• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL PENELITIAN bagian 2

N/A
N/A
Seriliani M. Priska Nailape

Academic year: 2023

Membagikan "PROPOSAL PENELITIAN bagian 2"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL PENELITIAN

ELEKTRODEGRADASI ZAT WARNA PIGMENT YELLOW 83 PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI SABLON MENGGUNAKAN

ELEKTRODA Pb DAN ELEKTROLIT Na2SO4

OLEH :

SERILIANI MARIA PRISKA NAILAPE 1906070062

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG

2023

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi saat ini,

pembangunan dalam bidang industri pun semakin berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya sektor industri yang tersebar diseluruh daerah di Indonesia. Salah satu sektor industri yang mengalami perkembangan yaitu industri percetakan seperti usaha sablon.

Industri sablon merupakan salah satu industri dengan teknik cetak menggunakan layar (screen) dengan kerapatan tertentu dan berbahan dasar Nylon atau sutra (silk screen). Sampai saat ini, masyarakat modern tetap menggunakan teknik sablon secara manual walaupun sudah menemukan mesin printer yang dapat menggantikan teknik cetak atau sablon tersebut.

Hal ini dikarenakan teknik sablon bersifat lebih efektif dan efisien, serta lebih menghemat biaya. Selain memberikan dampak positif berupa keuntungan ekonomis, proses dalam industri sablon juga memberikan dampak negatif yaitu dapat menghasilkan limbah cair berupa zat warna yang digunakan dalam proses pewarnaannya.

Limbah zat warna yang dihasilkan dari industri tekstil seperti sablon umumnya merupakan senyawa organik yang dapat menyebabkan

pencemaran terutama pada lingkungan perairan. Selain itu, limbah cair yang berasal dari zat warna, pelarut, pencair dan pengering yang digunakan juga berdampak terhadap kesehatan karena mengandung logam berat seperti krom (Cr), kobalt (Co), mangan (Mn), dan timah (Sn) (Widyaningsih, 2012:2) yang dapat menimbulkan penyakit seperti tekanan darah tinggi, gangguan kerja ginjal, paru-paru, hati dan sistem pencernaan serta dapat menyebabkan kanker (Rohayati dkk., 2017).

(3)

Menurut Ridaningtyas dkk (2013), limbah cair industri sablon banyak mengandung bahan kimia organik dan logam berat yang sulit didegradasi secara langsung oleh air. Sehingga perlu dilakukan pengolahan limbah zat warna sebelum dibuang ke lingkungan atau badan air guna meminimalisir terjadinya pencemaran air. Pada dasarnya, pengolahan limbah atau

pembenahan air limbah dilakukan dengan mengubah limbah tersebut sehingga tidak berbahaya lagi bagi kehidupan organisme. Dalam hal ini, terdapat tiga metode atau cara pengolahan limbah, yakni pengolahan secara fisik yang dilakukan pada limbah dengan partikel yang berukuran lebih besar, pengolahan secara kimia yang dilakukan dengan cara penambahan pereaksi kimia tertentu sesuai dengan karakteristik bahan limbah dan pengolahan secara biologi yang dipergunakan untuk mereduksi atau menurunkan kadar pencemaran organik dalam air limbah dengan memanfaatkan keaktifan mikroorganisme (Nugroho dkk., 2013).

Pada penelitian oleh Mala (2020) menggunakan arang aktif eceng gondok untuk mengetahui kadar ion Cu dan zat warna pada limbah industri salon. Dari hasil penelitian, diperoleh efisiensi maksimum sebesar 78,50%

untuk penyisihan logam Cu dan 75% untuk penyisihan zat warna. Penelitian lainnya menggunakan metode fotodegradasi untuk mengolah limbah tekstil (Prasetya dkk., 2012), absorpsi menggunakan lumpur aktif (Yuanita dkk., 2014), penggunaan jamur pendegradasi (Sastrawidana dkk., 2012), proses oksidasi menggunakan oksidator kuat seperti ozon dan hidrogen peroksida atau yang lebih dikenal dengan Advance Oxidation Processes (Nugroho &

Iqbal, 2005).

Metode-metode yang telah digunakan memiliki kelemahan, diantaranya menghasilkan limbah lain berupa lumpur (sludge) dalam jumlah banyak, hanya dapat mengendapkan, dan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga biaya operasional menjadi semakin mahal serta kurang efektif dan efisien. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu digunakan suatu

(4)

metode pengolahan yang tidak menghasilkan limbah lain atau

meminimalisir hasil samping yang lebih aman jika terbuang ke lingkungan.

Metode elektrodegradasi merupakan metode alternatif pengolahan limbah industri yang dianggap lebih menguntungkan. Metode ini dianggap sangat sesuai untuk mengolah limbah tekstil yang banyak mengandung zat warna organik, karena degradasi pada anode lebih mudah terjadi. Selain itu, metode elektroldegradasi tidak memerlukan bahan-bahan kimia tambahan, serta tidak memerlukan proses pemisahan katalis dan cara yang digunakan lebih mudah (Riyanto., 2013).

Penggunaan metode elektrodegradasi pernah dilakukan dalam penelitian oleh Rohayati dkk (2017) yang mendegradasi limbah industri tekstil

berbasis Green Technlogy dengan elektroda stainless steel dan berhasil mendegradasi limbah sebesar 98,56% pada waktu optimum yaitu 60 menit.

Nugroho dkk (2013) juga mendegradasi zat warna indigisol golden yellow IRK pada limbah batik dengan menggunakan elektroda grafit dan berhasil mendegradasi limbah sebesar 90% pada pH 4 selama 30 menit. Nirmasari (2008) mendegradasi limbah zat warna dengan metode elektrolisis

(elektrodekolorisasi) menggunakan elektroda Pb dan berhasil melakukan persentase dekolorisasi 99,64 % pada pH. Noorihlas (2009) yang

menjelaskan proses elektrodekolorisasi dengan PbO2 di anoda dan Pb di katoda menghasilkan persen degradasi zat warna 100%. Ipi (2018) juga melakukan penelitian tentang elektrodekolorisasi zat warna naphtol ASBO limbah cair pewarna tenun ikat menggunakan elektrolit NaCl dengan presentase degradasi zat warna ASBO pada kondisi optimum dari penelitian tersebut yaitu sebesar 92,48%. Selain itu, untuk menurunkan kadar COD, TSS, suhu dan pH dari limbah cair dengan elektrodegradasi juga telah dilakukan misalnya Bachtiar dan Widodo (2015) menggunakan metode ini untuk mendegradasi limbah cair tekstil dengan penurunan COD dan TSS sebesar 83,2% dan 48,3%.

(5)

Keberhasilan elektrodegradasi ini tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bahan elektroda, jenis elektrolit pendukung, waktu elektrolisis, dan pH larutan (Lee, 2008). Elektroda merupakan alat yang berperan penting dalam proses degradasi. Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk membuat elektroda adalah timbal (Pb). Elektroda Pb memiliki beberapa kelebihan yaitu inert, semikonduktor, stabil, dan tahan terhadap korosi (Sires dkk., 2010; Peng dkk., 2007; Han dkk., 2011).

Penggunaan PbO2 sebagai anoda dapat memaksimalkan proses elektrodekolorisasi (Kong dkk., 2007). Larutan elektrolit merupakan pendukung yang juga mempengaruhi degradasi elektrokimia. Kelebihan dari elektrolit mampu meningkatkan konduktivitas listrik dalam limbah zat warna dan dapat mengurangi waktu elektrolisis (Kariyajjanavar dkk., 2011).

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Elektrodegradasi Zat Warna Pigment Yellow 83 pada Limbah Cair Industri Sablon Menggunakan Elektroda Pb dan Elektrolit NaCl”.

1.2RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1.

Bagaimana kondisi optimum degradasi zat warna pigmen yellow 83 menggunakan elektroda Pb yang meliputi voltase, waktu dan konsentrasi dalam proses elektrodegradasi?

2.

Berapa persentase degradasi dari zat warna pigmen yellow 83 pada kondisi optimum?

3.

Bagaimana efisiensi penurunan nilai COD (Chemical Oxygen Demand) TSS dan (Total Suspended Solid) pada limbah cair sablon setelah proses elektrodegradasi?

(6)

1.3TUJUAN PENELITIAN

1.

Mengetahui kondisi optimum degradasi zat warna pigmen yellow 83 menggunakan elektroda Pb yang meliputi voltase, waktu dan

konsentrasi dalam proses elektrodegradasi

2.

Mengetahui persentase degradasi dari zat warna pigmen yellow 83 pada kondisi optimum

3.

Mengetahui efisiensi penurunan nilai COD (Chemical Oxygen Demand) TSS dan (Total Suspended Solid) pada limbah cair sablon setelah proses elektrodegradasi

1.4MANFAAT PENELITIAN

1.

Mengurangi masalah limbah pewarna industri sablon dengan cara menggunakan sebuah metode yang lebih mudah, murah dan sederhana yaitu metode elektrodegradasi.

2.

Memberikan referensi kepada peneliti selanjutnya supaya mendapatkan kondisi variabel yang tepat dalam degradasi zat warna pigmen yellow 83 pada limbah cair industri sablon dengan metode elektrodegradasi.

3.

Sebagai sarana pendukung bagi pengembangan ilmu dan katerampilan teknik laboratorium bagi peneliti.

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Teknik Cetak atau Sablon

Sablon merupakan bagian dari teknik cetak yang dikembangkan oleh pada tahun 1654-1736. Kata sablon berasal dari bahasa Belanda, yaitu Schablon, sehingga dalam bahasa serapan menjadi sablon (Luzar, 2010). Sablon dapat didefinisikan sebagai pola berdesain yang dapat dilukis berdasarkan contoh dengan menggunakan model cetakan atau mal. Sablon khususnya digunakan untuk memproduksi desain contohnya seperti desain gambar pada kaus, kartu undangan dan stiker. Dengan kuantitas lebih dari satu dan tidak perlu

mendesain ulang karena sudah dibuat cetakan master nya supaya menghasilkan hasil yang sama dalam cetakan sebelumnya (Prasetyo, 2008).

Gambar 2.1 Sablon (Sumber : Wiranata, 2019) Di era modern ini telah dikembangkan alat teknik cetak yang

menggunakan mesin. Namun dalam proses pengerjaannya terdapat perbedaan.

(8)

Proses cetak sablon menggunakan mesin terbilang lebih cepat dan hasil yang lebih maksimal. Namun keberadaan cetak sablon dengan mesin juga diimbangi dengan peralatan yang canggih sehingga terbilang cukup mahal dalam

penerapannya. Sedangkan cetak sablon secara manual terbilang lebih murah, karena tenaga yang digunakan lebih banyak menggunakan tangan manusia (Pramono & Hilmy, 2019).

Proses cetak sablon terbilang lebih mudah dan murah karena dalam proses pencetakannya menggunakan layar (screen) dengan kerapatan tertentu dan umumnya barbahan dasar Nylon atau sutra (silk screen). Kain ini direntangkan dengan kuat agar menghasilkan layar dan hasil cetakan yang datar. Setelah diberi fotoresis dan disinari, maka harus disiram air agar pola terlihat lalu akan terbentuk bagian-bagian yang bisa dilalui tinta dan tidak. Tinta yang digunakan dalam proses pencetakan ini pastinya mengandung zat warna. Zat warna yang digunakan antara lain zat warna pigmen dan zat warna reaktif, walaupun hampir semua jenis zat warna untuk tekstil bisa digunakan. Kain tekstil yang digunakan hampir semua jenis kain tekstil, dari serat sintetis atau serat alam yang

mempunyai permukaan datar bisa disablon dengan menggunakan screen (Luzar, 2010). Namun dalam penggunaan zat warna sering kali menghasilkan limbah cair. Apabila limbah cair ini tidak ditangani dengan baik atau dibuang begitu saja ke lingkungan dapat menurunkan kelestarian lingkungan.

2.2 Limbah

2.2.1 Defenisi Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Limbah yang dihasilkan berdampak negatif terhadap lingkungan. Limbah domestik dapat berupa air cucian

(detergen), kantong plastik , kaleng bekas dan sebagainya. Pada limbah industri dapat berupa lumpur, air bekas pencucian, maupun gas-gas yang mengandung padatan (partikulat) seperti halnya limbah zat warna pada industri tekstil.

Limbah zat warna yang dihasilkan dari industri tekstil umumnya merupakan

(9)

senyawa organik, yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan terutama lingkungan perairan (Kristanto, 2006).Beberapa pengertian tentang limbah:

1) Berdasarkan keputusan Menperindag RI No. 231/MPP/Kep/7/1997 Pasal I tentang prosedur impor limbah, menyatakan bahwa Limbah adalah bahan/barang sisa atau bekas dari suatu kegiatan atau proses produksi yang fungsinya sudah berubah dari aslinya.

2) Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo.PP 85/1999 Limbah didefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha dan/atau kegiatan manusia.

2.2.2 Klasifikasi Limbah

1. Berdasarkan karakteristiknya

Menurut Kristanto (2006) berdasarkan wujud atau karakteristiknya limbah industri dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Limbah cair

Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat mencemari

lingkungan.

b. Limbah gas

Limbah gas dan partikel adalah limbah yang banyak dibuang ke udara.

Gas/asap, partikulat, dan debu yang dikeluarkan oleh pabrik ke udara akan dibawa angin sehingga akan memperluas jangkauan pemaparannya. Partikel adalah butiran halus yang mungkin masih terlihat oleh mata telanjang, seperti uap air, debu, asap, fume dan kabut.

c. Limbah padat

Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, dan bubur yang berasal dari sisa proses pengolahan. Limbah ini dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu limbah padat yang dapat didaur- ulang (misalnya plastik, tekstil, potongan logam) dan limbah padat yang tidak memiliki nilai ekonomis.

(10)

2. Berdasarkan sifat kimianya

Limbah ditinjau secara kimiawi, terdiri atas:

a. Limbah organik adalah limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme. Oleh karena bahan buangan organik dapat membusuk atau terdegradasi maka akan sangat bijaksana apabila bahan buangan yang termasuk kelompok ini tidak dibuang ke air lingkungan karena akan dapat meningkatkan populasi mikroorganisme di dalam air. Dengan bertambahnya populasi mikroorganisme di dalam air maka tidak tertutup pula

kemungkinannya untuk ikut berkembangnya bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia.

b. Limbah anorganik adalah limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Bahan anorganik biasanya berasal dari industri yang melibatkan penggunaan unsur-unsur logam seperti

Timbal(Pb), Arsen (As), Kadmium (Cd), Air raksa (Hg), Krom (Cr), Nikel (Ni), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Kobalt (Co), dan lain-lain (Arya, 2004).

3. Berdasarkan sumber pencemar

Penggolongan limbah berdasarkan sumber pencemar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Sumber domestik (rumah tangga) adalah semua limbah yang berasal dari kamar mandi, WC, dapur, tempat cuci pakaian, apotik, rumah sakit, dari perkampungan, kota, pasar, jalan, terminal dan sebagainya.

b. Sumber non-domestik sangat bervariasi, diantaranya berasal dari pabrik, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, dan sumber sumber lainnya (Kristanto, 2004).

2.3 Limbah Cair Industri Sablon

Limbah juga dapat diartikan sebagai sampah atau dalam bahasa ilmiahnya disebut polutan. Limbah merupakan hasil sampingan berupa komponen atau materi dari suatu aktivitas dalam bentuk padatan (solid wastes), cairan (liquid

(11)

wastes) maupun gas (gaseous wastes) yang merupakan hasil buangan suatu proses industri yang memiliki dampak negatif (Widyaningsih, 2012:7).

Salah satu industri yang menghasilkan limbah cair adalah industri sablon.

Limbah industri sablon merupakan hasil sampingan dari hasil penyablonan dimana pada prosesnya menggunakan bahan kimia berbahaya. Proses

penyablonan yang menggunakan bahan kimia misalnya pada proses pewarnaan, pengkilatan dan pembersihan.

Menurut Widyaningsih (2013: 9-10), berikut ini tahapan dalam proses penyablonan:

1. Pembuatan desain

Desain ini berupa gambar ataupun teks yang menjadi pola cetak sablon.

Dalam pembuatannya, desain dapat dibuat secara manual ataupun digital.

2. Proses afdruk film (Exposing)

Proses afdruk film adalah proses pemindahan gambar desain ke screen dengan menggunakan cahaya ultra violet (UV). Bahan yang dipergunakan adalah larutan emulsi dan sensitizer (obat afdruk)

3. Proses Penyablonan

Persiapan dalam proses penyablonan adalah pemasangan screen pada media, setelah screen terpasang dengan tepat barulah mulai dengan proses pemulasan cat/ tinta.

Beberapa sumber-sumber pencemar dalam proses penyablonan antara lain berasal dari:

a. Sisa Photoxol TS (bahan pembuat afdruk pada screen)

Bahan afdruk adalah bahan pokok untuk membuat film (klise) pada screen. Bahan ini ada yang berupa larutan, ada pula yang berupa lembaran afdruk. Larutan afdruk merupakan campuran antara emulsi dan cairan sensitizer (cairan peka cahaya). Emulsi merupakan cairan yang berfungsi sebagai pelapis screen. Cairan kental ini berperan dalam proses pembentukan

(12)

gambar pada screen. Sensitizer berperan sebagai bahan pencampur emulsi yang bersifat peka cahaya.

b. Air sisa tinta/cat sablon

Bahan cetak sablon terdiri dari tinta sablon dan pengencer. Tinta sablon sebagai materi pokok pembentuk gambar pada benda sasaran sablon.

Pengencer digunakan sebagai campuran tinta agar kekentalannya dapat

disesuaikan. Pada dasarnya tinta atau cat memiliki bahan dasar air atau minyak terdiri atas tiga kompoen, yaitu mengandung pelarut berupa tiner, binder yakni resin (epoxy resin dan urethane resin) serta pigmen dalam cat yang digunkan dan meningkatkan ketahanan cat. Banyak jenis pigmen yang merupakan bahan berbahaya yaitu Pb-Cr yang digunakan untuk memberikan warna hijau, kuning dan merah.

c. Kaporit

Kaporit atau cairan pemutih pakaian digunakan untuk menghapus film setelah screen selesai digunakan. Bahan ini bersifat mudah merapuhkan benda, bersifat korosif. Screen yang telah bersih dapat digunakan kembali untuk membuat film atau model gambar lainnya.

d. Krim deterjen

Krim deterjen atau sabun colek sebagai peluruh sisa-sisa tinta dan minyak yang masih tertinggal pada layar screen yang dilakukan setelah proses

pengafdrukan film (exposing) selesai (Guntur Nusantara, 2003:21-24) Klasifikasi limbah sablon dapat dibedakan menjadi limbah padat dan limbah cair. Berikut ini merupakan tabel klasifikasinya :

Tabel 2.1 Klasifikasi limbah sablon (Sumber : Widyaningsih, 2012)

Limbah Padat Limbah Cair

Potongan kain perca, benang jahit Cairan sisa photoxol TS (bahan pembuatan afdruk pada screen Plastik OPP Cairan sisa Rubber (cat sablon) Kertas label, Kertas nametag Cairan sisa pencucian kain tekstil 2.4Zat Warna Pigmen pada Industri Tekstil

(13)

Limbah tekstil mengandung bahan-bahan yang berbahaya bila dibuang ke lingkungan, terutama daerah perairan. Di bantaran sungai atau kali sering dijumpai perairan yang tercemar oleh limbah tekstil. Cemaran ini ditandai dengan perubahan warna perairan menjadi merah, biru dan sebagainya yang berasal dari limbah tekstil tersebut. Sebagian besar bahan yang terdapat dalam limbah tekstil adalah zat warna, terutama zat warna sintetik. Zat warna sintetik merupakan molekul dengan sistem elektron terdelokalisasi dan mengandung dua gugus yaitu kromofor dan auksokrom (Ramachandran dkk., 2009).

Suatu zat dapat dikatakan sebagai zat warna apabila berasal dari gabungan zat organik yang tidak jenuh, mempunyai gugus yang dapat menimbulkan warna (kromofor) dan dapat berfungsi sebagai pengikat antara warna dengan serat (auksokrom). Kromofor berfungsi sebagai penerima elektron, sedangkan auksokrom sebagai pemberi elektron yang mengatur kelarutan dan warna.

Gugus kromofor yang penting yaitu gugus azo (-N=N-), gugus karbonil (-C=O), gugus etilen (- C=C-), dan gugus nitro (-NO2) yang dapat menimbulkan warna.

Sedangkan beberapa gugus auksokrom yang penting adalah –NH2, -COOH, -SO3H dan –OH yang bersifat polar sehingga dapat larut dalam air

(Ramachandran dkk., 2009; Sunarto, 2008).

Zat warna pigmen dikenal dengan nama dagang Aridye (USA), Orema (Cuba), Printofix (Sandox), Imperon, Acramin (Bayer), Alcian (ICI), Neopralac (Franc color), Sandye (Sanyo) dan sebagainya (Taufiq dkk, 2016). Sedangkan dalam dunia sablon dan percetakan, zat warna pigmen dalam prosesnya

dilakukan dengan metode CMYK yang merupakan warna dasar Cyan, Magenta, Yellow dan Black. Zat warna pigmen memilki warna yang jelas antara satu dengan yang lainnya.

Zat warna pigmen juga bisa digolongkan menurut bahan pembuatnya, yakni:

 Organik

(14)

Zat ini biasanya terbuat dari senyawa organik misalnya karbon. Contohnya Lithol Rubine BK, Fast Red 2R, Red 57:1, Phthalocyanine Blue. Adapun sifat- sifat yang dimiliki antara lain:

1. Memperoleh warna yang kaya dan cerah. Dengan zat ini variasi warna akan terbentuk lebih banyak.

2. Mempunyai kualitas yang bermacam-macam, terlebih dalam hal ketahanan. Penggunaan setiap tipe harus diperhatikan secara baik-baik.

Contohnya, untuk penggunaan indoor atau outdoor.

3. Memiliki ketahanan panas yang kurang memadai jika dibandingkan dengan anorganik.

 Anorganik

Pigmen anorganik terbuat dari mineral dan garam logam. Keduanya dapat terbentuk secara alami dan diambil sebagai bahan galian atau dari sintesis di pabrik. Contohnya middle chrome-pigment yellow dan bronze powder dengan hasil warna metalik. Salah satu sifat yang paling menonjol dari zat warna anorganik adalah memiliki tingkat ketahanan yang sangat tinggi terhadap sinar UV. Hal ini karena kebanyakan zat warna anorganik terbuat dari bahan metal.

Zat warna pigment yellow 83 mempunyai rumus molekul C36H32Cl4N6O8

dengan berat molekul sebesar 818,5 g/mol. Zat warna ini digunakan sebagai pigment warna dalam proses pencetakan bahan tekstil karena mudah

diaplikasikan pada serat apapun. Pigmen warna ini juga mempunyai sifat tahan luntur dan kekuatan warna yang cukup bagus (Yaman dkk, 2012).

Pigment Yellow 83 memiliki luas permukaan spesifik 69 m2/g, dan

memiliki ketahanan cahaya, ketahanan panas, dan ketahanan pelarut yang sangat baik. Pigmen ini cocok untuk semua jenis tinta cetak, pelapis otomotif (OEM), cat lateks; banyak digunakan dalam pewarnaan plastik, PVC lunak tidak bermigrasi dan berdarah bahkan pada konsentrasi rendah, dan tahan luntur.

Dapat digunakan untuk pewarnaan kayu berbasis pelarut, warna seni, dan coklat dengan karbon hitam. Untuk pencetakan dan pewarnaan kain misalnya pada

(15)

sablon, perawatan kering dan basah tidak akan mempengaruhi keteduhan (Taufiq dkk, 2016).Struktur zat warna Pigment Yellow 83 dapat dilihat pada gambar 2.2 :

Gambar 2.2 Struktur Molekul Pigment Yellow 83 (Sumber : Yaman dkk, 2012) 2.5 Parameter Analisis

Industri tekstil seringkali menimbulkan masalah serius bagi lingkungan terutama masalah yang ditimbulkan oleh limbah cair yang dihasilkan dari proses pencelupan, limbah cair ini mengandung zat warna tekstil yang bersifat non-biodegradable. Zat warna tekstil yang bersifat non-biodegradable

mengandung gugus azo. Air limbah yang dihasilkan industri tekstil memiliki parameter suhu, pH, BOD, COD, padatan tersuspensi atau Total Solid Solved (TSS), dan warna yang relatif tinggi.

Selain itu limbah yang dihasilkan mengandung logam berat yang

bergantung pada zat warna yang digunakan. Hal-hal tersebut dapat menurunkan kualitas perairan di sekitar industri dan makhluk hidup yang tinggal di

dalamnya akan mati karena terkontaminasi oleh zat beracun. Karakteristik limbah cair yang dihasilkan industri tekstil sangat erat hubungannya dengan bahan-bahan yang digunakan dalam tahapan proses pembuatan tekstil.

Karakteristik dan baku mutu limbah cair industri disajikan seperti pada tabel dibawah ini

(16)

Tabel 2.2 Baku mutu limbah cair industri No

. Parameter Satuan Kadar Maksimum Menurut

PerMen LH No.

3/MENLH/01/2010

1 pH - 6,0-9,0

2 COD mg/L 100,0

3 BOD mg/L 50,0

4 TSS mg/L 50,0

5 Sulfida mg/L 1,0

6 Ammonia mg/L 20,0

7 Fenol mg/L 1,0

8 Minyak dan Lemak mg/L 15,0

9 MBAS mg/L 10,0

10 Kadmium (Cd) mg/L 0,1

11 Krom Heksavalen (Cr6+) mg/L 0,5

12 Krom Total (Cr) mg/L 1,0

13 Tembaga (Cu) mg/L 2,0

14 Timbal (Pb) mg/L 1,0

15 Nikel (Ni) mg/L 0,5

16 Seng (Zn) mg/L 10,0

(Sumber : PerMen LH No. 3/MENLH/01/2010) Selain kandungan bahan pencemar tersebut, limbah cair zat warna sablon juga mengandung senyawa organik atau bahan pencemar organik yang

merupakan parameter kualitas air yang penting antara lain:

a. Suhu atau Temperatur

Suhu atau temperatur adalah ukuran derajat panas atau dinginnya suatu benda. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi dalam air. Temperatur ini mempengaruhi konsentrasi oksigen terlarut di dalam air. Air yang baik mempunyai temperatur normal 8oC dari suhu kamar 27oC.

Semakin tinggi temperatur air (>27oC) maka kandungan oksigen dalam air berkurang atau sebaliknya (Fardiaz S, 1992).

b. Derajat Keasaman (pH)

(17)

Menurut Andayani (2005), pH adalah cerminan derajat keasaman yang diukur dari jumlah ion hidrogen menggunakan rumus pH = -log (H+). Air murni terdiri dari ion H+ dan OH- dalam jumlah berimbang hingga pH air murni biasa 7. Makin banyak banyak ion OH- dalam cairan makin rendah ion H+ dan makin tinggi pH. Sebaliknya, makin banyak H+ makin rendah pH dan cairan tersebut bersifat asam. pH antara 7–9 sangat memadai kehidupan bagi air tambak.

Namun, pada keadaan tertentu, dimana air dasar tambak memiliki potensi keasaman, pH air dapat turun hingga mencapai 4.

pH air mempengaruhi tangkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah (keasaman tinggi), kandungan oksigan terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas naik dan selera makan akan berkurang. Hal ini sebaliknya terjadi pada suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha budidaya perairan akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5 – 9.0 dan kisaran optimal adalah ph 7,5 – 8,7 (Kordi dan Andi, 2009).

c. Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 L sampel air melalui reaksi kimia. Dalam hal ini bahan buangan organik akan dioksidasi oleh kalium bikarbonat menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion krom. Kalium Bikarbonat atau

K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (Wardhana,1995).

Dalam penguraian limbah bahan organik berupa COD ini terjadi secara cepat karena dengan bantuan bikromat (Cr2O72-) untuk memprediksi jumlah kandungan bahan organik yang ada dalam sampel. Penguraian dibantu dengan kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada kondisi asam dan panas, serta pengaruh katalisator perak sulfat (Ag2SO4). Penentuan kadar COD dilakukan melalui proses refluks, penambahan asam pekat dan titrasi. Titrasi dilakukan

(18)

untuk menentukan jumlah kalium bikromat. Sehingga kalium yang terpakai sebagai oksidator dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan.

d. Total Suspended Solid (TSS)

Total Dissolved solids atau “benda padat yang terlarut” yaitu semua mineral, garam, logam, serta kation-anion yang terlarut di air. Termasuk semua yang terlarut diluar molekul airmurni (H2O). Secara umum, konsentrasi benda-benda padat terlarut merupakan jumlah antara kation dan anion didalam air. TDS terukur dalam satuan Parts per Million (ppm) atau perbandingan rasio berat ion terhadap air (Misnani, 2010)

Zhang dkk (2013) menyatakan bahwa padatan terlarut dibentuk dari

aktivitas alami maupun aktivitas manusia, berupa erosi, angin, kebakaran hutan, banjir, konstruksi industri, aktivitas pertanian dan badai yang dapat menurunkan kualitas air. Konsentrasi tinggi dari Total Suspended Solid (TSS) bisa bersifat toksik bila dioksidasi oleh organisme sehingga dapat menurunkan konsentrasi oksigen terlarut hingga dapat menyebabkan kematian pada ikan. Penentuan kadar Total Suspended Solid (TSS) dapat dilakukan secara gravimetri, dimana sampel disaring menggunakan kertas saring yang telah ditimbang. Residu tertahan pada saaringan kemudian dikeringkan dan ditimbang. Kenaikan berat saringan mewakili padatan tersuspensi total (TSS). Jika padatan tersuspensi menghambat saringan dan memperlama penyaringan, diameter pori-pori saringan perlu diperbesar atau mengurangi volume sampel..

2.6 Elektrodegradasi Limbah Cair Sablon

Elektrokimia merupakan bagian dari ilmu kimia yang mempelajari hubungan antara reaksi kimia dengan arus listrik. Elektrokimia dapat

diaplikasikan dalam berbagai keperluan manusia, seperti keperluan seharihari dalam skala rumah tangga dan industri-industri besar seperti industri yang memproduksi bahan-bahan kimia baik organik maupun anorganik, farmasi, polimer, otomotif, perhiasan, pertambangan, pengolahan limbah dan bidang analisis. Pengunaan elektrokimia diantaranya adalah:

(19)

 Sel galvani yaitu sel yang didasarkan pada reaksi kimia yang dapat menghasilkan arus listrik, seperti baterai, aki dan sel bahan bakar (fuel cell).

 Sel elektrolisis, yaitu sel yang didasarkan pada reaksi kimia yang memerlukan arus listrik. Contoh penggunaan sel elektrolisis yaitu:

elektrodeposisi, elektroanalisis, elektrosintesis, dan elektrodegradasi.

Elektrodegradasi merupakan suatu proses degradasi kontinyu dengan menggunakan arus listrik searah melalui peristiwa elektrolisis, yaitu gejala dekomposisi elektrolit. Metode elektrodegradasi limbah sudah dilakukan oleh beberapa negara maju dalam upaya pengolahan limbah. Berikut ini kelebihan dari elektrodegradasi :

a) Elektrodegradasi tidak memerlukan peralatan yang rumit dan mudah untuk dioperasikan seperti gambar 2.3

b) Tidak menghasilkan limbah lain berupa lumpur atau sludge.

c) Lebih cepat mereduksi kandungan koloid/partikel yang paling kecil. Hal ini disebabkan pengunaan listrik ke dalam air akan mempercepat pergerakan partikel di dalam air sehingga akan memudahkan proses.

Prinsip kerja dari metode elektrodegradasi dalam menurunkan konsentrasi zat warna yaitu dengan memanfaatkan reaksi redoks kedua elektroda pada sel elektrolisis.

Gambar 2.3 Skema peralatan sel elektrolisis (Sumber : Feryanto, 2015)

(20)

Keterangan :

Rangkaian alat elektrodegradasi terdiri adaptor (1), lempeng katoda (2) yang diletakkan bersejajar dengan lempeng anoda (4) dengan jarak 2 cm. Rangkaian berikut setelahnya dipasang pada beker gelas berisi larutan elektrolit (3) yang menjadi tempat larutan sampel serta dikaitkan dengan sumber arus DC.

2.6.1Aki

Aki adalah sebuah alat yang dapat menyimpan energi dalam bentuk energi kimia dan mampu mengubah energi kimia menjadi energi listrik. Aki merupakan jenis baterai sekunder yang menggunakan timbal sebagai bahan elektrodanya.

Aki menggunakan Pb (timbal murni) sebagai anoda, sedangkan PbO2 (timbal dioksida) digunakan sebagai katoda. Separator ditempatkan sebagai penyekat diantara kedua elektroda tersebut. Larutan elektrolit yang digunakan yaitu H2SO4

(asam sulfat). Aki yang terisi penuh memiliki kerapatan asam sekitar 1,24 kg/liter pada temperatur 25˚C dan akan berubah-ubah sesuai temperatur dan keadaan muatan dari aki (Segara dkk., 2013).

Gambar 2.4 Bagian-bagian aki (Farizy dkk., 2016) Reaksi penggunaan aki :

Anoda : Pb + SO42-  PbSO4 + 2e-

(21)

Katoda : PbO2 + SO42- + 4H+ + 2e-  PbSO4 + 2H2O Reaksi Sel : Pb + 2SO42- + PbO2 + 4H+  2PbSO4 + 2H2O Reaksi pengisian aki :

2PbSO4 + 2H2O  Pb + 2SO42- + PbO2 + 4H+

Kapasitas aki merupakan kemampuan aki untuk menyimpan daya listrik atau besarnya energi yang dapat disimpan dan dikeluarkan oleh aki. Kapasitas aki dapat dinyatakan dengan persamaan dibawah ini :

C = I x t Dimana :

C = kapasitas aki (Ah/mAh) I = kuat arus (A)

t = waktu (jam/sekon)

Kapasitas aki dapat dipengaruhi oleh jumlah material pada elektroda, jumlah elektroda pada tiap sel, ukuran dan tebal elektroda, serta kualitas elektrolit yang digunakan (Kiehne, 2003).Aki memiliki beberapa keunggulan, diantaranya yaitu biaya pembuatan yang rendah, dapat diisi ulang, konstruksi yang sederhana dan mudah, serta daya spesifik yang cukup baik (Rezaei dkk., 2011). Saat aki dipakai akan berlangsung proses perubahan dari energi kimia menjadi energi listrik. Karakteristik aki dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut

Tabel 2.3 Karakteristik fisis dari aki

(22)

(Afif & Pratiwi,

2015; Barkah

& Hidayat,

2019; Farizy

dkk., 2016;

Hua & Syue,

2010)

Pada

penelitian ini menggunakan aki bekas. Hal itu bertujuan untuk membuktikan bahwa aki bekas pun masih bisa digunakan, walau tidak optimal, Selain itu, juga bertujuan untuk memanfatkan barang bekas, agar tidak menambah limbah pada lingkungan. Namun, aki bekas yang dipilih untuk penelitian yaitu aki yang masih memiliki konstruksi bagus dan tegangan totalnya masih diatas 12 V atau 2 V per selnya.

2.6.2 Elektroda

Sel elektrolisis atau elektroda adalah sel elektrokimia yang bereaksi secara tidak spontan (Eosel (-) atau ∆G>0), karena energi listrik disuplai dari sumber luar dan dialirkan melalui sebuah sel. Elektroda positif (+) disebut anoda

sedangkan elektroda negatif (-) adalah katoda (Svehla, 1985). Reaksi kimia yang terjadi pada 4 elektroda selama terjadinya konduksi listrik disebut elektrolisis dan alat yang digunakan untuk reaksi ini disebut sel elektrolisis. Sel elektrolisis memerlukan energi untuk memompa elektron. (Brady, 1999).

PARAMETER NILAI

Specific Energy (Wh/kg) 30-50

Energy Density (Wh/L) 70-90

Cycle life (times) 400

Energy Efficiency (%) 100% @20hr-rate 80% @4hr-rate 60% @1hr-rate Self discharge (%/month) 5 % Operating temperature (oC) -25 – 50

Nominal Cell Voltage (V) 2,0

Vcutoff charge (V) 2,40

Vcutoff discharge (V) 1,75

(23)

Gambar 2.5 Deret Volta (Pratiwi, 2014)

Elektroda yang digunakan umumnya merupakan elektroda inert, seperti Grafit (C), Platina (Pt), dan Emas (Au). Elektroda berperan sebagai tempat berlangsungnya reaksi. Reaksi reduksi berlangsung di katoda, sedangkan reaksi oksidasi berlangsung di anoda. Kutub negatif sumber arus mengarah pada katoda (sebab memerlukan elektron) dan kutub positif sumber arus tentunya mengarah pada anoda. Akibatnya, katoda bermuatan negatif dan menarik kation-kation yang akan tereduksi menjadi endapan logam. Sebaliknya, anoda bermuatan positif dan menarik anion-anion yang akan teroksidasi menjadi gas (Pratiwi, 2014).

Apabila kedua kutub elektroda (katoda dan anoda) diberi arus listrik, elektroda tersebut akan saling berhubungan karena adanya larutan elektrolit sebagai penghantar listrik menyebabkan elektroda timbul gelembung gas. Proses elektrolisis dinyatakan bahwa atom oksigen membentuk sebuah ion bermuatan negatif (OH-) dan atom hidrogen membentuk sebuah ion bermuatan positif (H+).

Pada kutub positif menyebabkan ion H+ tertarik ke kutub katoda yang bermuatan negatif sehingga ion H+ menyatu pada katoda. Atom-atom hidrogen akan

membentuk gas hidrogen dalam bentuk gelembung gas pada katoda yang melayang ke atas. Hal serupa terjadi pada ion OH- yang menyatu pada anoda kemudian membentuk gas oksigen dalam bentuk gelembung gas (Pratiwi, 2014).

2.6.3 Elektrolit

(24)

Elektrolit adalah suatu zat terlarut atau terurai ke dalam bentuk ion-ion dan selanjutnya larutan menjadi konduktor listrik. Umumnya, air adalah pelarut yang baik untuk senyawa ion dan mempunyai sifat menghantarkan arus listrik.

Elektrolit biasanya berupa garam-garam seperti NaCl, Na2SO4, KCl, dan lainnya (Nugroho, 2013)

Dalam larutan elektrolit terdapat beberapa sifat elektrolit yaitu elektrolit kuat yang identik dengan asam kuat, basa kuat, dan garam yang larut dalam air.

Larutan elektrolit kuat yang berasal dari garam dapat dicontohkan dengan larutan garam NaCl dan Na2SO4. Larutan ini dapat larut dalam air menghasilkan kation dan anion (Haryanto, 2010).

Sedangkan larutan elektrolit lemah biasanya berasal dari dua jenis larutan, yaitu asam lemah dan basa lemah (Haryanto, 2010). Salah satu contoh dari asam lemah yang juga merupakan elektrolit lemah ialah Asam Asetat (HC2H3O2). Dan juga larutan non elektrolit yang merupakan senyawa yang dapat larut dalam air tetapi tidak memproduksi ion.

2.7 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk menganalisa suatu senyawa baik kuantitatif maupun kualitatif, dengan cara mengukur transmitan ataupun absorban suatu cuplikan sebagai fungsi dari konsentrasi. Penentuan secara kualitatif berdasarkan puncak-puncak yang dihasilkan pada spektrum suatu unsur tertentu pada panjang gelombang tertentu, sedangkan penentuan secara kuantitatif berdasarkan nilai absorbansi yang dihasilkan dari spektrum senyawa kompleks unsur yang dianalisa dengan kompleks unsur yang dianalisa dengan pengompleks yang sesuai. Spektrofotometris dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual, lebih mendalam dari absorpsi energi radiasi oleh macam-macam zat.

Spektrofotometri UV-Vis merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible yang menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber

(25)

cahaya UV dan sumber cahaya Visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapi dengan monokromator. Spektrum absorpsi dalam daerah-daerah ultraviolet dan sinar tampak terdiri dari satu atau beberapa pita absorpsi.

Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis yaitu larutan yang berwarna dalam tabung dalam tabung reaksi khusus dimasukkan ke tempat cuplikan dan absorbansi atau persen transmitansi dapat dibaca pada skala pembacaan.

Sumber cahaya berupa lampu tungsten akan memancarkan sinar polikromatik.

Setelah melewati pengaturan panjang gelombang hanya sinar yang

monokromatis di lewatkan ke larutan dan sinar yang melewati larutan dideteksi oleh fotodetektor (Hendayana dkk, 1994).

Spektrofotometer UV-Vis bekerja pada kisaran panjang gelombang 200-400 nm untuk daerah UV dan 400-780 nm untuk daerah Visible (Khopkar, 1990).

Pada dasarnya komponen spektrofotometer UV-Vis hanya terdiri atas energi cahaya monokromator dan detektor. Komponen spektrofotometer adalah sebagai berikut :

Gambar 6. Spektrofotometer UV-Vis (Arum, Kharisma. 2016)

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2023 di Laboratorium Kimia, Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquades, zat warna pigmen yellow 83, natrium sulfat (Na2SO4) asam sulfat pekat (H2SO4), kalium dikromat (K2Cr2O7), perak sulfat (Ag2SO4), merkuri sulfat (HgSO4), indikator feroin, ferro ammonium sulfat (FAS), aluminium foil, kertas saring dan batang timbal (Pb) dari aki bekas.

3.2.2 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, labu ukur, botol reagen, pengaduk,timbangan analitik, pH universal, adaptor, multitester, oven, desikator, thermometer, satu set alat titrasi, satu set alat penyaring vakum, satu set alat refluks dan spektrofotometer UV-Vis.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Penentuan Kondisi Optimum Degradasi Zat Warna Pigment Yellow 83

a. Preparasi Sampel

(27)

Sampel limbah cair sablon yang telah diambil, didiamkan selama beberapa menit, sampai pengotor dan padatan tidak larut mengendap, sehingga dapat dituangkan ke wadah baru untuk dipisahkan.

b.

Preparasi alat elektrodegradasi

Rangkaian Alat elektrolisis disusun dari beberapa komponen penting, yakni: sepasang elektroda timbal, power supply berupa adaptor AC-DC, wadah elektrolisis, serta komponen pendukung lainnya. Jarak antar elektroda adalah 1 cm sedangkan tegangan yang digunakan bervariasi antara 1,5 - 12 volt.

Sel aki didapatkan dengan cara membongkar aki bekas. Setelah itu, separator yang masih menempel pada sel aki dihilangkan hingga bersih. Untuk pengganti separator, digunakan plastik mika yang sudah diberi lubang.

Kemudian sel aki disusun sedemikian rupa dan diikat dengan kabel agar separator tidak terlepas. Sel aki tersebut direndam dalam larutan elektrolit H2SO4 sebanyak 200 ml dan diukur tegangannya dengan multimeter. Sel aki yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel aki yang bertegangan 2 volt.

c. Pembuatan larutan sampel/Zat Warna Pigment Yellow 83 100 ppm Sebanyak 10 mg serbuk pigment yellow 83 dilarutkan dalam akuades hingga volume 100 mL. Larutan induk ini kemudian digunakan dalam setiap pembuatan zat warna

d. Penentuan panjang gelombang maksimum

Larutan pigment yellow 83 100 ppm diukur besar absorbansinya pada berbagai panjang gelombang dari 410 nm hingga 700 nm dengan interval 10 nm. Panjang gelombang pada serapan maksimum digunakan untuk

pengukuran dalam penelitian ini

e. Pembuatan kurva kalibrasi standar Pigment Yellow 83

(28)

Larutan induk pigment yellow 83 dengan konsentrasi 100 ppm diencerkan menjadi beberapa konsentrasi yaitu 20, 25, 30, 35, dan 40 ppm diukur

absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis. Kurva kalibrasi dibuat dengan memplotkan antara konsentrasi (X) dengan absorbansi (Y). Dari kurva kalibrasi diperoleh persamaan regresi y = a + bx. Persamaan regresi ini digunakan untuk menentukan konsentrasi dari zat warna pigment yellow 83.

f. Pembuatan larutan Na2SO4 berbagai konsentrasi

Pembuatan larutan Na2SO4 dalam berbagai variasi konsentrasi dibuat dari larutan stok Na2SO4 0,1 M. Larutan stok 0,1 M dibuat dengan menimbang sebanyak 0,71 gram serbuk Na2SO4 kemudian dilarutkan dengan aquades hingga mencapai batas pada labu ukur 100 mL. Larutan Na2SO4 diencerkan pada konsentrasi 0,02; 0,04; 0,06; 0,08 dan 0,1 M

g. Penentuan konsentrasi larutan Na2SO4 optimum (Tetra dkk., 2014) Sebanyak 10 mg pigment yellow 83 dilarutkan dengan variasi larutan Na2SO4 0,02; 0,04; 0,06; 0,08 dan 0,1 M hingga volume 100 mL (konsentrasi pigment yellow 83 100 ppm), jarak elektroda diatur sebesar 1 cm, kemudian dielektrooksidasi dengan potensial 5 volt selama 30 menit. Konsentrasi zat warna diukur setelah degradasi. Konsentrasi akhir pigment yellow 83 yang diukur digunakan untuk menghitung penurunan konsentrasi pigment yellow 83 dengan cara mengurangkan konsentrasi awal pigment yellow 83 dengan konsentrasi akhirnya. Konsentrasi larutan Na2SO4 optimum ditentukan dari variasi konsentrasi Na2SO4 yang menghasilkan efisiensi degradasi atau penurunan konsentrasi pigment yellow 83 yang paling tinggi.

Konsentrasi Akhir = Konsentrasi Awal – Konsentrasi Akhir h. Penentuan voltase optimum

Sebanyak 10 mg pigment yellow 83 dilarutkan dengan larutan Na2SO4

konsentrasi optimum hingga volume 100 mL (konsentrasi pigment yellow 83

(29)

100 ppm), jarak antar elektroda diatur sebesar 1 cm, kemudian

dielektrooksidasi dengan variasi arus dari yang terkecil sampai terbesar yaitu 3, 6, 8, 10, dan 12 volt, kemudian dielektrolisis selama 30 menit. Konsentrasi pigment yellow 83 diukur setelah degradasi. Konsentrasi akhir pigment yellow 83 yang terukur digunakan untuk menghitung penurunan konsentrasi pigment yellow 83 dengan cara mengurangkan konsentrasi awal pigment yellow 83 dengan konsentrasi akhirnya. Voltase elektrodegradasi optimum ditentukan dari variasi voltase elektrodegradasi yang menghasilkan penurunan

konsentrasi pigment yellow 83 yang paling tinggi.

i. Penentuan pH optimum

Sebanyak 10 mg pigment yellow 83 dilarutkan dengan larutan Na2SO4

konsentrasi optimum hingga volume 100 mL (konsentrasi pigment yellow 83 100 ppm), jarak elektroda diatur sebesar 1 cm, kemudian dielektrooksidasi dengan variasi pH dari yang terkecil sampai yang terbesar yaitu 1, 3, 5, 7 dan 9. Kemudian dielektrodegradasi dengan voltase optimum. Konsentrasi

pigment yellow 83 diukur setelah degradasi. Konsentrasi akhir pigment yellow 83 yang terukur digunakan untuk menghitung penurunan konsentrasi pigment yellow 83 dengan cara mengurangkan konsentrasi awal pigment yellow 83 dengan konsentrasi akhirnya. pH elektrodegradasi optimum ditentukan dari variasi pH elektrodegradasi yang menghasilkan penurunan konsentrasi pigment yellow 83 yang paling tinggi.

3.3.2 Penentuan Persentase Degradasi Sampel Sintetik dan Limbah Cair Sablon (Ariguna dkk, 2014)

Sebanyak 10 mg pigment yellow 83 dan 20 mL sampel limbah sablon dilarutkan dengan larutan Na2SO4 konsentrasi optimum hingga volume 100 mL, jarak elektroda diatur sebesar 1 cm, kemudian dielektrodegradasi dengan voltase optimum, waktu optimum dan pH optimum. Konsentasi pigment yellow 83 diukur setelah degradasi. Konsentrasi akhir pigment yellow 83 yang terukur digunakan untuk menghitung penurunan konsentrasi pigment yellow 83 dengan

(30)

cara mengurangkan konsentrasi awal pigment yellow 83 dengan konsentrasi akhirnya.

3.3.3 Penentuan Efisiensi Penurunan Chemical Oxygen Demand (COD) dan Total Suspended Solid (TSS) sampel Limbah Cair Sablon

a. Analisis kadar COD (SNI 06-6989.15-2004)

Penentuan kadar COD dilakukan dengan menggunakan metode Refluks.

Dipipet 10 mL sampel limbah cair sablon dan dimasukan kedalam erlenmeyer 250 mL. Aquades sebanyak 10 mL ditambahkan kedalam sampel. Larutan kemudian ditambahkan 0,2 gram serbuk HgSO4, 5 mL K2Cr2O7 0,25 N dan 15 mL Ag2SO4 -H2SO4. Larutan dikocok perlahan-lahan hingga homogen. Larutan dimasukan dalam labu refluks dan direfluks selama 2 jam pada suhu 100oC.

Larutan didinginkan dan selanjutnya diencerkan dengan aquades menjadi 2 kali jumlah dalam erlenmeyer. Setelah itu ditambahkan 2-3 tetes indikator feroin dan dititrasi dengan larutan standar FAS 0,1 N. Titrasi dihentikan ketika warna hijau-biru berubah menjadi warna merah kecoklatan. Larutan blanko dibuat dengan menggunakan 10 mL aquades ditambahkan dengan semua reagen, kemudian direfluks dengan cara yang sama. Perlakuan yang sama dilakukan untuk limbah cair sablon setelah degradasi. Kadar COD dapat dihitung dengan rumus :

Kadar COD = (V titrasi blanko−V titrasi contoh) x N ( FAS )

V contohuji/ sampel x 8.000 b. Analisis kadar TSS (SNI 06-6989.3-2004)

Penentuan kadar TSS dilakukan dengan cara diletakkan kertas saring pada alat penyaring, kemudian dibilas kertas saring dengan air suling demineralisasi dan diletakkan kertas saring di cawan porselen. Kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 103-105oC selama 1 jam. Kertas saring didinginkan pada desikator selama ± 15 menit. Kertas saring ditimbang menggunakan timbangan analitik. Pemanasan kertas saring perlu diulang selama 1 jam pada suhu 103-

(31)

105oC untuk mendapatkan berat konstan atau berat hilang sebesar 0,5 mg setelah pemanasan ulang. Kertas saring hasil pengeringan disiapkan untuk menyaring sampel pada alat penyaring. Setelah itu kertas saring dibasahi dengan air suling demineralisasi. Diambil 50 mL sampel limbah cair sablon dan disaring (disesuaikan maksimal 1000 mL) sehingga berat residu dikertas saring 2,5 mg-200 mg. Kertas saring diangkat secara hati-hati dan diletakkan di cawan porselen. Setelah itu dilakukan perlakuan yang sama pada kertas saring seperti perlakuan kertas saring sebelum disaring sampel limbah cair sablon. Setiap perlakuan dilakukan dua kali pengulangan. Perlakuan yang sama dilakukan untuk limbah cair sablon setelah degradasi. Perhitungan kadar TSS

menggunakan rumus :

Kadar TSS (mg/L) = ( A−B)

volume sampelx 1.000

Keterangan :

A : berat kertas saring + residu sesudah pengeringan (mg).

B : berat kertas saring kosong setelah pengeringan (mg).

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, S. 2005. Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Perairan.

Universitas Brawijaya : Malang.

Arya, Wisnu. (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Bachtiar, I dan Widodo, D. S. 2015. Elektrodekolorisasi Limbah Cair Pabrik

Tekstil Wilayah Semarang dengan Elektroda PbO2/Pb. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi. 18 (3): 85-90.

Brady, J.E dan Humiston., (1999), General Chemistry Principle and Structure, 4th Edition, New York: John Willey & Sons,Inc.

Fardiaz, Dedi dkk., 1992. Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. IPB. Bogor.Furnawanthi, 2004. Khasiat Lidah Buaya. Kanisius.

Jakarta.

Haryanto, U.T., 2010, Buku Kimia Analitik Dasar. Viva Pakarindo: Jawa Tengah.

Hendayana Sumar.(1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang. IKIP Press.

Ipi, H, A., 2018, Elektrodekolorisasi Zat warna Naphtol ASBO Limbah Cair Pewarna Tenun Ikat Menggunakan Elektrolit NaCl, Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Sains Dan Teknik Universitas Nusa Cendana Kupang

Kariyajjanavar, P., Naraya, J., dan Nayaka, Y. A. 2011. Studies on Degradation of Reactive Textile Dyes Solution by Electrochemical Method. Journal of Hazardous Material. 190: 952-961.

Kariyajjanavar, P., Naraya, J., dan Nayaka, Y. A. 2013. Degradation Of Textile Dye C.I. Vat Black by Electrochemical Method by Using Carbon Electrodes. Journal of Environmental Chemical Engineering. 166, No.6.

Khopkar, S. M. 1990. Basic Concept of Analitical Chemistry. Diterjemahkan oleh Saptorahardjo. UI Press. Jakarta.

Kong, J., Shi, S., Kong L., Zhua, X.,dan Ni, J., 2007, Preparation and

characterization of PbO2 electrodes doped with different rare earth oxides, Vol. 53, Electrochimica Acta, 2048-2054

Kordi, K Ghufron dan Andi Baso Tancung. 2009. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta : Jakarta

(33)

Kristanto, P. 2006. Ekologi Industri. ANDI. Yogyakarta. 352 hal.

Lee, D. And Geun. (2008). Effect Of Scale During Electrochemical Degradation Of Naphthalene And Salicylic Acid. Thesis. Civil Engineering, Machigan State University, USA.

Luzar, L. C. 2010. Kreasi Cetak Sablon Mudah dan Berkualitas Tinggi pada Kaos.

Humaniora. Vol. 1 No. 2: 778-791.

Margareth, Elisa. 2009. Analisa Kadar Total Suspended Solid (TSS), Amoniak (NH3), Sianida (CN) Dan Sulfida (S2-) Pada Limbah Cair Bapedaldasu.

Nooriklas, F. 2009, Analisis Produk Elektrodestruksi Senyawa Penyusun Limbah Batik: Elektrolisis Larutan Remazol Black B. Skripsi. Jurusan kimia.

FMIPA UNDIP

Nugroho, S. 2013. Elektrodegradasi Indigisol Golden Yellow IRK dalam Limbah Batik dengan Elektroda Grafit. Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA,

Universitas Negeri Semarang.

Nugroho, S., Prasetya A. T., dan Wahyuni, S. 2013. Elektrodegradasi Indigisol Golden Yellow IRK dalam Limbah Batik dengan Elektroda Grafit. Indo.

J. Chem. Sci. 2(3): 247-252.

Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT. Rineka Cipta.

Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri. Jakarta: Republik Indonesia.

Peng, H.Y., Chen, H.Y., Hu, S.J., Nan, J.M., dan Xu, Z.H., 2007, A Study On The Reversibility of Pb(II)/PbO2 Conversion for The Application of Flow Liquid Battery, Vol. 168, Journal of Power Sources, 105-109

Prasetya, N.B.A., Haris, A. & Gunawan, G. (2012). Pengaruh ion logam Cd (II) dan pH larutan terhadap efektivitas fotodegradasi zat warna remazol black b menggunakan katalis TiO2. Molekul. 7(2): 143-152.

Prasetyo, Bambang, Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.

Pratiwi, P., Sari. 2014. Prototype Hydrogen Fuel Generator (Pengaruh Suplay Arus Lisrik dengan Elektrolit Natrium Hidroksida Terhadap Produksi Gas Hidrogen). Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya

Rahmacandran, Ganesan, P., Hariharan, S. 2010. “Decolorization of TextileEffluent-An Overview”. EI (I) Journal, Volume 90.

(34)

Ridaningtyas, Y. W., Widodo, D. S., dan Hastuti, R. 2013. Pengolahan Limbah Cair Industri Percetakan secara Elektrolisis dengan Elektroda

Karbon/Karbon. Chem Info. Vol 1, No 1: 51-58.

Riyanto. 2013. Elektrokimia dan Aplikasinya. Edisi Pertama. Graha Ilmu.

Yogyakarta.

Rohayati, Z., Fajrin, M. M., Rua, J., Yulan., dan Riyanto. 2017. Pengolahan Limbah Industri Tekstil Berbasis Green Teknologi Menggunakan Metode Gabungan Elektrodegradasi dan Elektrodekolorisasi dalam Satu Sel Elektrolisis. Chimica et Natura Acta. Vol. 5 N0. 2: 95 -100.

Sastrawidana, I.D., Maryam, S. & Sukarta, I.N., (2012). Perombakan air limbah tekstil menggunakan jamur pendegradasi kayu jenis Polyporus Sp teramobil pada serbuk gergaji kayu. Bumi Lestari. 12(2): 382-389.

Sires, Low C.T.J., Ponce-de-Leon, dan Walsh, F.C., 2010, The Characterisation of PbO2-Coated Electrodes Prepared from Aqueous Methanesulfonic Acid Under Controlled Deposition Conditions, Vol. 55, Electrochimica Acta, 2163- 217

Sunarto. 2008. Teknologi Pencelupan dan Pencapan Jilid 3. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Svehla, G., 1985, Buku Teks Aanalisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimikro. Alih Bahasa Setiono Dan Handayana, Pt. Kalman Media Pustaka, Jakarta.

Swara, Puspa. 2003. Cetak sablon untuk pemula Cara termudah usaha sablon bagi pemula. Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.

Taufiq, A., Nurmansyah, R. A., dan Ain, N. Q. 2016. Penggunaan Pasta Cap Bebas Minyak pada Pencapan Kain Kapas dengan Zat Warna Acramine.

Vol. 22 No. 11 Desember 2016 : 804-819.

Wardhana., W. A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offset.

Widyaningsih., 2012. Pengaruh Variasi Biomassa Eceng Gondok Terhadap kandungan Krom Limbah Cair Industri Sablon “Temenan” Monjali Yogyakarta. Skripsi, Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.

Yaman, N., Ozdogan, E., dan Seventekin, N. 2012. Improvement Fastnesses and Color Strength Of Pigment Printed Textil Fabric. Journal of Engineered Fiber and Fabrics. volume 7, Issu 2.

(35)

Yuanita, D., Widjajanti, E. & Sulistyani, S. (2014). Penggunaan lumpur aktif sebagai material untuk biosorpsi pewarna remazol. Molekul. 9(2): 93- 100 Zhang, T., Stansbury, J., dan Branigan, J. 2013. Development of a Field Test

Method for Total Suspended Solid Analysis. Ohama: University of Nebraska-Lincoln.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil uji coba dari operasi date implementasi SQL dari database Nilai Mahasiswa dapat disimpulkan sebagai berikut: 1). Operasi date yang digunakan

rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah

%ada janin letak lintang baru mati dalam proses persalinan, bayi dapat dilahirkan dengan alat melalui jalan lahir biasa. *edangkan pada janin keil dan sudah beberapa

Pembelajaran matematika mendorong kepercayaan diri siswa dalam kemampuan nalar, berargumentasi, dan justifikasi atau menilai kemampuan berpikirnya sendiri.Para siswa

 Ada 4 jenis Al powder tidak bulat yang bisa digunakan sebagai fuel propelan yaitu AlLpn (yang digunakan Lapan selama ini), AlDhn (diperoleh dari PT dahana), AlPnc

Sesudah diberikan kasur anti anti dekubitus 9 responden ( 100% ) menunjukkan derajad 1 dengan kondisi peningkatan perkembangan kulit dan gejala yang semakin berkurang, p value

Pengertian Lemari es atau peralatan rantai dingin adalah peralatan yang digunakan dalam pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin pada suhu yang telah