• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

10

penelitian. Pada landasan teori, memuat teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang dilaksanakan. Penjabaran teori-teori tersebut yaitu sebagai berikut.

2.1.1 Pengertian IPA

2.1.2 Hakikat Ilmu Pegetahuan Alam

Hakikat IPA menurut Bridgman (Lestari, 2001:7) dapat dimaknai sebagai kualitas, observasi dan eksperimen, ramalan, progresif dan komunikatif, proses, universal.

Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dari sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Cain dan Evans (Padmono, 2010:12) dalam melaksanakan proses pembelajaran IPA yang benar mencakup empat komponen, yaitu (1) IPA sebagai produk, (2) IPA sebagai proses, (3) IPA sebagai sikap dan (4) IPA sebagai teknologi.

Menurut Sulistyorini (2007:41) standar isi mata pelajaran IPA kelas V, antara lain (1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, (2) Benda dan sifatnya, (3) Energi dan perubahannya, (4) Bumi dan alam semesta.

IPA sebagai produk merupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori (Asyari, 2006:9). IPA sebagai produk juga merupakan akumulasi hasil upaya para perintis IPA terdahulu. Pada umumnya produk IPA juga telah tersusun secara lengkap dan sistematis dalam bentuk buku teks (Sulistyorini, 2007:9).

Produk IPA berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori yang menjelaskan tentang alam dan berbagai fenomena lainnya. Oleh karena itu, pelajaran IPA menjelaskan tentang alam dan berbagai fenomena yang ada didalamnya, maka guru dituntut dapat mengajak siswanya memanfaatkan

(2)

alam sekitar sebagai sumber belajar, karena alam sekitar merupakan sumber belajar yang tidak akan ada habisnya

Menurut (Asyari 2006:23) tujuan pembelajaran IPA diSD/MI adalah untuk menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi, dan masyarakat, mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, mengembangkan gejala alam, sehingga siswa dapat berfikir kritis dan objektif.

Tujuan mata pelajaran IPA didalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 adalah sebagai berikut: (1) Memperoleh keyakinan terhadap kebeseran Tuhan Yang Maha Esaberdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan dan ciptaan Nya. (2) Mengembangkan pegethuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. (3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. (4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. (5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan. (6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

Menurut Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 ruang lingkup mata pelajaran IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut: (1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. (2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. (3) Energi dan perubahannya, yang meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. (4) Bumi dan alam semesta, yang meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Pembelajaran di SD/MI akan efektif bila siswa aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu guru SD/MI perlu menerapkan prinsip- prinsip pembelajaran di SD/MI. Prinsip-prinsip pembelajaran di SD/MI menurut Depdiknas (dalam Maslichah, 2006:44) adalah “Prinsip motivasi, prinsip latar, prinsip menemukan, prinsip belajar melakukan (learning to doing), prinsip belajar

(3)

sambil bermain, prinsip hubungan riter”. Prinsip pembelajaran di atas dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Prinsip motivasi, merupakan daya dorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi siswa perlu di tumbuhkan, guru harus berperan sebagai motivator sehingga muncul rasa ingin tahu siswa terhadap pembelajaran.

b. Prinsip latar, pada hakikatnya siswa telah memiliki pengetahuan awal. Oleh karena itu dalam pembelajaran sebaiknya guru perlu menggali pengetahuan, keterampilan, pengalaman apa yang telah di miliki siswa sehingga kegiatan pembelajaran tidak berawal dari kekosongan terhadap materi.

c. Prinsip menemukan, pada dasarnya siswa sudah memiliki rasa ingin tahu yang besar sehingga berpotensi untuk mencari tahu guna menemukan sesuatu.

d. Prinsip belajar sambil melakukan, pengalaman yang di peroleh melalui bekerja merupakan hasil belajar yang tidak mudah di lupakan. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran hendaknya siswa di arahkan untuk berkegiatan.

e. Prinsip belajar sambil bermain, bermain merupakan kegiatan yang di sukai pada usia SD, dengan bermaian akan menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga akan mendorong siswa untuk melibatkan diri dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu dalam setiap pembelajaran perlu diciptakan suasana yang menyenangkan melalui kegiatan bermain sehingga memunculkan daya kreatifan siswa.

f. Prinsip hubungan/relevansi, dalam beberapa hal kegiatan belajar akan lebih berhasil jika di kerjakan secara berkelompok. Dengan kegiatan berkelompok siswa tahu kelebihan dan kekurangannya sehingga tumbuh kesadaran perlunya interaksi dan kerjasama dengan orang lain.

Berdasarkan pernyataan yang sudah dijelaskanseperti diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengajaran IPA mempunyai tujuan untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa dan nilai positif melalui proses IPA dalam memecahkan masalah. Siswa akan selalu tertarik dengan lingkungan dan siswa akan mengenal serta dapat memanfaatkan lingkungan sebagai sumber ilmu dan sumber belajar.

Demikian juga dalam diri siswa akan dapat mengembangkan pikiran melalui lingkungan yang banyak memberikan pengalaman terhadap diri siswa dengan cara berinteraksi langsung dan dapat dirasakan siswa.

(4)

2.2 Belajar dan Hasil Belajar 2.2.1 Pengertian Belajar

Sebagian orang beranggapan bahwa belajar sebatas membaca ataupun berlatih keterampilan tertentu. Memang tidak salah pemahaman tersebut, namun pengertian belajar yang demikian masih dalam arti sempit. Belajar sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Beberapa ahli mengemukakan pendapat mengenai pengertian belajar. Jackson (1991) dalam Rusman (2012:252) memberikan penjelasan mengenai belajar, bahwa belajar adalah “proses pembangunan pengetahuan melalui transformasi pengalaman”.

Menurut Uno dan Mohamad (2012:139), belajar merupakan suatu proses kegiatan yang menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu akibat interaksi dengan lingkungan. Hamalik (2013:27) menjelaskan bahwa belajar bukanlah sebuah hasil semata ataupun ketercapaian dari tujuan yang direncanakan, namun belajar merupakan serangkaian proses kegiatan yang telah direncanakan dengan matang. Belajar tidak terbatas pada mengingat ataupun menghafal suatu konsep, namun sebuah pengalaman disertai perubahan tingkah laku, hingga menjadi suatu kebiasaan. Perubahan dalam diri siswa terjadi setelah aktivitas belajar selesai (Djamarah dan Zain 2010:38).

Menurut Slameto (2003:2) belajar adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai hasil belajar mempunyai ciri-ciri:

1) Perubahan terjadi secara sadar. Ini berarti bahwa seseorang yangbelajar akan menyadari terjadinya perubahan didalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah dan kebiasaannya bertambah.

2) Perubahan bersifat kontiniu dan fungsional. Ini berarti bahwa perubahan yang terjadi didalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan dan tidak statis.

(5)

3) Perubahan bersifat positif dan aktif. Ini berarti bahwa perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelunya dan perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya tetapi karena usaha sendiri.

4) Perubahan tidak bersifat sementara. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.

5) Perubahan bertujuan atau terarah. Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai.

6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Ini berarti bahwa setelah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Berdasarkan pendapat beberapa para ahli, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk menuju suatu perubahan, baik berupa kebiasaan, kecakapan, sikap maupun keterampilan dari pengalaman yang didapatkan. Belajar dapat terjadi ketika ada kesadaran dalam diri seorang individu. Seringkali dalam proses belajar, siswa menghadapi kendala, sehingga perlu ada individu lain yang dapat memberikan bimbingan. Proses penyampaian bimbingan yang dilakukan oleh individu lain disebut mengajar.

Mengajar dalam arti sempit yaitu proses penyampaian informasi dari guru kepada siswa di sekolah. Hamalik (2013:52) menjelaskan bahwa “mengajar adalah proses membantu siswa menghadapi kehidupan dalam masyarakat sehari- hari”. Pengertian lain menurut Aqib (2013:66), mengajar merupakan kemampuan yang dimiliki oleh guru untuk mengondisikan situasi, sehingga dapat terjadi proses belajar bagi siswa.

Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan mengajar adalah kegiatan pengondisian yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran, yang bertujuan untuk membantu dan membimbing siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru yang berguna untuk siswa dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dalam proses pendidikan di sekolah, tugas utama seorang guru yaitu mengajar, sedangkan tugas utama siswa yaitu belajar.

Keterkaitan antara proses belajar dan mengajar inilah yang disebut sebagai proses pembelajaran.

Aqib (2013:66) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah upaya secara

(6)

sistematis yang dilakukan guru untuk mewujudkan proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien, mulai dari perencanaan sampai evaluasi pembelajaran.

Menurut Uno dan Mohamad (2012:144), pembelajaran adalah aktivitas yang dilakukan dengan sengaja oleh individu untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya tujuan belajar. Berdasarkan pendapat beberapa ahli, dapat disimpulkan pembelajaran adalah serangkaian proses penyampaian informasi dan pengetahuan oleh guru yang direncanakan dan dilaksanakan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan belajar, mulai dari perencanaan sampai evaluasi, sehingga siswa mendapatkan pengalaman baru yang bermanfaat.

Penerapan belajar, mengajar, dan pembelajaran, dilakukan secara bersamaan, walaupun bisa saja belajar dapat terjadi tanpa adanya aktivitas pembelajaran. Namun demikian, jika belajar dan pembelajaran dilaksanakan secara bersamaan, akan tampak hasil yang lebih baik. Hal ini karena pembelajaran yang efektif ditandai dengan adanya aktivitas belajar dari diri siswa (Uno dan Mohamad 2012:145).

Belajar yang dilakukan oleh siswa memiliki hasil yang beragam, ada siswa yang mendapatkan nilai baik, namun ada pula yang mendapatkan nilai kurang.

Hal ini dapat dilihat dari perbedaan perilaku yang terjadi sebelum dan sesudah pelaksanaan pembelajaran. Perbedaan ini muncul karena faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa. Syah (2010:129-36) menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi belajar seseorang terbagi menjadi tiga macam, yaitu: faktor internal, eksternal, dan pendekatan belajar.

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri. Faktor internal yang memengaruhi belajar terbagi menjadi dua aspek, yakni: aspek fisiologis dan psikologis. Aspek fisiologis berkaitan erat dengan jasmaniah atau fisik siswa. Aspek fisiologis meliputi kondisi umum dan tomus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ tubuh dan sendi- sendinya yang dapat memengaruhi semangat dan intensitas aktivitas belajar siswa. Kondisi lain yang termasuk dalam fisik, yaitu kondisi indera pendengaran dan penglihatan siswa. Kesehatan jasmani siswa tentunya sangat berpengaruh

(7)

dalam proses belajar siswa. Siswa dalam kondisi sehat jasmani saja tidak selalu mudah memahami materi pembelajaran, apalagi ketika sakit.

Selanjutnya aspek yang memengaruhi belajar siswa yaitu psikologis.

Aspek psikologis berkaitan dengan jiwa kejiwaan atau kerohanian siswa. Faktor psikologis yang dipandang paling berpengaruh dalam proses belajar siswa yaitu:

tingkat kecerdasan, sikap, bakat, minat, dan motivasi siswa. Tingkat kecerdasan siswa merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seorang individu untuk menyesuaikan diri dengan cara yang tepat. Sikap merupakan gejala kondisi afektif berupa kecenderungan merespon dengan cara yang relatif tetap. Bakat merupakan kemampuan potensial yang dimiliki seorang individu untuk mencapai keberhasilan di masa mendatang. Minat diartikan sebagai kecenderungan atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Motivasi merupakan penghasil daya untuk bertingkah laku secara terarah. Motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik.

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu atau orang lain. Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar terbagi menjadi dua macam, yaitu: faktor lingkungan sosial dan nonsosial. Faktor lingkungan sosial yaitu faktor yang secara langsung berhubungan dan melakukan interaksi dengan siswa. Faktor lingkungan sosial yang memengaruhi belajar siswa berasal dari lingkungan sekolah dan masyarakat. Lingkungan sosial di sekolah yaitu: guru, tenaga pendidik, dan teman di sekolah. Lingkungan sosial di masyarakat meliputi: keluarga, tetangga, dan teman bermain di masyarakat.

Selanjutnya yaitu lingkungan nonsosial. Lingkungan nonsosial berupa objek benda ataupun tempat siswa melakukan aktivitas dan kegiatan belajar.

Beberapa hal yang termasuk dalam lingkungan nonsosial yang memengaruhi belajar siswa yaitu: gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal siswa dan letaknya, alat-alat yang digunakan untuk belajar, keadaan cuaca, serta waktu yang digunakan siswa untuk belajar.

Pendekatan belajar adalah cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang kefektifan dan efisien proses pembelajaran materi tertentu. Selain faktor internal dan eksternal siswa, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh

(8)

terhadap taraf keberhasilan proses belajar siswa.

2.2.2 Hasil Belajar

Menurut Rifa‟i dan Anni (2010: 85), hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar. Selanjutnya, Susanto (2013:5) berpendapat bahwa hasil belajar merupakan perubahan- perubahan yang terjadi dalam diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif maupun psikomotor setelah melakukan kegiatan belajar. Berdasarkan pendapat kedua ahli, dapat disimpulkan hasil belajar adalah perubahan nilai yang terjadi dalam diri seorang individu, baik perubahan pada aspek kognitif, afektif , maupun psikomotor yang dihasilkan setelah melakukan proses belajar.

Menurut Ikhsanudin (2011:67), dalam belajar rasa ingin tahu siswa sangatlah menunjang terwujudnya pembelajaran yang aktif dan efektif. Oleh karena itu tindakan guru sangat lah penting guna terwujud nya proses pembelajaran yang lebih aktif. Adapun beberapa faktor untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa dalam belajar ialah: (1) mengkondisikan situasi belajar menjadi suatu kegiatan siswa dengan mengupayakan pemecahan masalah atau mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan, baik masalah atau pertanyaan yang diajukan guru maupun siswa; (2) mendorong ketertarikan siswa untuk mendapatkan informasi atau menguasai keterampilan melalui pemecahan masalah atau mencari jawaban atas pertanyaan; (3) mendesak siswa secara halus untuk bergerak mengkaji atau menilai suatu jawaban pertanyaan, suatu pendapat (gagasan), atau suatu penyelesaian masalah; (4) Guru dapat menggunakan berbagai strategi dengan berbagai teknik untuk mengaktifkan siswa dalam kegiatan inti; (5) Guru bisa menggunakan media pembelajaran sebagai sumber untuk menarik perhatian siswa dalam belajar.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa adalah merupakan usaha siswa yang melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya, dilakukan dengan penuh keuletan, sungguhsungguh, diperlukan kemauan yang tinggi dan penuh dengan rasa optimisme, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga selama proses pembelajaran hasil belajar yang dicapai

(9)

mempunyai makna bagi diri siswa.

Pencapaian hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Di samping itu, guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu yang dimaksud dengan hasil belajar IPA adalah merupakan hasil belajar yang dicapai siswa setelah mengikuti serangkaian proses belajar IPA yang diajarkan oleh guru, yaitu melakukan pembelajaran dengan model pembelajara discovery terbimbing, melalui kegiatan praktikum dan mengikuti tes tertulis tetang materi yang diujikan..

Pada proses pembelajaran, guru perlu memerhatikan berbagai hal dan kemungkinan yang akan terjadi, tidak terkecuali dalam penetapan model pembelajaran. Hal ini tidak lain ditujukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya. Salah satu yang jadi pertimbangan dalam memilih dan menetapkan model pembelajaran, yaitu tingkat perkembangan siswa.

Ketika guru mempertimbangkan tingkat perkembangan siswa, guru akan memahami apa saja yang dibutuhkan siswa untuk belajar pada usia perkembangannya. Manfaat yang diperoleh guru setelah memahami kebutuhan siswa, yaitu guru lebih mudah dalam merencanakan tujuan pembelajaran, bahan materi, dan prosedur yang akan digunakan dalam proses pembelajaran sesuai dengan karakteristik yang dimiliki siswa.

Susanto (2013:70) menjelaskan bahwa anak yang ada di sekolah dasar masih tergolong anak usia dini, terutama pada kelas rendah. Masa usia dini memang tergolong pendek, namun sangat penting dan memengaruhi kehidupan siswa di masa mendatang. Oleh karena itulah, pada masa usia ini, potensi yang dimiliki harus dikembangkan secara optimal. Anak usia sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret, yaitu pada rentang usia 7-11 tahun. Ciri-ciri yang muncul pada rentang usia ini yaitu: anak mulai memandang dunia secara objektif, berpikir operasional, dapat mengklasifikasikan benda berdasarkan tingkatan, dapat menggunakan keterhubungan aturan, prinsip, dan hukum sebab-akibat, serta dapat

(10)

memahami konsep substansi suatu benda (Susanto 2013:79).

Pada rentang usia sekolah dasar, siswa memiliki keunikan sendiri dalam melakukan aktivitasnya. Sumantri (2011:63-64) menjelaskan bahwa karakteristik perkembangan siswa sekolah dasar terbagi menjadi empat macam, yaitu senang bermain, bergerak, bekerja secara kelompok, dan memeragakan sesuatu secara langsung. Karakteristik tersebut, terjadi secara alamiah sejalan dengan usia siswa.

Oleh karena itu, agar pembelajaran tetap berjalan dengan baik tanpa mengesampingkan karakteristik siswa, guru perlu memanfaatkan keaktifan dan tingkah laku siswa dalam proses pembelajaran. Dalam merencanakan sebuah pembelajaran, guru perlu menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi dan kondisi siswa. Namun demikian, model pembelajaran yang digunakan, tentunya tidak dapat mencakup dan memenuhi semua karakteristik yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, guru perlu merencanakan pembelajaran dengan matang.

Pada proses pembelajaran, guru perlu memerhatikan berbagai hal dan kemungkinan yang akan terjadi, tidak terkecuali dalam penetapan model pembelajaran. Hal ini tidak lain ditujukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya. Salah satu yang jadi pertimbangan dalam memilih dan menetapkan model pembelajaran, yaitu tingkat perkembangan siswa. Ketika guru mempertimbangkan tingkat perkembangan siswa, guru akan memahami apa saja yang dibutuhkan siswa untuk belajar pada usia perkembangannya. Manfaat yang diperoleh guru setelah memahami kebutuhan siswa, yaitu guru lebih mudah dalam merencanakan tujuan pembelajaran, bahan materi, dan prosedur yang akan digunakan dalam proses pembelajaran sesuai dengan karakteristik yang dimiliki siswa.

Susanto (2013:70) menjelaskan bahwa anak yang ada di sekolah dasar masih tergolong anak usia dini, terutama pada kelas rendah. Masa usia dini memang tergolong pendek, namun sangat penting dan memengaruhi kehidupan siswa di masa mendatang. Oleh karena itulah, pada masa usia ini, potensi yang dimiliki harus dikembangkan secara optimal. Anak usia sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret, yaitu pada rentang usia 7-11 tahun. Ciri-ciri

(11)

yang muncul pada rentang usia ini yaitu: anak mulai memandang dunia secara objektif, berpikir operasional, dapat mengklasifikasikan benda berdasarkan tingkatan, dapat menggunakan keterhubungan aturan, prinsip, dan hukum sebab- akibat, serta dapat memahami konsep substansi suatu benda (Susanto 2013:79).

Pada rentang usia sekolah dasar, siswa memiliki keunikan sendiri dalam melakukan aktivitasnya. Sumantri (2011:6.3-4) menjelaskan bahwa karakteristik perkembangan siswa sekolah dasar terbagi menjadi empat macam, yaitu senang bermain, bergerak, bekerja secara kelompok, dan memeragakan sesuatu secara.

langsung. Karakteristik tersebut, terjadi secara alamiah sejalan dengan usia siswa. Oleh karena itu, agar pembelajaran tetap berjalan dengan baik tanpa mengesampingkan karakteristik siswa, guru perlu memanfaatkan keaktifan dan tingkah laku siswa dalam proses pembelajaran.

Dalam merencanakan sebuah pembelajaran, guru perlu menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi dan kondisi siswa. Namun demikian, model pembelajaran yang digunakan, tentunya tidak dapat mencakup dan memenuhi semua karakteristik yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, guru perlu merencanakan pembelajaran dengan matang.

2.3 Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Isjoni (2011:22) Pembelajaran kooperatif berasal dari kata

“kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berhasil yang menginteraksi keterampilan sosial yang bermuatan akademik.

Menurut Suprijono (2009:54) Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Pembelajaran kooperatif dirancang bagi tujuan melibatkan pelajaran secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi perbincangan dengan rekan-rekan dalam kelompok kecil.

(12)

Menurut Huda (2011:29), pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh suatu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok- kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajaranya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota- anggota yang lain.

Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik tersendiri. Begitu pula pada model pembelajaran kooperatif. Roger dan David (Suprijono, 2009:58) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah sebagai berikut.

1) Positive interdependence (saling ketergantungan positif) Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.

2)Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan) Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggungjawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama.

Artinya, setelah mengikuti kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama.

3) Face to face promotive interaction (interaksi promotif) Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif.

Ciri–ciri interaksi promotif adalah saling membantu secara efektif dan efisien, saling memberikan informasi dan sarana yang diperlukan, memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien, saling mengingatkan, saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi, saling percaya, dan saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.

4)Interpersonal skill (komunikasi antaranggota) Untuk mengkoordinasikan kegiatan siswa dalam pencapaian tujuan siswa harus adalah saling mengenal dan mempercayai, mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima

(13)

dan saling mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.

5) Group processing (pemrosesan kelompok)

Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Siapa di antara anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. Ada dua tingkat pemrosesan yaitu kelompok kecil dan kelas secara keseluruhan.

Lima unsur dasar di atas harus dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif untuk mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya kelima unsur tersebut harus dapat dilaksanakan dengan baik. Selain itu, kelima unsur di atas sekaligus menjadi pembeda pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran langsung. Sedangkan fase pembelajaran kooperatif menurut Suprijono (2011:65) dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut

Tabel 2.3 Fase dan Peran Guru dalam Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Perilaku Guru

1. Menyampaikan tujuan Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar

2. Menyajikan Informasi Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal

3. Mengorganisir peserta didik kedalam tim belajar

Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien.

4. Membantu kerjatim dan Belajar Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya.

5. Mengevaluasi Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran 6. Memberikan Penghargaan Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok.

(14)

Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa dalam merencanakan pembelajaran kooperatif, guru memegang beberapa peran.Pertama membuat rencana pra-pembelajaran tentang pengelompokkan siswa dan pemberian tugas yang sesuai. Guru harus dapat menjelaskan tugas akademis dan struktur kooperatif kepada siswa kemudian harus memonitor dan turun tangan bila perlu.

Akhirnya guru juga bertanggungjawab mengevaluasi pembelajaran siswa dan keefektifan kerja masing-masing kelompok.

Sedangkan menurut Arends dalam (Suprihatiningrum 2013:197) menyatakan bahwa “the cooperative learning model was developed to achieve at least three important instructional goals: academic achievement, acceptance of diversity, and social skill development”, artinya adalah bahwa modelpembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai sekurang-kurangnyatiga tujuan pembelajaran penting yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu dan pengembangan keterampilan sosial.

1. Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok atas maupun kelompok bawah yang bekerja bersama menyelesaikan tugastugas akademik.

2. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Pembelajaran kooperatif menyajikan peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi, untuk bekerja dan saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama.

3. Pengembangan keterampilan sosial

Pembelajaran kooperatif mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi.

Berdasarkan beberapa pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk model pembelajaran yang efektif, dimana siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok heterogen agar masing- masing siswa mampu bekerja sama dalam memahami materi maupun menyelesaikan soal-soal yang diberikan, sehingga tidak hanya guru yang berperan aktif tetapi siswa juga dituntut aktif. Dengan begitu tujuan dari pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal.

(15)

2.3.1 Pembelajaran

Pembelajaran adalah kegiatan yang fundamental dalam proses pendidikan yang mana terjadinya proses belajar yang tidak lepas dari proses mengajar.

Menurut Iskandar (2009:98) pembelajaran adalah “ seperangkat kegiatan belajar yang di lakukan siswa (peserta didik)”. Menurut Kunandar ( 2009:287)

“pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku yang lebih baik”. Dari pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses interaksi peserta didik untuk menjadi lebih baik.

Sedangkan pembelajaran menurut Oemar (2003:57) adalah: Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam system pengajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tipe. Fasilitas perlengkapan audio visual juga computer.Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.

Selanjutnya menurut Ahmad (2007:31) bahwa “pembelajaran tidak lain adalah kegiatan belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran”. Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa pembelajaran adalah kegiatan yang di lakukan oleh siswa untuk pencapaian pelajaran.

Menurut Depdiknas (2003:2) pembelajaran adalah Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik, dan sumber belajar mengajar pada suatu lingkungan belajar sebagai proses belajar yang di bangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran adalah suatu kombinasi tersusun yang saling mempengaruhi terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya serta segala macam fasilitas yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan.

(16)

2.3.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi (Rusman 2011:210) Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat dimana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dimana masyarakat secara budaya semakin beragam.

Dalam pembelajaran kooperatif tidak mempelajari materi saja.Namun, siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan kooperatif khusus yang disebut keterampilan kooperatif.Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan tugas.Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.

2.3.3 Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Roger dan David dalam Lie (2004:31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur pembelajaran kooperatif, yaitu:

1. Saling ketergantungan positif

Menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri, agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.

2. Tanggaung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama.

Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran cooperative learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.

3. Tatap muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan ineraksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk kelompok yang menuntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala saja.

4. Komunikasi antar anggota

Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi.Sebelum

(17)

menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi.Tidak semua siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara.

5. Evaluasi proses kelompok

Pengajaran perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif.

Unsur pembelajaran kooperatif di atas tidak dapat tercapai jika hanya menggunakan model pembalajaran yang konvensional tanpa melibatkan siswa secara aktif.Pembelajaran harus menekankan siswa aktif berdiskusi dengan kelompok, untuk mencapai unsur tersebut, guru hendaknya dapat menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif membentuk, menemukan dan mengembangkan pengetahuannya. Kemudian siswa dapat membentuk makna tersendiri dari apa yang di pelajari.

2.4 Metode Pembelajaran Probing Prompting 2.4.1 Pengertian Probing Prompting

Menurut Huda (2014:281), Probing-Prompting berasal dari kata probing dan prompting-Probing diartikan sebagai penyelidikan dan pemeriksaan, sedangkan prompting berarti mendorong atau menuntun. Jadi yang dimaksud model pembelajaran Probing-Prompting adalah pembelajaran yang dilakukan dengan pemberian pertanyaan-pertanyaan dari guru, yang sifatnya menuntun dan mengarahkan siswa untuk melakukan proses berpikir, dengan menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa, dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.

Metode Probing-Prompting berkaitan erat dengan pertanyaan. Pertanyaan- pertanyaan yang disampaikan kepada siswa selama proses pembelajaran disebut probing question. Pertanyaan yang disampaikan kepada siswa, ditujukan untuk memotivasi dan memberikan isyarat kepada siswa dalam memahami serta menemukan jawaban dari permasalahan yang ada secara lebih mendalam. Jenis dan tingkat kesulitan pertanyaan disesuaikan dengan masing- masing siswa.

Menurut Jacobsen, Eggen, dan Kauchak (2009:179-80), untuk menciptakan

(18)

lingkungan yang dapat mendorong partisipasi dari seluruh siswa, dalam menyampaikan pertanyaan, hendaknya bukan pertanyaan yang memiliki jawaban tunggal, namun jenis pertanyaan yang dalam menemukan jawabannya, perlu uraian dan simpulan yang akurat.

Proses kegiatan tanya jawab dalam pembelajaran, dilakukan dengan cara menunjuk siswa secara acak, sehingga setiap siswa mau tidak mau harus turut serta berpartisipasi aktif. Siswa setiap saat bisa ditunjuk untuk menjawab pertanyaan dari guru. Namun ketika pembelajaran hanya asal menunjuk siswa untuk menjawab memungkinkan suasana pembelajaran menjadi tegang. Oleh karena itu, dalam menyampaikan pertanyaan perlu cara dan memerhatikan karakteristik masing-masing anak (Ngalimun 2014:165).

Pada saat guru menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan namun jawaban yang disampaikan kurang tepat, maka guru membimbing siswa tersebut dengan mengajukan kata kunci yang membimbing siswa untuk menemukan jawabannya. Ketika jawaban siswa benar, namun kurang lengkap, guru menanyakan kembali kepada siswa untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap. Kegiatan guru membimbing siswa menemukan pengetahuannya lewat pertanyaan disebut proses prompting.

Pertanyaan yang sifatnya membimbing siswa dalam memecahkan suatu permasalahan sangat penting. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wicke (2013), bahwa pembelajaran matematika yang menggunakan prompting question atau pertanyaan yang dapat membimbing siswa dalam menjawab suatu persoalan, efektif membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Pertanyaan yang bersifat membimbing siswa sangat diperlukan untuk siswa memahami materi IPA yang bersifat konseptual.

Cara yang digunakan untuk mengefektifkan interaksi antara guru dan siswa, menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka (open-ended questions) digabungkan dengan pengajaran redirection atau pengulangan dalam mengarahkan siswa. Pertanyaan terbuka memungkinkan lebih dari satu jawaban yang benar. Pertanyaan deskriptif dan pertanyaan komparatif merupakan jenis pertanyaan terbuka yang mudah diajukan, dijawab dan melibatkan siswa secara

(19)

aktif.

Pertimbangan lain yang perlu diperhatikan guru ketika menggunakan metode Probing-Prompting yaitu waktu tunggu. Waktu tunggu adalah waktu yang disediakan guru kepada siswa setelah guru memberikan pertanyaan. Saat guru mengajukan suatu pertanyaan kepada siswa, tentu saja guru menginginkan siswa untuk berpikir. Oleh karena itu, perlu disediakan jeda waktu bagi siswa untuk mencari jawaban yang diharapkan guru. Lama atau tidaknya waktu tunggu yang diberikan, disesuaikan dengan tingkat kesulitan pertanyaan yang disampaikan oleh guru kepada siswa. Manfaat waktu tunggu menurut Jacobsen, Eggen, dan Kauchak (2009:185), yaitu: meningkatnya partisipasi dalam diskusi, meningkatnya alasan untuk mempertahankan jawaban, dan meningkatnya jawaban yang berdasarkan atas pemikiran.

Langkah-langkah dalam menerapkap metode Probing-Prompting menurut Huda (2014:282) yaitu:

1) Guru menghadapkan siswa pada situasi baru

2) Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa merumuskan jawaban baik individu maupun diskusi kelompok

3) Guru mengajukan persoalan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus atau indikator kepada seluruh siswa 4) Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan

kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil

5) Menunjuk siswa untuk mengemukakan jawaban

6) Guru menyuruh siswa lain yang tidak menerima pertanyaan untuk menanggapi jawaban siswa

7) Guru mengajukan pertanyaan akhir kepada siswa yang berbeda untuk mengetahui dan memastikan tujuan pembelajaran khusus atau indikator sudah dipahami siswa.

Suatu metode pembelajaran tentunya tidak dapat mengatasi semua aspek permasalahan pembelajaran. Suatu metode pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan metode Probing-Prompting.

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Probing-Prompting bisa muncul dari model pembelajaran itu sendiri, suasana pembelajaran, maupun dari pelaksanaan metode yang dilakukan oleh guru.

(20)

a. Kelebihan Metode Probing-Prompting

Shoimin (2014:128-9) menjelaskan, kelebihan model pembelajaran Probing-Prompting, yaitu mendorong siswa berpikir aktif, memberi kesempatan kepada siswa meminta penjelasan dari guru, perbedaan pendapat antar siswa dapat diarahkan oleh guru, pertanyaan dapat memusatkan perhatian siswa, melatih keberanian siswa, komunikasi dapat terjadi multi arah, dan siswa dapat belajar mandiri.

Kelebihan yang terdapat pada metode pembelajaran Probing-Prompting, dapat dimaksimalkan dalam pembelajaran. Guru dapat memberikan dorongan pada siswa agar mau menyampaikan apa yang dia pikirkan, sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan menyampaikan pendapat pada orang lain.

b. Kekurangan Metode Probing-Prompting

Kekurangan model pembelajaran Probing-Prompting menurut Shoimin (2014:129), yaitu jika jumlah siswa banyak membutuhkan waktu lama dalam proses pembelajaran, suasana kelas menjadi tegang, sulit membuat pertanyaan yang sesuai dengan kemampuan siswa, sulit merencanakan waktu secara tepat, dan dapat menghambat kemampuan berpikir siswa apabila guru kurang kompeten.

Kekurangan yang ada pada model pembelajaran Probing-Prompting, dapat diminimalkan dengan pembawaan guru dalam melaksanakan pembelajaran. agar siswa tidak terlalu tegang, guru dapat mengantisipasi dengan memberikan candaan atau lelucon yang dapat mencairkan suasana kelas.

Sedangkan untuk mengefektifkan waktu, guru dapat menyederhanakan model pembelajaran dengan memberlakukan kelompok satu tempat duduk, sehingga tidak harus seluruh siswa mendapatkan pertanyaan. Selain itu, agar pembelajaran dapat mencapai tujuan yang diinginkan, guru harus merencanakan pembelajaran dengan matang.

2.5 Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian terdahulu yang mempunyai relevansi atau hubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti antara lain:

(21)

Swarjana, dkk (2013) dari Universitas Pendidikan Ganesha berjudul

“Pengaruh Model Pembelajaran Probing-Prompting terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V di SD Negeri 1 Sebatu”. Hasil penelitian diketahui, dari rentang nilai antara 0 sampai dengan 30, rata-rata yang diperoleh oleh kelas eksperimen adalah 23,13 masuk dalam kriteria sangat tinggi, sedangkan kelas kontrol memeroleh rata-rata 17,38 masuk dalam kriteria sedang.

Hidayatullah, Raga, dan Mahadewi (2014) dari Universitas Pendidikan Ganesha yang berjudul “Pengaruh Metode Probing-Promting terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran IPA Kelas V”. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu terjadi perbedaan kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran IPA antara yang mengikuti pembelajaran dengan metode pembelajaran Probing-Prompting dan yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional. Rata-rata skor yang diperoleh siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode Probing-Prompting mencapai 58,70 pada kategori tinggi, sedangkan pada metode pembelajaran konvensional yaitu 44,58 pada kategori sedang.

Penelitian Ulya (2011) dengan judul “Keefektifan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Probing-Prompting dengan Penilaian Produk”

diperoleh hasil penelitian bahwa rata-rata hasil belajar kontrol sebesar 66,00. Dari hasil uji ketuntasan belajar diperoleh peserta didik kelas eksperimen mencapai ketuntasan belajar (individual dan klasikal). Dari hasil uji Anava nilai Sig=0,000

< 0,05 artinya ada perbedaan rata-rata kemudian dilakukan uji lanjut Scheffe menunjukkan adanya perbedaan rata-rata yang signifikan antara masing-masing kelas.

Penelitian Zainulloh (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa kelas IV Mata Pelajarn IPA dengan Menggunakan Model Pembelajaran Probing Prompting di SDN Palangsari II Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan” menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran probing-prompting berdampak positif dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar. Hal ini dapat dilihat dari hasil sebelum dilaksanakan model pembelajaran probing prompting. Diketahui nilai rata-rata 59,1 dengan ketuntasan klasikal

(22)

36,36% meningkat menjadi rata-rata 64,5 dengan ketuntasan klasikal 45,45%.

Pada siklus II mengalami peningkatan lagi menjadi 69,55 dengan ketuntasan klasikal 81,82%.

Penguatan terhadap keefektifan metode probing-prompting terlihat dari penelitian internasional berjudul “Simultaneous Prompting and Instructive Feedback When Teaching Chained Tasks” menunjukkan bahwa prosedur prompting simultan efektif dalam pembelajaran keterampilan tulisan tangan dengan sampel utama 5. Tiga siswa (Hope, Taylor, dan Diana) melakukan analisis tugas 16 langkah untuk mencapai criteria. Dua siswa (Slade dan Bill) tidak mencapai kriteria pada akhir tahun ajaran, meskipun persentase peningkatan langkah-langkah benar-benar terjadi(Kathy A. Parrott, John W. Schuster, Belva C.

Collins, and Linda J.Gassaway, 2000: 13).

2.6 Kerangka Berpikir

IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji beberapa objek, fenomena, dan gejala alam. IPA harus dipahami secara holistik untuk mengkaji persoalan yang berkaitan dengan alam sekitar. Namun, pada kenyataannya pembelajaran IPA selama ini cenderung menghafal, mengulang, dan menyebutkan definisi tanpa mengubungkan konsep-konsep sebelumnya ataupun memadukan dengan pengetahuan dari konsep bidang kajian lain yang dipadukan. Sehingga diperlukan metode pembelajaran yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut dan dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pemilihan metode pembelajaran harus dilakukan secara selektif yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Metode pembelajaran yang baik adalah metode yang melibatkan siswanya untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu keaktifan siswa dipicu dengan keterampilan berpikir kritis sehingga dapat menggali informasi atau pengetahuan lebih mendalam dan memecahkan suatu masalah dengan menghubungkan konsep- konsep keterpaduan di IPA.

Oleh karena itu untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dan agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang optimal maka dilakukan metode probing prompting adalah pembelajaran guru menyajikan serangkaian pertanyaan

(23)

yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berfikir yang mengkaitkan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa mengkonstruksikan konsep–prinsip–aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.

Hubungan metode probing prompting dengan keterampilan berpikir kritis siswa yakni ekuivalen yang berarti penggunaan metode probing prompting dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap pembelajaran yang dipelajari, memandirikan siswa untuk lebih mandiri dalam mencari pengetahuan yang belum diketahui sebelumnya melalui pertanyaan yang dapat merangsang siswa agar menjadi aktif bertanya dan berpikir kritis dalam menjawab.

2.7 Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis tindakan adalah sebagai berikut: Melalui Model pembelajaran kooperatif tipe Probing Prompting diharapkan dapat meningkatkan hasil belajara IPA siswa kelas IV SDN Regunung 01 Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016.

Gambar

Tabel 2.3 Fase dan Peran Guru dalam Model  Pembelajaran Kooperatif

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahan desa, dari 1945 sampai 2005 memberikan posisi eksistensi Desa Pakraman, mengalami pasang surut, hal

Zakat dalam bidang sosial bertindak sebagai alat khas yang diberikan kepada Islam untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan si kaya akan

Sedangkan torso menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:1207), adalah patung batang tubuh manusia tanpa lengan dan kaki yang didalamnya terdapat organ

Aspek pasar dalam studi kelayakan bisnis dan investasi membahas besarnya permintaan, penawaran dan harga. Permintaan dan penawaran dilakukan dengan menggunakan

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian dan hasil penelitian tentang media pembelajaran VCD terhadap pukulan forehand dan backhand pada permainan tenis

matba való belépést kívánja tőlünk. Bármely művet csakis más alkotásokhoz képest  lehet  olvasni. Továbbá  „egy  adott  irodalmi  mű  minősége 

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Berdasarkan gambar 10 diatas dilihat bahwa air minum yang diproduksi dengan reverse osmosis lebih untung dibandingkan dengan air minum yang dimasak, terlihat pada