• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PENDETEKSIAN BAN GANDA ( DUAL TIRE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PENDETEKSIAN BAN GANDA ( DUAL TIRE"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODEL PENDETEKSIAN BAN GANDA (DUAL TIRE) PADA KENDARAAN TRUK BERGANDAR DUA MENGGUNAKAN

PENGEKSTRAKSI CIRI 2D-PCA DAN SVM SEBAGAI PENGKLASIFIKASI

BAMBANG WAHYUDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Model Pendeteksian Ban Ganda (Dual Tire) Pada Kendaraan Truk Berganda Dua Menggunakan Pengekstraksi Ciri 2D-PCA dan SVM Sebagai Pengklasifikasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2012

Bambang Wahyudi NIM G651090354

(3)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(4)

PENGEMBANGAN MODEL PENDETEKSIAN BAN GANDA (DUAL TIRE) PADA KENDARAAN TRUK BERGANDAR DUA MENGGUNAKAN

PENGEKSTRAKSI CIRI 2D-PCA DAN SVM SEBAGAI PENGKLASIFIKASI

BAMBANG WAHYUDI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Komputer pada

Program Studi Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

(5)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Boyke Nurhidayat, S.Kom., M.Kom.

(6)

Judul Tesis : Pengembangan Model Pendeteksian Ban Ganda (Dual Tire) Pada Kendaraan Truk Bergandar Dua

Menggunakan Pengekstraksi Ciri 2D-PCA dan SVM Sebagai Pengklasifikasi

Nama Mahasiswa : Bambang Wahyudi

Nomor Pokok : G651090354

Program Studi : Ilmu Komputer

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom Mushthofa, S.Kom, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Komputer

Dr.Yani Nurhadryani S.Si, M.T Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

(7)

ABSTRACT

BAMBANG WAHYUDI. The Developing of Dual Tires Detection Model of Two Axles Truck by Using 2D-PCA Feature Extraction and SVM as Classifiers. Under direction of AGUS BUONO and MUSHTHOFA.

Two axles truck is devided into two types i.e truck that uses single tire and dual tires at its back wheels. The use of dual tires at a truck will influnce its classification, so that it is needed a system to detect the use of dual tires. In this study, we develop a model to detect the occurance of dual tires at a two axels truck by using two steps 2D-PCA technique as the feature extraction and SVM as the classifier. In the feature extraction steps by using 2D-PCA, we use the values of precentage 95 %, 90%, and 85 %. While SVM use linear kernel, quadratic, cubic and RBF (sigma = 1, 5, 8, 10, 20, 30). By using the scenario, we obtain 81 models. We performed two phases of testing. The first testing phase measures the accuracy of the detection process without sliding windows. The second testing phase use sliding windows to detect the occurance of dual tires in an image. For the first phase testing, we use a database that consists of 552 dual tires images and 1284 non dual tire images with 150 x 150 pixels, and for the second phase testing, we used 30 images with 640 x 480 pixels. Based on the first phase testing, we obtained 10 best models to be used for second phase testing. The two stage 2D- PCA method successfully reduced the data from 22500 dimensions of image vector to 36. The two phases testing conducted showed that the best kernels for detecting dual tires using SVM is the quadratic and the RBF kernel with the best accuracy of 93.3%.

Keyword : Truck Classification, Dual tire detection, 2D-PCA, SVM

(8)

RINGKASAN

BAMBANG .WAHYUDI. Pengembangan Model Pendeteksian Ban Ganda (dual tire) Pada Kendaraan Truk Bergandar Dna Menggunakan Pengekstraksi .Ciri 2D~PCA dan SVM Sebagai Pengklasifikasi. Dibimbing oleh AGUS BUONO and MUSHTHOFA.

Saat ini jalan tol menjadi suatu jalan alternatif untuk mengatasi kemacetan la1u Hntas ataupun untuk mempersingkat jarak dari satu tempat ke tempat lain.

Untuk menikmati layanan jalan tol, para pengguna hams membayar sesuai tarif yang berlaku yang didasarkan pada golongan kendaraan. Proses penggolongan kendaraan ini dilakukan oleh petugas di gerbang tol dengan mengandalkan peng1ihatan. Beberapa hal yang harus diputuskan saat melakukan penggolongan adalah jenis kendaraan bis atau bukan, jumlah gandar dan penggunaan ban ganda pada kendaraan truk. Pekerjaan itu hams dilakukan dalam waktu yang cepat serta dari sudut pandang yang sempit sebingga sangat menyulitkan terutama penentuan jumlah gandar serta penggunaan ban ganda (dual tire). Dengan kondisi ini salah penentuan tarif menjadi sangat potensial teIjadi. Untuk mengatasi hal ini diperlukan sebuah sistem otomatis yang dapat membantu petugas gerbang tol dalam menentukan tarifberdasarkan golongan kendaraan yang telah ditentukan.

Penggunaan teknik-teknik computer vision dan pengenalan pola yang berkembang pesat saat ini memberikan salah satu altematif yang sangat potensial untuk membangun sistem deteksi kendaraan di jalan raya tennasuk jalan tol berbasis vision. Sistem berbasis vision ini memiliki kemudahan dalam instalasi serta pemeliharaan yang tidak mmit.

Selama ini penelitian-penelitian yang berhubungan dengan pengumpulan parameter-parameter laiu lintas seperti volume kendaraan, tipe kendaraan, parameter antrian yang bebasis computer vision sudah banyak dilakukan. Tetapi dalam penelitian-penelitian tersebut belum diteliti teknik untuk mendeteksi penggunaan roda ganda (dual tire) oleh sebuah kendaraan beIjenis truk.

Sementara klasiflkasi kendaraan di jalan tol saat ini menggunakan parameter penggunaan ban ganda (dual tire) pada truk bergandar dua sebagai pembeda kelas tarif

Penelitian ini bertujuan membangun model sistem deteksi penggunaan ban ganda (dual tire) pada citra kendaraan beIjenis truk bergandar dua menggunakan metode 2D-PCA dua tahap sebagai pengekstraksi eiri dan SVM sebagai pengklasifIkasi. Model sistem deteksi penggunaan ban gancla pada truk yang diperoleh dapat digabungkan dengan sistem deteksi berbasis vision lain sehingga data laiu lintas yang clapat diperoleh menjadi lebih lengkap. Bagi operator jalan tol, model yang dibangun dapat dikembangkan menjadi sebuah sistem pendeteksi penggunaan ban ganda pada truk untuk meningkatkan akurasi klasifikasi kendaraan.

Untuk kepentingan pelatihan dan pengujian model diambial 165 citra truk yang menggunakan ban ganda dan 315 citra non ban ganda. Citra-citra tersebut

,

I

diambil menggunakan kamera digital dengan resolusi 640 x 480 pixel. Kemara ditempatkan pada posisi sekitar 45° terhadap as roda belakang dengan ketinggian kamera dari tanahljalan 0.5 meter. Dari citra-citra yang diperoleb kemudian

(9)

diambil 15 citra truk: yang menggunakan ban ganda serta 15 citra non ban ganda untuk keperluan pengujian model tahap kedua. Selanjutnya 150 citra truk yang menggunakan ban ganda dan 300 citra non ban ganda yang tersisa dipakai untuk pembuatan basis data untuk pelatihan model dan pengujian tahap pertama.

Basis data yang digunakan untuk pelatihan dan pengujian model tahap pertama terdiri dati 552 citra ban ganda (positif) dan 1284 citra non ban ganda (negati:t) berukuran 150x150 pixel. Citra-citra ban ganda (positif) diperoleh dari pemotongan citra truk: yang menggunakan ban ganda hasil pengambilan data.

Pemotongan dilakukan di sekitar ban ganda dengan ukuran 15Ox150 pixel.

Kelompok citra negatif yang terdiri dari 1284 citra bukan ban ganda berukuran 150 x 150 pixel merupakan potongan dati 300 buah citra yang tidak mengandung ban ganda balk kendaraan truk maupun non truk.. Seianjutnya duapertiga bagian citra digunakan untuk proses pelatihan dan sepertiga sisanya digunakan untuk pengujian model tahap 1.

,

Pada tahap pelatihan model, sebelum data citra digunakan untuk melatih

j

pengklasifikasi SVM, terlebih dahulu data diproses menggunakan metode 2D­

PCA. Langkah ini dimaksudkan untuk mereduksi dimensi dan mengambil komponen ciri dari data. Pengambilan ciri dengan 2D-PCA dilakukan dalam dua tahap. Data latih tereduksi yang diperoleh dari proses ekstraksi ciri ini kemudian

J

divektorkan dan digunakan untuk melatih pengklasifikasi SVM dengan

,I

~ menggunakan kemellinear, polinamial dan RBF.

~I Pada pengujian tahap pertama, setiap citra uji diekstraksi menggunakan matriks transformasi 2D-PCA dua tahap yang diperoleh dari proses pelatihan.

Fitur yang diperoleh kemudian divektorkan dan diklasifikasi menggunakan model SVM yang diperoleh dari proses pelatihan, apakah termasuk kelas citra ban ganda ataukah bukan. Akurasi masing-masing model kemudian dihitung berdasarkan jumlah citra yang terklasiftkasi dengan baik.

Berdasarkan akurasi masing-masing model yang diperoleh dari pengujian tahap satu, kemudian diambil beberapa model yang memiliki tingkat akurasi paling baik. Model-model terbaik yang diperoleh selanjutnya diuji pada uji tahap kedua untuk mendeteksi keberadaan ban ganda pada citra-citra truk: menggunakan teknik sliding window.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan metoda 2D-PCA dua tahap berhasil mereduksi data citra sampai 99.8%, dati vektor citra yang berdimensi 22500 menjadi berdimensi 36. Pengujian dua tahap yang dilakukan memperlihatkan bahwa kernel terbaik untuk pengklasifikasian citra ban ganda dan bukan ban ganda menggunakan SVM adalah kernel kuadratik dan RBF. Akurasi terbaik yang dicapai oleh model-model yang dikembangkan mencapai 93.3%.

I

'"

":

Kata kunci : klasifikasi truk, deteksi ban ganda, 2D-~CA, SVM

"

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis di Program Studi Magister Ilmu Komputer Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Agustus 2012 ini adalah pengembangan model pendeteksian ban ganda pada kendaraan truk bergandar dua menggunakan pengekstraksi ciri 2D-PCA dan SVM sebagai pengklasifikasi.

Trima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan kepada Bapak Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom dan Bapak Mushthofa, S.Kom, M.Sc. sebagai komisi pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan bimbingan dalam pelaksanaan penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Boyke Nurhidayat, S.Kom., M.Kom. selaku penguji pada sidang tesis.

Bagi istri dan putri-putri tersayang serta orang tua tercinta penulis menghaturkan terima kasih atas semua dorongan moril dan pengorbana yang telah diberikan.

Terima kasih juga penulis sampaikan pada semua pihak yang telah mendukung dan membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga penelitian yang telah dilakukan bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa mendatang.

Bogor, September 2012

Bambang Wahyudi

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan, pada tanggal 08 Mei 1971 dari ayah bernama E. Sudrajat dan ibu bernama Zuchriyah. Penulis adalah putra ke tiga dari enam bersaudara. Menikah dengan Dewi Asri dan dikaruniai satu orang putra (alm) dan dua orang putri.

Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kuningan, dan tahun 1991 melanjutkan pendidikan di jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta melalui jalur UMPTN. Pendidikan S1 diselesaikan pada tahun 1998.

Sejak tahun 2003 sampai sekarang penulis tercatat sebagai dosen di program studi Manajemen Informatika Fakultas Ilmu Komputer Universitas Kuningan.

Pada tahun 2005 penulis diangkat menjadi guru PNS untuk mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi di Deparetem Agama dan ditempatkan di Madrasah Aliyah Negeri Ciawigebang.

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan, pada tanggal 08 Mei 1971 dari ayah bernama E. Sudrajat dan ibu bernama Zuchriyah. Penulis adalah putra ke tiga dari enam bersaudara. Menikah dengan Dewi Asri dan dikaruniai satu orang putra (alm) dan dua orang putri.

Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kuningan, dan tahun 1991 melanjutkan pendidikan di jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta melalui jalur UMPTN. Pendidikan S1 diselesaikan pada tahun 1998.

Sejak tahun 2003 sampai sekarang penulis tercatat sebagai dosen di program studi Manajemen Informatika Fakultas Ilmu Komputer Universitas Kuningan.

Pada tahun 2005 penulis diangkat menjadi guru PNS untuk mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi di Deparetem Agama dan ditempatkan di Madrasah Aliyah Negeri Ciawigebang.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini jalan tol menjadi suatu jalan alternatif untuk mengatasi kemacetan lalu lintas ataupun untuk mempersingkat jarak dari satu tempat ke tempat lain.

Untuk menikmati layanan jalan tol, para pengguna harus membayar sesuai tarif yang berlaku yang didasarkan pada golongan kendaraan. Penggolongan kendaraan di jalan tol yang digunakan berdasarkan Keputusan Presiden nomor 36 tahun 2003 adalah sebagai berikut :

Golongan 1 – aturan 1 : banyaknya gandar 2, dan tidak dual tires/roda ganda (mobil) .

Golongan 1 – aturan 2 : banyaknya gandar 2, dual tires/roda ganda , dan kendaraan adalah bis.

Golongan 2: banyaknya gandar 2, dual tires/roda ganda , bukan bis.

• Golongan 3: banyaknya gandar 3.

• Golongan 4: banyaknya gandar 4.

• Golongan 5: banyaknya gandar 5.

Proses penggolongan kendaraan ini dilakukan oleh petugas di gerbang tol dengan mengandalkan penglihatan. Beberapa hal yang harus diputuskan saat melakukan penggolongan adalah jenis kendaraan bis atau bukan, jumlah gandar dan penggunaan ban ganda pada kendaraan truk bergandar dua. Pekerjaan itu harus dilakukan dalam waktu yang cepat serta dari sudut pandang yang sempit sehingga sangat menyulitkan terutama penentuan jumlah gandar serta penggunaan ban ganda (dual tire) pada kendaraan berjenis truk bergandar dua, karena khusus untuk kendaraan berjenis truk dengan dua gandar, penggunaan ban ganda pada roda belakang menjdi pembeda kelas. Truk dua gandar dengan empat roda (single tires) dimasukkan ke dalam golongan satu sedangkan truk dua gandar denga enam roda (dual tires) digolongkan ke dalam golongan dua. Tetapi untuk kendaraan berjenis bis penggunaan ban ganda (dual tires) tidak menjadi pembeda kelas karena semua kendaraa bis bergandar dua dimasukkan ke dalam golongan satu.

Dengan kondisi ini salah penentuan tarif menjadi sangat potensial terjadi.

(14)

Untuk mengatasi hal ini diperlukan sebuah sistem otomatis yang dapat membantu petugas gerbang tol dalam menentukan tarif berdasarkan golongan kendaraan yang telah ditentukan.

Penggunaan teknik-teknik computer vision dan pengenalan pola yang berkembang pesat saat ini memberikan salah satu alternatif yang sangat potensial untuk membangun sistem deteksi kendaraan di jalan raya termasuk jalan tol berbasis vision. Sistem berbasis vision ini memiliki kemudahan dalam instalasi serta pemeliharaan yang tidak rumit (Frenze et al, 2002).

Selama ini penelitian-penelitian yang berhubungan dengan pengumpulan parameter-parameter lalu lintas seperti volume kendaraan, tipe kendaraan, parameter antrian yang bebasis computer vision sudah banyak dilakukan. Dalam penelitian (Chen et al., 2009) telah menggunakan pengklasifikasi SVM dan teknik-teknik pengolahan citra untuk deteksi kendaraan dan deteksi tipe kendaraan. Dalam projeknya, Narayanan (Narayanan, 2009) telah berhasil membangun sistem untuk pengumpulan data lalu lintas menggunakan kamera pengintai yang tersedia. Beberapa algoritma berbasis computer vision telah dikembangkan dan diterapkan untuk mengekstrak objek dari video, mendeteksi keberadaan kendaraan, menghitung jumlah dan panjang kendaraan untuk proses klasifikasi.

Dalam penelitian lain (Fung, Y. et al. 2006 ), (Frenze et al. 2002) telah berhasil menggunakan kamera dan teknik-teknik computer vision untuk mendeteksi jumlah gandar pada kendaraan. Penelitian-penelitian tersebut berhasil mendeteksi keberadaan roda kendaraan secara real time mengunakan kamera berbasis pada deteksi lingkaran dengan teknik Hough transform. Selanjutnya dengan deteksi keberadaa roda tersebut dapat ditentukan jumlah as/gandar dari sebuah kendaraan. Tetapi dalam penelitian-penelitian tersebut belum diteliti teknik untuk mendeteksi penggunaan roda ganda (dual tire) oleh sebuah kendaraan berjenis truk. Sementara klasifikasi kendaraan di jalan tol saat ini menggunakan parameter penggunaan ban ganda (dual tire) pada truk bergandar dua sebagai pembeda kelas tarif. Gambar 1 memperlihatkan dua jenis truk begandar dua dengan kelas tarif berbeda berdasarkan penggunaan ban ganda.

(15)

a. Truk single tire b. Truk dual tire

Gambar 1. Dua jenis truk bergandar dua

Principal Component Analisis (PCA) atau juga dikenal sebagai Karhunen- Loeve merupakan sebuah teknik ekstraksi ciri yang banyak digunakan dalam bidang pengenalan pola ataupun computer vision. Dalam penelitiannya (Sirovich

& Kirby, 1986), (Kirby & Sirovich, 1990) untuk pertama kali menggunakan PCA guna merepresentasikan citra wajah manusia. Selanjutnya dalam penelitian lain (Turk, 1991) mengemukakan metoda eigenface yang sangat terkenal untuk pengenalan wajah. Sejak saat itu, penelitian-penelitian tentang penggunaan PCA untuk pengenalan wajah (Khelil, M. et al, 2005)(Buono A. et al, 2010) banyak dilakukan dan memberikan hasil yang bagus. Walaupun demikian PCA tidak dapat menangkap semua variansi lokal karena adanya proses pem-vektoran citra wajah. Untuk mengatasi masalah ini Jian Yang (Yang Jian et al, 2004) mengemukakan metoda baru yang dinamakan 2D-PCA. Pada PCA konvensional (1D-PCA) citra direpresentasikan sebagai sebuah vektor, sementara pada 2D-PCA direpresentasikan sebagai sebuah matriks dua dimensi, sehingga variansi lokal dari citra tidak hilang. Banyak riset yang sudah dilakukan untuk menguji metoda 2D-PCA dalam melakukan ekstraksi ciri, diantaranya (Le, TH., Bui L. 2011) (Rashad A. et al, 2009) dan menunjukkan hasil yang bagus.

Pada tahun 1995, Vapnik dan Cortes mengemukakan teori-teori dasar untuk

(16)

Support Vector Machine (SVM). Sejak saat itu SVM berkembang menjadi metode yang sangat baik dalam melakukan klasifikasi data. Riset-riset (Le, TH., Bui L.

2011), (Camargo A. et al, 2009), (Lu H. et al, 2011) telah menunjukkan bahwa SVM merupakan pengklasifikasi yang sangat handal. Pada dasarnya SVM adalah sebuah pengklasifikasi linear, artinya SVM hanya dapat digunakan pada kasusu- kasus yang linearly separable. Walaupun demikian kasus-kasus yang non linearly separable pun dapat menggunakan SVM sebagai pengklasifikasi setelah sebelumnya data ditransformasi ke ruang baru menggunakan sebuah fungsi kernel.

Pada penelitian ini dibangun model sistem deteksi penggunaan ban ganda (dual tire) pada citra kendaraan berjenis truk bergandar dua menggunakan metode 2D-PCA dua tahap sebagai pengekstraksi ciri dan SVM sebagai pengklasifikasi.

Model sistem deteksi penggunaan ban ganda pada truk yang diperoleh dapat digabungkan dengan sistem deteksi berbasis vision lain sehingga data lalu lintas yang dapat diperoleh menjadi lebih lengkap. Bagi operator jalan tol, model yang dibangun dapat dikembangkan menjadi sebuah sistem pendeteksi penggunaan ban ganda pada kendaraan truk bergandar dua untuk meningkatkan akurasi klasifikasi kendaraan.

Tujuan

Membangun model sistem deteksi penggunaan ban ganda (dual tire) pada kendaraan berjenis truk bergandar dua berbasis vision menggunakan metode 2D- PCA sebagai pengekstraksi ciri dan pengklasifikasi SVM.

Masalah

Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah bagaimana melakukan ektraksi dan pemilihan fitur dari ban ganda menggunakan 2D-PCA dan bagaimana fitur tersebut bisa diklasifikasikan dengan metode SVM untuk membangun model sistem pendeteksi penggunaan ban ganda (dual tire) pada kendaraan berjenis truk bergandar dua berbasis vision.

(17)

Ruang Lingkup

Berikut adalah batasan-batasan dan ruang lingkup yang berlaku pada tulisan ini :

1. Pengambilan citra dilakukan siang hari dari jam 10.00 sampai jam 14.00 dengan kondisi cuaca cerah.

2. Citra diambil dari sudut 45O terhadap as roda belakang

3. Pengambilan citra menggunakan kemera digital dengan ukuran 640 x 480 pixel

4. Kendaraan yang dijadikan objek berjenis truk bergandar dua dengan kondisi factory default.

Manfaat

Model sistem deteksi penggunaan ban ganda pada truk bergandar dua yang dikembangkan dapat digabungkan dengan sistem deteksi berbasis vision lain sehingga data lalu lintas yang dapat diperoleh menjadi lebih lengkap. Bagi operator jalan tol, sistem yang dikembangkan akan meminimumkan kesalahan deteksi kelas kendaraan truk bergandar dua berdasarkan penggunaan dual tire.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Citra Digital

Secara umum citra merupakan gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan sebuah fungsi kontinu dari intensitas radiasi pada bidang dua dimensi. Sumber radiasi mengeluarkan radiasi yang kemudian mengenai objek, objek memantulkan kembali sebagian dari radiasi tersebut, pantulan radiasi ini ditangkap oleh sensor pada alat-alat optik seperti mata, kamera, pemindai (scanner) dan sebagainya. Akhirnya bayangan objek tersebut direkam dalam suatu media tertentu. Citra semacam ini disebut juga sebagai citra pantulan. Jika objek menghasilkan radiasi sendiri, maka citra yang tertangkap oleh sensor disebut sebagai citra emisi. Sedangkan jika objek bersifat transparan, sehingga citra yang dihasilkannya merupakan representasi dari radiasi yang berhasil diserap oleh partikel-partikel dari objek tersebut, maka citra tersebut adalah citra absorpsi. Untuk pembahasan selanjutnya pada seluruh bagian dari riset ini, yang disebut sebagai citra adalah citra pantulan yang ditangkap oleh sensor pada kamera.

Analisis terhadap sebuah citra dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer melalui sebuah sistem visual buatan yang biasa disebut dengan computer vision. Secara umum, tujuan dari sistem visual adalah untuk membuat model nyata dari sebuah citra. Untuk itu citra yang ditangkap oleh sensor yang masih dalam bentuk fungsi kontinu (analog) harus dirubah terlebih dahulu menjadi fungsi diskret (digital) yang dapat dibaca oleh komputer. Proses ini disebut sebagai digitasi, terdiri dari dua sub proses yaitu sampling dan kuantifikasi. Sampling merupakan proses untuk mengubah sebuah sinyal dalam ruang kontinu menjadi sinyal dalam ruang diskret, hasil dari proses ini adalah citra yang terdiri dari piksel-piksel yang tersusun dalam kolom dan baris. Setiap piksel merupakan hasil penggabungan dari beberapa sinyal yang saling berdekatan. Sekali sebuah citra mengalami proses sampling, tidak dimungkinkan untuk mengembalikannya kedalam bentuk kontinu. Setiap piksel biasanya akan memuat nilai intensitas yang pada awalnya mempunyai range kontinu, artinya sangat banyak kemungkinan nilai yang dapat dimuat oleh setiap piksel.

(19)

Sehubungan dengan keterbatasan kemampuan komputer untuk memproses pengkodean nilai-nilai tersebut, dibutuhkan sebuah metode untuk membatasinya.

Kuantifikasi merupakan proses untuk mengubah range nilai intensitas yang semula kontinu menjadi range nilai yang diskret sedemikian sehingga dapat diakomodasi oleh sistem pengkodean biner pada komputer. Akhirnya, sebuah citra yang telah melalui proses digitasi disebut sebagai citra digital.

Representasi Citra Digital

Citra digital biasa direpresentasikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi f(x,y), x dan y adalah koordinat spasial yang menunjukkan lokasi dari sebuah piksel didalam sebuah citra dan amplitudo dari f pada setiap pasangan koordinat (x,y) adalah intensitas dari citra pada piksel tersebut [Gonzales, 2004]. Untuk kebutuhan pengolahan dan analisis, representasi tersebut ditampilkan dalam bentuk matriks sebagai berikut :

…... (1)

Tipe-Tipe Citra Digital

Tiga tipe citra digital yang sering digunakan adalah citra intensitas, citra biner, dan citra RGB. Citra intensitas dan citra biner merupakan citra monokrom (lebih dikenal dengan citra hitam putih) sedangkan citra RGB merupakan citra berwarna.

a. Citra Intensitas, merupakan sebuah matriks dua dimensi berukuran mxn yang setiap selnya berisi nilai intensitas antara 0 sampai dengan 255. Intensitas 0 ditangkap sebagai warna hitam pekat, sedangkan intensitas 255 ditangkap sebagai warna putih terang oleh mata manusia. Nilai intensitas yang ada diantaranya merupakan gradasi dari warna hitam ke putih, atau lebih sering disebut warna keabuan (grayscale).

b. Citra biner, merupakan sebuh matriks dua dimensi berukuran mxn yang setiap selnya berisi kode 0 atau 1 yang merupakan representasi dari nilai logical "benar"

(20)

atau "salah", disebut juga tipe data boolean. Nilai 0 sering diasosiasikan dengan warna putih terang (setara dengan nilai 255 pada citra intensitas) sedangkan nilai 1 sering diasosiasikan dengan warna hitam (setara dengan nilai 0 pada citra intensitas). Namun bagaimanapun, asosiasi tersebut bisa berubah-ubah tergantung dari asumsi yang digunakan oleh pengguna. Tidak ada kesepakatan baku yang mengatur bagaimana nilai 0 dan 1 dihubungkan dengan warna hitam dan putih.

Umumnya, citra biner terbentuk dari citra intensitas yang mengalami proses tresholding. Proses ini sangat sederhana, pertama-tama tetapkan sebuah nilai T yang terletak diantara range nilai intensitas. Ubah nilai intensitas dari setiap piksel dengan mengikuti aturan berikut:

…... (2)

c. Citra RGB (red, green, blue), merupakan kumpulan dari 3 buah matriks 2 dimensi yang masing-masing memuat nilai intensitas (0 s.d. 255) untuk warna merah, hijau dan biru. Sebuah piksel merupakan komposisi dari ketiga nilai intensitas tersebut (triplet). Jika digunakan sebagai input pada sistem monitor berwarna, triplet tersebut akan menghasilkan warna-warna yang unik.

Principal Components Analisys (PCA)

Ide utama dari principal component analysis (PCA) adalah mengurangi dimensionalitas dari set data yang mengandung banyak sekali variabel yang berinterelasi, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin informasi (variansi data). Hal ini dicapai dengan mentransformasikan set data ke set variabel data yang baru, dinamakan principal component (PC). Principal Component satu dengan yang lain tidak saling berkorelasi dan diurutkan sedemikian rupa sehingga Principal Component yang pertama memuat paling banyak variasi dari data set.

Sedangkan Principal Component yang kedua memuat variasi yang tidak dimiliki oleh Principal Component pertama. (Jolliffe IT, 2002)

Principal Components Analisys 1D (Turk and Pentland, 1991).

Secara matematis ide dasar dari PCA adalah melakukan sebuah transformasi 0, jika f(n)≥T

1, jika f(n)<T g(n) =

(21)

linear dari Rm ke Rn dimana n <<< m dengan memaksimumkan variansi data. Misalkan input vector adalah x ∈Rm dengan E[x]=0 (zero mean) dan y adalah vektor berdimensi n, maka transformasi linear dari Rm ke Rn dapat dinyatakan sebagai :

[

⋯a⋯a⋯a1T2TnT

] [

xxxm12

]

=

[

yyy12n

]

…... (3) dengan :

a1=

[

aaa1m1112

]

, a2=

[

aaa2m2122

]

an=

[

aaanmn2n1

]

Secara umum transformasi dapat dinyatakan sebagai : yi=aiT

x ; i = 1,2,...,n …... (4) sehingga :

var  yi = var aiTx 

var  yi= E [( aiTx  xTaivar  yi = aiT ExxTai var  yi= aiT

ai …... (5) dimana

Σ

adalah matriks covarian.

Selanjutnya harus ditentukan ai yang dapat membuat var  yi menjadi maksimum dengan kondisi batas ∥a∥=1 atau aiTai=1 atau aiTai−1=0 karena ai adalah sebuah unit vektor. Salah satu teknik memecahkan permasalah optimisasi seperti ini adalah menggunakan teknik pengganda lagrange.

Penentuan ai dihitung sebagai berikut : Masalah optimisasi :

Maksimumkan : var  yi = aiT

ai

Kendala : aiTai−1=0

Melalui pengganda lagrange, fungsi yang dimaksimumkan adalah :

(22)

f ai = aiT

ai - λ( aiTai−1 )

F

ai=0 = 2

Σ

ai - 2 λ ai = 0

Σ

ai

=

λ ai …... (6) Dari persamaan 6 terlihat bahwa λ adalah nilai-nilai eigen dari matriks

Σ,

sedang

ai adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan masing-masing λ. Jika ruas kiri dan kanan persamaan tersebut dikalikan dengan aiT maka akan diperoleh :

aiT

ai

=

aiT

λ ai

kerena aiT

ai=1 , maka :

aiT

ai

=

λ

var  yi = λ …... (7) Dari persamaan (7) tersebut dapat dilihat bahwa nilai eigen dari matriks covarian

Σ

adalah var  yi . Sehingga agar diperoleh varian maksimum maka ai adalah vetor-vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen terbesar dari matriks

Σ.

Principal Components Analisys 2 Dimensi (Yang J. et al, 2004)

Pada teknik pengenalan wajah berbasis 1D PCA, citra wajah 2D akan dirubah terlebih dahulu menjadi vektor citra 1D. Akibatnya ruang vektor citra yang terbentuk akan memiliki dimensi sangat besar. Hal ini menyebabkan perhitungan matriks kovarian secara akurat serta perhitungan nilai eigen dan vektor eigen dari matriks kovarian tersebut menjadi relatif sulit. Berbeda dengan 1D PCA, pada 2D PCA citra wajah tetap direpresentasikan dengan matriks. Hal ini menyebabkan matriks kovarian yang terbentuk menjadi jauh lebih kecil.

Dampak dari fakta tersebut, 2D PCA memiliki dua kelebihan dibandingkan dengan 1D PCA, yaitu :

1. Evaluasi terhadap matriks kovarian lebih akurat.

2. Waktu yang diperlukan untuk menghitung nilai eigen dan vektor eigen lebih cepat

(23)

Formulasi 2D PCA

Misalkan X adalah vektor kolom satuan berdimensi n. PCA 2D melakukan poreksi sebuah matriks acak dari citra A berukuran m x n kepada X dengan transformasi linear .

Y = A X

Sehingga akan diperoleh vektor Y berdimensi m, dinamakan vektor feature dari A. Permasalahannya adalah menetukan vektor X yang memaksimumkan total scatter dari proyeksi data. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai :

J(X) = tr (Sx) …... (8) dimana Sx menyatakan matriks kovarian dari vektor feature data-data training, dan

tr (Sx) adalah trace dari Sx. Selanjutnya matriks kovarian Sx dapat dinyatakan sebagai :

Sx = E Y −EY Y −EY T=E [ AX −E  AX ][ AX −E  AX ]T

= E [ A−EA X ][ A− EA X ]T , sehingga :

tr  Sx=XT[E [ A− EATA−EA]] X ... (9) Kemudian didefinisikan sebuah matriks

Gt=E [ A−EATA−EA] …... (10) Matriks Gt dinamakan matriks kovarian(scatter) citra yang berukuran n x n.

Matriks ini dapat dihitung langsung dari M buah citra-citra training Ajj=1,2,... , M 

Gt= 1

M

j=1 M

Aj−ATAj− A …... (11) Maka kriteria pada persamaan (8) dapat dinyatakan sebagai :

J  X = XTGtX …...(12) Kolom vektor satuan X yang memaksimisasi J(X) disebut sumbu proyeksi yang optimal. Ini berarti total scatter (varians) dari data yang telah diproyeksikan pada X menjadi maksimum. Sumbu tersebut adalah vektor-vektor eigen dari matriks

Gt yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen terbesar.

(24)

Linear Support Vector Machine (SVM)

Konsep SVM dapat dijelaskan secara sederhana sebagai usaha mencari hyperplane terbaik yang berfungsi sebagai pemisah dua buah class pada input space. Gambar berikut memperlihatkan beberapa pattern yang merupakan anggota dari dua buah kelas : +1 dan –1. Pola yang tergabung pada class –1 disimbolkan dengan segitiga, sedangkan pola pada class +1, disimbolkan dengan lingkaran.

Problem klasifikasi dapat diterjemahkan dengan usaha menemukan garis (hyperplane) yang memisahkan antara kedua kelompok tersebut.

Gambar 2 : Support vector, hyperplane dan margin

Hyperplane pemisah dapat dinyatakan dengan persamaan wTxb=0 dimana wadalah vektor normal dari hyperplane dan b merupakan intercept hyperplane.

Misalkan himpunan n buah data training adalah D={ x , y  }, anggotanya adalah pasangan xi dan label kelasnya yi untuk i=1,2,...,n, dimana dalam SVM label kelas dinyatakan sebagai +1 dan -1. Selanjutnya linear classifier dapat dinyatakan sebagai

f  xi=signwTxib …... (13)

Permasalahan selanjutnya adalah mencari set parameter  w , b sehingga f  xi=wTxib= yi untuk semua i. SVM berusaha mencari fungsi pemisah/hyperplane optimum diantara fungsi yang tidak terbatas jumlahnya yang memisahkan dua kelas objek. Optimal hyperplane kemudian ditentukan terhadap support vector dengan memaksimumkan margin (ρ). Support vectors adalah data training yang terletak paling dekat ke hyperplane. Data-data ini merupakan data yang paling sulit untuk diklasifikasikan. Hyperplane yang optimal diperoleh pada

(25)

saat jarak support vector negatif ke hyperplane sama dengan jarak support vector positif ke hyperplane ( ρ/2).

Jarak terpendek setiap vektor data xi ke hyperplane adalah jarak tegak lurus terhadap hyperplane (proyeksi) sehingga paralel dengan vektor normal w . Unit vektor normal hyperplane adalah w

∥w∥ sehingga jarak proyeksi xi terhadap hyperplane adalah r w

∥w∥ . Misalkan proyeksi x terhadap hyperplane adalah x ' maka

x '=x− yr w

∥w∥ …... (14) dimana perkalian dengan y adalah untuk merubah tanda sesuai dengan kelas positif dan negatif.

Gambar 3 : Proyeksi x terhadap hyperplane

Karena x ' terletak pada hyperplane maka

wTx'b=0 sehingga : wTx− yr w

∥w∥b=0 . Setelah persamaan tersebut diatur ulang akan diperoleh :

r = ywTxb

∥w∥

atau jarak absolut antar xi a dengan hyperplane adalah

r =

wT∥w∥xib

…... (15) Jika normal vektor w yang digunakan adalah unit vektor, maka

∥w∥=1 dan jarak xi ke hyperplane adalah

wTxib

. Agar persamaan

x

x ' w

r w

∥w∥ wTxb=0

(26)

menjadi unik, diambil

wT xib

=1 untuk setiap support vector xi (vektor terdekat ke hyperplane). Sehingga jarak support vector xi terhadap hyperplane

adalah

wT∥w∥xib

=∥w∥1 dan margin ρ = 2

∥w∥ .

Permasalahan kemudian menjadi bagaimana memilih wdan b agar 2

∥w∥ maksimum dengan kondisi batas :

wT xib

≥1 jika xi kelas positif dan

wT xib

≤1 jika xi kelas negatif.

Permasalah ini dapat dirubah menjadi formulasi standar SVM sebagai permasalahan minimisasi :

Minimumkan fungsi : J  w =1 2∥w∥2

Kondisi batas : gi w , b=1− yiwTxib

untuk i = 1, 2 … n

Permasalahan ini merupakan permasalahan optimisasi fungsi kuadrat dengan kendala linear. Karena J  w  adalah sebuah fungsi kuadrat, maka akan ada satu global minimum. Salah satu teknik pemecahannya adalah dengan metoda Pengganda Lagrange dan Teorema Karush-Kuhn-Tucker. (Smith, 2004), (Kecman, 2001). Dengan metoda tersebut permasalahan menjadi

maksimumkan : LDλ=

i=1 n

λi−1 2

i=1

n

j=1 n

λiλjyiyjxiTxj …... (16)

kendala : λi≥0 dan

i=1 n

λiyi=0 …... (17) dimana λ = { λ1,... λn } adalah pengganda lagrange (variabel baru) untuk masing-masing data. Persamaan (16 ) dapat ditulis menggunakan notasi matriks :

LDλ=

i=1 n

λi−1

2

[

λλ1n

]

TH

[

λλ1n

]

…... (18) dimana H merupakan matiks berukuran n x n, dengan nilai pada baris ke-i dan kolom ke-j dari matriks H adalah Hij=yiyjxiTxj

(27)

Selanjutnya LDλ dapat dioptimasi menggunakan Quadratic Programming.

Berdasarkan pada λ = { λ1,... λn } optimal yang diperoleh :

• jika λi=0 maka data ke-i adalah bukan support vector

• jika λi≠0 dan yiwTxib−1=0 maka data ke-i adalah support vector.

Kemudian w dihitung menggunakan persamaan w=

i=1 n

λiyixi …... (19) b dapat dihitung menggunakan sembarang λi0 melalui persamaan

b= 1

yi−wTxi …... (20) Persamaan hyperplane optimal yang diperoleh adalah :

f x=

x

i∈S

λiyixi

Txib …... (21) dimana S adalah himpunan support vector

S={ xi | λi≠0 }

Metoda Kernel

Jika suatu kasus klasifikasi memperlihatkan ketidaklinieran, algorithma linear SVM tidak bisa melakukan klasifikasi dengan baik. Metoda kernel adalah salah satu teknik untuk mengatasi hal ini. Dengan metoda kernel suatu data xi di input space dimapping ke feature space F dengan dimensi yang lebih tinggi melalui map φ sebagai berikut

φ : x → φ(x).

Karena itu data x di input space menjadi φ(x) di feature space.

Dari persamaan (16) terlihat bahwa optimisai fungsi LDa hanya bergantung pada data xi melalui perkalian titik xiTxj . Jika xi dibawa ke dimensi yang lebih tinggi oleh φ(x) maka harus dihitung hasil kali titik pada dimensi yang lebih tinggi tersebut φ xiT

φ  xj . Fungsi yang akan dimaksimasi menjadi

(28)

LDa=

i=1 n

ai−1 2

i=1

n

j =1 n

aiajyiyjφ  xiTφ xj …... (22) Sering kali fungsi φ (x) tidak tersedia atau tidak bisa dihitung, tetapi dot product dari dua vektor dapat dihitung baik di dalam input space maupun di feature space. Dot product ini dinamakan kernel dan dinotasikan sebagai

K  xi, xj Sehingga persamaan (19) menjadi :

LDa=

i=1 n

ai−1 2

i=1

n

j =1 n

aiajyiyjK  xi, xj …... (23) Diharapkan pada dimensi yang lebih tinggi data dapat dipisahkan secara linear.

Gambar 4 : Suatu kernel map mengubah problem yang tidak linier menjadi linier dalam space baru

Gambar 4 mendeskrisikan suatu contoh feature mapping dari ruang dua dimensi ke feature space tiga dimensi. Dalam input space, data tidak bisa dipisahkan secara linier, tetapi bisa dipisahkan di feature space.

Beberapa fungsi kernel yang umum digunakan adalah :

• Linear

K  xi, xj=xiT

xj

• Polinamial

K  xi, xj=xiTxj1p

• Radial Basis Function (data dibawa ke dimensi tak hingga) K  xi, xj=exp

−12∥xi−xj2

(29)

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Untuk membangun model, penelitian dilakukan menggunakan tahap penelitian sebagai mana terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5 : Tahap Penelitian

Pemahaman permasalahan

Pengambilan data 165 citra ban ganda dan 315 non ban ganda

Klasifikasi menggunakan model SVM

Pemilihan model- model 2D PCA –

SVM terbaik Pengujian model

menggunakan sliding windows

detektor

Pengukuran akurasi masing-masing model Kelompok A+B (368 citra ban

ganda dan 856 non ban ganda) sebagai citra latih

Kelompok C (184 citra ban ganda dan 428 non ban ganda) sebagai citra uji Cropping 552 citra ban ganda dan

1284 citra non ban banda

15 citra truk dengan ban ganda + 15 citra non ban ganda

Untuk uji detektor 150 citra truk dengan ban ganda +

300 citra non ban ganda untuk pelatihan dan pengujian model

Citra ban ganda(positif) dan non ban ganda (negatif) secara random dikelompokkan dalam tiga kelompok. (A, B dan C)

Analisis hasil dan Penyusunan

Laporan

Matriks transformasi Tahap 1 Citra diruban menjadi citra grayscale dan

dikenai proses histogram equalization

Ekstraksi ciri 2D-PCA tahap 1 (95%, 90%, 85%)

Pelatihan classifier SVM (Linear, Polinom, RBF

Kernel) Ekstraksi ciri 2D-PCA Tahap 2 (95%, 90%, 85%)

PC Tahap 1

PC Tahap 2

Matriks transformasi Tahap 1

Classifier SVM yang terlatih

Citra diruban menjadi citra grayscale dan dikenai proses histogram equalization

Ekstraksi ciri 2D-PCA tahap 1 (95%, 90%, 85%)

Ekstraksi ciri 2D-PCA Tahap 2 (95%, 90%, 85%)

PC Tahap 1

PC Tahap 2

Mulai

Selesai

(30)

Tahap Pemahaman Permasalahan

Tahap ini dimulai dengan mengeksplorasi ide-ide dengan membaca jurnal- jurnal penelitian. Dari eksplorasi ini kemudian diperoleh topik untuk memecahkan permasalahan penggolongan kendaraan dengan menggunakan computer vision.

Kriteria-kriteria penggolongan kendaraan di jalan tol kemudian ditentukan dari hasil diskusi dengan beberapa petugas gerbang jalan tol dan dokumen-dokumen terkait. Selanjutnya ditetapkan masalah-masalah yang harus dipecahkan secara lebih spesifik. Akhirnya diperoleh gambaran kasar mengenai tujuan penelitian yang akan dilakukan. Selain itu dilakukan juga studi litertur untuk mengetahui penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya, melakukan analisis terhadap kelebihan dan kekurangan serta kendala yang dihadapi.

Selanjutnya dikembangkan beberapa alternatif sistem yang diperkirakan dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. Dengan mengacu pada fakta-fakta yang ditemukan kemudian dibuat pembatasan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya agar penelitian memiliki arah yang jelas serta dapat diselesaikan dengan biaya dan waktu yang tersedia.

Tahap Pengumpulan Data

Untuk kepentingan pelatihan dan pengujian model diambial 165 citra trukbergandar dua yang menggunakan ban ganda dan 315 citra non ban ganda.

Citra-citra tersebut diambil menggunakan kamera digital dengan resolusi 640 x 480 pixel. Kemara ditempatkan pada posisi sekitar 45O terhadap as roda belakang seperti pada Gambar 6.

Gambar 6: Posisi kamera untuk pengambilan citra/video

Ketinggian kamera dari tanah/jalan 0.5 meter (setinggi jari-jari roda). Gambar 7

45O kamera

(31)

memperlihatkan beberapa citra hasil pengambilan data.

Gambar 7 : Contoh citra positif hasil pengambilan data

Dari citra-citra yang diperoleh kemudian diambil 15 citra truk yang menggunakan ban ganda serta 15 citra non ban ganda untuk keperluan pengujian model tahap kedua. Selanjutnya 150 citra truk yang menggunakan ban ganda dan 300 citra non ban ganda yang tersisa dipakai untuk pembuatan basis data guna pelatihan model dan pengujian tahap pertama.

Tahap Pembuatan Basis Data

Basis data yang digunakan untuk pelatihan dan pengujian model tahap pertama terdiri dari 552 citra ban ganda (positif) dan 1284 citra non ban ganda (negatif) berukuran 150x150 pixel. Citra-citra ban ganda (positif) diperoleh dari pemotongan citra truk yang menggunakan ban ganda hasil pengambilan data.

Pemotongan dilakukan di sekitar ban ganda dengan ukuran 150x150 pixel. Proses pemotongan citra dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 : Pemotongan bagian citra ban ganda

Gambar 9 memperlihatkan beberapa contoh citra ban ganda (positif) hasil pemotongan yang dipergunakan untuk proses pelatihan dan pengujian model

(32)

tahap pertama.

Gambar 9 : Contoh citra positif hasil pemotongan

Kelompok citra negatif yang terdiri dari 1284 citra bukan ban ganda berukuran 150 x 150 pixel merupakan potongan dari 300 buah citra yang tidak mengandung ban ganda baik kendaraan truk maupun non truk. Beberapa citra non ban ganda hasil pengambilan kamera dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 : Contoh citra negatif hasil pengambilan dengan kamera

Pada Gambar 11 dapat dilihat beberapa contoh citra negatif berukuran 150x150 pixel hasil pemotongan yang dipergunakan untuk proses pelatihan dan pengujian model tahap pertama.

Gambar 11 : Contoh citra negatif hasil pemotongan

Selanjutnya masing-masing kelompok citra (positif dan negatif) dibagi ke dalam tiga bagian secara random, bagian A, B dan C. Bagian A dan B dipakai

(33)

sebagai citra pelatihan sedangkan bagian C dipakai sebagai citra uji. Dengan cara tersebut maka akan diperoleh 1224 citra pelatihan (368 citra latih positif dan 856 citra latih negatif) dan 612 citra uji (184 citra uji positif dan 428 citra uji negatif).

Semua citra tersebut kemudian dijadikan citra intensitas (grayscale) dan dikenai proses histogram equalization untuk mengurangi pengaruh perbedaan pencahayaan.

Tahap Ekstraksi Ciri

Sebelum data diklasifikasi menggunakan model SVM, terlebih dahulu data diproses menggunakan metode 2D-PCA. Langkah ini dimaksudkan untuk mereduksi dimensi dan mengambil komponen ciri dari data. Pengambilan ciri dengan 2D-PCA dilakukan dalam dua tahap. Pada PCA tahap pertama, 368 buah citra positif berukuran 150 x 150 pixel dan 856 buah citra negatif berukuran 150 x 150 pixel diproses menggunakan algoritma 2D PCA berikut :

Input : - p, jumlah citra pelatihan

- I, matriks citra berukuran m x n x p - k, jumlah vektor ciri yang dipakai, Output : - T, matriks transformasi

- PC, Principal Components Algoritma :

1. Hitung matriks citra rata-rata ( I )

I =1

p (I1 + I2 + … + Ip) 6. Hitung matriks covarian

Gt=1 p

j=1 p

Ij−I TIj−I 

7. Hitung dan susun nila ciri matriks covariance : λ1 > λ2 > λ3 > … > λp

8. Hitung vektor ciri yang bersesuaian dengan masing-masing nilai ciri : u1, u2, u3, … , up

9. Ekstraksi ciri

Ambil sejumlah k vektor ciri yang bersesuaian dengan k nilai ciri

(34)

terbesar. Buat matrix transformasi T yang merupakan gabungan dari k vektor ciri tersebut

T = [ u1, u2, u3, … , uk]

Kemudian hitung matriks ciri/Principal components (PCi) dari masing- masing citra Ii.

PCi = Ii.T

Script yang merupakan implementasi dari algoritma di atas dapat dilihat pada Lampiran 2 untuk fungsi pca2d.

Dimisalkan jumlah nilai ciri yang diambil untuk tahap pertama adalah a buah. Sehingga dari 2D PCA tahap pertama ini dihasilkan 368 matriks ciri berukuran 150 x a untuk kelas positif dan 856 matriks ciri berukuran 150 x a untuk kelas positif.

Selanjutnya setiap matriks ciri yang diperoleh dari PCA tahap pertama, untuk masing-masing kelas, ditranspose dan di masukan kembali pada algoritma 2D PCA. Dimisalkan untuk tahap kedua ini diambil b buah nilai ciri terbesar, maka hasil dari PCA tahap kedua ini adalah 368 matriks ciri berukuran a x b untuk kelas positif 856 matriks ciri berukuran a x b untuk kelas negatif.

Tahap Pelatihan Pengklasifikasi

Data latih tereduksi yang diperoleh dari proses ekstraksi ciri kemudian divektorkan dan digunakan untuk melatih pengklasifikasi SVM dengan menggunakan kernel linear, polinamial dan RBF. Untuk keperluan pelatihan pengklasifikasi SVM digunakan fungsi svmtrain dari Bioinformatics Toolbox Matlab R2009b.

Tahap Pengujian Model

Pada tahap ini setiap citra uji diekstraksi menggunakan matriks transformasi 2D-PCA dua tahap yang diperoleh dari proses pelatihan. Fitur yang diperoleh kemudian divektorkan dan diklasifikasi menggunakan model SVM yang diperoleh dari proses pelatihan, apakah termasuk kelas citra ban ganda ataukah bukan.

Akurasi masing-masing model kemudian dihitung berdasarkan jumlah citra yang terklasifikasi dengan baik. Pengukuran tingkat akurasi masing-masing model

(35)

dihitung menggunakan persamaan :

Akurasi= jumlah citra yang terklasifikasi dengan baik jumlah total citra yang diklasifikasi Selanjutnya hasil pengukuran yang diperoleh dicatat dan dianalisis.

Dari akurasi masing-masing model kemudian diambil beberapa model yang memiliki tingkat akurasi paling baik. Model-model terbaik yang diperoleh kemudian diuji pada uji tahap kedua untuk mendeteksi keberadaan ban ganda pada citra-citra truk menggunakan teknik sliding window.

Model yang Diujikan

Dalam tahap ekstarksi ciri menggunakan 2D-PCA dua tahap, variabel yang di rubah-rubah adalah presentase nilai ciri (eigen) yang diambil pada masing- masing tahap. Pada penelitian ini dicobakan variasi persentase nilai ciri yang diambil untuk masing-masing tahap adalah 95%, 90% dan 85%. Sementara untuk pengklasifikasi SVM diujikan memakai kernel linear, kuadratik, kubik dan RBF(sigma=1, 5, 8, 10, 20, 30). Dengan skenario tersebut maka akan diperoleh sebanyak 81 model yang akan diujikan sebagaimana terlihat pada tabel 1

Tabel 1. Model-model yang akan diujikan

No PCA 2D No PCA 2D No PCA 2D

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 1 Tahap 2 1

Linear

0.95 0.95 28 0.95 0.95 55 0.95 0.95

2 0.95 0.90 29 0.95 0.90 56 0.95 0.90

3 0.95 0.85 30 0.95 0.85 57 0.95 0.85

4 0.90 0.95 31 0.90 0.95 58 0.90 0.95

5 0.90 0.90 32 0.90 0.90 59 0.90 0.90

6 0.90 0.85 33 0.90 0.85 60 0.90 0.85

7 0.85 0.95 34 0.85 0.95 61 0.85 0.95

8 0.85 0.90 35 0.85 0.90 62 0.85 0.90

9 0.85 0.85 36 0.85 0.85 63 0.85 0.85

10

Kuadratik

0.95 0.95 37 0.95 0.95 64 0.95 0.95

11 0.95 0.90 38 0.95 0.90 65 0.95 0.90

12 0.95 0.85 39 0.95 0.85 66 0.95 0.85

13 0.90 0.95 40 0.90 0.95 67 0.90 0.95

14 0.90 0.90 41 0.90 0.90 68 0.90 0.90

15 0.90 0.85 42 0.90 0.85 69 0.90 0.85

16 0.85 0.95 43 0.85 0.95 70 0.85 0.95

17 0.85 0.90 44 0.85 0.90 71 0.85 0.90

18 0.85 0.85 45 0.85 0.85 72 0.85 0.85

19 0.95 0.95 46 0.95 0.95 73 0.95 0.95

20 0.95 0.90 47 0.95 0.90 74 0.95 0.90

21 0.95 0.85 48 0.95 0.85 75 0.95 0.85

22 0.90 0.95 49 0.90 0.95 76 0.90 0.95

23 0.90 0.90 50 0.90 0.90 77 0.90 0.90

24 0.90 0.85 51 0.90 0.85 78 0.90 0.85

25 0.85 0.95 52 0.85 0.95 79 0.85 0.95

26 0.85 0.90 53 0.85 0.90 80 0.85 0.90

27 0.85 0.85 54 0.85 0.85 81 0.85 0.85

Kernel

SVM Kernel

SVM Kernel

SVM

(Sigma = RBF 1)

RBF (Sigma

= 10)

RBF (Sigma =

5)

RBF (Sigma

= 20)

Polinom orde 3

(Sigma = RBF 8)

RBF (Sigma

= 30)

Gambar

Gambar 1. Dua jenis truk bergandar dua
Gambar 3 : Proyeksi  x terhadap hyperplane
Gambar 4 : Suatu kernel map mengubah problem yang tidak linier menjadi linier  dalam space baru
Gambar 5 : Tahap Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

The present paper details the newly proposed SAODV and TAODV and further compares the same with the existing MANET routing protocols Keywords - Mobility, Ad-hoc, Security,

 Mengolah data tentang tata letak unsur-unsur dalam desain grafis..

Tarif Percetakan, Tarif Klinik, Tarif Laboratorium dan Tarif Penggunaan Sarana dan Prasarana, Gedung, Aula, Auditorium, Wisma, dan Lahan sebagaimana dimaksud dalam

[r]

Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tusholeha (2014) menunjukkan bahwa penyebab kesulitan belajar ayat jurnal penyesuaian pada siswa akuntansi kelas X

In specific, the research questions of the study address how maturity, strategic field position and identity of an organization in the payment service industry affect its experience

Penelitian ini dilatar belakangi oleh kesulitan mahasiswa dalam mempelajari ilmu Balaghah. Kesulitan tersebut muncul karena berbagai faktor, seperti sebagian besar