• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Media Massa

Media massa biasanya diposisikan sebagai sumber dari hiburan dan berita dan pembawa pesan persuasi (Vivian, 2008). Sehingga media massa menduduki posisi penting di dalam masyarakat. Media massa memiliki jangkauan yang luas dimana suatu pesan dengan mudahnya sampai kepada khalayak ataupun publik yang dituju. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana sebuah peristiwa di daerah atau di suatu negara lain bisa sampai kepada khalayak di negara lainnya dengan cepat dan mudahnya.

Media massa adalah institusi yang menyebarkan informasi berupa pesan berita, peristiwa, atau produk budaya yang memengaruhi dan merefleksikan suatu masyarakat (Bungin B. , 2009). Media Massa adalah kanal informasi dan komunikasi yang bertugas menyebarkan informasi secara menyeluruh dan dapat dijangkau oleh masyarakat secara massal. Media massa adalah wadah bagi masyarakat luas yang membutuhkan informasi. Media massa juga ditempatkan sebagai komunikasi massa yang memiliki peran sebagai komunikator bagi penerima informasi.

Sudah tidak asing jika membicarakan media massa sebagai penghubung ataupun perantara bagi masyarakat. Media massa sendiri memiliki beberapa bentuk yaitu media cetak, media elektronik, dan media daring atau biasa disebut media daring.

Media daring adalah suatu media atau saluran komunikasi yang berbasis online di situs internet. “Daring” artinya dalam jaringan, yaitu terhubung melalui jejaring komputer dan internet. Dalam media daring biasanya terdapat foto, video, musik yang didistribusikan melalui internet (Romeltea, 2012).

(2)

8 2.2 Realitas Sosial dan Realitas Media

Opini dasar dari realitas sosial adalah pandangan Peter L.Berger dan Thomas Luckman yang menjelaskan bahwa realitas adalah konstruksi sosial. Dimana konstruksi sosial memiliki tiga otoritas yaitu yang pertama, peran utama bahasa yang memberikan mekanisme yang aktual, dimana budaya yang memberikan kontrol pada pikiran dan tingkah laku individu, yang kedua, konstruksi sosial memaparkan kerumitan dalam satu budaya, yang dapat diartikan sebagai keberagaman, kemudian yang ketiga, konstruksi sosial ini memiliki sifat yang persisten dengan masyarakat dan waktu (R.Ngangi, 2011).

Menurut Peter Dahlgren dalam (Eriyanto, 2002) realitas sosial dipandang dalam konstruktivis adalah sebagian produksi manusia, hasil proses budaya, termasuk penggunaan bahasa. Jadi realitas adalah sebuah konstruksi sosial yang dimana berfokus pada variasi-variasi budaya dalam mempertimbangkan apakah yang membuat hal tersebut menarik (R.Ngangi, 2011). Dalam skema dialektis teoritis konstruksi sosial oleh Peter L. Berger memaparkan adanya eksternalisasi yaitu dimana manusia selalu berusaha masuk dan ikut andil dalam dunia tempat ia berada baik dari segi mental ataupun fisik, kemudian objektivasi yaitu hasil yang sudah dicapai dari eksternalisasi baik mental ataupun fisik, terakhir internalisasi yaitu manusia itu sadar bahwa ia dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Dan melalui internalisasi ini manusia menjadi hasil dari masyarakat.

Realitas terbentuk secara sosial dan pengalaman individu tidak dapat dipisahkan dari dunia sosial. Manusia itu sendiri merupakan instrumen dalam penciptaan realitas sosial dengan proses-proses yang ada. Seperti yang dipaparkan oleh Soetandyo Wignjosoebroto dalam (R.Ngangi, 2011) realitas memiliki arti sesuatu yang nampak atau sebuah fakta, namun tidak hanya sekedar ada sebagai sesuatu yang disadari, diketahui atau dipahami oleh pemikiran manusia itu sendiri. Maka dari itu realitas adalah sebuah rancangan yang tidak terhenti pada realitas individual, namun

(3)

9

menjadi sebuah bagian dari pengetahuan, keyakinan, kesadaran dalam suatu kelompok sosio kultural. Sehingga pada akhirnya disebut dengan realitas sosial.

Dan realitas sosial ini dipercaya Berger merupakan sebuah konstruksi sosial buatan masyarakat. Karena konstruksi sosial adalah sebuah penjelasan dari kepercayaan dan juga sebuah perspektif bahwa muatan dari kesadaran, dan cara berinteraksi dengan orang lain itu dibentuk oleh kebudayaan dan masyarakat.

Realitas media merupakan realitas simbolik yang dalam proses konstruksinya berdasarkan kaidah-kaidah jurnalisme. Walaupun berdasarkan kaidah-kaidah jurnalisme, realitas media tidak dapat benar-benar menggambarkan realitas nyatanya.

Maka jika sebuah berita nampak sedikit berbeda dengan peristiwa aslinya itu adalah sebuah imbas dari perubahan realitas ini. Realitas media berbeda dari realitas subyektif.

Realitas subyektif ialah hasil persepsi individu terhadap suatu peristiwa, sebuah realitas hasil interaksi dengan fenomena-fenomena yang ada (BM, 2012).

Bagi anggota publik, berita media wajar dipersepsikan sebagai “realitas kedua”, karena realitas itu telah dipersepsi terlebih dahulu oleh konstruksi media sebelum dipersepsi oleh individu. Hal yang dipersepsi oleh individu tersebut ialah simbol- simbol, susunan kalimat, kata, dan huruf yang memiliki makna atau bisa disebut bahasa manusia. Realitas hasil konstruksi bahasa manusia ini disebut realitas simbolik.

Kemudian dapat disimpulkan bahwa realitas media ialah realitas simbolik sekaligus realitas kedua bagi anggota publik (BM, 2012).

Begitu pula yang terdapat dalam penelitian ini, berita-berita yang dimuat media merupakan realitas media yang dibentuk sedemikian rupa. Sehingga menjadi informasi bagi publik.

2.3 Konstruksi Sosial Media Massa

Konstruksi atas realitas sosial mulai terkenal sejak Peter L.Berger dan Thomas Luckmann memperkenalkannya melalui bukunya pada tahun 1966. Konstruksi

(4)

10

digambarkan sebagai sebuah proses sosial yang dapat dikenali melalui tindakan dan interaksinya. Ketika seorang individu secara terus menerus menciptakan realitas yang ia miliki dan alami bersama secara subyektif (Bungin P. , 2008).

Dalam perkembangan konstruksi sosial atas realitas muncullah teori konstruksi sosial media massa yang fungsinya untuk mengoreksi teori konstruksi sosial atas realitas yang dibuat oleh Berger dan Luckman. Karena pada saat teori konstruksi atas realitas muncul media massa belum menjadi suatu hal yang berpengaruh pada era itu, sehingga media massa tidak dimasukkan dalam unsur teori ini. Pada teori ini konstruksi sosial media massa ditekankan pada cepatnya informasi tersebar sehingga konstruksi sosial dinilai tersebar dengan merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, dimana massa cenderung beranggapan sebelum mengetahui yang sebenarnya dan opini massa cenderung sinis (Bungin B. , 2009).

Konstruksi sosial media massa diposisikan sebagai koreksi dan pelengkap dari kekurangan konstruksi sosial atas realitas. Dengan memberikan tempat bagi kelebihan media massa dan efek media massa. Dari konten konstruksi sosial media massa, proses kelahiran konstruksi sosial media massa melalui beberapa tahap, yaitu : a. tahap menyiapkan materi konstruksi; b. tahap sebaran konstruksi; c. tahap pembentukan konstruksi; d. tahap konfirmasi (Bungin B. , 2009). Skema dialektis teoritis konstruksi sosial ada tiga, yaitu eksternalisasi dimana manusia selalu berushaa masuk dan andil dalam dunia tempat ia berada, baik dari segi mental atau fisik, lalu objektivikasi dimana hasil yang sudah dicapai dari eksternalisasi baik mental atau fisik, kemudian internalisasi dimana manusia sadar bahwa ia dipengaruhi oleh struktur dunia sosial.

Melalui internalisasi manusia menjadi hasil masyarakat.

Dalam hal berita, terdapat kesepahaman antara ilmuwan media bahwa gambaran “realitas” yang dimuat di berita adalah konstruksi selektif yang dibuat dari bagian-bagian informasi yang nyata dan pengamatan yang disatukan dan diberikan makna melalui kerangka, sudut pandang atau perspektif tertentu. Konstruksi sosial

(5)

11

merujuk pada proses dimana peristiwa, orang, nilai dan ide pertama-tama dibentuk atau ditafsirkan dengan cara tertentu dan prioritas, terutama oleh media massa, membawa pada konstruksi (pribadi) atas gambaran besar realitas (McQuail, 2011).

2.4 Perempuan dan media massa

Isu-isu penting yang menjadi bahan pokok di media massa terkait dengan tiga hal, yaitu kedudukan (tahta), harta dan perempuan. Inti dari kedudukan adalah seputar jabatan, pejabat, serta kinerja birokrasi dan layanan publik. Inti dari harta adalah seputar kekayaan, persoalan korupsi, kemewahan materi. Dan yang terakhir perihal perempuan selalu disangkut pautkan dengan aurat, wanita cantik dan segala macam aktivitas mereka, dan yang utama yang berhubungan dengan kekuasaan dan harta.

Selain itu, perempuan juga sering diikuti dengan isu sensualitas, yang berhubungan dengan seks, aurat, syahwat, maupun aktivitas yang berhubungan dengan objek-objek tersebut sampai dengan masalah-masalah pornomedia (Bungin B. , 2009). Perempuan cenderung dijadikan kelompok yang subordinasi. Ketidakseimbangan gender perempuan dan laki-laki pun digambarkan secara sosial, kultural, dan politis.

Menurut Cherish Kramarae bahasa sejatinya adalah sebuah man made construction.

Bahasa pada budaya tertentu tidak menganggap semua orang setara, karena tidak semua orang memberikan konstribusi yang sama. Perempuan yang merupakan golongan subordinat tidak memiliki kebebasan dalam mengutarakan apa yang mereka ingin sampaikan karena formulasi dari bahasa telah dibentuk oleh kaum dominan, yaitu lelaki. Man made language mendorong mendefinisikan, menjatuhkan dan meniadakan perempuan (Watie, 2013). Hal ini pun juga berlaku pada setiap jenis-jenis media massa, termasuk media daring.

Teori Peter L.Berger digunakan untuk mengkonstruksi perempuan di media massa.

Dimana media massa, terutama media daring menekankan pada aspek kecepatan informasi, yang akhirnya membangun opini massa yang tidak valid dan dengan

(6)

12

mudahnya membenarkan suatu hal tanpa mengecek ulang. Ditambah dengan konstruksi media massa yang cenderung menilai sesuatu dari perspektif tertentu.

2.5 Teori Hirarki Pengaruh Isi Media Massa

Teori hirarki pengaruh isi media massa diperkenalkan oleh Pameela Shoemaker dan Stephen D.Reese. Teori ini menekankan pada isi media dan faktor-faktor pengaruh yang membentuknya. Teori ini tidak berangkat dari asumsi positivistik bahwa isi media merefleksikan realitas objektif. Isi media bukanlah cermin dari dunia sekitar kita.

Bahkan isi media justru dipengaruhi sejumlah faktor yang bisa menghasilkan beberapa versi yang berbeda tentang realitas (Krisdinanto, 2014).

Dalam bukunya Shoemaker dan Reese membagi pengaruh-pengaruh isi media ini dalam lima tingkatan. Diantaranya yaitu, pengaruh dari individu, pengaruh rutinitas media, pengaruh organisasi media, pengaruh eksternal media dan pengaruh ideologi (J.Shoemaker & D.Reese, 1996).

a) Tingkat Individu

Pengaruh isi dari media massa pada tingkatan ini berasal dari jurnalis ataupun reporter. Karena mereka adalah orang-orang yang terjun langsung ke lapangan dalam peliputan sebuah berita. Mengulik sebuah peristiwa dengan melibatkan diri mereka pada peristiwa yang sedang diliput. Hal ini tentunya membawa pengaruh pada berita yang akan mereka tulis. Faktor menonjol dari seorang jurnalis atau reporter yang membawa pengaruh itu berasal dari karakteristik jurnalis ataupun reporter yang ikut andil menentukan bagaimana isi pesan dari sebuah media dimuat. Sehingga dapat diartikan bahwa karakteristik dari individu yaitu berada pada profil dasar atau latar belakang, pendidikan, pengalaman, sikap, nilai-nilai, keyakinan, profesionalisme, dan kode etik.

(7)

13 b) Tingkat Rutinitas Media

Di tingkatan ini berkaitan dengan dampak pemberitaan yang berasal dari kebiasaan suatu media dalam mengemas berita. Rutinitas media dapat diartikan sebuah proses perputaran pengemasan berita yang telah dilakukan oleh awak media secara berulang-ulang. Rutinitas media ini tentunya memberikan sentuhan yang besar pada produksi sebuah berita. Rutinitas media membuat awak media memiliki sebuah prosedur tertentu yang harus dipatuhi yang bergantung pada media tempat ia bernaung. Hal ini dapat dimisalkan dengan seorang jurnalis yang menulis berita namun tidak memenuhi prosedur kepenulisan yang memang sudah ditetapkan di suatu media, otomatis tulisannya ini tidak memenuhi standar dan tidak akan diloloskan untuk dimuat.

Inilah bagaimana rutinitas media memengaruhi konten media.

Ada tiga unsur yang tidak dapat lepas dalam rutinitas media ini, yaitu organisasi media (processor), sumber berita (suppliers), dan khalayak (consumers). Tiga unsur yang menjadi akar dari bagaimana rutinitas media memengaruhi sebuah pembentukan berita. Rutinitas media lebih mengarah pada mekanisme bagaimana sebuah berita dibentuk, mulai dari siapa yang meliput, mengedit, dan lainnya.

Sources Suppliers

Routines Media Organization

Processing

Audience Consumers

(8)

14 Sumber : (J.Shoemaker & D.Reese, 1996)

Unsur organisasi media (processing) adalah unsur yang memiliki pengaruh besar. Posisi penting pada unsur ini adalah editor atau yang bisa disebut sebagai gatekeeper. Posisi editorlah yang memiliki kontrol terhadap kelayakan sebuah berita dimuat.

Unsur sumber berita (Suppliers) adalah sebuah unsur informasi yang berasal dari orang-orang, lembaga-lembaga, partai politik dan lainnya yang didapat jurnalis di lapangan. Dimana lembaga-lembaga ini akhirnya juga memengaruhi isi sebuah berita, karena untuk menciptakan prinsip saling menguntungkan jurnalis yang mudah mendapatkan bahan berita diminta untuk memberitakan lembaga tersebut dengan kesan yang positif atau bisa dikatakan sebuah pencitraan.

Unsur khalayak (consumers) adalah sebuah unsur yang berpengaruh pada tingkatan ini. Dimana sebuah media mengikuti kemauan dari khalayaknya.

Sehingga perlunya media memberikan perhatian pada nilai-nilai berita apa yang menjadi kesukaan dari khalayaknya. Karena pada akhirnya sebuah berita akan sampai di tangan khalayaknya. Agar mudah diterima sebuah pemberitaan dikemas dengan susunan cerita yang ringan dan nyaman untuk dibaca seperti di media daring saat ini. Namun, karena

peran media tidak hanya sekedar untuk menghibur khalayak, maka sebuah media juga tetap harus memberikan berita yang objektif dan bermutu.

c) Tingkat Organisasi Media

Di tingkatan ini pengaruh yang diberikan jelas lebih besar ketimbang pengaruh dari individu dan rutinitas media. Dalam tingkatan ini yang ditekankan adalah struktur manajemen organisasi suatu media, kebijakan suatu media, dan tujuan suatu media. Pada tingkatan ini dapat jelas terlihat jika sebuah pemberitaan berpedoman pada kebijakan suatu media dimana berita itu dibuat dan kebijakan

(9)

15

itu dirancang oleh pemilik media. Jadi pada tingkatan ini struktur manajemen media juga berpusat pada pemilik media. Hal ini dapat dimisalkan dengan jika pemilik media A adalah seorang politikus, maka secara otomatis media yang ia miliki akan membangun citra yang terkesan positif untuk membantunya dalam kampanyenya. Hal inilah yang akan berpengaruh pada konten media tersebut terbentuk.

Media pada umumnya bertujuan mencari profit untuk kelangsungan hidupnya, namun kembali lagi karna campur tangan pemilik, sebuah media bisa saja sebuah pemberitaan yang dihasilkan menguntungkan pihak pemilik saja.

d) Tingkat Ekstramedia

Di tingkatan ini pengaruh yang ditimbulkan dari luar organisasi media atau bisa disebut ekstramedia. Unsur-unsur yang menjadi pengaruh pada tingkatan ini diantaranya adalah sumber berita, pengiklan dan penonton, campur tangan pemerintah, pangsa pasar dan teknologi yang sedang berkembang.

Sumber berita dalam tingkatan ini memiliki peran yang cukup besar, karena seorang jurnalis untuk mengulik sebuah berita pastilah membutuhkan informasi-informasi yang bisa dijadikan bahan untuk berita tersebut. Hal ini akan berimbas pada berita yang ditulis. Perspektif dari sumber berita akan dijadikan bahan atau nilai dari sebuah berita tersebut. Namun terkadang sumber berita bisa saja memberikan informasi yang tidak sesuai dengan peristiwa yang ada sehingga hal ini dapat menimbulkan ketimpangan pada sebuah berita.

Unsur pengiklan dan penonton ataupun pembaca pada tingkatan ini juga membawa pengaruh pada isi berita. Bagaimanapun sebuah media untuk terus melangsungkan hidup memerlukan biaya. Dan biaya ini didapat dari keuntungan kedua hal ini. Iklan berpengaruh karena isi media secara otomatis menyesuaikan target konsumen dari pengiklan. Agar tidak bertentangan dengan produk iklannya. Semakin besar biaya atau modal yang diturunkan semakin besar pula kekuatan dari pengiklan memengaruhi isi konten suatu media.

(10)

16

Unsur campur tangan pemerintah dapat diartikan sebagai kontrol pemerintah dalam memengaruhi isi media. Pemerintah dapat melakukan kontrol pada suatu media agar tidak bertolak belakang dengan kebijakan yang ada.

Unsur selanjutnya adalah pangsa pasar, dimana suatu media melakukan berbagai macam cara untuk menarik perhatian penonton atau pembacanya.

Semakin menarik suatu konten yang dibuat maka semakin menarik minat pembaca atau penonton. Bahkan dapat menarik minat pengiklan pula yang nantinya bisa memenuhi modal untuk suatu media terus berjalan.

Unsur terakhir adalah teknologi yang terus berkembang, dimana sebuah teknologi dapat memberikan efek mudahnya suatu berita sampai pada khalayaknya. Bahkan di saat ini sudah banyak media-media yang juga menggunakan media daring untuk mencapai targetnya.

e) Tingkat Ideologi

Di tingkatan ini idelologi dilihat sebagai suatu rancangan berpikir tertentu yang digunakan individu untuk menerjemahkan realitas dan bagaimana cara menghadapinya. Jika tingkatan lainnya nampak kasat mata, sedangkan idelogi adalah suatu hal yang abstrak. Tingkatan ini berkaitan dengan bagaimana seseorang menerjemahkan realitas dalam sebuah media.

Bila dipahami, ideologi adalah suatu hal tumbuh di badan suatu media. Idelogi menjadi akar dari suatu media dalam bertindak. Sehingga idelogi membentuk karakter suatu media tersebut.

Pada intinya media memiliki ideologi masing-masing yang berasal dari kelas- kelas yang berkuasa atas media tersebut. Media dijadikan sebuah jalur distribusi untuk pemikiran kelompok tertentu. Ideologi ini juga dapat dilihat dari cara sebuah media memuat sebuah pemberitaan namun ada beberapa media juga yang tidak menonjolkannya, itu semua kembali lagi pada kebijakan media.

Berdasarkan teori hirarki pengaruh isi media, perempuan berprestasi dalam penelitian ini dikonstruksi pada tingkat individu dan tingkat ekstramedia. Pada

(11)

17

tingkat individu, yang berperan paling besar adalah jurnalis atau penulis itu sendiri. Kemudian pada tingkat ekstramedia, pangsa pasar menjadi hal yang diutamakan.

2.6 Analisis Framing Teks Media

Dalam menganalisis suatu teks media, terdapat berbagai macam model analisis yang disuguhkan. Diantaranya ialah analisis wacana (discourse analysis), analisis semiotik, analisis isi (content analysis), dan analisis bingkai (framing analysis).

Analisis wacana (discourse analysis) ialah sebuah studi tentang bermacam- macam fungsi (pragmatik) bahasa. Dimana struktur pesan dalam komunikasi dikaji.

Namun, analisis wacana tidak sekedar memperhatikan unsur tektual, tetapi juga memperhatikan konteks dan proses produksi serta konsumsi dari sebuah teks. Analisis semiotik menurut Preminger dalam (Sobur, 2006) adalah sebuah ilmu yang mempelajari tanda-tanda. Dimana semiotik menganggap suatu fenomena baik sosial ataupun masyarakat dan kebudayaan merupakan tanda-tanda. Spesifiknya, semiotik mengkaji sistem-sistem, aturan, konvensi yang diduga dari setiap tanda-tanda tersebut memiliki arti. Analisis isi (content analysis) ialah sebuah analisis mendalam tentang informasi yang tertulis, terutama pada media massa. Dalam analisis ini menggunakan sebuah teknik symbol coding untuk menjabarkan lambang atau pesan secara terstruktur.

Kemudian, analisis bingkai (framing analysis) adalah sebuah analisis yang melihat bagaimana suatu media memahami, memaknai, dan membingkai sebuah kejadian yang dimuat. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis framing.

Framing sendiri telah banyak digunakan dalam ilmu komunikasi yang bertujuan untuk menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realitas oleh media. Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi

(12)

18

khalayak sesuai perspektifnya (Sobur, Analisis Teks Media, 2006). Jurnalis media massa biasanya memilih sepaket asumsi untuk membentuk suatu pemilihan judul berita, struktur berita, dan keberpihakannya kepada seseorang atapun suatu kelompok tertentu, walaupun terkadang keberpihakan ini tanpa disadari. Dari penjelasan ini dapat diketahui bahwa setiap media memiliki kecenderungan berpihak pada suatu kalangan tertentu.

Analisis framing adalah suatu kreativitas yang kesimpulan akhirnya bisa jadi berbeda, bila dilakukan oleh analis yang berbeda pada suatu kasus yang sama. Hal ini disebabkan karena analis yang seorang manusia bebas dalam menerjemahkan lingkungannya (Eriyanto, 2002). Dengan kacamata analisis framing, kita dapat melihat bagaimana suatu media membangun, mempertahankan, mengubah, ataupun meruntuhkan suatu ideologi melalui berita.

Secara sederhana, analisis framing digunakan untuk membongkar bagaimana suatu realitas dibingkai oleh suatu media. Karena sebuah pembingkaian tentunya dibangun dari sebuah konstruksi. Apa yang disajikan media sesungguhnya bukanlah sebuah realitas yang apa adanya namun hasil dari proses konstruksi. Dan hal ini sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Semakin diperhatikan, semakin dapat terlihat jelas bahwa hubungan pembingkaian dan konstruksi ini adalah hubungan yang saling terikat.

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa framing adalah suatu analisis yang tepat untuk mengetahui bagaimana media membungkus beritanya yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja menunjukkan keberpihakannya. Karena dalam analisis framing juga menekankan pada bagaimana suatu realitas ataupun peristiwa dikonstruksi oleh media sedemikian rupa. Bagaimana pembingkaian oleh suatu media memberikan makna bagi suatu peristiwa. Sehingga dalam pemberitaan yang diperhatikan bukanlah media tersebut memberikan sentuhan negatif atau positif namun bagaimana sebuah pembingkaian dikembangkan oleh suatu media dan bagaimana media menunjukkan keberpihakannya.

(13)

19

Analisis framing memiliki 4 model, yaitu model Murray Edelman, model Robert N. Entman, model William A. Gamson dan Andre Modigliani, dan model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Model Murray Edelman menjelaskan bahwa framing adalah sebuah kategorisasi, yaitu dimana suatu pandangan diikuti dengan kata- kata tertentu yang menunjukkan bagaimana realitas dipahami. Segala sesuatu yang kita pahami seputar realitas bergantung pada bagaimana kita menafsirkan realitas itu sendiri. Pandangan masyarakat pada realitas dibatasi oleh kategorisasi atau klasifikasi oleh media. Model Robert N. Entman memiliki dua unsur utama yaitu seleksi isu dan penonjolan aspek tertentu dari suatu realitas. Menurut model ini, framing dibangun dengan seleksi dari beberapa pemahaman suatu realitas kemudian dibuat lebih kentara dalam suatu teks supaya dapat menunjukkan suatu permasalahan tertentu. Model William A. Gamson dan Andre Modigliani menjelaskan framing dalam bentuk kemasan (package). Kemasan (package) adalah suatu struktur pemaknaan oleh individu dalam mengkonstruksi pesan-pesan yang individu tersebut sampaikan dan penafsiran dari pesan-pesan yang mereka terima. Terakhir model Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki memiliki empat struktur yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.

Sintaksis adalah suatu rangkaian kata atau frase dalam kalimat. Sintaksis umumnya berbentuk piramida terbalik yaitu, judul headline, lead, episode, latar dan penutup.

Sintaksis menunjukkan bagaimana jurnalis memahami sebuah kejadian. Skrip adalah bagaimana jurnalis membentuk suatu kejadian ke dalam sebuah kisah yang menarik dengan menggunakan unsur 5 W + 1 H. Tematik berkaitan dengan bagaimana seorang jurnalis melihat suatu kejadian yang kemudian ia paparkan dalam bentuk kalimat dan hubungan antar kalimat. Karena setiap jurnalis dalam menuliskan berita memiliki tema masing-masing atas suatu kejadian. Biasanya dalam struktur ini unsur yang diamati adalah koherensi dan proposisi. Retoris adalah sebuah penekanan dan penonjolan yang digambarkan jurnalis terhadap fakta. Unsur yang biasanya diamati dalam struktur ini adalah kata yang dipilih, gambar atau foto, idiom ataupun grafik.

(14)

20

Dari penjabaran model-model analisis framing di atas, model Murray Edelman dan Robert N. Entman memiliki penjelasan yang cukup rinci namun kurang pada cara penekanan faktanya. Untuk menganalisis kalimat dan grafis atau visual yang ada pada suatu berita belum detail. Kedua model ini cenderung pada fakta apa yang dipilih dan pemahaman dari suatu kejadian. Model William A. Gamson dan Andre Modigliani cenderung pada hal-hal yang menggiring perspektif masyarakat sehingga menimbulkan kesimpulan bahwa suatu gagasan yang ditawarkan adalah sebuah kebenaran yang meyakinkan dan wajar. Namun, tidak begitu rinci pada seleksi isu dan penekanannya. Kemudian, model terakhir ialah model Zhongdang Pan dan Gerald M.

Kosicki dilihat peneliti lebih lengkap dari segi struktural berita, sehingga mencakup bagaimana mengamati skema berita, kelengkapan berita, penonjolan dan penekanan suatu isu atau kejadian dan cara analisis dari segi visual seperti grafik, foto/gambar.

Jadi, model analisis framing milik Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki lebih tepat dan cocok digunakan dalam penelitian ini.

2.7 Model Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicky

Dalam analisis framing yang dilihat adalah bagaimana suatu media memahami, memaknai kemudian membingkai suatu kasus ataupun peristiwa yang akan diberitakan. Dan setiap media pastinya memiliki suatu pola konstruksi yang berbeda yang menyebabkan perbedaan pembingkaian. Analisis framing juga memerhatikan pembentukan pesan dari teks yang disajikan. Framing dapat diartikan sebagai suatu proses menonjolkan suatu isu tertentu dan memberikan porsi lebih pada isu tersebut agar khalayak memberikan perhatiannya pada isu itu.

Model framing Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicky adalah model modifikasi dari dimensi operasional analisis wacana van Dijk (Sobur, Analisis Teks Media, 2006). Pan dan Kosicky berpendapat ada dua konsep yang memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Konsepsi psikologis dan konsepsi sosiologis. Konsepsi psikologis yaitu dimana seseorang memproses suatu informasi dalam dirinya. Pada

(15)

21

konsep ini framing ditempatkan sebagai penonjolan suatu isu dalam sisi kognisi seseorang. Dimana suatu isu yang sudah diseleksi akan menjadi lebih penting dan menjadi bahan pertimbangan dalam membuat keputusan tentang realitas. Kemudian konsepsi sosiologis yaitu bagaimana sebuah konstruksi sosial atas realitas. Disini frame memiliki fungsi sebagai alat yang membuat suatu realitas lebih mudah dipahami dan dimengerti. Bisa dikatakan juga bahwa frame adalah alat penerjemah pengalaman sosial untuk memahami diri individu dan realitas yang ada diluar dirinya (Eriyanto, 2002).

Hubungan konsep psikologis dan sosiologis dapat dilihat melalui cara jurnalis mengkonstruksi sebuah kejadian menjadi sebuah berita. Jurnalis mengkonstruksi sebuah berita tidak hanya berdasarkan pemahamannya saja tetapi ada hal lain yang memengaruhinya. Diantaranya keterlibatan nilai sosial dalam mengkonstruksi berita, memperhitungkan khalayak saat penulisan berita, standar kerja dan standar profesional untuk jurnalis.

Model analisis framing Zhongdang Pan dan Gerard M.Kosicky memiliki pendapat bahwa setiap berita mempunyai frame yang memiliki fungsi sebagai pusat dari organisasi ide, yang kemudian dihubungkan dengan unsur-unsur dalam teks berita.

Suatu perangkat yang dapat dijadikan penanda bahwa suatu berita telah diframing dapat dikenali dengan melihat struktur pemilihan kata atau simbol yang terbentuk melalui aturan tertentu.

Model ini memiliki empat struktur yang terdiri dari sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Sintaksis berhubungan dengan penyusunan kejadian yang dilakukan oleh jurnalis yang dilihat dari pernyataan, opini, kutipan dan pengamatan atas suatu kejadian. Struktur ini melihat bagaimana jurnalis memahami suatu kejadian dan membangun fakta-fakta yang ada ke dalam susunan berita. Hal ini dapat diamati dari lead, latar headline, kutipan, dan lainnya yang terdapat pada bagan berita. Skrip adalah cara bagaimana seorang jurnalis mengemas sebuah kejadian menjadi sebuah cerita

(16)

22

yang lengkap. Struktur tematik adalah cara jurnalis menuangkan cara pandangnya atas peristiwa ke dalam bentuk proposisi, kalimat, atau hubungan antar kalimat hingga terbentuk teks keseluruhan. Terakhir adalah struktur retoris yaitu struktur yang berkaitan dengan cara jurnalis memberikan penegasan tertentu dalam tubuh berita.

Struktur ini mengamati pemilihan kata, idiom, grafik, ataupun foto, dan gambar yang bukan sekedar sebagai pendukung berita namun sebagai alat penegasan untuk pembacanya (Eriyanto, 2002).

2.8 Penelitian Terdahulu

Pencantuman penelitian terdahulu digunakann sebagai acuan peneliti dalam mengkaji penelitian yang sedang dilakukan. Penelitian terdahulu juga dijadikan sebagai bahan referensi peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil dua acuan penelitian terdahulu.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Hasfi, seorang dosen Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro pada tahun 2011 yang berjudul Representasi Perempuan Pelaku Kejahatan (Woman Offender) di Media Massa : Analisa Pemberitaan Malinda Dee. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat bias gender pada pemberitaan tetang Malinda Dee. Dimana Malinda dijadikan obyek kekerasan simbolik sehingga muncul stereotype dan pelabelan oleh media massa. Hal-hal yang disorot dalam pemberitaan Malinda juga cenderung keluar dari konteks persoalan yang menjeratnya yaitu kasus penipuannya.

Penelitian tentang konstruksi media online terhadap perempuan koruptor yang dilakukan oleh Wien Hesthi Rahayu pada tahun 2014, seorang mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang. Penelitian ini berfokus untuk mengetahui kosntruksi yang dilakukan oleh media Detik.com dan Kompas.com terhadap kasus korupsi Ratu Atut Chosiyah sebagai perempuan koruptor. Dalam penelitiannya Wien menggunakan metode kualitatif interpretatif dan menggunakan teori bungkam.

(17)

23

Hasil dari penelitian Wien Hesthi adalah bahwa Detik.com memposisikan Ratu Atut Chosiyah sebagai perempuan yang bersalah dan korupsi yang telah ia lakukan tidak dapat ditolerir. Dan Detik.com cenderung menyudutkan perempuan dengan cara yang frontal. Hal ini disebabkan karena ideoogi dari pemilik Detik.com. Sedangkan Kompas.com mengkonstruksi pemberitaan Ratu Atut dengan cara yang berbeda.

Kompas.com lebih menunjukkan dari sisi hukum. Hal ini dikarenakan Kompas.com yang berpusat pada khalayaknya yang kebanyakan lebih berpendidikan.

Meskipun Detik.com maupun Kompas.com memberikan penilaian bahwa Ratu Atut adalah seorang perempuan yang tidak amanah, kedua media juga mengkonstruksi bahwa Ratu Atut adalah seorang perempuan yang memiliki banyak peran. Baik peran seorang ibu, istri dan lainnya.

Penelitian yang dilakukan Wien Hesthi dan Nurul Hasfi dengan yang sedang peneliti lakukan memiliki persamaan yaitu sama-sama meneliti tentang perempuan.

Namun, memiliki perbedaan Wien Hesthi meneliti tentang konstruksi sosok perempuan koruptor di media online Detik.com dan Kompas.com sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti saat ini adalah penelitian mengenai konstruksi perempuan berprestasi di media daring Liputan6.com dan Viva.co.id. Begitu pula dengan penelitian Nurul Hasfi yang meneliti tentang pemberitaan Malinda Dee yang dianggap sebagai pelaku kejahatan sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti lebih mengarah pada perempuan-perempuan yang berprestasi atau perempuan yang menjadi pemimpin.

Referensi

Dokumen terkait

Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai pengisi dan bahan pengikat serat-serat tersebut yang disebut matrik.. Didalam komposit unsur

a. Pembinaan, penyelenggaraan, pengembangan, dan pemberdayaan sumberdaya manusia kesehatan diberbagai tingkatan dan/atau organisasi memerlukan komitmen yang kuat dari

Mendistribusikan hasil dari BSC ke seluruh tingkatan organisasi akan memberi kesempatan bagi karyawan untuk mendiskusikan tentang strategi organisasi, baik dari segi hasil

Unsur yang dikandung oleh baja pada umumnya adalah karbon, selain itu untuk mendapatkan sifat tertentu dari material baja tentu diperlukan penambahan unsur lain

Hidung adalah organ yang terdiri dari dua bagian yaitu hidung luar dan cavum nasi.. Hidung luar memiliki dua lubang yang disebut

Hasil kinerja karyawan termasuk dalam tingkatan kinerja tertentu, misalnya tingkat kinerja tinggi, tingkat kinerja menengah atau rendah atau sering disebut dengan istilah mencapai

Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai pengisi dan bahan pengikat serat-serat tersebut yang disebut matrik.. Didalam komposit unsur

pendapatan yang dimiliki setiap jiwa disebut dengan pendapatan perkapita dimana pendapatan perkapita menjadi tolak ukur kemajuan atau pengembangan ekonomi.Pendapatan merupakan unsur