SKRIPSI
Diajukan Oleh :
Moch.Rizal J anuar die
NPM. 0624010012
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Program Studi : Manajemen Agribisnis
Diajukan Oleh :
Moch.Rizal J anuar die
NPM. 0624010012
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL“VETERAN”
J AWA TIMUR
SURABAYA
DI KELURAHAN MEDOKAN AYU KOTA SURABAYA
Disusun Oleh :
MOCH. RIZAL J ANUARDIE
NPM : 0624010012
Telah diper tahankan dihadapan dan diter ima oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Manajemen Agr ibisnis Fak ultas Per tanian
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veter an” J awa Timur PadaTanggal 29 J uni 2012
Pembimbing : Tim Penguji :
1. Pembimbing Utama 1. Ketua
Ir . A. Rachman waliulu, SU Ir . A. Rachman Waliulu, SU
2. Pembimbing Pendamping 2 . Sekr etar is
Ir . Sr i Widayanti, MP Ir . Setyo par sudi, MP
3 . Anggota
Ir . Sigit Dwi Nugr oho,Msi
Mengetahui :
Dekan Fakultas Per tanian Ketua Pr ogdi Agr ibisnis
Tanggal :...2012
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Ir. A. Rachman Waliulu, SU Ir. Sr i Widayanti, MP
DATA PRIMER
A. Kar akter istik Pengusaha Tempe
1. Nama Perusahaan : ...
2. Status Kepemilikan : ...
3. Jenis Badan Usaha : ...
4. Permodalan :
a. Milik Sendiri
b.Kredit
c. Kerjasama
5. Bangunan dan peralatan
a. Luas bangunan : ...
b. Status bangunan : ...
c. Nilai bangunan : ...
d. Nilai sewa : ...
e. Alat-alat produksi : ...
: ...
: ...
: ...
: ...
f. Nilai alat produksi : ...
B. Pembiayaan (Biaya tetap) dan (Var iable) per proses pr oduksi
B.1. Biaya Tetap
J enis Alat dan Bangunan
J umlah Satuan
Nilai Alat (Rp)
Umur Ekonomis Biaya
Pen yusutan (Rp)
Jumlah Penyusutan
B.2. Biaya Variabel
J enis bahan Baku J umlah Harga Per satuan J umlah Total
(Rp)
Jumlah Pengeluaran
C. Pr oduksi Tempe
Bahan baku kedele,jumlah 100 Kg
Hasil tempe, bentuk, jumlah dan harga
J enis J umlah Har ga per Unit (Rp)
Keter angan
(Rp) (Rp) (Rp) Jenis I
Jenis II Total
E. Sistem Pemasar an
menempatkan kebijaksanaan pertanian pada posisi yang sebenarnya dengan
berlandaskan pada tersedianya sumber daya yang ada. Manfaat ekonomi dari
kegiatan industri dapat meningkatkan kesempatan kerja di pedesaan,
meningkatkan nilai tambah, meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan mutu
dari hasil pertanian yang ada pada gilirannya nanti dapat memenuhi syarat untuk
memasuki pasar luar negeri atau dapat menghemat devisa negara bahkan yang
lebih penting sebenarnya adalah keterkaitan antara sektor pertanian, sektor
industri perdagangan dan sektor lainnya dalam perekonomian. Pada tahap – tahap
pembangunan mendatang sektor pertanian sebagai sektor pendukung diharapkan
akan memainkan peranan yang penting dalam pertumbuhan perekonomian
nasional. Akhir – akhir ini perhatian terhadap tanaman kedelai cukup meningkat,
baik dari pemerintah maupun masyarakat, sejak minyak bumi mulai pudar
kedudukannya sebagai primadona bahan ekspor, orang mulai menyadari bahwa
tanaman kedelai dapat diandalkan sebagai salah satu sumber untuk meningkatkan
pendapatan pengolahan dan petani kedelai. Salah satu produk kedelai yang
bernilai tinggi adalah tempe. Tempe banyak digemari konsumen, baik sebagai
pelengkap makanan sehari – hari atau sebagai makanan ringan. Memasuki area
industrialisasi yang didukung dengan sistem pertanian yang tangguh, maka sektor
pertanian harus menjadi soko guru bagi perekonomian nasional. Dengan demikian
pengembangan agroindustri terhadap usaha tani kedelai merupakan upaya untuk
menyeimbangkan perekonomian pusat yang berciri industri dengan daerah yang
berciri pertanian rakyat.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk mengidentifikasi karakteristik
pengusaha/ Agroindustri tempe di UMKM “Medokan Jaya”. (2) Untuk
menganalisis nilai tambah pada Agroindustri tempe di UMKM “Medokan Jaya”.
(3) Untuk menganalisis kelayakan usaha pada Agroindustri tempe di UMKM
agroindustri tempe. Analisis diskriptif ini juga untuk melihat ketersediaan
modal, bahan baku (kedelai), harga dan pemasaran serta peluang pasar. (2)
Untuk mengetahui hasil dan tujuan kedua yaitu menggunakan analisis
Incremental R/C Rasio dan nilai tambah untuk mengetahui bagaimana
keuntungan dalam menghasilkan agroindustri tempe, analisis ini adalah
penambahan antara hasil yang diperoleh ( keuntungan) dari bahan baku kedelai
menjadi tempe dengan biaya yang dilakukan. Sedangkan analisa kuantitatif yang
digunakan meliputi : (a) Analisis Nilai Tambah, (b) Analisis Keuntungan
Pengolah, (c) Analisis Penyerapan Tenaga Kerja, (d) Analisis Imbalan Kerja. (e)
Analisis Rasio Keuntungan Pengolah, (f) Analisis Kelayakan Pendapatan.
Hasil dari penelitian yang saya lakukan untuk menjawab tujuan ke 1
(satu), ke 2 (Dua) dan ke 3 (Tiga) yaitu : (1) karakteristik Agroindustri tempe
ditinjau dari proses produksi pada umumnya telah menggunakan alat pemecah
kulit kedelai dengan cara manual bukan memakai mesin. Dari sesi permodalan
Agroindustri tempe tersebut telah memiliki modal sendiri, walaupun jika diberi
kesempatan pinjam akan menambah modal usaha. Dari sistem pemasaran tempe,
masih bervariasi karena terdapat bentuk dan kemasan yang berbeda. (2)
Pengolahan kacang kedelai menjadi tempe yang dilakukan perusahaan tempe di
Kelurahan Medokan Ayu selama 7 kali proses produksi memberikan nilai
tambah sebesar Rp 3.493.000,- dengan rasio nilai tambah sebesar 41,5 %.
Dengan nilai tambah yang diperoleh, maka pihak pengolah mendapatkan
keuntungan cukup besar sedangkan tenaga kerja memperoleh upah yang layak.
(3) Dilihat dari analisis studi kelayakan diperoleh nilai R/C sebesar 1,3 dengan
kriteria ini, Agroindustri tempe di Kelurahan Medokan Ayu, Surabaya
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, taufik, hidayah dan inayahNya yang telah diberikan kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Analisis Nilai
Tambah Agroindustri Tempe Di Kelurahan Medokan Ayu Kota Surabaya“.
Keberhasilan Penulisan Skripsi ini tentu tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, terutama Ir. Rachman A.Waliulu, SU dan Ir. Sri Widayanti, MP
selaku dosen pembimbing dan penguji dengan banyak memberikan masukan
dalam penulisan Skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, pada
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak DR.Ir. Ramdhan Hidayat, MP selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak DR.Ir. Eko Nurhadi, MS selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian.
3. Bapak dan Ibu Dosen Sosial Ekonomi Pertanian yang telah memberikan
ilmunya selama penulis menuntut ilmu di Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Supangih yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pembangunan pertanian yang harus dimiliki indonesia adalah yang
mempunyai potensi sebagian dari sektor pertanian adalah kebijakan dalam
menjaga keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri, keterkaitan
yang paling sesuai adalah pengolahan produk – produk sektor pertanian ke dalam
pengembangan agroindustri. Kegiatan industri pertanian mempunyai manfaat
ekonomis khususnya dari industri pengolahan produk pertanian dengan
berlandaskan pada sumber daya yang ada.
Pembangunan agroindustri khususnya yang berlokasi dipedesaan berarti
menempatkan kebijaksanaan pertanian pada posisi yang sebenarnya dengan
berlandaskan pada tersedianya sumber daya yang ada. Manfaat ekonomi dari
kegiatan industri dapat meningkatkan kesempatan kerja di pedesaan,
meningkatkan nilai tambah, meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan mutu
dari hasil pertanian yang ada pada gilirannya nanti dapat memenuhi syarat untuk
memasuki pasar luar negeri atau dapat menghemat devisa negara bahkan yang
lebih penting sebenarnya adalah keterkaitan antara sektor pertanian, sektor
industri perdagangan dan sektor lainnya dalam perekonomian. Pada tahap – tahap
pembangunan mendatang sektor pertanian sebagai sektor pendukung diharapkan
akan memainkan peranan yang penting dalam pertumbuhan perekonomian
nasional.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya penanganan yang sistematis
produksinya. Hal ini dapat diwujudkan melalui kegiatan agroindustri. Menekan
pentingnya sektor industri di pedesaan ini mengingat masih ada sekitar 50%
tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian, dan lainnya tinggal di pedesaan
sebagai petani. Dengan demikian adanya agroindustri secara keseluruhan
diharapkan khususnya dapat menyerap tenaga kerja petani di pedesaan serta
meningkatkan pangsa pasar dan ekspor, meningkatkan poduk domestik bruto,
serta sebagai persiapan menuju industri negara baru (Baharsjah,S. 1992).
Akhir – akhir ini perhatian terhadap tanaman kedelai cukup meningkat, baik
dari pemerintah maupun masyarakat, sejak minyak bumi mulai pudar
kedudukannya sebagai primadona bahan ekspor, orang mulai menyadari bahwa
tanaman kedelai dapat diandalkan sebagai salah satu sumber untuk meningkatkan
pendapatan pengolahan dan petani kedelai. Salah satu produk kedelai yang
bernilai tinggi adalah tempe.
Tempe banyak digemari konsumen, baik sebagai pelengkap makanan sehari
– hari atau sebagai makanan ringan. Memasuki area industrialisasi yang didukung
dengan sistem pertanian yang tangguh, maka sektor pertanian harus menjadi soko
guru bagi perekonomian nasional. Dengan demikian pengembangan agroindustri
terhadap usaha tani kedelai merupakan upaya untuk menyeimbangkan
perekonomian pusat yang berciri industri dengan daerah yang berciri pertanian
rakyat.
Ciri daerah pertanian rakyat adalah adanya permasalahan yang sulit
dipisahkan, misalnya masalah permodalan yang sering membuat pengolah tempe
karena tanpa modal yang cukup pengolah tidak akan dapat melaksanakan kegiatan
produksinya. (Kartasapoetra,A. 1985).
Tempe selain dipasarkan untuk kebutuhan konsumsi di daerah asal juga
dipasarkan di daerah lain. Namun karena usaha agroindustri selama ini masih
bersifat UKM (Usaha Kecil Menengah) dan secara sederhana, yang diantaranya
karena akibat dari terbatasnya bahan baku yang tersedia, maka volume
penjualannya selama ini masih kecil dan mengalami fluktuasi harga yang cukup
besar. Melihat kenyataan seperti ini sebenarnya usaha tani kedelai mempunyai
peluang yang terbuka lebar. Disamping tanaman kedelai mempunyai prospek
yang cukup baik dimasa yang akan datang, maka pembinaan agroindustri
pengolahan tempe perlu ditingkatkan. Selain dapat meningkatkan perolehan
devisa, ekspor juga dapat meningkatkan pendapatan, baik bagi petani kedelai
maupun pengolahan tempe (Anonymous, 1993) .
1.2 Rumusan Masalah
Kota Surabaya mempunyai industri kecil khususnya pangan, yang salah
satunya adalah industri kecil tempe. ketersediaan bahan baku untuk industri tidak
mengalami kendala dan prospek pemasaran tempe cukup baik. Prospek pemasaran
tersebut harus didukung olah produksi tempe yang terus kontinyu. Tempe yang
dihasilkan didistribusikan ke pasar-pasar lokal di sekitar Pasar Mangga Dua
Wonokromo. Kenyataannya, masih ada kendala yang sering muncul diantaranya
kurangnya modal dan kurangnya bimbingan teknis.
Pengembangan industri kecil tempe diperlukan karena nantinya dapat
diketahui penerimaan, biaya dan pendapatan industri kecil tempe sehingga
Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas maka perumusan masalah yang
dapat diambil yaitu :
1. Mengidentifikasi karakteristik pengusaha atau agroindustri tempe di
UMKM “Medokan Jaya” .
2. Seberapa besar Nilai Tambah pada Agroindustri tempe di UMKM
“Medokan Jaya”.
3. Seberapa besar tingkat kelayakan usaha pada agroindustri tempe di
UMKM “Medokan Jaya” .
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian tentang Analisis Nilai Tambah agroindustri tempe di UMKM
“Medokan Jaya”, bertujuan untuk:
1. Untuk mengidentifikasi karakteristik pengusaha/ Agroindustri tempe
di UMKM “Medokan Jaya”.
2. Untuk menganalisis nilai tambah pada Agroindustri tempe di UMKM
“Medokan Jaya”.
3. Untuk menganalisis kelayakan usaha pada Agroindustri tempe di
UMKM “Medokan Jaya”.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan oleh penelitian ini adalah:
1 Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan menambah wawasan peneliti
terkait dengan bahan yang dikaji dan merupakan salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas
2 Bagi pengusaha tempe, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam upaya
mengembangkan industri tempe.
3 Bagi perguruan tinggi, penelitian ini diharapkan dapat digunakan
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1. Penelitia n Ter dahulu
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan analis nilai tambah dalam
agroindustri tempe, misalnya :
1. Rahmawati (Skripsi, 1998) dengan penelitian yang berjudul “Analisis
Agroindustri Tempe dan Prospek Pengembangannya di Desa Sepande
Kecamatan Candi”. Dalam penelitiannya, peneliti menggunakan model
analisis keuntungan. Menyimpulkan bahwa Agroindustri Tempe dan
Pengembangannya di Desa Candi mempunyai prospek yang baik untuk
di kembangkan hal ini dapat dilihat dari sisi produksi dan permintaan
tempe yang cenderung meningkat.
2. Novy (Skripsi, 1997) dengan penelitian yang berjudul “Prospek tepung
sagu sebagai komoditas Agroindustri dalam meningkatkan Nilai
Tambah”. Dalam penelitian di Kecamatan Sapurua Kabupaten Maluku
Tengah, menemukan permasalahan yang terjadi adalah bahwa
penduduk Maluku belum termotivasi untuk berusaha mengembangkan
baik dari segi pemeliharaan tanaman sagu maupun usaha ke arah
industri dalam menciptakan nilai tambah dari tepung sagu. Analisis
nilai tambah yang digunakan adalah NT = P – ( B + V ).
Dari hasil analisis menyatakan bahwa nilai tambah rata- rata dari setiap
kilogram bahan baku pada industri pengolahan sebesar Rp1.276,-,
pengolahan serutu Rp. 1.035,67 dan pengolahan sagu lempeng Rp.
3. Syafii, 2005 dalam penelitian berjudul Biaya dan Pendapatan
Agroindustri Pengolahan Gula Kelapa Di Desa Talun Kulon,
Kecamatan Bandung, Kabupaten Tulungagung dengan tujuan penelitian
mengetahui biaya dan pendapatan agroindustri gula kelapa masih
rendah dibanding dengan penerimaan. Demikian juga dalam perolehan
pendapatan walaupun R/C cukup efisien.
4. Isti Baroh, 2007 dalam penelitiannya berjudul “Analisis Nilai Tambah
dan Distribusi Kripik Nangka. (Studi Kasus Pada Agroindustri Kripik
Nangka di Kabupaten Lumajang), dengan tujuan untuk mengetahui
besarnya nilai tambah dan keuntungan yang diperoleh pada agroindustri
nangka serta pendistribusiannya. Dari hasil analisis menyatakan bahwa
1). Karakteristik sosial ekonomi responden, usaha merupakan pekerjaan
utama dan sampingan usia (28 dan 40) tahun, pendidikan SLTA,
pengalaman 21 tahun, rumah gedung, jumlah anggota keluarga 4 orang,
pendapatan rata-rata/minggu Rp 1.500.000,-.2). Nilai tambah nangka/kg
rata-rata sebesar Rp 5.500,- .3). Keuntungan kripik nangka rata-rata/kg
adalah Rp 4.500,- 4). Distribusi produk ke Surabaya, Malang, Jember,
Banyuwangi, Bali dengan ongkos angkut dimasukkan harga jual dan
sistim pembayaran tunai atau pada pengiriman berikutnya.
5. Sukiman., Dumasari., Sulistyani, 2007 dalam penelitiannya berjudul
“Analisis Kelayakan Usaha Agroindustri Gula Kelapa di Desa
Panerusan Kulon Kecamatan Susukan Kabupaten Banjarnegara”,
dengan tujuan untuk mengetahui besarnya biaya produksi, pendapatan
gula kelapa di Desa Panerusan Kulon Kecamatan Susukan Kabupaten
Banjarnegara. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa biaya yang
dikeluarkan pemilik penderes sebesar Rp.618.388,35/bulan dan
penggaduh sebesar Rp.413.642,76/bulan. Pendapatan pemilik penderes
sebesar Rp. 262.551,65/bulan dan penggaduh sebesar Rp.
105.957,24/bulan. Nilai rata-rata R/C untuk pemilik panderes sebesar
2,86 sedangkan penggaduh sebesar 2,53.
Komoditas Agroindustri tempe merupakan salah satu bentuk olahan dari
sektor pertanian yang dapat dikonsumsi oleh banyak konsumen, baik sebagai
pelengkap makanan sehari – hari atau makanan ringan.
Penelitian yang akan saya lakukan adalah untuk mengetahui nilai tambah
pada agroindustri tempe dan ingin mengetahui kelayakan dari agroindustri tempe
yang berada di UMKM “Medokan Jaya”, Kelurahan Medokan Ayu.
2.2. Nilai Tambah
Nilai Tambah adalah pengurangan biaya bahan baku ditambah input lain
terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk biaya tenaga kerja.
Untuk menganalisis nilai tambah Agroindustri tempe digunakan perumusan
Tabel 1 : Analisis Nilai Tambah
NO URAIAN NOTASI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Hasil /Produksi ( Kg)
Bahan baku ( Kg)
Tenaga kerja (Orang/Proses)
Faktor konversi (1/2)
Koefisien tenaga kerja (3/2)
Harga produk rata-rata (Rp/kg)
Upah rata-rata(Rp/Kg)
Pendapatan dan keuntungan
Harga bahan baku (Rp)
Sumbangan Input Lain (Rp)
Nilai produk (Rp) (4x6)
a.Nilai tambah (Rp) (10-8-9)
b. Ratio nilai tambah (%) (11a / 10)
a. Imbalan tenaga kerja (Rp) (5x7)
b. Bagian tenaga kerja (%) (12a/11a)
Tingkat keuntungan (%)
a
b
c
a /b = m
c /b = n
d
e
f
g
m x d = k
k – f – g = 1
1 / k % = h %
n x e = p
p / 1% = q %
r / l % = 0 %
2.3. Agroindustr i di Indonesia
Agroindustri berasal dari dua kata yaitu agricultural dan industry yang
berarti suatu industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku
utamanya atau suatu industri yang menghasilkan suatu produk yang digunakan
sebagai sarana atau input dalam usaha pertanian (Anonymous, 2002).
Menurut Gumbira (1998), mendefinisikan agroindustri sebagai kegiatan
industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang, dan
menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut. Dengan demikian
Agroindustri meliputi industri pengolahan hasil pertania, industri yang
memproduksi peralatan dan mesin pertanian, industri pertanian (pupuk, pestisida
dll)
2.4. Komoditas Kedelai
Tanaman kedelai (Glycine Max L Merill) mulai ditanam dan diusahakan
secara intensif ke indonesia pada tahun 1700-an. Tanaman ini termasuk dalam
genus Glycine dan famili Leguaminoceace dan termasuk kacang- kacangan yang
berumur pendek. Berbentuk perdu dengan tinggi tanaman ± 20 – 100 cm.
Berdasarkan tipe pertumbuhan batangnya, kedelai dibagi menjadi tiga tipe
Ditermine, Inditermine dan Semi determine. Akar tanaman kedelai terdiri atas
akar tunggang, akar lateral dan akar serabut. Pada tanah yang gembur, akar
tanaman ini dapat menembus tanah sampai kedalaman ± 1,5 cm. Pada akar lateral
dapat bintil –bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri rhizobium yang
berguna sebagai pengikat unsur Nitrogen (N) dari udara. Bintil akar ini biasanya
ditanami tanaman kedelai (Glycine Max L Merill) atau tanaman kacang-kacangan
lainnya, bintil aar tidak bisa tumbuh dengan baik. Apabila hal tersebut terjadi
maka benih yang akan ditanam harus dicampur dulu dengan legin (bibit bakteri
rhizobium) atau ZPT (zat penumbuh tanaman). Daun tanaman kedelai (Glycine
Max L Merill) termasuk daun majemuk dengan tiga buah anak daun. Berbentuk
oval dengan ujung lancip (seperti telur). Tanaman kedelai mulai berbunga antara
30 -50 hari, tergantung varietas yang digunakan dan iklim sekitar lahan. Semakin
pendek intensitas penyinaran, pemupukan teratur dan semakin tinggi suhu
udaranya, maka semakin cepat berbunga. Bunga tanaman ini termasuk bunga
kelopak sempurna dengan alat perhiasan bunga yang berbentuk seperti kupu-
kupu, berwarna ungu atau putih, bertangkai dan muncul pada ketiak daun serta
alat reproduksi secara lengkap. Bunga tanaman kedelai umumnya melakukan
penyerbukan sendri sebelum bunga mekar. Buah dari tanaman ini berbentuk
polong, berwarna hijau atau ke kuning-kuningan dan berisi 2 – 4 biji dalam setiap
polong. Apabila sudah tua, buah-berubah warna kecoklatan atau keputih-putihan
(Danarti, 1993).
2.4.1. Manfaat Tempe dan Kandungan Gizi Kedelai atau Tempe
Tempe adalah makanan hasil fermentasi antara kedelai dengan jamur
Rhizopus Oligosporus. Sepotong tempe mengandung berbagai unsur bermanfaat
seperti karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin, enzim, daidzein, genisten, serta
komponen antibakteri bermanfaat untuk kesehatan.
Tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi
sering dijumpai di rumah maupun di warung – warung, sebagai lauk dan
pelengkap hidangan ternyata tempe memiliki kandungan dan nilai cerna yang
lebih baik.
Alasan utama kedelai diminati masyarakat luas didunia antara lain adalah
karena dalam biji kedelai terkandung gizi yang tinggi, terutama kadar protein
nabati. Disamping itu kadar air asam amino kedelai paling lengkap. Kedelai
mengandung protein 35 % bahkan pada varietas unggul kadar proteinnya dapat
mencapai 40-43 % dibandingkan beras, jagung, tepung terigu, ubi kayu, kacang
hijau, daging, ikan segar dan telur ayam. Kedelai mempunyai kandungan yang
lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu krim kering. (Lembaga
Penelitian Gizi, Bogor, 1976).
Kedelai dalam bentuk bahan olahan tradisional, seperti tempe atau tahu
kandungan proteinnya menjadi lebih rendah namun lebih mudah tercerna
dibandingkan dengan kedelai mentah. Tempe merupakan olahan dari kedelai yang
paling tinggi kandungan proteinnya dibandingkan (Suprapto,2002).
2.5. Pr oses Pembuatan Tempe
Dalam proses pembuatan tempe, terutama untuk proses komersial, maka
faktor yang perlu diperhatikan adalah bagaimana dapat dihasilkan tempe dengan
mutu yang baik, rendemen atau hasil yang tinggi, dan sekaligus dengan biaya
yang relatif lebih murah. Untuk dapat mencapai hal itu, perlu juga disadari dengan
baik bahwa proses pembuatan tempe melibatkan mikroorganisme hidup (ragi)
yang sensitif, sehingga perlu dipelihara dengan baik dan cukup hati-hati. Dalam
pertumbuhan ragi, terpeliharanya suhu dimana ragi tersebut harus tumbuh dan
kondisi pertumbuhannya harus cukup bersih, sehingga tidak akan tumbuh
mikroorganisme pengganggu.
Untuk menghasilkan tempe yang baik, paling tidak ada 3 hal yang harus
diperhatikan yaitu:
1. Faktor sanitasi harus diperhatikan pada setiap tahapan proses
pembuatan sehingga mencegah terjadinya pencemaran atau
kontaminasi.
2. Tiriskan dengan baik biji kedele setelah perebusan sebelum dilakukan
penambahan ragi (inokulasi) untuk menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk yang tidak diinginkan.
3. Suhu waktu pemeraman (inkubasi ) tempe perlu dikendalikan dan
dilakukan baik.
2.5.1. Bahan – Bahan dan Per alatan untuk Produksi Tempe
Menurut Supriyono (2003), Secara umum pengetahuan bahan dan alat yang
digunakan dalam pembuatan tempe adalah sebagai berikut :
a. Bahan Baku Kedelai
Mutu tempe sangat tergantung dari mutu kedelai yang digunakan,
disamping jenisnya, juga yang terpenting adalah umur kedelai, kebersihan
kedelai, dan umur simpan kedelai. Satu prinsip dasar yang harus selalu dicamkan
adalah bahwa mutu produk akhir tidak pernah terlepas dari mutu bahan baku yang
digunakan.
1. Jenis kedelai yang digunakan adalah jenis kedelai import.
2. Dipilih kedelai yang tua dan baru (tidak terlalu lama di gudang, karena
kalau terlalu lama di gudang telah tengik atau berjamur) Dilakukan sortasi
dan pemilahan berdasarkan standarisasi kedelai, antara lain yaitu kedelai
yang muda dan cacat dibuang.
3. Benda asing dibuang, seperti serangga dan bagian-bagian tubuhnya,
kerikil, dan juga biji-bijian atau leguminosa asing seperti beras, jagung,
koro.
b. Pemilihan bahan pembungkus dan pengemas
Prinsip dasar dalam memilih bahan pembungkus/ pengemas yang dipakai
adalah hendaknya dapat menjamin keberhasilan proses, keamanan pangan dan
terjaminnya mutu pangan. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan adalah:
1. Pembungkus yang dipakai tidak menurunkan mutu cita-rasa, warna dan
bau produk, serta stabil dalam pengolahan dan pemasaran/transportasi.
2. Dipilih pembungkus yang baru dan hendaknya dihindari adanya
penggunaan pembungkus ulang atau bekas apalagi jika pembungkus bekas
bahan yang berbahaya, hal ini untuk menghindari kontaminasi, baik secara
mikrobiologis ataupun secara kimiawi.
3. Adanya residu kimiawi dan mikrobiologis, disamping berbahaya bagi
kesehatan,dapat juga menghambat pertumbuhan produksi tempe, sehingga
dapat menyebabkan kegagalan proses.
4. Pembungkus sebaiknya dipilih yang bersih dan jika perlu dibersihkan
terlebih dahulu dengan kain yang dicelup air panas sebelum digunakan,
untuk mengurangi kontaminan baik yang berupa kontaminan kimiawi
(residu dalam pembungkus) maupun mikrobiologis.
5. Kain lap yang kotor dapat sebagai sumber kontaminan, sehingga
kegagalan proses dapat terjadi, karena kapang yang kita berikan kalah
bersaing dengan mikroba kontaminan.
6. Pemilihan jenis pembungkus tertentu perlu mendapat perlakuan khusus
dalam penggunaannya, misalnya jika digunakan daun pisang umumnya
tidak perlu dilubangi, karena udara tetap masih dapat berpenetrasi kedalam
tempe, namun jika digunakan plastik yang umumnya kedap udara, maka
perlu dilubangi terlebih dahulu sehingga udara dapat masuk kedalam
tempe, karena mikroba tempe adalah aerob artinya mikroba tersebut
memerlukan oksigen untuk kehidupan dan pertumbuhannya.
c. Air
Air merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam produksi tempe
(rata-rata kebutuhan antara kedelai : air = 1: 12 ), yang berguna untuk perendaman,
perebusan, pencucian, dll. Air yang digunakan hendaknya yang memenuhi
persyaratan air untuk industri pangan atau untuk air minum. Umumnya kapang
tempe tumbuh baik pada kondisi air yang sedikit mengandung klorin dan mineral.
Namun perlu diingat bahwa air yang mendapatkan perlakuan klorinasi yang
terlalu kuat dan juga air yang kesadahannya tinggi dapat menyebabkan kegagalan
proses pembuatan tempe, karena kapang tempe dapat terhambat pertumbuhannya
atau bahkan mati pada air yang berkadar klorin dan bersadah tinggi, karena klorin
d. Pemilihan Lar u atau Inokulum untuk Tempe
Laru tempe atau inokulum tempe adalah suatu sediaan yang mengandung
mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan tempe. pasaran, laru tempe
dapat dijumpai dalam bentuk tepung dan diproduksi oleh LIPI/KOPTI. Laru
tempe terutama terdiri dari mikroba yang tergolong dalam jenis kapang, antara
lain adalah Rhizopus oligosporus, R. stolonifer, R. orizae, R. arrichus, Mucor
rouxii, Mucor javanicus. Karena laru atau inokulum adalah mikroba yang
tergolong makluk hidup, maka laru atau inokulum tersebut juga mengikuti kaidah
kehidupan, artinya pertumbuhan dan perkembangbiakan sangat dipengaruhi oleh
kondisi dan lingkungan tempat hidupnya, sehingga faktor-faktor seperti
kemurnian laru, keaktifan laru, penaburan laru, kondisi medium laru seperti pH,
suhu bahan sangat perlu diperhatikan. Beberapa prinsip dasar tentang laru
tempe/ragi tempe yang perlu diketahui, agar pembuatan tempe dapat berhasil
dengan baik dan dengan mutu yang tinggi sebaiknya laru tempe selalu baru atau
diperbaharui dan dijaga kemurniannya. Laru yang baik adalah laru yang baru
dibuat dan terus digunakan, dengan sependek mungkin umur simpanannya. Laru
tempe yang baru, umumnya mengandung mikroba tertentu yang murni galurnya
dan sedikit mikroba kontaminannya. Sebaliknya laru yang telah dipakai dan
ditukarkan berulang-ulang dari tempe satu ke tempe berikutnya, umumnya
kemurniannya rendah dan galur mikrobanya telah berubah, sehingga mutu tempe
e. Persiapan Per alatan
Dalam pemilihan peralatan, khususnya peralatan untuk bak perendaman,
pengulitan dan pemasak an hendaknya dipilih dari bahan yang tidak mudah
berkarat dan tahan terhadap asam, karena selama perendaman akan terjadi
penurunan nilai pH yang terbentuk secara spontan atau asam yang sengaja
ditambahkan dari luar. Bahan-bahan yang dianjurkan berupa stainless steel atau
aluminium dan tidak dianjurkan untuk tidak menggunakan besi, kuningan, dan
perak. Peralatan pembuatan tempe, baik berupa bak perendaman, pemasakan,
wadah pencampuran dan ruang fermentasi hendaknya dijamin kebersihannya; dan
jika perlu satu minggu sekali hendaknya dilakukan pembersihan total. Hal ini
diperlukan untuk menghindari terjadinya kontaminasi oleh mikroba yang tidak
diinginkan. Alat-alat yang dapat dibersihkan dengan air panas, selalu dibersihkan
dengan cara merebus alat sekitar 1(satu) jam, baik sebelum maupun sesudah
penggunaannya.
f. Rak Fer menta si
Rak fermentasi dibuat dari kayu yang kuat yang dibuat secara bertingkat
dengan jarak antar tingkat minimum 30 cm yang bertujuan untuk keleluasaan
udara panas bergerak keatas. Dasar rak - rak tersebut dibuat dari kawat kasa
(kawat loket) yang lubangnya besar-besar agar udara dari bawah dapat lewat
dengan mudah dan hendaknya dijaga kebersihannya.
g. Alat Pelubang Plastik
Alat pelubang plastik dapat digunakan Jara, yaitu kawat yang ujungnya
dengan menggunakan papan berpaku yang terdiri beberapa buah paku yang
mempunyai jarak 2 x 2 x 2 cm.
2.5.2 Tahap-tahap proses pembuatan tempe adalah sebagai ber ikut:
1. Sor tasi Bahan Baku Kedelai
Sortasi dapat dilakukan dengan menggunakan tampah/nyiru atau
menggunakan mesin pengayak, yang bertujuan untuk menghilangkan kedelai
rusak, kotoran dan lain – lain, sehingga mutu bahan baku dapat terjamin.
2. Pencucian Bahan Baku
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel
pada kedelai seperti tanah, dan lain – lain serta untuk mengurangi kontaminasi
awal pada kedelai seperti residu bahan kimia ataupun mikroba pembusuk
lainnya. Pencucian hendaknya dilakukan dengan air bersih karena pencucian
dengan air kotor justru menyebabkan kontaminasi dan berakibat pada kegagalan
proses.
3. Perebusan Per ta ma
Tujuan perebusan pertama ini adalah untuk melunakkan kulit kedelai dan
untuk mematikan enzim penyebab bau langu kedelai. Perebusan dilakukan
sekitar 30 menit. Perebusan yang terlalu lama, menyebabkan kedelai terlalu
lunak sehingga pada waktu pengupasan kulit kedelai dapat mengakibatkan
banyak kedelai yang patah/remuk. Sebaliknya perebusan yang terlalu singkat,
menyebabkan enzim penyebab kelanguan belum semuanya mati, sehingga
ketika terjadi pengupasan kulit kedelai enzim tersebut akan bekerja dan
4. Per endaman
Perendaman dimaksudkan untuk mengempukkan kulit kedelai, sehingga
memudahkan pada waktu pengupasan kedelai. Perendaman dapat dilakukan
semalam pada air dingin atau air hangat.
5. Pengupasan Kulit
Pengupasan kedelai bertujuan untuk membuka kotiledon kedelai karena
jika tidak dilakukan pengupasan kulit, maka akar – akar dari kapang ragi tempe
sulit menembusnya, sehingga pertumbuhannya terhambat karena kekurangan
bahan pangan, sehingga dapat menyebabkan kegagalan proses. Pengupasan
dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pengupas kulit. Pengupasan
dengan cara diinjak – injak dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi, baik
secara mikrobiologis misalnya jika kaki kotor atau sedang terkena infeksi
ataupun secara fisik tercampurnya keringat dan lain – lain ke dalam adonan
bahan. Keadaan tersebut dapat menimbulkan kesan tidak higienis dan tidak
sehat, sehingga perlu dihindari.
6. Pemisahan Kulit dan Pencucian
Kulit kedelai seyogyanya dipisahkan dari kotiledon kedelai. Kulit kedelai
yang tidak dipisahkan dapat memberikan kesan kotor dan mengurangi rasa
tempe, sehingga menyebabkan tidak dapat kompak melainkan pecah – pecah.
Kandungan kulit kedelai dalam tempe lebih dari 3 %. Pengupasan pada sistem
basah pada umumnya dilakukan dengan sistem agitasi yaitu bahan dimasukkan
dalam air yang cukup banyak, kemudian diaduk – aduk sehingga kulit kedelai
7. Per ebusan Kedua atau Pengukusan.
Perebusan kedua ini bertujuan untuk membunuh bakteri ataupun enzim
penyebab keasaman dan juga sekaligus bertujuan untuk lebih melunakkan
kedelai. Perebusan kedua biasanya dilakukan sekitar 30 menit sampai 1 jam.
Perebusan yang terlalu singkat menyebabkan kedelainya masih keras dan jika
terlalu lama juga tidak baik yaitu disamping pemborosan energi, yang
terpenting yaitu kedelainya terlalu lembek seperti bubur, banyak bahan nutrisi
yang rusak dan hilang.
8. Penir isan
Air perlu ditiriskan untuk mengurangi kadar air pada kedelai, yang akan
memepengaruhi aw dari bahan. Pada aw yang tinggi kemungkinan pertumbuhan
mikroorganisme termasuk di dalamnya adalah bakteri sangat memungkinkan
sehingga pertumbuhan kapang tempe akan kalah bersaing, sehingga proses
pembuatan tempe akan gagal, seperti berasa asam, busuk atau bahkan
kapangnya tidak tumbuh sama sekali. Kadar air optimum pada saat penaburan
laru tempe adalah sekitar 45 – 55 % berdasarkan bobot basah. Penirisan juga
berfungsi untuk mendinginkan sebelum ditaburi laru atau ragi tempe, sebab jika
laru ditambahkan sewaktu kedelai masih panas, maka kapangnya akan mati,
yang dapat menyebabkan kegagalan pembuatan tempe. Suhu yang terbaik untuk
penaburan laru tempe adalah sekitar 30 – 40 °C. Jika suhu terlalu rendah, maka
pertumbuhan kapang tempe menjadi terhambat, sehingga tempe lama jadinya.
Akan tetapi kondisi demikian sering dilakukan jika tempe sengaja untuk
difermentasi dalam waktu yang lama, seperti dalam perjalanan atau untuk
9. Penaburan Lar u
Disamping telah diuraikan di atas, tentang kondisi penaburan laru tempe
yang baik, juga perlu diperhatikan sekali lagi jenis dan kemurnian laru yang
digunakan, serta ukuranyang pas dari perbandingan laru dan kedelai sangat
menentukan mutu dari tempe yang diperoleh. Laru yang digunakan biasanya
adalah sekitar 1,5 – 2,5 gr per kg kedelai kering. Satu hal yang perlu
diperhatikan dalam penaburan laru adalah hendaknya laru dicampur secara
merata, baik dengan tangan ataupun dengan alat, namun yang terpenting adalah
tingkat kebersihan tangan atau alat perlu ditekankan, karena jika tangan atau alat
banyak terkontaminasi oleh mikroba lain, maka dapat menyebabkan penurunan
mutu kedelai atau bahkan kegagalan proses produksi.
Untuk itu jika digunakan tangan sebaiknya tangan dibungkus dengan plastik
atau menggunakan sarung tangan yang bersih. Intinya adalah tangan dan alat
selalu diberihkan terlebih dahulu sebelum menaburkan dan mencampur laru
tempe.
10. Pembungkusan Tempe
Laru atau ragi tempe adalah mahluk hidup yang tergolong aerob, artinya
untuk pertumbuhannya memerlukan udara atau oksigen, sehingga kebutuhan
tersebut harus tetap dipenuhi agar proses pembuatan tempe tidak mengalami
kegagalan. Jika digunakan plastik maka harus dilubangi terlebih dahulu. Ukuran
diameter lubang sekitar antara 0,6-1,2 mm dan jarak antar lubang sekitar 1 – 2
11. Pemer aman Tempe
Dalam prakteknya, suhu yang sering dipakai adalah suhu ruang yaitu suhu
yang optimum bagi pertumbuhan kapang. Suhu ruang yang sering digunakan
para perajin tempe adalah pada suhu 31 °C yang menghasilkan tempe yang
putih, kompak dan rasa serta aroma yang khas dan kuat. Tempe yang umum
yang ada di Indonesia umumnya difermentasi pada suhu ruang yaitu sekitar 25
°C selama 44 – 52 jam. Satu faktor lain yang penting adalah kelembaban udara.
Kelembaban udara yang optimum adalah antara 75 – 85 %. Perlu diingat bahwa
setelah fermentasi yaitu sekitar 11 – 12 jam, maka pertumbuhan kapang telah
cukup pesat dan metabolisme kapang juga tinggi, sehingga dihasilkan panas dan
gas karbondioksida serta air, sehingga tempe dan pembungkusnya menjadi
basah yang dapat menyebabkan kedelai menjadi busuk. Oleh karena itu perlu
2.6. Kegiatan Pr oduksi
Adanya berbagai macam kebutuhan manusia memunculkan berbagai alat
pemenuhan kebutuhan yang berupa barang dan jasa. Namun, barang dan jasa
tersebut tidak selalu tersedia, tidak diperoleh dengan mudah, dan tidak secara
cuma – Cuma. Untuk mendapatkan semua itu harus dengan pengorbanan atau
melakukan berbagai kegiatan dan usaha, sehingga manusia dapat memenuhi
berbagai macam kebutuhan.
Menurut Purwo (2000) produksi adalah usaha atau kegiatan manusia
untuk menciptakan atau menimbulkan kegunaan suatu benda agar menjadi lebih
berguna bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Dari definisi ini jelas bahwa untuk
memenuhi kebutuhan haruslah lebih dahulu melakukan berbagai kegiatan.
Kegiatan – kegiatan tersebut bertujuan untuk menghasilkan, menciptakan, dan
mengolah barang atau jasa, untuk menciptakan kegunaan suatu benda agar
memiliki nilai guna lebih tinggi bagi pemenuhan kebutuhan.
Menurut Purwo (2000) kegiatan produksi terdiri dari beberapa macam,
yaitu produksi langsung dan produksi tidak langsung, produk teknis, produksi
ekonomis, dan produksi non ekonomis. Produksi langsung atau produksi barang
adalah usaha atau kegiatan menciptakan, membuat atau menghasilkan barang
yang secara langsung dapat berguna untuk pemenuhan kebutuhan manusia.
Manfaat barang yang diproduksi dapat secara langsung dirasakan untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Produksi tidak langsung atau produksi alam
merupakan usaha atau kegiatan memberikan pelayanan, pengabdian bentuk jasa
kepada masyarakat, hasilnya tidak secara langsung dinikmati, tetapi
Produksi teknis merupakan kegiatan produksi yang bertujuan untuk
meningkatkan atau menambah nilai kegunaan suatu benda atau barang. Produksi
ekonomis merupakan kegiatan produksi yang selain untuk menambah nilai
kegunaan terhadap suatu barang, juga tetap memperhitungkan keuntungan yang
akan diperolehnya. Biaya produksi diusahakan lebih kecil dari jumlah
penghasilan yang akan diperoleh. Lain dengan produksi non ekonomis yang
merupakan kegiatan produksi yang besar, penghasilan lebih kecil dari jumlah
biaya yang dikeluarkan, jadi dalam kegiatan produksi ini bukan keuntungan
yang diperoleh, tetapi kerugian.
Kegiatan produksi tidak akan terwujud dan terlaksana tanpa adanya alat
atau benda yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Jadi diperlukan
adanya faktor – faktor produksi untuk menciptakan, Menghasilkan benda atau
jasa.
Adapun faktor produksi yang dimaksud adalah : (Purwo, 2000)
1. Faktor produksi input
2. Faktor produksi input bahan baku
3. Faktor produksi bahan bakar, dan
4. Faktor produksi tenaga kerja
Dalam proses produksi faktor – faktor produksi harus digabungkan, artinya
antara faktor produksi satu dengan yang lainnya tidak bisa berdiri tetapi harus di
kombinasikan, adapun proses pengolahan dari bahan baku kedelai menjadi tempe
Gambar 1 : Pr oses Ilustr asi Pembuatan Tempe
Proses produksi tempe melalui beberapa tahapan yaitu:
1. Pilih kedelai dan bersihkan untuk menghilangkan kotoran kerikil dalam
bagian kedelai pada saat proses pembuatan selanjutnya, kemudian dicuci
hingga bersih.
2. Rendam dalam bak rendaman yang telah diisi air selama 1 malam agar
kedelai sedikit lunak.
3. Rebus dalam panci perebus selama ± 1 jam hingga kedelai matang, lalu di
4. Pecahkan biji –biji kedelai dengan menggunakan gilingan mesin pemecah
biji. Biji kedelai dipecahkan dengan maksud untuk membuka kulit ari dari
biji kedelai.
5. Pisahkan kulit ari dari kedelai dengan meremas-remasnya pada ember berisi
air hingga biji kedelai menjadi bersih dari kulit arinya.
6. Setelah dipisahkan, kemudian tiriskan kedelai tersebut ke tempat kering.
7. Campur kedelai dengan ragi tempe dengan perbandingan 1 sdt (sendok teh)
ragi untuk 10 kg kedelai. Lalu biarkan selama 1 malam.
8. Masukkan ke dalam pembungkus sesuai dengan takaran yang ditentukan (1
ons dan 2 ons). Tempatkan pada rak fermentasi (bleng) dan diamkan selama
1 malam.
9. Setelah 1 malam proses fermentasi, tempe siap di pasarkan ke konsumen
2.7. Faktor Pr oduksi Tenaga Ker ja
Faktor produksi tenaga kerja adalah segala kegiatan jasmani maupun
rohani atau pikiran manusia yang ditunjukan untuk kegiatan produksi.
Pemanfaatan tenaga kerja dalam proses produksi haruslah dilakukan secara
manusiawi, artinya perusahaan pada saat memanfaatkan tenaga kerja dalam
proses produksinya harus menyadari bahwa kemampuan mereka ada batasnya,
baik tenaga maupun keahliannya. Selain itu juga perusahaan harus mengikuti
peraturan yang dikeluarkan pemerintah dalam menetapkan besaran gaji tenaga
kerja. (Kardiman, 2003).
Posisi faktor tenaga kerja sangat dominan jika dibandingkan dengan faktor
tenaga kerja adalah sebagian dari keseluruhan penduduk yang secara potensial
dapat menghasilkan barang dan jasa, bila ada permintaan terhadap barang dan
jasa.
Menurut Simanjuntak (1998), tenaga kerja adalah penduduk yang berumur
14 tahun atau lebih, yang sudah atau sedang mencari pekerjaan dan sedang
melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.
Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja hanya dibedakan oleh batasan
umur. Di indonesia dipilih batas umur 14 tahun tanpa batas umur maksimum.
Dengan demikian penduduk di indonesia dibawah umur 14 tahun dapat
digolongkan bukan tenaga kerja. Pemilihan 14 tahun sebagai batasan umur
minimium adalah berdasarkan kenyataan dilapangan bahwa pada umur tersebut
sudah banyak penduduk usia muda terutama yang tinggal di pedesaan yang
sudah bekerja atau sedang mencari pekerjaan serta adanya wajib belajar untuk
sekolah dasar.
Faktor – Faktor yang mempengaruhi ketenagakerjaan antara lain:
(Simanjutnak, 1998):
1. Demografi
Perubahan dalam jumlah dan komposisi penduduk mempengaruhi
jumlah dan komposisi tenaga kerja, karena tenaga kerja adalah sebagai
dari penduduk itu sendiri. Penduduk yang belum masuk tenaga kerja
akhirnya akan menjadi tenaga kerja, kecuali bila meninggal atau pindah ke
wilayah lain. Oleh sebab itu perubahan demografis mempunyai dampak
kerja merupakan sumber penawaran pekerja, maka perubahan demografis
mempunyai pengaruh pada penawaran kerja.
Jumlah dan komposisi penduduk tidak saja mempengaruhi pasar tenaga
kerja melalui permintaan tenaga kerja dan kemudian penawaran pekerja,
tetapi juga melalui permintaan tenaga kerja.
2. Perekonomian
Kondisi perekonomian pertama kali menyangkut pendapatan dan
distribusinya, yang tentu pula amat dipengaruhi oleh jumlah dan
komposisi penduduk. Dari permintaan ini yang merupakan permintaan
dalam negeri, ditambah dengan permintaan akan barang dan jasa dalam
negeri akan mempengaruhi permintaan akan pekerja.
Oleh sebab itu peningakatan pendapatan nasional maupun pendapatan
negara lain akan meningkatkan permintaan atas barang dan jasa dari luar
negeri terhadap barang dan jasa dalam negeri yang selanjutnya akan
mempengaruhi permintaan akan pekerja.
3. Lain – lain
Tersedianya sumber daya lain selain sumber daya manusia akan
mempengaruhi ketenaga kerjaan. Kemungkinan subtitusi antara sumber
daya manusia dan sumber daya lainnya sangat mungkin terjadi. Bila
sumber daya lain relatif lebih murah maka pengusaha akan beralih dari
sumber daya manusia ke sumber daya lain tersebut. Masalah mahal atau
murah tidak terbatas pada rupiah yang dikeluarkan, tetapi juga
Undang – undang ketenagakerjaan termasuk yang mempengaruhi kondisi
ketenagakerjaan, seperti penentuan gaji minimal yang akan menaikan
biaya penggunaan sumber daya manusia, biala harga pasarnya lebih
rendah dari pada gaji minimalnya.
Menurut Purwo (2000) faktor produksi tenaga kerja banyak macamnya, namun
secara garis besar terdapat digolongkan menjadi dua, yaitu tenaga kerja rohaniah
atau tenaga pikir dan tenaga kerja jasmaniah atau tenaga kerja fisik.
Tenaga kerja rohaniah atau tenaga kerja pikir lebih banyak menggunakan
kekuatan pikir dalam proses produksi. Tenaga kerja ini memerlukan pengalaman
dan ilmu pengetahuan yang cukup luas dalam menangani usaha – usaha
produksi. Tenaga kerja ini dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Managerial Skill
Tenaga kerja yang mampu dan cukup memimpin organisasi,
perusahaan-perusahaan besar.
b. Teknological Skill
Tenaga kerja yang mampu dalam melaksanakan pekerjaan tertentu.
c. Organization Skill
Tenaga kerja yang mampu dan cakap mengatur berbagai usaha dalam
organisasi atau perusahaan baik ke dalam maupun ke luar.
2.8. Nilai Tambah Agr oindustr i
Dalam perjalanannya dari produsen primer (proses pengadaan bahan baku),
pengolahan (suatu usaha untuk merubah bentuk) sampai pada pemasaran ke
konsumen, komoditas pertanian yang digunakan akan menimbulkan nilai tambah.
dengan pengolahan yang modern maka akan dihasilakan suatu produk yang
berbeda dengan produk semula.
Nilai tambah yang diperoleh dari proses pengurangan biaya bahan baku
ditambah dengan biaya input lain terhadap penerimaan yang dihasilkan tidak
termasuk biaya tenaga kerja. Dengan kata lain, nilai tambah merupakan imbalan
bagi tenaga kerja dan keuntungan pengolah.
Salah satu cara untuk menngkatkan nilai tambah adalah melaksanakan
diversivikasi baik secara vertical maupun secara horizontal. Pada perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan pertanian perlu bekerja keras untuk menganjurkan
komoditas apa yang mempunyai nilai tambah lebih baik. Produk pertanian yang
spesifik maka wilayah komoditi menjadi penting, yaitu wilayah komoditi yang
disesuaikan dengan daya dukung sunber manusia yang ada.(Simatupang,1990).
Klasifikasi biaya penting dalam membandingkan pendapatan untuk
mengetahui kebenaran jumlah biaya yang tertera pada pernyataan pendapatan
(income statement) terdiri dari empat kategori, yaitu:
a. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang penggunaanya tidak habis
dalam satu masa produksi yang termasuk dalam biaya ini antara lain
adalah pajak tanah, pajak air, penyusutan alat, dan bangunan pertanian.
b. Biaya variabel atau biaya-biaya berubah (variable cost) adalah biaya
yang besar kecilnya sangat tergantung pada biaya skala produksi. Yang
termasuk kedalam biaya ini antara lain adalah : biaya untuk bibit, pupuk,
pembasmi hama dan penyakit, buruh atau tenaga kerja upahan, biaya
panen, biaya pengolahan tanah baik yang berupa kontrak maupun upah
c. Biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa pajak air dan pajak tanah.
Sedangkan biaya tunai dari biaya variabel antara lain berupa pemakaian
bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga luar keluarga.
d. Biaya tidak tunai meliputi biaya tetap, biaya untuk tenaga kerja keluarga.
Sedangkan yang termasuk biaya variabel antara lain biaya panen dan
pengolahan tanah dari tenaga kerja keluarga (Fadholi, 1989).
Analisis dalam produksi untuk menghitung pendapatan dapat dilakukan
dengan dua pendekatan, yaitu :
a. Pendekatan pendapatan, digunakan jika produksi yang dikelola bersifat
subsisten atau tidak berorientasi keuntungan. Pendapatan merupakan
pengurangan penerimaan dengan total biaya luar yang secara nyata
dibayarkan untuk masukan dari luar.
b. Pendekatan keuntungan, digunakan jika produksi yang dikelola bersifat
komersial atau bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan. Keuntungan
merupakan hasil dari penerimaan dikurangi dengan total biaya yang
dikeluarkan untuk masukan dari luar dan masukan milik sendiri, yaitu
sewa tanah milik petani, upah tenaga kerja keluarga dan bunga modal
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
3.1 Ker angka Pemik ir an
Harga kedelai yang melambung tinggi dan stok produksi kedelai yang
minim mengakibatkan agroindustri pengolahan tempe mengalami kesulitan
mencari bahan baku. Sedangkan kedelai merupakan bahan baku utama dari
pembuatan tempe, sehingga tidak sedikit agroindustri yang menggunakan bahan
baku kedelai mengalami gulung tikar / terpaksa menutup usaha mereka.
Keterkaitan pertanian dengan perindustrian dalam agroindustri adalah :
pertanian menyediakan bahan baku bagi industri,penyediaan tenaga kerja yang
dianggap cukup besar dan menyediakan tempat bagi berlangsungnya proses
produksi. Hubungan antara pertanian dengan sektor industri dapat dilihat dari
interaksi antar teknologi, pasar, modal dan tenaga kerja dalam kedua sektor
tersebut, produski hasil pertanian merupakan input bagi industri yang mengelola
hasil pertanian. Hubungan antara sektor pertanian dengan sektor industri sangat
erat. Hal ini dikarenakan industri selalu memanfaatkan hasil pertanian sebagai
bahan baku primer. Selain itu juga kegiatan agroindustri akan diperoleh nilai
tambah yang relative besar yang akan diperoleh pengolahan produk pertanian.
Pendekatan agroindustri terhadap hasil produksi tanaman kedelai akan
dapat memberikan beberapa keuntungan yang layak diterima oleh petani
maupun pengolah kedelai. Beberapa keuntungan tersebut antara lain
meningkatnya pendapatan yang diterima petani kedelai, pendapatan pengolahan
keberhasilan agroindustri itu sendiri. Tingginya harga jual tempe dipasaran
menunjukan peluang pasar yang baik bagi industri tempe. Hal itu yang
menjadiakan pertimbangan bahwa dengan adanya agroindustri tempe
diharapkan dapat memotifasi petani dalam berusaha tani kedelai, sehingga
ketersediaan bahan baku bagi agroindustri tempe dapat tersedia dengan mudah.
Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan sebuah bagan kerangka pemikiran
sebagai berikut :
Ga mbar 2. Bagan Ker angka Pemikir an Bahan Baku Tempe/ Kedelai
Pemasaran
Kemasan Plastik Kemasan Daun
Pisang Proses Produksi
3.2. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran, maka dirumuskan hipotesis berikut :
1. Diduga bahwa kegiatan agroindustri tempe di daerah Medokan Ayu
memberikan nilai tambah dan menguntungkan.
2. Diduga bahwa agroindustri tempe di daerah Medokan Ayu layak untuk
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Penentuan Loka si
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling (sengaja),
yaitu berdasarkan pertimbangan - pertimbangan sesuai dengan tujuan penelitian
(Effendi, 1995).
Sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, yaitu identifikasi
karakteristik, menganalisis nilai tambah, dan mengetahui kelayakan usaha
agroindustri tempe, maka lokasi penelitian dilakukan di UMKM “Medokan Jaya”
di Kelurahan Medokan Ayu.
4.2. Penentuan Sample
Pada penentuan responden disini langkah awal yang harus ditempuh yaitu
mengadakan survey pendahuluan untuk mengetahui jumlah pengusaha tempe
yang berdomisili di Kelurahan Medokan Ayu, Dengan teknik pengambilan secara
purposive sampling (sengaja), memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur
atau anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Penentuan Untuk Perumusan :
a Responden Untuk Mendapatkan Informasi Pendukung.
-Pemilik Modal / Usaha
Pihak yang memiliki modal / usaha berjumlah 1 orang.
-Bagian Produksi
Pihak yang mengkordinir dan melakukan pengawasan langsung kegiatan
- Bagian Pengepakan
Pihak yang mengkoordinir dan melakukan pengawasan langsung
proses pengepakan olahan kedelai yang sudah diolah,untuk menjadi
tempe siap jual berjumlah 1 orang.
- Bagian Pemasaran
Pihak yang mengkoordinir dan melakukan pengawasan secara
langsung kegiatan pada bagian penjualan hasil produksi tempe
berjumlah 1 orang.
4.3. J enis dan Tek nik Pengumpulan Data
1. Jenis Data
a.Data Primer
Data primer adalah data yang langsung dan segera diperoleh dari
sumber data. Data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung dari
responden melalui wawancara langsung dengan menggunakan
kuisioner yang telah dipersiapkan. Pertanyaan dalam kuisioner
meliputi karakteristik pengusaha, besarnya pembiayaan, proses
produksi, hasil produksi, pendapatan, dan sistem pemasaran.
b.Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang telah terlebih dahulu dikumpulkan
dan dilaporkan oleh orang di luar peneliti. Data dicatat secara
sistematis dan dikutip secara langsung dari instansi pemerintah atau
lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surabaya berupa
Teknik Pengumpulan Data.
a. Observasi
Teknik ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung
terhadap objek yang akan diteliti sehingga didapatkan gambaran yang
jelas mengenai objek yang akan diteliti.
b. Wawancara
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data primer melalui
wawancara langsung kepada responden berdasarkan daftar pertanyaan
(kuisioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya.
c. Pencatatan
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder yaitu
dengan mencatat data yang ada pada instansi pemerintah atau lembaga
yang terkait dengan penelitian ini.
4.4. Definisi Operasional dan Pengukuran Var iabel Agr oindustr i Tempe
Definisi istilah dan pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah :
a.Pengeluaran Agroindustri tempe
Pengeluaran agroindustri tempe yaitu besarnya nilai yang dikeluarkan untuk
pembelian barang dan jasa bagi agroindustri.
b.Biaya bahan baku Agroindustri tempe
Biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh bahan baku utama proses
c.Biaya input lain Agroindustri tempe
Biaya yang dikeluarkan untuk membeli input lain yang digunakan pada
agroindustri tempe untuk memproduksi tempe antara lain ragi, kayu bakar,
bensin, plastik dan kayu bakar (Rp/liter/ikat).
d.Upah tenaga kerja Agroindustri tempe
Upah yang diterima oleh pekerja dalam rupiah (Rp/hari)
e.Nilai tambah Agroindustri tempe
Pengurangan biaya bahan baku ditambah input lain terhadap nilai produk
yang dihasilkan, tidak termasuk biaya tenaga kerja (Rp/Kg)
f.Keuntungan pengolah
Keuntungan pengolah adalah harga jual tempe berbanding dengan harga
bahan baku yang dikurangi imbalan kerja (Rp/Kg)
g.Koefisien kerja
Keuntungan pengolah adalah harga jual tempe berbanding dengan harga jual
bahan baku yang dikurangi imbalan kerja (Rp/Kg)
h.Nilai produk
Merupakan input bagi agroindustri tempe yang dihasilkan dari proses
4.5. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian tentang Analisis Nilai
Tambah agroindustri tempe ini adalah :
1. Analisa diskriptif, digunakan untuk menjawab bagaimana karakteristik
pengusaha agroindustri tempe. Analisis diskriptif ini juga untuk melihat
ketersediaan modal, bahan baku (kedelai), harga dan pemasaran serta
peluang pasar.
2. Untuk mengetahui hasil dan tujuan kedua yaitu menggunakan analisis
Incremental R/C Rasio dan nilai tambah untuk mengetahui bagaimana
keuntungan dalam menghasilkan agroindustri tempe, analisis ini adalah
penambahan antara hasil yang diperoleh ( keuntungan) dari bahan baku
kedelai menjadi tempe dengan biaya yang dilakukan. Sedangkan analisa
kuantitatif yang digunakan meliputi :
a) Analisis Nilai Tambah
b) Analisis Keuntungan Pengolah
c) Analisis Penyerapan Tenaga Kerja
d) Analisis Imbalan Kerja
e) Analisis Rasio Keuntungan Pengolah
f) Analisis Kelayakan Pendapatan
a. Analisis Nilai Tambah
Nilai tambah adalah pengurangan biaya bahan baku yang digunakan
ditambah dengan biaya input lainnya terhadap penerimaan industri yang
dihasilkan, tidak termasuk biaya tenaga kerja yang dihitung dalam satuan.
NT = NP – (B+V)
Dimana :
NT = Nilai Tambah (Rp/Kg)
NP = Nilai Produksi (Rp/Kg)
B = Nilai Bahan Baku (Rp/Kg)
V = Nilai input lain (Rp/Kg)
Untuk menguji bahwa usaha agroindustri tempe memberikan nilai tambah
dengan menggunakan formulasi tersebut diatas, maka kriteria yang digunakan :
Ho : Usaha Agroindustri Tempe tidak memberikan Nilai Tambah
Hi : Usaha Agroindustri Tempe memberikan Nilai Tambah
Kriteria Uji :
Apabila NT < 0 maka Ho diterima,
Jika NT > 0 maka Ho ditolak
b. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja
Penyerapan tenaga kerja dimasukan sebagai koefisiensi tenaga kerja yaitu
jumlah tenaga kerja (hari kerja per tahun) yang terserap dalam agroindustri tempe
ini dibagi dengan bahan baku yang digunakan selama satu tahun (kilogram per
tahun). (Soeharjo, 1991)
KK= ∑ TK ∑ BB
Dimana :
KK = Koefisien Kerja (orang/kg)
Ʃ TK = Jumlah Tenaga Kerja (orang /hari)
c. Analisis Imbalan Kerja
Koefisien tenaga kerja di kalikan dengan jumlah upah rata – rata tenaga
kerja. (Soeharjo, 1991)
IK = KK x U
Dimana :
IK = Imbalan Tenaga Kerja (Rp/Kg)
KK = Koefisien Kerja (orang/Kg)
U = Upah Rata- Rata Tenaga kerja (Rp/hari/orang)
d. Analisis Keuntungan Pengolah
Harga dari satu kilogram bahan baku, dikurangi dengan harga bahan baku
(Rp / Kg) + biaya lain (Rp / Kg) bahan baku – imbalan kerja (Rp / Kg) bahan
baku. (Soeharjo, 1991).
= Hp – (HB + V) – IK
Dimana :
= Keuntungan Pengolah (Rp / bahan baku)
Hp = Harga Produk (Rp / Kg)
HB = Harga Bahan Baku (Rp / Kg bahan baku)
V = Biaya input lain (Rp)
Ik = Imbalan Kerja (Rp/ Kg bahan baku)
Untuk menguji bahwa usaha Agroindustri tempe memberikan keuntungan
dengan menggunakan formulasi tersebut diatas maka kriteria yang digunakan :
Ho : Usaha Agroindustri Tempe tidak memberikan Keuntungan
Kriteria Uji
Apabila < 0 maka Ho diterima,
Jika > 0 maka Ho ditolak
e. Analisis Rasio Keuntungan Pengolah
Keuntungan pengolah dibagi harga produk jadi dikalikan 100%. (Soeharjo,
1991).
RK = ∑ x100% ∑ NT
Dimana :
RK = Rasio Keuntungan (%)
= Keuntungan (Rp)
NT = Nilai Tambah (Rp)
f. Analisis Kelayakan Pendapatan
Analisis yang digunakan dalam menghitung kelayakan dengan
menggunakan analisis sebagai berikut :
Net R / C Ratio= TR
TC
Dimana :
TR = Total Penerimaan
TC = Total Biaya
Untuk menguji bahwa usaha Agroindustri tempe layak dikembangkan dengan
menggunakan kriteria sebagai berikut:
R/C Rasio > 1 perusahaan tersebut layak untuk dikembangkan
R/C Rasio = 1 perusahaan tersebut tidak untung dan tidak rugi
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Keadaan Umum Per usahaan
Industri tempe berskala rumahan (home industry) UMKM “Medokan Jaya”
terletak di Medokan Sawah kelurahan Medokan Ayu Kecamatan Rungkut
Kotamadya Surabaya dengan jarak ±20 km dari jantung kota. Luas wilayah
kelurahan Medokan Ayu sekitar 723,134 Ha. Jumlah penduduk di kelurahan
Medokan Ayu berjumlah 19.025 jiwa dengan rincian jenis kelamin laki- laki
9.556 jiwa dan Perempuan berjumlah 9.469 jiwa. Pada Kelurahan Medokan Ayu
terdapat 14 Rukun Warga (RW) dan 76 Rukun Tetangga (RT). Tingkat
pendidikan terakhir di sekitar kelurahan Medokan Ayu yaitu SLTA/Sederajat
yang berjumlah 5438 jiwa dan Diploma/Strata 1 berjumlah 3385 jiwa.
UMKM “Medokan Jaya” berdiri diatas tanah seluas 184 m2. Adapun batas
wilayah Medokan Sawah adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kelurahan Wonorejo
Sebelah Selatan : Kelurahan Gunung Anyar
Sebelah Barat : Kelurahan Rungkut Kidul
Sebelah Timur : Kelurahan Medokan Ayu
Industri tempe UMKM “Medokan Jaya” berdiri sejak tahun 2009 tepatnya
bulan Juni dengan alamat Medokan Sawah RT 01 / RW 01 No. 125 kelurahan
5.2. Sejar ah Per kembangan Agroindustr i Tempe “ Medokan J aya”
Penelitian ini dilakukan pada usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang
didirikan oleh Bapak Supangih yang terdapat di daerah medokan ayu. Rumah
Bapak Supangih sangat strategis, sekitar ± 1 kilo meter terdapat pasar – pasar
kecil untuk memasukan produk tempe tersebut dan jarak ± 6 kilo meter terdapat
pasar mangga dua atau biasanya disebut dengan pasar wonokromo yang siap
menerima hasil produk tempe Bapak Supangih kepada para pedagang – sayur
keliling yang akan djual kembali atau para penjual warung nasi. Luas bangunan
tersebut sekitar 184 m² yang nilai bangunan saat ini mencapai Rp 250.000.000,-
Usaha Bapak Supangih yang sebelumnya masih bernama Usaha Kecil
Menengah (UKM), dikarenakan usaha tersebut sudah terkenal di daerahnya, atas
kepercayaan dari pihak kecamatan dan perbankan, dengan modal awal Rp.
300.000,- yang hanya mengolah sebesar 10 – 15 kg kedelai, akhirnya usaha
tersebut telah berubah nama menjadi UMKM dikarenakan pengusaha tersebut
selalu mengikuti pelatihan yang diadakan oleh kecamatan dan sebagai contoh
untuk pengusaha – pengusaha tempe yang lain. UMKM tersebut merupakan
satu-satunya UMKM agroindustri yang masih berkembang di daerah tersebut dengan
permodalan pribadi sampai saat ini mencapai Rp 1.000.000 s/d Rp 1.500.000,-.
Dengan kondisi kebutuhan yang semakin meningkat namun penghasilan yang
relatif tetap, maka Bapak Supangin bersama rekannya melirik usaha pembuatan
tempe yang dinilai semakin lama semakin diminati oleh masyarakat. Tempe
banyak dikonsumsi di Indonesia.
Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe
di dunia, tidak hanya di Indonesia. Melihat peluang itu begitu banyaknya
produsen tempe yang menjadi pesaingnya, maka Bapak Supangin mencari
pembeda antara produk tempenya dengan produk tempe buatan orang lain agar
produk tempenya lebih unggul dibanding produk tempe lainnya. Maka timbulah
pemikiran untuk memberi label pada produk tempenya. Pemberian label ini bukan
merupakan hal yang mudah untuk para produsen, dengan memberi label pada
produk tempenya maka Bapak Supangin memiliki satu kewajiban untuk dapat
meningkatkan kualitas tempenya agar pemberian label pada produknya dapat
menjadikan citra positif terhadap produk tempe nya. Untuk jangka waktu ke
depannya, Bapak Supangin berniat untuk memasarkan produknya ke pasar-pasar
modern yang artinya akan diperlukannya semakin banyak modal dan juga
penggunaan tenaga kerja. UMKM agroindustri tempe dengan 8 tenaga kerjanya,
sampai saat ini mampu memproduksi 100 Kg bahan baku kedelai untuk satu kali
produksi dengan hasil produksi 900 bungkus plastik dan 400 bungkus daun
pisang. Dengan hasil yang diperoleh, permintaan tempe khususnya para pedagang
sayur keliling di pasar mangga dua surabaya dan penjual warung nasi atau rumah
makan.
5.3. Kar akter istik Pengusaha Agr oindustr i Tempe
Pengusaha tempe khususnya di UMKM “Medokan Jaya” memiliki
karakteristik yang mungkin berbeda dengan pengusaha lain. Modal yang dimiliki
merupakan modal sendiri yang besarnya antara Rp 1.000.000 s/d Rp 1.500.000,