• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 POLIMER

Polimer (poly = banyak; mer = bagian) adalah suatu molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk dari susunan ulang molekul kecil yang terikat melalui ikatan kimia. Suatu polimer akan terbentuk bila seratus atau seribu unit molekul yang kecil yang disebut monomer, saling berikatan dalam suatu rantai (Azizah, U. 2004).

Polimer umumnya diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok antara lain atas dasar jenis monomer, asal monomer, sifat termal dan reaksi pembentuknya.

2.1.1 Polimer Berdasarkan Asalnya

Berdasarkan asalnya, polimer dibedakan atas polimer alam dan polimer buatan (Azizah, U. 2004). Polimer alam yang telah kita kenal antara lain : selulosa, protein, karet alam dan sejenisnya. Pada mulanya manusia menggunakan polimer alam hanya untuk membuat perkakas dan senjata, tetapi keadaan ini hanya bertahan hingga akhir abad 19 dan selanjutnya manusia mulai memodifikasi polimer menjadi plastik. Polimer buatan dapat berupa polimer regenerasi dan polimer sintetis.

Polimer regenerasi adalah polimer alam yang dimodifikasi. Contohnya rayon, yaitu serat sintetis yang dibuat dari kayu (selulosa). Polimer sintetis adalah polimer yang dibuat dari molekul sederhana (monomer) dalam pabrik. Beberapa contoh polimer yang dibuat oleh pabrik adalah nylon dan poliester, kantong plastik dan botol, pita karet, dll. Plastik yang pertama kali dibuat secara komersial adalah nitroselulosa. Material plastik telah berkembang pesat dan sekarang mempunyai peranan yang sangat penting dibidang elektronika, pertanian, tekstil,

(2)

transportasi, furniture, konstruksi, kemasan kosmetik, mainan anak – anak dan produk – produk industri lainnya.

2.1.2 Polimer Berdasarkan Sifat Thermalnya

Sifat-sifat polimer ditentukan oleh empat hal, yaitu : panjangnya rantai, gaya antar molekul, percabangan dan ikatan silang antar rantai polimer. Kekuatan dan titik leleh polimer naik dengan bertambah panjangnya rantai polimer.

Bila gaya antar molekul pada rantai polimer besar, maka polimer menjadi kuat dan sukar meleleh. Rantai polimer yang bercabang banyak daya regangnya rendah dan lebih mudah meleleh. Ikatan silang antar rantai menyebabkan terjadinya jaringan yang kaku dan membentuk bahan yang keras.

Makin banyak ikatan silang makin kaku polimer dan mudah patah.

Polimer yang mempunyai ikatan silang bersifat termoset artinya hanya dapat dipanaskan satu kali yaitu pada saat pembuatannya, selanjutnya apabila pecah tak dapat disambungkan lagi dengan pemanasan , karena susunan molekul- molekulnya pada ikatan silang antar rantai akan rusak apabila dipanaskan lagi.

Yang termasuk plastik thermoset adalah : PU (Poly Urethene), UF (Urea Formaldehyde), MF (Melamine Formaldehyde), polyester, epoksi dll.

Sebaliknya polimer yang tidak mempunyai ikatan silang bersifat termoplastik artinya dapat dipanaskan berulang-ulang. Ketika dipanaskan, Polimer yang bersifat termoplastik meleleh dan kembali mengeras ketika didinginkan. Jadi apabila pecah polimer termoplastik dapat disambungkan kembali denan cara dipanaskan atau dapat dicetak ulang dengan cara dipanaskan. Yang termasuk plastik thermoplast antara lain : PE, PP(Polypropilene), PS(Polystirene), ABS(acrylonitrile butadiene styrene), SAN, nylon, PET, BPT, Polyacetal (POM), PC, dll.

Untuk membuat barang-barang plastik agar mempunyai sifat-sifat seperti yang dikehendaki, maka dalam proses pembuatannya selain bahan baku utama diperlukan juga bahan tambahan atau aditif.

(3)

Penggunaan bahan tambahan ini beraneka ragam tergantung pada bahan baku yang digunakan dan mutu produk yang akan dihasilkan. Berdasarkan fungsinya , maka bahan tambahan atau bahan pembantu proses dapat dikelompokkan menjadi : bahan pelunak (plasticizer), bahan penstabil (stabilizer), bahan pelumas (lubricant), bahan pengisi (filler), pewarna (colorant), antistatic agent, blowing agent, flame retardant dan sebagainya. (Mujiarto, I. 2005)

2.1.3 Polimer Berdasarkan Reaksi Pembentuknya

Dua jenis utama dari reaksi polimerisasi adalah polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi.

a. Polimer Adisi

Reaksi pembentukan teflon dari monomer-monomernya tetrafluoroetilen, disebut reaksi adisi. Perhatikan Gambar 2.1 yang menunjukkan bahwa monomer etilena mengandung ikatan rangkap dua, sedangkan di dalam polietilena tidak terdapat ikatan rangkap dua.

Gambar 2.1. Struktur Molekul Monomer dan Polietilen

Monomer etilena mengalami reaksi adisi membentuk polietilena yang digunakan sebagai tas plastik, pembungkus makanan, dan botol. Pasangan elektron ekstra dari ikatan rangkap dua pada tiap monomer etilena digunakan untuk membentuk suatu ikatan baru menjadi monomer yang lain.

Menurut jenis reaksi adisi ini, monomer-monomer yang mengandung ikatan rangkap dua saling bergabung, satu monomer masuk ke monomer yang lain, membentuk rantai panjang.

(4)

Produk yang dihasilkan dari reaksi polimerisasi adisi mengandung semua atom dari monomer awal. Berdasarkan Gambar 2.1, yang dimaksud polimerisasi adisi adalah polimer yang terbentuk dari reaksi polimerisasi disertai dengan pemutusan ikatan rangkap diikuti oleh adisi dari monomermonomernya yang membentuk ikatan tunggal. Dalam reaksi ini tidak disertai terbentuknya molekul-molekul kecil seperti H2O atau NH3.

b. Polimer Kondensasi

Polimer kondensasi terjadi dari reaksi antara gugus fungsi pada monomer yang sama atau monomer yang berbeda. Dalam polimerisasi kondensasi kadang- kadang disertai dengan terbentuknya molekul kecil seperti H2O, NH3, atau HCl.

Di dalam jenis reaksi polimerisasi yang kedua ini, monomer-monomer bereaksi secara adisi untuk membentuk rantai. Namun demikian, setiap ikatan baru yang dibentuk akan bersamaan dengan dihasilkannya suatu molekul kecil (biasanya air) dari atom-atom monomer. Pada reaksi semacam ini, tiap monomer harus mempunyai dua gugus fungsional sehingga dapat menambahkan pada tiap ujung ke unit lainnya dari rantai tersebut. Jenis reaksi polimerisasi ini disebut reaksi kondensasi.

Dalam polimerisasi kondensasi, suatu atom hidrogen dari satu ujung monomer bergabung dengan gugus–OH dari ujung monomer yang lainnya untuk membentuk air. Reaksi kondensasi yang digunakan untuk membuat satu jenis nilon ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Reaksi Kondensasi Nylon

Kondensasi terhadap dua monomer yang berbeda yaitu 1,6 – diaminoheksana dan asam adipat yang umum digunakan untuk membuat jenis nylon.

(5)

Nylon diberi nama menurut jumlah atom karbon pada setiap unit monomer. Dari gambar diatas terdapat enam atom karbon di setiap monomer sehingga jenis nylon ini disebut nylon 66.

Contoh lain dari reaksi polimerisasi kondensasi adalah bakelit yang bersifat keras, dan dracon, yang digunakan sebagai serat pakaian dan karpet, pendukung pada tape – audio dan tape – video, dan kantong plastik. (Azizah, U. 2004).

2.2 RESIN POLYESTER

Unsaturated Polyester Resin (UPR) merupakan jenis resin termoset atau lebih populernya sering disebut polyester saja. UPR berupa resin cair dengan viskositas yang cukup rendah, mengeras pada suhu kamar dengan penggunaan katalis tanpa menghasilkan gas sewaktu pengesetan seperti banyak resin termoset lainnya.

Unsaturated Polyester Resin (UPR) yang digunakan dalam penelitian ini adalah seri Yukalac 157® BQTN-EX Series, dimana memiliki beberapa spesifikasi sendiri, yaitu :

Tabel.2.1. Spesifikasi Unsaturated Polyester Resin Yukalac 157® BTQN-EX

Item Satuan Nilai Tipikal Catatan

Berat Jenis N/cm3 1,215 250 C

Kekerasan - 40 Barcol/GYZJ 934-1

Suhu distorsi panas oC 70

% 0,188 24 jam

Penyerapan air

( suhu ruang) % 0,466 7 hari

Kekuatan Fleksural kg/mm2 9,4 _

Modulus Fleksural kg/mm2 300 _

(6)

Daya Rentang kg/mm2 5,5 _

Modulus Rentang kg/mm2 300 _

Elongasi % 1,6 _

(Sumber : Justus, 2001 dalam Nurmaulita,2010)

Catatan untuk sifat-sifat Resin:

Kekentalan (Poise, pada 25oC ) : 4,5 – 5,0 Thixotropic Index : > 1,5 Waktu gel (menit, pada 30oC) : 20-30

Lama dapat disimpan (bulan) : < 6, pada 25oC.

Formulasi : Bagian

Resin : 100

MEKPO : 1

Serat polyester mempunyai kekuatan yang tinggi dan E-modulus serta penyerapan air yang rendah dan pengerutan yang minimal bila dibandingkan dengan serat industri yang lain. Kain poliester tertenun digunakan dalam pakaian konsumen dan perlengkapan rumah seperti seprei ranjang, penutup tempat tidur, tirai dan korden. Poliester industri digunakan dalam pengutan ban, tali, kain buat sabuk mesin pengantar (konveyor), sabuk pengaman, kain berlapis dan penguatan plastik dengan tingkat penyerapan energi yang tinggi. Fiber fill dari poliester digunakan pula untuk mengisi bantal dan selimut penghangat.

Poliester juga digunakan untuk membuat botol, film, tarpaulin, kano, tampilan kristal cair, hologram, penyaring, saput (film) dielektrik untuk kondensator, penyekat saput buat kabel dan pita penyekat. Poliester kristalin cair

(7)

merupakan salah satu polimer kristalin cair yang digunakan industri yang pertama dan digunakan karena sifat mekanis dan ketahanan terhadap panasnya. Kelebihan itu penting dalam penggunaannya sebagai segel mampu kikis dalam mesin jet.

Poliester keras panas (thermosetting) digunakan sebagai bahan pengecoran, dan resin poliester chemosetting digunakan sebagai resin pelapis kaca serat dan dempul badan mobil yang non logam. Poliester tak jenuh yang diperkuat kaca serat banyak digunakan dalam bagian badan dari kapal pesiar serta mobil.

Poliester digunakan pula secara luas sebagai penghalus (finish) pada produk kayu berkualitas tinggi seperti gitar, piano, dan bagian dalam kendaraan / perahu pesiar.

Perusahaan Burns London, Rolls-Royce, dan Sunseeker merupakan segelinter perusahaan yang memakai poliester untuk memperhalus produk-produk mereka.

Sifat-sifat tiksotropi dari poliester yang bisa dipakai sebagai semprotan membuatnya ideal untuk digunakan pada kayu gelondongan bijian-terbuka, sebab mampu mengisi biji kayu dengan cepat, dengan ketebalan saput yang terbentuk dengan kuat per lapisan. Poliester yang diawetkan bisa diampelas dan dipoleskan ke produk akhir. Poliester adalah suatu kategori polimer yang mengandung gugus fungsional ester dalam rantai utamanya. (Wikipedia B, 2010).

2.3 KOMPOSIT

Komposit adalah penggabungan dari dua (atau lebih) material yang berbeda sebagai suatu kombinasi yang menyatu. Misalnya berbagai badan perahu layar dibuat dari plastik yang diperkuat serat (FRP), dimana serat biasanya adalah gelas dan plastiknya umumnya poliester.

Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai pengisi dan bahan pengikat serat-serat tersebut yang disebut matrik.

Didalam komposit unsur utamanya adalah serat, sedangkan bahan pengikatnya menggunakan bahan polimer yang mudah dibentuk dan mempunyai daya pengikat yang tinggi. Penggunaan serat sendiri yang utama adalah untuk menentukan karakteristik bahan komposit, seperti : kekakuan, kekuatan serta sifat-sifat mekanik lainnya. Sebagai bahan pengisi serat digunakan untuk menahan sebagian besar gaya yang bekerja pada bahan komposit, matrik sendiri mempunyai fungsi

(8)

melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik terhadap gaya- gaya yang terjadi. Oleh karena itu untuk bahan serat digunakan bahan yang kuat, kaku dan getas, sedangkan bahan matrik dipilih bahan-bahan yang liat, lunak dan tahan terhadap perlakuan kimia.

Salah satu keuntungan material komposit adalah kemampuan material tersebut untuk diarahkan sehingga kekuatannya dapat diatur hanya pada arah tertentu yang kita kehendaki, hal ini dinamakan “ tailoring properties”. Dan ini adalah salah satu sifat istimewa komposit, yaitu ringan, kuat, tidak terpengaruh korosi, dan mampu bersaing dengan logam, tidak kehilangan karakteristik dan kekuatan mekanisnya.

2.3.1 Pengertian Komposit

Sebetulnya kita mengetahui bahwa material/bahan terdiri dari logam, polimer, keramik dan komposit. Masing-masing material mempunyai keunggulan masing-masing.

Komposit serat adalah komposit yang terdiri dari fiber didalam matriks.

Secara alami serat yang panjang mempunyai kekuatan yang lebih dibanding serat yang berbentuk curah (bulk). Serat panjang mempunyai struktur yang lebih sempurna karena struktur kristal tersusun sepanjang sumbu serat dan cacat internal pada serat lebih sedikit dari pada material dalam bentuk curah. Bahan pangikat atau penyatu serat dalam material komposit disebut matriks. Matriks secara ideal seharusnya berfungsi sebagai penyelubung serat dari kerusakan antar serat berupa abrasi, pelin-dung terhadap lingkungan (serangan zat kimia, kelembaban), pendukung dan mengin-filtrasi serat, transfer beban antar serat, dan perekat serta tetap stabil secara fisika dan kimia setelah proses manufaktur.

Matriks dapat berbentuk polimer, logam, karbon, maupun keramik.

(9)
(10)

Table 2.2. Sifat mekanik dari beberapa jenis material

Tensile yield strength

Flexural Strength

Tensile Modulus Of

Elasticity

Impact

Strength Density Type (acronym)

Ksi (Mpa) Elon Gatio n (%)

Ksi (Mpa) Ksi (Gpa) Pt lb/in (J/m) Lb/in3 (sp.gr.) Polytetrafluoroethylene

(PTFE) 4,5 31 300 - - 51 0,35 3 88 0,08 2,2

Polybutylene terephthlate

(PBT) 8 55 150 12 83 - - 0,8 23,6 0,05 1,31

Polysulfone (PSU) 16,2 70 75 15,4 106 360 2,48 1,3 38,3 0,04 1,24 Polymethilmethacrylate

(PMMA) 10,5 72 5 16 110 425 2,93 0,3 8,8 0,043 1,19 Polyamide-imide (PAI) 26 179 15 30 207 750 5,17 2,5 73,7 0,05 1,4

Phenolic (PF) 10 69 <1 11 76 1050 7,3 0,35 10,3 0,05 1,4 Polyimide (PI) 13 90 4 18 124 630 4,3 0,75 22 0,05 1,43

Epoxy (EP) 10,5 72 4 16 110 450 3,1 0,3 8,8 0,04 1,15 Polystyrene (PS) 7,5 51,7 1,5 12,5 86 480 3,3 0,3 8,8 0,04 1,05

(11)

Polyethylene (PE) 1,9 13 600 - - 24 0,16 - - 0,034 0,9 Polyvinylchloride (PVC) 6,5 44,8 6 13 89 375 2,6 4 118 0,054 1,44

Polyester (UP) 9,4 40 1,6 5,5 60 300 17,5 0,4 10,6 0,034 1,1 Acrylomitrile butadiene

stryrene (ABS) 8 55 12 11 76 335 2,3 3 88 0,04 1,05

(Sumber : Budinski, Kenneth. 2000)

(12)

2.3.2 Klasifikasi Bahan Komposit

Klasifikasi komposit dapat dibentuk dari sifat dan strukturnya. Bahan komposit dapat diklasifikasikan kedalam beberapa jenis. Secara umum klasifikasi komposit sering digunakan antara lain seperti :

Klasifikasi menurut kombinasi material utama, seperti metal-organic atau metal anorganic.

1. Klasifikasi menurut karakteristik bulk-form, seperti sistem matrik atau laminate.

2. Klasifikasi menurut distribusi unsur pokok, seperti continous dan discontinous.

3. Klasifikasi menurut fungsinya, seperti elektrikal atau struktural (Schwart, M.M 1984).

Sedangkan klasifikasi untuk komposit serat (fiber-matrik composites) dibedakan menjadi beberapa macam antara lain ;

1. Fiber composites (komposit serat) adalah gabungan serat dengan matrik.

2. Flake composites adalah gabungan serpih rata dengan matrik.

3. Particulate composites adalah gabungan partikel dengan matrik.

4. Filled composites adalah gabungan matrik continous skeletal dengan matrik yang kedua.

5. Laminar composites adalah gabungan lapisan atau unsur pokok lamina (Schwart, M.M 1984).

Secara umum bahan komposit terdiri dari dua macam, yaitu bahan komposit partikel (particulate composite) dan bahan komposit serat (fiber composite). Bahan komposit partikel terdiri dari partikel-partikel yang di ikat oleh matrik. Bahan komposit partikel pada umumnya lebih lemah dibanding dengan bahan komposit serat, namun memiliki keunggulan seperti ketahan terhadap aus, tidak mudah retak, dan mempunyai daya pengikat dengan matrik yang baik.

Bahan komposit serat terdiri dari serat-serat yang diikat oleh matrik yang saling berhubungan. Bahan komposit serat ini terdiri dari dua macam, yaitu serat panjang (continuos fiber) dan serat pendek (short fiber atau whisker). Penggunaan bahan komposit serat sangat efisien dalam menerima beban dan gaya. Karena itu bahan

(13)

komposit serat sangat kuat dan kaku bila dibebani searah serat, sebaliknya sangat lemah bila dibebani dalam arah tegak lurus serat (Hadi, B.K.2001).

Dibawah ini digambarkan klasifikasi bahan komposit yang paling umum (Hadi, B.K.2001).

Gambar 2.3. Klasifikasi bahan komposit 2.3.3 Tipe Komposit Serat

Untuk memperoleh komposit yang kuat harus dapat memempatkan serat dengan benar. Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe serat pada komposit, yaitu :

1. Continuous Fiber Composite

Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriknya. Jenis komposit ini paling sering digunakan. Tipe ini mempunyai kelemahan pada pemisahan antar lapisan. Hal ini dikarenakan kekuatan antar lapisan dipengaruhi oleh matriknya

2. Woven Fiber Composite (bi-directional)

Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan akan melemah.

(14)

3. Discontinuous Fiber Composite

Discontinuous Fiber Composite adalah tipe komposit dengan serat pendek.

Tipe ini dibedakan lagi menjadi 3 (Gibson, Ronald F. 1994) : a) Aligned discontinuous fiber (serat pendek dengan tipe searah)

b) Off-axis aligned discontinuous fiber (serat pendek dengan tipe silang) c) Randomly oriented discontinuous fiber (serat pendek dengan tipe acak)

Gambar 2.4. Tipe discontinuous fiber 4. Hybrid Fiber Composite

Hybrid fiber composite merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat menganti kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya.

Gambar 2.5. Tipe komposit serat

(15)

2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Performa Komposit

Beberapa faktor yang mempengaruhi performa Fiber-Matrik Composites antara lain :

1. Faktor Serat

Serat adalah bahan pengisi matrik yang digunakan untuk dapat memperbaiki sifat dan struktur matrik yang tidak dimilikinya, juga diharapkan mampu menjadi bahan penguat matrik pada komposit untuk menahan gaya yang terjadi.

2. Letak Serat

Dalam pembuatan komposit tata letak dan arah serat dalam matrik yang akan menentukan kekuatan mekanik komposit, dimana letak dan arah dapat mempengaruhi kinerja komposit tersebut.

Menurut tata letak dan arah serat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu:

a. One dimensional reinforcement, mempunyai kekuatan dan modulus maksimum pada arah axis serat.

b. Two dimensional reinforcement (planar), mempunyai kekuatan pada dua arah atau masing-masing arah orientasi serat.

c. Three dimensional reinforcement, mempunyai sifat isotropic kekuatannya lebih tinggi dibanding dengan dua tipe sebelumnya.

Pada pencampuran dan arah serat mempunyai beberapa keunggulan, jika orientasi serat semakin acak (random) maka sifat mekanik pada 1 arahnya akan melemah, bila arah tiap serat menyebar maka kekuatannya juga akan menyebar kesegala arah maka kekuatan akan meningkat.

Gambar 2.6. Tiga tipe orientasi pada reinforcement

(16)

3. Panjang Serat

Panjang serat dalam pembuatan komposit serat pada matrik sangat berpengaruh terhadap kekuatan. Ada 2 penggunaan serat dalam campuran komposit yaitu serat pendek dan serat panjang. Serat panjang lebih kuat dibanding serat pendek. Serat alami jika dibandingkan dengan serat sintetis mempunyai panjang dan diameter yang tidak seragam pada setiap jenisnya. Oleh karena itu panjang dan diameter sangat berpengaruh pada kekuatan maupun modulus komposit. Panjang serat berbanding diameter serat sering disebut dengan istilah aspect ratio. Bila aspect 15 ratio makin besar maka makin besar pula kekuatan tarik serat pada komposit tersebut. Serat panjang (continous fiber) lebih efisien dalam peletakannya daripada serat pendek. Akan tetapi, serat pendek lebih mudah peletakannya dibanding serat panjang. Panjang serat mempengaruhi kemampuan proses dari komposit serat. Pada umumnya, serat panjang lebih mudah penanganannya jika dibandingkan dengan serat pendek. Serat panjang pada keadaan normal dibentuk dengan proses filament winding, dimana pelapisan serat dengan matrik akan menghasilkan distribusi yang bagus dan orientasi yang menguntungkan. Ditinjau dari teorinya, serat panjang dapat mengalirkan beban maupun tegangan dari titik tegangan ke arah serat yang lain. Sedangkan komposit serat pendek, dengan orientasi yang benar, akan menghasilkan kekuatan yang lebih besar jika dibandingkan continous fiber. Hal ini terjadi pada whisker, yang mempunyai keseragaman kekuatan tarik setinggi 1500 kips/in2 (10,3 GPa). Komposit berserat pendek dapat diproduksi dengan cacat permukaan yang rendah sehingga kekuatannya dapat mencapai kekuatan teoritisnya (Schwart, M.M 1984).

4. Bentuk Serat

Bentuk Serat yang digunakan untuk pembuatan komposit tidak begitu mempengaruhi, yang mempengaruhi adalah diameter seratnya. Pada umumnya, semakin kecil diameter serat akan menghasilkan kekuatan komposit yang lebih tinggi. Selain bentuknya kandungan seratnya juga mempengaruhi (Schwart, M.M 1984).

(17)

5. Faktor Matrik

Matrik dalam komposit berfungsi sebagai bahan mengikat serat menjadi sebuah unit struktur, melindungi dari perusakan eksternal, meneruskan atau memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat dan matrik, sehingga matrik dan serat saling berhubungan. Pembuatan komposit serat membutuhkan ikatan permukaan yang kuat antara serat dan matrik. Selain itu matrik juga harus mempunyai kecocokan secara kimia agar reaksi yang tidak diinginkan tidak terjadi pada permukaan kontak antara keduanya. Untuk memilih matrik harus diperhatikan sifat-sifatnya, antara lain seperti tahan terhadap panas, tahan cuaca yang buruk dan tahan terhadap goncangan yang biasanya menjadi pertimbangan dalam pemilihan material matrik.

6. Faktor Ikatan Fiber-Matrik

Komposit serat yang baik harus mampu menyerap matrik yang memudahkan terjadi antara dua fase (Schwart, M.M 1984). Selain itu komposit serat juga harus mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang tinggi, karena serat dan matrik berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian tegangan. Kemampuan ini harus dimiliki oleh matrik dan serat. Hal yang mempengaruhi ikatan antara serat dan matrik adalah void, yaitu adanya celah pada serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat menyebabkan matrik tidak akan mampu mengisi ruang kosong pada cetakan. Bila komposit tersebut menerima beban, maka daerah tegangan akan berpindah ke daerah void sehingga akan mengurangi kekuatan komposit tersebut. Pada pengujian tarik komposit akan berakibat lolosnya serat dari matrik. Hal ini disebabkan karena kekuatan atau ikatan interfacial antara matrik dan serat yang kurang besar (Schwart, M.M 1984).

7. Katalis

Katalis digunakan untuk membantu proses pengeringan resin dan serat. Waktu yang dibutuhkan resin untuk berubah menjadi plastik tergantung pada jumlah katalis yang dicampurkan. Semakin banyak katalis yang ditambahkan makin cepat proses curringnya. Apabila katalis berlebihan akan menghasilkan material yang getas ataupun resin bisa terbakar. Penambahan katalis yang baik

(18)

1% dari volume resin. Bila terjadi reaksi akan timbul panas antara 60 0C – 90 0C. Panas ini cukup untuk mereaksikan resin sehingga diperoleh kekuatan dan bentuk plastik yang maksimal sesuai dengan bentuk cetakan yang diinginkan.

2.4 PAPAN PARTIKEL

2.4.1 Pengertian Papan Partikel

Menurut Iskandar (2009), papan partikel adalah lembaran hasil pengempaan panas campuran partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya dengan perekat organik dan bahan lainnya.

Papan partikel adalah lembaran bahan yang terbuat dari serpihan kayu atau bahan-bahan yang mengandung lignoselulosa seperti keping, serpih, untai yang disatukan dengan menggunakan bahan pengikat organic dengan memberikan perlakuan panas, tekanan, kadar air, katalis dan sebagainya (FAO, 1997).

Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), papan partikel adalah produk panel yang dihasilkan dengan memanpatkan partikel-partikel kayu sekaligus mengikatnya dengan suatu perekat. Tipe-tipe papan partikel yang banyak itu sangat berbeda dalam hal ukuran dan bentuk partikel, jumlah resin (perekat) yang digunakan dan kerapatan panel yang dihasilkan.

Penggunaan papan partikel sangat luas, menurut Haygreen dan Bowyer (1996) pada sejumlah pemakaian, papan partikel digunakan sebagai pilihan lain terhadap kayu lapis.

Bahan baku papan partikel

Bahan utama papan partikel menurut Walker (1993), yaitu :

1. Sisa industri serbuk gergaji, pasahan dan potongan-potongan kayu 2. Sisa pengambilan kayu, penjarangan dan jenis bukan komersial

(19)

3. Bahan material berlignoselulosa bukan kayu seperti rami, ampas tebu, bambu, tandan kelapa sawit, serat nenas, enceng gondok dan lain-lain.

Adapun tipe-tipe partikel yang digunakan untuk bahan baku pembuatan papan partikel menurut Haygreen dan Bowyer (1996), yaitu :

a. Pasahan (shaving), partikel kayu kecil berdimensi tidak menentu yang dihasilkan apabila mengetam lebar atau mengetam sisi ketebalan kayu.

b. Serpih (flake), partikel kecil dengan dimensi yang telah ditentukan sebelumnya yang dihasilkan dengan peralatan yang telah dikhususkan.

c. Biskit (wafer), serupa serpih tetapi bentuknya lebih besar. Biasanya lebih dari 0,025 inci tebalnya dan lebih 1 inci panjangnya.

d. Tatal (chips), sekeping kayu yang dipotong dari suatu blok dengan pisau yang besar atau pemukul.

e. Serbuk gergaji, dihasilkan oleh pemotongan dengan gergaji.

f. Untaian, pasahan panjang tetapi pipih dengan permukaan yang sejajar.

g. Kerat, bentuk persegi potongan melintang dengan panjang paling sedikit 4 kali ketebalannya.

h. Wol kayu, keratin yang panjang, berombak, ramping.

2.4.2 Kegunaan Papan Partikel Kegunaan papan partikel

Penggunaan papan partikel (komposit) dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : a. Struktural Komposit

Dipergunakan untuk dinding, atap, bagian lantai, tangga, komponen kerangka, mebel dan lain-lain. Bahan yang digunakan untuk memikul beban di dalam penggunaannya, penggunaan perekat eksterior akan menghasilkan papan eksterior sedangkan pemakaian perekat interior akan menghasilkan papan partikel interior.

b. Non Struktural Komposit

(20)

Komposit ini tidak digunakan untuk memikul beban, penggunaan akhir produknya untuk pintu, jendela, mebel, bahan pengemas, pembatas ubin, bagian interior mobil dan lain-lain.

2.5 SERAT AMPAS TEBU (Saccharum Officinarum)

Tebu (bahasa inggris : sugar cane) merupakan tanaman perkebunan semusim, yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula. Klasifikasi botani tanaman tebu adalah sebagai berikut (Slamet, 2004) :

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Agiospermae Kelas : Monocotyledonae Famili : Poaceae

Genus : Saccharum

Spesies : Saccharum officinarum

Tanaman tebu mempunyai batang yang tinggi kurus, tidak bercabang, dan tumbuh tegak. Tanaman yang tumbuh baik, tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 meter atau lebih. Pada batangnya terdapat lapisan lilin yang berwarna putih keabu-abuan. Batangnya beruas-ruas dengan panjang ruas 10-30 cm. Daun berpangkal pada buku batang dengan kedudukan yang berseling (Penebar Swadaya, 2000).

Tebu dapat hidup dengan baik pada ketinggian tempat 5-500 meter di atas permukaan laut (mdpl), pada daerah beriklim panas dan lembab dengan kelembaban > 70%, hujan yang merata setelah tanaman berumur 8 bulan dan suhu udara berkisar antara 28-34oC. (Slamet, 2004).

2.5.1 Ampas Tebu (Bagasse)

Ampas Tebu (bagase) adalah bahan sisa berserat dari batang tebu yang telah mengalami ekstaksi niranya dan banyak mengandung parenkim serta tidak tahan disimpan karena mudah terserang jamur. Serat sisa dan ampas tebu kebanyakan digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi yang diperlukan untuk pembuatan gula. Padahal ampas tebu selain dimanfaatkan

(21)

sebagai bahan bakar pabrik, dapat juga sebagai bahan baku untuk serat dan partikel untuk papan, plastik dan kertas serta media untuk budidaya jamur atau dikomposisikan untuk pupuk (Slamet,2004).

Ampas tebu merupakan hasil samping dari proses ekstaksi cairan tebu.

Dari satu pabrik dapat dihasilkan sekitar 35-40% dari berat tebu yang digiling.

Menurut (Penebar Swadaya, 2000) tanaman tebu umumnya menghasilkan24-36%

bagase tergantung pada kondisi dan macamnya. Bagase mengandung air 48-52%, gula 2,5-6% dan serat 44-48%.

Komponen kimia serat sabut tebu dan beberapa serat penting lainnya dapat dilihat pada table di bawah ini.

Table 2.3.. Komponen kimia beberapa serat penting

Serat Lignin (%) Selulosa (%) Hemiselulosa (%) Tandan sawit

Mesocarp sawit Sabut tebu Pisang Sasal Daun nanas

19 11 40-50

5 10-14

12,7

65 60 32-43 63-64 66-72 81,5

- - 0,15-0,25

19 12 - (Sumber : Kliwon (2002))

Bila tebu dipotong akan terlihat serat jaringan pembuluh (Vascular bundle) dan sel parenkim serta terdapat cairan yang mengandung gula. Serat dan

(22)

kulit batang sekitar 12,5% dari berat tebu. Dari satu pabrik dapat dihasilkan ampas tebu sekitar 35-40 % dari berat tebu yang digiling (Penebar Swadaya, 2000).

Sifat mekanis serat sabut tebu dan beberapa serat penting lainnya dapat ditunjukkan pada tabel 2.4. di bawah ini.

Table 2.4. Sifat Mekanis beberapa serat penting

Serat

Kekuatan tarik (MPa)

Perpanjangan (%)

Kekerasan (MPa) Tandan sawit

Mesocarp sawit Sabut tebu Pisang Sasal Daun nanas

248 80 140 540 580 640

14 17 25 3 4,3 2,4

2000 500 3200

816 1200

970 (Sumber : Kliwon (2002))

Potensi tebu di Indonesia dari tahun 1995 sampai 2008 menunjukkan grafik yang meningkat seperti diperlihatkan oleh table 2.5. di bawah ini :

Tabel 2.5 Produksi perkebunan besar menurut jenis Tanaman, Indonesia (Ton), 1995-2008*

Tahun Karet Kering

Minyak Sawit

Biji

Sawit Coklat Kopi Teh Kulit Kina

Gula Tebu 1)

Tembakau

1)

1995 341,000 2,476,400 605,300 46,400 20,800 111,082 300 2,104,700 9,900 1996 334,600 2,569,500 626,600 46,800 26,500 132,000 400 2,160,100 7,100 1997 330,500 4,165,685 838,708 65,889 30,612 121,000 500 2,187,243 7,800 1998 332,570 4,585,846 917,169 60,925 28,530 132,682 400 1,928,744 7,700 1999 293,663 4,907,779 981,556 58,914 27,493 126,442 917 1,801,403 5,797 2000 375,819 5,094,855 1,018,971 57,725 28,265 123,120 792 1,780,130 6,312

(23)

2001 397,720 5,598,440 1,117,759 57,860 27,045 126,708 728 1,824,575 5,465 2002 403,712 6,195,605 1,209,723 48,245 26,740 120,421 635 1,901,326 5,340 2003 396,104 6,923,510 1,529,249 56,632 29,437 127,523 784 1,991,606 5,228 2004 403,800 8,479,262 1,861,965 54,921 29,159 125,514 740 2,051,642 2,679

Tahun Karet Kering

Minyak Sawit

Biji

Sawit Coklat Kopi Teh Kulit Kina

Gula Tebu 1)

Tembakau

1)

2005 432,221 10,119,061 2,139,652 55,127 24,809 128,154 825 2,241,742 4,003 2006 554,634 10,961,756 2,363,147 67,200 28,900 115,436 800 2,307,000 4,200 2007 578,486 11,437,986 2,593,198 68,600 24,100 116,501 500 2,623,800 3,100 2008* 613,487 11,623,822 2,646,577 71,300 25,600 114,861 500 2,800,900 3,200

(Sumber : Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (Statistics Indonesia), 2008) Catatan :

1) Termasuk produksi yang menggunakan bahan mentah dari perkebunan rakyat

*) Angka sementara

Tabel 2.6. Massa Jenis beberapa serat.

Jenis/Sifat Massa jenis

Serat enceng gondok 0,25 gr/cm 3

Serat tebu 0,36 gr/cm 3

Serat pohon kelapa 1,36 gr/cm 3 (Sumber : Budinski, Kenneth. 2000)

2.6. KARAKTERISASI PAPAN PARTIKEL KOMPOSIT

Karakterisasi dari papan partikel komposit dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis campuran polimer dengan serat. Karakterisasi dilakukan

(24)

dengan menggunakan standar SNI 03-2105-2006 yang meliputi sifat fisik seperti kerapatan, kadar air dan pengembangan tebal dan sifat mekanis seperti kuat patah (MOR), kuat lentur (MOE), keteguhan rekat internal(internal bond), dan kuat impak.

Karakteristik papan partikel komposit berdasarkan standar SNI 03-2105- 2006 diperlihatkan pada tabel berikut.

Tabel 2.7. Sifat Fisis dan Mekanis dari Papan Partikel No. Sifat Fisik dan Mekanik SNI 03-2105-2006

1. Kerapatan (gr/cm3) 0,5 - 0,9

2. Kadar air (%) < 14

3. Pengembangan tebal(%) Maks 12

4. MOR (kgf/cm2) Min 82

5. MOE (kgf/cm2) Min 20.400 6. Kuat rekat internal

(kg/cm2)

Min 1,5

7. Kuat pegang sekrup (kg) Min 30

8. Kuat Impak -

(Sumber : Badan Standardisasi Nasional (BSN), 2006)

2.6.1 Pengujian Sifat Fisik

(25)

Untuk mengetahui sifat-sifat fisik papan partikel komposit dilakukan pengujian kerapatan (ρ), kadar air (KA) dan pengembangan tebal (PT) seperti berikut :

a. Kerapatan (Density)

Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volome kering udara, sampel uji berukuran 10cm x 10cm x 1cm ditimbang massanya, lalu diukur rata-rata panjang, lebar dan tebalnya untuk menentukan volumenya.

Kerapatan sampel uji papan partikel komposit dihitung dengan rumus :

ρ = ( 2.1 ) (Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 2006)

Dimana :

ρ : kerapatan (gr/cm3) m : massa sampel uji (gr) v : volume sampel uji (cm3)

b. Kadar Air (Moisture Content)

Kadar air dihitung dari massa sampel uji sebelum dan sesudah di oven dari sampel uji berukuran 5cm x 5cm x 1cm dengan rumus :

(26)

KA = ( 2.2 ) (Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 2006)

Dimana :

KA : kadar air (%)

m1 : massa awal sampel uji (gr) m2 : massa akhir sampel uji (gr)

c. Pengembangan Tebal (Thickness Swelling)

Pengembangan tebal dihitung atas tebal sebelum dan sesudah perendaman dalam air selama 24 jam pada sampel uji berukuran 5cm x 5cm x 1cm, dengan rumus :

PT = ( 2.3 ) (Badan Standardisasi Nasional, 2006)

Dimana :

PT : pengembangan tebal (%)

T1 : tebal sampel uji sebelum perendaman (cm) T2 : tebal sampel uji sesudah perendaman (cm)

2.6.2 Pengujian Sifat Mekanik

Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari suatu bahan dilakukan beberapa pengujian dengan mengacu pada standar yang digunakan.

a. Pengujian Kuat Patah (Modulus of Rupture = MOR).

(27)

Pengujian kuat patah dilakukan dengan Universal Testing Machine (UTM) dengan menggunakan jarak antara batang penyangga (jarak sangga) 15 kali tebal sampel uji yaitu 15 cm, karena tebal sampel uji adalah 1 cm.

Nilai kuat lentur ( σ ) dihitung dengan rumus :

σ = ( 2.4 ) (Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 2006)

dimana :

σ : kuat patah (kgf/cm2) b : lebar sampel uji (cm) P : berat beban maksimum (kgf) d : tebal sampel uji (cm) L : jarak sangga (cm)

Gambar 2.7. Alat Universal Testing Machine

b. Pengujian Kuat Lentur (Modulus of Elasticity = MOE).

(28)

Pengujian kuat lentur (Modulus of Elasticity) disebut juga Modulus Young pada lenturan ( Ef ) dilakukan bersama-sama dengan pengujian keteguhan atau kuat patah, dengan menggunakan sampel uji yang sama.

Besarnya defleksi atau lenturan yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada setiap selang beban tertentu, nilai MOE dihitung dengan rumus:

(2.5) (Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 2006) dimana :

Ef = Modulus of elastic (kgf/cm2) b = lebar sampel (cm) P = Beban (kg) d = tebal sampel (cm)

L = Jarak sangga (cm)  = lenturan pada beban (cm)

Gambar 2.8. Pemasangan Sampel

c. Pengujian Kuat Rekat Internal (Internal Bond)

Kuat rekat internal dilakukan untuk sampel uji berukuran 5cm x 5cm x 1cm direkatkan pada dua buah blok aluminium dengan perekat besi atau logam dan dibiarkan sampai mengering.

(29)

Kedua blok ditarik tegak lurus terhadap permukaan sampel sampai beban maksimum, pengujian kuat rekat internal dihitung dengan rumus :

(2.6) (Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 2006)

dimana :

KRI : kuat rekat internal ( kgf /cm2) Pmaks : berat beban maksimum (kgf) A : luas permukaan sampel uji (cm2)

Penyiapan sampel atau contoh uji diperlihatkan seperti gambar berikut :

(Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 2006)

d. Pengujian Kuat Impak

Untuk pengujian kuat impak sampel uji berukuran 5cm x 10cm x 1cm. Pengujian kuat impak dapat dilakukan dengan menggunakan alat model Charpy.

(30)

Gambar 2.9. Alat Uji Kuat Impak Model Charpy

Gambar

Gambar 2.1. Struktur Molekul Monomer dan Polietilen
Gambar 2.2. Reaksi Kondensasi Nylon
Table 2.2. Sifat mekanik dari beberapa jenis material  Tensile yield  strength  Flexural  Strength  Tensile  Modulus Of  Elasticity  Impact  Strength  Density Type (acronym)  Ksi (Mpa)  Elon  Gatio n (%)
Gambar 2.3. Klasifikasi bahan komposit  2.3.3 Tipe Komposit Serat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Komposit pada umumnya menggunakan bahan plastik yang merupakan material yang paling sering digunakan sebagai bahan pengikat seratnya selain itu plastik mudah didapat dan mudah

Sifat mekanis resin komposit dipengaruhi oleh jumlah partikel bahan pengisi, jenis partikel bahan pengisi, efisiensi proses berikatannya partikel bahan pengisi dengan matriks

Serat adalah bahan pengisi matrik yang digunakan untuk dapat memperbaiki sifat dan struktur matrik yang tidak dimilikinya, juga diharapkan mampu menjadi bahan penguat matrik

Komposit tanpa perlakuan NaOH menyebabkan ikatan antara serat dengan matrik menjadi tidak sempurna, karena terhalang oleh lapisan yang menyerupai lilin pada permukaan serat,

Hasil penggabungan antara matrik polimer yang umumnya merupakan suatu senyawa polimer yang dikenal dengan sebutan resin dengan suatu bahan pengisi yang memperkuat bahan

Lataston (lapis tipis aspal beton), umumnya disebut dengan Hot Rolled Sheet (HRS) adalah lapisan penutup yang mencakup campuran agregat dengan gradasi senjang, bahan pengisi serta

Matrik dalam struktur komposit dapat berasal dari bahan polimer, logam, maupun keramik [9]. Syarat pokok matrik yang digunakan dalam komposit adalah matrik harus bisa

Pada umumnya suatu bahan komposit adalah tunggal, dimana merupakan susunan dari paling tidak terdapat dua unsur yang bekerja bersama untuk menghasilkan sifat-sifat bahan