• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Muh. Iqbal

N/A
N/A
Muhammad Iqbal

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Muh. Iqbal"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH :

MUHAMMAD IQBAL Q1B116047

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

2021

(2)

PENGARUH PENAMBAHAN DAGING KERANG KALANDUE (Polymesoda erosa) TERHADAP NILAI ORGANOLEPTIK DAN PROKSIMAT BAKSO

KALANDUE

THE EFFECT OF ADDING KALANDUE SHELL MEAT (Polymesoda erosa) ON ORGANOLEPTIC AND PROXIMATE VALUE OF KALANDUE

MEATBALLS

SKRIPSI

OLEH :

MUHAMMAD IQBAL Q1B116047

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada Jurusan Teknologi Hasil Perikanan

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

2021

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Pengaruh Penambahan Daging Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) Terhadap Nilai Organoleptik dan Proksimat Bakso Kalandue

Nama : MUHAMMAD IQBAL

Stambuk : Q1B116047

Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan Jurusan : Teknologi Hasil Perikanan Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan

Menyetujui, Pembimbing I

Haslianti, S.Pi., M.Si.

NIP 197907172008122002

Pembimbing II

Suwarjoyowirayatno, S.Pi., M.Si.

NIP 198801012015041003 Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Ir. H. La Sara, M.Si., Ph.D.

NIP 196004221987031003

Ketua Jurusan/Koord. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan

Kobajashi T. Isamu, S.Pi., M.P.

NIP 198304022008121002 Tanggal Lulus : 30 Juli 2021

(4)

HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA UJIAN

Judul : Pengaruh Penambahan Daging Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) Terhadap Nilai Organoleptik dan Proksimat Bakso Kalandue

Nama : MUHAMMAD IQBAL

Stambuk : Q1B116047

Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan Jurusan : Teknologi Hasil Perikanan Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan

Telah diajukan di depan Tim Penguji Skripsi dan Telah Diperbaiki sesuai saran-saran saat ujian.

Kendari, 30 Juli 2021 Tim Pengguji :

Ketua : Dr. Ir. Asnani, M.Si. Tanda tangan : Sekretaris : Suwarjoyowirayatno, S.Pi., M.Si. Tanda tangan : Penguji utama : Haslianti, S.Pi., M.Si. Tanda tangan : Anggota : Dr. Moh. Nuh Ibrahim, S.Pi., M.Si. Tanda tangan : Anggota : Kobajashi T. Isamu, S.Pi., M.P. Tanda tangan :

(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL PENGARUH PENAMBAHAN DAGING KERANG KALANDUE (Polymesoda erosa) TERHADAP NILAI ORGANOLEPTIK DAN PROKSIMAT BAKSO

KALANDUE ADALAH KARYA SAYA DENGAN ARAHAN DARI

PEMBIMBING DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

KENDARI, JULI 2021

MUHAMMAD IQBAL NIM. Q1B116047

(6)

ABSTRAK

Muhammad Iqbal (Q1B116047) “Pengaruh Penambahan Daging Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) Terhadap Nilai Organoleptik dan Proksimat Bakso Kalandue”

(Dibimbing oleh Haslianti, S.Pi., M.Si. sebagai pembimbing I dan Suwarjoyowirayatno, S.Pi., M.Si. Sebagai Pembimbing II

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan daging kerang kalandue yang berbeda terhadap nilai organoleptik dan nilai proksimat bakso kerang kalandue. Rancangan penelitian yang digunakan adalah uji hipotesis paired sample t- test dengan 2 perlakuan dan 3 kali ulangan sehingga di peroleh 6 unit percobaan.

Perlakuan yang diberikan adalah penambahan daging kalandue kalandue 20% daging kalandue (P1) dan 35% daging kalandue (P2). Parameter yang diamati adalah nilai organoleptik (kenampakan, bau, rasa dan tekstur) dan nilai proksimat (air, abu, protein dan lemak). Penambahan daging kerang kalandue pada produk bakso daging kerang kalandue pada nilai organoleptik kenampakan, bau dan tekstur tidak berbeda secara signifikan maka H0 diterima sedangkan nilai organoleptik rasa berbeda secara signifikan maka H0 ditolak. Penambahan daging kerang kalandue pada produk bakso daging kerang kalandue mempengaruhi pada nilai proksimat pada setiap perlakuan.

Penambahan daging kerang kalandue pada produk bakso daging kerang kalandue mempengaruhi pada nilai proksimat pada setiap perlakuan. Nilai kadar air sekitar 61,49% (P1) dan 66,91% (P2), nilai kadar abu 1,67% (P1) dan 1,63% (P2), nilai kadar protein 7,38% (P1) dan 15,98% (P2) dan nilai kadar lemak 1.72% (P1) dan 1.74% (P2).

Kata Kunci : bakso, daging kalandue (Polymesoda erosa), organoleptik, proksimat.

(7)

ABSTRACT

Muhammad Iqbal (Q1B116047) "The Effect of Addition of Kalandue Shell Meat (Polymesoda erosa) on Organoleptic and Proximate Values of Kalandue Meatballs"

(Supervised by Haslianti, S.Pi., M.Si. as supervisor I and Suwarjoyowirayatno, S.Pi., M. Si. As Advisor II

The aim of this study was to determine the effect of to the organoleptic and proksimat value different kalandue clam to kalandue clam meatballs. The research design used was a paired sample t-test hypothesis test with 2 treatments and 3 replications so that 6 experimental units were obtained. The treatment given was the addition of 20%

kalandue meat (P1) and 35% kalandue meat (P2). Parameters observed were organoleptic values (appearance, smell, taste and texture) and proximate values (water, ash, protein and fat). The addition of kalandue mussel meat to the kalandue mussel meatball product on the organoleptic value of appearance, smell and texture did not differ significantly, then HO was accepted while the organoleptic value for taste was significantly different, then H0 was rejected. The addition of kalandue mussel meat to the kalandue mussel meatball product affects the proximate value of each treatment. The addition of kalandue mussel meat to the kalandue mussel meatball product affects the proximate value of each treatment. The water content values are around 61.49% (P1) and 66.91% (P2), the ash content values are 1.67%

(P1) and 1.63% (P2), the protein content values are 7.38% (P1) and 15.98% (P2) and fat content values of 1.72% (P1) and 1.74% (P2).

Key words: meatball, kalandue meat (Polymesoda erosa), organoleptic, proximate.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena limpahan Rahmat, Berkah serta Hidayah-Nya sehingga penulis dimudahkan menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Penambahan Daging Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) Terhadap Nilai Organoleptik dan Proksimat Bakso Kalandue dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan (S.Pi) pada Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo.

Skripsi ini dibuat sesuai dengan ruang lingkup perikanan dengan tetap mengacu pada kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah. Namun sebagai manusia biasa tidak menutup kemungkinan masih terdapat keterbatasan pada penulisan. Semoga dengan kekurangan ini dibutuhkan kritik dan saran agar penulis menjadi lebih baik lagi kedepannya.

Kendari, Juli 2021

Penulis

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Penambahan Daging Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) Terhadap Nilai Organoleptik dan Proksimat Bakso Kalandue” ini dapat terselesaikan dengan tepat pada waktunya.

Ucapan terima kasih dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Ayahanda Kaimuddin dan Ibunda tercinta Henni atas segala perhatian, kasih sayang, doa, serta dukungan yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis, serta saudara-saudari tersayang Muhammad Arsan, Ernawati, Fitryani terimah kasih atas doa dan motivasinya. Penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Haslianti, S.Pi., M.Si. selaku pembimbing I dan Bapak Suwarjoyowirayatno, S.Pi., M.Si. selaku pembimbing II yang telah banyak membantu baik secara moral maupun bimbingan, saran, kritik, nasehat, serta permohonan maaf atas segala kesalahan penulis baik sengaja maupun tidak sengaja mulai dari awal sampai akhir pembimbingan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya juga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun, M.Si., M.Sc. selaku Rektor Universitas Halu Oleo.

2. Bapak Prof. Ir. H. La Sara, M.Si., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo, beserta Wakil Dekan I Dr. Muhaimin

(10)

Hamzah., S.Pi., M.Si. Wakil Dekan II Oce Astuti, S.Pi., M.Si. dan Wakil Dekan III Dedy Oetama, S.Pi., M.Si.

3. Bapak Kobajashi T. Isamu, S.Pi., M.P. selaku Ketua Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Universitas Halu Oleo.

4. Bapak Suwarjoyowirayatno, S.Pi., M.Si. selaku Sekretaris Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Perikanan.

5. Seluruh Dosen dan Staf lingkup Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Universitas Halu Oleo.

6. Sahabat penulis, Fendi, Dedi Aryansyah, Bobbi, Ramadhan, Syukur, Sastrawan, Adit yang telah menemani dan menghibur penulis selama penyusunan skripsi.

7. Teman seperjuagan di Lembaga Dakwah Kampus Ridwan, Hilman, David, Irfan, Yoko, Risal, Merdi, Alan, Yusran, Remba dan Keluarga Besar LDK- BKLDM UHO yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

8. Teman seperjuangan dimasa perkuliahan, yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan selama masa studi penulis. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Perikanan angkatan 2016, 2017, 2018, 2019 dan 2020 yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. sekian yang dapat penulis katakan, semoga Allah Subhana Wata’ala melimpahkan rahmat kepada semua pihak yang telah membantu. Aamiin.

Kendari, Juli 2021

Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Muhammad Iqbal, lahir di Kota Bau-Bau 10 September 1997. Merupakan anak ke empat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kaimuddin dan Ibu Henni. Tahun 2003 penulis menamatkan Taman Kanak-kanak Satu Atap Baubau, pada tahun 2009 penulis menamatkan pendidikan dasar pada SDN 1 Kadolomoko, selanjutnya pada tahun 2012 penulis menamatkan pendidikan menengah pertama pada SMPN 1 Baubau, dan pada tahun 2015 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas pada SMKN 2 Baubau, dan pada tahun 2016 penulis melanjutkan Pendidikan di Perguruan Tinggi melalui jalur SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan diterima di Universitas Halu Oleo Kendari pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penambahan Daging Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) Terhadap Nilai Organoleptik dan Proksimat Bakso Kalandue”.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada jenjang strata satu (S1) pada jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari Sulawesi Tenggara.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA UJIAN ... iv

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

UCAPAN TERIMA KASIH... ix

RIWAYAT HIDUP ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan dan Manfaat... 5

D.Hipotesis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Klasifikasi dan Morfologi Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) ... 6

B.Habitat dan Penyebaran Kerang Kalandue ... 8

C.Komposisi Kimia Kerang Kalandue ... 10

D.Mutu Kerang Kalandue ... 11

E.Bakso Ikan ... 13

III. METODE PENELITIAN A.Waktu dan Tempat ... 18

B.Alat dan Bahan ... 18

C.Rancangan Penelitian ... 19

D.Tahapan Penelitian ... 20

E.Variabel Pengamatan ... 23

F. Analisis Data ... 27

(13)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian ... 28

1. Uji Organleptik ... 29

2. Uji Proksimat ... 33

B.Pembahasan ... 34

V. PENUTUP A.Kesimpulan ... 48

B.Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi kimia daging basah dan kering kerang kalandue segar ... 11 2. Persyaratan mutu dan keamanan bakso ikan (SNI 7266:2017) ... 14 3. Formulasi komposisi bahan pembuatan bakso kerang kalandue dengan

penambahan daging kalandue yang berbeda ... 19 4. Rekapitulasi hasil analisis ragam uji organoleptik bakso daging kerang

kalandue ... 28 5. Pengaruh penambahan daging kerang kalandue terhadap nilai organoleptik

kenampakan pada bakso kalandue ... 29 6. Pengaruh penambahan daging kerang kalandue terhadap nilai organoleptik

bau pada bakso kalandue ... 30 7. Pengaruh penambahan daging kerang kalandue terhadap nilai organoleptik

rasa pada bakso kalandue ... 31 8. Pengaruh penambahan daging kerang kalandue terhadap nilai organoleptik

tekstur pada bakso kalandue ... 32 9. Kandungan kimia bakso daging kerang kalandue. ... 33

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerang kalandue (Polymesoda erosa) ... 6 2. Diagram alir tahapan penelitian pengolahan bakso kerang kalandue ... 22

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1. Lembar Score Sheet bakso daging kerang kalandue ... 59

Lampiran 2. Pembuatan bakso daging kerang kalandue ... 60

Lampiran 3. Uji organoleptik bakso daging kerang kalandue ... 61

Lampiran 4. Uji proksimat ... 62

Lampiran 5. pengujian paired sample t-test kenampakan ... 65

Lampiran 6. perhitungan nilai organoleptik kenampakan... 66

Lampiran 7. pengujian paired sample t-test bau ... 67

Lampiran 8. perhitungan nilai organoleptik bau ... 66

Lampiran 9. pengujian paired sample t-test rasa ... 69

Lampiran 10. perhitungan nilai organoleptik rasa ... 70

Lampiran 11. pengujian paired sample t-test tekstur ... 71

Lampiran 12. perhitungan nilai organoleptik tekstur ... 72

Lampiran 13. perhitungan nilai kadar air ... 73

Lampiran 14. Perhitungan nilai kadar abu ... 74

Lampiran 15. Perhitungan nilai kadar protein... 75

Lampiran 16. Perhitungan nilai kadar lemak ... 76

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Produksi perikanan di Sulawesi Tenggara untuk perikanan tangkap, mengalami peningkatan produksi, yaitu sebesar 203.864 ton di tahun 2017 meningkat menjadi 204.364 ton di tahun 2018 (BPS SULTRA, 2019). Sebagian besar kepiting dan kekerangan diekspor menurut negara tujuan utama tahun 2015 mencapai 109.624,4 ton (BPS, 2018). Sukina et al. (2020) mengatakan jenis komoditas laut yang melimpah keberadaannya di Sulawesi Tenggara adalah kerang-kerangan. Salah satu diantaranya adalah bivalvia dari jenis Polymesoda erosa yang dikenal oleh masyarakat Kota Kendari dengan nama kerang kalandue (Akbar et al., 2014). Jenis kerang ini memiliki nama lokal yang berbeda-beda pada setiap daerah, di Bangka Belitung dikenal dengan nama kerang kepah (Melinda et al., 2015), di Papua dikenal dengan nama kerang totok (Supriyantini et al., 2006) dan di Riau dikenal dengan nama kerang lokan (Manik et al., 2020).

Kekerangan merupakan salah satu spesies yang dapat dimakan dan terkenal karena kelezatannya (Normah dan Noorasma, 2016). Selain memiliki rasa yang enak, harga kerang kalandue relatif terjangkau dikalangan masyarakat dan mudah didapatkan di Kota Kendari. Pada umumnya masyarakat hanya megolah kerang kalandue dengan cara di rebus dan di tumis. Sampai saat ini produk olahan kerang kalandue sudah mulai dikembangkan dengan berbagai macam produk olahan salah satunya adalah kerupuk, sate dan asinan daging kerang kalandue. Selain potensi yang

(18)

melimpah di Sulawesi Tenggara, keunggulan kerang kalandue juga memiliki kandungan gizi yang tinggi dibandingkan dengan kerang bakau dan kerang darah.

Dwiono (2003) menyebut kerang kalandue memiliki nilai gizi yang tinggi sebesar 7,06-16,87%, lemak sebesar 0,40-2,47%, karbohidrat sebesar 2,36-4,95%

serta memberikan energi sebesar 69-88 kkal/100 g daging. Sukina et al. (2020) menambahkan bahwa daging kerang kalandue segar memiliki protein yang cukup tinggi sekitar 77,07%. Bahkan kerang memiliki kandungan lemak tak jenuh (omega 3) yang tinggi. Seperti yang kita ketahui, omega-3 dengan karakteristiknya yang unik dapat mencegah dan mengurangi penumpukkan kolesterol dan perlekatan bercak darah pada darah dinding pembulu darah (Mina, 2016 dalam Saili et al., 2019). Oleh karena itu, kerang-kerang ini dimanfaatkan sebagai salah satu sumber makanan oleh masyarakat sekitar yang tinggal dekat wilayah pesisir (Meehan, 1992). Akan tetapi, kerang kalandue sangat cepat mengalami kemunduran mutu sehingga perlu dilakukan pengolahan (Thamrin et al., 2018).

Pengolahan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan ikan dari proses pembusukan, sehingga mampu disimpan lama sampai tiba waktunya untuk dijadikan sebagai bahan konsumsi. Usaha dalam melaksanakan pengolahan dapat dilakukan dengan berbagai macam misalnya, ikan yang baru ditangkap dapat dipertahankan kesegarannya dengan cara didinginkan, dibekukan, atau dapat pula diolah menjadi produk olahan dan sebagainya (Adawyah, 2007). Pengembangan diversifikasi produk hasil perikanan perlu dilakukan agar dapat menarik minat konsumen sehingga

(19)

diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis produk tersebut. Diversifikasi produk hasil perikanan dapat dilakukan dengan beragam jenis olahan hasil perikanan yang sering dijumpai di pasar, diantarannya; bakso, nugget, sosis, kaki naga, kerupuk dan lainnya (Ghazali et al., 2015).

Bakso merupakan produk olahan yang dikenal dan disukai oleh masyarakat indonesia. Produk yang terbuat dari lumatan daging yang umumnya berbentuk menyerupai bola. Ikan yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bakso memiliki nilai gizi yang tinggi, tidak terlalu amis, dan masih segar (Agustina, 2015).

Produk ini dapat dijumpai di pasar, pedagang kaki lima dan restoran. Pada umumnya bahan dasar pembuatan bakso dari daging sapi, ayam dan ikan yang dicampur dengan tepung beserta bumbu (Wibowo, 2003).

Penelitian bakso kekerangan sudah dilakukan oleh beberapa peneliti. Bakso kerang kijing air tawar oleh Ghazali et al. (2015) diperoleh nilai organoleptik terbaik pada penggunaan daging kijing dan tepung (tapioka dan terigu) masing-masing 150 g dan 200 g. Bakso kerang pokea oleh Salmin et al. (2017) dan bakso ikan nila oleh Damuringrum (2002) diperoleh nilai organoleptik dan proksimat terbaik pada penggunaan bubuk flavor dari ekstrak kepala udang 4%. Namun bakso yang dibuat dari daging kerang kalandue sudah dijumpai di pasaran tetapi belum dipublikasikan.

Sehingga sangat potensial untuk dikembangkan untuk pengolahan daging kerang kalandue menjadi produk bakso yang mudah untuk diolah dan bergizi sehingga menambah informasi diversifikasi produk hasil perikanan.

(20)

Pengolahan bakso dari daging kerang kalandue ini dapat dilakukan dengan penambahan tepung dan bumbu, sehingga menjadi produk yang dapat diketahui khalayak ramai. Berdasarkan hal diatas, dilakukan penelitian pengaruh penambahan daging kerang kalandue (Polymesoda erosa) terhadap nilai organoleptik dan proksimat bakso kalandue.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang dikemukakan diatas maka rumusan masalah dalam penelitian :

1. Apakah terdapat pengaruh penambahan daging kerang kalandue terhadap kandungan Organoleptik pada bakso kerang kalandue.

2. Apakah penambahan daging kerang kalandue mempengaruhi nilai proksimat pada bakso kerang kalandue.

(21)

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan daging kerang kalandue terhadap nilai organoleptik bakso kerang kalandue.

2. Untuk mengetahui nilai proksimat pada penambahan daging kerang kalandue yang berbeda terhadap bakso kerang kalandue.

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat menjadi informasi bagi peneliti maupun akademisi dijadikan bahan referensi.

2. Dapat menjadi acuan dan informasi bagi masyarakat tentang diversifikasi kerang kalandue sebagai bakso.

D. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0: Tidak terdapat pengaruh penambahan kerang kalandue dalam pembuatan bakso terhadap nilai organoleptik.

H1:Terdapat pengaruh penambahan kerang kalandue dalam pembuatan bakso terhadap nilai organoleptik.

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi dan Morfologi Kerang Kalandue (Polymesoda erosa)

Menurut Morton (1976) klasifikasi kerang kalandue (Polymesoda erosa) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Mollusca

Kelas : Bivalvia Sub Kelas : Heterodonta

Order : Veroida

Famili : Corbiculidae

Genus : Polymesoda (Geloina)

Spesies : Polymesoda erosa (Geloina erosa)

(A)* (B)**

Gambar 1. Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) (Arbanto, 2003)* dan Saputra (2018)**. 1. Gonad, 2. Kaki, 3. Cangkang, 4. Mantel, 5. Insang, 6. Otot Aduktor, 7. Jaringan Pencernaan.

(23)

Menurut Kusmana (2002) kerang totok (Polymesoda erosa) disebut juga dengan Geloina erosa (Azizah, 2014). Kerang kepah (Polymesoda erosa) adalah salah satu

jenis kerang dari kelas Bivalvia (Pelecypoda) berdasarkan ciri-cirinya seperti kaki, insang dan dua cangkang (Kadarsah et al., 2018). Secara umum kerang merupakan kelompok hewan yang tidak bertulang dan bentuknya mudah untuk dikenali.

Sebagian besar dicirikan dengan adanya cangkang yang melindungi tubuhnya.

Cangkang merupakan alat pelindung diri, terdiri atas lapisan (crystalline calcium carbonate), dipisahkan oleh lapisan tipis (lembaran) protein di antara cangkang dan

bagian tubuh (otot dan daging) (Setyono, 2006).

Karakter diagnostik Polymesoda erosa yakni memiliki cangkang yang sama, subrhomboidal-ovate secara garis besar, sedikit tidak sama sisi. Umbones agak menggembung, dekat garis tengah cangkang. Permukaan luar katup lurik secara konsentris. Periostracum tebal dan sangat berkerut, umbones sering berkarat dan memperlihatkan bahan cangkang. Engsel giginya kuat. Gigi kardinal kanan anterior dan tengah bifid, serta kardinal kiri sentral dan posterior. Gigi lateral halus: 1 anterior dan 1 posterior lateral di katup kiri, berlawanan dengan 2 di katup kanan. Sinus pallial tidak mencolok. Warna Polymesoda erosa pada bagian luar seperti cangkang putih berkapur di bawah hijau kekuningan periostracum. Interiornya berkapur atau putih porcelaneous. Ukuran panjang cangkang maksimal 10,5 cm, umumnya hingga 7 cm (FAO, 1998).

(24)

Secara morfologi Polymesoda erosa mempunyai bentuk cangkang seperti piring atau atau cawan yang terdiri dari dua katub yang bilateral simetris, pipih pada bagian pinggirnya dan cembung pada bagian tengah cangkang, bentuk cangkang yang equivalve atau berbentuk segetiga yang membulat, tebal, flexure jelas mulai dari umbo sampai dengan tepi posterior (Azizah, 2014). Polymesoda (Geloina) erosa adalah kerang besar dan berbulu halus yang memiliki panjang cangkang hingga 11 cm (Gimin et al., 2004).

B. Habitat dan Penyebaran Kerang Kalandue

Kerang umumnya banyak ditemukan pada substrat yang kaya bahan organik, dimana bahan organik akan mempengaruhi ketersediaan makanan, karena hewan tersebut memilih hidup pada habitat yang sesuai didasar perairan, baik sesuai dengan faktor fisika kimia perairan maupun makanannya (Marzuki et al., 2006). Polymesoda erosa dapat ditemukan di dasar berlumpur, di perairan segar dan payau rawa bakau, muara, dan sungai yang lebih besar. Sangat toleran terhadap permukaan kering.

Habitatnya bisa bertahan dari udara respirasi pada margin mantel posterior selama beberapa hari (FAO, 1998).

Kerang kepah (Polymesoda erosa) merupakan hewan filter feeder sekaligus suspension feeder yang hidup di dasar perairan dengan cara membenamkan diri dalam substrat berlumpur (Melinda et al., 2015). Keberadaan kerang di habitatnya sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan pada habitat kerang tersebut seperti faktor lingkungan setempat, ketersediaan makanan dan jenis substrat pada daerah tersebut

(25)

(Hidayati dan Arico, 2017). Waktu perairan surut, kerang totok (Polymesoda erosa) dapat dilihat membenamkan diri ke dalam substrat di sela-sela akar mangrove ataupun di dalam lubang-lubang rumah kepiting. Pada waktu surut terendah, kerang dapat bertahan dengan periode waktu lama dan dapat menyaring air yang tertinggal pada lubang-lubang kepiting (Herawati, 2008).

Kerang mangrove (Polymesoda erosa) (Lightfoot, 1786) mendiami dataran lumpur bakau, yang berada di bawah pengaruh lingkungan yang bervariasi stres.

Umumnya kerang ini hidup di daratan mangrove muara dimana fluktuasi tahunan salinitasnya sangat besar (7 sampai 22 ppt) (Modassir, 2000). Ini adalah spesies yang penting secara ekonomi dan tumbuh dari ukuran 6 sampai 8 cm (Ingole et al., 1994).

Menurut Herawati (2008) kerang umumnya terdapat pada zona litoral (pasang surut) pada daerah beriklim sedang dan daerah tropis. Polymesoda erosa termasuk dalam family Corbiculidae yang hidup di ekosistem mangrove dan banyak dijumpai di kawasan Indo-Pasifik Barat yaitu mulai dari India, Malaysia, Indonesia, Thailand, Vietnam, Burma, Philipina (Azizah, 2014). Penyebaran Polymesoda erosa sangat luas yaitu India, Malaysia, Indonesia, Thailand, Vietnam, Burma, Philipina (Morton, 1984).

(26)

C. Komposisi Kimia Kerang Kalandue

Daging kerang merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani, mempunyai nilai biologis lebih tinggi dibandingkan dengan protein nabati, karena memiliki komposisi asam amino yang lebih lengkap. Asam amino yang ditemukan pada beberapa jenis kerang seperti kerang bulu, kerang tahu, kerang salju, dan keong macan ada 15 jenis terdiri atas 9 jenis asam amino esensial dan 6 jenis asam amino non esensial, serta taurin (Abdullah et al., 2017).

Kerang mangrove (Polymesoda erosa) dari Famili Corbiculidae lebih disukai karena pemulihan dagingnya yang lebih tinggi dan kelezatannya (Mendoza et al., 2019). Serta di pantai teluk Kendari dimana orang menyebutnya kalandue. Kerang mengandung vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E dan K) dan vitamin larut dalam air (vitamin B1, B2, B6, B12). Kerang juga merupakan sumber protein hewani tergolong protein lengkap karena tingginya kadar asam amino esensial (85%-95%) dari protein yang dikandung pada kerang menjadi mudah dicerna oleh tubuh (Saili et al., 2019).

Kandungan gizi kerang kalandue menurut (Sukina et al., 2020) dapat dilihat pada Tabel 1.

(27)

Tabel 1. Komposisi kimia daging basah dan kering kerang kalandue segar

Komposisi kimia Jumlah Komposisi

Basah Kering

Protein (%) 12,89 77,07

Lemak (%) 1,63 9,73

Kadar air (%) 83,28 0,00

Kadar abu (%) 1,53 9,13

Serat (%) 0,01 0,07

Karbohidrat (%) 0,68 4,01

Kadar Zat Besi/ Fe (ppm) 12.5 74,9

Zink/Zn (ppm) 8,2 49,1

Sumber : (Sukina et al., 2020).

D. Mutu Kerang Kalandue

Bahan baku perikanan memiliki kelemahan, yaitu mudah mengalami kerusakan atau kemunduran mutu atau bersifat perishable food. Proses kemunduran mutu kerang akan terus berlangsung apabila tidak dihambat. Sifat filter feeder dari kerang mengakibatkan beberapa mikroba termasuk bakteri-bakteri patogen terakumulasi dalam tubuhnya dengan kadar jauh lebih tinggi daripada air lingkungan tempat hidupnya. Hal ini menyebabkan kerang dapat menjadi bahan makanan yang berbahaya karena dapat menularkan penyakit (Murdinah, 2009). Faktor yang dapat mempengaruhi cepatnya kemunduran mutu kerang bisa disebabkan oleh faktor internal kerang itu sendiri maupun dan faktor eksternal yang berkaitan dengan lingkungan dan penanganan. Sistem rantai dingin adalah suatu penanganan untuk mempertahankan mutu kerang (Zakaria, 2008).

(28)

Mutu kerang kalandue aman dikonsumsi selama tidak melebihi batas yang telah ditetapkan tersebut. Batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan untuk kekerangan (bivalve) sebesar 1,0 mg/kg untuk arsen (As), 1,0 mg/kg untuk kadmium Cd), 1,0 mg/kg untuk merkuri (Hg), untuk 1,5 mg/kg untuk timbal Pb) dan timah (Sn) (BSN, 2009). Penentuan kemunduran mutu kerang menggunakan uji organoleptik (kenampakan, bau dan tekstur) dari kerang lokan (Geloina erosa) yang digunakan.

Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kesegaran mutu kerang lokan adalah dengan pH, WHC (Agusnia et al., 2021).

Batas Maksimum daging kerang totok (Geloina erosa) yang dapat ditolerir dalam waktu satu minggu untuk orang dewasa (50 kg BB) yaitu 5,335 g daging/minggu, sedangkan batas maksimum daging kerang totok yang dapat ditolerir dalam waktu satu minggu untuk anak-anak (15 kg BB) 1,601 g daging/minggu (Irawati et al., 2018). Penentuan nilai konsumsi maksimum yang dapat ditolerir berdasarkan pada jumlah, jangka waktu dalam mengonsumsi dan tingkat kontaminasi makanan yang dikonsumsi oleh manusia Hg 1,6 µg/kg, Pb 25 µg/kg, Cu 3,500 µg/kg dan Cd 7 µg/kg (FAO/WHO, 2011).

(29)

E. Bakso Ikan

Bakso ikan adalah produk olahan hasil perikanan yang menggunakan lumatan daging ikan atau surimi minimum 40% dicampur tepung, dan bahan-bahan lainnya bila diperlukan, yang mengalami pembentukan dan pemasakan (BSN, 2017). Bakso juga didefenisikan sebagai daging yang dihaluskan, dicampur dengan tepung pati, lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan dan direbus sampai matang untuk dikonsumsi (Saadah, 2015). Untuk menilai mutu bakso yaitu dengan menilai mutu sensoris atau mutu organoleptiknya (Hasanah, 2013). Hasil pengujian mutu sensori ini dapat diperkuat dengan pengujian fisik, kimia, dan mikrobilogi (Purnomo, 1990). Lima parameter sensori yang perlu dinilai, yaitu penampakan, warna, bau, rasa, dan tekstur.

Persyaratan mutu dan keamanan bakso ikan sesuai Tabel 2.

(30)

Tabel 2. Persyaratan mutu dan keamanan bakso ikan (SNI 7266:2017)

Parameter uji satuan persyaratan

a. Sensori angka Min. 7,0*

b. Kimia

▪ kadar air

▪ kadar abu

▪ Kadar protein

▪ Histamin**

%

%

% mg/kg

Maks. 70 Maks. 2,5

Min. 7 Maks. 100 c. Cemaran mikroba

▪ ALT

▪ Escherichia coli

▪ Salmonella

▪ Staphylococcus aureus

▪ Vibrio cholera***

▪ Vibrio

parahaemolyticus***

koloni/g APM/g Per 25 g koloni/g Per 25 g Per 25 g

n c m M

5 5 5 5 5 5

2 1 0 1 0 0

105

< 3 Negatif

102 Negatif

< 3

105 3,6 Td 103 Negati

f Td d. Cemaran logam

▪ Merkuri (Hg)

▪ Timbal (Pb)

▪ Kadmium (Cd)

▪ Arsen (As)

▪ Timah (Sn)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maks. 0,5 Maks. O,3 Maks. 0,1 Maks. 1,0 Maks. 40,0 e. Cemaran fisik***

▪ fith potongan 0

Sumber : (BSN, 2017).

(31)

Pengolahan bakso pada prinsipnya terdiri dari empat tahap, yaitu penghancuran ikan, pembuatan adonan, pencetakan dan pemasakan.

a. Penghancuran ikan

Tujuan penghancuran ikan adalah untuk memperluas permukaan ikan, sehingga protein yang larut dalam garam mudah terekstrak keluar, kemudian jaringan lemak akan berubah menjadi mikropartikel (Wong, 1989). Penghancuran daging dapat dilakukan dengan cara mencacah (mincing), menggiling (grinding), atau mencincang sampai lumat/halus (chopping) (Wilson et al., 1981). Menurut Winarno dan Rahayu (1994) pada proses pencincangan perlu ditambahkan es atau air sebanyak 20% dari berat adonan agar menghasilkan emulsi yang baik dan mencegah kenaikan suhu akibat gesekan. Suhu yang tinggi hingga lebih dari 22˚C akan mengakibatkan pecahnya emulsi sehingga lemak dan air akan terpisah selama pemasakan akibat terdenaturasi protein (Wilson, 1981).

b. Pembuatan adonan

Pencampuran daging lumat, tepung dan bumbu pada umumnya dapat dilakukan didalam wadah yang bersih agar terhindar dari kontaminasi mikroba, dalam mengaduk adonan diharapkan kalis sehingga mudah untuk dicetak bola-bola bakso (Ghazali et al., 2015). Untuk membuat adonan ini dapat digunakan tangan, alat pengaduk yang digerakkan dengan tangan atau dengan mesin bertenaga listrik (Meat stirrer atau mixer atau silent cutter). Makin tinggi kecepatan mesin, makin bagus adonan yang terbentuk. Jika alat yang digunakan berkecepatan rendah, sebaiknya

(32)

jumlah es yang digunakan sedikit lebih banyak (Wibowo, 1999). Menurut Wibowo (1999) penggunaan tepung sekitar 15% dari berat dari daging ikan akan menghasilkan bakso ikan yang baik.

c. Pencetakan

Pencampuran adonan yang telah selesai selanjutnya untuk mencetak bola-bola bakso dapat dilakukan dengan telapak tangan atau bisa juga yang sudah mahir adonan dikepal-kepal kemudian ditekan sehingga bisa menghasilkan bulatan bakso yang diinginkan. Kemudian diambil menggunakan sendok lalu masukkan ke dalam air hangat (40˚C) selama 5 menit bertujuan mengkomplekskan tekstur bakso dan menghindari kontaminasi bakteri (Ghazali et al., 2015). Menurut (Anonymous, 1994 dalam Damuringrum, 2002) pencetakan bakso dilakukan dengan cara adonan

dibentuk bulatan-bulatan dengan ukuran yang dikehendaki. Pencetakan bakso dapat dilakukan dengan menggunakan mesin atau dengan cara menggunakan tangan yang dibentuk dengan sendok.

d. Pemasakan

Pemasakan bakso umumnya dilakukan dengan air yang mendidih (Tarwotjo et al., 1971) dan dapat pula dilakukan dengan cara “blanching” dengan uap air panas

atau air panas pada suhu 85-90˚C. Pemanasan menyebabkan molekul terdenaturasi dan mengumpul membentuk suatu jaring-jaring. Kondisi optimum untuk pembentukan gel adalah pada kadar garam 0,6 M, dan suhu 65˚C (Pomeranz, 1991).

Lama waktu perebusan bakso ikan yaitu selama 15 menit sehingga akan

(33)

menghasilkan bakso ikan yang berkualitas (Desrosier, 1988). Pengaruh pemasakan ini terhadap adonan bakso adalah terbentuknya struktur produk yang kompak.

Menurut Ghazali et al. (2015) perebusan bakso dapat ditandai dengan bakso yang sudah mengapung sebagai tanda telah matang.

(34)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2021 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo Kendari.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, nampan, baskom, dandang, blender (miyako), wajan, kain blacu, sendok, gas, kompor (miyako), timbangan analitik. Alat untuk analisis proksimat seperti cawan porselin, oven listrik, tang penjepit, desikator, labu kjeldal, lemari asam, alat penyuling, labu destilasi, batu didih, labu penampung, pipet tetes, tecter, labu penyulingan, mikroburet, kertas saring Whatman, alat soxlet, timbangan teknis, nerasa analitik, tanur listrik, hot plate, tanur pengabuan, Erlenmeyer, labu ukur, desikator, gelas ukur, tanur akur.

Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan bakso kerang kalandue ini yaitu daging kerang kalandue diperoleh dari Teluk Kendari. Bahan lain yang digunakan dalam pembuatan bakso yaitu tepung tapioka (rumah kelinci), tepung terigu (kompas), merica, bawang merah, bawang putih, telur, es batu, garam dan gula.

Bahan kimia yang digunakan adalah analisis proksimat (protein, abu, air dan lemak) akuades, HCl 0,1 N, K2SO4, HgO4, NaOH 40%, dan H3BO3.

(35)

C. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah uji hipotesis paired sample t-test dengan 2 perlakuan dan 3 kali ulangan sehingga di peroleh 6 unit percobaan.

Perlakuan yang diberikan adalah penambahan daging kalandue kalandue 20% daging kalandue (P1) dan 35% daging kalandue (P2). Parameter yang diamati adalah nilai organileptik (kenampakan, bau, rasa dan tekstur) dan nilai proksimat (air, abu, protein dan lemak). Formulasi bahan pembuatan bakso daging kerang kalandue yang mengacu pada Ghazali et al. (2015) bakso kijing air tawar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Formulasi komposisi bahan pembuatan bakso kerang kalandue dengan penambahan daging kalandue yang berbeda

Produk Olahan Penambahan daging kalandue (%)

Bahan Bakso P1 P2

Daging kalandue 20 35

Tepung tapioka 21 21

Tepung terigu 9 9

Bawang merah 3 3

Bawang putih 2,5 2,5

Garam 1,25 1,25

Gula 0,5 0,5

Merica 0,25 0,25

Telur 3,75 3,75

Es batu 2,5 2,5

Sumber: (Modifikasi Ghazali et al., 2015).

(36)

D. Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu pembuatan bakso kerang kalandue dan pengujian produk bakso kerang kalandue.

1. Penyiapan bahan baku

Kerang kalandue segar yang diambil dari Teluk Kendari. Daging kerang kalandue yang digunakan sebesar 3 kg.

2. Pengupasan cangkang kerang

Kerang kalandue segar dibuka cangkangnya menggunakan pisau tumpul, lalu dipisahkan antara daging dan cangkang kerang kalandue.

3. Pencucian

Daging kerang kalandue dicuci menggunakan air mengalir secara cepat, agar menghilangkan kotoran yang masih menempel pada kerang kalandue.

4. Pelumatan

Daging kerang kalandue dilumatkan menggunakan blender yang ditambahkan es sebanyak 2,5%, pelumatan hingga daging kerang kalandue benar-benar halus dan disiapkan daging kerang kalandue P1 (20%) dan P2 (35%).

5. Pencampuran

Lumatan daging kerang kalandue yang sudah disiapkan kemudian dimasukkan ke dalam wadah bersih, ditambahkan tepung tapioka 21%, tepung terigu 9%, bawang merah 3%, bawang putih 2,5%, merica 0,25%, telur 3,75%, garam 1,25%, gula 0,5%

(37)

dan dicampur hingga didapatkan adonan yang lengket dan homogen. Proses dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dengan suhu maksimum 10˚C.

6. Pembentukan Bakso

Pembentukan bakso dengan adonan pada telapak tangan yang diputar-putar sehingga menghasilkan bulatan bakso, lalu dimasukkan kedalam air hangat (40˚C) selama 10 menit bertujuan untuk mengkomplekskan tekstur bakso.

7. Perebusan

Perebusan bakso dengan suhu 90˚C-100 ˚C selama 15 menit atau sampai bakso mengapung kepermukaan air yang mendidih sebagai tanda bakso yang telah matang.

8. Pendinginan

Bakso ikan didinginkan dengan cara ditiriskan atau dibantu dengan blower atau kipas angin.

(38)

Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) Pengupasan cangkang kerang

Pencucian daging kalandue

Pelumatan daging kalandue

Gambar 2. Diagram alir penelitian pengolahan bakso kerang kalandue.

Pencampuran daging kerang dengan bumbu

Adonan bakso dicetak bulat

Adonan bakso direbus 15 menit pada suhu 90˚-100˚ C

Pendinginan bakso DK : P1 (20 %) dan

P2 35 %):

Penambahan es batu

sebanyak 2,5% Tepung tapioka : 21 %

Tepung terigu : 9 % Bawang merah : 3,5 % Bawang putih : 4 % Merica : 0,25 % Garam : 1,25 % Gula : 0,5 % Telur : 3,75 % (Modifikasi Ghazali et al., 2015).

Uji Organoleptik : 1. Kenampakam 2. Bau

3. Rasa 4. Tekstur 5.

Uji Proksimat : 1. Kadar Air 2. Kadar Abu 3. Kadar Protein 4. Kadar Lemak 5.

*DK = Daging Kalandue

(39)

E. Variabel Pengamatan

1. Uji Nilai Organoleptik (BSN, 2015).

Pengujian organoleptik/sensori merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu produk. Penilaian menggunakan alat indera ini meliputi spesifikasi mutu kenampakan, bau, rasa dan konsistensi/tekstur serta beberapa faktor lain yang diperlukan untuk menilai produk tersebut. Metode uji dalam menentukan tingkatan berdasarkan skala angka 1 (satu) sebagai nilai terendah dan angka 9 (sembilan) sebagai nilai tertinggi dengan menggunakan lembar penilaian dengan jumlah panelis 20 orang.

2. Analisa Kadar Proksimat (AOAC, 2005)

Analisa Kadar Proksimat dilakukan berdasarkan AOAC (2005), meliputi : analisa kadar air dan abu menggunakan metode oven, analisa kadar lemak menggunakan metode sokhlet, analisa kadar protein menggunakan metode kjeldal.

a. Analisis Kadar Air (AOAC, 2005)

Penentuan kadar air diasarkan pada berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Cawan kosong dikeringkan di dalam oven selama ±30 menit pada suhu 105˚C, lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang.

Sampel sebanyak 1-2 gram dimasukkan ke dalam cawan lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 100-102˚C selama 6 jam atau sampai beratnya tetap (konstan), selanjutnya cawan dimasukkan kedalam desikator selama 30 menit dan selanjutnya ditimbang kembali. Kadar air ditentukan dengan rumus :

(40)

% Kadar air = (B − C)

(B − A)× 100%

Keterangan:

A = Berat Cawan Kosong (gram)

B = Berat Cawan dengan sampel (gram)

C = Berat Cawan + sampel sesudah dikeringkan (gram) b. Analisis Kadar Abu (AOAC, 2005)

Cawan dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan suhu 105˚C, lalu dimasukkan ke dalam desikator dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1-2 gram ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan dan lalu dibakar di atas kompor listrik (diarangkan) sampai tidak berasap dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pengabuan (600 ˚C) ± 6 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin lalu ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus :

% Kadar Abu =(C − A)

(B − A)× 100%

Keterangan :

A : berat cawan kosong (gram)

B : berat cawan + sampel awal (gram) C : berat cawan + sampel kering (gram)

(41)

c. Analisis Kadar Protein (AOAC, 2005)

Sampel ditimbang sebanyak 0,1-0,5 g, dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml, ditambahkan dengan ¼ buah tablet, kemudian didekstruksi sampai larutan menjadi hijau jernih dan SO2 hilang. Larutan dibiarkan dingin dan diencerkan dengan akuades sampai tanda tera, dimasukkan ke dalam alat destilasi, ditambahkan dengan 5-10 ml NaOH 30-33% dan dilakukan destilasi. Destilasi ditampung dalam larutan 10 ml asam borat 3% dan beberapa tetes indikator (larutan bromcresol green 0,1% dan 29 larutan metil merah 0,1% dalam alkohol 95% secara terpisah dan dicampurkan antara 10 ml bromcresol green dengan 2 ml metil merah) kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N sampai larutan berubah warnanya menjadi merah mudah.

Penentuan kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kadar Protein % =(VA − VB) N × 0.014 × 6,25) × 100%

W Keterangan :

VA = ml HCl untuk titrasi sampel VB = ml HCl untuk titrasi blanko N = Normalitas HCl yang digunakan 6,25 = faktor konversi

W = berat sampel (gram)

(42)

d. Analisis Kadar Lemak (AOAC, 2005)

Daging kerang seberat 2 gram (W1) diletakkan diatas kapas bebas lemak lalu dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat kosongnya (W2) dan disambungkan dengan tabung sokhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung sokhlet dan disiram dengan pelarut lemak berupa n- heksana sebanyak 150 ml. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi sokhlet, kemudian dipanaskan pada suhu 40 ˚C dengan menggunakan pemanas listrik dan direfluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak destilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat dsetilasi pelarut akan akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105˚C. Labu lemak yang telah dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam desikator hingga beratnya konstan lalu ditimbang (W3). Perhitungan kadar lemak adalah sebagai berikut :

% Kadar Lemak = (W3 − W2)

W1 × 100%

Keterangan :

W1= berat cawan kosong (gram)

W2 = berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = berat labu lemak dengan lemak (gram)

(43)

F. Analisis Data

Analisis data menggunakan Paired Sampel t-test (pengujian dua sampel berpasangan) Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata- rata antara dua kelompok sampel yang berpasangan pada taraf signifikasi 95%

(α=0,05).

Hipotesis yang digunakan adalah :

H0: Tidak terdapat pengaruh penambahan kerang kalandue dalam pembuatan bakso terhadap nilai organoleptik.

H1: Terdapat pengaruh penambahan kerang kalandue dalam pembuatan bakso terhadap nilai organoleptik.

t hit > t tab → berbeda secara signifikan (H0 ditolak)

t hit < t tab → tidak berbeda secara signifikan (H0 diterima)

(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Rekapitulasi hasil analisis paired sample t-test perbedaan penambahan daging kalandue terhadap uji organoleptik bakso kerang kalandue meliputi kenampakan, bau, rasa dan tekstur disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rekapitulasi hasil analisis paired sample t-test uji organoleptik bakso daging kerang kalandue

No. Variabel pengamatan hasil uji t

1. Uji Organoleptik

a. Kenampakan tn

b. Bau tn

c. Rasa *

d. Tekstur tn

keterangan : tn = tidak berbeda secara signifikan (H0 diterima), * = berbeda secara signifikan (H0 ditolak).

Berdasarkan data Tabel 4 diketahui bahwa produk bakso daging kerang kalandue pada nilai kenampakan, bau dan tekstur tidak berbeda secara signifikan, sedangkan rasa berbeda secara signifikan.

(45)

1. Uji Organleptik

Hasil rekapitulasi rerata pengaruh perbedaan penambahan daging kerang kalandue terhadap penilaian uji organoleptik bakso kerang kalandue meliputi kenampakan, bau, rasa dan tekstur disajikan pada Tabel 5, 6, 7 dan 8.

a. Kenampakan

Hasil pengujian paired sample t-test terhadap penilaian organoleptik kenampakan produk bakso kerang kalandue dapat dilihat pada lampiran 5. Berdasarkan hasil uji paired sampel t-test (pengujian dua sampel berpasangan), diketahui thit P1 dan P2 kurang dari ttab taraf signifikan (α=0,05), maka H0 diterima. Artinya tidak ada perbedaan secara signifikan terhadap penambahan daging kalandue pada bakso daging kalandue. Hasil analisis paired sample t-test dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh penambahan daging kerang kalandue terhadap nilai organoleptik kenampakan pada bakso kalandue

Perlakuan kenampakan±SD kriteria

P1 7,5±1,28 permukaan kurang halus, sedikit berongga, kurang cerah P2 6,5±1,93 permukaan kurang halus, sedikit berongga, kurang cerah

keterangan : P1 (Daging Kalandue 20%), P2 (Daging Kalandue 35%).

Berdasarkan data pada Tabel 5 diketahui bahwa tingkat penilaian panelis terhadap penilaian organoleptik kenampakan nilai tertinggi pada perlakuan P1 (20%

penambahan daging kerang kalandue) yaitu 7,5 (permukaan kurang halus, sedikit berongga, kurang cerah) sedangkan penilaian organoleptik kenampakan nilai terendah pada perlakuan P2 (35% penambahan daging kerang kalandue) yaitu 6,4 (permukaan kurang halus, sedikit berongga, kurang cerah). Berdasarkan data pada Tabel 5 diketahui bahwa tidak ada perbedaan secara signifikan.

(46)

b. Bau

Hasil pengujian paired sample t-test terhadap penilaian organoleptik bau produk bakso kerang kalandue dapat dilihat pada lampiran 6. Berdasarkan hasil uji paired sampel t-test (pengujian dua sampel berpasangan), diketahui thit P1 dan P2 kurang dari ttab taraf signifikan (α=0,05), maka H0 diterima. Artinya tidak ada perbedaan secara signifikan penambahan daging kalandue pada bakso daging kalandue. Hasil analisis paired sample t-test dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh penambahan daging kerang kalandue terhadap nilai organoleptik bau pada bakso kalandue

Perlakuan Bau±SD kriteria

P1 7,5±1,93 spesifik produk kurang

P2 7,3±1,63 spesifik produk kurang

keterangan : P1 (Daging Kalandue 20%), P2 (Daging Kalandue 35%).

Berdasarkan data pada Tabel 6 diketahui bahwa tingkat penilaian panelis terhadap penilaian organoleptik kenampakan nilai tertinggi pada perlakuan P1 (20%

penambahan daging kerang kalandue) yaitu 7,5 (spesifik produk kurang) sedangkan penilaian organoleptik kenampakan nilai terendah pada perlakuan P2 (35%

penambahan daging kerang kalandue) yaitu 7,5 (spesifik produk kurang).

Berdasarkan data pada Tabel 6 diketahui bahwa tidak ada perbedaan secara signifikan.

(47)

c. Rasa

Hasil pengujian paired sample t-test terhadap penilaian organoleptik rasa produk bakso kerang kalandue dapat dilihat pada lampiran 7. Berdasarkan hasil uji paired sampel t-test (pengujian dua sampel berpasangan), diketahui thit P1 dan P2 lebih dari ttab taraf signifikan (α=0,05), maka H0 ditolak. Artinya ada perbedaan secara signifikan penambahan daging kalandue pada bakso daging kalandue. Hasil analisis paired sample t-test dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh penambahan daging kerang kalandue terhadap nilai organoleptik rasa pada bakso kalandue

Perlakuan Rasa±SD kriteria

P1 7,8±1,64 spesifik produk kurang

P2 6,3±1,87 hambar

keterangan : P1 (Daging Kalandue 20%), P2 (Daging Kalandue 35%).

Berdasarkan data pada Tabel 7 diketahui bahwa tingkat penilaian panelis terhadap penilaian organoleptik kenampakan nilai tertinggi pada perlakuan P1 (20%

penambahan daging kerang kalandue) yaitu 7,8 (spesifik produk kurang) sedangkan penilaian organoleptik kenampakan nilai terendah pada perlakuan P2 (35%

penambahan daging kerang kalandue) yaitu 6,3 (hambar). Berdasarkan data pada Tabel 7 diketahui bahwa ada perbedaan secara signifikan.

(48)

d. Tekstur

Hasil pengujian paired sample t-test terhadap penilaian organoleptik tekstur produk bakso kerang kalandue dapat dilihat pada lampiran 8. Berdasarkan hasil uji paired sampel t-test (pengujian dua sampel berpasangan), diketahui thit P1 dan P2 kurang dari ttab taraf signifikan (α=0,05), maka H0 diterima. Artinya tidak ada perbedaan secara signifikan penambahan daging kalandue pada bakso daging kalandue. Hasil analisis paired sample t-test dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh penambahan daging kerang kalandue terhadap nilai organoleptik tekstur pada bakso kalandue

Perlakuan Tekstur±SD kriteria

P2 7,6±1,47 padat, kompak, agak kenyal

P3 6,9±1,52 padat, kompak, agak kenyal

keterangan : P1 (Daging Kalandue 20%), P2 (Daging Kalandue 35%).

Berdasarkan data pada Tabel 8 diketahui bahwa tingkat penilaian panelis terhadap penilaian organoleptik kenampakan nilai tertinggi pada perlakuan P1 (20%

penambahan daging kerang kalandue) yaitu 7,6 (padat, kompak, agak kenyal) sedangkan penilaian organoleptik kenampakan nilai terendah pada perlakuan P2 (35% penambahan daging kerang kalandue) yaitu 6,9 (padat, kompak, agak kenyal).

Berdasarkan data pada Tabel 8 diketahui bahwa tidak ada perbedaan secara signifikan.

(49)

2. Uji Proksimat

Hasil analisis bakso daging kerang kalandue dengan penambahan daging yang berbeda menggunakan analisis proksimat, meliputi uji kadar air, abu, lemak dan protein dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Kandungan kimia bakso daging kerang kalandue Sampel

Uji P1 P2

Kadar air % 61,49 66,91

Kadar abu % 1,67 1,63

Kadar protein % 7,38 11,80

Kadar lemak % 1,72 1,74

Keterangan : P1 (Daging Kalandue 20%), P2 (Daging Kalandue 35%).

Berdasarkan Tabel 9 hasil kadar air dengan perlakuan penambahan daging kerang kalandue dihasilkan kadar air tertinggi pada P2 dengan nilai 66,91% dan kadar air terendah pada P1 dengan nilai 61,49%. Hasil analisis kadar abu dengan perlakuan penambahan daging kerang kalandue dihasilkan kadar abu tertinggi pada P1 dengan nilai 1,67% dan kadar abu terendah pada P2 dengan nilai 1,63%. Hasil analisis kadar protein dengan perlakuan penambahan daging kerang kalandue dihasilkan kadar protein tertinggi pada P2 dengan nilai 11,80% dan kadar protein terendah pada P1 dengan nilai 7,38%. Hasil analisis kadar lemak dengan perlakuan penambahan daging kerang kalandue dihasilkan kadar lemak tertinggi pada P2 dengan nilai 1,74% dan kadar lemak terendah pada P1 dengan nilai 1,72%.

(50)

B. Pembahasan

1. Uji organoleptik a. Kenampakan

Kenampakan atau warna merupakan komponen yang sangat penting untuk menentukan kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan (Assyariah et al., 2020). Penentuan mutu suatu bahan pangan pada umumnya tergantung pada warna tampilan terlebih dahulu (Trisnaningsih, 2014). Nilai organoleptik penilaian terhadap kenampakan bakso daging kerang kalandue menunjukan bahwa penambahan daging kerang kalandue memberikan perbedaan pada permukaan dan kecerahan bakso daging kerang kalandue. Hal ini dikarenakan adanya jaringan pencernaan yang ditambahkan juga sehingga membuat kenampakan bakso akan menjadi kusam dan penambahan tepung tapioka dan terigu juga akan memberikan warna yang menarik pada kenampakan bakso.

Penilaian terendah pada nilai kenampakan pada perlakuan penambahan daging kalandue 35% disebabkan tepung tapioka dan terigu yang digunakan lebih sedikit dan daging kalandue yang banyak akan menyebabkan kenampakan bakso agak lebih gelap, sehingga kurang diterima oleh panelis. Hal ini sesuai dengan pendapat Hermanianto dan Aulia (2001) menyatakan bahan penggunaan daging yang lebih banyak dari pada tepung menyebabkan bakso yang dihasilkan agak gelap.

Peningkatan nilai kenampakan pada perlakuan penambahan daging kalandue 20%

disebabkan tepung tapioka dan terigu yang digunakan lebih banyak dibanding

(51)

penambahan daging kalandue yang sedikit sehingga tampilan bakso akan menjadi cerah. Menurut Afrianto (2021) bahwa semakin banyak tepung tapioka yang diberikan maka semakin cerah rupa bakso yang dihasilkan. Obisaw et al. (2004) menyatakan bahwa tepung tapioka mengandung amilosa sebesar 17% dan amilopektin sebesar 83 %. Amilosa larut dalam air panas dan memiliki struktur lurus dengan ikatan a-(1.4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin tidak larut dalam air panas dan memiliki struktur bercabang dengan ikatan a(1,6)-D-glukosa. Fraksi amilosa berperan penting atas keteguhan gel. Semakin besar kandungan amilopektin dan semakin kecil kandungan amilosa bahan yang digunakan, maka makin lekat produk olahannya.

Hasil analisis nilai organoleptik kenampakan bakso daging kerang kalandue dengan penambahan kerang kalandue yang berbeda pada penelitian ini sesuai dengan standar SNI 7266:2017 yaitu minimal 7. Kenampakan warna bakso daging kalandue terbaik sesuai dengan standar SNI terdapat pada perlakuan penambahan daging kalandue 20%. Tingkat penilaian panelis terhadap kenampakan bakso daging kalandue pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan bakso kerang pokea pada penelitian Salmin et al. (2017) yaitu berkisar antara 2,97-3,69.

(52)

b. Bau

Aroma merupakan sensasi bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung ketika makanan masuk ke dalam mulut (Trisnaningsih, 2014). Menurut Adawiyah et al.

(2009) flavour atau aroma memiliki peranan penting dalam menentukan penerimaan suatu produk pangan. Sudrajat (2007) menyatakan bahwa pemasakan dapat mempengaruhi warna, bau, rasa dan produk daging. Selama pemasakan akan terjadi berbagai reaksi antara bahan pengisi dan daging, sehingga aroma daging berkurang selama pengolahan produk daging

Nilai organoleptik bau menunjukan bahwa setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap bau bakso daging kalandue yang dihasilkan.

Perlakuan terendah pada penambahan daging kerang kalandue 35%. Bau yang dihasilkan oleh bakso daging kalandue mengalami penurunan yang telah direbus pada penelitian ini sedikit berbau kerang kalandue. Penilaian nilai bau pada bakso daging kalandue mengalami penurunan disebabkan penambahan daging kerang kalandue pada setiap perlakuan. Hal ini disebabkan karena bau yang berasal dari daging dapat terbawa sampai pada produk olahannya. Menurut Davendra dan Bums (1983) Bau yang terdapat di dalam daging dipengaruhi oleh umur, genetik bangsa, sistem pemeliharaan, makanan dan komposisi kimia dari daging. Sejalan dengan penelitian Maharaja (2008) aroma yang berasal dari daging dapat terbawa sampai pada produk olahan. Tepung tapioka juga merupakan tepung yang tidak berbau.

(53)

Perlakuan terbaik pada penambahan daging kerang kalandue 20%. Peningkatan nilai bau bakso daging kalandue disebabkan berkurangnya penambahan daging kerang kalandue yang digunakan. Menurut Istanti (2005) aroma dari khas ikan disebabkan oleh kandungan protein yang terurai menjadi asama amino khususnya asam glutamat yang dapat memperkuat aroma makanan. Zakaria et al. (2010) menambahkan aroma bakso dipengaruhi oleh penambahan bahan tambahan yang mempunyai aroma yang khas seperti merica, bawang merah, bawang putih dan garam.

Hasil analisis nilai organoleptik bau bakso daging kerang kalandue dengan penambahan kerang kalandue yang berbeda pada penelitian ini sesuai dengan standar SNI 7266:2017 yaitu minimal 7. Bau bakso daging kalandue terbaik sesuai dengan standar SNI terdapat pada perlakuan penambahan daging kalandue 20% dan 35%.

Tingkat penilaian panelis terhadap bau bakso daging kalandue pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan bakso kerang pokea pada penelitian Salmin et al.

(2017) yaitu berkisar antara 2,99-3,31.

(54)

c. Rasa

Rasa menjadi salah satu faktor yang menjadi penentu daya terima konsumen terhadap pangan (Assyariah et al., 2020). Faktor rasa memegang peranan penting dalam pemilihan produk konsumen (Trisnaningsih, 2014). Nilai organoleptik rasa menunjukan bahwa setiap perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa bakso daging kalandue yang dihasilkan.

Perlakuan terendah pada penambahan daging kerang kalandue 35%. rasa yang dihasilkan oleh bakso daging kalandue mengalami penurunan yang telah direbus pada penelitian ini sedikit rasa daging kerang kalandue. Penilaian nilai rasa pada bakso daging kalandue mengalami penurunan disebabkan penambahan daging kerang kalandue. Menurut Winarno (1997) rasa sangat dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsistensi, dan interaksi dengan komponen penyusunan makanan seperti protein, lemak, vitamin, dan banyak komponen lainnya. Sejalan dengan pendapat Wibowo (2004) bahwa bakso dipengaruhi oleh bahan baku utama dan bumbu-bumbu yang digunakan. Faktor lain yang berpengaruh pada kualitas bakso adalah daging, bahan mentah, tepung yang digunakan, bahan-bahan tambahan dan perbandingan adonan serta cara pemasakan (Untoro et al., 2012).

Perlakuan terbaik pada penambahan daging kerang kalandue 20%. Peningkatan nilai rasa bakso daging kalandue disebabkan berkurang penambahan daging kerang kalandue yang digunakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Neiva et al. (2011) bahwa seiring bertambahnya konsentrasi ikan maka rasa ikan pada produk lebih

(55)

terasa. Sejalan dengan pernyataan Nurhayati (2009) rasa bakso bergantung pada kesukaan panelis terhadap daging yang dipakai. Untuk menghasilkan bakso daging yang lezat dan bermutu tinggi, jumlah tapioka yang digunakan sebaiknya paling banyak 15% dari berat daging. Idealnya, tapioka yang ditambahkan sebaiknya 10%

dari berat daging (Wibowo, 2000). Garam juga berfungsi untuk menambah citarasa (flavour) dan sebagai pengawet. Menurut Tamino (1988) penambahan garam pada pembuatan bakso daging instant sebesar 2,5% menghasilkan produk yang disukai panelis. Sejalan dengan pernyataan Ariyani (2012) bahwa rasa suatu bahan pangan berasal dari bahan-bahan itu sendiri apabila telah mendapat proses pengolahan.

Bahan-bahan tersebut dapat berupa bumbu seperti garam, bawang merah dan bawang putih.

Hasil analisis nilai organoleptik rasa bakso daging kerang kalandue dengan penambahan kerang kalandue yang berbeda pada penelitian ini sesuai dengan standar SNI 7266:2017 yaitu minimal 7. Rasa bakso daging kalandue terbaik sesuai dengan standar SNI terdapat pada perlakuan penambahan daging kalandue 20%. Tingkat penilaian panelis terhadap rasa bakso daging kalandue pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan bakso kerang pokea pada penelitian Salmin et al. (2017) yaitu berkisar antara 2,55-3,54.

(56)

d. Tekstur

Tekstur atau kekenyalan bakso merupakan kemampuan produk pangan untuk kembali ke produk asal sebelum pecah akibat daya tekan (Fatmawati et al., 2018).

Tingkat kekenyalan bakso yang berkualitas baik yaitu bakso memiliki kemampuan untuk pecah akibat adanya gaya tekanan dan kandungan nutrisi yang terdapat pada bakso berkualitas baik yaitu memiliki kandungan nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi didalam tubuh (Kusnadi et al., 2012).

Perlakuan terendah pada penambahan daging kerang kalandue 35%. Tekstur yang dihasilkan oleh bakso daging kalandue mengalami penurunan yang telah direbus pada penelitian ini tidak padat dan tidak kenyal daging kerang kalandue. Penilaian nilai tekstur pada bakso daging kalandue mengalami penurunan disebabkan penambahan daging kerang kalandue pada setiap perlakuan, sehingga akan mempengaruhi pada kadar air. Menurut Kurniawan et al. (2012) bahwa semakin tinggi kadar air maka bakso yang dihasilkan kurang kenyal karena air dalam bakso akan meningkatkan kekompakan matrik gel sehingga menyebabkan menurunnya kekenyalan. Peningkatan kadar air juga dapat menyebabkan bakso menjadi lembek.

Sesuai juga dengan penelitian Octavianie (2002) bahwa kandungan air yang tinggi akan menghasilkan tekstur yang lembek begitu juga dengan kadar lemak yang tinggi akan menghasilkan bakso yang berlubang-lubang sehingga dapat mempengaruhi tekstur bakso.

(57)

Perlakuan terbaik pada penambahan daging kerang kalandue 20%. Peningkatan nilai tekstur bakso daging kalandue disebabkan berkurang penambahan daging kerang kalandue yang digunakan. Penambahan daging kalandue dan tepung yang sesuai proporsi mengakibatkan bakso memiliki tekstur yang baik. Poernomo et al. (2013) menyatakan bahwa kadar air yang rendah memberikan tekstur bakso yang agak padat.

Hal ini sesuai dengan penelitian Utomo et al. (2011) pada pembuatan bakso ikan gabus, bahwa makin rendah kadar tapioka dan makin tinggi ikan gabus menyebabkan makin tinggi tekstur bakso, atau bakso makin kenyal sehingga butuh energi lebih besar untuk menekannya. Maharaja (2008) menambahkan bahwa tekstur juga dipengaruhi oleh tepung sebagai bahan pengisi, dimana pada saat dimasak, protein daging yang mengalami pengerutan akan diisi oleh molekul-molekul pati yang dapat mengkompakkan tekstur. Kandungan gluten dari jenis tepung dapat mempengaruhi tekstur bakso. Semakin tinggi kadar gluten tepung yang digunakan maka semakin baik tekstur bakso yang dihasilkan.

Hasil analisis nilai organoleptik tekstur bakso daging kerang kalandue dengan penambahan kerang kalandue yang berbeda pada penelitian ini sesuai dengan standar SNI 7266:2017 yaitu minimal 7. Tekstur bakso daging kalandue terbaik sesuai dengan standar SNI terdapat pada perlakuan penambahan daging kalandue 20%.

Tingkat penilaian panelis terhadap rasa bakso daging kalandue pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan bakso kerang pokea pada penelitian Salmin et al.

(2017) yaitu berkisar antara 3,02-3,60.

Referensi

Dokumen terkait

Ada 4 tahapan yang akan dilakukan, yaitu (1) pembuatan tepung bayam (2) uji proksimat tepung bayam dan tepung kasava (meliputi: kadar air, kadar abu, protein, lemak,

Pengamatan dilakukan terhadap kandungan proksimat (kadar air, kadar abu, lemak, protein dan karbohidrat) serta asam lemak pada daging ubur-ubur segar dan kering yang telah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji komposisi kimia proksimat, yang meliputi analisis kadar air, analisis kadar abu, analisis kadar protein, analisis

Analisis di laboratorium dengan menggxrnakun ,.i*gkui* alat-alat yang diperlukan,untuk analisis proksimat meliputi kadar bahan liering, abu, protein kasar, lemak kasar dan

Kandungan proksimat dalam kerang bulu (Anadara inflata Reeve) yang terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat pada saat penelitian

terhadap kandungan proksimat (kadar air, kadar abu, lemak, protein dan karbohidrat) serta asam lemak pada daging ubur-ubur segar dan kering yang telah diberi perlakuan

Sedangkan analisis kimia yang dilakukan adalah analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, dan.. karbohidrat), nilai energi, amilosa, serat pangan, kadar pati, pati

Penambahan tepung kacang-kacangan pada pengolahan imbah berpengaruh terhadap kadar proksimat (karbohidrat, protein, lemak, air dan abu), tetapi kadar lemak imbah