ISBN: 978-602-9462-58-6
P ANDUAN U MUM
Model Pengembangan
Pertanian Perdesaan
Melalui Inovasi
m-P3MI
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 2013
P
ANDUANU
MUMM
ODELP
ENGEMBANGANP
ERTANIANP
ERDESAANM
ELALUII
NOVASIPenanggungjawab:
Agung Hendriadi
Kepala Balai Besar Pengkajian
Penyusun:
Wayan Sudana Ketut Kariyasa
Rachmat Hendayana Eko Ananto
Trip Alihamsyah
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian
K
ATAP
ENGANTARKepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
S
ebagai respon terhadap laju pembangunan pertanian yang semakin dinamis dan untuk memenuhi tuntutan percepatan diseminasi karena perubahan lingkungan strategis Kementerian Pertanian, maka Badan Litbang Pertanian mulai tahun 2011 meluncurkan suatu pendekatan, yaitu”Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-P3MI)” sebagai modus diseminasi, sekaligus terobosan untuk memperderas arus inovasi pertanian.
Meskipun m-P3MI merupakan ranah diseminasi, namun tetap berbasis science dan pengembangannya dilakukan melalui jalinan kerjasama (network) dengan kelembagaan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan (diklatluh) sebagai refleksi penggunaan Spectrum Diseminasi Multi Channel (SDMC) sehingga mampu mempercepat penerapan (adopsi) inovasi.
Dengan demikian, SCIENCE. INNOVATION. NETWORK yang menjadi tagline Badan Litbang Pertanian menjadi landasan kuat penyelenggaraan m-P3MI, dan dalam operasionalnya merefleksikan terjadinya jalinan sinkronisasi LITKAJIBANGDIKLATLUHRAP.
Penyusunan buku panduan umum m-P3MI ditujukan sebagai pedoman bagi pelaksana di seluruh unit kerja dan unit pelaksana teknis lingkup Badan Litbang Pertanian, agar terjadi persepsi yang sama dalam menyelenggarakan m-P3MI.
Saya berharap pelaksanaan m-P3MI di lapangan mengacu pada panduan umum ini, sehingga kinerja m-P3MI ke depan menjadi lebih baik. Selamat Bekerja.
Jakarta, April 2013
D AFTAR I SI
DAFTAR ISI... v
I. PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang... 1
Tujuan, Keluaran dan Manfaat ... 3
Sasaran... 5
II. PENGERTIAN, PRINSIP DAN PENDEKATAN m- P3MI ... 6
Pengertian... 6
Prinsip m-P3MI ... 10
Pendekatan m-P3MI ... 11
III. KARAKTERISTIK INOVASI DAN STRATEGI PELAKSANAAN... 13
Karakteristik Inovasi yang Dikembangkan ... 13
Strategi Pelaksanaan ... 14
IV. INDIKATOR KINERJA DAN PENGUKURANNYA .. 16
Penetapan Indikator Kinerja... 16
Pengukuran Indikator Kinerja ... 17
V. FASE KEGIATAN... 30
Fase I : INISIASI MODEL... 30
Fase II : PENGAWALAN TEKNOLOGI... 38
Fase III: PENGEMBANGAN ... 39
Fase IV: PEMASALAN ... 44
ROAD MAP M-P3MI... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 50
I. P ENDAHULUAN
Latar Belakang
engembangan pertanian perdesaan melalui inovasi mengandung dua kata kunci utama. Pengembangan perdesaan adalah prasyarat bagi upaya peningkatan pendapatan masyarakat petani, dan inovasi merupakan implementasi hasil penelitian dan atau pengkajian oleh petani.
Dengan demikian pengembangan pertanian perdesaan melalui inovasi akan mampu mengoptimalkan penggunaan sumberdaya pertanian, sehingga tercapai kondisi sosial ekonomi yang lebih baik yang ditunjukkan oleh pemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi di perdesaan.
Dukungan inovasi untuk pengembangan pertanian di perdesaan telah tersedia melalui jasa penelitian maupun pengkajian yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian.
Sebagian teknologi tersebut telah tersebar di tingkat pengguna dan pemangku kepentingan (stakeholder), namun pengembangannya ke target area yang lebih luas perlu percepatan.
Badan Litbang Pertanian, pada periode 2005 - 2009 melakukan upaya percepatan penyebaran hasil penelitian melalui Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang dikenal PRIMATANI. Program
P
tersebut merupkan implementasi paradigma baru Badan Litbang Pertanian, yaitu penelitian untuk pembangunan (research for development). Pada tahap implementasi program, Badan Litbang Pertanian memposisikan diri sebagai the driving force yang ensensial dari sistem percepatan inovasi tersebut (Simatupang, 2004).
Di beberapa daerah semangat PRIMATANI menjadi tenaga pendorong utama pertumbuhan dan pengembangan agribisnis di perdesaan. Di Provinsi Bali, misalnya, pembelajaran PRIMATANI dijadikan landasan dalam program pembangunan pertanian daerah dengan nama Sistem Pertanian Terintegrasi yang populer dengan nama SIMANTRI.
Di level nasional, Badan Litbang Pertanian mulai tahun 2011 mengembangkan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-P3MI) yang juga berlandaskan spirit PRIMATANI, dalam upaya mendukung empat sukses Kementerian Pertanian sebagai implementasi visi Kementerian Pertanian mewujudkan pertanian unggul berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal, meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing, ekspor dan kesejahteraan petani.
Spirit m-P3MI memberikan penekanan pada beberapa aspek didasarkan semangat SCIENCE.INNOVATION.NETWORKS.
Aspek-aspek yang dimaksud meliputi :
Penguatan metodologi sehingga model yang dihasilkan secara scientific dapat dipertanggung jawabkan
Melakukan diseminasi teknologi secara simultan kepada pengguna selama pelaksanaan program untuk mempercepat transfer teknologi
Membangun kemitraan dengan pihak luar, baik kepada pengambil kebijakan (lembaga formal) di daerah maupun dengan lembaga non formal seperti pedagang atau asosiasi untuk mendukung keberlanjutan model pembangunan yang diperoleh. Inisiasi kemitraan dilakukan sejak awal pelaksanaan program.
Tujuan, Keluaran dan Manfaat Tujuan melaksanakan m-P3MI adalah:
Untuk mempercepat arus diseminasi teknologi,
Memperluas spektrum atau jangkauan sasaran penggunaan teknologi berbasis kebutuhan pengguna, Meningkatkan kadar adopsi teknologi inovatif Badan Litbang Pertanian, dan
Untuk memperoleh umpan balik yang akan digunakan untuk menyempurnakan model pengembangan.
Keluaran akhir dari m-P3MI adalah Model Pembangunan Pertanian Perdesaan yang efektip dengan mengoptimalkan penggunaan sumberdaya pertanian di perdesaan. Secara rinci keluaran m-P3MI adalah sebagai berikut:
Model kelembagaan sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif.
Model pengadaan sistem pendukung penerapan teknologi (antara lain benih, prototipe alat/mesin pertanian, usaha pasca panen skala komersial) secara luas dan desentralistik.
Model penyediaan sistem informasi inovasi, konsultasi dan sekolah lapang bagi petani dan para praktisi agribisnis.
Model pendampingan pembinaan kemampuan masyarakat dan pemerintah setempat untuk pengembangan dan pembinaan percontohan sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi secara mandiri.
Manfaat dari m-P3MI akan memberikan dorongan meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan pertanian wilayah, yang wujudnya akan terlihat, berupa:
Terjadinya percepatan penyebaran inovasi pertanian produk Badan Litbang Pertanian dalam mendukung pengembangan usaha agribisnis.
Terjadinya perluasan jangkauan penggunaan teknologi kepada pengguna dari aspek waktu dan ruang, sehingga penyebaran inovasi menjadi lebih cepat, dan jangkauannya menjadi lebih luas.
Sasaran
Saaran penyelenggaraan m-P3MI adalah:
Meningkatnya produksi pertanian unggulan di perdesaan menuju pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan.
Meningkatnya nilai tambah, daya saing dan ekspor berbagai usaha agribisnis di perdesaan dengan tumbuh dan berkembangnya industri hilir yang berbasis sumberdaya lokal dengan suntikan inovasi pertanian dan manajemen agribisnis.
Optimalisasi penggunaan sumberdaya pertanian di perdesaan untuk memaksimumkan pendapatan dan meningkatkan konstribusi sektor pertanian terhadap pendapatan petani.
Meningkatnya jumlah petani/peternak yang mengadopsi teknologi dalam waktu relatif singkat melalui melalui jalur formal (Bakorluh/Bapeluh/BPP dan PPL) maupun non formal (pemuka agama atau petani andalan atau pedagang)
.
II. P ENGERTIAN, P RINSIP DAN P ENDEKATAN
m- P3MI
Pengertian
Dalam panduan umum ini yang dimaksud dengan:
Model, adalah simplifikasi dari keadaan dunia nyata dalam bentuk sederhana dan mudah ditiru.
Wujud “model” dalam m-P3MI ini di lapangan adalah berupa unit percontohan berskala pengembangan berwawasan agribisnis, bersifat holistik dan komprehensif yang didalamnya meliputi aspek perbaikan teknologi pra panen, pasca panen, pemberdayaan petani, penguatan kelembagaan (pemasaran hasil dan pendukung agribisnis) serta mendorong terjadinya kemitraan.
Unit percontohan, selain berfungsi sebagai laboratorium lapang, juga menjadi ajang kegiatan pengkajian untuk perbaikan teknologi dan perekayasaan kelembagaan pendukung usaha agribisnis untuk mengantisipasi perubahan lingkungan bio-fisik dan sosial ekonomi yang berkembang sangat dinamis.
Proses pembelajaran dan diseminasi teknologi dalam unit percontohan itu dilakukan secara simultan berbasis Spectrum Diseminasi Multi Channel (SDMC), sehingga spektrum diseminasinya semakin meluas.
Model pengembangan teknologi, adalah hasil pengkajian teknologi spesifik lokasi melalui uji kesesuaian terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan yang selanjutnya dapat dijabarkan ke dalam bentuk penyiapan perumusan kebijakan, bimbingan teknis, dan pendampingan.
Pengkajian teknologi pertanian, adalah kegiatan pengujian kesesuaian komponen teknologi pertanian pada berbagai kondisi lahan dan agroklimat untuk menghasilkan teknologi pertanian unggulan spesifik lokasi.
Inovasi teknologi, adalah hasil penelitian atau pengkajian yang diterapkan oleh pengguna atau pasar.
Komponen teknologi pertanian, adalah suatu hasil kegiatan penelitian pertanian siap saji yang mempunyai potensi untuk diuji lebih lanjut menjadi teknologi spesifik lokasi.
Teknologi pertanian spesifik lokasi, adalah suatu hasil kegiatan pengkajian yang memenuhi kesesuaian lahan dan agroklimat setempat yang mempunyai potensi untuk diuji lebih lanjut menjadi paket teknologi pertanian wilayah.
Paket teknologi pertanian, adalah rakitan komponen teknologi pertanian yang telah melalui berbagai uji kesesuaian lahan dan agroklimat, kondisi sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan setempat.
Pengguna teknologi, adalah petanii sebagai pelaku utama dan pelaku usaha agribisnis, pengambil kebijakan/birokrat, akademisi/ilmuwan, penyuluh, pengurus dan anggota kelompok tani/gabungan kelompok tani, serta masyarakat umum.
Petani, adalah orang yang mengusahakan usaha pertanian (tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, dan peternakan) atas risiko sendiri dengan tujuan untuk dikonsumsi atau untuk dijual, baik sebagai petani pemilik maupun petani penggarap (sewa/kontrak/bagi hasil). Orang yang bekerja di sawah/ladang orang lain dengan mengharapkan upah (buruh tani) bukan termasuk petani.
Perdesaan, adalah suatu wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi Penulisan huruf “m” sebagai inisial kata “Model” dalam kalimat Model Pengembangan Pertanian Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi secara ekslusif dituliskan
dengan format huruf kecil sehingga tampilanya menjadi “m-P3MI”.
Penulisan “m” dalam m-P3MI tersebut mengandung makna sebagai penegasan bahwa kegiatan m-P3MI masih berada dalam koridor Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Badan Litbang Pertanian sesuai Kepres No.
177/2000 dan Kementan No. 01/Kpts/ OT.210/1/2001.
Makna lainnya adalah untuk membedakan dengan inisial “M” yang merupakan singkatan kata
“Masterplan” dalam MP3EI (Masterplan Perluasan dan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia).
Selama proses ujicoba atau pengkajian diharapkan mendapat umpan balik (feedback) untuk penyempurnaan model pengembangan.
Pembinaan dilakukan secara gradual atau bertahap setiap tahun, sehingga pada batas waktu tertentu kurang lebi sekitar 3 hingga 5 tahun membentuk suatu model percontohan pertanian yang berwawasan agribisnis. Oleh karena itu, mala didalam pengajuan Rencana Diseminasi Hasil Pengkajian (RDHP) m-P3MI harus dilengkapi dengan peta jalan (road map), agar aktivitas yang akan dikerjakan setiap tahunnya tercantum secara tegas dan jelas.
Prinsip m-P3MI
Penyelenggaraan m-P3MI didasarkan pada prinsi-prinsip sebagai berikut:
m-P3MI merupakan suatu program pengembangan model pembangunan pertanian melalui inovasi dalam suatu kawasan berbasis sumberdaya lokal dengan pendekatan agribisnis.
Model yang dibangun mengedepankan engineering approach yang memkombinasikan scientific approach dan creativity approach, sehingga model bersifat lentur/dinamis terhadap dinamika perkembangan kebijakan inovasi, mampu mengakomodasi peluang penggunaan input atau proses yang berpengaruh terhadap output.
Kegiatan m-P3MI dapat difokuskan pada kegiatan berbasis agroekosistem atau kegiatan berbasis komoditas unggulan di perdesaan.
Pemilihan komoditas dan inovasi teknologi yang dikembangkan, ditentukan dan dibangun oleh masyarakat secara musyawarah, berdasarkan potensi pasar, serta berbasis pada sumber daya lokal dalam pengembangannya ke depan.
Muatan pertanian perdesaan dalam model ini harus memiliki konteks penyebarluasan inovasi yang berorientasi pada suatu kawasan seragam secara bio-
fisik dan sosial ekonomi, serta secara komparatif memiliki keunggulan sumberdaya alam.
Inovasi pertanian dalam perontohan ini merupakan teknologi dan kelembagaan agribisnis hasil temuan Badan Litbang Pertanian, sehingga m-P3MI dapat diklaim sebagai wahana untuk mengintroduksikan dan memperluas penerapan teknologi dan kelembagaan yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian.
Pelaksanaan m-P3MI diselenggarakan secara partisipatif dengan perencanaan dari bawah (bottom up planning) melalui pemberdayaan masyarakat petani.
Dukungan infrastruktur pertanian menjadi prasyarat utama dalam pengembangan model pembangunan pertanian ini, dan menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah/Dinas terkait/Petani.
Bantuan input produksi hanya diberikan pada tahap awal pelaksanaan penerapan teknologi, dinilai sebagai pinjaman yang harus dikembalikan untuk digunakan sebagai modal bergulir kelompok.
Pendekatan m-P3MI
Pendekatan m-P3MI dirancang untuk memperkuat program pembangunan pertanian, sebagai modus diseminasi dan laboratorium lapang hasil penelitian Badan Litbang Pertanian.
Penguatan modus diseminasi
Memfasilitasi penumbuhan dan pembinaan percontohan sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif.
Membangun pengadaan sistem pendukung penerapan teknologi (antara lain benih, prototipe alat/mesin pertanian, usaha pasca panen skala komersial) secara luas dan desentralistik.
Menyediakan informasi, konsultasi dan sekolah lapang untuk pemecahan masalah melalui penerapan inovasi pertanian bagi petani dan para praktisi agribisnis.
Memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan masyarakat dan pemerintah setempat untuk pengembangan dan pembinaan percontohan sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi secara mandiri.
Penguatan Laboratorium Lapang
Menyelenggarakan unit percontohan untuk mediasi percepatan dan perluasan spektrum penggunaan teknologi Badan Litbang Pertanian.
Mengevaluasi dan menyempurnakan kinerja komersialisasi teknologi hasil Badan Litbang Pertanian.
Melaksanakan pengkajian percepatan pengembangan teknologi tepat guna secara partisipatif, bersama-sama dengan pengguna dan stakeholder di daerah.
III. K ARAKTERISTIK I NOVASI D AN S TRATEGI P ELAKSANAAN
Karakteristik Inovasi yang Dikembangkan
novasi teknologi yang diujicobakan dalam m-P3MI merupakan teknologi matang dan siap digunakan pada skala pengembangan, serta mempunyai potensi dampak terhadap penggunaan sumberdaya yang lebih optimal untuk memaksimumkan pendapatan petani di perdesaan.
Kriteria teknologi yang siap diujicobakan adalah sebagai berikut:
Mampu memecahkan masalah teknis di wilayah tersebut, yang dicirikan oleh:
terjadi secara meluas
memiliki dampak yang besar terhadap potensi penurunan produksi, dan
memiliki dampak sosial ekonomi yang negatif.
Membantu petani untuk memenuhi permintaan pasar.
Terbukti dapat diadaptasikan secara lokal (kondisi lingkungan, budaya, sosial ekonomi, dan biofisik tertentu atau spesifik).
I
Mempunyai dampak nyata pada peningkatan pendapatan dan mata pencaharian keluarga tani dan masyarakat sekitarnya. Dampak nyata yang dimaksud meliputi peningkatan keuntungan usaha petani, mengurangi risiko ekonomi dan meningkatkan daya saing rantai pasok (supply chain).
Input (fisik dan jasa) yang dibutuhkan untuk menerapkan teknologi tersebut tersedia secara lokal dan terjangkau oleh para petani.
Strategi Pelaksanaan
Percontohan m-P3MI yang dibangun disetiap sentra produksi berbasis komoditas unggulan dengan semangat mensinerjikan kegiatan Penelitian, Pengkajian, Pengembangan, Pendidikan, Pelatihan, Penyuluhan dan Penerapan (Litkajibang-diklatluh- rap)
Pembangunan model dilakukan melalui kegiatan penelitian dan pengkajian (Litkaji) sehingga scara scientific dapat dipertangungjawabkan. Secara simultan model yang telah diperoleh langsung dilakukan scaling up. Skala usahanya dikembangkan dengan melibatkan petani, kelompoktani (poktan) atau gabungan kelompok tani (gapoktan) di sekitarnya.
Model yang telah berkembang dapat dijadikan sebagai ajang tempat belajar atau magang bagi para petani, penyuluh, siswa Sekolah Pertanian atau mahasiswa Perguruan Tinggi setempat
atau metoda pendekatan m-P3MI dijadikan materi pembelajaran.
Pada akhirnya, model embrio agribisnis yang telah diyakini keunggulannya oleh petani atau kelompok tani dapat diterapkan dan dimasalkan oleh Pemerintah Daerah setempat (Dinas Teknis Lingkup Pertanian) ke target area yang lebih luas.
IV. I NDIKATOR K INERJA DAN P ENGUKURANNYA
Penetapan Indikator Kinerja
ndikator kinerja m-P3MI di lapangan perlu ditetapkan meliputi aspek penggunaan input, proses, output, outcome, benefit dan dampak dari petani pelaksana (kooperator) dan petani adaptor teknologi, setelah adanya percontohan.
Indikator keberhasilan (performance) yang harus dipenuhi ialah :
(1) Meningkatnya produktivitas dan pendapatan petani (2) Meningkatnya nilai tambah produksi, terjadi diversivikasi
produk sesuai permintaan pasar
(3) Meningkatnya aktivitas kelompok tani akibat dari pemberdayaan
(4) Terbangunnya kemitraan dengan pihak luar
(5) Meningkatnya kinerja kelembagaan pendukung, kelembagaan pasar input maupun output
I
(6) Adanya apresiasi Pemda setempat yang diwujudkan berupa dana atau material lainnya untuk mendukung kegiatan m-P3MI
(7) Dimanfaatkannya sumberdaya pertanian lebih optimal (8) Meningkatnya jumlah petani adopter
(9) Meningkatnnya jumlah petani dan stakeholder berkunjung ke laboratorium lapang
Pengukuran Indikator Kinerja (1) Mengukur peningkatan produktivitas
Untuk mengukur peningkatan produktivitas usaha tani dilakukan dengan menghitung selisih produktivitas yang dicapai m-P3MI dikurangi dengan produktivitas sebelum m-P3MI. Formula yang digunakan adalah:
(Peningkatan produktivitas absolut) atau
x 100 % (persentase)
Dimana : Y0= produktivitas sebelum m-P3MI Y1= produktivitas Sesudah m-P3MI Setelah mengukur peningkatan produktivitas, dilanjutkan dengan mengukur produksi. Produksi merupakan hasil perkalian luas panen x produktivitas.
Secara ringkas, dituliskan sebagai berikut:
Dimana:Q0= produksi sebelum m-P3MI Q1= produksi sesudah m-P3MI Y0= produktivitas sebelum m-P3MI Y1= produktivitas sesudah m-P3MI
L0= luas tanam atau panen sebelum m-P3MI L1= luas tanam atau panen sesudah m-P3MI Peningkatan produksi, dapat dihitung dengan rumus:
Hasil Perhitungan di atas, selanjutnya ditampilkan dalam bentuk tabel seperti Tabel 1.
Tabel 1.
Perubahan Produktivitas dan Produksi Sebelum dan Sesudah m-P3MI Teknologi/Komoditas/
Musim
Produktivitas/Produksi Perubahan
Sebelum Sesudah ton %
1.
2.
3.
Total
(2) Mengukur pendapatan petani
Untuk mengukur tingkat pendapatan petani, dilakukan melalui penelusuran data total penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan dalam usahatani tersebut.
Data total penerimaan yang biasa disingkat TR (total revenue dibangun oleh komponen produktivitas, volume atau luas dan harga (sebelum dan sesudah) dari masing- masing jenis kegiatan, sedangkan data total biaya yang biasa didingkat TC (total cost) merupakan penjumlahan biaya dari masing-masing jenis kegiatan
Selanjutnya, perhatikan harga output (PQ) dan harga input (Px) yang dipakai sebelum dan sesudah m-P3MI harus sama, yaitu PQ1 dan PX1. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut:
TR0 = ∑Q01* PQ1i
TC0 = ∑X01* PX1i
TI0 = ∑Q01* PQ1i - ∑X01* PX1i
TR1 = ∑Q1i* PQ1i
TC1 = ∑X1i* PX1i
TI1 = ∑Q11* PQ1i - ∑X01* PX1i
Hasilnya kemudian ditampilkan seperti Tabel 2.
Tabel 2.
Perubahan Tingkat Pendapatan Sebelum dan Sesudah m-P3MI Teknologi/Komoditas/
Musim
Tingkat Pendapatan (Rp)
Perubahan
Sebelum Sesudah Rp %
1.
2.
Total
Untuk lebih memperjelas informasi struktur pendapatan rumah tangga petani sebelum dan sesudah m-P3MI, dapat ditampilkan dalam grafik seperti Gambar 1
Gambar 1. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Sebelum dan Sesudah m-P3MI
Kegiatan m-P3MI tidak hanya merubah produksi dan pendapatan, akan tetapi juga merubah struktur penggunaan tenaga kerja. Untuk mengukur perubahan tenaga kerja
sebelum dan sesudah m-P3MI dapat dilakukan menggunakan tabel seperti disajikan dalam Tabel 3
Tabel 3.
Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga dan Non Keluarga Sebelum dan sesudah m-P3MI
Teknologi/
Komoditas
TK Non Keluarga TK Keluarga Total TK Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah 1.
% Kenaikan 2.
% Kenaikan 3.
% Kenaikan
(3) Mengukur Kesejahteraan Petani
Untuk mengukur kesejahteraan petani, biasa dilakukan untuk jangka panjang. Kesejahteraan dalam jangka panjang dapat dilihat dari beberapa aspek, seperti:
Pemilikan asset (lahan, rumah, motor, TV, dll)
Jumlah anggota petani yang sekolah
Jumlah dan frekuensi anggota keluarga petani yang sakit/berobat
Jumlah tabungan, dll
(4) Mengukur nilai tambah (value added = VA) produksi Pendekatan untuk mengukur nilai tambah dapat menggunakan formula sebagai berikut:
VA0= TR0– TC0 (sebelum m-P3MI)
VA1-0= TR1-0– TC1-0- (sesudah m-P3MI, misalnya GKP) VA2-1= TR2-1– TC2-1- (sesudah m-P3MI, dari GKP menjadi beras
Dimana:
Subcript 0 = KGP; 2= beras Total VA = VA0+ VA1-0+ VA2-1
dari GKP menjadi GKG , atau (dari GKP menjadi beras)
Hasil perhitungan nilai tambah tersebut selanjutnya ditampilkan dalam tabel, seperti contoh berikut (Tabel 4).
Tabel 4
Perubahan Nilai Tambah Sebelum dan Sesudah m-P3MI Teknologi/Komodita
s/ Usaha
Nilai Tambah (Rp) Perubahan
Sebelum Sesudah Rp %
1. - - -
2.
3.
4.
Tabel 5
Perubahan Penerimaan, Biaya Produksi dan Pendapatan Sebelum dan Sesudah m-P3MI
Teknologi/Komoditas / Musim
Nilai (Rp) Perubahan Sebelu
m Sesudah Rp %
A. Penerimaan 1.
2.
3.
Total B. Biaya 1.
2.
3.
Total
C. Pendapatan (A-B) 1.
2.
3.
Total
(5) Mengukur aktivitas kelompok tani akibat pemberdayaan
Aktivitas kelompok bisa didekati dari beberapa aspek, antara lain:
Frekuensi pertemuan sebelum vs sesudah m- P3MI, misalnya 2 kali vs 5 kali dalam semusim.
Jumlah anggota yang hadir dalam pertemuan sebelum vs sesudah m-P3MI, misalnya 20 orang vs 35 orang dalam semusim
Topik yang dibahas dalam pertemuan sebelum vs sesudah m-P3MI
Misalnya sebelum m-P3MI hanya satu teknologi yang digunakan yaitu teknologi produksi saja, dan sesudah m- 3MI menggunakan lima teknologi yaitu teknologi produksi, cara pengadaan input, teknologi pengolahan, pemasaran output, permodalan. Untuk menghitungnya digunakan formula, sebagai berikut:
(6) Mengukur kemitraan dengan pihak luar
Terbangunnya kemitraan dapat dilihat dari beberapa aspek, seperti: Jumlah mitra yang terbentuk dan nama mitra; Bentuk kemitraan; Periode bermitra, dan Volume.
Hasilnya ditampilkan seperti contoh dalam Tabel 6.
Tabel 6
Terjadinya Kemitraan Setelah m-P3MI Teknologi/Komoditas
Kemitraan Nama
Mitra
Bentuk Mitra
Periode
Mitra Volume 1.
2.
3.
4.
(7) Mengukur kinerja kelembagaan pendukung, kelembagaan pasar input maupun output
Kinerja kelembagaan pendukung dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu:
Pengadaan input produksi (sendiri atau kelompok, jenis input, harga input)
Penjualan produk (jual sendiri atau kelompok, jual ke pengumpul atau langsung konsumen, harga jual)
Permodalan (modal dari kelompok, pinjam ke rentenir, koperasi, bank, LKM)
Informasi yang diperoleh tentang kelembagaan ini selanjutnya ditampilkan seperti dalam Tabel 7.
Tabel 7
Perkembangan Kelembagaan Pendukung
Kelembagaan
Perkembangan Kelembagaan Pendukung
Sebelum Sesudah Perubaha n (%) A. Input
1.Cara Pengadaan -
2.Harga Input X1
3.Harga Input X2
B. Ouput
1.Cara Penjualan -
2.Harga Ouput Q1
3.Harga Output Q2 C. Modal
1.Sumber Permodalan -
(8) Mengukur apresiasi Pemda setempat
Pengukuran apresiasi Pemda setempat dapat ditinjau dari kontribusinya dalam kegiatan m-P3MI yang wujudnya berupa dana atau material lainnya untuk mendukung kegiatan m-P3MI
Langkah-langkah pengukuran:
Identifikasi semua jenis apresiasi/kontribusi pemda/ pemangku kepentingan lainnya, baik berupa kontribusi uang maupun tidak dalam bentuk uang
Apresiasi/kontribusi yang bukan dalam bentuk uang, selanjutnya disetarakan ke dalam nilai uang
Cara mensetarakan kontribusi tersebut ke dalam bentuk uang dapt melalui pendekatan sewa, harga, upah, biaya cetak, dll.
Contoh:
a. Misalnya Pemda menyediakan lahan 5 hektar. Kontribusi ini bisa dinilai dalam bentuk uang melalui pendekatan nilai sewa lahan perhektar dikali 5. Jika nilai sewa lahan itu Rp 5 juta per hektar per tahun, maka kontribusi Pemda = Rp 25 juta.
b. Jika dalam bentuk bibit atau benih, pendekatan yang dilakukan adalah berdasarkan jumlah benih di kalikan dengan harga bibit/benih yang berlaku di pasaran c. Jika dalam bentuk leaflet/brosur, pendekatannya
didasarkan pada perkiraan biaya cetak per satuan
dikalikan dengan jumlah eksemplar leaflet atau brosur tersebut.
d. Pendekatan yang sama dapat pula dilakukan untuk menilai bentuk uang kontribusi berupa fasilitas dan peralatan lainnya. Misalnya alsintan.
Jumlahkan semua kontribusi dari masing-masing Pemda/stakeholder setara uang, sehingga akan tampak keragaan apreasiasi/kontribusi dari masing-masing stakeholder/pemda tersebut.
Apresiasi dalam bentuk kebijakan misalnya dalam bentuk nilai peraturan atau surat keputusan Bupati./Dinas, tidak dinilai dengan uang tetapi diinventarisasi.
Hasil perhitungan tersebut kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel seperti contoh (Tabel 8).
Tabel 8
Kontribusi Pemerintah Daerah Dalam m-P3MI Teknologi/ Komoditas Bentuk Fisik dan Nilai Setara Kontribusi
Bentuk Fisik Setara (Rp) 1.
2.
3.
4.
Total Nilai (Rp) xxxxxxxxx
(9) Mengukur pemanfaatan sumberdaya pertanian
Sumberdaya Lahan: Peningkatan Indeks Pertanaman (IP), sistem tanam tumpang sari
Integrasi dengan komoditas lain (diversifikasi)
Pemanfaatan limbah untuk bahan input, barang komersial
(10) Mengukur peningkatan jumlah petani adopter
Jumlah adopter (awal m-P3MI dan sekarang), baik dari kelompok tani/desa, maupun luar kelompok/
desa
Luas areal (awal m-P3MI dan sekarang), baik dari kelompok tani/desa, maupun luar kelompok/desa
Tabel 9
Perkembangan Jumlah Adopter dan Luas Adopsi m-P3MI Teknologi/
Komoditas
Jumlah Adopter
(Orang) Luas (ha)
Awal
(...) Saat ini
(...) Awal
(...) Saat ini (...) 1.
% Kenaikan
2.
% Kenaikan 3.
% Kenaikan
(11) Mengukur peningkatan jumlah petani dan stakeholder yang berkunjung ke laboratorium lapang
Perkembangan frekuensi kunjungan (waktu, jumlah, asal, lama)
Topik yang dipelajari
Tanggapan pengunjung terhadap keberadaan laboratoriom lapang
V. F ASE K EGIATAN
erancangan m-P3MI dilakukan secara sistematis ke dalam empat fase yakni: (1) Fase Inisiasi Model, (2) Fase Pengawalan Teknologi, (3) Fase Pengembangan, dan (4) Fase Pemasalan. Masing-masing fase pengembangan tersebut terdiri dari beberapa tahap, dengan uraian sebagai berikut.
Fase I :
I
NISIASIM
ODELKegiatan pada Fase I terdiri dari 4 (empat) tahapan, yaitu (1) Penentuan lokasi, (2) Identifikasi permasalahan, (3) Perancangan model, dan (4) Implementasi model.
Penentuan Lokasi.
Pemilihan lokasi sangat menentukan keberlangsungan kegiatan m-P3MI. Lokasi yang tepat menjadi prasyarat untuk mendorong keberhasilan dan pencapaian tujuan.
Kriteria lokasi untuk m-P3MI adalah sebagai berikut :
Merupakan sentra produksi atau kawasan prioritas pengembangan komoditas Pemda setempat, dan belum tersentuh program strategis Kementerian Pertanian.
P
Letak lokasi m-P3MI harus strategis, memiliki aksesibilitas yang tinggi, mudah dijangkau sehingga mudah melakukan advokasi kepada Pemda, Assosiasi petani, LSM, Perguruan Tinggi, Swasta, Anggota DPRD, Camat maupun Kepala Desa.
Dari sisi agroekosistem, m-P3MI difokuskan di tiga agroekosistem, yaitu lahan sawah, lahan kering dan lahan pasang surut. Sedangkan berdasarkan basis komoditas difokuskan pada komoditas pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.
Poktan/Gapoktan yang akan melaksanakan m- P3MI dipilih yang memenuhi kriteria: apresiatif, kreatif, proaktif dan visioner.
(1) Identifikasi Permasalahan
Kegiatan m-P3MI dilakukan selain untuk memberikan solusi pemecahan permasalahan yang dihadapi petani dan pelaku agribinis juga sekaligus untuk merancang dan memperbaiki teknologi petani (existing technology).
Jenis data dan informasi yang dikumpulkan pada saat identifikasi permasalahan adalah meliputi:
Keragaan data bio-fisik mencakup topografi, sumber air permukaan, pola curah hujan, jenis lahan atau tanah dan data sosial ekonomi, antara lain: aksesibilitas wilayah, transportasi, struktur
keluarga petani, struktur penguasaan lahan pertanian, dan data sosial ekonomi lainnya yang relevan.
Keragaan existing teknologi, misalnya: teknologi budidaya tanaman, pola tanam dan pola usahatani, pasca panen, usahatani hortikultura, usaha ternak, dan usaha lainnya yang terkait dan relevan dengan kegiatan petani pada umumnya.
Keragaan existing produktivitas usahatani, tingkat pendapatan usahatani dan sumber pendapatan petani selama setahun terakhir.
Keragaan existing kelembagaan kelompok petani, kelembagaan pasar sarana produksi, pengolahan hasil, kelembagaan pasar hasil pertanian, kelembagaan permodalan pertania yang , penyuluhan pertanian, dan kelembagaan lainnya yang relevan.
Potensi, masalah dan peluang pengembangan pertanian. Potensi meliputi kemungkinan dilakukan intensifikasi, diversifikasi produk atau usaha, dan integrasi dengan usaha lain. Sedangkan peluang adalah kemungkinan untuk menambah skala usaha akibat dari adanya peluang pasar atau permintaan. Masalah termasuk masalah teknis dan sosial ekonomi.
Perancangan Model
Perancangan model didasarkan pada hasil identifikasi potensi, masalah dan peluang pengembangan pertanian.
Orientasi perancangan model berbasis komoditas unggulan, diversifikasi usaha (vertikal/horizontal).
Pada m-P3MI yang berbasis budidaya tanaman, penyusunan model diawali dengan penataan pola tanam termasuk peningkatan IP.
Inovasi yang perlu diperkenalkan mencakup inovasi teknologi dan kelembagaan. Inovasi teknologi diarahkan pada upaya untuk menghasilkan produk yang berdaya saing di pasar domestik (teknologi budidaya/pra panen dan pasca panen), dan diversifikasi vertikal (pengolahan hasil) sesuai kebutuhan pasar.
Pada m-P3MI berbasis integrasi tanaman-ternak (diversifikasi horisontal), inovasi yang diperkenalkan intinya sama dengan m-P3MI yang berbasis tanaman yaitu bermuatan teknologi dan kelembagaan.
Pada integrasi inovasi teknologi, kegiatan diarahkan pada upaya mengoptimalkan sumberdaya petani. Pada usaha ternak, misalnya dikembangkan teknologi untuk menghasilkan pupuk kandang dan biogas. Pupuknya dimanfaatkan untuk tanaman dan biogas sebagai
bahan bakar. Dari tanaman, limbahnya untuk pakan ternak.
Inovasi kelembagaan, utamanya diarahkan pada aspek pemberdayaan poktan atau gapoktan, kelembagaan pasar input atau pasar output dan permodalan usaha serta kemitraan dengan pihak lain (pemilik modal dan pedagang).
Pada saat mendisain model perlu melibatkan berbagai pihak terkait meliputi petani/kontak tani, Pemda setempat, dan pihak lain yang berkepentingan yang mampu menunjang kegiatan usaha agribisnis pedesaan.
Sumber teknologi, memanfaatkan hasil penelitian, pengkajian atau lembaga lain di luar Badan Litbang Pertanian.
Implementasi Model
Disain atau rancangan m-P3MI yang telah mendapat dukungan berbagai pihak selanjutnya diimplementasikan di lapangan dalam bentuk Unit Percontohan yang berskala pengembangan dan berwawasan agribisnis.
Skala pengembangan disesuaikan dengan basis komoditas yang diusahakan. Percontohan bertujuan untuk meyakinkan pihak pengguna atau stakeholder bahwa teknologi yang diintroduksikan itu mampu
beradaptasi baik terhadap lingkungan bio-fisik dan sosial ekonomi petani.
Agar spektrum diseminasi teknologi yang diuji cobakan semakin luas, ada dua kondisi yang harus dipenuhi:
Pertama, teknologi yang didiseminasikan harus kompatibel dengan permasalahan petani yang sedang dihadapi, atau teknologi yang didemonstrasikan merupakan teknologi yang mampu memecahkan permasalahan petani.
Disamping itu teknologi harus bersifat tepat guna, menguntungkan, sesuai kebutuhan, tidak rumit, hasilnya nyata, biaya murah dan teruji.
Kedua, untuk menjamin efektivitas adopsi, khususnya bagi petani dengan pengetahuan yang relatif rendah, dilakukan melalui peragaan langsung di lapang menggunakan percontohan dengan skala pengembangan.
Perluasan spektrum diseminasi suatu teknologi memanfaatkan beberapa agen atau media. Agen yang dimanfaatkan tidak terbatas pada agen yang bersifat formal akan tetapi juga agen informal. Agen formal yang dimaksud antara lain para Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang ada di setiap desa, petugas pertanian dari tingkat provinsi yang bernaung di Badan Koordinasi Penyuluhan (Bakorluh), di tingkat kabupaten yang berada di Badan Pelaksana Penyuluhan (Bapeluh) dan
tingkat kecamatan yang berkumpul di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Sedangkan agen informal adalah, petani, kontak tani, pemuka agama tokoh atau orang yang berpengaruh di desa, kios saprodi yang ada di desa atau tingkat kecamatan atau kabupaten, lembaga swadaya atau perkumpulan yang ada di desa, seperti arisan, pengajian dan perkumpulan lainnya. Media yang digunakan misalnya media tercetak atau elektronik.
Memperluas spektrum percepatan inovasi teknologi dilakukan melalui petani atau kontak tani, menggunakan pendekatan pemberdayaan. Melalui pemberdayaan petani khususnya petani kooperator percontohan, diharapkan mampu mendorong mereka menjadi Penyuluh Swadaya di lingkungannya.
Tujuan menggunakan berbagai channel diseminasi adalah agar diseminasi teknologi kepada pengguna dapat dipercepat. Praktek penyebaran informasi melalui multi channel sudah berlangsung di tingkat lapang seperti yang terungkap dari hasil penelitian Hendayana, dkk (2009) dalam Gambar 2.
Dinas Pert. Prov Dinas Pert. Prov
Dinas Pert. Prov Balit/Puslit/Lolit/BB
BPTP
Dinas Pert. Prov
Bakorluh
Dinas Pert. Kab.
Bapeluh
BPP/PPL
Kelompok tani
Petani KCD
Luar BPTP:
swasta, LSM, Tokoh informal
Dunia Maya/
Virtual/Web/Blog
Gambar 2
Saluran Penyampaian Informasi Teknologi
Percepatan adopsi suatu teknologi dicirikan oleh dua hal yaitu; percepatan atau perpendekan waktu adopsi, perluasan jangkauan atau perbanyakan adopter atau kombinasi dari keduanya.
Agar pelaksanaan percontohan yang diselenggarakan sesuai rencana, maka pada tahapan ini dilakukan monitoring dan evaluasi (Monev). Inti kegiatan yang di monev diarahkan pada aspek teknis, sosial ekonomi dan kelembagaan. Kegiatan Monev dilakukan oleh intern Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan oleh Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP), untuk mempercepat melakukan koreksi bila ada penyimpangan pelaksanaan di lapangan.
Selama dilakukan pengujian yang dimotori oleh BPTP, perlu diinisiasi dukungan dan peran aktif dari Pemda setempat, swasta, petani, kelompok tani dan Gapoktan, dukungan dari Badan Litbang Pertanian, Perguruan Tinggi dan praktisi pertanian, sampai terwujudnya model pengembangan pertanian perdesaan berwawasan agribisnis.
Fase II :
P
ENGAWALANT
EKNOLOGIFase pengawalan teknologi merupakan fase implementasi teknologi kepada kelompok tani kooperator, agar teknologi yang diintroduksikan dapat dilaksanakan petani sesuai rencana.
Fase ini merupakan tahap pelaksanaan di tingkat lapang melalui pendekatan learning by doing yang dikerjakan oleh petani kooperator berdasarkan arahan teknologi yang telah dipersiapkan oleh BPTP. Dalam pelaksanaan
kegiatan lapang perlu tenaga detaser dari BPTP untuk menjamin efektivitas implementasi teknologi yang dianjurkan.
Pada tahap pengawalan model, secara simultan yaitu pada saat panen raya dilakukan advokasi kepada berbagai pihak meliputi Pemerintah Daerah, Anggota DPRD, Perguruan Tinggi, LSM, Swasta, Asosiasi Petani, Camat maupun kepada Kepada Desa, untuk mempromosikan kegiatan yang sedang dilaksanakan.
Fase III:
P
ENGEMBANGANFase ini merupakan tahap Pengembangan Kawasan Agribisnis ke target sasaran yang lebih luas, setelah teknologi tersebut melalui tahap fase pengawalan.
Kegiatan ini sebagai wujud pengembangan dan penerapan model dan sekaligus merupakan langkah menuju keberlanjutan.
Fase ini, merupakan pengembangan model percontohan ke kelompok tani lain di luar kooperator. Kelompok tani sasaran pengembangan adalah kelompok tani yang memiliki keadaan bio-fisik sumberdaya pertanian dan sosial ekonomi petani serta lingkungan pasar yang relatif sama dengan kelompok tani kooperator.
Kegiatan pengembangan ini berada dalam koridor tugas pokok dan fungsi (tupoksi) BPTP, dalam
Balitbang:
. Puslit . Balai Besar
. Balit . BPTP . Lolit
BUMN/
Swasta Lembaga Penciptaan
Inovasi
Lembaga
Penyaluran Inovasi Penerima/pengguna Inovasi
Petani/
Poktan/
Gapoktan PUSTAKA
SKPD
LEMBAGA PENYULUHA
N LSM
DITJEN TEKNIS
BPTP
BPATP Kebijakan
INFORMAL Agent Infotek & Prod.Unggulan
Kebijakan
SKPD
mengimplementasikan Litkajibangdiklatluhrap Badan Litbang Pertanian.
Untuk mendukung terjadinya percepatan pengembangan model, dilakukan melalui berbagai channel dengan konsep Spektrum Diseminasi Multi Channel (SDMC) (Gambar 3)
Gambar 3
Pola Spektrum Diseminasi Multi Channel
Tahapan kegiatan pengembangan model percontohan, meliputi:
(1) Melakukan kegiatan intensifikasi teknologi komoditas unggulan yang dipilih, dengan jalan mempersempit terjadinya yield gap melalui peningkatkan produktivitas per satuan unit atau peningkatan efisiensi usaha, sehingga daya saing produk tersebut meningkat di pasaran.
(2) Melakukan diversifikasi, yaitu melalui peningkatan Indeks Pertanaman (IP) bagi tanaman semusim, atau meningkatkan nilai tambah produk yang dihasilkan melalui teknologi pasca panen (diversifikasi vertikal).
(3) Optimalisasi penggunaan sumberdaya pertanian yang dimiliki petani, melalui integrasi dengan usaha lainnya yang memungkinkan secara bio-fisik dan sosial ekonomi.
(4) Meningkatkan pemberdayaan kelembagaan pendukung usaha agribisnis meliputi: pemberdayaan kelompok tani, kelembagaan pasar input maupun output. Kelembagaan input misalnya dengan memproduksi benih sendiri (sebagai penangkar benih) bila ketersediaan benih di tingkat petani terbatas/sulit didapat, atau membeli kebutuhan sarana produksi yang dibutuhkan secara kelompok. Kelembagaan pasar output, misalnya membentuk kelompok penjual hasil secara bersama agar posisi tawar (bargaining position) petani meningkat.
Inisiasi kemitraan dengan pihak lain, misal kemitraan penyediaan modal tunai atau input produksi, kemitraan pemasaran melalui MOU dengan pihak pembeli.
(5) Promosi dan Advokasi
Untuk meningkatkan spektrum diseminasi teknologi yang dicontohkan pada skala percontohan kepada Poktan dan Gapoktan lainnya, perlu melakukan promosi dan advokasi.
Kegiatan advokasi ini sangat penting dilakukan sebagai upaya promosi kegiatan kepada pengguna maupun kepada pemangku kepentingan di daerah, meliputi Pemerintah Daerah, Anggota DPRD, Perguruan Tinggi, LSM, Swasta, BUMN, Asosiasi Petani, Camat dan Kepala Desa.
(6) Time frame untuk mendapatkan model pengembangan teknologi berwawasan agribisnis dilakukan dalam jangka menengah (3 tahun) hingga jangka panjang (5 tahun).
Time frame ini sangat tergantung kepada jenis komoditas unggulan yang dikembangkan.
Selama proses pengawalan percontohan lapang, perlu dikumpulkan data dan informasi yang relevan antara lain:
Data input output setiap cabang usahatani, yaitu analisis usahatani setiap komoditas atau cabang usahatani yang teknologinya diperbaiki melalui kegiatan percontohan, cakupan waktunya bisa musiman atau tahunan.
Perkembangan kelembagaan pendukung, meliputi data perkembangan atau kemajuan dari kelembagaan kelompok tani, kelembagaan pasar
sarana produksi, kelembagaan pasar hasil pertanian, kelembagaan kredit usahatani, perkembangan dalam satu tahun anggaran.
Kelembagaan ini berkembang karena adanya intervensi kegiatan pengkaji yang dilakukan selama proses kajian berlangsung.
Perkembangan respon petani kooperator dan non kooperator, meliputi data mengenai persepsi pengguna maupun stakeholder tentang teknologi yang sedang dikembangkan. Tujuannya untuk mendapatkan umpan balik guna perbaikan teknologi yang sedang didemontrasikan.
Perkembangan dukungan dari Pemda setempat, meliputi data perkembangan dukungan Pemda setempat dalam hal ini konstribusi Dinas Pertanian, baik berupa bantuan dana atau material, dukungan pengembangan teknologi ke target area sasaran maupun dukungan lainnya.
Perkembangan dukungan dari LSM, pihak swasta atau perorangan misalnya praktisi agribisnis, baik berupa dana atau material, dukungan pengembangan teknologi atau promosi teknologi, serta dukungan lainnya dalam penyebaran teknologi kepada pengguna lainnya.
Perkembangan kemitraan dengan pihak lain, data dukungan dari pihak mitra dalam pengembangan teknologi tersebut, baik dari mitra formal misalnya
Dinas Pertanian setempat seperti BPSB, Balai Benih Induk, atau pihak swasta dalam penyediaan kredit usahatani dan sarana produksi pertanian atau dalam hal pemasaran hasil.
Kegiatan kunjungan atau temu lapang pada kelompok tani/gapoktan lainnya, data yang dikumpulkan adalah frekuensi pelaksanaan dalam satu tahun berjalan dan jumlah peserta atau tamu dan asalnya dari setiap kegiatan tersebut.
Untuk mengungkap perkembangan kunjungan pelaku agribisnis lainnya, data yang dikumpulkan adalah frekuensi pelaksanaan selama setahun berjalan, dan jumlah peserta dan siapa yang datang dari setiap kegiatan tersebut.
Data di atas penting dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui perkembangan keberhasilan yang telah dicapai dari setiap kegiatan, serta sebagai feedback untuk perbaikan teknologi yang sedang dikembangkan bila dibutuhkan.
Fase IV:
P
EMASALANModel yang telah teruji keunggulannya dari aspek teknis, ekonomis, sosial dan aspek kelembagaan, dilakukan pemasalan pengembangannya ke target area yang lebih luas. Pemasalan teknologi dimaksudkan adalah untuk mempromosikan dan mereplikasi model
dalam wujud pengembangan model percontohan ke sasaran yang lebih luas. Tujuan dari pemasalan model tersebut adalah untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan pertanian ke arah terwujudnya pertanian unggulan berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal, meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing, ekspor dan kesejahteraan petani.
Pada fase ini, peran utama berada di pihak Direktorat Jenderal Teknis terkait sesuai komoditas unggulan yang dikembangkan, yaitu Ditjen Tanaman Pangan, Ditjen Perkebunan, Ditjen Peternakan, dan Ditjen Hortikultura serta Dinas Pertanian Propinsi, Kabupaten hingga Balai Penyuluhan Pertanian (BPP).
Posisi Badan Litbang Pertanian dalam fase ini bertindak sebagai narasumber, mendukung pengembangan teknologi yang dibutuhkan dan merespon isu serta pemecahan masalah yang timbul di tingkat lapang.
Penyelenggaraan Program m-P3MI ini secara diagramatis digambarkan dalam bagan alir (Gambar 4).
Pemilihan Lokasi m-P3MI
Identifikasi Lokasi m-P3MI
Disain m-P3MI Spesifik Lokasi Dukungan: Pemda,
DPRD, Balit, Puslit, BUMN, Swasta, Asosiasi Petani, LSM
-Basis Agroekosistem atau komoditas unggulan - Sinerji Program Pemda,
- Poktan/Gapoktan
-Biofisik -Sosial Ekonomi - Sumber DayaPertanian
-Usahatani eksisting -Kelembagaan pendukung
-Potensi, masalah dan peluang pengembangan
Monev:
-Teknis, Sosek, Kelembagaan
Promosi &Advokasi:
- Pemda, DPRD, BUMN, Swasta, Asosiasi Petani,
LSM, dg SDMC Unit Percontohan
m-P3MI Berskala Pengembangan Berwawasan
Agribisnis Terpadu
Pengembangan Model m-P3MI
Masalisasi m-P3MI ke Target Areal lebih
luas
DItjen Teknis, Pemda (Prov, Kab, Kec, Desa) Tahap Inisiasi
Tahap Pengawalan
Tahap Pengembangan
Gambar 4.
Bagan Alir Pembentukan m-P3MI
R OAD M AP M- P3MI
URAIAN TAHUN
I II III IV V
TUJUAN
Penentuan lokasi
Identifikasi database lokasi
Perencana-an Model Pengembangan Pertanian
Perencanaan model pengembangan mendekati model ideal yang direnca-nakan
Penyempurna an Model Pengembanga n mendekati model ideal yang direncanakan
Model ideal pengembangan pertanian sesuai dengan yang direncana-kan
Menda-patkan Model yang siap untuk dikem- bangkan (masalisasi Model)
MANFAAT
Data dasar untuk mengukur perkembangan keberhasilan implementasi Model
Sumberdaya pertanian menjadi dimanfaatkan lebih optimal dari sebelumnya
Penggunaan sumberdaya pertanian menjadi optimal
Penggunaan sumberdaya pertanian menjadi optimal serta pendapatan petani maksimal
Model terdiseminasi melalui berbagai channel;
Target area menerapkan model
OUTPUT
Lokasi ujicoba model
Data baseline lokasi
Model Pengembangan Pertanian
Data perkembangan ujicoba Model
Model Pengembangan mendekati Model ideal yang direncanakan
Model Pengembanga n sesuai dengan model yang direncanakan
Model ideal siap dikembangkan ke target area yang lebih luas
Model yang siap dikembangkan (masalisasi)
URAIAN TAHUN
I II III IV V
KEGIATAN
Pemilihan lokasi Identifikasi potensi, masalah, peluang lokasi ujicoba Model Perencanaan/disain Model
Pengembangan Pertanian Implementasi Model perbaikan teknologi komoditas unggulan
Implementasi Model perbaikan teknologi komoditas unggulan Optimalisasi sumberdaya pertanian melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi komoditas unggulan, serta integrasi dengan komoditas non unggulan Pemberdayaan kelembagaan kelompok tani, kelembagaan pemasaran input dan hasil, serta kelembagaan agribisnis lainnya
Implementasi Model perbaikan teknologi komoditas unggulan Optimalisasi sumberdaya pertanian melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi komoditas unggulan, serta integrasi dengan komoditas non unggulan Pemberdayaa n kelembagaan kelompok tani, kelembagaan pemasaran input dan hasil, serta kelembagaan agribisnis lainnya Advokasi/prom osi Model ke kelompok tani lainnya, stakeholder (Tingkat Pusat, Dinas TK I dan TK II, kecamatan, desa, agen- agen pembangunan pertanian lainnya, DPRD) Melakukan diseminasi Model menggunakan berbagai channel yang
Implementasi Model perbaikan teknologi komoditas unggulan Optimalisasi sumberdaya pertanian melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi komoditas unggulan, serta integrasi dengan komoditas non unggulan Pemberdayaan kelembagaan kelompok tani, kelembagaan pemasaran input dan hasil, serta kelembagaan agribisnis lainnya Advokasi/promosi Model ke kelompok tani lainnya, stakeholder (Tingkat Pusat, Dinas TK I dan TK II, kecamatan, desa, agen-agen pembangunan pertanian lainnya, DPRD) Melakukan diseminasi Model menggunakan berbagai channel yang sesuai
Pemasalan Model Pengembangan oleh pemangku kebijakan tingkat pusat dan daerah
Keterangan:
Time frame kegiatan disesuaikan dengan jenis komoditas unggulan (tanaman semusim time frame-nya lebih cepat dibandingkan dengan tanaman tahunan atau ternak).
Model ideal teknologi pengembangan, meliputi perbaikan teknologi komoditas unggulan, terintegrasi dengan komoditas non unggulan, didukung oleh kelembagaan yang berwawasan agribisnis, untuk optimalisasi penggunaan sumberdaya pertanian.
D AFTAR P USTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005.
Pedoman Umum Primatani. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Hendayana, R., A. Djauhari, Enrico S., A. Gozali, dan Sad Hutomo. 2009. Disain Model Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Program Unggulan Badan Litbang Pertanian.
Laporan Penelitian SINTA 2009. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Simatupang, P. 2004. PRIMATANI Sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Industrial.
Analisis Kebijakan Pertanian .Volume 2 No. 3, September 2004 : 209 – 225.