Governance Perlindungan Migran Indonesia (PMI) di Kapal Ikan Asing
FADILLA OCTAVIANI
DIREKTUR DUKUNGAN HUKUM DAN AKSES TERHADAP KEADILAN
INDONESIA OCEAN JUSTICE INITIATIVE 081281088766
fadillao@oceanjusticeinitiative.org 14 Mei 2020
PADA WEBINAR PERLINDUNGAN ABK
INDONESIA DI KAPAL IKAN ASING
Permintaan ABK Terus Meningkat
• Jumlah penduduk dunia diperkirakan akan mencapai 8,5 milyar pada 2030. (PBB, 2015)
• Pasokan ikan dunia diproyeksikan meningkat menjadi 187 juta ton, 50% berasal dari penangkapan ikan (Bank Dunia, FAO, IFPRI 2013)
Hal ini akan mendorong pertumbuhan industri penangkapan ikan dan meningkatkan permintaan pekerja di kapal ikan
5 Besar Produsen Perikanan Tangkap di Dunia ]
Indonesia produsen ke-2 (6,1juta ton) setelah Tiongkok
(15,2juta ton) pada 5 besar. (FAO SOFIA 2018)
Indonesia Aktif Mengirimkan ABK
• Selain peran Indonesia yang aktif dalam produksi perikanan global, Indonesia juga aktif mengirimkan migran untuk bekerja di luar negeri pada kapal ikan asing
Selama periode 2013-2015:
Penempatan ABK tertinggi di kapal asing adalah di kapal ikan Taiwan (217.665 orang) dan kapal ikan Korea Selatan (31.792 orang)
• BNP2TKI (sekarang disebut BP2MI) mencatat selama tahun 2011-2019 terdapat 30.864 orang bekerja di luar negeri sebagai ABK (BNP2TKI 2013, 2018, 2019).
• 2017-2019: Mayoritas dari mereka berasal dari Jawa Tengah (4.359 orang) dan Jawa Barat (3.145 orang) – 90%
• Pekerjaan di luar negeri menawarkan penghasilan yang lebih tinggi
• Di Taiwan, rata-rata upah pokok buruh NT$23.800
atau senilai Rp11,9juta (2019). Di Indonesia hanya
Rp2,5 juta
Praktik Forced Labour dan Human Trafficking
Tantangan Pengawasan
• Pengawasan sulit dilakukan karena lokasi di tengah laut
• Kelangkaan sumber daya ikan menyebabkan wilayah tangkap sangat jauh
• Kapal-kapal (long-distance fishing fleet) bertahun-tahun berada di laut tanpa kembali ke pelabuhan. (alih muat BBM, logistik, dan ikan)
• Hal ini yang memicu praktik kerja paksa dan penyelundupan manusia, bahkan dapat mengarah pada
tindak pidana perdagangan orang (TPPO) 49%
35%
12%
4% 0%
Fasilitasi Penyelesaian Kasus ABK Indonesia di LN oleh Kementerian Luar Negeri 2012-2015
Ketenagakerjaan Penyelundupan manusia Perdagangan orang Illegal Fishing
Obat-obatan Keterlibatan Manning Agency
• Agen penempatan ABK Indonesia di kapal ikan asing berperan strategis dalam melanggar hak ABK
• Modus: Informasi tawaran pekerjaan seringkali tidak benar, biaya rekrutmen tidak gratis, penahanan dokumen identitas maupun harta, gaji tidak dibayarkan.
• Identitas juga sering dipalsukan (IOM, 2016)
• Dalam laporan Greenpeace dan SBMI (Seabound: The
Journey to Modern Slavery), ABK dijanjikan gaji
US$400/bulan namun setelah bekerja >7 bulan hanya
diberikan gaji US$608.
Instrumen Hukum Nasional Dalam Melindungi PMI ABK Kapal Ikan
Perlindungan masih sangat lemah
Ketiadaan regulasi khusus untuk Perlindungan PMI ABK Kapal Ikan
• Penempatan pelaut sudah diamanatkan sejak tahun 2004 oleh UU PPTKI dalam bentuk peraturan menteri ketenagakerjaan
• Penempatan dan perlindungan pelaut perikanan sudah diamanatkan sejak tahun 2017 oleh UUPPMI dalam bentuk peraturan pemerintah
• Adapun regulasi terkait penempatan yang diterbitkan oleh BNP2TKI, terkait PKL dan HAM oleh KKP tidak dapat diterapkan untuk Perlindungan PMI ABK Kapal Ikan
Tumpang tindih kewenangan dalam penerbitan izin keagenan PMI ABK
Kapal Ikan
• Kewenangan penerbitan izin keagenan sudah diatur secara jelas dalam UUPPMI merupakan kewenangan Kemenakertrans (izin penempatan) dan BP2MI (izin perekrutan)
• SIUPPAK yang diterbitkan Kementerian Perhubungan sesuai UU Pelayaran dan PP Angkutan di Perairan hanya untuk usaha keagenan awak kapal untuk kapal yang melakukan kegiatan angkutan di perairan Indonesia.
• Sehingga bukan untuk keagenan
awak kapal untuk ditempatkan di
kapal ikan asing di luar negeri
Apa Dampak Lemahnya Kerangka Hukum Nasional Terhadap Perlindungan PMI ABK di Kapal Ikan Asing?
PMI yang bekerja di kapal ikan terus bekerja dengan ketiadaan perlindungan, mengakibatkan kondisi kerja tidak layak dan praktik kerja paksa serta perdagangan manusia
Tidak diketahui secara pasti jumlah PMI yang bekerja sebagai ABK di kapal ikan asing
Ketidakjelasan pihak berwenang dalam menerbitkan izin perekrutan dan penempatan ABK (manning agency), sehingga memunculkan perusahaan-perusahaan ilegal
Manning Agency yang melakukan perekrutan dan penempatan PMI di kapal ikan asing tidak dapat diawasi secara efektif. Misal pembebanan biaya rekrutmen, penahanan dokumen, pemalsuan dokumen, gaji tidak dibayarkan.
Bagaimana Instrumen Global mengatur Perlindungan Hak ABK di Kapal Ikan Asing?
The UN 2030 Agenda untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs)
Terdapat 2 (dua) target yang relevan dalam mencapai Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi bagi PMI di Kapal Ikan Asing, yaitu target 8.7 dan 8.8
No Isi Target
8.7 Mengambil tindakan cepat dan untuk memberantas kerja paksa, mengakhiri perbudakan dan penjualan manusia, mengamankan larangan dan penghapusan bentuk terburuk tenaga kerja anak, termasuk perekrutan dan penggunaan tentara anak- anak, dan pada tahun 2025 mengakhiri tenaga kerja anak dalam segala bentuknya.
8.8 Melindungi hak-hak tenaga kerja dan mempromosikan lingkungan kerja yang aman dan terjamin bagi semua pekerja, termasuk pekerja migran, khususnya pekerja migran perempuan, dan mereka yang bekerja dalam pekerjaan berbahaya.
Tantangan Pencapaian SDG 8 bagi Indonesia
Catatan
• Pencapaian SDG bagi Indonesia masih merupakan significant challenges
• Salah satu hal yang menjadi tantangan terbesar adalah kejerahan/meratanya praktik perbudakan modern di Indonesia
• Sehingga, dalam konteks PMI ABK di kapal ikan asing, indikator ini merupakan pertanda bahwa Indonesia harus mengurangi praktik-praktik perbudakan modern tersebut
Sumber: Sustainable Development Report, Country Profile Indonesia (2019)
3 Konvensi Internasional Utama untuk Perlindungan PMI di Kapal Ikan Asing
IMO – Perjanjian Cape Town tentang Keselamatan Kapal
Perikanan 2012
• Mengatur standar kelaiklautan kapal perikanan untuk tujuan keselamatan dan mengurangi korban jiwa (seperti SOLAS untuk kapal perikanan)
• Hal-hal yang diatur antara lain:
konstruksi, peralatan kekedapan air, instalasi listrik, peralatan keselamatan.
• Untuk perlindungan ABK, konvensi ini lebih spesifik pada standar konstruksi untuk menjamin keselamatan ABK
• 13 negara telah menandatangani konvensi CTA 202
• 48 negara telah memberikan komitmen untuk meratifikasi CTA 2012, termasuk negara-negara perikanan terbesar yaitu Indonesia, Cina, dan Korea Selatan
• Saat ini CTA 2012 belum berlaku.
Syarat berlaku: diratifikasi oleh 22 negara dengan total kapal >24m yang beroperasi di laut lepas berjumlah setidaknya 3.600 kapal
• Dampak kepada PMI di kapal ikan asing menjamin standar kapal dapat melindungi PMI
IMO – Konvensi Internasional tentang Standar Latihan, Sertifikasi dan Dinas Jaga untuk
ABK Kapal Ikan (STCW-F) 1995
• Mengatur standar sertifikasi dan pelatihan untuk ABK yang bekerja di kapal dengan panjang >24m
• Hal-hal yang diatur antara lain sertifikasi dan standar pelatihan keselamatan
• Indonesia telah meratifikasi konvensi ini pada tahun 2019 dan konvensi ini secara internasional sudah berlaku sejak 2012
• Manfaat yang akan dirasakan dengan ratifikasi adalah pengakuan internasional terhadap sertifikat kompetensi ABK Indonesia sehingga mampu meningkatkan daya saing
• Dampak kepada PMI di kapal ikan asing yaitu meningkatkan kemampuan untuk keselamatan dan daya saing serta nilai jual.
ILO – Konvensi tentang Pekerjaan di Sektor
Penangkapan Ikan (C-188) 2007
• Mengatur standar untuk memastikan ABK memiliki kondisi kerja yang layak ketika kerja di atas kapal
• Hal-hal yang diatur antara lain:
kewajiban tes kesehatan, batas umur minimal, perjanjian kerja laut, dan akomodasi serta makanan
• Konvensi ini telah diratifikasi oleh 18 negara, dimana sudah berlaku secara penuh di 14 negara (2020). Konvensi telah berlaku sejak tahun 2016 karena sudah terdapat 10 negara yang meratifikasi dan 8 diantaranya merupakan negara kepulauan
• Dampak kepada PMI di kapal
ikan asing yaitu menjamin
perlindungan dan pemenuhan
hak-hak PMI sesuai dengan
standar kondisi kerja yang
layak di kapal ikan.
Ketentuan-Ketentuan dalam C-188 yang Relevan dengan Perlindungan PMI di Kapal Ikan Asing
Pasal 8 (Kewajiban Pemilik Kapal, Nakhoda, dan ABK)
• Nakhoda harus memastikan ABK dalam kondisi keselamatan dan kesehatan yang terbaik.
• Nakhoda harus mengelola ABK dengan cara yang menghormati keselamatan dan kesehatan
Pasal 14
• Masa istirahat minimal tidak boleh kurang dari 10 jam/ hari dan 77 jam/7 hari
Pasal 16-20
Standar Perjanjian Kerja Laut yang antara lain mengatur: jumlah upah, jumlah waktu cuti, perlindungan kesehatan dan jaminan sosial, hak awak kapal, dan masa istirahat minimal
Pasal 22
Mewajibkan negara untuk membuat regulasi untuk manning agency: pembebasan iuran rekrutmen, sanksi administratif terhadap izin dalam hal ada pelanggaran
Idealnya ketentuan ini diadopsi, tapi dalam prosesnya ketentuan
ini dapat diakomodir dalam regulasi nasional
Rekomendasi Perbaikan Governance Perlindungan PMI di Kapal Ikan Asing
ASPEK REGULASI
• Penerbitan PP Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal sesuai amanat UU PPMI dengan memperhatikan (i)hak-hak fundamental ABK yang tercantum pada
instrumen-instrumen
internasional , (ii) kewajiban khusus bagi manning agency untuk melindungi hak-hak fundamental ABK
• Melakukan ratifikasi
konvensi-konvensi utama yang mengatur perlindungan ABK terkait keselamatan kapal (CTA 2018) dan kelayakan kondisi kerja (C188)
ASPEK
KELEMBAGAAN
• Menegaskan single agency pada Pemerintah yang berwenang untuk
menerbitkan izin penempatan PMI di kapal ikan asing, yaitu Kementerian
Ketenagakerjaan
ASPEK PENCEGAHAN
• Pemerintah bekerja sama dengan Pemda mempersiapkan PMI agar:
1.Memiliki keahlian, sertifikasi bekerja di kapal ikan sesuai
dengan standar STCW- F
2. Memahami hak-hak yang dimiliki sebagai pekerja
ASPEK
PERLINDUNGAN SELAMA BEKERJA
• Kantor Perwakilan Indonesia di Luar Negeri secara pro- aktif dan regular melakukan
inspeksi/monitoring kondisi kerja dan pemenuhan hakPMI ABK kapal ikan
asing, bekerja sama dengan port
authority dari negara dimana kapal
singgah
Rekomendasi Perbaikan Governance Perlindungan PMI di Kapal Ikan Asing
ASPEK REGULASI
• Penerbitan PP Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal sesuai amanat UU PPMI dengan memperhatikan (i)hak-hak fundamental ABK yang tercantum pada
instrumen-instrumen
internasional , (ii) kewajiban khusus bagi manning agency untuk melindungi hak-hak fundamental ABK
• Melakukan ratifikasi
konvensi-konvensi utama yang mengatur perlindungan ABK terkait keselamatan kapal (CTA 2018) dan kelayakan kondisi kerja (C188)
ASPEK
KELEMBAGAAN
• Menegaskan single agency pada Pemerintah yang berwenang untuk
menerbitkan izin penempatan PMI di kapal ikan asing, yaitu Kementerian
Ketenagakerjaan