• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Kajian tentang Anak Tunagrahita

a. Pengertian Anak Tunagrahita

Anak tunagrahita terdapat beberapa kata adalah lambat mental, cacat mental, kurang otak, kurang pikiran, serta mentaly retarded. Mumpuniarti (2007: 5) mengutip Smith yang mengatakan:

“People who are mentally retarded overtime have been referred to as dumb, stupid, immature defective, deficient, subnormal, incompetent, and dull. Terms such as idiot, imbecile, moron and feebleminded were commonly used historically to label this population. Although the word faal referred to those who l were mentally ill, and the word idiot was directed toward individuals who were severely retarded, these terms were frequently used interchangeably.”

Disimpulkan bahwa di masa dahulu orang mengartikan lambat mental menggunakan istilah Dungu (Dumb), kolot (Stupid), tidak masuk dewasa (Immature), rusak (Defective), kurang baik dari sempurna (Deficient), di bawah tingkatan awam (Subnormal), tak berdaya (Incompetent), serta tidak tajam (Dull). Kata-kata arti lainnya adalah Idiot, Imbecile, Moron, dan Feebleminded digunakan sebagai sebutan beberapa anggota menyandang nama-nama itu. Lebih dari itu dikatakan Tolol (Fool) memberikan pandanga arah ke orang sakit mental, dan istilah Idiot, menunjuk bahwa pribadi stigma berat, keduanya tak jarang memberikan sebutan nama-nama itu saling bergantian dengan istilah yang lainnya.

Menurut American Association on Mental Deficiency (AAMD) dikutip Somantri (2008:43) disimpulkan “anak tunagrahita merupakan anak yang secara awam memiliki kekurangan pada fungsi intelektualnya secara konkret dan bersamaan dengan itu, berdampak juga di kekurangannya dalam hal perilaku adaptifnya, dimana hal ini terjadi di masa perkembangannya berasal lahir hingga menggunakan usia delapan belas tahun.” commit to user

(2)

Berdasarkan penjelasan diatas bisa dijelaskan bahwa anak tunagrahita merujuk pada penyandang disabilitas dalam kedua aspek tersebut, yaitu aspek pertama tunagrahita lebih rendah dari anak awam. Alasan kedua adalah kurangnya perilaku adaptif atau kesulitan dalam melakukan perilaku berdasarkan kondisi yang sebelumnya tidak diketahui. Sejak kelahiran anak hingga usia delapan belas tahun, keadaan ini telah terjadi dalam proses tumbuh -kembang, kemampuan berpikir dan sosial.

menurut Santoso (2010:130), “seseorang tunagrahita ialah pribadi yang mempunyai tingkat kepandaian pada bawah tingkatan kemampuan awam serta disertai menggunakan ketidakmampuan terhadap adaptasi sikap yang timbul pada masa perkembangan.” Menurut Japan League for Mentally Retarded ”IQ kecerdasan rendah, yaitu IQ berdasarkan tes kecerdasan standar adalah 70 atau lebih rendah, dan itu terjadi selama masa perkembangannya, yaitu antara konsepsi dan usia 18 tahun” (Geniofam, 2010: 25) .

Berpijak kepada Bratanata yang dikutip Efendi (2006: 88) mengatakan “seorang mengkategorikan berkelainan mental di subnormal atau tunagrahita jika dia mempunyai skala kecerdasan di bawah awam, sehingga di dalam menjalankan tugas perkembangannya membutuhkan bantuan atau layanan secara khusus, termasuk dalam program pendidikannya.”

Berdasarkan beberapa definisi sumber membawa pada kesimpulan terhadap seseorang tunagrahita ialah seseorang diberi pandangan jelas mengalami retardasi kejiwaan, oleh karena itu untuk mencapai potensi maksimalnya diperlukan layanan pendidikan khusus. Karena kecacatan ini, sulit bagi mereka untuk belajar dimana mereka sering terlihat tertinggal dari teman awam mereka.

b. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Klasifikasi diperlukan untuk memfasilitasi menolong, bantuan atau layanan kepada seseorang penyandang tunagrahita. Dalam klasifikasi ini terdapat beberapa metode menurut disiplin ilmu dan pendapat para ahli yang mengemukakannya. Menurut Yusak (2003: 61) dapat dijelaskan ”klasifikasi anak tunagrahita menurut IQ (tingkat intelektual) adalah sebagai berikut: commit to user

(3)

idiot, yakni kemampuan intelektual maksimalnya sama dengan pada anak awam pada usia 2 tahun. IQ diantara 0-19. Kecerdasan maksimal sama dengan pada anak awam pada usia 7 tahun, dan minimal sama dengan pada anak awam pada usia 3 tahun (IQ diantara 20-49). Debil mengatakan, kapasitas intelektual maksimal sama dengan pada anak awam pada usia 10 tahun (minimal pada usia 7 tahun), dan IQ diantara 50-69. Anak lamban belajar, yaitu kemampuan intelektual maksimalnya sama dengan pada anak awam. IQ diantara 78-89.”

Santoso (2010: 130) menggolongkan anak retardasi mental ” klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada strata IQ (intelligent quotient).

Tunagrahita ringan (IQ=51-70), tunagrahita sedang (IQ=36-50), tunagrahita berat (IQ=20-35), serta tunagrahita sangat berat (IQ kurang daripada 20).”

Pengelompokan anak tunagrahita biasanya didasarkan pada tingkat kecerdasannya, meliputi tunagrahita ringan, sedang dan berat. Soemantri (2008: 86) mengutip klasifikasi anak tunagrahita Suparlan disimpulkan sebagai berikut:

1) Tunagrahita Ringan

Anak penyandang tunagrahita ringan memiliki keterbelakangan mental dibawah anak awam. Dia juga disebut moron atau debil.

Perkembangan mentalnya sama dengan anak umur 8-l2 tahun, daya pikir rendah tidak lebih dari kemampuan pikir anak usia 12 tahun. Dari Binet,

“IQ mereka pada skala 68-52, sedangkan IQ mereka menurut Skala Weisler (WISC) antara 69-55.” Mereka membutuhkan guru khusus atau pendamping dalam mengikuti pelajaran seperti membaca, menulis dan berhitung serta bina diri secara sederhana. Anak tunagrahita ringan membutuhkan pendamping atau layanan khusus dalam belajar. Pada akhirnya mereka dapat bekerja untuk bertahan hidup.

Anak dengan disabilitas intelektual ringan dapat menerima pekerjaan semi-terampil, seperti binatu, pertanian, peternakan, dan pekerjaan rumah. Bahkan dengan pelatihan dan bimbingan yang tepat,

commit to user

(4)

anak dengan retardasi mental ringan dapat bekerja di bawah pengawasan pabrik.

2) Tunagrahita Sedang

Anak retardasi mental ini adalah keadaan anak yang memiliki kecerdasan berpikir yang sangat rendah pada umumnya. IQ grup ini (51- 36 pada skala Binet serta 54-40 pada skala Weschler) . Anak cacat mental ini bisa berkembang hingga berusia kurang lebih pada usia 7 tahun. selama perkembangannya ini membutuhkan guru atau pendamping untuk belajar dan berlatih. Mereka bisa diajari macam -macam bina diri; melindungi diri serta melindungi diri dari bahaya, mirip menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya dan berlindung dari hujan.

Anak tunagrahita sedang sangat sulit sekali, walaupun masih mampu bersosialisasi, seperti menulis nama, alamat tempat tinggal , dll, mereka tidak mampu belajar ilmu akademik mirip menulis, membaca serta berhitung. Mereka bisa belajar bina diri misalnya mandi, berpakaian, makan, minum, melakukan pekerjaan di tempat tinggal sederhana yang bersih dan membersihkan rumah dan lingkungan -lingkungan sekitarnya.

3) Tunagrahita Berat

Taraf kecerdasan golongan tunagrahita berat ini rendah tak jarang dianggap idiot. kelompok ini bisa dibagi menjadi anak tunagrahita berat serta sangat berat. mereka mampu rawat diri, berkomuikasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara sederhana dan terbatas, begitu juga sebaliknya.

4) Tunagrahita Sangat Berat

Kelompok anak penyandang tunagrahita sangat berat (Profound) di bawah 19 pada skala Binet, dan IQ di bawah peringkat Wesler (WISC) di skala 24.

Sementara mengikuti aturan The American Association on Mental Deficiency (AAMD) dalam kutipan Alimin (2008:45), “anak tunagarhita dapat diklasifikasikan menurut tingkat kecerdasan, atau menurut kemampuan beradaptasi dengan perilaku. Menurut kemampuan kecerdasan, apabila commit to user

(5)

kecerdasan anak 2-3 penyimpangan standar dari rata-rata kecerdasan tergolong sebagai penyandang tunagrahita.”

AAMD menggunakan standar penyimpangan tersebut untuk mengembangkan sistem pengelompokan anak penyandang tunagrahita berdasarkan tingkat perkembangan fungsi intelektualnya, yang selanjutnya disebut Intelligence Quotient (IQ). Individu dengan IQ di bawah rata-rata dengan 2-3 standar deviasi diklasifikasikan sebagai anak dengan tunagrahita ringan. Individu dengan IQ di bawah rata-rata 3-4 standar deviasi atau penyimpangan diklasifikasikan sebagai anak dengan penyandang Tunagrahita sedang. Seseorang dengan IQ 4-6 standar deviasi di bawah rata- rata diklasifikasikan sebagai anak dengan tunagrahita berat, dan anak dengan IQ lebih dari 6 standar deviasi diklasifikasikan sebagai anak penyandang Tunagrahita Sangat Berat.

Santoso (2010: 130) mengemukakan ”sudut pandang yang lain, dapat diartikan bahwa klasifikasi anak tunagrahita, yaitu penggolongan tunagrahita didasarkan pada tingkat IQ. tunagrahita ringan (IQ = 51-70), tunagrahita sedang (IQ adalah 36 sampai dengan 50), tunagrahita berat (IQ adalah 20 sampai dengan 35) dan anak tunagrahita sangat berat (IQ kurang dari 20).”

Beralaskan klarifikasi di atas, didapati kesimpulan bahwa IQ anak tunagrahita antara 0-19 tahun dengan IQ tertinggi sama dengan anak awam usia 2-3 tahun dengan IQ antara 20-49 tahun. Debil, yaitu kapasitas intelektual maksimalnya sama dengan anak awam berusia 7-10 tahun, dengan IQ antara 50-69. Lambat belajar yaitu kemampuan intelektual maksimal sama dengan anak awam. IQ antara 78-89 tidak melebihi kecerdasan anak awam berusia 16 tahun. Penerapan batas atau lambat belajar memiliki IQ 51-70 untuk tunagrahita ringan, IQ 36-50 untuk anak tunagrahita sedang, IQ 20- 35 untuk tunagrahita berat, dan IQ kurang dari 20 untuk tunagrahita anak sangat berat . Pada dasarnya para ahli sepakat bahwa anak tunagrahita dibedakan menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu: Ringan, Sedang, Berat dan Sangat Berat.

commit to user

(6)

Bersumber pada kategorisasi dari para pakar dalam tulisannya, maka penulis akan meneliti anak penyandang Tunagrahita dalam kategori termasuk mampu memiliki IQ antara 36 dan 50. ”Anak tunagrahita mampu didik (Debil) adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi anak tunagrahita ini masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan-pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal” (Efendi, 2006: 90).

c. Penyebab Tunagrahita

“Faktor - faktor penyebab tunagrahita dipandang dari sisi tumbuh dan berkembang,” menurut Devenport dalam Nur'aeni (2004: 108) dapat diuraikan sebagai berikut: “

1) Kelainan atau ketunaan yang timbul pada benih plasma.

2) Kelainan atau ketunaan yang dihasilkan selama penyuburan plasma.

3) Dikaitkan dengan implantasi 4) Timbul dalam embrio

5) Timbul dari luka saat kelahiran 6) Timbul dalam janin.”

Menurut Efendi (2006: 91), dijelaskan ”penyebab retardasi mental seseorang ditentukan oleh jangka waktu terjadinya, yaitu sejak lahir (faktor endogen) dan faktor eksternal seperti penyakit atau kondisi lain (faktor eksogen). Faktor eksogen adalah faktor cacat psikobiologis dalam transfer gen, sedangkan faktor eksogen adalah faktor yang terjadi akibat perubahan patologis dari perkembangan awam.” Dalam hal tumbuh kembang, menurut Devenport yang dikutip oleh Efendi (2006: 91), ”perkembangan Alasan ketunagrahitaan dapat dijelaskan secara detail melalui tingkat berikut:

1) kelainan atau keturunan yang timbul pada benih plasma;

2) kelainan atau keturunan yang dihasilkan selama penyuburan telur;

3) kelainan atau keturunan yang diakibatkan dengan implantasi;

4) kelainan atau keturunan yang timbul dalam embrio;

5) kelainan atau keturunan yang timbul dari luka saat kelaihiran;

6) kelainan atau keturunan yang timbul dalam janin;

7) kelainan atau keturunan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-kanak.”

commit to user

(7)

“Tunagrahita bisa disebabkan oleh banyak faktor” (Dirjen PLB UPI, 2006: 5), “sebagai berikut:

1) Genetik

a) Kerusakan atau kelainan biokimiawi b) Abnormalitas kromosomal

c) Anak tunagrahita yang lahir disebabkan oleh faktor ini pada umumnyaa dalah sindroma down atau sindroma mongo dengan IQ antar 20 – 60 dan rata-rata memiliki IQ 30 – 50

2) Pada masa sebelum kelahiran a) Infeksi rubela

b) Faktor resus 3) Pada saat kelahiran

Retardasi mental atau tunagrahita yang disebabkan oleh kejadian - kejadian pada saat kelahiran adalah luka-luka pada saat kelahiran, sesak napas, dan lahir prematur

4) Pada saat setelah lahir

Penyakit akibat infeksi misalnya: meningitis (peradangan dalam selaput otak dan problema nurisi yaitu kekurangan gizi misanya:

kekurangan protein yang didierita bati dan awal masa kanak-kanak dapat menyebabkan tunagrahita

5) Faktor sosio kultural

Sosio kultural atau sosial budaya lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan intelektual manusia

6) Gangguan metabolisme atau nutrisi

a) Pheniketanuria gangguan pada metabolisme asam amino, yaitu gangguan pada enzim peniketo nuria.

b) Gargoylisme. Gangguan metabolosme saccharide dalam hati, limpa kecil, dan otak

c) Cretinisme. Gangguan pada hormon tiroid yang dikenal karena defisiensi yodium.”

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab anak tunagrahita adalah: pada masa prenatal kekurangan vitamin, gangguan psikis ibu, dan kelainan janin; saat natal proses persalinan tidak sempurna, dan pada masa pos natal sering sakit-sakitan dapat menyebabkan tunagrahita; kelainan genetik, metabolisme dan gizi, infeksi dan keracunan. Faktor lain mungkin juga karena kerentanan gen-ke -gen, faktor ekologi atau lingkungan, dan waktu terpapar. Misalnya, janin telah terpapar virus rubella selama trimester pertama, sehingga kecacatannya bisa serius. Saat lahir, saat setelah lahir, faktor sosial budaya dan gangguan metabolisme atau nutrisi juga dapat terjadi tunagrahita. commit to user

(8)

d. Karakteristik Tunagrahita

Tunagrahita atau kecerdasan rendah mengacu pada keadaan dimana perkembangan intelektualnya menemui hambatan dan tidak dapat mencapai tahap perkembangan yang optimal. Menurut Somantri (2008: 84), karakteristik anak tunagrahita adalah:

1) Keterbatasan Inteligensi

Inteligensi adalah daya upaya dalam mencari dan mempelajari pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat beradaptasi dengan masalah dan kondisi dan situasi kehidupan yang baru dikenal, dengan belajar dari pengalaman apa yang pernah dilalui, berpikir abstrak, menciptakan hal-hal baru, mampu melakukan penilaian teliti, analitis dan bijaksana, tidak melakukan kesalahan, mengatasi permasalahan yang terjadi, serta mempunyai tujuan masa depan. Anak penyandang tunagrahita menyimpan kekurangan dalam hal ini. efektivitas belajar anak penyandang tunagrahita seperti potensi belajar menulis, keterampilan berhitung dan keahlian membaca juga sangat terbatas.

2) Keterbatasan Sosial

Selain memiliki kecerdasan yang terbatas, anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam mengurus diri sendiri dan bergaul dengan orang lain. Oleh karena itu, anak tunagrahita ini membutuhkan bantuan orang lain untuk membantu mereka berinteraksi dengan lingkungan.

Anak tunagrahita sering berteman dengan anak yang memiliki usia lebih muda, sangat bergantung pada orang tua dan tidak bisa secara bijaksana memikul tanggung jawab sosial, sehingga harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga sangat rentan dan sering tidak mempertimbangkan konsekuensinya saat melakukan sesuatu.

3) Keterbatasan Fungsi Mental

Anak tunagrahita membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikan reaksi mereka terhadap situasi baru. Ketika mereka mengikuti rutinitas, mereka menunjukkan respon terbaik dan mengalaminya secara konsisten

commit to user

(9)

setiap hari. Anak tunagrahita tidak dapat melakukan aktivitas atau tugas - tugas dalam waktu yang lama.

Anak tunagrahita juga memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa.

Mereka tidak mengalami kerusakan sendi, tetapi pusat pemrosesan (kosakata) tidak berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, mereka membutuhkan kata-kata spesifik yang sering mereka dengar. Persamaan dan perbedaan harus diselesaikan berulang kali. Latihan -latihan sederhana (misalnya, mengajarkan konsep besar dan kecil, kesulitan dan kelemahan) memerlukan metode khusus. Selain itu, mereka tidak terlalu memikirkan hal -hal untuk membedakan yang baik dari yang buruk.

Anak tunagrahita juga memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa -bahasa. Mereka tidak mengalami kerusakan artikulasi, tetapi pusat pemrosesan (kosakata) tidak berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, mereka membutuhkan kata -kata spesifik yang sering mereka dengar. Persamaan dan perbedaan harus diselesaikan berulang kali. Latihan sederhana (misalnya, mengajarkan konsep -konsep besar dan kecil, kesulitan dan kelemahan) memerlukan metode khusus. Selain itu, mereka tidak terlalu memikirkan hal- hal untuk membedakan yang baik dari yang buruk.

James D. Page yang dikutip Apriyanto (2012: 33-34) menguraikan karakteristik anak tunagrahita sebagai berikut:

1) Kecerdasan, kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan cara membeo (rote- learning) bukan dengan pengertian.

2) Sosial, dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara dan memimpin diri. Ketika masih kanak-kanak mereka harus dibantu terus menerus, disingkirkan dari bahaya dan diawasi waktu bermain dengan anak lain.

3) Fungsi-fungsi mental lain, mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, pelupa dan sukar mengungkapkan kembali suatu ingatan.

Mereka menghindari berpikir, kurang mampu membuat asosiasi dan sukar membuat kreasi baru. commit to user

(10)

4) Dorongan dan emosi, perkembangan dan dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan masing-masing.

Kehidupan emosinya lemah, mereka jarang menghayati perasaan bangga, tanggung jawab dan hak sosial.

5) Organisme Struktur dan fungsi organisme pada anak tunagrahita umumnya kurang dari anak normal. Dapat berjalan dan berbicara diusia yang lebih tua dari anak normal. Sikap dan gerakannya kurang indah, bahkan diantaranya banyak yang mengalami cacat bicara.

Berdasarkan karakteristik di atas bisa diambil kesimpulan bahwa anak tunagrahita mempunyai keterbatasan inteligensi, memiliki kekurangan - kekurangan dalam hal belajar, penyesuaian diri, dan kemampuan merencanakan masa depan, keterbatasan sosial yaitu memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dan bergaul di masyarakat, keterbatasan fungsi mental, tidak dapat menghadapi suatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu yang lama. Anak tunagrahita juga memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa.

e. Dampak Tunagrahita bagi Siswa

Anak penyandang Tunagrahita tidak dapat mencapai penampilan di dalam dirinya yang lebih baik dan setara dengan anak awam, sebab dibandingkan dengan anak awam, anak penyandang tunagrahita Menguasai daya ingat yang lemah. Oleh karena itu, tidak mengherankan ketika pesan yang dikirimkan kepada anak penyandang Tunagrahita seringkali tidak melewati prosedur pengolahan analisa kognitif. Pertumbuhan kognitif anak penyandang Tunagrahita biasanya tidak bisa melebihi masa atau tahap perkembangannya. Bahkan pada tahap perkembangan yang paling sederhana, anak dengan disabilitas intelektual sering kali gagal mencapai hasil yang diinginkan.

Ketertinggalan kelanjutan tumbuh-kembang kognitif anak penyandang Tunagrahita merupakan kesulitan serius saat tugas pengembangkannya. Menurut Efendi (2006: 98), beberapa kendala yang muncul pada anak tunagrahita juga menjadi ciri-cirinya, ”sebagai berikut: commit to user

(11)

1) Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret dan sukar berpikir.

2) Mengalami kesulitan dalam konsentrasi.

3) Kemampuan sosialisasinya terbatas.

4) Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit.

5) Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi.

6) Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertnggi bidang baca, tulis, hitung tidak lebih dari anak awam setingkat kelas IV-VI SD.”

Menurut Hadikasma (2014: 29), hambatan yang tampak pada anak tunagrahita atau anak subnormal yaitu anak yang otaknya tidak dapat mencapai perkembangan dengan penuh, sehingga mengakibatkan anak mengalami keterbatasan kemampuan belajar dan penyesuaian sosial, perkembangan kognitif dan psikomotoriknya. Keterbatasan daya pikir yang dialami anak tunagrahita menyebabkan mereka sulit mengontrol, apakah perilaku yang ditampakkan dalam aktivitas sehari-hari wajar atau tidak, baik perilaku yang berlebihan maupun perilaku yang kurang serasi. Atas dasar itulah maka untuk anak tunagrahita perlu dilakukan modifikasi perilaku melalui terapi perilaku.

Untuk memberikan terapi perilaku kepada anak terbelakang mental, terapis harus mempunyai sikap dan tingkah laku kasih sayang, mengerti dibutuhkan oleh pendidikan humanistik yaitu penerimaan yang hangat, semangat yang tinggi, keikhlasan dan keikhlasan, serta rasa simpati yang tinggi terhadap kondisi anak. Tanpa menguasai persyaratan tersebut, penerapan teknik-teknik motifikasi perilaku pada lambat mental tidak akan berhasil dengan baik sesuai yang diinginkan.

f. Pelayanan Pendidikan

Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita bisa dilaksanakan di beberapa lembaga pendidikan, antara lain:

1) Sekolah Khusus

commit to user

(12)

Untuk sekolah luar biasa, dalam satu kelas, terdapat maksimal 10 anak dianggap sama kemampuannya dengan pembimbing atau guru khusus.

2) Program Sekolah di Rumah

Program ini diselenggarakan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah karena keterbatasannya, misalnya sakit.

Program dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orang tua, sekolah, dan masyarakat.

3) Panti (griya) Rehabilitasi

Ini cocok untuk anak dengan kecerdasan sangat rendah, kemampuan rendah, dan biasanya berbagai hambatan (seperti penglihatan, pendengaran atau keterampilan motorik). Perencanaan di rumah lebih difokuskan pada perawatan.

g. Kebutuhan Anak Tunagrahita

Anak tunagrahita dapat aktifitasnya sehari-hari memerlukan kebutuhan antara lain: kebutuhan pendidikan, kebutuhan sosial dan emosi, kebutuhan fisik dan kesehatan (Marja dan Pamuji, 2018: 42).

1) Kebutuhan pendidikan

Anak tunagrahita perlu dididik seperti anak awam lainnya. Pendidikan dapat membantu tumbuh kembang sesuai dengan potensi individu.

Anaktunagrahita secara khususnya membutuhkan:

a) Jenis mata pelajaran

Sulit bagi anak tunagrahita untuk belajar sesuai dengan tingkatannya sendiri. Hanya dengan cara ini dapat lebih ditargetkan pada mata pelajaran keterampilan saat memberikan materi. Hal ini dapat menyeimbangkan bobot anak tunagrahita dalam 70% mata kuliah keterampilan, sedangkan sisanya digunakan untuk pembelajaran akademik dan apresiasi.

b) Waktu belajar

commit to user

(13)

Anak perlu mempelajari sesuatu berulang-ulang, dan mereka membutuhkan contoh-contohspesifik agar mereka dapat memperoleh respon dari materi yang akan mereka pelajari.

c) Kemampuan pengembangan diri

Penelitian pengembangan diri pada anak tunagrahita bertujuan agar anak tidak lagi bergantung pada orang lain. Jika masalah ini awam, anak dapat belajar melalui observasi, namun di sisi lain anak tunagrahita harus diajar secara teratur dan terencana. Hal ini terutama berlaku untuk anak dengan gangguan mental sedang dan berat.

2) Kebutuhan sosial dan emosi

Karena kondisi abnormal dan respon terhadap lingkungan yang tidak dapat memahami keberadaan anak tunagrahita, dan sulit bagi anak untuk mewujudkan kebutuhan tersebut. Misalnya sulit bagi mereka untuk membersihkan diri, memasuki masa puber, mencari pekerjaan, dan tidak memahami arti pubertas. Pada saat yang sama, kebutuhan seksual anak berkembang secara awam. Masalah tersebut akan menjadi gangguan emosi termasuk keluarga. Oleh karena itu, perlu adanya penerimaan terhadap kondisi anak dan kemauan untuk membantu anak mengembangkan potensinya.

3) Kebutuhan fisik dan kesehatan

Permintaan ini terkait erat dengan tingkat ketuna -grahitaan. Bagi anak retardasi mental sedang dan berat ini, mereka cenderung mengalami ketidaknyamanan fisik (keseimbangan) dan tidak dapat menjaga diri sendiri sehingga rentan menderita.

Menurut Astati (2009: 29), kebutuhan pendidikan dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh anak tunagrahita. Secara khusus dalam pendidikan, siswa tunagrahita membutuhkan :

1) Jenis mata pelajaran, penentuan materi pembelajarannya lebih banyak diarahkan pada pelajaran keterampilan.

2) Waktu belajar, siswa tunagrahita membutuhkan pengulangan mempelajari sesuatu.

commit to user

(14)

3) Kemampuan bina diri, kajian bina diri bagi siswa tunagrahita dibutuhkan agar dapat mengantarkan siswa untuk tidak tergantung pada orang lain.

Pembelajaran siswa tunagrahita membutuhkan penentuan materi pembelajarannya lebih banyak diarahkan pada keterampilannya, bukan hanya itu waktu belajar juga sangat diperlukan oleh siswa tunagrahita dengan menggunakan contoh-contoh konkrit dan pengulangan berulang namun hal ini pengulangan tergantung pada klasifikasi ketunagrahitaannya serta dibutuhkan pula kemampuan bina diri agar dapat mengantar siswa untuk tidak tergantung pada orang lain.

Kajian tentang Koordinasi Mata dan Tangan a. Perkembangan Motorik

Berdasarkan Sunardi & Sunaryo (2007: 113) pertambahan dan kemajuan motorik adalah tumbuh kembang mengendalikan gerakan badan dalam melakukan kegiatan secara bersama dan menyeluruh terintergrasi antara sistem saraf, tulang sendi atau spinal cord otot, dan otak. Semantara menurut Desmita (2009: 97) perkembangan keterampilan motorik “gerakan tubuh atau bagian tubuh yang disengaja, otomatis, cepat, dan akurat, yang merupakan rangkaian koordinasi ratusan otot kompleks.” Pada anak khususnya bayi, gerakan-gerakan motorik memilili penguasaan keterampilan motorik dasar dengan cepat. Pada saat yang sama, bayi yang tidak memiliki kesempatan seringkali mengalami hambatan -hambatan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan keterampilan motoriknya.

Perkembangan motorik biasanya boleh dipisahkan atas dua bagian yang penting yaitu perkembangan motorik kasar dan perkembangan motorik halus. Selain itu juga ada yang menambahkan lengkap dengan tumbuh kembang dalam pemecahan masalah visual gerak atau koordinasi mata dan tangan sebagai perkembangan motorik halus.

6) Motorik kasar

Menurut Sunardi & Sunaryo (2007: 113) diartikan “Keterampilan motorik kasar mengacu pada kemampuan menggerakkan tubuh dengan commit to user

(15)

menggunakan otot besar (sebagian besar atau sepuluh anggota tubuh), yaitu kemampuan yang memungkinkan anak untuk melakukan fungsi otot tubuh secara awam, seperti kemampuan duduk, menendang, berlari dan kemampuan lainnya.” Menurut Desmita (2009: 98) “Keterampilan motorik kasar meliputi keterampilan otot besar pada lengan, tungkai, dan batang tubuh, seperti berjalan dan melompat. Sebelum perilaku refleks menghilang, bayi dapat melakukan latihan fisik yang lebih mudah dikendalikan dan disengaja.”

7) Motorik halus

Menurut Sunardi & Sunaryo (2007: 113), disimpulkan

“keterampilan motorik halus mengacu pada gerakan yang menggunakan otot polos atau bagian tubuh tertentu (tangan dan jari) dan memanipulasi lingkungan.” Seperti yang kita ketahui bersama, penguasaan tangan dilakukan berawal dari bahu, sehingga menyebabkan gerakan kasar lengan membentuk gerakan sudut yang baik, pada terakhir gerakan dari sendi- sendi pergelangan tangan dan jari. Tindakan memindahkan benda di tangan dimulai dengan melakukan genggaman seluruh tangan, selanjutnya gerakan menjepitnya benda tersebut dengan jari-jari. Fungsi yang termasuk keterampilan motorik halus diatas adalah kemampuan untuk melakukan tindakan dari benda di tangan ke tempat lain, mengolesi, menata potongan-potongan kayu segi empat, memotong, memegang pensil untuk menulis menggambar, dan sebagainya.

Perkembangan gerakan, keterampilan dan gerakan posisi tegak merupakan aspek penting, dan secara signifikan meningkatkan pertumbuhan kognitif, sosial dan psikologis anak . Melalui keterampilan tersebut anak dapat mengeksplorasi lingkungannya secara lebih luas sehingga anak dapat duduk dan menjaga keseimbangannya, dan anak sudah mulai belajar menyentuh dengan tangan. Perkembangan motorik tidak selalu berjalan mulus karena dipengaruhi banyak faktor. Dari kutipan Falen dan Umansky (Sunardi & Sunaryo, 2007: 114) disimpulkan bahwa commit to user

(16)

perkembangan motorik tidak hanya dipengaruhi oleh aspek biologis atau neurologis, seperti struktur tubuh dan kematangan, tetapi juga oleh variabel lain, seperti genetika, lingkungan, budaya, pembelajaran dan Kesempatan pelatihan, Peran gender, sikap anak terhadap keterampilan motorik dan sikap orang lain serta interaksinya dengan anak juga dipengaruhi oleh kebugaran fisik anak. Tanpa kesehatan fisik yang baik, sulit bagi anak untuk memperoleh keterampilan postural motorik dasar yang memadai. Menurut penelitian Sunardi & Sunaryo (2007: 115), kondisi kesehatan fisik meliputi:

a) Kekuatan (besarnya tenaga yang dimiliki),

b) Daya tahan otot (kekuatan otot untuk menahan sesuatu),

c) Kelenturan (kemampuan menggerakkan bagian tubuh secara teratur, dinamis dan tepat),

d) Kebugaran cardiovascular (pernapasan dan sirkulasi udara),

e) Kekuatan eksplosif (seperti pada saat melempar dengan kecepatan tinggi),

f) Ketangkasan (mengubah gerakan secara cepat dan tepat),

g) Keseimbangan (mempertahankan posisi tubuh pada saat bergerak ataupun diam),

h) Koordinasi (kerjasama mata -tangan atau mata-kaki)

i) Serta kecepatan gerak (bergerak secara singkat dari satu tempat ke tempat lain).

Sunardi & Sunaryo (2007: 115) menerangkan tentang kaitan dengan kecerdasan, hubungan antara perkembangan motorik kasar dengan kecerdasan dikemudian hari tidaklah signifikan. Sementara perkembangan motorik halus terutama perkembangan visual motor merupakan indikator -indikator yang baik intelegensi.

b. Koordinasi Gerak

Keterampilan gerak pada dasarnya dibagi menjadi 3 bagian, yang pertama adalah gerak lokomotor, kedua adalah gerak non lokomotor, dan yang terakhir adalah gerak manipulatif. Gerak Lokomotor adalah commit to user

(17)

keterampilan anggota tubuh berpindah tempat dari satu titik ke titik lain.

Gerak Non lokomotor adalah keterampilan memanfaatkan anggota tubuh sebagai porosnya untuk melakukan gerak diam ditempat tanpa melakukan perpindahan tempat, sehingga menyebabkan tubuh tidak berpindah tempat.

Gerak Manipulatif adalah gerakan yang dilakukan dalam kemampuan anggota tubuh yaitu tangan, kaki, atau kepala dengan menggunakan media alat berupa bola dan sebagainya. Gerak manipulatif ini untuk koordinasi mata kaki, mata tangan, misalnya melempar, menangkap dan menendang.

1) Pengertian Koordinasi Gerak

Ismaryati (2011: 53) mengartikan koordinasi motorik sebagai hubungan yang harmonis antar kelompok otot selama bekerja, yang dapat dibuktikan dengan berbagai keterampilan. Koordinasi sulit dibedakan dengan kelincahan, sehingga pengujian koordinasi juga bertujuan untuk mengukur kelincahan. Tidak terkecuali anak penyandang Tunagrahita ringan dalam kehidupan sehari-hari, mereka memerlukan kebutuhan koordinasi yang baik untuk menyelesaikan pekerjaan yang mereka hadapi.

Tanpa koordinasi motorik yang baik, akan sulit bagi individu untuk mempelajari keterampilan teknis dasar. Selain itu, koordinasi gerakan mata dan tangan akan mengarah pada pengaturan waktu dan akurasi.

Koordinasi juga menunjukkan kombinasi kontraksi otot, tulang dan sendi selama latihan, sehingga keterampilan koordinasi sangat erat kaitannya dengan keterampilan olahraga lainnya (seperti keseimbangan, kecepatan, ketepatan dan ketangkasan).

2) Berbagai macam Koordinasi

Pada dasarnya menurut Bompa (Sukadiyanto, 2002: 140) macam - macam koordinasi dibagi dua bagian yang jelas, antara lain koordinasi umum dan koordinasi khusus.

a) Koordinasi umum

Menurut Sage (Sukadiyanto, 2002: 140) dapat disimpulkan bahwa koordinasi secara keseluruhan adalah keterampilan dengan koordinasi seluruh tubuh untuk menyesuaikan dan mengatur gerakan pada saat commit to user

(18)

diperlukan oleh tubuh. Dengan kata lain bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh tangan, kaki, kepala melibatkan seluruh atau sebagian besar otot, sistem saraf, dan persendian. Oleh karena itu, koordinasi umum semacam ini membutuhkan aturan dan tata cara gerak dari anggota tubuh lainnya, agar gerak yang dilakukan dari anggota tubuh menjadi tepat sasaran, serasi dan efektif, pada akhirnya dapat menguasai keterampilan gerak yang telah dilakukan dalam latihan.

Koordinasi keseluruhan mewujudkan faktor penting dalam kinerja olahraga, ini memperlihatkan tingkat skala keterampilan seseorang.

b) Koordinasi Khusus

Menurut penjelasan Sage (Sukadiyanto, 2002: 140), bahwa koordinasi khusus adalah harmonisasi antara keselarasan beberapa anggota badan, yaitu kemahiran untuk mengkoordinasikan gerakan kaki, tangan, kepala dari tubuh pada waktu yang bersamaan. Biasanya masing- masing cara dan teknik dalam kegiatan olahraga menunjukkan hasil kombinasi tangan, mata. Koordinasi khusus adalah kelanjutan yang lebih baik dalam penggabungan koordinasi umum dengan kemampuan olahraga yang lainnya berdasarkan ciri-ciri olah raga ini. Karakteristik seseorang dengan keterampilan koordinasi yang sangat baik dalam teknologi tampilan dapat menjadi harmonis, serasi, cepat, mudah, tepat, fleksibel dan indah. Oleh karena itu, beberapa contoh yang termasuk koordinasi khusus antara lain koordinasi mata dan tangan, koordinasi mata dan kaki, koordinasi tangan -kaki, dan sebagainya.

c. Koordinasi Mata dan Tangan 1) Pengertian Mata

Koordinasi khusus adalah pengembangan penggabungan koordinasi umum dengan kemampuan olahraga biologis lainnya berdasarkan ciri -ciri olah raga ini. Karakteristik seseorang dengan keterampilan koordinasi yang sangat baik dalam teknologi tampilan dapat menjadi harmonis, cepat, mudah, sempurna, tepat, dan fleksibel. Oleh commit to user

(19)

karena itu, beberapa contoh yang termasuk koordinasi khusus antara lain koordinasi mata dan tangan, koordinasi mata dan kaki, koordinasi tangan dan kaki, dan sebagainya. Mata adalah bagian indra penglihatan yang terdiri atas dua buah bola mata yang terletak antara sebelah kanan dan sebelah kiri (Takari, 2007: 66).

Sehingga dalam pengertian mata berkaitan dengan koordinasi gerak, dapat disimpulkan bahwa mata adalah alat sensorik yang ditemukan oleh manusia, yang secara kontinyu dan teratur dapat mengatur jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata dan mengatur titik fokus pada obyek benda dekat dan obyek benda jauh yang tersusun dari dua bola mata.

2) Pengertian Tangan

Pengertian tangan ada dua, pengertian yang luas adalah tangan dimulai ujung jari-jari hingga siku-siku persendian lengan bawah, sedangkan pengertian sempit adalah anggota tubuh diawali dari pergelangan tangan sampai ke ujung jari-jari (disebut telapak tangan bagian dalam). Dalam menjalankan aktivitas kehidupan, tangan atau lengan berperan sebagai penggerak. (Takari, 2007: 124). Dapat diartikan bahwa seseorang dapat makan, minum, menulis, menggambar, dan membawa benda karena memiliki satu tangan, fungsi lain dari tangan melalui telapak tangan bisa dimanfaatkan sebagai perantara untuk merasakan keadaan benda atau kondisi eksternal (seperti kasar, halus, panas, dingin, dan nyeri). Kulit telapak tangan biasanya digunakan untuk bekerja.

3) Pengertian Koordinasi Mata dan Tangan

Salah satu unsur penting dalam pembelajaran dan penguasaan keterampilan motorik adalah koordinasi. Koordinasi adalah suatu unsur yang relatif sulit untuk didefinisikan secara tepat, karena fungsinya berkaitan erat dengan unsur -unsur kondisi fisik dan sangat bergantung pada kemampuan sistem saraf pusat. Para ahli telah mengusulkan beberapa definisi koordinasi, sebagai berikut:

commit to user

(20)

Menurut penelitian Jonath dan Krempel dalam Syafrudin, (2011:

169) dapat dijelaskan bahwa koordinasi merupakan kerjasama sistem saraf pusat yang dikoordinasikan melalui stimuli, hambatan dan proses otot rangka dalam gerakan terarah.

Kemampuan koordinasi Suharno dalam Syafrudin (2011: 169) adalah keterampilan seseorang merangkai segenap elemen gerakan secara selaras bersama-sama menjadi suatu gerakan yang terkoordinasi untuk mencapai tujuan. Kemudian menurut anjuran Bompa dalam Syafrudin (2011: 169) koordinasi dapat diartikan dengan suatu keahlian yang dimiliki dan sangat lengkap yang berkaitan erat dengan ciri-ciri gerak yang baik yaitu kecepatan, kekuatan, daya tahan dan kelentukan.

Berdasarkan batasan-batasan yang diyakini oleh beberapa ahli dalam pembuktian di atas dapat kesimpulkan bahwa koordinasi adalah keahlian tubuh dan anggota tubuh didalam meyelesaikan pekerjaan motorik yang berhubungan dengan kecepatan, kekuatan, daya tahan kelentukkan. Sangat jelas bahwa koordinasi sangat dibutuhkan bagi seorang atlet, karena koordinasi sering kali dikaitkan dengan kualitas gerakan.

Menurut Amin (2012: 251), Keterampilan koordinasi mata dan tangan adalah pengawasan yang terkoordinasi dari motorik halus mata melalui gerakan tangan, selanjutnya pemrosesan masukan optik untuk memandu ekstensi dan pegangan tangan, sambil menggunakan mata untuk memandu tangan untuk melakukan tugas. Koordinasi gerakan mata dan tangan sangat penting untuk tumbuh kembang anak. Koordinasi motorik dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menggabungkan berbagai olahraga menjadi pola gerakan -gerakan khusus.

Oleh karena itu, mengoordinasikan tindakan seseorang atau tidak mencerminkan kemampuannya untuk melakukan tindakan dengan lancar, tepat dan efisien. Oleh karena itu, koordinasi mata dan tangan merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan senam dengan benar, yang

commit to user

(21)

melibatkan tangan dan mata sebagai penentu utama keberhasilan suatu gerakan.

2. Kajian tentang Permainan Bola Voli Adaptif a. Permainan Adaptif

Adaptif mengambil masukan kata dari bahasa Inggris adapt dengan arti

“adaptasi”, maka pembelajaran olahraga adaptif bagi anak berkebutuhan khusus yang sesuai adalah pembelajaran dari materi-materi yang diberikan adalah menyesuaikan dengan kondisi dan kemampuan siswa. Dengan kata lain penyesuaiannya merupakan bentuk daripada rencana pembelajaran itu sendiri, metode pembelajaran yang digunakan, alat/media pembelajaran dan lingkungan sebagai tempat siswa belajarnya. Meimulyani dan Tiswara (2013:

72) menjelaskan “olahraga adaptif pada dasarnya sama dengan olahraga biasa. Pendidikan jasmani merupakan aspek dari keseluruhan proses pendidikan.” Melinda (2013: 83) menyebutkan bahwa pembelajaran adaptif merupakan pembelajaran biasa yang dimodifikasi dan dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dipelajarai, dilaksanakan dan memenuhi kebutuhan pendidikan anak berkebutuhan khusus.

Pendidikan jasmani adaptif adalah rencana pemberian pembelajaran dan layanan komprehensif (komprehensif) dibentuk bertujuan mengidentifikasi, mendeteksi, dan menyelesaikan kesulitan di bidang psikomotorik. Hampir semua kelompok difabel berkebutuhan khusus mengalami gangguan psikomotorik berkebutuhan khusus. Masalah psikomotorik disebabkan oleh kemampuan sensorik yang terbatas dan kemampuan belajar yang terbatas. Anak tungrahita memiliki masalah dengan interaksi dan perilaku sosial. Oleh karena itu, dapat dipastikan olah raga memiliki pengaruh yang besar bagi kelompok difabel berkebutuhan khusus dan akan berupaya menumbuh kembangkan serta mengoreksi keganjilan dan kekurangan. commit to user

(22)

Menurut Chalidah (Chalidah, 2005: 124) dapat disimpulkan “ bermain adalah suatu kegiatan yang menyenangkan yang dilakukan secara sukarela dan menggunakan kegiatan fisik, indera, emosional, komunikasi dan pikiran.” Chalidah (Chalidah 2005: 124) “Bermain (play) mengacu pada setiap kegiatan yang dilakukan untuk bersenang-senang, tanpa memperhatikan hasil akhirnya. Bermain atau play adalah istilah yang digunakan secara longgar, jadi arti utamanya mungkin hilang. Permainan dilakukan secara sukarela, tanpa paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban.” Adaptasi pertumbuhan koordinasi motorik untuk diterapkan pada anak tunagrahita. Permainan yang dilakukan oleh anak berkebutuhan khusus perlu disesuaikan dengan kondisi, kemampuan, minat, manfaat dan keamanan anak.

Peraturan permainan yang diikuti dengan benar dimungkinkan Anak bisa mendapatkan hasil terbaik. Bermain memberikan latar belakang kepada anak mempraktikkan keahlian yang baru mereka kuasai, selain itu juga dapat digunakan sebagai sudut kemampuan mereka untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam melakukan peran sosial masyarakat dan lingkungan baru, mencoba pekerjaan baru atau menantang, dan menyelesai berbagai kesulitan yang lengkap. Mungkin mereka bisa atau tidak akan bisa menanganinya. Permainan dapat digunakan sebagai kegiatan terapi bagi anak berkebutuhan khusus dikarenakan banyak manfaat yang dapat diperoleh melalui permainan seperti yang sudah dijelaskan. Menurut Chalidah (2005:

121), terapi permainan merupakan suatu kegiatan yang diberikan pada anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus yang tujuannya untuk melengkapi program kegiatan akademik sebagai program pokok di lembaga formal. Terapi permainan kegiatannya dapat berbentuk seni gerak, seni musik, seni suara, seni lukis atau bahkan dalam bentuk -bentuk permainan tradisional. Menurut Ismaryati (2011: 54), salah satu latihan ataupun pengukuran kemampuan koordinasi mata dan tangan adalah dengan lempar tangkap bola tenis. Dalam terdapat keterampilan yang digunakan sebagai commit to user

(23)

latihan atau mengukur kemampuan koordinasi mata dan tangan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadaptasi permainan bola voli sebagai terapi pada anak tunagrahita yang telah diketahui memiliki kemampuan koordinasi mata dan tangan adalah rendah.

b. Pengertian Permainan Bola Voli

Ada banyak bentuk dan jenis permainan olahraga yang dapat dijumpai terutama untuk anak sekolah. Termasuk di dalamnya adalah olahraga permainan bola voli. Permainan bola voli merupakan olahraga tim yang melibatkan enam pemain. Permainan ini menggunakan batas lapangan 18 x 9 meter. Lapangan olahraga bola voli dibagi menjadi dua sisi, kedua sisi tengahnya jaring net dipasang dengan ukuran panjang 10 meter dan lebar 1 meter. Ketinggian tiang jaring 2,43 meter untuk olahraga bola voli laki-laki dan 2,24 meter untuk olahraga bola voli perempuan.

“Bola voli adalah permainan yang dilakukan oleh dua regu saling berhadapan yang dipisahkan dengan jaring dan setiap regu terdiri dari 6 orang. Pada permainan bola voli regu yang lebih dulu mendapatkannilai 25 dinyatakan sebagai pemenang pada set itu.” (Wisahati dan santosa, 2010: 8).

Berdasarkan uraian di atas, bola voli merupakan permainan tim yang lapangan bermainnya dibatasi oleh jaringan dan bermain membutuhkan keterampilan. “Service” adalah salah satu keahlian yang harus dipunyai didalam pertandingan bola voli.

Masing-masing cabang olahraga mempunyai karakter kekhususan berdasarkan tingkat ukuran keahlian yang terdapat pada pertandingan yang diselenggarakan. Oleh karena itu, olahraga bola voli dengan berbagai teknologi digunakan untuk mendapatkan kinerja terbaik, dan kinerja terbaik tidak dapat hasil dengan benar dan memuaskan jika tanpa teknik dasar yang baik dan sesuai dengan karakter pemain. Tiap-tiap tugas pemain harus sesuai dengan keahlian masing-masing. Keterampilan yang dikuasai oleh pemain dalam pertandingan olahraga bola voli sangat menentukan terutama dalam upaya kerjasama tim untuk meraih kemenangan, karena olahraga bola voli

commit to user

(24)

merupakan permainan tim yang membutuhkan kerjasama dan adaptasi diantara pemain lainnya. (Ma'mun dan Subroto, 2001: 43).

c. Teknik-teknik Permainan Bola Voli

Masing-masing cabor mempunyai karakteristik berlandaskan jenis keahlian yang terdapat pada permainan yang bersangkutan. Demikian pula, permainan bola voli dengan berbagai teknik digunakan untuk mencapai nilai dan kinerja terbaik tidak bisa diraih dengan baik tanpa teknik-teknik dasar yang baik. “Keterampilan yang dimiliki seseorang dalam sebuah permainan bola voli sangat menentukan terutama dalam upaya kerjasama antar pemain untuk meraih kemenangan, karena bola voli merupakan permainan tim yang membutuhkan kerjasama dan adaptasi diantara pemain lainnya.” (Amung dan Subroto (2001: 43)

Teknik-teknik permainan bola voli adalah sebagai berikut:

1) Service

Service adalah awalan penyerangan dalam perminan bola voli. Pemain mengawali dengan melakukan pukulan bola ke daerah lawan. Dengan demikian pemain bola voli yang melakukan “servis” harus benar dan tepat sasaran.

2) Smash

Smash adalah pemain melakukan pukulan bola dengan kuat, cepat, mengarah ke bawah untuk mengakhiri pertahanan lawan.

3) Passing

Passing atau mengoper merupakan teknik dasar dalam olahraga bola voli.

Baik passing atas maupun passing bawah, setiap pemain harus melakukannya dengan baik.

4) Blocking

Blocking adalah upaya pemain menghadang bola lawan di atas net dengan cara melompat keatasmemblok lawan dengan cara membuka tangan di tempat yang diduga bolanya.”Teknik pemblokiran bisa dilakukan sendiri atau oleh dua atau tiga orang yang dekat dengan net.” (Wisahati dan Santosa, 2010: 11). commit to user

(25)

Ada beberapa jenis service: (1) Service atas merupakan service yang dimulai dengan bola dilempar keatas sesuai keinginan. Kemudian “server “ melompat dan memukul bola dengan kuat dari atas menuju sasaran lawan. (2) Service bawah mengacu pada “server” memukul bola dari bawah yang dilempar pelan dari tangan satunya. Jadi Tangan yang memukul bersiap dari belakang tubuh dan mengayunkan bola dari bawah. Selanjutnya bola dipukul menuju daerah lawan. (3) Servise mengambang adalah servise atas dimana

“server” melempar pelan bola ke atas tidak terlalu tinggi selama tangan satunya lagi bisa menjangkau dan memukul bola ke arah lawa tanpa melakukan lompatan (tidak sampai satu meter diatas kepala). hal-hal yang perlu dilakukan dalam melaksanakan service: 1) posisi tubuh dan tatapan mata; 2) bola melambung pelan ; 3) ketepatan kapan pemain memukul bola.

Passing ada beberapa macam: (1) Passing ke bawah (pukulan dengan tangan diarahkan kebawah), a) pemain berjongkok, kedua lutut ditekuk lentur sedikit; b) kedua tangan ditutup saling berkait antara kanan kiri dengan tangan kanan dalam posisi luruk; c) kelenturan kedua tangan bersama-sama memukul bola disesuikan dengan kecepatan bola keras atau lemah yang datang. (2) Passing ke atas (pukul/angkat tangan), a) pemain berjongkok, lutut agak ditekuk dengan lentur; b) tubuh agak ditekuk ke depan bersiap-siap menyambut bola, posisi siku pemain ditekuk dengan lentur, dan jari-jari kedua tangan dibuka dengan gerakan lentur membentuk setengah lingkaran;

c) Ibu jari dan jari disatukan membentuk segitiga; d) arahkan bola deengan menggunakan semua jari dan luruskan tangan; e) Untuk meningkatkan kekuatan “mempasing” bola gunakan gerakan kaki.

Smash (spike), gerakan smash bola dapat dilakukan saat bola berada di net, maka akan terjadi pukulan yang berat, keras, cepat dan mengarah kebawah mengenai area tim lawan. Dalam melakukannya smash dengan baik, pemain harus mempunyai teknik dan keahlian dalam melakukan gerakan awalan untuk melompat, tolakan untuk melompat, waktu yang tepat memukul, dan mendaratkan kaki setelah memukul bola.

commit to user

(26)

Membendung (blocking), berusaha mendekati net untuk menghentikan bola dari area lawan. Sikap memblokir yang benar adalah: (1) Jongkok dan bersiap untuk melompat. (2) Berdiri tegak dengan kedua tangan.

(3) Saat mendarat, harus segera pergi dan membiarkan rekan satu tim bergiliran untuk memblokir.

Peraturan baku dalam permainan bola voli adalah sebagai berikut:

1) Angka diperoleh oleh setiap regu yang memenangkan rally.

2) Diantara 12 pemain tiap tim ada 1 orang yang tercatat sebagai libero.

3) Tinggi nomor dada 15 cm, nomor punggung 20 cm. Pertandingan resmi, nomor tersebut harus ada pada celana sebelah kanan dengan tinggi 4-6 cm, lebar 1 cm.

4) Pelatih diizinkan memberikan instruksi saat berdiri atau berjalan di area bebas terlihat jelas di depan bangku pemain cadanagan sampai tempat pemanasan pemain.

5) Set 1-4 berakhir dipoin 25 dan pada set ke 5 (set penentu) berakhir padaangka 15 dengan sistem rally poin.

6) Pemain cidera dan telah mengalami pergantian istimewa tidak boleh bermain kembali selama sisa pertandingan.

7) Service harus dilakukan dalam waktu 8 detik setelah wasit meniup peluit.

8) Pelaku service yang telah melambungkan bola harus memukul bola tersebut.

9) Bola service yang menyentuh net dan bola masuk adalah sah.

10) Pada set 1-4 diberikan TTo secara otomatis sebanyak 2 kali per set 1 menit jika ada satu regu telah mencapai angka 8 dan 16. (Karyadi, 2006:99)

d. Adaptasi Permainan Bola Voli

Di dalam proses pembelajaran bola voli adaptif seorang guru harus mampu mengantarkan siswanya mengikuti secara aktif serta bermodifikasi untuk belajar dengan cara atau metode untuk tujuan pendidikan (Irsyada, 2010: 28).

Agar metode pembelajaran bola voli adaptif dalam mata pelajaran Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di Sekolah Daar dapat dipilih commit to user

(27)

secara tepat hendaknya memperhatikan (Melinda, 2013: 92) hal-hal saebagai berikut:

1) materi yang sesuai untuk perkembangan siswa;

2) aspek dan tuntutan yang ditekankan untuk perkembangan siswa;

3) penyusunan materi pembelajaran;

4) Penyajian materi pembelajaran;

5) perencanaan situasi belajar;

6) keterlibatan materi pelajaran dengan para siswa.

Pendidikan olahraga bola voli adaftif yang merupakan bagian dari mata rantai pendidikan jasmani, bila dikategorikan, maka olahraga bola voli mini masuk ke dalam pendidikan olahraga yang bercirikan permainan, di dalamnya mengandung unsur keterampilan gerak yang berupa teknik-teknik, kebugaran fisik, dan unsur kerja sama di antara feman seregunya. Hal-hal yang berkaitan pada keterampilan gerak dalam bola voli mini sudah menjadi obyek dalam setiap pembelajaran pendidikan bola voli mini. Demikian pula yang berkaitan dengan unsur-unsur kebugaran fisik dalam setiap suasana pembelajaran, oleh karena upaya pembelajaran keterampilan bola voli mini akan selalu beriringan dengan upaya peningkatan kebugaran fisik.

B. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir penelitian ini meliputi masalah yang nampak pada anak tunagrahita dalam aspek fisik. Berdasarkan hasil dari observasi oleh peneliti menemukan bahwa anak berkebutuhan khusus grahita kelas IV di SLB -C Dharma Wanita Lebo Sidoarjo belum mampu didalam melakukan berbagai kegiatan sehari- hari, seperti menali sepatu, melempar bola, menangkap bola dan aktivitas lain yang membutuhkan koordinasi mata dan tangan. Melihat permasalahan anak berkebutuhan khusus grahita dalam aspek fisik tersebut, maka perlu adanya latihan - latihan yang dapat menstimulasi atau merangsang kemampuan fisiknya, terutama koordinasi mata dan tangan.

Pendidikan jasmani adaptif dapat menjadi sebuah altematif kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuan fisik anak tunagrahita. Bentuk dari kegiatan commit to user

(28)

adaptif juga bermacam-macam salah satunya permainan adaptif. Berdasarkan permasalahan utama yang disajikan dalam penelitian ini adalah koordianasi mata dan tangan, maka permainan bola voli adaptif menjadi pilihan untuk mengembangkan kemampuan mengkoordinasikan mata dan tangan anak tunagrahita. Dari kerangka berpikir yang dijelaskan, maka dapat digambarkan dengan bagan dibawah ini:

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

C. Hipotesis

Margono (2004: 80) mengemukakan “hipotesis berasal dari dua kata yaitu hipo (hypo) dan tesis (thesis). Hipo artinya kurang dari, sedangkan kertas artinya

PTK KONDISI

AWAL

Penerapan pembelajaran bola voli adaptif:

- Memukul - Mengompan - Mensemesh

KONDISI AKHIR

Kemampuan koordinasi mata

dan tangan meningkat Guru pengajar

belum menggunakan bola voli adaptif

Kemampuan koordinasi mata

dan tangan rendah

commit to user

(29)

opini.” Oleh karena itu, hipotesis hanyalah pendapat atau kesimpulan sementara, bukan tesis. Sedangkan menurut Sugiyono (2013: 64) “hipotesis merupakan jawaban sementara atas ungkapan pertanyaan penelitian, dan ungkapan pertanyaan penelitian telah diperjelas dalam kalimat pertanyaan.”

Berdasarkan pendapat-pendapat atas teori dan kerangka yang telah disampaikan dengan jelas dalam pengertian di atas serta rumusan masalah, selanjutnya melangkah tahapan menarik hipotesis dari eksperimen ini: “Olahraga bola voli adaptif dapat meningkatkan kemampuan koordinasi mata dan tangan bagi siswa tunagrahita sedang kelas IV semester II SLB - C Dharma Wanita Lebo Sidoarjo tahun pelajaran 2019/2020”.

commit to user

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan media poster untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Menurt Solomon dan Rothblum (Rachmahana, 2001, h.135) individu yang kurang asertif tidak mau mencari bantuan ( seeking for help) kepada orang lain untuk membantu

siD dur

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR DAN KEBIASAAN BELAJAR SISWA TERHADAP HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN EKONOMI.. : Survey Pada Peserta Didik Kelas X IIS Di SMA Negeri

Pada bagian tubuh manakah saudara merasakan keluhan nyeri/panas/kejang/mati4. rasa/bengkak/kaku/pegal?.. 24 Pergelangan

Edukasi pada program acara Asyik Belajar Biologi dalam Mata Pelajaran. IPA

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekuatan geser pelekatan resin komposit packable dengan intermediate layer resin komposit flowable menggunakan

Ledakan penduduk juga terjadi karena rumah tangga tidak direncanakan secara baik dan tidak melihat faktor sebab akibat, banyak rumah tangga yang berdiri tapi tidak