• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 1 ayat 1, bahwa yang dimaksud dengan Tempat Kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau berhubungan dengan tempat kerja tersebut” (Undang- Undang No. 1 Tahun 1970).

Setiap tempat kerja terdapat sumber bahaya maka pemerintah mengatur keselamatan kerja baik di darat, di tanah, di permukaan air, maupun di udara yang bearad di wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Ketentuan tersebut berlaku dalam tempat kerja, yang merupakan tempat-tempat :

a. Dibuat, dicoba, dipakai, atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan.

b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau

(2)

disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit atau beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi.

c. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainya termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dilakukan pekerjaan persiapan.

d. Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainya, peternakan, perikanan, lapanan kesehatan.

e. Dilakukan usaha pertambangan, dan pengolahan emas, perak, logam, atau bijih logam lainya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainya baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan.

f. Dilakukan pengangkatan barang, binatang atau manusia baik di daratan, melalui terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di udara.

g. Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang.

h. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air.

i. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan.

j. Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau yang rendah.

k. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,

(3)

kejatuhan, terkena pelatingan benda , terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting.

l. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lubang .

m. Terdapat atau menyebar suhu, kelembapan, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinat atau radiasi, suara atau getaran.

n. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah.

o. Dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaa radio, radar, televisi atau telepon.

p. Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis.

q. Dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air.

r. Diputar filem, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainya yang memakai eralatan, instalasi listrik atau mekanik.

Tempat kerja sangat mendukung adanya suatu pekerjaan, tempat kerja yang buruk dapat menurunkan derajat kesehatan dan juga daya kerja para pekerja. Menurut UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pengurus perusahaan mempunyai kewajiban untuk menyediakan tempat kerja yang memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan. Tempat-tempat kerja tersebar pada segenap kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, pekerjaan umum, jasa dan lain-lain (Suma’mur B,2009).

(4)

2. Metode Proses Kerja Gantry Crane

Metode ini menggunakan alat gantry crane, salah satu dari berbagai jenis gantry. Pelaksanaan erection girder dilaksanakan diatas pier. Girder diluncurkan dari span satu menuju span yang dituju menggunakan trolley yang bergerak diatas rel longutidinal setelah girder sampai pada posisi portal gantry, lalu portal gantry yang membawa girder tersebut bergerak secara transversal menuju bearing pad dimana balok tersebut akan diletakan, setelah pekerjaan erection girder selesai maka dilakukan bracing pada masing- masing girder untuk menahan girder selama belum ada diafragma dan dilakukan pengecoran secara lebih lanjut (Work Methode Statement (WMS) dengan nomor dokumen PP-IPP/KABS-5/STR/M S007, 2019).

Gambar 1. Proses Pengangkatan Girder.

Sumber : Work Methode Statement, 2019.

(5)

3. Alat Berat Gantry Crane

Alat adalah suatu unit konstruksi yang dibuat untuk digunakan atau menghasilkan suatu hasil tertentu dan dapat merupakan suatu bagian yang terdiri dari pesawat itu (Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia, 1985).

Alat-alat berat yang sering dikenal di dalam ilmu Teknik Sipil merupakan alat yang digunakan untuk membantu manusia dalam melakukan pekerjaan pembangunan suatu struktur bangunan. Alat berat merupakan faktor penting di dalam proyek, terutama proyek-proyek kontruksi maupun pertambangan dan kegiatan lainya dengan skala yang besar. Tujuan dari penggunaan alat- alat berat tersebut adalah untuk memudahkan manusia dalam mengerjakanya pekerjaanya, sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan lebih mudah dengan waktu yang relatif singkat (Rochmanhadi, 1985).

Pesawat adalah kumpulan dari beberapa alat secara berkelompok atau berdiri sendiri guna menghasilkan tenaga baik mekanik maupun bukan mekanik dan dapat digunakan untuk tujuan tertentu.

Pesawat angkat dan angkut adalah suatu pesawat atau alat yang digunakan untuk memindahkan, mengangkat muatan baik bahan atau orang secara vertikal dan atau horizontal dalam jarak tertentu (Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia, 1985).

Menurut Syamsir (2019) parameter tekhnik yang utama dari sebuah pesawat pengangkat adalah :

(6)

a. Kapasitas angkat (lifting capacity) b. Berat mati dari pesawat (dead weight) c. Kecepatan dari berbagai gerakan d. Tinggi pengangkatan (lifting height)

e. Ukuran – ukuran geometris (geometrical dimention) dari pesawat seperti rentangan (span), jangkauan dan sebagainya

Crane adalah sebuah perangkat yang digunakan untuk mengangkat dan memindahkan suatu barang dari satu tempat ke tempat lainnya pada lintasan tertentu. Crane pertama kali diciptakan oeh bangsa Yunani kuno untuk pengerjaan konstruksi pada zaman tersebut, dimana tenaga manusia dan hewan adalah sebagai tenaga penggerak utamanya. Gantry crane adalah salah satu jenis crane yang banyak digunakan di dunia industri, salah satu contoh penggunaan gantry crane yaitu untuk mengangkat dan memindahkan barang material ataupun hasil produksi yang tidak mungkin untuk diangkat oleh tenaga manusia pada tempat penyimpanan barang di luar ruangan, seperti contoh pada pergudangan, bengkel-bengkel besar untuk galangan kapal dan pelabuhan. Penggunaan gantry crane adalah pada lapangan terbuka dengan struktur rangka besi yang dipasang melintang diatas kepala, portal berpasangan yang berdiri tegak dimana fungsinya adalah sebagai penegak struktur crane lainnya dan juga motor listrik yang digunakan sebagai penggerak utamanya. Sistem kontrol gantry crane pada umumnya masih menggunakan kabel kontrol yang terulur dan terhubung dengan kotak panel yang menempel pada badan crane. Kondisi tersebut kurang efektif dan

(7)

efisien karena pergerakan operator crane menjadi terbatas pada posisi tertentu dan berbahaya karena operator harus berjalan berdekatan mengikuti kemana arah beban akan diangkat dan dipindahkan. Selain itu penggunaan kabel kontrol pada sistem kendali crane tersebut rentan terjadi kerusakan yang disebabkan mobilitas kabel kontrol yang cukup tinggi. (Lisa Fitriani Ishak & Tohir Aminudin, 2018)

Menurut ASME B30.2-2011 Gantry Crane merupakan crane yang mirip dengan overhead crane kecuali bahwa jembatan untuk membawa troli atau troli adalah ditopang dengan kokoh pada dua atau lebih kaki yang berjalan dengan tetap rel atau landasan pacu lainya.

Menurut Situmorang, 2012 komponen-komponen utama pada gantry crane terdiri dari :

a. Trolley

Trolley berfungsi untuk memindahkan peti kemas dari truk ke kapal laut, dantrolley terletak pada konstruksi boom dan girder.Pada trolley terdapat juga kabin operator.Untuk mengoperasikan gantry crane. Komponen trolley terdiri dari :

1) Roda trolley

Roda trolley adalah salah satu komponen yang terpasang pada trolley ini berfungsi untuk membantu pergerakan trolley ini berjalan di atas lintasan boom dan girder sewaktu pengangkatan peti kemas, dimana pada trolley ini terdapat empat roda.

(8)

2) Tali Baja

Tali baja banyak sekali digunakan pada mesin atau perlengkapan pesawat pengangkat, dan pada tali baja jika mengalami keausan serat- serat tali bagian luar yang terpilin akan terputus terlebih dahulu dibandingkan dengan bagian dalamnya, sehingga tanda-tanda untuk pergantian tali baja akan mudah diketahui.

3) Puli dan sistem puli

Puli ialah tempat berjalannya tali baja (wire rope) yang terbuat dari logam dan pinggiran puli diberi alur (groove) untuk laluan tali.

Sistem puli adalah kombinasi dari beberapa puli tetap dan puli bergerak atau terdiri dari beberapa cakra puli. Biasanya menggunakan sistem puli ganda (multiplie pulley system) untuk menghindari kesalahan pada waktu operasi pengangkatan yang menggantungkan beban langsung pada ujung tali. Kesalahan pengangkatan ini disebabkan beban berayun. Dengan sistem puli ganda yang mengangkat beban dalah arah tegak, yang lebih stabil, dapat mereduksi beban yang berkerja pada tali sehingga diameter puli dan drum lebih kecil.

4) Rem (brake)

Rem ini berfungsi untuk mengatur kecepatan penurunan muatan atau menahan muatan agar diam, rem digunakan untuk menyerap inersia massa yang bergerak. Tergantung pada kegunaannya rem dapat diklasifikasikan sebagai jenis penahan atau penurunan.

(9)

5) Elektromotor atau reduser

Elektromotor merupakan alat yang cukup penting dalam pengoperasian ini, dikarenakan elektromotor adalah penggerak mula untuk menjalankan sistem yang terdapat pada crane. Elektromotor berfungsi sebagai merubah energi listrik menjadi energk mekanik yang dapat memutar poros untuk menjalankan trolley.

b. Spreader

Spreader berfungsi sebagai penjepit peti kemas pada saat pengangkatan dan penurunan dari truk ke kapal, dimana spreader terletak pada posisi di bawah trolley supaya operator dapat melihat dengan jelas pada saat penempatan spreader ke peti kemas. Komponen spreader terdiri dari:

1) Rangka batang Spreader

Rangka batang spreader ini merupakan suatu konstruksi dari tempat pengangkatan peti kemas yang disesuaikan dari ukuran pada peti kemas yang ada di pelabuhan belawan, bentuk dari spreader ini ialah persegi panjang.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2016 tentang Pesawat dan Tenaga Produksi Pasal 5 ayat (1) huruf (a) dan (b) di dalamnya menyebutkan Syarat – syarat K3 perencanaan dan pembuatan Pesawat Tenaga dan Produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) meliputi ; a. Pembuatan gambar kontruksi atau instalasi dan cara kerjanya; b. Perhitungan kekuatan kontruksi.

(10)

Berdasarkan wawancara dengan supervisor PT. Jatra Sejahtera dimana kerangka gantry crane di datangkan dalam bentuk kerangka yang sudah di setting dan diberi nomor untuk dilakukan install gantry menggunakan mobil crane.

Inspeksi gantry crane menurut ASME B30.2-2011 Bagian 2-2.1 yang memiliki tujuan untuk menentukan apakah crane dapat digunakan dalam kondisi aman saat operasi. Adapun lima jenis inspeksi yang didefinisikan masing-masing berdasarkan tujuannya sebagai berikut :

a. Inspeksi Awal

Pemeriksaan awal adalah pemeriksaan dilakukan secara visual dan auditori. Alat baru, diinstall ulang, diubah, diperbaiki dan dimodifikasi maka peralatan harus diperiksa sebelum penggunaan awal untuk memastikan alat masih dalam keadaan layak digunakan yang harus dilakukan oleh orang yang berkualifikasi.

b. Inspeksi Uji Fungsional

Pemeriksaan uji fungsional adalah pemeriksaan secara visual dan auditori serta harus dilakukan pada awal setiap shift atau sebelum pengangkatan.

c. Inspeksi Secara Frekuensi

Inspeksi sering adalah pemeriksaan secara visual dan auditori.

Peralatan harus diperiksa pada interval tergantung pada penggunaan peralatan sebagai berikut :

1) Service normal : bulanan

(11)

2) Service berat : mingguan ke bulanan 3) Service parah : harian ke mingguan d. Inspeksi Berkala

Pemeriksaan berkala adalah pemeriksaan sacara visual dan suara.

Peralatan harus diperiksa pada interval tergantung pada penggunaan peralatan sebagai berikut :

1) Service normal : setiap tahun 2) Service berat : tahunan 3) Service parah : triwulanan

Item-item yang harus diperiksa yaitu seperti, koros, keretakan, kecacatan, bagian aus, roda gigi, pin, mur, baut, revling tali, dan masih banyak lainya.

e. Inspeksi Crane Tidak Biasa Digunakan

Crane yang tidak digunakan selama 1 bulan atau lebih tetapi kurang dari setahun, harus diperiksa sebelum ditempatkan kembali untuk operasional sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05 Tahun 1980 tentang Pesawat Angkat Angkut dimana gantry crane harus memenuhi syarat pemeriksaan dan pengujian :

a. Setiap pesawat angkat dan angkut sebelum dipakai harus diperiksa dan diuji terlebih dahulu dengan standar uji yang telah ditentukan,

b. Untuk pengujian beban lebih, harus dilaksanakan sebesal 125% dari jumlah beban maksimum yang diujikan,

(12)

c. Besarnya tahanan isolasi dan instalasi listrik Pesawat Angkat dan Angkut harus sekurang-kurangnya memenuhi yang ditentukan dalam PUIL (Peraturan Umum Instalasi Listrik),

d. Pemeriksaan dan pengujian ulang pesawat angkat dan angkut dilaksanakan selambat-lambatnya 2 tahun setelah pengujian pertama dan pemeriksaan pengujian ulang selanjutnya dilaksanakan satu tahun sekali, e. Pemeriksaan dan pengujian dimaksud dalam pasal ini dilakukan oleh

Pegawai Pengawas dan atau Ahli Keselamatan Kerja kecuali ditentukan lain.

Menurut Riski, 2016 maintenance atau perawatan adalah suatu usaha atau tindakan reparasi yang dilakukan agar kondisi dan performance dari mesin tetap terjaga, namun dengan biaya perawatan yang serendah - rendahnya atau

suatu kegiatan servis untuk mencegah timbulnya kerusakan tidak normal sehingga umur alat dapat mencapai atau sesuai umur yang di rekomendasikan oleh pabrik. Kegiatan servis meliputi pengontrolan, penggantian, penyetelan, perbaikan dan pengetesan. Adapun tujuan dari maintenance yaitu :

a. Agar suatu alat selalu dalam keadaan siaga siap pakai (high availiabilit ) b. Memiliki kemampuan mekanis paling baik (best performance)

c. Agar biaya perbaikan alat menjadi hemat (reduce repair cost)

(13)

Selain itu maintenance terbagi menjadi dua bagian yaitu Preventive Maintenace dan Corrective Maintenance. Preventive Maintenance dilakukan untuk mencegah kerusakan pada unit atau komponen sedangkan corrective maintenance dilakukan setelah komponen mengalami gejala kerusakan.

Berikut penjelasan tentang kedua jenis maintenance tersebut:

a. Preventive Maintenance

Preventive maintenance adalah perawatan yang dilakukan dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan timbulnya gangguan atau kerusakan pada alat. Preventive maintenance terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1) Periodic Maintenance

Periodic maintenance ialah pelaksanaan service yang dilakukan setelah unit beroperasi dalam jumlah jam tertentu. Periodic maintenance juga terbagi menjadi tiga bagian yaitu:

a) Periodic Inspection adalah inspeksi atau pemeriksaan harian (daily-10hour) dan mingguan (weekly-50hours) sebelum unit beroperasi.

b) Periodic Service adalah suatu usaha untuk mencegah timbulnya kerusakan pada suatu alat yang dilaksanakan secara berkala/continue dengan interval pelaksanaan yang telah ditentukan berdasarkan service meter/hours meter (HM).

2) Schedule Overhaul

Schedule Overhaul adalah jenis perawatan yang dilakukan pada

(14)

interval tertentu sesuai dengan standar overhaul masing – masing komponen yang ada.

c. Conditioned Based Maintenance

Conditioned Based Maintenance adalah jenis perawatan yang dilakukan berdasarkan kondisi unit yang diketahui melalui Program Analisa Pelumas (PAP), Program Pemeriksaan Mesin (PPM), Program Pemeliharaan Undercarriage (P2U) atau Program Pemeriksaan Harian(P2H). Conditioned Based Maintenance juga dapat dilakukan berdasarkan part and service news (PSN) atau modification program yang dikeluarkan pabrik.

b. Corrective Maintenance

Corrective Maintenance adalah perawatan yang dilakukan untuk mengembalikan machine kekondisi standar melalui pekerjaan repair (perbaikan) atau adjusment (penyetelan). Corrective Maintenance terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1) Brakedown Maintenance adalah perawatan yang dilaksanakan setelah machine brakedown (tidak bisa digunakan).

2) Repair and Adjusment adalah perawatan yang sifatnya memperbaiki kerusakan yang belum parah atau machine belum brakedown (tidak bisa digunakan).

(15)

4. Potensi Bahaya

Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan lainya (Soehatman, 2013).

Bahaya diartikan sebagai potensi dar rangkaian sebuah kejadian untuk muncul dan menimbulkan kerusakan atau kerugian. Jika salah satu bagian dari rantai kejadian hilang, maka suatu kejadian tidak akan terjadi. Bahaya terdapat dimana mana baik ditempat kerja atau di lingkungan, namun bahaya hanya akan menimbulkan efek jika terjadi sebuah kontak atau eksposur.

(Tranter, 1999)

Potensi Bahaya adalah kondisi atau keadaan baik pada orang, peralatan, mesin, pesawat, instalasi, bahan, cara kerja, sifat kerja, proses produksi dan lingkungan yang berpotensi menimbulkan gangguan, kerusakan, kerugian, kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran danpenyakit akibat kerja (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2012).

Bahaya (Hazard) adalah sumber atau situasi yang mempunyai daya potensial untuk mengakibatkan cidera atau gangguan kesehatan, kerusakan alat, kerusakan lingkungan tempat kerja atau kombinasi dari hal-hal tersebut (Cross Jane, 1998).

Pengertian lain dari bahaya adalah suatu kondisi baik yang ada maupun yang berpotensi, yang dengan sendirinya atau berinteraksi dengan kondisi lainnya, dapat menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan atau diharapkan seperti kematian, cidera manusia, kerusakan fasilitas dan

(16)

hilangnya fasilitas. Sedangkan sumber bahaya adalah segala sesuatu yang menimbulkan bahaya (Budi Santoso, 1999). Secara umum bahaya digolongkan menurut jenisnya sebagai berikut:

a. Bahaya fisik yang meliputi kebisingan, intensitas penerangan yang kurang, temperatur ekstrim baik panas maupun dingin, getaran yang berlebihan, radiasi, dan sebagainya.

b. Bahaya mekanis meliputi terpukul, terbentur, terjepit, tersandung, kejatuhan peralatan atau benda di lingkungan kerja.

c. Bahaya kimia adalah bahaya yang berasal dari substansi kimia yang digunakan secara tidak tepat, baik dalam proses pekerjaan, pengelolaan dan penyimpanan. Bahan-bahan tersebut meliputi bahan yang bersifat racun, merusak, mudah terbakar, penyebab kanker dan oksidator.

Bahaya biologis yaitu bahaya yang berkaitan dengan makhluk hidup yang berada di lingkungan kerja seperti virus, bakteri, dan jamur yang dapat menyebabkan dan atau mendukung timbulnya penyakit akibat kerja seperti infeksi, alergi, dan berbagai penyakit lainnya.

d. Bahaya ergonomik yaitu bahaya yang disebabkan oleh ketidaksesuaian interaksi antara manusia, peralatan dan lingkungan, yang berkaitan dengan tata letak yang salah, desain pekerjaan yang tidak sempurna, dan manual handling yang tidak sesuai.

e. Bahaya psikologik yaitu bahaya yang dapat berhubungan atau menyebabkan timbulnya kondisi psikologik pekerja yang berpengaruh terhadap pekerjaan, seperti bekerja dibawah tekanan, hubungan atasan

(17)

yang tidak harmonis, dan waktu kerja yang berlebihan.

f. Kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat menimbulkan kerugian, baik kerugian langsung maupun tidak langsung. Kerugian ini bisa dikurangi jika kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dengan cara dideteksi sumber-sumber bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja tersebut (Sahab, 1997).Sumber-sumber bahaya bisa berasal dari :

1) Manusia

Manusia merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap timbulnya suatu kecelakaan kerja. Selalu ditemui dari hasil penelitian bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh karena kelalaian atau kesalahan manusia. Bahkan ada suatu pendapat bahwa akhirnya langsung atau tidak langsung semua kecelakaan adalah dikarenakan faktor manusia. Kesalahan tersebut mungkin saja dibuat oleh perencana pabrik, oleh kontraktor yang membangunnya, pembuat mesin-mesin, pengusaha, insinyur, ahli kimia, ahli listrik, pimpinan kelompok, pelaksana atau petugas yang melakukan pemeliharaan mesin dan peralatan (Suma’mur A, 2009).

Termasuk pekerja dan manajemen. Kesalahan utama sebagian besar kecelakaan, kerugian, atau kerusakan terletak pada karyawan yang kurang bergairah, kurang terampil, kurang tepat, terganggu emosinya yang pada umumnya menyebabkan kecelakaan dan kerugian. Selai itu apa yang diterima atau gagal diterima melalui

(18)

pendidikan, motivasi, serta penggunaan peralatan kerja berkaitan langsung dengan sikap pimpinan (Silalahi, 1995)

2) Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam suatu proses dapat menimbulkan bahaya jika tidak digunakan sesuai fungsinya, tidak ada latihan tentang penggunaan alat tersebut, tidak dilengkapi dengan pelindung dan pengaman serta tidak ada perawatan atau pemeriksaan. Perawatan atau pemeriksaan dilakukan agar bagian dari mesin atau alat yang berbahaya dapat dideteksi sedini mungkin (Sahab, 1997).

Agar peralatan ini aman dipakai maka perlu pengaman yang telah diatur oleh peraturan-peraturan di bidang keselamatan kerja. Untuk peralatan yang rumit cara pengoperasiannya perlu disediakan semacam petunjuk sebagai daftar periksa (check-list) pengoperasiannya (Sahab, 1997).

3) Bahan

Menurut Sahab (1997) bahaya dari bahan meliputi berbagai risiko sesuai dengan sifat bahan, antara lain :

a) Mudah terbakar, b) Mudah meledak, c) Menimbulkan alergi, d) Menyebabkan kanker, e) Bersifat racun,

f) Radioaktif,

(19)

g) Mengakibatkan kelainan pada janin,

h) Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh.

Resiko bahaya yang berbeda-beda, intensitas atau tingkat bahayanya juga berbeda. Ada yang tingkat bahayanya sangat tinggi dan ada pula yang rendah, misalnya dalam hal bahan beracun, ada yang sangat beracun yang dapat menimbulkan kematian dalam kadar yang rendah dan dalam tempo yang singkat dan ada pula yang kurang berbahaya. Disamping itu pengaruhnya ada yang segera dapat dilihat (akut) tetapi ada juga yang pengaruhnya baru diketahui setelah bertahun-tahun (kronis). Oleh sebab itu setiap pembimbing perusahaan harus mengetahui sifat bahan yang digunakan sehingga mampu mengambil langkah-langkah untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja yang akan sangat merugikan bagi perusahaan (Sahab, 1997).

4) Proses

Proses kadang menimbulkan asap, debu, panas, bising dan bahaya mekanis seperti terjepit, terpotong atau tertimpa bahan. Hal ini dapat mengakibatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Tingkat bahaya dari proses ini tergantung pada teknologi yang digunakan (Sahab, 1997).

5) Cara atau sikap kerja

Cara kerja yang berpotensi terhadap terjadinya bahaya atau kecelakaan berupa tindakan tidak aman, misalnya :

(20)

a) Cara mengangkat yang salah, b) Posisi yang tidak benar, c) Tidak menggunakan APD, d) Lingkungan kerja,

e) Menggunakan alat atau mesin yang tidak sesuai (Sahab, 1997).

6) Lingkungan Kerja

Bahaya dari lingkungan kerja, dapat digolongkan atas berbagai jenis bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja ataupun berbagai gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja serta penurunan produktivitas dan efiensi kerja. Bahaya-bahaya tersebut adalah:

a) Bahaya yang bersifat fisik, seperti ruangan yang terlalu panas, terlalu dingin, bising, kurang penerangan, getaran yang berlebihan, radiasi dan sebagainya,

b) Bahaya yang bersifat kimia yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan maupun bahan yang dihasilkan selama produksi, c) Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari

serangga maupun binatang lain yang ada di tempat kerja,

d) Gangguan jiwa yang dapat terjadi karena keadaan lingkungan sosial tempat kerja yang tidak sesuai dan menimbulkan ketegangan jiwa pada karyawan, seperti keharusan mencapai target produksi yang terlalu tinggi diluar kemampuan, hubungan atasan dan bawahan yang tidak serasi, dan lain-lain,

(21)

e) Gangguan yang bersifat fatal karena beban kerja yang terlalu berat,

f) Peralatan yang digunakan tidak serasi dengan tenaga kerja (Sahab, 1997).

Proses produksi, peralatan/ mesin dan tempat kerja yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk, selalu mengandung potensi bahaya tertentu yang bila tidak mendapat perhatian secara khusus akan dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Potensi bahaya yang dapat timbul berasal dari berbagai kegiatan atau aktivitas dalam pelaksanaan operasi atau juga berasal dari luar proses kerja.

Identifikasi potensi bahaya di tempat kerja yang berisiko menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah tersebut di bawah ini.

a. Kegagalan komponen, antara lain berasal dari:

1) Rancangan kompoen pabrik termasuk peralatan/ mesin dan tugas-tugas yang tidak sesuai dengan kebutuhan pemakai;

2) Kegagalan yang bersifat mekanis;

3) Kegagalan sistem pengendalian;

4) Kegagalan sistem pengaman yang disediakan;

5) Kegagalan operasional peralatan kerja yang digunakan.

b. Kondisi yang menyimpang dari suatu pekerjaan, yang dapat terjadi akibat:

1) Kegagalan pengawasan atau monitoring;

(22)

2) Kegagalan manual suplai dari bahan baku;

3) Kegagalan pemakaian dari bahan baku;

4) Kegagalan dalam prosedur shut-down dan start-up;

5) Terjadinya pembentukan bahan antara, bahan sisa dan sampah yang berbahaya.

c. Kesalahan manusia dan organisasi, seperti:

1) Kesalahan operator/ manusia;

2) Kesalahan sistem pengaman;

3) Kesalahan dalam mencampur bahan produksi berbahaya;

4) Kesalahan komunikasi;

5) Kesalahan atau kekurangan dalam upaya perbaikan dan perawatan alat.

6) Melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak sah atau tidak sesuai prosedur kerja aman.

d. Pengaruh kecelakaan dari luar, yaitu terjadinya kecelakaan dalam suatu industri akibat kecelakaan lain yang terjadi di luar pabrik, seperti:

1) Kecelakaan pada waktu pengangkutan produk;

2) Kecelakaan pada stasiun pengisian bahan;

3) Kecelakaan pada pabrik di sekitarnya.

e. Kecelakaan akibat adanya sabotase, yang bisa dilakukan oleh orang luar ataupun dari dalam pabrik, biasanya hal ini akan sulit untuk diatasi atau dicegah, namun faktor ini frekuensinya sangat

(23)

kecil dibandingkan dengan faktor penyebab lainnya (Tarwaka, 2008).

5. Kecelakaan

Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hal ini dapat berarti bahwa kecelakaan yang terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melakukan pekerjaan. Selain nyaris kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan ke dan dari tempat kerja juga digolongkan dalam kecelakaan kerja (Suma;mur, 1996).

Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak di duga semua yang dapat mengacukan suatu proses setelah direncanakan oleh pihak yang bersangkutan.

Sedangkan kecelakaan kerja adalah semua kejadian kecelakaan dalam hubungan kerja yang berakibat cidera fisik dan atau psikis serta kerusakan peralatan harta benda (Widodo, 2003).

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau propery maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan denganya. Menurut Tarwaka (2008), Dengan demikian kecelakaan kerja mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

a. Tidak diduga semula , oleh karena dibelakang peristiwa kecelakaan tidak dapat unsur kesengajaan dan perencanaan;

b. Tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan

(24)

akan selalu disertai kerugian baik fisik maupun mental

c. Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, yang sekurang- kurangnya menyebabkan gangguan proses kerja (Tarwaka, 2008).

Lebih lanjut, pada pelaksanaannya kecelakaan kerja di industri dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori utama yaitu :

a. Kecelakaan industri (Industrial Accident): yaitu suatu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja, karena adanya potensi bahaya yang tidak terkendali;

b. Kecelakaan didalam perjalanan (Community Accident): yaitu kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja dalam kaitannya dengan adanya hubungan kerja.

Kejadian kecelakaan merupakan suatu rentetan kejadian yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor atau potensi bahaya yang satu sama lain saling berkaitan (Tarwaka, 2008).

Suatu kecelakaan kerja hanya akan terjadi apabila terdapat berbagai faktor penyebab secara bersamaan pada suatu tempat kerja atau proses produksi.

Dari beberapa penelitian para ahli memberikan indikasi bahwa suatu kecelakaan kerja tidak dapat terjadi dengan sendirinya, akan tetapi terjadi oleh satu atau beberapa faktor penyebab kecelakaan sekaligus dalam suatu kejadian (Tarwaka, 2008).

Menurut Heinrech dalam Nurani (2016) mengemukakan suatu teori sebab akibat terjadinya kecelakaan yang selanjutnya dikenal dengan ”Teori Domino”. Dari teori tersebut digambarkan bahwa timbulnya suatu kecelakaan

(25)

atau cidera disebabkan oleh 5 (lima) faktor penyebab yang secara berurutan dan berdiri sejajar antara faktor satu dengan yang lainnya. Kelima faktor tersebut adalah:

a. Domino Kebiasaan b. Domino Kesalahan

c. Domino Tindakan dan Kondisi Tidak Aman d. Domino Kecelakaan; dan

e. Domino Cidera

Berdasarkan teori dari Heinrich tersebut, Bird dan Germain (1986) memodifikasi teori domino dengan merefleksikan kedalam hubungan manajemen secara langsung dengan sebab akibat kerugian kecelakaan. Model penyebab kerugian melibatkan 5 (lima) faktor penyebab secara berentetan.

Kelima faktor dimaksud adalah:

a. Kurangnya Pengawasan. Faktor ini antara lain meliputi ketidaksediaan program, standar program dan tidak terpenuhinya standar,

b. Sumber Penyebab Dasar. Faktor ini meliputi faktor personal dan pekerjaan;

c. Penyebab Kontak. Faktor ini meliputi tindakan dan kondisi yang tidak sesuai dengan standar

d. Insiden. Hal ini terjadi karena adanya kontak denga energi atau bahan- bahan berbahaya; dan

e. Kerugian. Akibat rentetan faktor sebelumnya akan mengakibatkan

(26)

kerugian pada menusia itu sendiri, harta benda atau properti dan proses produksi.

Kecelakaan kerja yang terjadi menurut Suma’mur (2009) disebabkan oleh 2 (dua) faktor, yaitu:

a. Faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan meliputi aturan kerja, kemampuan tenaga kerja (usia, masa kerja/ pengalaman, kurangnya kecakapan dan lambatnya mengambil keputusan), disiplin kerja, perbuatan-perbuatan yang mendatangkan kecelakaan, ketidakcocokan fisik dan mental. Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh tenaga kerja dan karena sikap yang tidak wajar seperti terlalu berani, sembrono, tidak mengindahkan instruksi, kelalaian, melamun, tidak mau bekerja sama, dan kurang sabar.

Kekurangan kecakapan untuk mengerjakan sesuatu karena tidak mendapat pelajaran mengenai pekerjaan. Kurang sehat fisik dan mental seperti adanya cacat, kelelahan dan penyakit. Diperkirakan 85% dari kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia. Hal ini dikarenakan pekerja itu sendiri (manusia) yang tidak memenuhi keselamatan seperti lengah, ceroboh, mengantuk, lelah dan sebagainya.

b. Faktor mekanik dan lingkungan, letak mesin, tidak dilengkapi dengan alat pelindung, alat pelindung tidak pakai, alat-alat kerja yang telah rusak.

Faktor mekanis dan lingkungan dapat pula dikelompokkan menurut keperluan dengan suatu maksud tertentu. Misalnya di perusahaan penyebab kecelakaan dapat disusun menurut kelompok pengolahan bahan, mesin

(27)

penggerak dan pengangkat, terjatuh di lantai dan tertimpa benda jatuh, pemakaian alat atau perkakas yang dipegang dengan manual (tangan), menginjak atau terbentur barang, luka bakar oleh benda pijar dan transportasi. Kira-kira sepertiga dari kecelakaan yang menyebabkan kematian karena terjatuh, baik dari tempat tinggi maupun di tempat datar.

Lingkungan kerja berpengaruh besar terhadap moral pekerja. Faktor-faktor keadaan lingkungan kerja yang penting dalam kecelakaan kerja terdiri dari pemeliharaan rumah tangga (house keeping), kesalahan di sini terletak pada rencana tempat kerja, cara penyimpanan bahan baku dan alat kerja tidak pada tempatnya, lantai yang kotor dan licin. Ventilasi yang tidak sempurna sehingga ruangan kerja terdapat debu, keadaan lembab yang tinggi sehingga orang merasa tidak enak kerja. Pencahayaan yang tidak sempurna misalnya ruangan gelap, terdapat kesilauan dan tidak ada pencahayaan setempat.

Meski banyak teori-teori yang mengemukakan tentang penyebab terjadinya kecelakaan di tempat kerja, namun secara umum penyebab kecelakaan kerja dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Sebab Dasar atau Asal Mula. Sebab dasar merupakan sebab atau faktor yang mendasari secara umum terhadap kejadian atau peristiwa kecelakaan. Sebab dasar kecelakaan kerja di industri antara lain meliputi faktor:

1) Komitmen atau partisipasi dari pihak manajemen atau pimpinan perusahaan dalam upaya penerapan K3 di perusahaannya;

2) Manusia atau para pekerjanya sendiri; dan

(28)

3) Kondisi tempat kerja, sarana kerja dan lingkungan kerja.

b. Sebab Utama. Sebab utama dari kejadian kecelakaan kerja adalah adanya faktor dan persyaratan K3 yang belum dilaksanakan secara benar (Substandards). Sebab utama kecelakaan kerja antara lain meliputi faktor:

1) Faktor manusia atau dikenal dengan istilah tindakan tidak aman (Unsafe Action) yaitu merupakan tindakan berbahaya dari para tenaga kerja yang mungkin dilatar belakangi ileh berbagai sebab antara lain :

a) Kekurangan pengetahuan dan keterampilan (lack of knowledge and skill);

b) Ketidakmampuan untuk bekerja secara normal (inadequate capability);

c) Ketidakfungsian tubuh karena cacat yang tidak nampak (bodily defect);

d) Kelelahan dan kejenuhan (fatique and boredom);

e) Sikap dan tingkah laku yang tidak aman (unsafe attitude and habits);

f) Kebingungan dan stres (confuse and stress) karena prosedur kerja yang baru belum dapat dipahami;

g) Belum menguasai/ belum terampil dengan peralatan atau mesin-mesin baru (lack of skill);

h) Penurunan konsentrasi (difficult inconcentrating)

(29)

dari tenaga kerja saat melakukan pekerjaan;

i) Sikap masa bodoh (worker’s ignorance) dari tenaga kerja;

j) Kurang motivasi kerja (improper motivation) dari tenaga kerja;

k) Kurang adanya kepuasan kerja (low job satisfaction);

l) Sikap kecenderungan mencelakai diri sendiri;

Manusia sebagai faktor penyebab kecelakaan seringkali disebut sebagai “ Human Error” dan sering disalah-artikan karena selalu dituduhkan sebagai penyebab terjadinya kecelakaan.

Padahal sering kali kecelakaan terjadi karena kesalahan desain mesin dan peralatan kerja yang tidak sesuai.

2) Faktor lingkungan atau dikenal dengan kondisi tidak aman (Unsafe Conditions) yaitu kondisi tidak aman dari: mesin, peralatan, pesawat, bahan; lingkungan dan tempat kerja; proses kerja; sifat pekerjaan dan sistem kerja. Lingkungan dalam artian luas dapat diartikan tidak saja lingkungan fisik, tetapi, juga faktor-faktor yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas, pengalaman manusia yang lalu maupun sesaat sebelum bertugas, pengaturan organisasi kerja hubungan sesama pekerja, kondisi ekonomi dan politik yang bisa mengganggu konsentrasi

3) Interaksi Manusia-Mesin dan Sarana Pendukung Kerja yang Tidak Sesuai (Unsafe Man-Machine Interactions). Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja merupakan sumber penyebab kecelakaan.

Apabila interaksi antara keduanya tidak sesuai maka akan

(30)

menyebabkan terjadinya suatu kesalahan yang mengarah kepada terjadinya kecelakaan kerja. Dengan demikian, penyediaan sarana kerja yang sesuai dengan kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia, harus sudah dilaksanakan sejak desain sistem kerja. Satu pendekatan yang holistic, sistematic dan interdisiplinary harus diterapkan untuk mencapai hasil yang optimal, sehingga kecelakaan kerja dapat dicegah sedini mungkin. Kecelakaan kerja akan terjadi apabila terdapat kesenjangan atau ketidakharmonisan interaksi antara manusia pekerja-tugas/ pekerjaan-peralatan kerja-lingkungan kerja dalam suatu organisasi kerja (Tarwaka, 2012).

Menurut International Labour Organization (ILO), kecelakaan kerja di industri dapat diklasifikasikan menurut jenis kecelakaan, agen penyebab atau objek kerja, jenis cidera atau luka dan lokasi tubuh yang terluka. Klasifikasi kecelakaan kerja di industri secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan.

1) Terjatuh

2) Tertimpa atau kejatuhan benda atau objek kerja

3) Tersandung benda atau objek, terbentur kepada benda, terjepit antara dua benda

4) Gerakan-gerakan paksa atau peregangan otot berlebihan

5) Terpapar kepada atau kontak dengan benda panas atau suhu tinggi 6) Terkena arus listrik

(31)

7) Terpapar kepada atau bahan-bahan berbahaya atau radiasi, dll.

b. Klasifikasi menurut agen penyebab.

1) Mesin – mesin seperti; mesin penggerak kecuali motor elektrik, mesin transmisi, mesin-mesin produksi, mesin-mesin pertambangan, mesin-mesin pertanian, dll.

2) Sarana alat angkat dan angkut, seperti; fork-lift, alat angkut kereta, alat angkut beroda selain kereta, alat angkut di perairan, alat angkut di udara, dll.

3) Peralatan-peralatan lain, seperti; bejana tekan, tanur/ dapur peleburan, instalasi listrik termasuk motor listrik, alat-alat tangan listrik, perkakas, tangga, perancah, dll.

4) Bahan-bahan berbahaya dan radiasi, seperti; bahan mudah meledak, debu, gas, cairan, bahan kimia, radiasi, dll.

5) Lingkungan kerja, seperti; tekanan panas dan tekanan dingin, intensitas kebisingan tinggi, getaran, ruang di bawah tanah, dll.

c. Klasifikasi menurut jenis luka dan cederanya.

1) Patah tulang

2) Keseleo/ dislokasi/ terkilir 3) Kenyerian otot dan kejang

4) Gagar otak dan luka bagian dalam lainnya 5) Amputasi dan enukleasi

6) Luka tergores dan luka luar lainnya 7) Memar dan retak

(32)

8) Luka bakar 9) Keracunan akut

10) Aspixia atau sesak nafas 11) Efek terkena arus listrik 12) Efek terkena paparan radiasi

13) Luka pada banyak tempat di bagian tubuh dll.

d. Klasifikasi menurut lokasi bagian tubuh yang terluka.

1) Kepala; Leher; Badan; Lengan; Kaki; Berbagai bagian tubuh 2) Luka umum, dll (Tarwaka, 2008)

Setiap kecelakaan adalah malapetaka, kerugian dan kerusakan kepada manusia, harta benda atau properti dan proses produksi. Implikasi yang berhubungan dengan kecelakaan sekurang-kurangnya berupa gangguan kinerja perusahaan dan penurunan keuntungan perusahaan. Pada dasarnya, akibat dari peristiwa kecelakaan dapat dilihat dari besar- kecilnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya suatu peristiwa kecelakaan. Pada umumnya kerugian akibat kecelakaan kerja cukup besar dan dapat mempengaruhi upaya peningkatan produktivitas kerja perusahaan. Secara garis besar kerugian akibat kecelakaan kerja dapat dikelompokan menjadi : a. Kerugian/ biaya langsung (Direct Costs): yaitu suatu kerugian yang dapat dihitung secara langsung dari mulai terjadi peristiwa sampai dengan tahap rehabilitasi, seperti:

1) Penderitaan tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan keluarganya.

(33)

2) Biaya pertolongan pertama pada kecelakaan 3) Biaya pengobatan dan perawatan

4) Biaya angkut dan biaya rumah sakit

5) Biaya kompensasi pembayaran asuransi kecelakaan 6) Upah selama tidak mampu bekerja

7) Biaya perbaikan peralatan yang rusak, dll.

b. Kerugian/ biaya tidak langsung atau terselubung (Indirect Costs): yaitu merupakan kerugian berupa biaya yang dikeluarkan dan meliputi suatu yang tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah terjadinya kecelakaan, biaya tidak langsung ini antara lain mencakup:

1) Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja yang mendapat kecelakaan,

2) Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja lain, seperti rasa ingin tahu dan rasa simpati serta setia kawan untuk membantu dan memberikan pertolongan pada korban, mengantar ke rumah sakit,

3) Terhentinya proses produksi sementara, kegagalan pencapaian target, kehilangan bonus,

4) Kerugian akibat kerusakan mesin, perkakas atau peralatan kerja lainnya.

5) Biaya penyelidikan dan sosialisasi lainnya, seperti:

a) Mengunjungi tenaga kerja yang sedang menderita akibat kecelakaan

b) Menyelidiki sebab-sebab terjadinya kecelakaan

(34)

c) Mengatur dan menunjuk tenaga kerja lain untuk meneruskan pekerjaan dari tenaga kerja yang menderita kecelakaan

d) Merekrut dan melatih tenaga kerja baru

e) Timbulnya ketegangan dan stres serta menurunnya moral dan mental tenaga kerja.

Pencegahan kecelakaan kerja pada umumnya adalah upaya untuk mencari penyebab dari suatu kecelakaan dan bukan mencari siapa yang salah, dengan mengetahui dan mengenal penyebab kecelakaan maka dapat disusun rencana pencegahannya, berikut ini adalah prinsip pencegahan kecelakaan (Widodo, 2003).

a. Pencegahan melalui perencanaan

Dengan perencanaan yang baik dari saat rancang bangunan dan rekayasa pabrik maupun perbaikan serta pengembangan harus dipertimbangkan aspek keselamatan dan kesehatan kerjanya dari bagian persiapan, proses poduksi, penggudangan bahan baku dan bahan jadi, sarana perkantoran serta penunjang lainnya.

b. Pencegahan kecelakaan terhadap perbuatan yang tidak aman 1) Terhadap sikap dan perilaku

Sikap yang perlu dilakukan pencermatan, pengkajian serta dilaksanakan penyelidikan sehingga dapat dilakukan penyelidikan dan dapat dilakukan upaya penanganan secara tepat, persuasif dan motivasi, misalnya, ada seorang karyawan senior yang dibawahi supervisor yang lebih muda, sehingga

(35)

kadang-kadang karyawan yang bersangkutan enggan mematuhi perintah, merasa keberatan bilamana pekerjaannya diatur, sikap ini merupakan kegagalan yang dapat berisiko yang membahayakan karena kecenderungan berani mengambil risiko dan melalaikan cara-cara kerja yang aman. Sehingga didalam prinsip pencegahan harus ada suatu interval komunikasi yang berkesinambungan, misalnya dalam bentuk meeting sebelum kerja, pelatihan serta dilaksanakannya gugus kendali.

2) Terhadap lack of knowledge or skill

Hal ini harus dimulai sejak rekrutmen tenaga kerja seleksi dari dasar pendidikan sesuai kebutuhan, tes kesehatan secara komprehensif mengikuti prosedur kerja, termasuk psikologis tes perlu dilakukan secara mendalam. Namun demikian meskipun karyawan yang bersangkutan mempunyai basic pendidikan formal tertentu sesuai kebutuhan masih perlu diberikan pelatihan khusus sebelum kerja termasuk didalamnya cara kerja aman serta efisiensi dan produktivitas. Hanya dengan pelatihan serta pengawasan secara tertib dapat memberikan arahan dan bimbingan terhadap peningkatan tingkat pengetahuan dan ketrampilan. Bekerja harus ada prosedur (SOP) demikian pula dengan kesadaran menggunakan alat pengaman dan alat pelindung diri sebagai kebutuhan senantiasa dimotivasi, diawasi dan bahkan perlu diperingatkan atau sanksi bilamana

(36)

tidak menaati SOP.

3) Lingkungan kerja

Pengaruh lingkungan kerja yang berpengaruh terhadap psikologis adalah kaitannya dengan hubungan kerja baik horizontal antarkaryawan selevel dan hubungan kerja vertikal antara atasan dengan bawahan dan sebaliknya. Bilamana hubungan kerja kurang harmonis akan berpengaruh terhadap kinerja maupun akibat beban psikologis akan menjadikan ketegangan atau stres yang cenderung berakibat pada kecelakaan kerja.

4) Kelelahan dan kejenuhan

Kelelahan adalah suatu faktor pemicu kecelakaan kerja karena semakin tinggi faktor kecelakaan. Pekerjaan yang sifatnya rutin atau monoton yang seakan mereka bekerja serba otomatis tanpa berfikir, seolah mesin yang akibatnya kecepatan syaraf motorik dengan kecepatan mesin yang dihadapi kadang kala terjadi selisih waktu, disinilah memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja, oleh sebab itu dalam hal kecelakaan dan kejenuhan perlu adanya pelaksanaan normatif setelah bekerja selama 4 jam terus menerus wajib diberikan waktu istirahat sekurang-kurangnya 30 menit, dalam 30 menit tersebut diberikan sesuatu variasi dalam bentuk refreshing, olahraga ringan ataupun hiburan ringan sebagai pengalighan dan

(37)

kompensasi menghilangkan rasa letih maupun jenuh atau bosan.

Pencegahan terhadap keadaan tidak aman ini dengan mengingat keanekaragaman bentuk peralatan dari yang sederhana sampai dengan pemakaian teknologi canggih, maka diperlukan klasifikasi dan pengelompokan sesuai jenis dan kebersamaannya sehingga memudahkan didalam mengidentifikasi, menganalisis dan mencari solusi pemecahan masalah dalam rangka pencegahan kecelakaan.

6. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Buku ”Dasar-Dasar Keselamatan Kerja serta Pencegahan Kecelakaan di Tempat Kerja” Tarwaka (2012) menuliskan bahwa keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses produksi (UU, 1970). Keselamatan kerja juga dapat didefinisikan sebagai suatu kemerdekaan atas risiko celaka yang tidak dapat diterima. Keselamatan kerja merupakan tugas semua orang yang berada di perusahaan. Dengan demikian, keselamatan kerja adalah dari, oleh dan untuk setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada di perusahaan serta masyarakat sekitar perusahaan yang mungkin terkena dampak akibat suatu proses produksi industri. Dengan demikian jelas bahwa, keselamatan kerja adalah merupakan sarana utama untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan kerugian yang berupa luka/ cidera, cacat atau kematian, kerugian harta benda dan kerusakan peralatan/mesin dan lingkungan

(38)

secara luas.

Persyaratan keselamatan kerja menurut Undang- Undang No. 1 Tahun 1970 adalah mencegah dan mengurangi kecelakaan. Seperti disebutkan dalam buku ”Sistem Manajeman Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001”

menyebutkan prinsip mencegah kecelakaan sebenarnya sangat sederhana yaitu dengan menghilangkan faktor penyebab kecelakaan yang disebut tindakan tidak aman dan kondisi yang tidak aman. Namun dalam praktiknya tidak semudah yang dibayangkan karena menyangkut berbagai unsur yang saling terkait mulai dari penyebab langsung, penyebab dasar dan latar belakang.

Perkembangan dari berbagai pendekatan dalam pencegahan kecelakaan.

Banyak teori dan konsep yang dikembangkan para ahli, beberapa diantaranya dibahas berikut ini (Nurani, 2016):

a. Pendekatan Energi

Sesuai dengan konsep energi, kecelakaan bermula karena adanya sumber energi yang mengalir mencapai penerimaan (recipient). Karena itu pendekatan energi mengendalikan kecelakaan melalui 3 titik yantu pada sumbernya, pada aliran energi (path away) dan pada penerima.

1) Pengendalian pada sumber bahaya

Bahaya sebagai sumber terjadinya kecelakaan dapat dikendalikan langsung pada sumbernya dengan melakukan pengendalian secara teknis atau administratif. Sebagai contoh mesin yang bising dapat dikendalikan dengan mematikan mesin, mengurangi tingkat kebisingan, memodifikasi mesin, memasang peredam pada

(39)

mesin, atau mengganti dengan mesin yang lebih rendah tingkat kebisingan.

2) Pendekatan pada aliran energi

Pendekatan berikutnya dapat dilakukan dengan melakukan penetrasi pada jalan energi sehingga intensitas energi yang mengalir ke penerima dapat dikurangi. Sebagai contoh, kebisingan dapat dikurangi tingkat bahayanya dengan memasang dinding kedap suara, menjauhkan manusia dari sumber bising, atau mengurangi waktu paparan.

3) Pengendalian pada penerima

Pendekatan berikutnya adalah melalui pengendalian terhadap penerima baik manusia, benda atau material. Pendekatan ini dapat dilakukan jika pengendalian pada sumber atau jalannya energi tidak dapat dilakukan secara efektif. Oleh karena itu, perlindungan diberikan kepada penerima dengan meningkatkan ketahanannya menerima energi yang datang. Sebagai contoh untuk mengatasi bahaya bising, manusia yang menerima energi suara tersebut dilindungi dengan alat pelindung telinga sehingga dampak bising yang timbul dapat dikurangi.

b. Pendekatan Manusia

Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan bahwa 85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak aman. Karena itu untuk mencegah

(40)

kecelakaan dilakukan berbagai upaya pembinaan unsur manusia untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga kesadaran K3 meningkat.

Peningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3 dilakukan berbagai pendekatan dan program K3 antara lain:

1) Pembinaan dan Pelatihan 2) Promosi K3 dan Kampanye K3 3) Pembinaan Perilaku Aman 4) Pengawasan dan Inspeksi K3 5) Audit K3

6) Komunikasi K3

7) Pengembangan prosedur kerja aman (Safe Working Practices) c. Pendekatan Teknis

Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain:

1) Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis dan standar yang berlaku untuk menjamin kelayakan instalasi atau peralatan kerja

2) Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah kecelakaan dalam pengoperasian alat atau instalasi misalnya tutup pengaman mesin, sistem inter lock, sistem alarm, sistem instrumentasi, dan lainnya.

(41)

d. Pendekatan Administratif

Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lan:

1) Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan bahaya dapat dikurangi

2) Penyediaan alat keselamatan kerja

3) Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3 4) Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja.

e. Pendekatan Manajemen

Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang dilakukan antara lain:

1) Menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3)

2) Mengembangkan organisasi K3 yang efektif

3) Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya untuk manajemen tingkat atas.

Peraturan Menreri tenaga Kerja Republik Indonesia No:

PER.05/MEN/1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut menyebutkan bahwa bahan kontruksi serta perlengkapan dari pesawat angkat dan angkut harus cukup kuat, tidak cacat dan memenuhi persyaratan :

a. Beban maksimum yang diijinkan dari pesawat angkat dan angkut harus ditulis pada bagian yang mudah dilihat dan dibaca dengan jelas;

(42)

b. Semua pesawat angkat dan angkut tidak boleh dibebani melebihi beban maksimum yang diijinkan;

c. Pengangkatan dan penurunan muatan pada pesawat angkat dan angkut harus perlahan-lahan;

d. Gerak mula dan berhenti secara tiba-tiba dilarang.

Perencanaan pesawat angkat dan angkut harus mendapat pengesahan dari Direktur atau Pejabat yang ditunjuknya, kecuali ditentukan lain. Permohonan pengesahan yang dimaksud harus diajukan secara tertulis kepada Direktur atau Pejabat yang ditunjuknya dengan melampirkan:

1) Gambar rencana dan instalasi listrik serta sistem pengamannya dengan skala sedemikian rupa sehingga cukup jelas dan terang;

2) Keterangan bahan yang akan digunakan.

Pembuatan, peredaran, pemasangan, pemakaian, perubahan dan atau perbaikan teknis esawat angkat dan angkut harus mendapat pengesahan dari Direktur atau Pejabat yang ditunjukanya. Permohonan yang dimaksud harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur atau Pejabat yang ditunjukanya dengan melampirkan :

1) Gambar konstruksi dan instalasi listrik serta sistem pengamannya dengan skala sedemikian rupa sehingga cukup jelas dan terang;

2) Sertifikat bahan dan sambungan-sambungan konstruksinya;

3) Perhitungan kekuatan konstruksi dari bagian-bagian yang penting.

Ketentuan pemeriksaan dan pengujian, setiap pesawat angkat dan

(43)

angkut sebelum dipakai harus diperiksa dan diuji terlebih dahulu dengan standar uji yang telah ditentukan. Untuk pengujian beban lebih, harus dilaksanakan sebesar 125% dari jumlah beban maksimum yang diujikan.

Besarnya tahanan isolasi dan instalasi listrik Pesawat Angkat dan Angkut harus sekurang-kurangnya memnuhi yang ditentukan dalam PUIL (Peraturan Umum Instalasi Listrik). Pemeriksaan dan pengujian ulang pesawat angkat dan angkut dilaksanakan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah pengujian pertama dan pemeriksaan pengujian ulang selanjutnya dilaksanakan 1 (satu) tahun sekali. Pemeriksaan dan pengujian dilakukan oleh Pegawai Pengawas dan atau Ahli Keselamatan Kerja kecuali ditentukan lain.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.09/MEN/VII/2010 tentang Operator dan Petugas Pesawat Angkat dan Angkut didalamnya menyebutkan bahwa pesawat angkat dan angkut harus dioperasikan oleh operator pesawat angkat dan angkut yang mempunyai lisensi K3 dan buku kerja sesuai dengan jenis dan kualifikasinya.

(44)

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Potensi Bahaya

Terkendali

Potensi Bahaya Tidak Terkendali

Potensi Kecelakaan Tempat Kerja

Proses Kerja

Alat Berat Gantry Crane

Potensi Bahaya

Penerapan K3 Alat Berat : 1. Administrasi

2. Tenaga Kerja (Manusia):

(Sertifikasi, Kompetensi)

3. Alat (Machine): (Install, Inspeksi, Loading Test, Perawatan)

4. Lingkungan (Environment): (Faktor Fisika (Iklim Kerja))

5. Kesehatan Kerja 6. Proses Kerja atau SOP

Review

Referensi

Dokumen terkait

3) Peserta didik mendiskusikan permasalahan kontekstual yang ada yang LKPD translasi yang sudah dilampirkan dalam google form 4) Peserta didik diperbolehkan bekerjasama

atau belum tahu manfaat imunisasi bagi anak, tetapi barang kali juga karena rumahnya terlalu jauh dengan pelayanan kesehatan tempat mengimunisasi anaknya

Laporan Akuntabilitas Kinerja Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM) merupakan pertanggungjawaban kinerja BBLM selama tahun anggaran 2012. Tujuan yang dicapai dalam kegiatan

Atmadilaga (1975) menyatakan bahwa usaha ternak rakyat atau usaha ternak tradisional adalah suatu kegiatan usaha dalam memanfaatkan ternak dengan cara statis menurut tradisi

Tujuan : Penerapan konseling menggunakan media booklet tentang pemilihan alat kontrasepsi pada pasangan usia subur, mengetahui pengetahuan pasangan sebelum dan

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, secara umum siswa mengaku bahwa memikirkan konsep tentang momen inersia sangat penting dalam memahami soal yang diberikan,

Iklan Baris Iklan Baris Serba Serbi PERLNGKPN MOBIL Rumah Dijual BODETABEK PARABOLA ANTENA.. NOMOR CANTIK ADA 1 Rmh Hrpn Indah Bekasi luas 94m SHM ada 2KT 1KM