sekr etaris
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan
berkat-Nya yang diberikan kepada penyusun sehingga skripsi yang berjudul
“Pengaruh Atmosfir Gerai Dan Pelayanan Ritel Ter hadap Impulsif
Buying Di Giant Hypermart Rajawali Sur abaya”.
Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat penyelesaian
Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen,
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberi bimbingan, petunjuk serta bantuan baik
spirituil maupun materiil, khususnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur. SE, MM, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar,MM, MS. Selaku Ketua Program Studi
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Dra.Ec.Hj.Lucky Susilowati,MP selaku Dosen Pembimbing Utama
yang telah memberikan bimbingan skripsi sehingga peneliti bisa
5. Para Dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis
selama menjadi mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“
Jawa Timur.
6. Kepada kedua orangtuaku dan adikku tercinta yang telah memberikan
dukungan baik moril ataupun material.
7. Berbagai pihak yang turut membantu dan menyediakan waktunya demi
terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa apa yang telah disusun dalam
skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat berharap
saran dan kritik membangun dari pembaca dan pihak lain.
Akhir kata, Peneliti berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.
Salam hormat,
Surabaya, Oktober 2013
DAFTAR ISI
2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 102.2 Landasan Teori ... 12
2.2.1 Pengertian Pemasaran ... 12
2.2.2 Perilaku Konsumen... 14
2.2.2.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen... 15
2.2.3. Atmosfir Gerai ... 21
2.2.3.1. Pengertian atmosri Gerai ... 21
2.2.3.2. Pemasaran retail ... 23
2.2.4. Pelayanan Ritel ... 24
2.2.4.1. Pengertian Pelayanan Ritel... 24
2.2.5. Impulse Buying ... 27
2.2.5.1. Pengertian Impulse Buiyng ... 27
2.2.5.2. Tipe Pembelian Impulse Buying ... 28
2.2.5.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impulse Buying ... 29
2.2.7 Pengaruh Pelayanan Ritel Terhadap Impulse Buying 32
2.3. Kerangka Konseptual ... 33
2.4. Hipotesis ... 33
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 34
3.1.1. Pengukuran Variabel ... 36
3.4 Uji Validitas Dan Reliabilitas ... 37
3.4.1 Uji Validitas ... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 55
4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 55
4.1.2. Visi Dan Misi perusahaan ... 56
4.2. Analisa Karakteristik responden ... 56
4.2.1. Deskripsi Variabel ... 58
4.2.1.1. Deskripsi Variabel atmosfir Gerai ... 58
4.2.1.2. Dekripsi Variabel Pelayan Ritel ... 61
4.2.1.3. Deskripsi Variabel Impulsif Buying ... 63
4.3. Analisa Data ... 64
4.3.2. Intrepretasi Hasil PLS ... 66
4.3.2.1. Pengujian Model Pengukuran (Outter Model) .. 66
4.3.2.2. Analisis Model PLS ... 71
4.3.2.3. Evaluasi Pengujian Struktural Model (Inner Model)71
4.4. Pembahasan ... 75
4.4.1. Pengaruh Atmosfir Gerasi Terhadpa Implusif Buying 75
4.4.2. Pengaruh Pelayanan Riterl Terhadap Impulsif Buying 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 80
5.2. Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Keluhan Konsumen Giant Hypermart Rajawali Surabaya 6
Tabel 1.2. Jumlah Konsumen Yang Berbelanja di Giant Hypermart Rajawali Surabaya 2011-2012 ... 7
Tabel 3.1. Goodness Of Fit Indiches ... 47
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 57
Tabel 4.3. Frekuensi Jawaban Mengenai Atmosfir Gerai... 58
Tabel 4.4. Frekuensi Jawaban Pelayanan Ritel ... 61
Tabel 4.5 Frekuensi jawaban Impulsif Buying ... 63
Tabel 4.6. Outlier Data... 65
Tabel 4.7. Outter Louding ... 67
Tabel 4.8. Average Variance Extract (AVE) ... 69
Tabel 4.9. Reliabilitas Data ... 70
Tabel 4.10. R-Aquare ... 72
Tabel 4.11. Outter Weights ... 73
Tabel 4.12. Inner Weight ... 74
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumen ... 16
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual ... 37
Gambar 3.1. Langkah-Langkah Analisis PLS ... 42
Gambar 3.2. Contoh Diagram Jalur PLS ... 44
Gambar 4.1. Diagram Jalur hasil PLS ... 71
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kuesioner
Lampiran 2 : Tabulasi Jawaban Responden
Lampiran 3 : Hasil Uji Outlier
Lampiran 4 : Hasil Uji Validitas, Reliabilitas dan Normalitas
Lampiran 5 : Hasil Uji PLS
PENGARUH ATMOSFIR GERAI DAN PELAYANAN
RITEL TERHADAP IMPULSIF BUYING DI GIANT
HYPERMART RAJ AWALI SURABAYA
Suliantono
Giant Hypermart di Rajawali Surabaya, merupakan salah satu format ritel yang ada di Indonesia selain memiliki permasalahan persaingan antar format ritel juga mengalami masalah ketika dihadapkan pada perilaku pelanggannya. Seringkali permasalahan yang berkaitan dengan perilaku pelanggan pada hypermart store sulit untuk diidentifikasi sehingga penentuan strategi bersaing juga sulit untuk ditetapkan seperti kedekatan lokasi, kelengkapan produk, berada di kawasan one-stop shopping, suasana yang nyaman dan area parkir yang luas. Tujuan dala peneliian ini. a Untuk mengetahui pengaruh atmosfir gerai terhadap impulsive buying di Giant Hypermart Rajawali Surabaya.b. untuk mengetahui pengaruh pelayanan ritel terhadap impulsive buying di Giant Hypermart Rajawali Surabaya.
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari jawaban responden melalui penyebaran kuesioner di d Giant Hypermart di Rajawali Surabaya.Teknik sampel menggunakan “Simple Random Sampling”. Dimana jumlah sampel adalah sebesar 100 responden.Untuk memenuhi tujuan penelitian, hipotesis diuji dengan Partial Least Square (PLS) yang merupakan metode analisis yang powerfull karena tidak didasarkan pada banyak asumsi.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan a. bahwa atmosfir gerai berpengaruh terhadap impulsif buying di Giant Hypermarket Rajawali Surabaya, dapat diterima, b. bahwa pelayanan ritel berpengaruh terhadap impulsif buying di Giant Hypermarket Rajawali Surabaya, dapat diterima. Adanya semakin baik pelayanan ritel yang disediakan oleh Giant Hypermarket Rajawali Surabaya maka akan dapat meningkatkan timbulnya pembelian impulsif pelanggan pada gerai tersebut.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Balakang Masalah
Keberhasilan globalisasi ekonomi dunia yang diiringi dengan kemajuan
teknologi informasi telah memacu pertumbuhan industri ritel seluruh dunia
(Lamba, 2007). Toko-toko ritel besar (hypermarket) telah merambah ke
seluruh dunia melalui jaringan distribusinya yang berperan sebagai wholesaler
sekaligus sebagai retailer di semua negara berkembang termasuk Indonesia.
Sejak tahun 2000 sampai sekarang pertumbuhan hypermarket mencapai 30%
per tahun, sedangkan supermarket menurun dari 15% menjadi 10% pertahun
(Kontan, Oktober 2009). Pada tahun 2009 hypermart memiliki 44 gerai, Makro
memiliki 19 gerai, Giant memiliki 27 gerai, dan Carrefour, ritel dari Perancis,
yang berkembang pesat satu dekade terakhir memiliki 45 gerai di Indonesia
(Majalah SWA, 16 Oktober 2009).
Dari sisi pangsa pasar, tahun 2005 saja hypermarket telah menguasai
38,5% dari total pasar ritel Indonesia Rp.87,5 triliun (Business Intelligence
Report
- BIRO, 2005). Kondisi pertumbuhan hypermarket ini tidak dapat dihindarkan
karena revolusi perubahan strategi bisnis ritel modern didukungoleh organisasi
mutahir yang menyediakan jasa pelayanan mutahir dan ekstra lengkap
sehingga hypermarket menciptakan nilai tambah maksimal sebagai sarana
distribusi bagi industri manufaktur produk-produk primer, sekunder, maupun
tambah spektakuler bagi konsumen karena menyediakan pelayanan one stop
shopping (Bliss, 1988). Hypermarket adalah hasil evolusi alami dari toko ritel
kecil tradisional, yang tadinya hanya menjual kebutuhan pokok sehari-hari,
merupakan konsekuensi logis hasil kemajuan industri ritel modern (Kasali,
2007). Pada sisi lain, kondisi ini juga disebabkan oleh tuntutan permintaan
pasar yang meningkat terhadap layanan terbaik, terlengkap dan paling efisien
dari sisi harga dan waktu belanja bagi konsumen.
Salah satu yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan
pemikiran bisnis adalah mengenali konsumen dalam melakukan pengambilan
keputusan pembelian barang atau jasa (Kotler, 2006). Untuk memahami
konsumen melakukan pengambilan keputusan perlu dilakukan riset perilaku
konsumen (Hawkins, et al., 2007). Perspektif pengaruh perilaku memfokuskan
pada perilaku konsumen dan kemungkinan lingkungan yang mempengaruhi
perilaku tersebut (Mowen and Minor, 2001). Lingkungan konsumen dapat
mempengaruhi afeksi, kognitif dan perilaku konsumen, karena itu untuk
memahami pengaruh lingkungan akan lebih mudah dalam kontek faktor
situasional (Peter and Olson, 2008).
Gerai merupakan tempat konsumen untuk melakukan pembelian, baik
itu terencana maupun tidak terencana. Pembelian terencana adalah perilaku
pembelian dimana keputusan pembelian sudah dipertimbangkan sebelum
masuk ke dalam gerai, sedangkan pembelian tak terencana adalah perilaku
pembelian tanpa ada pertimbangan sebelumnya. Point of Purchase Advertising
75 persen pembelian di supermarket dilakukan secara tak terencana. Salah satu
jenis pembelian tidak terencana yang sering mendapatkan perhatian adalah
pembelian impulsif (impulsive buying). Hal ini disebabkan pembelian impulsif
merupakan sebuah fenomena dan kecenderungan perilaku berbelanja meluas
yang terjadi di dalam pasar dan menjadi poin penting yang mendasari aktivitas
pemasaran (Herabadi, 2003).
Kompetisi pengusaha ritel tidak lagi terjadi antar format ritel yang sama
namun terjadi antar format ritel yang berbeda (Utami, 2006:8). Sebagai contoh
supermarket bukan saja harus bersaing dengan supermarket lain, tetapi
bersaing juga dengan hypermarket, department store, super store, maupun toko
kulakan. Teridentifikasi dengan jelas bahwa peluang maupun persaingan usaha
ritel sangat terbuka. Hypermart merupakan salah satu format ritel yang ada di
Indonesia selain memiliki permasalahan persaingan antar format ritel juga
mengalami masalah ketika dihadapkan pada perilaku pelanggannya. Seringkali
permasalahan yang berkaitan dengan perilaku pelanggan pada hypermart store
sulit untuk diidentifikasi sehingga penentuan strategi bersaing juga sulit untuk
ditetapkan. Pihak manajemen tentunya berkeinginan agar setiap konsumen
yang datang pada tokonya akan membeli produk yang dijual, dengan kata lain
strategi yang ditetapkan mengarah pada hasil akhir yaitu keputusan pembelian
konsumen.
Keputusan pembelian yang dilakukan belum tentu direncanakan,
terdapat pembelian yang tidak direncanakan (impulsive buying) akibat adanya
perilaku pembelian mendukung asumsi bahwa jasa layanan fisik menyediakan
lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen, dihubungkan dengan
karakteristik lingkungan konsumsi fisik, keputusan pembelian konsumen
terutama keputusan yang bersifat impulse buying dapat didasari oleh faktor
individu konsumen yang cenderung berperilaku afektif. Perilaku ini kemudian
membuat pelanggan memiliki pengalaman belanja.
Obyek yang dipilih pada penelitian ini adalah Giant Hypermart
mengingat pada umumnya konsumen melakukan pembelian kebutuhan rumah
tangga dan sebagainya adalah di Giant hypermart, dimana Giant Hypermart
yang pertama dan terbesar, dan paling berkembang di Indonesia dan di kenal
sebagai peritel handal untuk kategori pakaian dan mode, serta menawarkan
barang-barang keperluan rumah tangga lainnya, pada Giant Hypermart
seringkali karena impulse buying. Dengan kata lain keinginan pelanggan untuk
membeli itu timbul disebabkan dorongan dari dalam diri pelanggan yang
timbul karena adanya situasi dalam toko yang mendukung ditunjang dengan
motivasi pribadi orang tersebut.
Data empirik tersebut memperlihatkan bahwa pelayanan merupakan
aspek penting yang dapat digunakan peritel untuk menarik pelanggan dalam
jumlah yang lebih banyak sekaligus merangsang terjadinya peningkatan
frekuensi pembelian. Rintamaki et al. (2006) mengungkapkan bahwa
ketersediaan fasilitas-fasilitas yang bersifat entertainment dan eksploratif dapat
dikembangkan untuk memberikan kontribusi dalam meningkatkan nilai
fasilitas-fasilitas pendukung maupun pelayanan dalam gerai lainnya sangat
penting untuk merangsang timbulnya kesenangan dan kenikmatan (hedonisme)
pelanggan sewaktu berbelanja dalam gerai.
Hasil wawancara terhadap 30 orang pelanggan Giant Hypermart di
Rajawali Surabaya, memperlihatkan bahwa terdapat beberapa alasan utama
pelanggan untuk berbelanja di Giant Hypermart Rajawali Surabaya yaitu
kedekatan lokasi, kelengkapan produk, berada di kawasan one-stop shopping,
suasana yang nyaman dan area parkir yang luas seperti yang terlihat pada Tabel
1.1. Kedekatan lokasi dan kelengkapan produk ternyata merupakan
pertimbangan utama sebagian besar responden dalam menentukan cabang
Giant Hypermart yang dipilih sebagai tempat berbelanja. Banyak responden
juga mempertimbangkan kenyamanan suasana gerai dan keberadaan gerai di
kawasan one-stop shopping. Area parkir yang luas tampak bukanlah alasan
pentiing responden dalam memilih gerai Store yang dipakai sebagai tempat
berbelanja.
Dari hasil survey tersebut bahwa terdapat beberapa keluhan pelanggan
terkait penciptaan atmosfer gerai dan fasilitas layanan yang disediakan dalam
Giant Hypermart Rajawali Surabaya. Keluhan pelanggan mengenai atmosfer
gerai antara lain layout gerai yang terlalu sempit dan menyulitkan pergerakan
pelanggan saat berbelanja di dalam gerai dan udara dalam gerai yang kurang
sejuk sehingga membuat pelanggan kurang nyaman berbelanja. Keluhan
mengenai fasilitas pelayanan yang disediakan Giant Hypermart Rajawali
bersih, pengembalian yang sering kurang dan ditukari dengan permen, serta
karyawan yang dirasakan kurang ramah, sebagai berikut:
Tabel 1.1. Daftar Keluhan Konsumen di Giant Hypermart Rajawali Surabaya
No Keluhan Jumlah Prosentase
1
Sumber : Hasil wawancara, Giant Hypermart,2013
Berdasarkan tabel di atas bahwa keluhan pelanggan adalah mengenai
fasilitas pelayanan yang disediakan Giant Hypermart Rajawali Surabaya yaitu
keluhan mengenai toilet (40persen), karyawan (23,33 pesen) dan pengembalian
sebesar 10%. Sebanyak 20 persen lainnya disebabkan oleh keluhan mengenai
atmosfer dalam gerai yang terdiri atas keluhan mengenai kesejukan udara (6,67
persen) dan layout gerai (20 persen). Keluhan pelanggan mengenai atmosfer
gerai dan pelayanan ritel tentu saja harus mendapat perhatian oleh pihak Giant
Hypermart Rajawali Surabaya karena hal ini menandakan adanya
ketidaknyamanan konsumen saat berbelanja. Giant Hypermart Rajawali
Surabaya seharusnya mampu mengatasi keluhan dan memberikan kenyamanan
dalam proses belanja bagi pelanggannya guna mendorong niat berbelanja di
“Bisnis ritel sekarang ini begitu kompetitif terlebih ketika muncul
format baru yang lebih modern seperti hypermarket dan minimarket terutama
minimarket karena letaknya hingga pelosok perumahan sehingga mudah
dijangkau masyarakat. Kondisi ini jelas merebut pangsa pasar supermarket,
saat ini tejadi pergeseran fungsi supermarket. Jika dahulu supermarket
dijadikan tempat untuk membeli kebutuhan pokok sekarang bisa menjadi arena
rekreasi. Selain itu, ketidakmampuan supermarket untuk bertahan dan meraih
pelanggannya kembali serta krisis keuangan yang memperparah kerugian
supermarket karena daya beli masyarakat cenderung menurun”. Surabaya
yang merupakan salah satu kota terbesar di Jawa Timur dengan jumlah
penduduk yang banyak menjadikan Bandung sebagai kota yang tergolong
padat penduduk, berikut aadalah jumlah konsumen yang berbelanja di Giant
hypermart Rajawali Surabaya. sebagai berikut:
Tabl 1.2. Jumlah Konsumen Yang Berbelanja Di Giant Hypermart 2011-2012
Bulan
Berdasarkan data kunjungan atau konsumen yang berbelanja di Giant
Hypermart Rajawali Surabaya pada tahun 2009-2011 justru memperlihatkan
bahwa konsumen yang berbelanja di sana relatif stabil namun masih adanya
penurunan jumlah konsumen seperti hal nya di tahun 2010-2011 tingkat
pertumbuhannya turun menjadi 0,91% , dilihat dari sudut pandang konsumen,
hadirnya toko eceran dengan konsep swalayan yang menjual berbagai produk
dan ditunjang oleh suasana toko yang bersih, teratur dan nyaman menjadi daya
tarik untuk berbelanja di pasar swalayan. Konsumen tidak perlu lagi
berdesakan dengan konsumen lain, berpindah dari satu penjual ke penjual yang
lain untuk membeli barang yang berbeda sambil menjinjing kantong belanjaan
yang berat,berkutat di tempat yang panas atau berdebu ataupun becek dan bau,
dan lain sebagainya seperti halnya di pasar tradisional.
Meningkatnya jumlah pasar swalayan, pilihan konsumen akan jatuh
pada pasar swalayan yang mampu menawarkan manfaat-manfaat bagi
konsumen seperti harga terjangkau, produk yang lengkap, lokasi yang mudah
dicapai, suasana yang nyaman dan lain sebagainya. Dengan demikian
perusahaan dituntut untuk dapat menciptakan apa yang menjadi harapan dari
konsumen.
Peritel termasuk Giant Hypermart Rajawali Surabaya wajib untuk
menciptakan dan mengelola atmosfer gerai yang berkesan serta menyediakan
pelayanan yang sesuai atau melebihi apa yang diharapkan konsumen. Kondisi
tersebut akan dapat membantu untuk membedakan diri dan mampu
gerai dan pelayanan ritel yang baik akan memberikan keuntungan bagi pihak
Giant Hypermart Rajawali Surabaya. Konsumen akan lebih senang berbelanja
jika merasa nyaman ketika berinteraksi dengan lingkungan berbelanja dan
kemungkinan besar akan berkunjung kembali ke suatu gerai.
Berdasarkan uraian fenomena diatas, maka penelitian ini mengambil
judul “Pengaruh Atmosfir Gerai Dan Pelayanan Ritel Ter hadap Impulsif
Buying Di Giant Hypermart Rajawali Sur abaya”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
a. Apakah atmosfir gerai berpengaruh terhadap impulsif buying di
Giant Hypermart Rajawali Surabaya?
b. Apakah pelayaan ritel berpengaruh terhadap impulsif buying di
Giant Hypermart Rajawali Surabaya?
1.3. Tujuan Penelitian
Atas dasar perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui pengaruh atmosfir gerai terhadap impulsive
buying di Giant Hypermart Rajawali Surabaya.
b. Untuk mengetahui pengaruh pelayanan ritel terhadap impulsive
buying di Giant Hypermart Rajawali Surabaya.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian yang penulis lakukan nantinya
1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan ide dan
pemikiran pada Giant Hypermart Rajawali Surabaya.
2. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan dapat memacu
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dapat dipakai sebagai bahan kajian yaitu
penelitian yang dipublikasikan mengenai pnelitian, adalah sebagai berikut :
Suasana, Yasa, Yistiani, (2012) Dengan Judul “Pengaruh atmosfer gerai
dan pelayanan ritel Terhadap nilai hedonik dan pembelian impulsif Pelanggan
matahari department store duta plaza Di Denpasar”. Permasalahan yang di
ajukan dalam penelitian ini adalah: 1.apakah Atmosfer gerai berpengaruh
positif dan signifikan terhadap nilai hedonik. 2. Pelayanan ritel berpengaruh
positif dan signifikan terhadap nilai hedonik. 3. Atmosfer gerai berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pembelian impulsif. 4. Pelayanan ritel
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian impulsif. 5. Nilai
hedonik berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian impulsif.
Adapun dari hasil penelitian ini adalah atmosfer gerai dan pelayanan ritel
berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai hedonik pelanggan Matahari
Department Store Duta Plaza di Denpasar. Atmosfer gerai, pelayanan ritel dan
nilai hedonik juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian
impulsif yang dilakukan oleh pelanggan Matahari Department Store Duta
Plaza di Denpasar.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Rohman, Fatchur, (2009). dengan
Mediasi Pengaruh Faktor Situasional Terhadap Keputusan Pembelian Impulsif
Di Butik Kota Malang”. Adapun rumusan maslah yang diajukan adalah: 1).
apakah faktor situasional dapat mempengaruhi reaksi impulsif pelanggan?
apakah faktor situasional dapat mempengaruhi nilai hedonik konsumsi
pelanggan? apakah reaksi impulsif dan nilai hedonik konsumsi mempengaruhi
keputusan pembelian impulsif? apakah faktor situasional dapat mempengaruhi
nilai utilitarian konsumsi pelanggan? apakah faktor situasional dapat
mempengaruhi nilai pelanggan? apakah nilai utilitarian konsumsi dan nilai
pelanggan mempengaruhi kepuasan pelanggan? apakah nilai pelanggan dan
kepuasan pelanggan mempengaruhi loyalitas pelanggan?.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pengusaha butik perlu melakukan
hubungan baik dengan pelanggan butik, caranya dengan memiliki daftar nama,
alamat, dan nomor telepon konsumen untuk memudahkan dalam memberikan
informasi tentang produk-produk baru yang lagi musim. Hasil studi
menunjukkan bahwa konsumen berbelanja ke butik untuk mengikuti trend
pakaian yang sedang musim sehingga kecepatan informasi mengenai mode
mendapat perhatian konsumen. Pengusaha butik perlu memperhatikan desain
interior dan exterior karena hasil studi menunjukkan bahwa konsumen
berbelanja ke butik tidak hanya berharap mendapatkan barang saja akan tetapi
juga untuk mendapatkan pengalaman yang menyenangkan.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Hatane Samuel (2006) dengan
impulsif konsumen online dengan sumberdaya yang dikeluarkan dan orientasi
belanja sebagai variabel mediasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan pengaruh
stimulus antara format media offline dengan media online terhadap respon
emosi dan kecenderungan perilaku pembelian impulsif. Ditemukan bahwa
stimulus dari format media online memberikan dampak respon emosi dan
kecenderungan perilaku pembelian impulsif yang lebih kuat. Dalam kelompok
format media online ditemukan juga bahwa bentuk format audio-visual dan
teks gambar mempunyai stimulus yang tidak berbeda secara statistik dan lebih
kuat dibandingkan format animasi gambar. Hasil temuan lainya. menunjukan
bahwa respon emosi mempunyai dampak positip secara langsung terhadap
kecenderungan perilaku pembelian impulsif. Selain itu sumberdaya yang
dikeluarkan dapat merupakan mediasi positip antara respon emosi dengan
orientasi belanja rekreasi, dan negatip untuk orientasi belanja kenyamanan.
Orientasi belanja kenyamanan merupakan mediasi positip antara sumberdaya
yang dikeluarkan dengan kecenderungan perilaku pembelian impulsif,
sedangkan orientasi belanja rekreasi merupakan mediasi negatip.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Pemasaran
Selama ini pemasaran jasa masih belum begitu diperhatikan, tapi
melihat banyak jumlah uang, yang dibelanjakan untuk membeli jasa tersebut,
maka para produsen jasa mulai memberi perhatian khusus. Hal ini ditambah
Pemasaran merupakan suatu proses atau kegiatan untuk mempersepsikan,
memahami, menstimulasi dengan menyalurkan sumber-sumber sebuah
organisasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut atau dengan kata
lain, pemasaran merupakan proses penyelarasan sumber-sumber sebuah
organisasi terhadap kebutuhan pasar, adapun definisi-definisi lain tentang
pemasaran dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut :
Menurut Kotler (2002 : 8) dalam Manajemen Pemasaran I; pemasaran
adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan
kelompok mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan menciptakan,
menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain
Menurut beberapa ahli mengenai definisi jasa dalam buku Buchari
Alma (2003 : 243) sebagai berikut :
1. Valerie A. Zeitthaml dan Mary Jo Bitner (2000: 3) jasa adalah suatu
kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk dikonsumsi bersamaan
dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan,
hiburan, sant4i, sehat) bersifat tidak berwujud.
2. Pemasaran adalah”satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk
menciptakan, mengkomunikasikan dan menyerahkan nilai kepada
pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang
menguntungkan organisasi dan pemilik sahamnya” (Kotler, 2007:6)
Intinya disini ialah bahwa jasa itu tidak berwujud dan tidak
memberikan kepemilikan suatu apapun kepada pembelinya. Sedangkan proses
produk. Manajemen pemasaran merupakan usaha yang dilakukan
secara sadar untuk menghasilkan pertukaran yang diinginkan oleh pasar
sasaran (target market). Kegiatan pemasaran harus dijalankan berdasarkan
falsafah pemasaran yang efisien, efektif dan bertanggung jawab sosial yang
telah dipikirkan secara mendalam.
2.2.2. Perilaku Konsumen
Pengertian mengenai perilaku oleh perusahaan ataupun organisasi
dalam mencapai tujuan pasar sangat penting dan berguna dalam usaha
menentukan dan melaksanakan strategi pemasaran yang tepat agar dapat
mencapai tujuan dengan efektif. Perilaku Konsumen (consumer behavior)
didefinisikan sebagai studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses
pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang,
jasa, pengalaman, ide-ide (John C. Mowen dan Michael minor, 2002).
Menurut Blackwell, Miniard, dan Engel (2001:4), ”pengertian perilaku
konsumen adalah perilaku seseorang ketika melakukan proses membeli,
mengkonsumsi suatu produk maupun jasa”.
Sedangkan menurut Solomon, Marshall, dan Stuart (2008:141),
”perilaku konsumen diartikan sebagai sebuah proses seseorang atau kelompok
untuk memilih, membeli, menggunakan untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan mereka”
Kotler dan Amstrong (2004:199), memberikan definisi yang lain,
“Perilaku Konsumen adalah perilaku pembelian konsumen akhir, baik individu
Konsumen mempunyai arti yang penting bagi perusahaan karena akan membeli
output perusahaan tersebut. Dalam memahami perilaku konsumen terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipelajari, yaitu apa yang mereka
beli, mengapa mereka membeli, bagaimana mereka membeli, kapan mereka
membeli, dimana mereka membeli, dan berapa sering mereka membeli
2.2.2.1. Faktor Yang Mempengar uhi Perilaku Konsumen
Faktor yang mempengaruhi konsumen adalah sebagai berikut: (Kotler
dan
Amstrong, 2007: 197)
1. Pengaruh lingkungan
2. Perbedaan dan pengaruh individu
3. Proses psikologis
Dalam tujuan pemasaran pihak pemasar berusaha keras untuk
memenuhi dan melayani kebutuhan dan belanja sasaran dengan maksimal
sesuai dengan keinginan dan harapan konsumennya, Yaitu memperoleh
kepuasan sehingga perusahaan harus mampu mengembangkan bauran
pemasaran untuk mempengaruhi konsumen agar mau mengambil keputusan
untuk melakukan pembelian atas produk atau jasa yang ditawarkan.
Rangkaian dan unsur masing-masing faktor dapat digambarkan sebagai
Budaya
Sumber: Kotler and Amstrong, (2007), Dasar-Dasar Pemasaran,
Penerbit: Intermedia J akarta.
Gambar 2.1. : Faktor – Faktor Yang Mempengar uhi Konsumen
1. Faktor Budaya
Budaya, sub-budaya, dan kelas sosial merupakan hal yang sangat penting
dalam perilaku pembelian
a. Budaya
Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling
mendasar. Anak-anak mendapatkan kumpulan nilai, persepsi,
preferensi, dan perilaku dari keluarganya serta lembaga-lembaga
penting lain. Anak-anak yang dibesarkan di amerika serikat
mendapatkan nilai-nilai berikut: prestasi dan keberhasilan, aktifitas,
efisiensi dan kepraktisan, kemajuan, kenikmatan materi,
individualisme, kebebasan, kenikmatan eksternal, humanisme, dan
berjiwa muda.
b. Sub-Budaya
Masing-masing budaya terdiri dari sub-budaya yang lebih kecil yang
memberikan lebih banyak ciri-ciri dan sosialisasi yang khusus bagi
anggota-anggotanya. Sub-budaya terdiri dari kebangsaan, agama,
kelompok ras, dan daerah geografis. Banyak sub-budaya yang
membentuk segmen pasar penting, dan pemasar sering merancang
produk dan progam pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan
mereka.
c. Kelas Sosial
Pada dasarnya semua masyarakat memiliki strata social. Stratifikasi
tersebut kadang-kadang berbentuk sistim kasta yang berbeda
dibesarkan dengan peran tertentu dan tidak dapat mengubah
keanggotaan kasta mereka. Stratifikasi lebih sering ditemukan dalam
bentuk kelas sosial.
2. Faktor Sosial
Selain faktor budaya, perilaku seorang konsumen dipengaruhi oleh
faktor-faktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga serta peran dan status sosial.
a. Kelompok Acuan
Kelompok acuan seseorang terdiri dari semua kelompok yang
mempunyai pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung
pengaruh langsung terhadap seseoarang dinamakan kelompok
keanggotaan.
b. Keluarga
Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling
penting dalam masyarakat, dan ia telah menjadi obyek penelitian yang
luas. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling
berpengaruh .Kita dapat membedakan antar dua keluarga dalam
kehidupan pembeli. Keluarga orientasi terdiri dari orang tua dan
saudara kandung seseorang..
c. Peran dan Status
Seseorang berpartisipasi dalam banyak kelompok sepanjang hidupnya
keluarga, club, organisasi. Kedudukan orang itu masing-masing
kelompok dapat ditentukan berdasarkan peran dan status. Peran
meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang.
Masing-masing peran menghasilakan status.
3. Faktor Pribadi
Keputusan pembeli juga dipengarui oleh karakteristik pribadi, Karakteristik
tersebut meliputi usia, dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi,
gaya hidup, serta kepribadian dan konsep didik pembeli.
a. Usia Dan Tahap siklus Hidup
Orang yang memebeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang
hidupnya,banyak ragam makanan selama tahun-tahun pertumbuhan dan
kedewasaan, serta diet khusus selama tahun-tahun berikutnya.
Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga. Beberapa karya
terbaru telah mengidentifakasikan tahap siklus hidup psikologis. Orang
dewasa mengalami perjalanan dan perubahan situasi hidup bercerai,
menduda atau menjanda, kawin lagi dan dampak situasi itu terhadap
perilaku konsumsi.
b. Pekerjaan dan Lingkungan Ekonomi
Pekerjaan seseorang juga mempengarui pola konsumsinya. Pilihan
produk sangat dipengarui oleh keadaan ekonomi seseorang, penghasilan
yang dapat di belanjakan (level, kesetabilan, pola waktu), tabungan dan
aktiva (termasuk presentase aktiva yang lancar/likuid), utang,
kemampuan untuk meminjam, dan sikap terus-menerus
memperlihatkan kecendrungan penghasilan pribadi, tabungan dan
tingkat suku bunga. Jika indikator ekonomi menandakan resesi,
pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang,
melakukan penempatan ulang, dan menempatkan kembali harga produk
mereka sehingga mereka dapat terus menawarkan nilai ke pelanggan
sasaran.
c. Gaya Hidup
Orang-orang yang berasal dari sub-budaya, kelas sosial, dan pekerja
yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda.Gaya hidup adalah
minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan dari
seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya.
d. Kepribadian dan Konsep Diri
Masing-masing orang memiliki kepribadian yang berbeda yang
mempengarui perilaku pembelianya. Yang dimaksud kepribadian
adalah karakteristik psikologis seseorang yang berbeda dengan orang
lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan
lama terhadap lingkunganya.
4. Faktor Psikologis
Pilihan pembelian seseorang dipengarui oleh empat faktor psikologis utama
motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan pendirian.
a. Motivasi
Seseorang mempunyai banyak kebutuhan pada waktu tertentu.
Beberapa kebutuhan bersifat biogenis, kebutuhan tersebut muncul dari
tekanan biologis seperti lapar, haus, tidak nyaman. Kebutuhan yang
bersifat Psikogenis, kebutuhan itu muncul dari tekanan psikologis
seperti kebutuhan dan pengakuan, penghargaan, atau rasa keanggotaan
kelompok. Suatu kebutuhan akan menjadi motif jika ia didorong hingga
ia mencapai tingkat intensitas yang memadai..
b. Persepsi
Seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak. Bagaimana seseorang
yang termotivasi bertindak akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap
individu memilih, mengorganisasi, dan mengintepretasi masukan
informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti.
Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi pada
rangsangan yang behubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan
individu yang bersangkutan.
c. Keyakinan dan sikap
Melalui bertindak dan belajar, orang mendapatkan keyakinan dan sikap.
Keduanya kemudian mempengaruhi perilaku pembelian mereka.
Keyakinan mungkin berdasarkan pengetahuan, pendapat, atau
kepercayaan..
Sikap adalah evaluasi, perasaan emosional, dan kecendrungan tindakan
yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama dari
seseorang terhadap suatu obyek atau gagasan. Jadi perusahaan
sebaiknya menyesuaikan produknya dengan sikap yang telah ada
daripada berusaha untuk mengubah sikap orang. Tentu saja terdapat
beberapa pengecuailian dimana biaya besar untuk mengubah sikap
orang-orang akan memberikan hasil.
2.2.3. Atmosfir Gerai
2.2.3.1. Penfertian Atmosfir Gerai
Atmosfer berbelanja mempengaruhi keyakinan terhadap produk dan
pelayanan yang ditawarkan oleh sebuah gerai ritel (Grayson dan McNeill,
penting yang harus dipertimbangkan ketika mengelola tujuan bisnis dan
ekspektasi konsumen (Grayson dan McNeill, 2009).
Atmosfer gerai merupakan salah satu elemen bauran pemasaran ritel
yang terkait dalam hal penciptaan suasana belanja. Atmosfer merupakan kunci
dalam menarik dan membuat konsumen terkesan dengan pengalaman
berbelanja di dalam gerai (Coley dan Burgess, 2003). Utami (2010)
menyatakan terdapat dua macam motivasi berbelanja yang menjadi perhatian
peritel dalam menyediakan atmosfer dalam gerai yang sesuai. Pertama adalah
kelompok yang berorientasi pada motif utilitarian yang lebih mementingkan
aspek fungsional. Kelompok kedua adalah kelompok yang berorientasi
rekreasi, faktor ambience, visual merchandising, dan fasilitas-fasilitas yang
lengkap menjadi faktor penentu keputusan konsumen.
Ma’ruf (2006) memaparkan bahwa atmosfer dan ambience dapat
tercipta dari gabungan unsur-unsur sebagai berikut:
1) Desain Gerai, Desain gerai merupakan strategi penting dalam menciptakan
atmosfer yang dapat membuat pelanggan merasa betah berada dalam suatu
gerai. Desain gerai bertujuan untuk memenuhi syarat fungsional sekaligus
menyediakan pengalaman berbelanja yang menyenangkan sehingga
mendukung terjadinya transaksi.Desain gerai mencakup desain di
lingkungan gerai, yaitu desain eksterior, layout, dan ambience. Desain
eksterior mencakup wajah gerai, marquee, pintu masuk, dan jalan masuk.
Layout atau tata letak berkaitan dengan alokasi ruang untuk penempatan
menciptakan perasaan tertentu dalam diri pelanggan yang ditimbulkan dari
penggunaan unsur-unsur interior, pengaturan cahaya, tata suara, sistem
pengaturan udara, dan pelayanan. Desain gerai yang tepat akan membantu
tercapainya sasaran komunikasi visual.
2) Perencanaan Gerai, Perencanaan gerai mencakup layout (tata letak) dan
alokasi ruang. Layout mencakup rencana jalan atau gang dalam gerai dan
sirkulasi arus orang.
3) Komunikasi Visual, Komunikasi visual adalah komunikasi perusahaan ritel
dengan konsumennya melalui wujud fisik berupa identitas peritel, grafis,
dan in-store communication. Identitas peritel berupa wajah gerai dan
marquee, kedua hal inilah yang pertama kali dilihat oleh calon pembeli
ketika berniat berbelanja, sedangkan grafis merupakan pendukung dari
komunikasi dalam gerai yang melibatkan tata suara, tekstur, entertainment,
promosi, dan personal.
4) Penyajian Merchandise, Berkenaan dengan teknik penyajian barang-barang
dalam gerai untuk menciptakan situasi dan atmosfer tertentu. Teknik dan
penyajian merchandise berkenaan dengan keragaman produk, koordinasi
kategori produk, display contoh, pencahayaan, tata warna, dan window
display. Penyajian merchandise sering kali dikaitkan dengan teknik visual
merchandising. Visual merchandising adalah gabungan unsur-unsur desain
lingkungan gerai, penyajian merchandise, dan komunikasi dalam gerai,
contohnya adalah display harga khususnya harga yang menciptakan citra
visual merchandising bertujuan memikat pelanggan dari segi penampilan,
suara, dan aroma, bahkan pada rupa barang yang disentuh konsumen.
Gabungan unsur-unsur atmosfer gerai tersebut dapat menggambarkan
momen of truth, yaitu situasi langsung yang dirasakan konsumen saat
berbelanja. Jika setting dari gabungan unsur-unsur tersebut dapat berjalan
optimal, peritel akan dapat menyentuh emosi konsumen dan memberi
pengalaman berbelanja tertentu. Biaya pelanggan total adalah sekumpulan
biaya yang diharapkan oleh konsumen yang dikeluarkan untuk mengevaluasi,
mendapatkan, menggunakan dan membuang produk atau jasa.
Adapun indikatornya adalah: Suasana,Yasa,Yistiani,(2012)
a. Tata cahaya merupakan pencahayaan ruangan gerai Giant Hypermart
Rajawali Surabaya yang dapat menciptakan kenyamanan bagi
g) Pengelompokan produk merupakan penempatan produk berdasarkan
kelompok-kelompok tertentu sehingga memudahkan pelanggan Giant
Hypermart Rajawali Surabaya untuk menemukan produk yang
diinginkan.
h) Display produk merupakan penataan letak produk yang ditawarkan di
dalam Giant Hypermart Rajawali Surabaya.
2.2.4. Pelayanan Ritel
2.2.4.1.Pengertian Pelayanan Ritel
Pada dasarnya ritel atau retail berarti eceran atau perdagangan eceran.
Bisnis ritel dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam
penjualan barang dan jasa secara langsung ke konsumen akhir untuk
penggunaan pribadi dan bukan bisnis (Alma, 2005). Pengertian ini berarti
bisnis ritel memainkan perannya sebagai saluran distribusi akhir yang
berfungsi untuk menyalurkan barang dan jasa kepada konsumen untuk tujuan
konsumtifnya. Pendapat lain mengenai konsep ritel diutarakan oleh Sopiah dan
Syihabuddin (2008) yang menyatakan ritel merupakan penjualan barang atau
jasa kepada konsumen akhir.
Terdapat berbagai definisi mengenai pelayanan (service), Stanton
dalam Alma (2005) mendefinisikan pelayanan sebagai sesuatu yang dapat
diidentifikasi secara terpisah, tidak berwujud, ditawarkan untuk memenuhi
kebutuhan. Kegiatan pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan pokok
perusahaan ritel yaitu penjualan barang dan jasa. Pelayanan yang ditawarkan
dihasilkan dengan menggunakan benda-benda berwujud maupun tidak.
Zeithaml dan Bitner (dalam Alma, 2005) menyatakan bahwa pelayanan adalah
suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk yang dikonsumsi secara
bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti
kenikmatan, hiburan, santai atau sehat) yang bersifat tidak berwujud.
Pelayanan (service) dapat memberikan nilai tambah yang positif bagi
pelanggan sehingga keberadaannya sangat diperlukan untuk menunjang
kebutuhan pokok pelanggan.
Ma’ruf (2006) mengungkapkan bahwa pelayanan ritel bertujuan
memfasilitasi para pembeli saat berbelanja di gerai. Sopiah dan Syihabudhin
(2008) menyebutkan jenis-jenis pelayanan yang ditawarkan dalam gerai
meliputi:
1) Customer service
a) Pramuniaga yang terampil dengan cara pelayanan dan kesigapan
membantu.
b) Personal shopper, yaitu staf perusahaan ritel yang melayani pembeli
melalui telepon dan menyiapkan barang pesanan yang nantinya tinggal
diambil oleh pelanggan.
2) Terkait fasilitas gerai
a) Jasa pengantaran (delivery)
b) Fasilitas tempat makan
c) Fasilitas kenyamanan dan keamanan berupa tangga jalan dan tangga
d) Fasilitas telepon
e) Cara pembayaran dengan credit card atau debit card
f) Terkait jam operasional gerai
3) Fasilitas-fasilitas lain seperti ruang/lahan parkir
Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai konsep ritel dan pelayanan
(service) yang telah diutarakan dapat dielaborasi bahwa pelayanan ritel
merupakan bentuk pelayanan yang diberikan kepada pelanggan oleh peritel
dengan tujuan agar mampu memfasilitasi pelanggan saat berbelanja dalam
suatu gerai.
Adapun indikator yang digunakan adalah sebagai berikut:
Suasana,Yasa,Yistiani,(2011)
a. Karyawan, merupakan pramuniaga yang disiapkan Giant Hypermart
Rajawali Surabaya.untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan.
b) Eskalator, merupakan fasilitas tangga berjalan/eskalator yang disediakan
di Giant Hypermart Rajawali Surabaya.
c) Fasilitas pembayaran selain tunai, merupakan ketersediaan cara
pembayaran selain uang tunai di kasir Giant Hypermart Rajawali
Surabaya..
d) Jam operasional, merupakan waktu operasi Giant Hypermart Rajawali
Surabaya..
e) Area parkir, merupakan lahan parkir yang disediakan oleh manajemen
f) Toilet, adalah fasilitas toilet yang tersedia di Giant Hypermart Rajawali
Surabaya.
2.2.5. Impulsif Buying
2.2.5.1. Pengertian Impulsif Buying
Impulsif Buying didefinisikan sebagai “tindakan membeli yang
sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan
atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko” (Mowen dan Minor
2002:10). Pembelian impulsif bisa dikatakan suatu desakan hati secara tiba-tiba
dengan penuh kekuatan, bertahan dan tidak direncanakan untuk membeli
sesuatu secara langsung, tanpa banyak memperhatikan akibatnya.
Produk impulsif kebanyakan adalah produk-produk baru, contohnya :
produk dengan harga murah yang tidak terduga. Beberapa macam dari
barang-barang pelanggan berasal dari pembelian tidak terencana (impulse buying),
barang-barang yang dilaporkan paling sering dibeli adalah pakaian, perhiasan
ataupun aksesoris yang dekat dengan diri sendiri dan mendukung penampilan
(Park,et al.,2005). Menurut Semuel (2005) sebagian orang menganggap
kegiatan belanja dapat menjadi alat untuk menghilangkan stress, menghabiskan
uang dapat mengubah suasana hati seseorang berubah secara signifikan,
dengan kata lain uang adalah sumber kekuatan. Kemampuan untuk
menghabiskan uang membuat seseorang merasa berkuasa. Pembelian tidak
terencana, berarti kegiatan untuk menghabiskan uang yang tidak terkontrol,
kebanyakan pada barang-barang yang tidak diperlukan. Barang-barang yang
diinginkan untuk dibeli, dan kebanyakan dari barang itu tidak diperlukan oleh
pelanggan.
2.2.5.2. Tipe Pembelian Tidak Terencana (Impulsif Buying)
Menurut Stren, pembelian tidak terencana (impulsive buying) dapat
digolongkan sebagai berikut: David Loudon, Albert J Della Bitta dan Hawkins
Stren (Fadjar, 2007):
a. Pembelian tidak terencana murni (pure impulsive buying)
Pembelian yang murni disebabkan oleh suatu pola pembelian yang
menyimpang dari pembelian normal.
b. Pembelian tidak terencana karena pengalaman masa lalu (reminder
impulsif buying)
Pembelian ini terjadi ketika seorang pembeli “diingatkan” oleh sebuah
stimulus di alam toko yang bersangkutan. Misalnya: produk itu sendiri,
bahan di tempat pembelian. Hal tersebut membuat dia seolah-olah
memerlukan dan harus membeli produk itu.
c. Pembelian tidak terencana yang timbul karena sugesti (suggestion
impulsive buying)
Pembelian tidak terencana ini terjadi apabila konsumen yang
bersangkutan baru pertama sekali melihat produk tersebut dimana
kualitas, fungsi, dan kegunaan produk tersebut sesuai dengan apa yang
diharapkannya.
d. Pembelian tidak terencana yang disebabkan situasi tertentu (planned
Pembelian tidak terencana ini terjadi pada saat pusat perbelanjaan
melakukan promosi, seperti pemberian potongan harga (diskon) dan
pemberian kupon berhadiah
2.2.5.3. Faktor-Faktor Yang Mempengar uhi Impulsif Buying
Beberapa peneliti telah menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi
Pembelian Impulsif. (Verplanken & Herabadi, 2002).
1. Faktor Internal
a. Emotion
Emosi diidentifikasikan sebagai faktor yang sangat mempengaruhi
pembelian impulsif. “Emosi konsumen juga dapat mempengaruhi
pembelian dimana seorang konsumen yang bahagia akan melakukan
pembelian lebih banyak daripada konsumen yang tidak bahagia”. Mood
adalah bagian dari emosi.
Mehrabian dan Russell (1974), Mehrabian (1980) dan Donovan dan
Rossiter (1982), yang terdiri dari 3 faktor yaitu:
- Pleasure, Mengacu pada tingkat dimana individu merasakan penuh
kegembiraan dan bahagia, atau merasa puas dalam suatu situasi.
- Arousal, Mengacu pada tingkat dimana individu merasakan tertarik
(interest) teehadap sesuatu dalam situasi tertentu.
- Dominance, Mengacu pada tingkat perasaan yang direspon
konsumen saat mengendalikan atau dikendalikan oleh lingkungan.
Beberapa peneliti perilaku konsumen menunjukkan bahwa pembelian
impulsif lebih memuaskan keinginan hedonic.
c. Cognitive
Menurut Peter dan Olson (2005), cognitive lebih mengacu pada proses
berpikir dimana didalamnya terdapat pengetahuan (knowledge),
arti/maksud (meaning) dan kepercayaan (belief). Misalnya, sweater ini
terbuat dari benang wol (knowledge).
d. Affective
Menurut Peter dan Olson (2005), affective biasanya segera berpengaruh
dan secara otomatis terhadap aspek-aspek dari emosi (emotions) dan
perasaan (feeling states). Misalnya saat melihat warna yang kita sukai,
perasaan kita akan cenderung menjadi bahagia (feeling), toko yang
penuh dan sesak bisa membuat kita stres dan meninggalkan toko
(emotion) tersebut.
2. Faktor Eksternal
Bahwa konsumen lebih memilih daya tarik fisik suatu toko daripada
kualitas barang dan harga. Pemilihan konsumen atas toko dipengaruhi oleh
store environment, dimana visual merchandising sebagai faktor utama.
Konsumen akan menghindari atau meninggalkan toko jika setting toko
tersebut mengundang stress.
a. Pembelian dengan spontan
b. Pembelian tanpa berpikir akibat
c. Pembelian terburu-buru
d. Pembelian dipeng aruhi keadaan emosional
2.2.6. Pengaruh Atmosfir Gerai Ter hadap Impulsif Buying
Konsumen saat ini lebih cerdas dengan memilih pusat perbelanjaan
dengan atmosfir yang menyenangan, aman, nyaman, serta memberikan
perasaan puas dan terhibur setiap kali melakukan aktivitas berbelanja. Perasaan
senang yang dialami oleh konsumen ketika melakukan aktivitas berbelanja
merupakan sebuah peluang bagi para pengelola gerai fashion. Semakin lama
dan semakin puas konsumen berada dalam gerai tersebut, maka hal ini
diharapkan akan mendorong konsumen untuk melakukan pembelanjaan.
Peluang ini dapat tercipta ketika pihak gerai tersebut dapat menciptakan
atmosfir gerai yang menyenangkan agar para pengunjung gerai, betah
berlama-lama berada di gerai dan diharapkan ada tindakan lanjutan yaitu konsumen
membelanjakan uangnya (aspek hedonisme).Abednego,(2011).
Mattila and Wirtz (2001) yang menyatakan bahwa ketika aroma
lingkungan toko dan musik saling kongruen satu sama lain maka penilaian
konsumen terhadap lingkungan menjadi lebih positif dan menunjukan level
pendekatan yang lebih tinggi dan perilaku pembelian tdak terencana, dan
mengalami kepuasan yang semakin tinggi jika dibandingkan dengan saat
isyarat lingkungan ini saling tidak berkesesuaian satu sama lain
terdapat hubungan yang signifikan antara stimulus yang lebih optimal dari
lingkungan toko terhadap perilaku pembelian impulsif, serta faktor lingkungan
sosial (tingkatkepadatan dan keramahan karyawan) berpengaruh signifikan
terhadap pembelian impulsif. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa
dengan atmosfir gerai yang bagus, nyaman akan dapat meninkatkan pula
pembelian impulsif di Giant Hypermart Rajawali Surabaya.
2.2.7. Pengaruh Pelayanan Ritel Ter hadap Impulsif Buying
Hausman (2000) menyebutkan bahwa peritel dapat mendorong
terjadinya pembelian impulsif dengan menerapkan kebijakan pengembalian
barang, menyediakan fasilitas pembayaran melalui kartu kredit, dan menambah
jam operasional toko.
Coley dan Burgess (2003) menyebutkan bahwa fasilitas yang tersedia
dalam gerai seperti adanya pembayaran melalui kartu kredit, ATM, kegiatan
operasional gerai 24 jam, dan jaminan uang kembali dapat memperkuat atau
menciptakan godaan sehingga meningkatkan terjadinya pembelian impulsive.
Sebagian besar keputusan konsumen dibuat saat berada di dalam gerai
(Fam et al., 2011). Stimulus dalam lingkungan berbelanja dapat diwujudkan
melalui atmosfer gerai serta pelayanan (service) yang diberikan kepada
konsumen saat melakukan kegiatan berbelanja (Fam et al., 2011). Stimulus
dalam lingkungan berbelanja juga dapat menyebabkan terjadinya pembelian
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa dengan adanya
pelayanan ritel yang bagus dapat meningkatkan pembelian impulsif di Giant
Hypermart Rajawali Surabaya.
2.3. Kerangka Konseptual
2.4. Hipótesis
Berdasarkan pada latar belakang dan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Atmosfir gerai berpengaruh positif terhadap impulsif buying di Giant
Hypermart Rajawali Surabaya
2. Pelayanan ritel berpengaruh positif terhadap impulsif buying di Giant
Hypermart Rajawali Surabaya
Impulsif Buying
(Y) Atmosfir
gerai(X1)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional dan pengukuran variabel berisi pernyataan
tentang pengoperasiaan atau pendefinisian konsep penelitian termasuk
penetapan cara dan satuan pengukuran variabelnya, adalah sebagai berikut:
1. Atmosfir gerai (X1) merupakan salah satu elemen bauran pemasaran ritel
yang terkait dalam hal penciptaan suasana belanja. Atmosfer merupakan
kunci dalam menarik dan membuat konsumen terkesan dengan pengalaman
berbelanja di dalam gerai (Coley dan Burgess, 2003). adapun indikatornya
adalah: Suasana,Yasa,Yistiani,(2012)
a. Tata cahaya (X1.1) merupakan pencahayaan ruangan gerai Giant
Hypermart Rajawali Surabaya yang dapat menciptakan kenyamanan
bagi pelanggan.
b) Musik (X1.2) merupakan alunan musik yang diputar dalam gerai Giant
Hypermart Rajawali Surabaya.
c) Sistem pengaturan udara (X1.3) adalah temperatur udara di dalam Giant
Hypermart Rajawali Surabaya
d) Tata warna ruangan (X1.4) adalah koordinasi warna dalam gerai Giant
Hypermart Rajawali Surabaya
e) Layout (X1.5) adalah tata ruang dalam gerai Giant Hypermart Rajawali
f) Aroma (X1.6) merupakan aroma dalam gerai Giant Hypermart Rajawali
Surabaya.
g) Pengelompokan produk (X1.7) merupakan penempatan produk
berdasarkan kelompok-kelompok tertentu sehingga memudahkan
pelanggan Giant Hypermart Rajawali Surabaya untuk menemukan
produk yang diinginkan.
h) Display produk (X1.8) merupakan penataan letak produk yang
ditawarkan di dalam Giant Hypermart Rajawali Surabaya
2. Pelayanan ritel (X2) merupakan bentuk pelayanan yang diberikan peritel
kepada pelanggan dengan tujuan agar mampu memfasilitasi pelanggan saat
berbelanja dalam suatu gerai. Adapun indikator yang digunakan adalah
sebagai berikut: Suasana,Yasa,Yistiani,(2011)
a. Karyawan (X2.1) merupakan pramuniaga yang disiapkan Giant
Hypermart Rajawali Surabaya.untuk memberikan pelayanan kepada
pelanggan.
b) Fasilitas pembayaran selain tunai (X2.2) merupakan ketersediaan cara
pembayaran selain uang tunai di kasir Giant Hypermart Rajawali
Surabaya..
c) Jam operasional (X2.3) merupakan waktu operasi Giant Hypermart
Rajawali Surabaya..
d) Area parkir (X2.4) merupakan lahan parkir yang disediakan oleh
e) Toilet (X2.5) adalah fasilitas toilet yang tersedia di Giant Hypermart
Rajawali Surabaya.
3. Impulsif buying (Y) adalah tingkat partisipan berperilaku untuk membeli
secara spontan, dan tiba – tiba, atau ingin membeli karena mengingat apa
yang pernah dipikirkan, atau secara sugesti ingin membeli, atau akan
direncanakan untuk membeli. Samuel (2005). Adapun indikatornya adalah
sebagai berikut :
a. Pembelian dengan spontan (Y1)
b. Pembelian tanpa berpikir akibat (Y2)
c. Pembelian terburu-buru (Y3)
d. Pembelian dipengaruhi keadaan emosional (Y4).
3.1.1. Pengukur an Variabel
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
interval dengan menggunakan teknik pembobotan skala (semantic differential
scale). Analisis ini dilakukan dengan meminta responden untuk menyatakan
pendapatnya tentang serangkaian pernyataan yang berkaitan dengan obyek
yang diteliti dalam bentuk nilai yang berada dalam rentang dua sisi. Dalam
penelitian ini, setiap pertanyaan masing-masing diukur dalam 7 skala dan
ujung-ujungnya ditetapkan dengan kata sifat yang tidak secara kontras
a. Populasi
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh konsumen yang
berbelanja di Giant Hypermart Rajawali Surabaya sebanyak 167.330
responden.
b. Sampel
Untuk penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan Metode
pengambilan sampel yang dilakukan adalah probability sampling dengan
teknik “Simple Random Sampling” yaitu penarikan sampel dimana setiap
anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk ditarik sebagai
sampel, yaitu sebagai berikut: Rumus Slovin, Dalam Sugiyono,(2007)
n =
menyebarkan kuesioner kepada konsumen yang berbelanja di Giant
b. Data Sekunder
Adalah data pendukung yang diperoleh dari perusahaan yang
bersangkutan Data ini antara lain berupa data perusahaan dan gambaran
umum tentang perusahaan.
3.3.2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam analisis ini adalah data yang
diambil langsung konsumen yang berbelanja di Giant Hypermart Rajawali
Surabaya. dengan cara menyebarkan kuesioner.
3.3.3. Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam skripsi ini dilakukan dengan menggunakan beberapa
cara berikut:
a. Observasi
Merupakan pengamatan langsung pada perusahaan untuk mendapatkan
bukti - bukti yang berkaitan dengan obyek penelitian.
b. Kuisioner
Yaitu pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan daftar
pertanyaan kepada konsumen yang berbelanja dan membeli di untuk diisi
agar memperoleh jawaban langsung dari konsumen. di Giant Hypermart
Rajawali Surabaya.
3.4. Uji Validitas Dan Reliabilitas
3.4.1. Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang
apakah tiap butir pertanyaan benar-benar sudah sahih, paling tidak kita dapat
menetapkan derajat yang tinggi dari kedekatan data yang diperoleh dengan apa
yang diyakini dalam pengukuran. Sebagai alat ukur yang digunakan, analisis
ini dilakukan dengan cara mengkorelasiakn antar skor item denga skor total
item. Dalam hal ini koefisien korelasi yang nilai signifikasinya lebih kecil dari
5 % (level of significance) menunjukkan bahwa item-item tersebut sudah sahih
sebagai pembentukan indikator.
3.4.2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas untuk mengetahui apakah instrumen memiliki indeks
kepercayaan yang baik jika diujikan berulang. Suatu instrument pengukuran
dikatakan reliable jika pengukurannya konsisten dan akurat. Jadi uji reliabilitas
dilakukan dengan tujuan mengetahui konsistensi dari instrument sebagai alat
ukur, sehingga hasil pengukuran dapat dipercaya. Dalam penelitian ini
menggunakan rumus Cronbach Alpha dengan bantuan software smart PLS.
Suatu pertanyaan pada kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach
> 0,60 (Purbayu & Ashari, 2005 : 247).
3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
3.5.1. Teknik Analisis
Partial Least Square (PLS) merupakan sebuah metode untuk
mengkonstruksi model-model yang dapat diramalkan ketika faktor-faktor
terlalu banyak. PLS dikembangkan pertama kali oleh Wold sebagai metode
umum untuk mengestimasi path model yang menggunakan variabel laten
analisis yang powerful karena tidak mengasumsikan data harus dengan
pengukuran skala tertentu, jumlah sampel kecil. Awalnya Partial least Square
berasal dari ilmu sosial. Model ini dikembangkan sebagai alternatif untuk
situasi dimana dasar teori pada perancangan model lemah atau indikator yang
tersedia tidak memenuhi model pengukuran refleksif. PLS selain dapat
digunakan sebagai konfirmasi teori juga dapat digunakan untuk membangun
hubungan yang belum ada landasan terorinya atau untuk pengujian proposisi.
PLS adalah dalam penggunaan model persamaan struktural untuk
menguji teori atau pengembangan teori untuk tujuan prediksi oleh Ghozali
(2008: 5). Pada situasi dimana penelitian mempunyai dasar teori yang kuat dan
pengujian teori atau pengembangan teori sebagai tujuan utama riset, maka
metode dengan covariance based (Generalized Least Squares) lebih sesuai.
Namun demikian adanya indeterminacy dari estimasi factor score maka akan
kehilangan ketepatan prediksi dari pengujian teori tersebut. Untuk tujuan
prediksi, pendekatan PLS lebih cocok. Karena pendekatan untuk mengestimasi
variabel laten dianggap sebagai kombinasi linier dari indikator maka
menghindarkan masalah indeterminacy dan memberikan definisi yang pasti
dari komponen skor.
PLS merupakan pendekatan yang lebih tepat untuk tujuan prediksi, hal
ini terutama pada kondisi dimana indikator bersifat formatif. Dengan variabel
laten berupa kombinasi linier dari indikatornya, maka prediksi nilai dari
variabel laten yang dipengaruhinya juga dapat dengan mudah dilakukan
(Ghozali 2008).
3.5.1.1. Cara Kerja PLS
Estimasi parameter yang didapat dengan PLS dapat dikategorikan
menjadi tiga. Kategori pertama yaitu weight estimate yang digunakan untuk
menciptakan skor atau nilai variabel laten. Kedua mencerminkan estimasi jalur
(path estimate) yang menghubungkan variabel laten dan antar variabel laten
dan indikatornya (loading), ketiga berkaitan dengan means dan lokasi
parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. Untuk
memperoleh ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi tiga tahap
dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi. Tahap pertama menghasilkan
weight estimate, tahap kedua menghasilkan estimasi untuk inner model dan
outer model, tahap ketiga menghasilkan estimasi means dan lokasi(konstanta).
Selama iterasi berlangsung inner model estimate digunakan untuk
mendapatkan outside approximation weigth, sementara itu outer model
estimate digunakan untuk mendapatkan inside approximation weight. Prosedur
iterasi ini akan berhenti ketika persentase perubahan setiap outside
approximation weight relatif terhadap proses iterasi sebelumnya kurang dari
0,01.
3.5.1.2. Model Spesifikasi PLS
PLS terdiri atas hubungan eksternal ( outer model atau model
pengukuran) dan hubungan internal (inner model atau model struktural).
pengukuran yang menyatakan hubungan antara peubah laten dengan
sekelompok peubah penjelas dan model struktural yaitu hubungan antar
peubah-peubah laten (Gefen,2000).
Model analisis jalur semua variabel laten dalam PLS terdiri dari tiga set
hubungan; (1) inner model yang menspesifikasi hubungan antar variabel laten
(structural model), (2) outer model yang menspesifikasi hubungan antara
variabel laten dengan indikator atau variabel manifestasinya (measurement
model), dan (3)
weight relation dalam mana nilai kasus dari variabel laten dapat diestimasi.
3.5.1.3. Langkah-Langkah PLS
Langkah-langkah pemodelan persamaan struktural PLS dengan