• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata Kunci: Kemiskinan, IASU, Regresi Logistik Hierarki Biner

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Kata Kunci: Kemiskinan, IASU, Regresi Logistik Hierarki Biner"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 12 Mei 2018

249 PENERAPAN REGRESI LOGISTIK HIERARKI BINER UNTUK MENENTUKAN DETERMINAN KEMISKINAN DI BENGKULU DENGAN

MENGGUNAKAN INDEKS AKSESIBILTAS SARANA UMUM (IASU) SEBAGAI VARIABEL KONTEKSTUAL

Yoga Dwi Nugroho

Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jl.Otto Iskandardinata no.64 C, Jakarta 13330 Telp. (021) 8191437, 8508812,Fax. (021)

e-mail:yogadwinugroho26@gmail.com or 15.8945@stis.ac.id

Abstrak

Kemiskinan merupakan kondisi dimana sesorang atau komunitas tidak dapat mencukupi kebutuhan dasarnya dalam berbagai dimensi kehidupan. Bengkulu merupakan salah satu provinsi yang terletak di bagian barat Indonesia dan mempunyai tingkat kemiskinan yang tinggi. Pengentasan kemiskinan memerlukan kebijakan yang tepat dan analisis data untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kemiskinan dan determinan kemiskinan di Provinsi Bengkulu dengan menggunakan Regresi Logistik Hierarki Biner. Terdapat 6 variabel bebas untuk level pertama (rumah tangga) yang digunakan yaitu, Klasifikasi daerah, Banyak ART, Jenis kelamin KRT, Umur KRT, Status pekerjaan KRT dan Pendidikan yang ditamatkan KRT dan untuk level dua (kabupaten/kota) menggunakan variabel Indeks aksesibilitas sarana umum (IASU) sebagai variabel kontekstual.Adapun variabel dependennya adalah Status kemiskinan. Penelitian menunjukkan variabel-variabel yang secara signifikan mempengaruhi kemiskinan adalah banyak ART, jenis kelamin KRT, pendidikan yang ditamatkan KRT dan IASU.

Kata Kunci: Kemiskinan, IASU, Regresi Logistik Hierarki Biner

1. PENDAHULUAN

World Bank menyatakan bahwa

“Poverty is pronounced deprivation in well-being.”(Kemiskinan adalah keadaan kehilangan kesejahteraan).

Fenomena kemiskinan merupakan suatu fenomena yang menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh hampir setiap negara di dunia. Hal ini disebabkan karena kemiskinan dapat memengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Pernyataan ini didukung oleh Naranjo (2012), kemiskinan adalah penyebab utama kelaparan, keterlantaran, marginalisasi, dan penyakit sosial lainnya di seluruh dunia.

Melihat banyaknya aspek yang dipengaruhi oleh kemiskinan, maka tidak salah bahwa fenomena kemiskinan ini menjadi salah satu masalah utama yang diperangi oleh negara-negara di dunia.

Kemiskinan menjadi fokus utama untuk dientaskan karena

kemiskinan tidak hanya terjadi pada satu generasi saja, tetapi juga bisa menjalar ke generasi-generasi berikutnya. Fenomena kemiskinan yang terjadi secara terus-menerus dari generasi ke generasi merupakan sebuah indikasi terjadinya fenomena yang disebut dengan lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty).

Oleh karena itu, pengentasan kemiskinan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Pengentasan kemiskinan menjadi fokus utama oleh negara-negara di dunia. Hal ini sesuai dengan amanat Sustainable development goals(SDGs) yaitu no poverty yang diletakkan sebagai fokus utama. Poin inilah yang menjadi landasan negara-negara di seluruh dunia untuk mengentaskan kemiskinan, tidak terkecuali Indonesia.

Program pengentasan kemiskinan merupakan tanggung jawab pemerintah dalam upaya peningkatan

(2)

250 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Integrasi Budaya, Psikologi, dan Teknologi dalam Membangun Pendidikan Karakter Melalui Matematika dan Pembelajarannya”.

kesejahteraan masyarakat. Hal ini sesuai

dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Dasar hukum inilah yang menjadi dasar Pemerintah Republik Indonesia dalam pengentasan kemiskinan, termasuk Pemerintah Provinsi Bengkulu. Hal ini dituangkan dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bengkulu tahun 2016-2021 pada poin pertama, yaitu pengentasan kemiskinan dan meretas ketertinggalan. Hal ini membuktikan keseriusan pemerintah Provinsi Bengkulu dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Provinsi Bengkulu merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai presentase kemiskinan yang tinggi.

Presentase kemiskinan di Bengkulu sebesar 17,88persen tahun 2015 yang berada di atas presentase kemiskinan nasional yaitu sebesar 11,22 persen.

Provinsi Bengkulu menempati urutan pertama dengan presentase tertinggi di kawasan Indonesia bagian Barat untuk tahun 2015. Jika ditelaah dari tahun ke tahun mulai tahun 2011 sampai tahun 2017 presentase kemiskinan di Provinsi Bengkulu cenderung stagnan.

Sumber: Badan Pusat Statistik Gambar 1. Perbandingan Antara

Persentase Penduduk Miskin di

Bengkulu dan Indonesia Periode Maret 2011-2017

Berdasarkan Grafik 1, terlihat bahwa dari tahun 2011 hingga 2017, persentase penduduk miskin di Provinsi Bengkulu selalu berada di atas persentase rata-rata secara nasional. Hal ini menandakan bahwa terdapat permasalahan kemiskinan yang terjadi di Provinsi Bengkulu ini selama bertahun-tahun dan belum terselesaikan sampai sekarang. Fenomena ini juga mengindikasikan bahwa permasalahan kemiskinan di Provinsi Bengkulu ini sudah menjadi masalah yang berlarut- larut dan perlu diatasi sesegera mungkin. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian. Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran kemiskinan dan determinan kemiskinan di Provinsi Bengkulu. Penelitian dilakukan dengan menggunakan regresi logistik biner hierarki dengan level pertama adalah rumah tangga dan level kedua adalah kabupaten. Adapun variabel kontekstual yang digunakan adalah Indeks Aksesibilitas Sarana Umum (IASU) yang dihitung dengan menggunakan Principel Component Analysis (PCA).

2. METODOLOGI Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Data sekunder merupakan data yang didapatkan dari mengumpulkan dokumen atau catatan yang mendukung dalam penelitian ini.Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi

(3)

Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 12 Mei 2018

251 atas data untuk membangun Indeks

Aksesibilitas Sarana Umum (IASU) dan determinan kemiskinan di Provinsi Bengkulu.

Indeks Aksesibilitas Sarana Umum (IASU) dibangun oleh beberapa

variabel yang bersumber dari Provinsi Bengkulu dalam Angka tahun 2016 yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik. Adapun variabel yang dikumpulkan adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Variabel-variabel pembentuk IASU

Indikator Variabel

Sarana Ekonomi X1 Jarak ke Pusat Kota (km) X2 Jumlah Koperasi

Sarana Pendidikan X3 Fasilitas pendidikan (sekolah) X4 Tenaga Pendidik

X5 Peserta didik Sarana Kesehatan X6 Fasilitas Kesehatan

X7 Tenaga Medis

Dalam penentuan determinan kemiskinan dikumpulkan variabel-variabel yang bersumber dari Data KOR SUSENAS tahun 2015 dan IASU yang merupakan hasil pengolahan dari Principal Component Analysis (PCA). Adapun variabel yang dikumpulkan adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Variabel-variabel Penelitian Determinan Kemiskinan

Variabel Keterangan Skala Sumber

Level 1 (Rumah Tangga)

Y Status Kemiskinan 1 = Miskin 0 = Tidak Miskin

Nominal

SUSENAS KOR X1 R105 = Klasifikasi Daerah 1 = Perdesaan

0 = Perkotaan

Nominal

X2 R301 = Banyak ART Rasio

X3 R405 = Jenis Kelamin KRT 1 = Perempuan 0 = Laki-laki

Nominal

X4 R407 = Umur KRT Rasio

X5 StatKRT = Status Pekerjaan KRT

1 = Informal 2 = Formal

Nominal X6 PendKRT = Pendidikan yang

ditamatkan KRT

1 = dibawah SMA 2 = SMA keatas

Ordinal Level 2 (Kabupaten)

Z Indeks Aksesibilitas Sarana Umum (IASU)

Rasio Pengolahan

Penghitungan Indeks Aksesibilitas Sarana Umum (IASU)

Penghitungan IASU dilakukan dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA).PCA digunakan untuk menentukan leading

factor sebagai komponen pembentuk (Siagian,2013). IASU digunakan untuk mengukur tingkat aksesibilitas terhadap sarana umum yang tercermin dalam sarana ekonomi, pendidikan dan

(4)

252 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Integrasi Budaya,

Psikologi, dan Teknologi dalam Membangun Pendidikan Karakter Melalui Matematika dan Pembelajarannya”.

kesehatan. Tahapan-tahapan yang dilakukan adalah:

a. Melakukan standarisasi dengan metode Normalisasi yaitu mengubah skala pernyataan menjadi interval dan berdistribusi normal.

b. Melakukan pengelompokkan variabel-variabel ke dalam beberapa fakor.

c. Menghitung bobot (Unequal weighted). Bobot yang digunakan dalam model ini adalah percent of variance explained masing-masing faktor dibagi dengan total cumulative percent.

d. Menyusun model IASU dengan faktor dan pembobot yang telah dihasilkan.

Regresi Logistik Biner

Regresi logistik biner merupakan suatu metode analisis data yang digunakan untuk mencari hubungan antara variabel dependen (Y) yang bersifat biner atau dichotomous dengan variabel independen (X) yang bersifat polychotomous (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Bentuk umum model peluang regresi logistik dengan p variabel penjelas, diformulasikan sebagai berikut :

p(x) = exp⁡(𝛽0+𝛽1𝑋1+⋯+𝛽𝑝𝑋𝑝)

1+⁡exp⁡(𝛽0+𝛽1𝑋1+⋯+𝛽𝑝𝑋𝑝)

Dengan p(x) adalah peluang kejadian sukses dengan nikai probabilita 0< p(x) <1 dan βj adalah nilai parameter dengan j = (1,2,...,p). Dengan melakukan transformasi dari logit p(x), maka diperoleh persamaan:

g(x) = ln ( 𝑝(𝑥)

1−𝑝(𝑥)) = (𝛽0+ 𝛽1𝑋1+ ⋯ + 𝛽𝑝𝑋𝑝)

Dimana p adalah kemungkinan bahwa Y = 1, dan X1, X2,..., Xk adalah variabel independen dan β adalah koefisien regresi.

Regresi Hierarki (Multilevel)

Model multilevel merupakan sebuah model yang digunakan pada data berjenjang (hierarchy). Menurut Skrondal dan Rabe-Hesketh (2004), data berjenjang seringkali ditemukan pada penelitian-penelitian survei dimana unit-unit analisisnya berasal dari kelompok-kelompok (cluster), atau data yang diambil melalui penarikan sampel bertahap (cluster sampling). Analisis logistic biner hierarki yang digunakan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor rumah tangga dan faktor kontekstual terhadap status kemiskinan dimana variabel respon yang digunakan berupa variabel biner.

Berikut adalah gambaran hierarki dalam penelitian:

(5)

Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 12 Mei 2018

253 Gambar 2. Gambaran data penelitian dengan hierarki (multilevel) dua level pada

analisis determinan kemiskinan Hox (2010, hal.12), menggolongkan

model regresi multilevel dalam dua bentuk dasar yaitu:

1. Model multilevel dengan random intercept

Model ini mengasumsikan tiap kelompok memiliki intercept yang berbeda-beda, tidak fixed seperti regresi biasa dan memiliki slope yang sama sehingga pengaruh setiap variabel penjelas terhadap variabel respon sama untuk tiap tiap kelompok.

2. Model multilevel dengan random slope

Model ini mengasumsikan tiap kelompok memiliki slope yang berbeda-beda, tidak fixed seperti regresi biasa dan memiliki slope yang sama sehingga pengaruh setiap variabel penjelas terhadap variabel respon berbeda untuk tiap tiap kelompok

Regresi Logistik Hierarki Biner dengan random Intercept

Persamaan regresi logistik hierarki biner dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:

ln ( 𝜋𝑖𝑗

1 − 𝜋𝑖𝑗) = 𝛽0𝑗+ ∑ 𝛽𝑝𝑗𝑋𝑝𝑖𝑗 + 𝜀𝑖𝑗

𝑝

𝑝=1

Jika diasumsikan terdapat variasi antarkelompok dalam random intercept model. Variasi dimodelkan oleh variasi Zj pada level 2, sehingga persamaan pada level 2 adalah:

𝛽0𝑗 = 𝛾00+ ∑ 𝛾0𝑞𝑍𝑞𝑗+ 𝑈0𝑗

𝑄

𝑞=1

𝛽𝑝𝑗 = 𝛾𝑝0𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘⁡𝑝 > 0 Keterangan:

𝛾00 : Intercept (rata-rata keseluruhan) 𝛾𝑝0 : efek tetap untuk variabel

penjelas ke-p di level 1 (fixed slope) 𝛾0𝑞 : efek tetap untuk variabel penjelas ke-q di level 2

𝑋𝑝𝑖𝑗 : variabel penjelas ke-p di level 1 untuk Ruta ke-I di level 1 dalam kabupaten ke-j di level 2

𝑍𝑞𝑗 : variabel penjelas ke-q di level 2 untuk kabupaten ke-j

𝑈0𝑗 : efek random kabupaten ke-j di level 2

𝜀𝑖𝑗 : residual untuk Ruta ke-i di level 1 dalam kabupaten ke-j

Berikut merupakan tahapan yang dapat dilakukan untuk melakukan Analisis Regresi Logistik Hierarki Biner dua level terdiri dari lima tahapan yaitu:

Kabupaten (j)

2 nj

Level 2

(j=10) Kabupaten (1)

1 2 n1

Level 1

(n=4949) 1

Sampel Level Sampel Level

(6)

254 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Integrasi

Budaya, Psikologi, dan Teknologi dalam Membangun Pendidikan Karakter Melalui Matematika dan Pembelajarannya”.

1. Pengujian signifikansi Efek random (Likelihood Ratio Test) 2. Pengitungan ICC (Intraclass

Correlation)

3. Pengujian signifikansi Parameter secara Simultan

4. Pengujian Signifikansi Parameter secara Parsial

5. Intepretasi Parameter dengan Odds Ratio

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Indeks Aksesibilitas Sarana Umum (IASU)

Indeks Aksesibilitas Sarana Umum (IASU) sebagai variabel kontekstual berkaitan dengan salah satu determinan kemisikinan yaitu dimensi aksesibilitas dalam hierarki community level. Aksesibilitas adalah usaha pergerakan fisik dari seseorang untuk mendapatkan pelayanan atau melakukan kegiatan (Cullinane et al., 2008) yang tercermin dalam sarana pendidikan, sarana ekonomi dan sarana kesehatan.

Ketiga komponen tersebut sering disebut sebagai sarana umum.

Tabel 3. KMO dan Bartlett’s Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy 0,512 Bartlett’s Test of Sphericity Approx. Chi-Square 50,992

df 21

Sig. 0,000

Sumber: SUSENAS KOR 2015 (diolah dengan SPSS V.23) Berdasarkan Bartlett’s Test of

Sphericity pada Tabel 3., nilai sig=0,000<0,05 menunjukkan bahwa matriks korelasi bukan merupakan matriks identitas sehingga dapat dilakuakn analisis komponen utama.

Disamping itu, nilai KMO yang dihasilkan 0.512 nilai tersebut menunjukkan “data cukup baik”

sehingga layak untuk dilakukan analisis faktor. Untuk menentukan beberapa faktor yang dipakai menjelaskan keragaman total maka dilihat dari besar nilai eigen valuenya. Nilai eigen yang lebih dari satu (eigen value>1) adalah komponen yang dipakai. Terlihat bahwa

pada screeplot pada gambar 3 terdapat dua faktor dengan eigen valuenya Faktor 1 sebesar 3,918 dan Faktor 2 sebesar 1,470. Adapun keragaman yang dapat dijelaskan oleh Faktor 1 sebesar 55,968 persen dan Faktor 2 sebesar 21.006persen Total variance yang terjelaskan adalah 76,974persen.

Berdasarkan alasan eigen value kedua faktor yang lebih dari 1 dan besarnya presentase kumulatif kedua faktor sebesar 76,974 persen, dapat disimppulkan bahwa kedua faktor sudah cukup mewakili keragaman variabel- variabel asal.

(7)

Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 12 Mei 2018

255 Sumber: SUSENAS KOR 2015(diolah dengan SPSS V.23)

Gambar 3. Screeplot Tabel output component matrix

menunjukkan besarnya korelasi tiap variabel dalam faktor yang terbentuk.

Bila dilihat variabel-variabel yang berkorelasi terhadap setiap faktornya, ternyata loading faktor yang dihasilkan belum memberikan arti sebagaimana yang diharapkan. Seperti variabel X6(fasilitas kesehatan) dimana korelasi varaiabel ini dengan faktor 1 sebesar 0.572, sedangkan dengan faktor 2 sebesar -0.641 (tanda negative hanya menunjukkan arah korelasi). Hal ini membuat kita sulit menentukan apakah variabel masuk ke dalam faktor 1 atau faktor 2. Tiap faktor belum dapat

diintepretasikan dengan jelas sehingga dilakukan rotasi dengan metode varimax.

Rotasi dengan metode varimax akan meningkatkan varians dan setiap variabel hanya berkorelasi kuat dengan satu faktor saja. Hal ini terlihat dari eigen valuenya yang cukup besar yaitu, faktor 1 sebesar 3.295 dan faktor 2 sebesar 2.093. Adapun varians yang terjelaskannya sebesar 47.069 persen untuk faktor 1 dan 29.905 persen untuk faktor 2. Variance terjelaskan ini akan digunakan untuk menghitung bobot masing masing faktor. Pembobot yang dihasilkan adalah unequal weighted.

Tabel 4. Bobot Faktor

Faktor Varians Terjelaskan Bobot

Faktor 1 47.069% 0.6115

Faktor 2 29.905% 0.3885

Total 76.974% 1

Sumber: SUSENAS KOR 2015(diolah dengan SPSS V.23) Setelah menentukan pembobot,

model IASU yang terbentuk adalah sebagai berikut:

IASU= 0.6115 Faktor 1 + 0.3885 Faktor 2

Arah positif menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut dapat meningkatkan aksesibilitas sarana

umum. Dengan menggunakan metode tersebut, aksesibilitas terhadap sarana umum dapat dihiyimh dan kemudian dipetakan untuk memberikan gambaran kondisi aksesibilitas sarana umum di Provinsi Bengkulu. Skor IASU untuk 10 kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu ditunjukkan pada tabel 4

(8)
(9)

256 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Integrasi Budaya, Psikologi, dan Teknologi dalam Membangun Pendidikan Karakter Melalui Matematika dan Pembelajarannya”.

.

Tabel 5. Skor IASU 10 kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu

Kab/Kota IASU Rank

Kota Bengkulu 1.433417 1

Bengkulu Utara 0.866953 2

Rejang Lebong 0.331234 3

Seluma 0.154192 4

Bengkulu Tengah -0.07697 5

Bengkulu Selatan -0.26602 6

Muko-muko -0.29398 7

Kaur -0.58088 8

Kepahiang -0.61935 9

Lebong -0.94861 10

Sumber: SUSENAS KOR 2015(diolah dengan SPSS V.23) Dari hasil tabel 4 dapat

digambarkan bahwa Kota Bengkulu memiliki angka IASU yang paling tinggi. Angka yang tinggi ini menggambarkan bahwa Kota Bengkulu merupakan daerah yang memiliki akses terhadap sarana umum yang sangat baik. Selain itu, Kota Bengkulu didukung bahwa daerah tersebut merupakan pusat pemerintahan tingka I (Provinsi) yang terkait dengan pembangunan dan kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian. Mappamiring (2006) menyatakan bahwa alokasi

pembangunan daerah masih didasarkan pada kepadatan penduduk sehingga sebagian besar kegiatan perekonomian riil dan pasar berlokasi di wilayah tersebut.Sedangkan kabupaten Lebong memiliki IASU yang paling rendah yang mengindikasikan bahwa daerah ini mempunyai akses terhadap sarana umu yang rendah. Hal ini terlihat dari jumlah sarana ekonomi, sarana kesehatan dan sarana pendidikan di daerah Kabupaten Lebong. Selanjutnya IASU akan dipetakan untuk mengetahui persebaran dari “tinggi” ke “sangat rendah” seperti tampak dalam Gambar 4 berikut.

Sumber: Pengolahan dengan GeoDa Gambar 4 Peta Skor IASU Provinsi Bengkulu

(10)

Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 12 Mei 2018

257 Regresi Logistik Biner

Sebelum melakukan pemodelan yang tepat. Peneliti terlebih dahulu melakukan pengujian terhadap regresi logistik biasa dan regresi multilevel secara terpisah. Pada regresi logistic biner biasa dilakukan pengujian model fit.Pengolahan menggunakan aplikasi statistik SPSS V.23. Pengujian Hipotesis:

H0 : Model fit (tidak ada perbedaan hasil observasi dan hasil prediksi dari model)

H1: Model tidak fit (ada perbedaan hasil observasi dan hasil prediksi dari model)

Statistik uji yang digunakan adalah Hosmer and Lemeshow goodness of fit. Berdasarkan hasil pengolahan, nilai chi-squre sebesar 15,629 atau p- value < 0,05 sehingga keputusan tolak H0. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat kepercayaan 95 persen model regresi logistic biner tidak fit.

Sehingga untuk mengetahui model mana yang tepat digunakan, dilakukan pengujian efek random.

Regresi Logistik Hierarki Biner Dua Level dengan Random Intercept Pengujian Signifikansi Efek Random

Berdasarkan hasil output program R, diperoleh p-value sebesar 5.093e-14 yang mendekati nilai nol dan nilai likelihood Ratio test sebesar 71,45856

>𝜒0,05;12 = 3,84 keputusan yang diperoleh yaitu Tolak H0. Sehingga dapat disimpulkan dengan kepercayaan 95 persen terdapat efek random yang signifikan. Hal ini berarti model logistic hierarki biner lebih baik digunakan daripada regresi logistic biasa. Setelah didapatkan keputusan analisis yang tepat, selanjutnya akan dihitung Intraclass Correlation (ICC).

Intraclass Correlation (ICC)

Hasil pengolahan menggunakan program R menunjukkan hasil ICC sebesar 0,5115 atau sebesar 51,15 persen. Artinya sebsar 51,15 persen keragaman status kemiskinan di Provinsi Bengkulu disebabkan oleh perbedaan karakteristik kabupaten/kota.

Sehingga terlihat adanya pengaruh kabupaten/kota dalam model ini.

Pengujian Parameter secara Simultan Berdasarkan hasil output dengan menggunakan program R dapat dihitung nilai G sebagai berikut:

𝐺 =

⁡−2 ln (𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑⁡𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙⁡ℎ𝑖𝑒𝑟𝑎𝑟𝑘𝑖⁡𝑡𝑎𝑛𝑝𝑎⁡𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙⁡𝑝𝑒𝑛𝑗𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑⁡𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙⁡ℎ𝑖𝑒𝑟𝑎𝑟𝑘𝑖⁡𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛⁡𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙⁡𝑝𝑒𝑛𝑗𝑒𝑙𝑎𝑠)

⁡⁡⁡⁡= ⁡3142,877 − 2961,685c

⁡⁡⁡⁡= ⁡181,12921

Dari penghitungan diatas Likelihood ratio test sebesar 181,12921

> 𝜒0,05;62 =12,592 sehingga tolak H0.

Dengan tingkat kepercayaan 95 persen terdapat minimal satu variabel penjelas yang memengaruhi status kemiskinan di Indonesia.

Pengujian Parameter secara Parsial Pengolahan yang dilakukan dengan menggunakan program R menghasilkan variabel yang memengaruhi status kemiskinan di Provinsi Bengkulu. Variabel yang signifikan adalah variabel yang mempunyai p-value < α=0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan variabel yang mempengaruhi signifikan terhadap status kemiskinan yaitu Banyak ART (X2),Jenis Kelamin KRT (X3), Pendidikan KRT (X6) dan IASU (Z).

Persamaan regresi logistic hierarki biner dua level dengan random intercept adalah sebagai berikut:

ln ( 𝜋𝑖𝑗

1 − 𝜋𝑖𝑗) = ⁡ −1,8421 + 0,0912𝑋1𝑖𝑗 + 0,3019𝑋2𝑖𝑗 + 0,5339⁡𝑋3𝑖𝑗

− 0,0037𝑋4𝑖𝑗+ 0,2379⁡𝑋5𝑖𝑗⁡

− 1.3215𝑋6𝑖𝑗 − 0.5874⁡𝑍𝑗

(11)

258 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Integrasi

Budaya, Psikologi, dan Teknologi dalam Membangun Pendidikan Karakter Melalui Matematika dan Pembelajarannya”.

Dengan tingkat signifikansi * = 0,05 Kemudian dilakukan kembali pengujian parsial kembali dengan semua variabel yang signifikan agar

dapat diintepretasikan odds ratio atau kecenderungan terhadap status kemiskinan. Berikut adalah hasil dari pengujian parsial yang diperoleh.

Tabel.6 Hasil estimasi parameter model hierarki logistik biner dengan random intercept(semua variabel signifikan)

Variabel Koefisien Z p-value Odds Ratio Faktor Rumah Tangga (level 1)

Banyak ART (X2) 0,2980 8,905 0,000* 1,3472 Jenis Kelamin KRT (X3)

Laki-laki (reff)

Perempuan 0,5369 3,270 0,000* 1,711

Pendidikan KRT (X6) Dibawah SMA (reff)

SMA keatas -1,3274 -8,388 0,001* 0,2651 (3,7721) Faktor Kabupaten/Kota (level 2)

IASU -0,6001 -2,086 0,036* 0,5488 (1,8222)

*Signifikansi pada 0,05

Sumber : SUSENAS KOR 2015 (diolah dengan program R) Berdasarkan Tabel 6, didapatkan

persamaan hierarki logistic biner dua level dengan random intercept (semua variabel signifikan) sebagai berikut:

ln ( 𝜋𝑖𝑗

1 − 𝜋𝑖𝑗) = ⁡ −1,6673 + 0,2980𝑋2𝑖𝑗 + 0,5369⁡𝑋3𝑖𝑗 − 1.3274𝑋6𝑖𝑗

− 0.6001⁡𝑍𝑗

Dengan tingkat signifikansi * = 0,05 Intepretasi Odds Ratio

Adapun intepretasi dari Odds ratio yang telah didapatkan pada Tabel 6 adalah sebagai berikut:

Banyak ART (X2)

Banyak Anggota Rumah Tangga (ART) berpengaruh signifikan terhadap status kemiskinan di Provinsi Bengkulu.

Odds ratio untuk banyak ART sebesar 1,3472. Hal ini berarti bahwa setiap penambahan satu Anggota Rumah Tangga (ART) akan meningkatkan kecenderungan Rumah Tangga untuk

miskin sebesar 1,3472 kali lebih besar.

Dengan demikian, Rumah Tangga dengan jumlah Anggota Rumah Tangga (ART) yang lebih besar akan cenderung untuk miskin.

Hasil ini didukung pernyataan oleh Haughton dan Khandker (2009), jumlah anggota rumah tangga sangat penting karena menunjukkan korelasi antara tingkat kemiskinan dan komposisi rumah tangga. Besarnya jumlah ART menyebabkan jumlah pendapatan yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup semakin besar. Semakin sedikit ART, semakin sedikit pula kebutuhan yang harus dipenuhi keluarga, sehingga tingkat kesejahteraan tinggi miskin bila dibandingkan dengan rumah tangga yang memiliki ART banyak (World Bank, 2005).

Jenis Kelamin KRT

(12)

Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 12 Mei 2018

259 Jenis Kelamin Kepala Rumah

Tangga (KRT) berpengaruh signifikan terhadap status kemiskinan di Provinsi Bengkulu. Odds ratio untuk Jenis Kelamin KRT sebesar 1,711. Hal ini menyatakan bahwa Rumah Tangga dengan Jenis Kelamin KRT perempuan memiliki kecenderungan untuk miskin sebesar 1,711 kali lebih besar dibandingkan dengan Rumah Tangga dengan Jenis Kelamin KRT laki-laki.

Dengan demikian, Rumah Tangga dengan Jenis Kelamin KRT perempuan cenderung untuk miskin.

Hasil dari penelitian ini sesuai dengan pernyataan ilmiah yang dikemukakan oleh Haughton dan Khandker (2009) bahwa jenis kelamin dari kepala rumah tangga dipercayai dapat memengaruhi kemiskinan rumah tangga, dengan lebih spesifik, rumah tangga yang dipimpin oleh wanita cenderung lebih miskin daripada rumah tangga yang dipimpin laki-laki.

Pendidikan yang ditamatkan KRT Pendidikan yang ditamatkan Kepala Rumah Tangga (KRT) berpengaruh signifikan terhadap status kemiskinan di Provinsi Bengkulu. Odds ratio untuk Pendidikan yang ditamatkan KRT sebesar 3,7721. Hal ini menyatakan bahwa Rumah Tangga dengan Pendidikan yang ditamatkan KRT dibawah SMA memiliki kecenderungan untuk miskin sebesar 3,7721 kali lebih besar dibandingkan dengan Rumah Tangga dengan Pendidikan yang ditamatkan KRT SMA ke atas. Dengan demikian, Rumah Tangga dengan Pendidikan yang ditamatkan KRT di bawah SMA cenderung untuk miskin.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kasim (2006) yang menyatakan bahwa kepala rumah tangga yang memiliki tingkat pendidikan memadai akan memiliki produktivitas tinggi, karena dengan

pendidikan yang relatif tinggi, akan diimbangi dengan penguasaan faktor- faktor produksi yang makin berkualitas.

Sehingga akan meningkatkan kesejahteraan suatu rumah tangga.

Indeks Aksesibilitas Sarana Umum (IASU)

Indeks Aksesibilitas Sarana Umum (IASU) berpengaruh signifikan terhadap status kemiskinan di Provinsi Bengkulu. Odds ratio untuk IASU sebesar 3,7721. Hal ini menyatakan bahwa penurunan satu poin IASU suatu Kabupaten/Kota akan meningkatkan kecenderungan Rumah Tangga dalam wilayah Kabupaten/Kota tersebut sebesar 1,8222 kali lebih besar.Dengan demikian, Kabupaten/Kota dengan aksesibilitas terhadap sarana umum (sarana ekonomi, kesehatan dan pendidikan) yang rendah akan meningkatkan rumah tangga dalam wilayah tersebut cenderung untuk miskin.

Penelitian oleh Suharto (2009) menyatakan bahwa kemiskinan berhubungan dengan kesulitan memenuhi kebutuhan sosial (social exclusion), ketergantungan dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan pelayanan sosial dan rendahnya aksesibilitas lembaga- lembaga pelayanan sosial, seperti lembaga pendidikan, kesehatan, dan informasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan peneliti semakin mudah akses terhadap sarana umum akan mengurangi kecenderungan untuk miskin.

4. SIMPULAN

Provinsi Bengkulu merupakan Provinsi dengan tingkat kemiskinan yang tinggi di Indonesia. Pola kemiskinan di Provinsi Bengkulu dapat

(13)

260 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Integrasi

Budaya, Psikologi, dan Teknologi dalam Membangun Pendidikan Karakter Melalui Matematika dan Pembelajarannya”.

dideteksi dengan Indeks Aksesibilitas Sarana Umum (IASU). Semakin tinggi IASU maka aksesibilitas terhadap sarana umum semakin mudah untuk dijangkau oleh suatu rumah tangga.

Kabupaten/Kota dengan IASU tertinggi adalah Kota Bengkulu. Kabupaten/Kota dengan IASU terendah adalah Kabupaten Lebong. IASU digunakan sebagai variabel kontekstual dalam level dua (Kabupaten/Kota). Penerapan Regresi Logistik Hierarki Biner menyatakan bahwa terdapat pengaruh perbedaan Kabupaten/Kota yang digambarkan dengan IASU terhadap status kemiskinan disetiap rumah tangga dalam wilayah Kabupaten/Kota tertentu.

Kemiskina di Provinsi Bengkulu secara signifikan dipengaruhi oleh banyaknya anggota rumah tangga (ART), jenis kelamin kepala rumah tangga (KRT), Pendidikan yang ditamatkan oleh kepala rumah tangga (KRT) dan Indeks Aksesibilitas Sarana Umum (IASU) sebagai variabel kontekstual.

5. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis sangat berterima kasih kepada Bapak /Ibu dosen Sekolah Tinggi Ilmu Statistik yang telah memberi ilmu terkait dengan Model Statistik. Selain itu, penulis berterimakasih secara khusus kepada Ibu Tiodora Hadumaon Siagian yang telah memberikan penjelasan mengenai Principal Component Analysis dan Bapak Robert Kurniawan selaku dosen mata kuliah Analisis Data Kategorik.

Penulis juga ingin menyampaikan salam semangat terkhusus teman-teman modul 4 PKL STIS Angkatan 57 tentang determinan kemiskinan.atas diskusi dan KSM nya.

6. DAFTAR PUSTAKA

Agresti, A. 2001. Categorical Data Analysis Second Edition.

Florida :Wiley-Interscience.

Azen, R dan Walker, CM. 2011.

Categorical Data Analysis for the Behavioral and Social Scences. New York: Taylor &

Francis Group.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016.

Provinsi Bengkulu dalam Angka tahun 2016. Jakarta:

Badan Pusat Statistik

Culliane,S dan Stokes,G. 2008. Rural Transportation Policy.2nd edition. Emerald,Bingley.

Haughton, J dan SR.Khandker. 2009.

Handbook on Poverty and Inequality. World Bank.

Hosmer, D.W dan Lemeshow,S. 1989.

Applied Logistic Regression.

New York: John Wiley dan Sons.

Hox, J. 2010. Multilevel Analysis:

Technique and Application, Second Edition. Netherlands :The Utrecht University.

Kasim, M. 2006. Karakteristik Kemiskinan di Indonesia dan Strategi Penanggulangannya (Study Kasus di Kabupaten Padang Pariaman). Jakarta:

Indomedia

Mappamiring. 2006. Kajian Analitik:

Prespektif Alternatif Pembangunan Kawasan Indonesia Timur. Jurnal

Peneliti Desember

2006,Vol.2,No.4.

Naranjo, Sofia. 2012. Enabling food sovereighty and a prosperous future for peasants by understanding the factors that marginalize peasant and lead to poverty and hunger. Journal Agriculture and Human Values. Vol.29.pp 231-246.

(14)

Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 12 Mei 2018

261 Nopriansyah,Junaidi dan Umiati E.

2015. Determinan Kemiskinan Rumah Tangga di Provinsi Jambi. Jurnal Prespektif

Pembiayaan dan

Pembangunan Daerah Vol.2 No.3, Januari-Maret 2015.

Puspita, DW. 2015. Analisis Determinan Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah. Journal of Economics and Policy JEJAK Vol.8,No.1,pp 100-107.

Siagian TH,Purhadi, Suhartono dan Ritonga H. 2013.Social vulnerability to natural hazards in Indonesia: driving factors

and policy

implications.Journal of the International Society for the

Prevention and Mitigation of Natural Hazards.Vol.69.

Skrondal, A dan Hesketh, S R. 2004.

Generalized Latent Variabel Modeling: Multilevel, Longitudinal, and Structural Equation Models.Chapman &

Hall/CRC.

Suharto,Edi. 2009. Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia. Bandung: Alfabeta.

[World Bank]. 2005. Introduction of Poverty Analysis. World Bank Institute.August 2005 JH Revision of August 8,2005.

Zamhari J, Wisadirana D dan Kanto S.

2015. Analisis Determinan Kemiskinan di Jawa Timur.

Jurnal Wacana Vol.18,No.1.

Gambar

Gambar 3. Screeplot  Tabel  output  component  matrix
Tabel 5. Skor IASU 10 kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan bertujuan tidak sekedar proses alih budaya dan alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) tetapi juga sekaligus sebagai proses alih nilai (transfer of

Kepala madrasah secara terbuka dapat bekerjasama dengan supervisor sehingga lebih mampu melaksanakan perannya dalam menggerakkan, mengkoordinasikan, dan

Contohnya orang yang merokok dan tau efek negatif dari merokok akan mengurangi disonansi kognitif yang terjadi dengan cara mencari informasi terkait perilaku merokok yang dapat

Maka dari itu, penulis merumuskan pesan dari kampanye ini adalah, “Dengan Baby Led Weaning, Ibu Tetap Aktif, Anak Kenyang dengan cara Menyenangkan” Pesan yang

Hasil penelitian menunjukkan Tipomorfologi arsitektur suku Banjar dapat dijelaskan berdasar beragam tema yang mempengaruhi perkembangan arsitektur Suku Banjar, yaitu;

Dalam perancangan kembali pondok pesantren induk Lirboyo ini, tema yang diambil dalam perancangan adalah tema arsitektur Islam dengan pertimbangan sebagaimana objek

Guru mengingatkan peserta didik untuk menyelesaikansoal/permasalah yang diberikan di kegiatan awal dengan menggunakan sifat-sifat eksponen3. Masing- masing kelompok

Hal yang paling pen- ting dari peran ‘Aisyiyah adalah keberada- annya dalam membangun kesadaran kaum perempuan bahwa mereka mempunyai tanggungjawab yang sama besar dengan kaum