• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Pada bab II kajian pustaka dan dasar teori ini dijelaskan mengenai keterkaitan beberapa referensi dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Bab II ini meliputi beberapa aspek bahasan, diantaranya: tebu, komposit, matrik epoxy, perlakuan alkali, delignifikasi, pengujian kuat tarik, pengujian impak charpy, pengujian SEM dan penelitian terdahulu.

2.1. Tebu

2.1.1. Jenis Tanaman Tebu

Pada umumnya tebu di Indonesia biasanya hanya ada 3 jenis tebu yang ditanam yaitu tebu kuning, tebu hijau dan tebu merah kehitaman. Dari ketiga jenis tebu tersebut memiliki perbedaan seperti warna dan rasa. Berikut jenis-jenis tebu yang ditanam di Indonesia:

A. Tebu Kuning

Tebu kuning juga dikenali sebagai tebu Morris merupakan tebu yang berasal dari Sumatera. Tebu ini memiliki kulit yang keras serta ruas dengan panjang hingga 10 cm. Air tebu kuning ini berwarna hijau gelap dan keruh. Tebu ini rasanya sangat manis. Untuk tebu kuning memiliki serat yang lebih tebal dan kaku.

Gambar 2.1 Tebu Kuning (Sudaryanto dkk., 2002).

(2)

7

B. Tebu Hijau

Tebu hijau atau yang dikenali sebagai tebu Telur. Tebu ini memiliki kulit yang sangat lembut dan memiliki ruas yang pendek yang dimana ukurannya seperti telur dengan panjang 3 cm. Air tebu ini berwarna hijau muda. Tebu ini mempunyai rasa yang sederhana manis. Untuk tebu hijau memiliki serat yang lebih tipis dan kaku.

. Gambar 2.2 Tebu Hijau

(Sudaryanto dkk., 2002).

C. Tebu Merah Kehitaman

Tebu merah kehitaman atau yang dikenali sebagai tebu Obat. Tebu ini memiliki kulit yang sangat lembut dan memiliki ruas dengan panjang 6 cm. Tebu ini mempunyai khasiat dalam mengobati batuk, menambah selera makan dan mengatasi masalah jantung berdebar. Untuk tebu hijau memiliki serat yang tipis dan kaku.

Gambar 2.3 Tebu Merah Kehitaman (Sudaryanto dkk., 2002).

(3)

8

2.1.2. Morfologi Tanaman Tebu

Tebu merupakan sejenis rumput-rumputan yang memiliki ketinggian sekitar 2 - 4 meter. Secara garis besar, tanaman tebu dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu :

1. Akar : berbentuk serabut, tebal dan berwarna putih

2. Batang : berbentuk ruas-ruas yang dibatasi oleh buku-buku, penampang melintang agak pipih, berwarna hijau kekuningan

3. Daun: berbentuk pelepah, panjang 1-2 m, lebar 4-8 cm, permukaan kasar dan berbulu, berwarna hijau kekuningan hingga hijau tua

4. Bunga : berbentuk bunga majemuk, panjang sekitar 30 cm.

Gambar 2.4 Tanaman Tebu

2.1.3. Ampas Tebu

Ampas tebu (baggase) adalah campuran dari serat yang kuat,dengan jaringan Parenchyma yang lembut, yang mempunyai tingkat higroskopis yang tinggi, dihasilkan melalui penggilingan tebu. Pada proses penggilingan tebu, terdapat 5 kali proses penggilingan tebu dari batang tebu sampai menjadi ampas tebu, dimana pada hasil penggilingan pertama dan kedua dihasilkan nira mentah yang berwarna kuning kecoklatan, kemudian pada proses penggilingan ketiga, keempat dan kelima akan menghasilkan nira dengan volume yang berbeda-beda.

Setelah gilingan terakhir menghasilkan ampas tebu kering.

(4)

9

Rata–rata ampas yang diperoleh dari proses giling tebu yaitu 32%. Dengan produksi tebu di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 21 juta ton potensi ampas yang dihasilkan sekitar 6 juta ton ampas per tahun. Tiap berproduksi, pabrik gula selalu menghasilkan limbah yang terdiri dari limbah padat,cair, dan gas. Limbah padat, yaitu ampas tebu (bagasse), Abu boiler, dan blotong (filter cake). Ampas tebu merupakan limbah padat yang berasal dari perasan batang tebu untuk diambil niranya. Limbah ini banyak mengandung serat dan gabus. Ampas tebu selain dimanfaatkan oleh pabrik sebagai bahan bakar pemasakan nira, juga dimanfaatkan oleh pabrik kertas sebagai pulp campuran pembuat kertas (Nugroho, 2005).

Gambar 2.5 Ampas Tebu

Tabel 2.1 Sifat Mekanik Serat Ampas Tebu

Serat Diameter Ultimate Tensile Modulus Berat Jenis (µm) Strength (MPa) Elastisitas (GPa)

Ampas Tebu 25 31.44 9 1.25

*) Sumber : (Vasiliev & Morozov, 2001).

Kelebihan ampas (bagasse) tebu dapat membawa masalah bagi pabrik gula, ampas bersifat meruah (bulky) sehingga untuk menyimpannya perlu area yang luas.

Ampas mudah terbakar karena di dalamnya terkandung air, gula, serat dan mikroba, sehingga bila tertumpuk akan terfermentasi dan melepaskan panas. Terjadinya kasus kebakaran ampas di beberapa pabrik gula diduga akibat proses tersebut.

Ampas tebu selain dijadikan sebagai bahan bakar ketel di beberapa pabrik gula mencoba mengatasi kelebihan ampas dengan membakarnya secara berlebihan (inefisien). Dengan cara tersebut, mereka bisa mengurangi jumlah ampas tebu (Sudaryanto dkk., 2002).

(5)

10

2.1.4. Komponen Penyusun Serat Ampas Tebu

Tanaman tebu yang sering kita lihat tidak hanya berisi air yang digunakan sebagai bahan pembuat gula tetapi memiliki komposisi yang lebih kompleks yakni:

sakrosa, zat serat atau fiber, gula reduksi dan beberapa bahan lainnya.

Serat yang terkandung dalam ampas tebu, tersusun dari beberapa komponen penyusun yakni: selulosa, pentosan, lignin dan beberapa komponen lain, seperti dalam Tabel 2.2,

Tabel 2.2 Komponen Penyusun Serat Ampas Tebu

No. Nama Bahan Jumlah

(%)

1 Selulosa 28-43

2 Hemiselulosa 14-23

3 Pentosan 20-33

4 Lignin 13-22

*) Sumber : (Nugroho, 2005).

Setelah diadakan penelitian, senyawa kimia yang terkandung dalam ampas tebu adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3 Senyawa Kimia Dalam Ampas tebu

No. Senyawa Jumlah

(%)

1 SiO2 70.97

2 Al2O3 0.33

3 Fe2O3 0.36

4 5 6 7

K2O Na2O MgO C5H10O5

4.82 0.43 0.82 22.27

*) Sumber : (Nugroho, 2005).

Dari Tabel 2.3, jelas sekali terlihat bahwa senyawa kimia yang dominan adalah SiO2 (Silika) sebesar 70,97%. Komposisi tersebut menguntungkan ampas

(6)

11

tebu bila bahan ini akan digunakan sebagai bahan pengisi pada campuran aspal, seperti yang diselidiki oleh OECD (Organization for Economic and Cooperation Development). OECD menggunakan fly ash, dimana kandungan silika sekitar 60%

(catatan: Silika yang terkandung dalam fly ash yang diproduksi bukit asam lebih kurang 59,4%). Penyelidikan tersebut membuktikan bahwa penggunaan fly ash sebagai bahan pengisi yang notabene memiliki kandungan silika yang tinggi, bila dicampur secara hotmix (campuran panas) dalam campuran Aspal Beton (Asphalt Concrete) akan menghasilkan campuran dengan nilai stabilitas Marshall lebih dari 1500 Ibs (Nugroho, 2005).

2.1.5. Pemanfaatan Serat Ampas Tebu

Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, ampas tebu yang dahulunya hanya digunakan sebagai abu gosok, sudah mulai dimanfaatkan dalam industri bahan bangunan seperti.

1. Di Mesir telah diadakan penelitian bahwa ampas tebu dapat dimanfaatkan sebagai komponen dalam pembuatan keramik.

2. Telah dicobakan pemanfaatan ampas tebu sebagai campuran semen dengan perbandingan 1 semen : 12 ampas tebu, dan ternyata memberi hasil yang lebih kuat, ringan dan tahan terhadap kondisi agresif, dan tentu saja membutuhkan biaya yang lebih ekonomis. Telah dicoba dalam pembuatan panil gypsum, dimana ampas tebu dipakai sebagai bahan tambah mampu menghasilkan panil gypsum yang memiliki kuat lentur yang baik (Nugroho, 2005).

2.2. Komposit

2.2.1. Pengertian Material Komposit

Didalam dunia industri kata komposit dalam pengertian bahan komposit berarti terdiri dari dua atau lebih bahan yang berbeda yang digabung atau dicampur menjadi satu. Menurut Kaw (1997), komposit adalah sruktur material yang terdiri dari 2 kombinasi bahan atau lebih, yang dibentuk pada skala makroskopik dan menjadi satu secara fisika. Menurut Triyono dan Diharjo (1999), mengemukakan bahwa kata komposit (composite) merupakan kata sifat yang berarti susunan atau

(7)

12 gabungan. Composite berasal dari kata kerja “to compose“ yang berarti menyusun atau menggabung. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua atau lebih bahan yang berlainan (Callister W. , 2010).

Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai bahan pengisi dan bahan pengikat serat-serat tersebut yang disebut matrik.

Didalam komposit unsur utamanya adalah serat, sedangkan bahan pengikatnya menggunakan bahan polimer yang mudah dibentuk dan mempunyai daya pengikat yang tinggi. Pengunaan serat sendiri yang diutama untuk menentukan karakteristik bahan komposit, seperti : kekakuan, kekuatan serta sifat-sifat mekanik yang lainnya. Sebagai bahan pengisi serat digunakan untuk menahan sebagian besar gaya yang bekerja pada bahan komposit, matrik sendiri mempunyai fungsi melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik terhadap gaya-gaya yang terjadi.

Oleh karena itu, untuk bahan serat digunakan bahan yang kuat, kaku dan getas.

Sedangkan bahan matrik dipilih bahan lunak dan tahan terhadap perlakuan kimia.

Salah satu keuntungan material komposit adalah kemampuan material tersebut untuk diarahkan sehingga kekuatannya dapat diatur hanya pada arah tertentu yang kita kehendaki, hal ini dinamakan "tailoring properties" dan ini adalah salah sifat istimewa yang komposit yaitu ringan, kuat, tidak terpengaruh korosi, dan mampu bersaing dengan logam, dengan tidak kehilangan karakteristik dan kekuatan mekanisnya (Fahmi, 2011).

2.2.2. Klasifikasi Komposit

Klasifikasi komposit umumnya terbagi berdasarkan komponen penyusunnya, matrik dan penguat (reinforcement).

Berdasarkan matrik penyusunan, komposit dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok diantaranya:

1. Komposit Matrik Polimer

Merupakan komposit dengan polimer sebagai matriknya. Komposit ini memiliki sifat kekakuan yang tinggi, ketangguhan yang tinggi, densitas yang rendah dan ketahanan korosi tinggi. Pada komposit jenis ini terdapat dua jenis polimer yang umum digunakan yaitu:

(8)

13

a). Termoplastik

Merupakan jenis polimer yang dapat digunakan berulang kali dengan menggunakan panas. Hal tersebut disebabkan karena sifatnya yang dapat kembali ke material penyusun semula apabila didinginkan.

Contoh dari termoplastik diantaranya: poliester, nilon 66, PTFE, PET dan PP (Nayiroh, 2013).

b). Termoset

Merupakan jenis polimer yang tidak dapat digunakan berulang kali mengggunakan panas. Hal tersebut karena sifat dari termoset yang bila telah mengalami pengerasan sekali, tidak dapat diuraikan kembali menjadi material penyusunnya. Melainkan akan membentuk arang atau rusak. Contoh dari termoset diantaranya: urea formaldehida, epoksida (Nayiroh, 2013).

2. Komposit Matrik Logam

Merupakan komposit dengan logam sebagai matriknya. Komposit memiliki sifat transfer tegangan dan rengan yang baik, tahan terhadap temperatur tinggi serta tidak menyerap kelembapan. Kekurangan dari komposit ini adalah biaya produksinya yang cukup besar. Jenis logam yang biasa digunakan dalam proses pembuatan komposit diantaranya:

Alumunium, titanium dan magnesium.

3. Komposit Matrik Keramik

Merupakan komposit dengan keramik sebagai matriknya. Komposit ini umumnya menggunakan reinforcement berupa nitrid, oksida dan karbida.

Komposit ini memiliki sifat yaitu tahan terhadap temperatur tinggi, dimensinya stabil, ketahanan korosi tinggi dan ketangguhannya tinggi. Jenis keramik yang digunakan dalam pembuatan komposit matrik keramik diantaranya: Silikon Nitrida, Keramik glass, Alumina, Silikon karbida (Nayiroh, 2013)

Selain itu, komposit berdasarkan jenis penguatnya terbagi atas dua kelompok yaitu:

1. Material Komposit Partikel.

2. Material Komposit Serat (Sulistijono, 2012)

(9)

14

2.2.3. Material Komposit Partikel

Merupakan komposit yang tersusun atas matrik kontinyu dan penguat yang diskontinyu berbentuk partikel, fiber pendek atau whiskers. Peran partikel dalam komposit partikel adalah membagi beban agar terdistribusi merata dalam material dan menghambat deformasi plastis matriks yang berada diantara partikel. Partikel juga berperan sangat baik dalam meningkatkan kekakuan komposit jika diaplikasikan pada matrik yang relatif ulet (ductile). Partikel pengisi sering digunakan dalam matrik komposit untuk mengurangi biaya atau harga komposit dengan serat nabati/alam. Selain itu, partikel pengisi dapat juga dapat didesain agar memiliki ketahanan aus, abrasi, korosi, kekerasan permukaan yang tinggi, sifat magnet dan sebagainya tergantung dari jenis partikel pengisinya. Penguat komposit partikel bisa berbentuk fiber pendek yang biasanya disebut CSM (Chopped Strand Mats) atau berbentuk whiskers (Sulistijono, 2012)

Gambar 2.6 Komposit Partikel (Sulistijono, 2012).

2.1.4. Material Komposit Serat

Komposit serat dalam dunia industri mulai dikembangkan dari pada mengunakan partikel. Dalam perkembangan teknologi pengolahan penggunaan serat sekarang makin diunggulkan dibandingkan material matrik yang digunakan.

Serat yang digunakan bisa berupa fibers glass, carbon fibers, aramid fibers (poly aramide), natural fibers dan sebagainya.

Material komposit serat tersusun atas serat-serat yang diikat oleh matrik yang saling berhubungan. Penggunaan material komposit serat sangat efisien dalam menerima beban dan gaya yang searah serat, sebaliknya sangat lemah bila dibebani dalam arah tegak lurus serat (Hadi, 2000).

Partikel Matrik Matrik

(10)

15

Komposit ini tersusun atas matrik kotinyu polimer atau logam dan memiliki penguat berbentuk serat atau fiber panjang (kontinyu). Serat terdiri dari ratusan bahkan ribuan filament, masing-masing filament memiliki 5- 15µm, sehingga dapat diproses lebih lanjut. Material komposit serat ditunjukkan seperti Gambar 2.2 berikut :

Gambar 2.7 Fibrous Composite (Sulistijono, 2012)

Untuk mendapatkan suatu material komposit yang kuat penempatan serat sangat berpengaruh. Oleh karena itu, ada beberapa tipe penempatan serat untuk membuat material komposit serat yang baik

Gambar 2.8. Tipe komposit serat : (a) Continuous Fiber Composite, (b) Woven Fiber Composite, (c) Randomly Oriented Discontinuous Fiber, (d) Hybrid

Fiber Composite.

(Kurniawan, 2011).

Matriks

Fiber

(11)

16 Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe serat pada komposit, yaitu :

A. Continuous Fiber Composite

Continuous atau uni-directional, mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriknya. Jenis komposit ini paling sering digunakan. Tipe ini mempunyai kelemahan pada pemisahan antar lapisan. Hal ini dikarenakan kekuatan antar lapisan dipengaruhi oleh matriknya (Nayiroh, 2013).

B. Woven Fiber Composite (bi-dirtectional)

Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan akan melemah. Disebut juga bi-directional komposit ini tidak mudah terpengaruh pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat memanjangnya tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan tidak sebaik continuous fiber (Nayiroh, 2013)

C. Discontinuous Fiber Composit

Discontinuous Fiber Composite adalah tipe serat pendek. Tipe ini dibedakan jadi tiga:

1. Aligned discontinuous fiber

2. Off-axis aligned discontinuous fiber 3. Randomly oriented discontinuous fiber

Tipe acak sering digunakan pada produksi dengan volume besar karena faktor biaya manufakturnya yang lebih murah. Kekurangan dari jenis serat acak adalah sifat mekanik yang dibawah dari penguatan dengan serat lurus pada jenis serat yang sama.

Gambar 2.9. Tipe Discontinuous Fiber

(Kurniawan, 2011).

(c) aligned (b) Off-axiss (a) randomly

(12)

17

2.1.5. Metode Pelapisan Manual ( Hands Lay Up)

Metode ini merupakan salah satu metode yang digunakan untuk membuat komposit. Dalam proses pembuatan menggunakan metode ini dengan cara menuangkan resin dengan tangan ke dalam serat kemudian diberikan tekanan dengan tangan menggunakan kuas atau rol. Proses dilakukan hingga ketebalan yang diinginkan.Metode ini memiliki kelebihan yakni lebih murah dan dapat dilakukan dengan pengetahuan yang sederhana.Waktu curing biasanya beberapa jam pada temperatur kamar setelah itu diaplikasikan resin dan reinforcement bisa dimulai.

Gambar 2.10 Metode Hand Lay Up (Singh, 2006)

2.3. Matrik Resin Epoxy

Dalam pembuatan sebuah komposit, matrik berfungsi sebagai pengikat material pengisi/penguat, dan juga sebagai pelindung partikel dari kerusakan oleh faktor lingkungan. Beberapa bahan matrik dapat memberikan sifat-sifat yang diperlukan seperti keliatan dan ketangguhan (Kurniawan, 2011).

Matrik yang digunakan dalam komposit adalah harus mampu meneruskan beban sehingga serat harus bisa melekat pada matrik dan kompatibel antara serat dan matrik artinya tidak ada reaksi yang mengganggu. Pada penelitian ini matrik yang digunakan adalah resin termoset dengan jenis epoxy.

Bahan yang digunakan sebagai matrik dalam pembuatan komposit polimer adalah polimer polyester dan epoxy dalam bentuk resin. Matrik epoxy umumnya dipakai sebagai matrik pada komposit polimer dengan serat karbon atau serat aramid. Sedangkan resin polyester lebih sering digunakan untuk jenis-jenis serat yang lain. Dari segi kekuatannya dan penyusutan setelah mengalami proses curing, matrik epoxy lebih unggul dibandingkan resin polyester. Matrik epoxy mempunyai

Pegangan Rol

Serat Gel

(13)

18 kegunaan yang luas dalam industri kimia teknik, listrik, mekanik, dan sipil sebagai bahan perekat, cat pelapis, dan benda-benda cetakan. Selain itu matrik epoxy juga mempunyai ketahanan kimia yang baik. Untuk lebih jelasnya sifat mekanik yang terdapat di matrik epoxy dapat dilihat di Tabel 2.4 (Prabowo, 2007).

Produk matrik epoxy adalah kebanyakan merupakan kondensat dari isfenol dan epiklorhidrin. Matrik epoxy dengan pengeras dan menjadi unggul dalam kekuatan mekanis dan ketahanan kimia. Sifatnya bervariasi bergantung pada jenis, kondisi dan pencampuran dengan pengerasnya. Matrik epoxy juga banyak dipakai untuk pengecoran, pelapisan, dan perlindungan bagian-bagian listrik, campuran cat dan perekat. Resin yang telah diawetkan mempunyai sifat-sifat daya tahan kimia dan stabilitas dimensi yang baik, sifat-sifat listrik yang baik, kuat dan daya lekat pada gelas dan logam yang baik bahan ini dapat juga digunakan untuk membuat panel sirkuit cetak, tangki, dan cetakan. Karena matrik epoxy tahan aus dan tahan kejut, bahan ini kini banyak digunakan untuk membuat cetakan tekan untuk pembentukan logam (Eko Putra, 2017).

Tabel 2.4 Sifat Mekanik Antara Epoxy dengan Poliester

Sifat-sifat Epoxy Poliester

Kekuatan Tarik (Mpa) Modulus Elastisitas (Gpa) Kekuatan Impak (J/m) Kerapatan (g/cm3)

55 – 130 2.8 – 4.2 5.3 – 53 1.2 – 1.3

40 – 90 2.0 – 4.4 10.6 – 21.2 1.10 – 1.46

*) (Prabowo, 2007).

Tabel 2.5 Spesifikasi Matrik Epoxy

Sifat-sifat Satuan Tipikal

Massa Jenis g/cm3 1.17

Penyerapan Air 0 C 0.2

Kekuatan Tarik Kekuatan Tekan Kekuatan Lentur Temperatur Pencetakan

Kgf/mm2 Kgf/mm2 Kgf/mm2

0 C

5.92 14 12 20

*) (Kurniawan, 2011).

(14)

19

2.4. Katalis

Katalis adalah bahan pemicu (initiator) yang berfungsi untuk mempersingkat proses curing pada temperatur ruang. Komposisi katalis pada komposit harus sangat diperhatikan. Komposit dengan kadar katalis yang terlalu sedikit akan mengakibatkan proses curing yang terlalu lama. Dan apabila pada proses terjadi kelebihan katalis, maka akan menimbulkan panas yang berlebihan sehingga akan merusak produk. Tetapi didalam resin epoxy, katalisnya biasa disebut sebagai hardener. Sedangkan komposisi pencampuran antara resin dan hardener adalah 2:1 atau 3:1.

Karena proses pembuatan akan mengakibatkan lengketnya produk dengan cetakan, maka untuk menghindari itu harus diadakan proses pelapisan terhadap cetakan yaitu dengan menggunakan release agent. Release agent atau zat pelapis yang berfungsi untuk mencegah lengketnya produk pada cetakan saat proses pembuatan. Pelapisan dilakukan sebelum proses pembuatan dilakukan. Release agent yang biasa digunakan antara lain waxes (semir), MAA, mirror glass, vasielin, polivinil alkohol, film forming dan oli (Prabowo, 2007).

2.5. Perlakuan Alkali

Perlakuan alkali merupakan salah satu jenis modifikasi kimia pada penguat, modifikasi kimia pada penguat juga dapat dilakukan dengan menggunakan asam aklirik, asetat, benzyl klorida dan larutan kimia lainnya.

Perlakuan alkali (KOH, LiOH, NaOH) terhadap penguat dilakukan untuk meningkatkan sifat-sifat dari penguat, mengurangi lignin dan memisahkan kontaminan yang terkandung di dalam penguat, sehingga didapat permukaan penguat yang bersih.

Penelitian mengenai efek modifikasi kimia terhadap serat menyebutkan bahwa perlakuan alkali meningkatkan kekuatan rekat antara serat dengan matrik.

Kekuatan tarik disebutkan mengalami peningkatan sebesar 5%. Dibandingkan alkali lain seperti KOH dan LiOH, perlakuan alkali NaOH adalah yang paling baik.

Penelitian menyatakan bahwa Na+ memiliki diameter partikel yang sangat kecil dimana dapat masuk ke pori terkecil serat dan masuk ke dalamnya sehingga lignin dan kotoran yang melekat terlepas dari pori-pori serat dengan banyaknya pori ini,

(15)

20 daya rekat serat dengan matrik menjadi semakin kuat, karena matrik dapat mengisi kekosongan dalam pori tersebut dengan baik . Karena pentingnya perlakuan alkali dalam pembuatan komposit serat alam, banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui efek perlakuan alkali pada komposit yang dihasilkan.

Kadar dari larutan NaOH dalam pelakuan alkali juga memberi pengaruh bagi kekuatan komposit yang dihasilkan. Hal ini dibuktikan oleh (Joseph,2013) lewat penelitiannya yang mencoba untuk mengetahui efek perlakuan alkali pada kekuatan serat kelapa sawit dengan matrik berupa karet. Tiga perlakuan alkali diterapkan yaitu dengan konsentrasi 5%, 10%, dan 15%. Komposit dengan serat yang dilakukan perlakuan akali 5% NaOH menghasilkan kekuatan tarik 9,95 MPa, sedangkan dengan perlakuan 10% dan 15% menghasilkan kekuatan tarik 9,61 dan 8,86 MPa. Jadi, perlakuan alkali 5%NaOH menghasilkan kekuatan tarik terbaik.

Hasil penelitian Joseph (2013), juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Jamasri (2015), mengenai komposit serat kenaf. Jamasri (2015), mengatakan bahwa perlakuan alkali 5% NaOH bertujuan untuk membersihkan lignin dan kotoran lainnya yang dapat diamati dengan SEM (Scanning Electron Microscope). Hasil Pengamatan SEM menunjukkan bahwa serat yang dilakukan perlakuan alkali mengalami peningkatan kristanilitas, yang disebabkan oleh hilangnya lignin, lapisan lilin, dan kotoran lainnya pada permukaan serat.

Penampang komposit serat dengan perlakuan NaOH tidak menunjukkan fiber pull out. Hal ini mengindikasikan ikatan interface serat dan matrik sangat kuat (Maulida, 2016).

Hasil penelitian Zita (2013), melaporkan bahwa modifikasi permukaan pada bubuk kayu 20% berat pada komposit polietilena dengan menggunakan 150 ml NaOH dan 100 ml benzil klorida telah meningkatkan kekuatan tarik pada komposit tersebut. Modifikasi kimia pada penguat ini juga menurunkan sifat perpanjangan dan modulus young dari komposit sekaligus menurunkan sifat penyerapan air.

Lama waktu perendaman larutan alkali juga berpengaruh terhadap kekuatan komposit yang dihasilkan. Penelitian oleh Jamasri (2015), memberi kesimpulan bahwa komposit yang memiliki kekuatan tarik tertinggi adalah komposit yang diperkuat serat perlakuan 2 jam. Besarnya kekuatan tarik pada Wf (fraksi berat) =

(16)

21

27% adalah 20.94 MPa. Kekuatan ini meningkat 47,36% dibandingkan dengan komposit yang diperkuat serat tanpa perlakuan (14.21 MPa) (Prabowo, 2007).

2.6. Delignifikasi

Tujuan dari proses delignifikasi yaitu untuk menghilangkan zat lignin, juga dapat mengurangi kristalinitas selulosa, dan meningkatkan porositas bahan.

Selain lignin terdapat juga zat non selulosa lain seperti zat ekstraktif, tannin dan resin yang melekat kuat pada selulosa. Lignin merupakan salah satu bagian yang mengayu dari tanaman seperti biji, bagian serabut kasar, akar, batang dan daun.

Lignin mengandung substansi yang kompleks dan merupakan suatu gabungan beberapa senyawa yaitu karbon, hidrogen dan oksigen. Selain lignin, bagian yang lain dari ampas tebu adalah selulosa. Selulosa merupakan polisakarida yang didalamnya mengandung zat-zat gula. Dalam pembuatan etanol dari ampas tebu yang digunakan adalah selulosanya sehingga lignin dalam kayu harus dihilangkan. Proses pemisahan atau penghilangan lignin dari serat-serat selulosa disebut delignifikasi. Oleh karena itu, untuk menghilangkan lignin atau mengurangi yang terkandung dalam serat ampas tebu maka diperlukan proses delignifikasi. Proses delignifikasi bertujuan untuk melarutkan lignin dalam kayu sehingga mempermudah pemisahan lignin dengan serat, proses ini dilakukan dengan menggunakan bahan kimia NaOH, Na2SO3, dan Na2SO4 (Maulida, 2016).

Gambar 2.11 Proses Delignifikasi NaOH (Sun, 2004)

lignin Delignifikasi

Natrium Hidroksida

Air CH3

CH2

CH3

CH2

OH NaO

+ NaOH + H2O

C C

C

C

C

C

C C

C C

C C

(17)

22 Pada Gambar 2.11, selama berlangsungnya proses pelarutan dalam delignifikasi yang berisi larutan alkali NaOH, polimer lignin akan terdegradasi dan kemudian larut dalam natrium hidroksida. Larutnya lignin ini disebabkan oleh terjadinya transfer ion hidrogen dari gugus hidroksil pada lignin ke ion hidroksil pada natrium hidroksida. Menurut Murdiyanto (2005), mengatakan bahwa alkali NaOH selain dapat melarutkan lignin juga dapat melarutkan hemiselulosa.

Secara umum proses delignifikasi ada tiga cara antara lain dengan ekstraksi menggunakan air baik dengan radiasi ultrasonik maupun tanpa radiasi ultrasonik diikuti dengan ekstraksi alkali dan alkali peroksida. Selain itu juga terdapat ekstraksi asam natrium klorit diikuti dengan ekstraksi alkali, kemudian juga yang menggunakan asam asetat dan asam nitrat (Sun, 2004).

2.7. Pengujian Kuat Tarik

Pengujian Tarik adalah suatu pengukuran terhadap bahan untuk mengetahui keuletan dan ketangguhan suatu bahan terhadap tegangan tertentu serta penambahan panjang yang dialami oleh suatu bahan tersebut. Pada uji Tarik kedua benda uji dijepit, salah satu ujung dihubungkan dengan perangkat penegang.

Diagram tegangan regangan dapat dilihat seperti Gambar 2.12

Gambar 2.12 Kurva Tegangan Regangan Teknik (Sumarauw, 2017)

(18)

23

Pengujian tegangan dapat digunakan untuk mengetahui sifat mekanik material yang sangat diperlukan dalam dunia teknik. Dalam pengujian Tarik, spesimen uji terdeformasi, biasanya sampai patah dengan peningkatan bertingkat gaya tarikan yang dibebankan secara uniaxial pada kedua sumbu spesimen (Sumarauw, 2017)

Uji Tarik merupakan salah satu pengujian untuk mengetahui sifat-sifat suatu bahan. Dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan ini bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji Tarik ini harus memiliki cengkeraman yang kuat dan kekuatan yang tinggi. Alat pengujian tarik seperti yang terlihat pada Gambar 2.13

Gambar 2.13 Alat Uji tarik

(Universitas Muhammadiyah Malang, 2019)

Perhitungan yang dapat digunakan untuk mengetahui kekuatan Tarik yang dialami material dapat dihitung dengan persamaan:

1. Engineering Stress ( Tensile Strength )

Engineering stress adalah gaya per unit luas dari material yang menerima gaya tersebut. Adapun persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

(19)

24

σ =

𝐹𝐹𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚

𝐴𝐴0 ... [2.1]

Dimana :

σ

= Stress atau tegangan (N/mm2) F = Pembebanan Maksimal (N)

A = Luas Penampang awal : lebar x tebal (mm2)

2. Engineering Strain ( Tensile Strain )

Engineering strain adalah ukuran perubahan panjang dari suatu material. Adapun persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

ε

=

𝑙𝑙𝑖𝑖−𝑙𝑙0

𝑙𝑙0

=

𝛥𝛥𝑙𝑙

𝑙𝑙0 ... [2.2]

Dimana :

ε

= Engineer Strain (%)

𝑙𝑙0 = Panjang mula-mula spesimen sebelum ditarik (mm) 𝑙𝑙𝑖𝑖 = Panjang spesimen setelah ditarik (mm)

𝛥𝛥𝑙𝑙 = Penambahan Panjang (mm). (Sumarauw, 2017).

Gambar 2.14 Spesimen Uji Tarik Ketebalan (7mm) ASTM D 638 (Sumarauw, 2017)

(20)

25

Tabel 2.6 Dimensi Spesimen Menurut ASTM D 638-04 Dimensi Panjang (mm) W ( Width of narrow section ) 13 + 0.05

L ( Length of narrow section ) 57 + 0.05 WO ( Width Overall ) 19 + 6.4

LO ( Length Overall ) 165 max G ( Gage Length ) 50 + 0.25

D ( Distance Between Grips ) 115 – 5 R ( Radius of Fillet ) 60 + 1

*) Sumber : (Sumarauw, 2017)

2.8. Pengujian Impak

Pengujian impak merupakan pengujian yang dilakukan untuk menentukan nilai keuletan suatu material bila mendapatkan pembebanan kejut atau pembebanan secara tiba-tiba. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan. Selain itu juga pengujian impak ini untuk menentukan perpindahan energi yang terjadi dan juga penyerapan energi oleh material akibat pembebanan kejut. Energi kejut yang dapat diserap material dari pengujian impak dapat berupa:

1. deformasi plastis material.

2. deformasi elastis material.

3. efek histeris material 4. kehancuran material.

Pengujian impak yang dilakukan menggunakan alat uji impak charpy.

Prinsip dasar dari pengujian ini adalah dengan mengayunkan beban (pendulum) yang dikenakan pada benda uji. Energi yang diperlukan untuk mematahkan spesimen dihitung langsung dari perbedaan energi potensial pendulum pada awal dijatuhkan dan akhir setelah menabrak spesimen (Horrath. 1995).

(21)

26 Gambar 2.15 Alat Uji Impak Charpy

(Universitas Muhammadiyah Malang, 2019)

Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy menggunakan persamaan sebagai berikut:

HI

=

𝐸𝐸

𝐴𝐴 ... [2.3]

Dimana :

E

= Energi yang diserap (J)

A = Luas Penampang awal : lebar x tebal (m2) HI = Harga Impak (J/ m2) (Sumarauw, 2017)

Gambar 2.16 Spesimen Uji Impak Ketebalan (7mm) ASTM D 6110-4 (Sumarauw, 2017)

A

B

C D

E

F

(22)

27

Tabel 2.7 Dimensi Spesimen Menurut ASTM D 6110-04 Dimensi Panjang (mm) A 10.16 + 0.05

B 61.0 min – 63,5 max C 124.5 min – 128 max D 0.25 R + 0.05

E 12.7 + 0.05 F 3 min – 12.7 max

*) Sumber : (Sumarauw, 2017)

2.9. Scanning Electron Microscopy (SEM)

SEM (Scanning Electron Microscopy) merupakan jenis mikroskop elektron yang dapat menghasilkan gambar sampel dengan memindai berkas elektron terfokus sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda dengan resolusi tinggi..

Elektron ini berinteraksi dengan elektron dalam sampel, menghasilkan berbagai sinyal yang dapat dideteksi dan yang mengandung informasi tentang topografi, morfologi, dan komposisi sampel. Berkas elektron secara umum dipindai dalam pola scan raster dan posisi berkas dikombinasikan dengan sinyal yang terdeteksi untuk menghasilkan gambar.

Analisa SEM bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur (termasuk porositas dan bentuk retakan) benda padat. Berkas sinar elektron dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut electron gun. Cara kerja SEM adalah gelombang elektron yang dipancarkan electron gun berkondensasi dilensa kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objektif. Scanning coil yang diberi energi menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan oleh detektor sekunder atau detektor backscatter. Gambar yang dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas dipermukaan Cathoda Ray Tube (CRT) sebagai topografi gambar. Pada sistem ini berkas elektron dikonsentrasikan pada spesimen, bayangannya diperbesar dengan lensa objektif dan diproyeksikan pada layar (Nisa, 2016)

(23)

28

2.10. Pengujian Kadar Air

Pengujian kadar air merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui kandungan air yang terdapat pada kayu dengan dinyatakan dalam persen (%) terhadap berat kering tanur (Rahmayanti, 2016). Kayu akan bertambah kuat apabila terjadi penurunan kadar air, terutama bila terjadi di bawah titik jenuh serbuknya.

Berikut hubungan antara kadar air dan kekuatan kayu pada umumnya dijelaskan pada Gambar 2.17 dimana kadar air berbanding terbalik dengan kekuatan kayu (Fauzan, 2009).

Gambar 2.17 Grafik Hubungan Kadar Air terhadap Kekuatan Kayu (Fauzan, 2009)

Untuk mendapatkan jumlah kandungan kadar air didalam kayu maka dapat dilakukan perhitungan kadar air pada sampel yang berbentuk serbuk kayu ataupun serat yang dinyatakan dalam persen (%). Adapun perhitungan kadar air dapat menggunakan persamaan 2.4 sebagai berikut :

KA = Bb−Bk

Bk x 100 ... [2.4]

Dimana :

KA = Kadar Air (%) Bb = Berat Basah (gram)

Bk = Berat Kering (gram) (Fauzan, 2009)

Dari data yang diperoleh dari pengujian kadar air ini digunakan sebagai referensi pembanding dengan kadar air kayu-kayu yang lain yang mana hal ini akan digunakan sebagai literatur dalam pemilihan material sebagai filler komposit.

(24)

29

Pemilihan filler komposit merupakan hal yang penting karena pada proses pembuatan komposit akan dibutuhkan perlakuan tertentu yang nantinya akan berdampak pada proses fabrikasi dan biaya fabrikasi komposit. Dalam pengaplikasian yang membutuhkan kekuatan tekan tinggi, fungsi filler akan optimal jika memiliki kadar air yang relatif lebih rendah.

2.11. Penelitian Terdahulu

Berikut adalah rangkuman hasil penelitian terdahulu yang mempunyai keterkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan.

Tabel 2.8 Penelitian Terdahulu No

Nama dan

Tahun Publikasi Judul

Hasil 1 Hartanto Yudo

dan Sukanto Jatmiko,2008

Analisa teknis kekuatan mekanis material komposit berpenguat serat ampas tebu ditinjau dari kekuatan tarik dan impak.

Metode: komposit berpenguat serat ampas tebu (baggase) dengan perlakuan pola anyaman variasi arah serat sudut arah serat sudut searah 00 dan bersilangan 450. sebagai penguat matrik resin polyester.

Hasil: kekuatan tarik dan modulus elastisitas dari komposit berpenguat serat ampas tebu belum dapat memenuhi standar kekuatan tarik dan modulus elastisitas yang disyaratkan BKI yakni : untuk arah serat sudut searah 00 kekuatan tariknya sebesar 1.69

kg/mm2 dan modulus

elastisitasnya sebesar 115.85 kg/mm2, untuk arah serat sudut

(25)

30 bersilangan 450 kekuatan tariknya sebesar 1.34 kg/mm2 dan modulus elastisitasnya sebesar 108.40 kg/mm2.

2 Drs. Sujito, Ph.D.,2014

Pengembangan Bahan Komposit Ramah

Lingkungan

Berpenguat Serat Ampas Tebu dan Resin

Biodegradable.

Metode: komposit ramah lingkungan berpenguat modifikasi serat ampas tebu dan

biodegradable resin bacterial cellulose (BC) dengan sintesis uji standar ASTM D-638 menggunakan mesin uji TM 113 Universal 30 KN.

Hasil: sintesis bahan komposit dengan orientasi arah bundle serat ampas tebu searah 20%, 40% dan 60% didapat kekuatan Tarik maksimum pada fraksi volume serat 40% sebesar 28.27 MPa dan hasil pengujian impact didapat kekuatan impact maksimum pada fraksi volume serat 40% sebesar 972,8 kJ/m2. 3 Deny Sulistyo

Nugroho,2016

Sifat Mekanik Komposit Serat Tangkai Ilalang Sebagai Bahan Panel Ramah Lingkungan.

Metode: Komposit dari serat alam tangkai ilalang - resin epoksi dengan perbedaan variasi fraksi volume serat tangkai ilalang: 30%, 40%, 50% untuk pembuatan panel.

Hasil: penelitian komposit serat tangkai ilalang menunjukkan bahwa, kekuatan bending yang paling optimal pada fraksi

(26)

31

volume 40% (serat) dan 60%

(matrik) yaitu dengan nilai sebesar 51,56 Mpa. Pada pengujian impak ketangguhan impak yang optimal pada fraksi volume 40% (serat) dan 60%

matrik) yaitu dengan nilai sebesar 10460 J/mm2 . Sedangkan pada pengujian tarik kekuatan tarik yang paling optimal pada 40% (serat) dan 60% (matrik) yaitu dengan nilai sebesar 30,058 Mpa.

4 Machmudi,2016 Analisis Komposit Berpenguat Serat Pohon Aren (Ijuk) Acak Anyam Acak Terhadap

Kekuatan Bending Dan Kekuatan Impact Dengan Resin Polyester.

Metode: Komposit dari serat Ijuk pohon aren - poliester melalui metode hand lay up dan cetak tekan (press mold) yang disusun secara tiga lamina yaitu acak-anyam- acak.

Hasil: Komposit polyester berpenguat serat ijuk pohon aren susunan acak-anyan- acak dengan fraksi volume serat 20%, 30%, 40%, 50%

dan 60% didapat kekuatan impact maksimum pada fraksi volume serat 40%

sebesar 18.9162 Joule.

5 Sri Endah Susilowati,2017

Studi Perlakuan Alkali Terhadap Sifat Mekanik

Metode: Pengujian sifat mekanik kekuatan bending, kekuatan tarik, SEM, pada

(27)

32 Bahan Komposit

Berpenguat Sekam Padi.

komposit sekam padi dan matrik urea formaldehide dengan variasi perlakuan perbandingan sekam padi Vf = 30% ,40%, 50% dan 60% sedang urea formaldehide Vm = 70%, 60%, 50%, 40% dan perlakuan alkalisasi pada sekam padi masing-masing direndam dalam larutan alkali selama 4 jam.

Hasil: Pengujian kuat tarik diperoleh nilai optimal pada sampel dengan fraksi volume 40% dan ketebalan 5 mm sebesar 0,4220 MPa.

Referensi

Dokumen terkait

Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai pengisi dan bahan pengikat serat-serat tersebut yang disebut matrik.. Didalam komposit unsur

Serat adalah bahan pengisi matrik yang digunakan untuk dapat memperbaiki sifat dan struktur matrik yang tidak dimilikinya, juga diharapkan mampu menjadi bahan penguat matrik

Menurut bentuk seratnya, fiberglass dapat dibagi dalam dua jenis yaitu serat panjang (continuous fiber) dan serat pendek (discontinuous fiber). Bahan komposit selain terbuat dari

Matrik harus dapat mendistribusikan beban secara merata pada tiap bagian material dengan baik, dan serat yang digunakan dalam pembuatan komposit juga harus dapat

Gelagar melintang berfungsi untuk menahan beban dan gaya yang bekerja pada plat lantai dan beban yang berasal dari beban hidup dan berat sendiri, serta.. sebagai pengikat

pada bahan komposit tersebut rendah, maka tidak akan mampu menahan tekanan yang lebih besar sehingga menyebabkan retakan (cracking). Keretakan juga dapat diakibatkan dari

Matrik dalam teknologi komposit didefinisikan sebagai suatu material yang berfungsi sebagai pengisi dan pengikat yang mendukung, melindungi dan dapat mendistribusikan beban

Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai pengisi dan bahan pengikat serat-serat tersebut yang disebut matrik.. Didalam komposit unsur