• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Akad Murabahah di BMT Sidogiri dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Di BMT Sidogiri Cabang Pembantu Jember Kota)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Implementasi Akad Murabahah di BMT Sidogiri dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Di BMT Sidogiri Cabang Pembantu Jember Kota)"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Rofiatul Munawaroh, 2015: Implementasi Akad Murabahah di BMT Sidogiri dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Di BMT Sidogiri Cabang Pembantu Jember Kota)”.

Kata Kunci: Implementasi, Murabahah, BMT Sidogiri

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang banyak digunakan oleh bank- bank syari’ah, karena proses dan prakteknya lebih mudah dibanding dengan pembiayaan yang lainya. Begitu pula BMT Sidogiri yang incomenya berada pada akad murabahah. Peneliti tertarik untuk meneliti mengapa akad murabahah banyak digunakan dan apakah sesuai dengan teori maupun aturan hukum Islam mengingat banyaknya akad murabahah di Perbankan Syariah yang dalam prakteknya tidak sesuai dengan hukum Islam. Transaksi dinilai sah apabila syarat dan rukunnya terpenuhi, apabila tidak terpenuhi maka transaksi tersebut batal. Di BMT Sidogiri terdapat ketidaksesuaian mengenai penulisan kata hutang dan denda dalam surat perjanjian yang digunakan oleh pihak BMT, namun pihak BMT tetap menggunakan sistem murabahah.

Fokus penelitian yang diteliti dalam skripsi ini adalah: Bagaimana implementasi akad Murabahah di BMT Sidogiri dan Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap akad Murabahah di BMT Sidogiri.

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses penerapan akad murabahah di BMT Sidogiri dan menganalisis penerapan akad murabahah dalam perspektif hukum Islam.

Untuk mengidentifikasi permasalahan tersebut, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Adapun tekhnik pengumpulan data menggunakan interview, observasi,dokumentasi.

Penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa 1) implementasi akad murabahah yang digunakan pada pembiayaan murabahah di BMT Sidogiri capem Jember kota ada dua, yaitu akad murabahah dan akad murabahah bil wakalah. Dilihat dari segi hukum Islam implementasi dan mekanisme akad murabahah di BMT Sidogiri sudah memenuhi rukun dan syarat murabahah, namun ada sedikit ketidaksesuaian, yaitu pada perjanjiannya terjadi kesalahan penulisan hutang, denda dan mengenai kesalahan penunjukan Pengadilan Negeri yang seharusnya ke Pengadilan Agama, tetapi pada praktekteknya BMT Sidogiri tetap menggunakan sistem murabahah. 2) pandangan hukum Islam terhadap akad murabahah di BMT Sidogiri capem Jember sudah sesuai rukun dan syarat akad murabahah, dan mengenai kesalahan penulisan yang terjadi pada akad perjanjian, menurut hukum Islam diperbolehkan, dengan didasarkan pada Al Quran surat An- Nisa ayat 9, tentang kerelaan antara kedua pihak. BMT dan nasabah pada saat perjanjian sama-sama rela Hal ini didukung dengan kaidah fiqih “al umuru bi maqhasidiha” yaitu bahwa segala sesuatu tergantung kepada maksud atau niatnya, dan buktinya pada praktek yang terjadi, BMT tetap menggunakan sistem murabahah. Jadi menurut hukum Islam diperbolehkan selama masing-masing pihak sama-sama mengetahui dan rela.

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini telah tersebar lembaga-lembaga keuangan yang berprinsip syariah baik mikro maupun makro, baik berupa lembaga keuangan Islam bank maupun non bank.Lembaga- lembaga keuangan tersebut mempunyai peran dan operasionalnya masing-masing.BMT (Baitul Maal wat Tamwil) merupakan salah satu lembaga keuangan mikro non-bank.Lembaga ini didirikan dengan maksud untuk memfasilitasi masyarakat yang tidak terjangkau oleh pelayanan bank syariah. Prinsip operasionalnya tidak jauh beda dengan bankl syariah lainnya, yaitu menggunakan prinsip-prinsip : (1) prinsip titipan atau simpanan (wadiah), (2) prinsip bagi hasil (al mudarabah, al musyarakah, al muzara’ah, al musaqah, (3) sistem jual beli (bai’ al murabahah, bai’ salam, bai’ al istishna’, (4) sistem non profit (al qard al hasan).1

Menurut UU RI No.10 tahun 1998 Tentang Perubahan atas UU No. 7 tahun 1998 tentang Perbankan pasal 1 butir 13 yang dimaksud dengan prinsip syariah dijelaskan sebagai berikut:2

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan kegiatan

1Antonio, Muhammad Syafi‟I, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, ( Jakarta: Gema Insani), 83

2Ahmad Kamil dan Fauzan, Kitab Undang-Undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2007), 32

(3)

usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi bagi hasil (mudarabah), pembiayaan berdasarkan penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang untuk memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (tijarah), atau dengan adanya pemindahan kepemilikan atas barang yang di sewa dari pihak bank oleh pihak lain (tijarah wa iqtina).

Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) sebagai lembaga keuangan mikro mempunyai peran yang cukup penting bagi perkembangan usaha menengah ke bawah di wilayah perkampungan. Sebagian besar usaha kecil yang mempunyai potensi cukup besar untuk berkembang mengalami kendala dalam mendapatkan tambahan modal dari bank-bank umum yang mempunyai prosedur terlalu panjang dan terkesan rumit. Banyak sektor usaha mikro yang berfikir sangat pragmatis dalam memenuhi kebutuhan permodalan mereka.karena kebutuhan yang mendesak, seringkali mereka terpaksa mengambil kredit dari rentenir dan lintah darat yang menetapkan bunga yang sangat tinggi, bahkan terkadang melebihi margin usaha yang dibiayai.

Pinjaman dari model rentenir ini, memang dalam jangka pendek mampu memenuhi kebutuhan keuangan, namun dalam jangka panjang tidak mampu memenuhi kapitalisasi usaha mikro bahkan sangat mungkin yang terjadi adalah sebaliknya yakni dikapitalisasi, yaitu kondisi pailit karena harus menanggung beban bunga yang teramat tinggi. Salah satu yang menjadi alasan

(4)

mengapa semakin banyak masyarakat yang memakai produk BMT adalah menghindari sistem bunga yang diharamkan karena mengandung unsur riba.

Salah satu tujuan BMT yang ingin dicapai yaitu menampung dana umat Islam yang begitu besar dalam menyalurkannya kembali kepada umat Islam terutama pengusaha. Pengusaha Muslim yang membutuhkan bantuan modal untuk pengembangan bisnisnya dalam bentuk pemberian fasilitas pembiayaan kepada para nasabah berdasarkan prinsip syariah, seperti murabahah, musyarakah, mudharabah, qard, ijarah dan lain-lain.

BMT Sidogiri tidak jauh berbeda fungsi dan tujuan BMT maupun perbankan syariah lainnya.Tujuan BMT Sidogiri yang paling utama yaitu untuk menghindari praktik-praktik rentenir yang banyak dialami oleh masyarakat.

Alasan peneleti mengadakan penelitian di BMT Sidogiri karena BMT Sidogiri sudah banyak dikenal oleh banyak orang bukan saja di probolinggo tempat kelahirannya, namun juga di Jember, karena di Jember sendiri BMT mempunyai 19 cabang yang tersebar di daerah Jember terutama di desa-desa.

Sebagai studi kasus ini peneliti mengambil sebuah obyek penelitian yaitu mengenai akad murabahah di BMT Sidogiri, mengingat murabahah merupakan akad yang paling dominan di BMT Sidogiri dan memiliki kemudahan dalam transaksinya dibanding dengan produk pembiayaan yang lain. Maka perlu menurut peneliti untuk dikaji apakah sesuai praktek akad murabahah di BMT Sidogiri dengan teori muamalah atau hukum Islam sendiri, karena jika akad yang banyak dipilih masyarakat itu tidak sesuai

(5)

dengan hukum Islam, berarti kesalahan yang dibuat sangat signifikan mengingat akad murabahah yang banyak dipilih oleh masyarakat dan mempunyai porsentase yang besar bagi keuntungan di BMT Sidogiri. Jadi menarik apabila peneliti mengkaji kesesuaiannya dengan teori perbankan syariah dan hukum Islam sendiri. Menurut kepala capem BMT Sidogiri Jember kota, dari profit 6 Triliyun pada tahun 2014, 70% profit tersebut dari pembiayaan yang menggunakan akad murabahah.3

Secara bahasa murabahah berasal dari kata ribh yang bermakna tumbuh dan berkembang dalam perniagaan4. Wahbah al-zuhaili, mengemukakan bahwa murabahah merupakan salah satu bentuk jual-beli dimana penjual memberikan informasi kepada pembeli tentang biaya- biaya yang akan dikeluarkan untuk mendapatkan komoditas (harga pokok pembelian), dan tambahan profit yang diinginkan yang tercermin dalam harga jual.

Pendapat lain dikemukakan juga oleh Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Murabahah mencerminkan transaksi jual beli dimana harga jual merupakan akumulasi dari beberapa biaya - biaya yang sudah dikeluarkan untuk mendatangkan obyek transaksi a tau harga pokok pembelian dengan tambahan keuntungan tertentu yang diinginkan penjual (margin), dimana harga beli dan jumlah keuntungan yang diinginkan diketahui oleh pembeli. Dalam arti, pembeli diberitahu berapa harga belinya dan tambahan keuntungan yang diinginkan.

3Herman Widodo, wawancara, BMT Sidogiri, 19 Juni 2015

4 Abdul Wadud Nafis, Inovasi Produk Perbankan Syariah, (Jember: STAIN Jember Press,2013),117

(6)

Misalnya, pedagang eceran membeli computer dari grosir dengan harga Rp 10.000.000,00 dan ia menjual kepada si pembeli dengan harga Rp10.750.000,00. Pada umumnya, si pedagang eceran tidak akan memesan dari grosir sebelum ada pesanan dari calon pembeli dan mereka sudah menyepakati tentang lama pembiayaan, besar keutungan yang akan di ambil pedagang eceran, serta besarnya angsuran kalau memang akan dibayar secara angsuran.5

Murabahah merupakan skim fiqh yang paling populer diterapkan perbankan syariah maupun lembaga keuangan syariah (LKS) seperti Baitul Maal wa Tamwil (BMT) untuk menyediakan kebutuhan pembiayaan nasabah.

Para teoritis perbankan Islam berargumen bahwa perbankan Islam harus didasarkan pada Profit and Loss Sharing (PLS) bukan berdasarkan bunga.Namun, dalam praktiknya, bank-bank Islam sejak awal telah menemukan bahwa perbankan berdasar PLS adalah sulit untuk diterapkan karena penuh risiko dan tidak pasti.Problem-problem praktis yang terkait dengan pembiayaan ini telah mengakibatkan penurunan bertahap penggunaannya dalam perbankan Islam dan mengakibatkan peningkatan yang terus menerus penggunaan mekanisme pembiayaan „mirip bunga‟.Salah satu mekanisme „mirip bunga‟ ini disebut murabahah.6

Dalam buku yang berjudul “Akad Dan Produk Bank Syariah”

karangan Ascarya tahun 2013 bahwasanya pembiayaan yang menggunakan

5 Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syariah, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 102

6 Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, (Jakarta: Paramadina), 2004), 118.

(7)

akad murabahah dalam praktiknya di Indonesia terjadi perbedaan dengan konsep klasik murabahah.7

Maraknya penerapan murabahah dalam perbankan syariah dan BMT menuai kritikan yang berasal dari ulama itu sendiri. Adapun persoalan fiqh dalam murabahah yang sering menjadi pembahasan di kalangan ahli hukum Islam, diantaranya: penyerahan barang, objek yang belum dimiliki oleh penjual (bank), agunan, risiko atas barang dan pembayaran, pajak.8

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik membahas lebih dalam mengenai akad murabahah yang dihubungkan dengan penerapannya secara riil di salah satu Lembaga Keuangan Syariah yaitu BMT, tepatnya di BMT Sidogiri yang telah mempunyai cabang di berbagai wilayah di daerah Jember sekaligus menganalisis kesesuaian akad murabahah yang diterapkan dengan teori hukum Islam. Adapun judul penelitian yaitu “Implementasi Akad Murabahah di BMT Sidogiri dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di BMT Sidogiri Cabang Pembantu Jember Kota)”

B. Fokus Penelitian

Perumusan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan istilah fokus penelitian. Bagian ini mencantumkan fokus permasalahan yang akan dicari melalui proses penelitian harus disusun secara singkat, jelas, tegas, spesifik, operasional yang dituangkan dalam bentuk kalimat tanya.

7 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Perss, 2013), 221

8 Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika), 123

(8)

Guba berpendapat bahwa : „‟ Masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi menimbulkan tanda tanya dan dengan sendirinya memerlukan upaya untuk mencari suatu jawaban.9

Adapun masalah yang akan diangkat dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimana implementasi akadMurabahah di BMT Sidogiri capem Jember kota?

b. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap akad Murabahah di BMT Sidogiri Jember kota?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan gambaran tentang arah yang akan dituju dalam melakukan penelitian, tujuan penelitian harus mengacu pada masalah- masalah yang akan dirumuskannya.10

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis implementasi akad Murabahah di BMT Sidogiri.

b. Untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana pandangan hukum Islam terhadap akad Murabahah di BMT Sidogiri dalam Perspektif Hukum Islam

9 Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2010).93

10 Tim penyusun STAIN, Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa (Jember:STAIN Jember Press,2014).42

(9)

D. Manfaat Penelitian

Dengan melakukan kegiatan penelitian ini, diharapkan baik bagi peneliti, lembaga maupun masyarakat pada umumnya dapat mengambil manfaat dari hasil penelitian ini. Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Bagi peneliti

a. Sebagai media dalam menyelesaikan tugas skripsi yang digunakan sebagai persyaratan penyelesaian program studi S1.

b. Dengan melakukan penelitian ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan serta wawasan peneliti tentang implementasi murabahah pada perbankan syariah.

2. Bagi IAIN Jember

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai inovasi ilmiah, sekaligus memperkaya khazanah keilmuan dan kebudayaan yang cukup actual, strategis dan dapat dijadikan pertimbangan bagi kajian lebih lanjut.

3. Bagi Masyarakat

Dapat memberikan wawasan dan informasi baru yang sebelumnya belum pernah mereka ketahui dan memberikan kontribusi keilmuan tentang implementasi murabahah pada perbankan syariah maupun Lembaga Keuangan Syariah.

E. Definisi Istilah

Agar pembahasan judul penelitian ini lebih terarah, kongkrit dan mudah dipahami, khususnya terhadap istilah-istilah, penulis akan menguraikan secara singkat.

(10)

1. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan, penerapan.11 Implementasi disini adalah mengaplikasikan sebuah teori ke dalam realita atau lapangan, sehingga dari permasalahan yang ada akan menghasilkan sebuah kesimpulan realistis.

Jadi, maksud implementasi dalam penelitian ini adalah pelaksanan atau penerapan akad murabahah yang dalam hal ini peneliti melakukan penelitian di BMT Sidogiri Jember.

2. Murabahah

Secara bahasa murabahah berasal dari kata ribh yang bermakna tumbuh dan berkembang dalam perniagaan12

Dalan istilah syara‟ konsep murabahah terdapat berbagai formulasi definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ulama‟.

Diantaranya, yaitu munurut wahbah al-zuhaili, mengemukakan bahwa murabahah merupakan salah satu bentuk jual-beli dimana penjual memberikan informasi kepada pembeli tentang biaya-biaya yang akan dikeluarkan untuk mendapatkan komoditas (harga pokok pembelian), dan tambahan profit yang diinginkan yang tercermin dalam harga jual.

Jadi, kesimpulannya murabahah adalah jual beli dengan harga pokok ditambah keuntungan yang diketahui.13

11 Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Karya Utama, 2002), 234

12 Abdul Wadud Nafis, Inovasi Produk Perbankan Syariah, (Jember: STAIN Jember Press,2013),117

13 Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi Di Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 108

(11)

3. BMT

BMT berasal dari gabungan dua istilah yaitu baitul maal dan baitultamwil.Secara harfiah baitul mal yaitu rumah harta benda atau kekayaan.14Sedangkan baitul tamwil yaitu rumah penyimpanan harta milik pribadi yang dikelola oleh suatu lembaga. Baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyalurandana komersial. Usaha–usaha tersebut menjadi bagian yang tidakterpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomimasyarakat kecil dengan berlandaskan syariah.15

Jadi, BMT merupakan balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil. Selain itu BMT juga bisa menerima titipan zakat, infak dan sadakah, serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya.16

4. Perspektif

Dalam Kamus Ilmiah, Perspektif adalah peninjauan, tinjauan, pengharapan17. Perspektif merupakan suatu kumpulan asumsi maupun keyakinan tentang suatu hal, dengan perspektif orang akan memandang suatu hal berdasarkan cara-cara tertentu.

14 Neni Sri Imaniyati, Aspek-Aspek Hukum BMT, (Bandung: PT Citra Aditya, 2010), 71

15 Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bank Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014), 213

16 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), 448

17 Sutan Rajasa,Kamus Ilmiah Populer, 2002, 473

(12)

Jadi, perspektif disini peneliti ingin meninjau dan menganalisis apakah sesuai dengan teori atau tidak, adapun teorinya menurut hukum Islam.

5. Hukum Islam

Hukum islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama Islam.18

Hukum Islam dalam penelitian ini didasarkan pada metode ijtihad atau istinbath. Jadi teori yang sudah di paparkan akan di analisis kesesuaiannya dengan hukum Islam.

Maksud dari judul penelitian ini yaitu bahwasanya judul ini akan membahas mengenai implementasi atau penerapan akad murabahah di BMT Sidogiri capem Jember kota dan menyesuaikannya dengan teori hukum Islam atau hukum ekonomi syariah.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan berisi tentang deskripsi alur pembahasan skripsi yang dimulai dari bab pendahuluan hingga bab penutup. Keseluruhan penulisan proposal skripsi ini terdiri atas beberapa bab, dan setiap bab terbagi menjadi beberapa sub bab, hal ini merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh. Oleh karena itu peneliti akan diskrpisikan secara singkat mengenai keseluruhan pembahasan.

BAB I berisi pendahuluan yang terdiri dari sub bab yaitu mengenai latar belakang masalah, focus penelitian,tujuan penelitian, manfaat penelitian,

18 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004),42

(13)

definisi istilah, selanjutnya gambaran teknis dalam penelitian diklasifikasikan ke dalam sistem pembahasan.

BAB II mendiskripsikan tentang kajian kepustakaan yang terdiri dari kajian terdahulu dan kajian teori.

BAB III berisi metode penelitian. Dalam bab ini di bahas mengenai pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.

BAB IV berisi penyajian dan analisis data. Daalm bab ini akan dijelaskan tentang gambaran objek penelitian, penyajian data dan analisis data serta pembahasan temuan.

BAB V penutup, berisi kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan serta saran-saran yang bersifat konstruktif.

Sebagai penghabisan dalam penyusunan skripsi ini akan dicantumkan daftar kepustakaan dan lampiran-lampiran.

(14)

13

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Penelitian Terdahulu

Studi perlu dikaji terlebih dahulu untuk menguasai teori yang relevan dengan topik atau masalah penelitian dan rencana model analisis yang dipakai.

Sehubungan dengan penelitian ini, ada beberapa penelitian yang terlebih dahulu pernah melekukan penelitian mengenai murabahah, antara lain:

1. Penelitian Alfian tahun 2012 dengan judul “Pelaksanaan Akad Murabahah Untuk Pembiayaan Modal Usaha (Studi Pada PT BPRS Margirizki Bahagia Yogyakarta”.1

Rumusan masalah yang menjadi pokok kajian tersebut adalah: 1) Bagaimana pelaksanaan akad murabahahuntuk pembiayaan modal usaha yang dilakukan oleh PT. BPRS Margirizki Bahagia Yogyakarta kepada para nasabahnya?; 2) Apa alasan penggunaan akad murabahah untuk pembiayaan modal usaha?; 3) Bagaimana solusi untuk memperbaiki pelaksanaan akad murabahah supaya sesuai dengan syariah?. Dengan menggunakan jenis penelitian field research yang sifatnya preskriptif, dengan maksud peneliti memberikan penilaian terhadap objek yang diteliti.

Penelitian tersebut menjelaskan mengenai mekanisme pelaksanaan akadmurabahah untuk pembiayaan modal usaha yang dilakukan oleh PT.

BPRS Margirizki Bahagia Yogyakarta kepada para nasabahnya.

1 http// Digilib.uin-suka.ac.id/10451/.pdf (21 Mei 2015).

(15)

Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut bahwa dalam pelaksanaan akad murabahah pada PT. BPRS Margirizki Bahagia Yogyakarta memberikan kuasa kepada nasabahnya untuk membeli barang yang diperlukan bagi usaha nasabah atas nama bank.

Selanjutnya PT. BPRS Margirizki Bahagia Yogyakarta menjual barang tersebut kepada nasabah ditambah sejumlah keuntungan untuk dibayar oleh nasabah dalam jangka waktu tertentu, sesuai dengan kesepakatan antara pihak bank dan nasabah. Menurut peneliti, hal ini tentulah tidak tepat karena akad murabahah seharusnya hanya untuk transaksi jual beli. Peneliti member solusi jika seperti pembiayaan modal usaha maka menggunakan akad mudharabah atau musyarakah. Dengan demikian nasabah pasti akan memilih menggunakan salah satu akad tersebut untuk pembiayaan modal usahanya, jadi produk-produk yang ada tidak di dominasi oleh akad murabahah.

Persamaan penelitian diatas dengan penelitian yang akan diteliti yaitu sama-sama membahas mengenai akad murabahah .Selain itu juga sama- sama menggunkan penelitian kualitatif.

Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian yang akan diteliti yaitu penelitian diatas mengenai mekanisme akad murabahah yang digunakan untuk pembiayaan modal usaha sedangkan penelitian ini lebih kepada implementasi dari akad murabahah pada BMT Sidogiri.

(16)

2. Penelitian Andri Susila tahun 2012 dengan judul “Praktik Akad Murabahah Dan Akad Ijarah Di Bmt Haniva Berbah Dalam Perspektif Fikih Muamalat”.2

Rumusan masalah yang menjadi pokok kajian penelitian tersebut adalah: 1) Bagaimana kesesuaian antara akad murabahah dan akad ijarah yang dilakukan oleh BMT Haniva Berbah dengan Fikih Muamalat?; 2) Adakah wanprestasi dari akad murabahah dan akad ijarah tersebut?; 3) Bagaimana penyelesaian terhadap wanprestasi pada akad murabahah dan akad ijarah tersebut?. Penelitian tersebut menggunakan penelitian lapangan(field research) dengan sifat penelitian deskriptif analitis.

Penelitian tersebut menjelaskan mengenai kesesuaian akad murabahah dan ijarah denga fikih muamalat, serta penyelesaian jika terjadi wanprestasi anatara nasabah dan BMT.

Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut bahwasanya praktik akadmurabahah dan ijarah di BMT Haniva belum sesuai dengan fikih muamalat, karena masih mengandung unsur garar. Akad murabahah dan akad ijarah juga menimbulkan wanprestasi, karena ada cidera janji dan dalam pemesanan barang belum dicantumkan tentang umur dan pihak- pihaknya. Dalam penyelesaian wanprestasi pada akad murabahah dan akad ijarah di BMT Haniva belum mengacu pada Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional, karena masih menggunakan pendekatan dengan cara

2 http://digilib.uin-suka.ac.id/10459.pdf (19 Mei 2015).

(17)

musyawarah dan mufakat sehingga hasil penyelesaian konflik oleh BMT tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang pasti artinya tidak dapat dieksekusi.

Persamaan penelitian diatas dengan penelitian yang akan diteliti yaitu sama-sama membahas mengenai akad murabahah dan disesuaikan menurut hukum syariah. Selain itu juga sama-sama menggunkan penelitian kualitatif.

Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian yang akan diteliti yaitu jika pada penelitian diatas yang dibahas mengenai dua akad yaitu akad murabahah dan akad ijarah, juga penelitian tersebut pembahasannya lebih menekankan kepada unsur gharar yang terjadi pada akad murabahah dan ijarah. Pada akad murabahah unsur gharar terjadi karena pada saat pihak I dan pihak II melakukan transaksi akad murabahah objek/barang yang dinginkan nasabah/anggota tidak ada melainkan hanya berupa nota pembelian barang. namun pada penelitian ini membahas mengenai akad murabahah saja pada BMT Sidogiri.

3. Penelitian Umi Arifah tahun 2013 dengan judul “Pengaruh Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Murabahah Terhadap Profitabilitas pada BMT-UGT Sidogiri Unit Randuagung Lumajang Periode 2011-2012”.3

Rumusan Masalah yang menjadi pokok kajian tersebut adalah 1) adakah pengaruh secara simultan pembiayaan mudharabah dan pembiayaan murabahah terhadap profitabilitas pada BMT-UGT Sidogiri

3 Umi Arifah, Pengaruh Pembiayaan Mudharabah Dan Murabahah Terhadap Profibilitas pada BMT UGT Sidogiri unit Randu agung, (Jember: IAIN Jember, 2013)

(18)

Randuagung Lumajang periode 2011-2012? 2) Adakah pengaruh secara parsial pembiayaan mudharabah dan pembiayaan murabahah terhadap profitabilitas pada BMT-UGT Sidogiri Randuagung Lumajang periode 2011-2012? 3) Pembiayaan mana yang lebih berpengaruh terhadap profitabilitas pada BMT-UGT Sidogiri Randuagung Lumajang pada periode 2011-2012?

Dengan mengggunakan penelitian kuantitatif.Laporan keuangan sebagai sumber data primer.Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda dimana sebelumnya dilakukan uji asumsi klasik.

Penelitian tersebut menjelaskan adakah hubungan antara pembiayaan mudharabah dan pembiayaan murabahah terhadap profitabilitas pada BMT-UGT Sidogiri Randuagung Lumajang periode 2011-2012.

Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut bahwa hanya pengujian secara parsial pembiayaan mudharabah yang mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas ROA pada BMT-UGT Sidogiri Randuagung Lumajang, sedangkan pembiayaan murabahah tidak mempunyai pengaruh yang positif. Pengujian secara simultan pembiayaan mudharabah dan pembiayaan murabahah secara bersama- sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas ROE. Jadi pembiayaan yang lebih berpengaruh terhadap profitabilitas pada BMT- UGT Sidogiri Randuagung Lumajang Periode 2011-2012 yaitu pembiayaan Mudharabah.

(19)

Persamaan penelitian diatas dengan penelitian yang akan diteliti yaitu sama-sama membahas mengenai murabahah.

Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian yang akan diteliti yaitu 1) penelitian diatas menggunakan penelitian kuantitatif sedangkan penelitian yang akan di bahas menggunakan kualitatif, 2) penelitian yang akan diteliti hanya membahas mengenai murabahah saja tidak dengan mudharabah seperti penelitian di atas, 3) penelitian yang akan diteliti lebih membahas mengenai implementasi akad murabahah dalam perspektif hukum Islam yang sebenarnya.

B. Kajian Teori 1. Murabahah

a. Pengertian Murabahah

Secara bahasa murabahah berasal dari kata ribh yang bermakna tumbuh dan berkembang dalam perniagaan4

Dalam istilah syara‟ konsep murabahah terdapat berbagai formulasi definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ulama‟. Diantaranya, yaitu munurut wahbah al-zuhaili, mengemukakan bahwa murabahah merupakan salah satu bentuk jual-beli dimana penjual memberikan informasi kepada pembeli tentang biaya-biaya yang akan dikeluarkan untuk mendapatkan komoditas (harga pokok pembelian), dan tambahan profit yang diinginkan yang tercermin dalam harga jual.

4 Abdul Wadud Nafis, Inovasi Produk Perbankan Syariah, (Jember: STAIN Jember Press,2013),117

(20)

Pendapat lain dikemukakan juga oleh Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Murabahah mencerminkan transaksi jual beli dimana harga jual merupakan akumulasi dari beberapa biaya-biaya yang sudah dikeluarkan untuk mendatangkan obyek transaksi atau harga pokok pembelian dengan tambahan keuntungan tertentu yang diinginkan penjual (margin), dimana harga beli dan jumlah keuntungan yang diinginkan diketahui oleh pembeli. Dalam arti, pembeli diberitahu berapa harga belinya dan tambahan keuntungan yang diinginkan. Misalnya, pedagang eceran membeli computer dari grosir dengan harga Rp 10.000.000,00 dan ia menjual kepada si pembeli dengan harga Rp10.750.000,00. Pada umumnya, si pedagang eceran tidak akan memesan dari grosir sebelum ada pesanan dari calon pembeli dan mereka sudah menyepakati tentang lama pembiayaan, besar keutungan yang akan di ambil pedagang eceran, serta besarnya angsuran kalau memang akan dibayar secara angsuran.5

Murabahah menekankan adanya pembelian komoditas berdasarkan permintaan konsumen, dan dengan adanya proses penjualan kepada konsumen dengan harga jual yang merupakan akumulasi dari biaya beli dan tambahan profit yang diinginkan.

Dengan demikian bila terkait dengan pihak bank diwajibkan untuk menerangkan tentang harga beli dan tambahan keuntungan yang

5 Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 102

(21)

diinginkan kepada nasabah. Dalam konteks ini, bank tidak meminjamkan uang kepada nasabah untuk membeli komoditas tertentu, akan tetapi pihak bank lah yang berkewajiban untuk membelikan komoditas pesanan nasabah dari pihak ketiga, dan baru kemudian dijual kembali kepada nasabah dengan harga yang disepakati kedua pihak.

b. Landasan Syariah 1) Al-Quran

a) Firman Allah SWT dalam surat Al-Nisa‟ ayat 29

















































Artinya: “Hai orang- orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.6

b) Di antara dalil yang membolehkan praktik akad jual-beli murabahah yaitu pada surat Al Baqarah:2757

...ْا ٰىَبِّرلا َمَّرَحَو َعٍَْبْلا ُالله َّلَحَأَو...

6 Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, (Bandung: CV penerbit J-ART, 2004), 83

7 Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, (Bandung: CV Penerbit J-ART,2004), 27

(22)

Artinya: Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba di dalamnya.

Dalam ayat ini, Allah mempertegas legalitas dan keabsahan jual beli secara umum, serta menolak dan melarang konsep ribawi.Berdasarkan ketentuan ini, jual beli murabahahmendapatkan pengakuan dan legalitas dari syariat, dan juga sah untuk dioperasionalkan dalam praktik pembiayaan bank syariah karena ia merupakan salah satu bentuk jual-beli dan tidak mengandung unsure ribawi.

2) Al Hadits

a) Hadis Nabi saw riwayat Ibn Hibban:8

َّىأ ٌَع الله ًضر يِرْدُخلْا ِدٍِْعَس ًِْبَا ْيَع ُالله ىَّلص ِالله َل ْىُسَر

يباو ًقهٍبلا ٍاور ( ٍضَرَت ْيَع ُعٍَْبلْااَوًَاِ : َلَاق َنَّلَسَو َِِلآَو ٍََِْلَع )ىابح يبا َححصو َجو

Artinya: dari Abu Sa‟id Al khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (HR. Al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).

b) Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah:9

یَلِإ ُعٍَْبْلَا :ةَكَرَبْلا َّيِهٍِْف ٌثَلاَث :َلاَق َنَّلَسَو َِِلۤاَو ٍََِْلَع ُالله ىَّلَص ًَِّبٌَّلا َّىأ ِّرُبْلا ُطْل َخ َو ,ٌةَضَراَقُوْلاو ,ٍلَجَأ َجاه يبا ٍاور( ِعٍَْبْلِل َلا ِتٍَْبْلِل ِرٍِْعَّشلاِب

)بٍهص يع

8 Abdul Wadud Nafis, Inovasi Produk Perbankan Syariah, (Jember:STAIN Jember Press, 2013), 122

9 Abdul Wadud Nafis, Inovasi Produk Perbankan Syariah, (Jember:STAIN Jember Press, 2013), 122

(23)

Artinya: “Nabi bersabda, ada tiga hal yang mengandung berkah:jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).

Hadits diatas telah memberikan prasyarat bahwa akad jual beli murabahah harus dilakukan dengan adanya kerelaan masing-masing pihak ketika melakukan transaksi.Segala ketentuan yang terdapat dalam jual beli murabahah, seperti penentuan harga jual, margin yang diinginkan, mekanisme pembayaran dan lainnya, harus terdapat persetujuan dan kerelaan antara pihak nasabah dan bank, tidak bisa ditentukan secara sepihak.

c. Syarat Murabahah

1) Mengetahui harga pokok (harga beli), disyaratkan bahwa harga beli haruslah diketahui oleh pembeli kedua, karena hal itu merupakan syarat mutlak bagi keabsahan bai’ al murabahah.10Penjual kedua harus menerangkan harga beli kepada pihak pembeli kedua, hal ini juga berlaku bagi bentuk jual-beli yang berdasarkan kepercayaan, dimana akad jual beli ini berdasarkan atas kejelasan informasi tentang harga beli. Jika harga beli tidak dijelaskan kepada pembeli kedua dan ia telah meninggalkan majlis, maka jual beli dinyatakan akadnya batal.

10 Abdul Wadud Nafis, Inovasi Produk, 124

(24)

2) Adanya kejelasan keuntungan, keuntungan harus dijelaskan nominalnya kepada pembeli kedua atau dengan menyebutkan persentase dari harga beli. Margin juga merupakan bagian dari harga, karena harga pokok plus margin merupakan harga jual, dan mengetahui harga jual merupakan syarat sahnya jual-beli.

3) Modal yang digunakan untuk membeli objek transaksi merupakan barang mithly., dalam arti terdapat padananannya di pasaran, alangkah baiknya jika menggunakan uang. Jika odal yang dipakai merupakan barang qimmighair mitthly. Misalnya pakaian dan marginnya berupa uang, maka diperbolehkan.

Seperti misalnya, saya jual sepeda motor Yamaha ini dengan sepeda motor Honda yang kamu miliki ditambah dengan Rp 1.000.000,- sebagai margin, maka diperbolehkan.11

4) Objek transaksi dan alat pembayaran yang digunakan tidak boleh berupa barang ribawi, seperti halnya menjual 100 dollar dengan harga 110 dollar, margin yang diinginkan (dalam hal ini 10 dollar) bukan merupakan keuntungan yang diperbolehkan akan tetapi merupakan bagian dari riba.

5) Akad jual beli pertama harus sah adanya. Artinya transaksi yang dilakukan penjual pertama dan pembeli pertama harus sah, jika tidak, maka transaksi yang dilakukan penjual kedua

11 Abdul Wadud Nafis, Inovasi dan Produk, 124

(25)

(pembeli pertama) dengan pembeli kedua hukumnya fasid (rusak) dan akadnya batal.

6) Informasi yang wajib dan tidak boleh diberitahukan dalam bai’

murabahah yakni jual beli yang disandarkan pada sebuah kepercayaan, karena pembeli juga akan percaya atas informasi yang diberikan dari penjual tentang harga beli yang diinginkan, dan dengan demikian penjual tidak boleh berkhianat.

Beberapa syarat pokok murabahah menurut Usmani, anatara lain sebagai berikut:

1) Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli ketika penjual secara eksplisit menyatakan biaya perolehan barang yang akan dijualnya dan menjual kepada orang lain dengan menambahkan tingkat keuntungan yang diinginkan.

2) Tingkat keuntungan dalam murabahah dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama dalam bentuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya.

3) Semua biaya yang dikeluarkan penjual dalam rangka memperoleh barang, seperti biaya pengiriman, pajak dan sebagainya dimasukkan ke dalam biaya perolehan untuk menentukan harga agregat dan margin keuntungan didasarkan pada harga agregat ini. Akan tetapi pengeluaran yang timbul karena usaha, seperti gaji pegawai, sewa tempat usaha, dan sebagainya tidak dapat dimasukkan kedalam harga untuk suatu

(26)

transaksi. Margin keuntungan yang diminta itulah yang meng- cover pengeluaran-pengeluaran tersebut.

4) Murabahah dikatakan sah hanya ketika biaya-biaya perolehan barang dapat ditentukan secara pasti. Jika biaya-biaya tidak dapat dipastikan, barang/komoditas tersebut tidak dapat dijual dengan prinsip murabahah.

Contoh 1: A membeli sepasang sepatu seharga Rp 100 ribu. A ingin menjual sepatu tersebut secara murabahah dengan margin 10 persen. Harga sepatu dapat ditentuksn secara pasti sehingga jual beli murabahah tersebut sah.

Contoh 2: A membeli jas dan sepatu dalam satu paket dengan harga Rp 500 ribu. A dapat menjual paket paket jas dan sepatu dengan prinsip murabahah. Akan tetapi, A tidak dapat menjual sepatu secara terpisah dengan prinsip murabahah karena harga sepatu secara terpisah tidak diketahui dengan pasti. A dapat menjual sepatu secara terpisah dengan harga lumpsum tanpa berdasar pada harga perolehan dan margin keuntungan yang diinginkan.

d. Rukun Murabahah

Menurut jumhur ulama rukun dan syarat Bai’ murabahahsama dengan syarat dan rukun jual beli, dan hal itu identik dengan rukun dan syarat yang harus ada dalam akad.

(27)

Adapun rukun bai’ murabahah:

1) Shigat (ijab dan qabul)

Dalam ijab dan qabul terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, menurut Zuhaily sebagai berikut:12

a) Adanya kejelasan maksud dari kedua pihak, dalam arti ijab qabul yang dilakukan harus bisa mengekspresikan tujuan dan juga maksud keduanya dalam bertransaksi. Penjual mampu memahami apa yang akan diinginkan oleh pihak pembeli, begitu sebaliknya.13

b) Adanya kesesuaian antara ijab dan qabul. Terdapat kesesuaian antara ijab dan qabul dalam hal objek transaksi ataupun harga, artinya terdapat kesamaan pada keduanya tentang kesepakatan, maksud dan objek transaksi. Dan jika masih tidak terdapat kesesuaian maka akadnya batal.

c) Adanya pertemuan antara ijab dan qabul (berurutan dan nyambung), yakni ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis. Satu majlis disini tidak berarti harus bertemu secara fisik dalam satu tempat, yang terpenting adalah kedua pihak mampu mendengarkan maksud dari kedua pihak, apakah menetapkan kesepakatan atau menolaknya. Majlis akad bisa diartikan sebagai suatu kondisi yang memungkinkan kedua

12 Abdul Wadud Nafis, Inovasi dan Produk, 126

13 Abdul Wadud Nafis, Inovasi dan Produk, 126

(28)

pihak untuk membuat kesepaktan, atau pertemuan pembicaraan dalam satu objek transaksi.

Dalam hal ini disyaratkan adanya: kesepakatan antara kedua pihak, tidak menunjukkan adanya penolakan atau pembatalan dari keduanya.

Menurut Zuhaily bahwa ijab dan qabul akan dinyatakan batal jika:14

a) Penjual menarik kembali ungkapannya sebelum terdapat qabul dari pembeli.

b) Adanya penolakan ijab oleh pihak pembeli, dalam arti, apa yang diungkapkan penjual tidak disetujui atau ditolak oleh pembeli.

c) Berakhirnya majlis akad, jika kedua pihak belum mendapat kesepakatan dalam majlis akad, dan keduanya telah terpisah, maka ijab qabul dinyatakan batal.

d) Kedua pihak atau salah satu pihak hilang ahliyahnya (syarat kecakapan dalam melakukan transaksi) tepat sebelum terj adi kesepakatan.

e) Rusaknya objek transaksi sebelum terjadinya qabul atau juga kesepakatan batal.

14 Abdul Wadud Nafis, Inovasi dan Produk, 126

(29)

2) A’qidain

Pihak-pihak yang akan melakukan transaksi (aqidain) dalam hal bai’ murabahah mereka adalah penjual dan pembeli. Ulama‟

fiqh memberikan persyaratan atau criteria yang harus dipenuhi oleh a‟qidain, yakni ia harus memiliki ahliyah dan wilayah.15Menurut Zuhaily, ahliyah bermakna bahwa keduanya telah memiliki kepatutan atau kecakapan untuk melakukan transaksi dan mendapat otoritas syara‟. Biasanya mereka akan memiliki ahliyah jika telah baligh dan berakal. Sedangkan wilayah diartikan sebagai hak atau kewenangan seseorang yang telah mendapat legalitas syara‟ untuk melakukan transaksi atau suatu objek tertentu, artinya orang tersebut memang merupakan pemilik yang sah,atau wakil suatu objek transaksi sehingga ia memiliki hak dan otoritas untuk mentransaksikannya.

3) Ma’qud ilaih

Objek transaksi (ma’qud alaih), adalah sesuatu dimana transaksi dilakukan diatasnya, sehingga akanterdapat implikasi hukum tertentu. Ma’qud alaih bisa berupa asset-aset financial ataupun non-financial, seperti wanita dalam akad pernikahan, ataupun bisa berupa manfaat seperti halnya dalam akad sewa (ijarah).

15 Abdul Wadud Nafis, Inovasi dan Produk, 127

(30)

Ma’qud alaih harus memenuhi beberapa persyaratan, menurut Zuhaily intinya sebagai berikut:

a) Objek transaksi tersebut harus berupa mal mutaqawwim (harta yang diperbolehkan syara untuk di transaksikan) dan dimiliki penuh oleh pemiliknya. Tidak boleh mentransaksikan bangkai, darah, babi, anjing, minuman keras dan lain-lain. Begitu juga barang belum berada di gengaman pemilik, seperti ikan yang masih berada di dasar lautan, burung di angkasa dan lainnya.

b) Objek transaksi bisa diserah terimakan waktu terjadinya akad atau dimungkinkan di kemudian hari, objek harus diserah terimakan, jika tidak walaupun barang tersebut ada dan juga dimiliki oleh aqid, maka transaksinya dinyatakan batal.

c) Adanya kejelasan tentang objek transaksi, dalam artian barang tersebut diketahui dengan sejelas-jelasnya oleh kedua pihak, hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya perselisihan di kemudian hari. Objek transaksi tidak boleh bersifat majhul (tidak diketahui) dan mengandung unsure gharar.

d) Objek tersebut harus suci, tidak najis dan bukan barang najis, syarat itu diajukan oleh ulama selain Hanafiyah.

(31)

Persyaratan minimum akad murabahah menurut Fiqh16

No. Kategori Persyaratan

1.1 Syarat Menggunakan judul dengan mencantumkan akad „Murabahah‟.

1.2 Syarat Menyebutkan hari dan tanggal akad dilakukan.

1.3 Syarat Menyebutkan pihak yang bertransaksi dan/atau yang mewakilinya.

1.4 Rukun Menetapkan bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli.

1.5 Rukun Menetapkan harga beli, harga jual dan tingkat keuntungan.

1.6 Rukun Menetapkan jenis dan ukuran barang yang akan dibeli oleh nasabah

1.7 Syarat Menetapkan jangka waktu dan cara bayar.

1.8 Syarat Menetapkan waktu pengiriman barang yang dibeli.

1.9 Syarat Menetapkan bahwa nasabah adalah pihak yang berhutang apabila pembayaran tidak tunai

1.10 Kesepakatan Menetapkan sanksi bagi nasabah apabila lalai membayar pada waktunya.

1.11 Kesepakatan Menetapkan tindakan yang dilakukan apabila terjadi force majeur.

1.12 Kesepakatan Menetapkan jaminan (tambahan) apabila diperlakukan.

1.13 Kesepakatan Menetapkan sanksi-sanksi apabila diperlukan.

16 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2013), 138

(32)

1.14 Kesepakatan Menetapkan Badan Arbitrase Syariah sebagai tempat penyelesaian apabila terjadi sengketa

1.15 Rukun Ditandatangani oleh kedua pihak yang bertransaksi.

e. Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syariah dalam Fatwa DSN- MUI No.4/DSN-MUI/IV/2000.17

Pertama:

1) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahahyang bebas riba.

2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.

3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pemebelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.

4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian harus sah dan bebas riba.

5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberi tahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

17 Ahmad Kamil Dan Fauzan, Kitab UU Hukum Perbankan Dan Ekonomi Syariah. Jakarta:

Kencana Media Group, 2007), 225

(33)

7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.

9) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.

Kedua: Ketentuan Murabahah kepada nasabah18

1) Nasabah mengajukan permohonan dari perjanjian pembelian suatu barang atau asset kepada bank.

2) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu asset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.

3) Bank kemudian menawarkan asset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.

4) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.

18Ahmad Kamil Dan Fauzan, Kitab UU Hukum Perbankan Dan Ekonomi Syariah. Jakarta:

Kencana Media Group, 2007), 225

(34)

5) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.

6) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.

7) Jika uang muka memakai kontrak “ urbun” sebagai alternative dari uang muka, maka:

8) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga.

9) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditangggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

Ketiga: Jaminan dalamMurabahah

1) Jaminan murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.

2) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.

Keempat: utang dalam murabahah:

1) Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika

(35)

nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank.

2) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.

3) Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.

Kelima: Penundaan Pembayaran dalam Murabahah

1) Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya.

2) Jika nasabah menunda pembayarannya dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Keenam: Bangkrut dalam Murabahah.

Jika nasabah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan utangnya sampai ia menjadi sanggup kembali, berdasarkan kesepakatan.

(36)

f. Pembiayaan Murabahah

Murabahah yaitu transaksi jual beli dimana bank menyebutkan jumlah keuntungannya.Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli.Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin).

Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah selalu dikaitkan dengan pembayaran cicilan (bi tsaman ajil atau muajjal).Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sementara pembayaran dilakukan secara tangguh/cicilan, meskipun tidak dilarang untuk membayar secara tunai (naqdan).Sistem ini biasnya dilakukan untuk pembiayaan barang-barang investasi seperti melalui letter of credit (L/C) dan pembiayaan persediaan sebagai modal kerja.19

Contoh pembiayaan murabahah yaitu Pengadaan barang investasi, Pembiayaan asset tetap, Pembiayaan stok barang, Pengadaan barang konsumsi, Pembiayaan property, Pembiayaan rumah/took/kantor, Pembiayaan kendaraan bermotor, Pembiayaan computer, Pembiayaan pabrik dan mesin.

19 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah,178

(37)

g. Adapun mekanisme akad murabahah dalam perbankan:20

1) Nasabah mengajukan permohonan kepada bank untuk membeli barang.

2) Bank dan nasabah melakukan negoisasi harga barang, persyaratan, dan cara pembayaran.

3) Bank dan nasabah bersepakat melakukan transaksi dengan akad murabahah.

4) Bank membeli barang dari penjual/supplier sesuai spesifikasi yang diminta nasabah.

5) Bank dan nasabah melakukan akad jual beli atas barang dimaksud.

6) Supplier mengantarkan barang kepada nasabah 7) Nasabah menerima barang dan dokumen.

8) Nasabah melakukan pembayaran sebesar pokok dan margin kepada bank dengan mengangsur.

h. Bentuk-bentuk akad murabahah antara lain:21 1) Murabahah Sederhana

Murabahahsederhana adalah bentuk akad murabahahketika penjual memasarkan barangnya kepada pembeli dengan harga sesuai harga perolehan ditambah marjin keuntungan yang diinginkan.

20 Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bank Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014), 213

21 Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bank Syariah ,89

(38)

2) Murabahah kepada pemesan

Bentuk murabahah ini melibatkan tiga pihak, yaitu pemesan, pembeli dan penjual. Bentuk murabahah ini juga melibatkan pembeli sebagai perantara keahliannya atau karena kebutuhan pemesan akan pembiayaan. Bentuk murabahah inilah yang diterapkan perbankan syariah dalam pembiayaan.

2. Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia

Sistem keuangan di Indonesia dijalankan oleh dua jenis lembaga keuangan, yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, secara umum struktur lembaga keuangan syariah di Indonesia terdiri dari Lembaga Keuangan Bank yang terdiri dari Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Selain itu ada Lembaga Keuangan non Bank yang terdiri dari Pasar modal, Pasar uang, Perusahaan asuransi, Dana pensiun, Perusahaan modal ventura, Lembaga pembiayaan, Perusahaan pegadaian. Ada pula Lembaga Keuangan Syariah Mikro yang terdiri dari Lembaga Pengelola Zakat (BAZ dan LAZ), Lembaga Pengelola Wakaf, dan BMT.22.

a. Pengertian BMT

BMT merupakan sebuah lembaga keuangan non-bank.Baitul maalwat tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitultamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha–usaha

22 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), 45

(39)

pengumpulan dan penyaluran dana yang non–profit, seperti; zakat, infaq dan shadaqah.

Sedangkan baitut tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyalurandana komersial. Usaha–usaha tersebut menjadi bagian yang tidakterpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomimasyarakat kecil dengan berlandaskan syariah.

Secara kelembagaan BMT didampingi atau didukung Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK).PINBUK sebagai lembaga primer karena mengemban misi yang lebih luas, yakni menetapkan usaha kecil.

Dalam prakteknya, PINBUK menetapkan BMT, dan pada gilirannya BMT menetapkan usaha kecil.Keberadaan BMT merupakan representasi dari kehidupan masyarakat dimana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT mampu mengakomodir kepentingan ekonomi masyarakat.23

Peran umum BMT yang dilakukan adalah melakukan pembinaan dan pendanaan yang berdasarkan sistem syariah.Peran ini menegaskan arti penting prinsip–prinsip syariah dalam kehidupan ekonomi masyarakat.Sebagai lembaga keuangan syariah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat kecil yang serba cukup ilmu pengetahuan ataupun materi maka BMT mempunyai tugas penting dalam pengemban misi keislaman dalam segala aspek kehidupan

23 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi (Yogyakarta:

EKONESIA, 2004). 96.

(40)

masyarakat. Oleh karena itu , BMT diharapkan mampu berperan lebih aktif dalam memperbaiki kondisi ini. Dengan keadaan tersebut keberadaan BMT setidaknya mempunyai beberapa peran :

1) Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non Syariah.

2) Aktif melakukan sosialisasi di tengah masyarakat tentang arti penting sistem ekonomi Islami. Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan–pelatihan mengenai cara–cara bertransaksi yang islami, misalnya supaya ada bukti dalam transaksi, dilarang curang dalam menimbang barang, jujur terhadap konsumen dan sebagainya.

3) Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus bersikap aktif menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro, misalnya dengan jalan pendampingan, pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha–usaha nasabah atau masyarakat umum.

4) Melepaskan ketergantungan pada rentenir, masyarakat yang masih tergantung renternir disebabkan renternir mampu memenuhi keinginan masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera. Maka BMT harus mampu melayani masyarakat lebih baik, misalnya selalu tersedia dana setiap saat, birokrasi yang sederhana dan lain sebagainya.

5) Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata. Fungsi BMT langsung berhadapan dengan masyarakat yang kompleks dituntut harus pandai bersikap, oleh karena itu

(41)

langkah – langkah untuk melakukan evaluasi dalam rangka pemetaan skala prioritas yang harus diperhatikan, misalnya dalam masalah pembiayaan, BMT harus memperhatikan kelayakan nasabah dalam hal golongan nasabah dan jenis pembiayaan.24 b. Karakteristik BMT

Menurut Ridwan BMT mempunyai ciri utama dan ciri khusus.

Adapun ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:

1) Ciri utama

a) Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk anggota dan masyarakat.

b) Bukan lembaga sosial, tetapi bermanfaat untuk mengefektifkan pengumpulan dan pensyarufan dana zakat, infaq, dan sedekah bagi kesejahteraan orang banyak.

c) Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat di sekitarnya.

d) Milik bersama masyarakat bawah bersama dengan orang kaya disekitar BMT, bukan milik perorangan atau orang dari luar masyarakat. Atas dasarnya ini BMT tidak dapat berbadan hukum perseroan.

24 Heri Sudarsono ,Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi , 98.

(42)

2) Ciri khusus

a) Staf dan karyawan BMT bertindak proaktif, tidak menunggu tetapi menjemput bola, bahkan merebut bola, baik untuk menghimpun dana anggota maupun untuk pembiayaan.25

b) Kantor dibuka dalam waktu yang tertentu yang ditetapkan sesuai kebutuhan pasar, waktu buka kasnya tidak terbatas pada siang hari saja, tetapi dapat saja malam atau sore hari tergantung pada kondisi pasarnya.

c) BMT mengadakan pendampingan usaha anggota.

d) Manajemen BMT adalah profesional dan islami,dimana:

Administrasi keuangan berdasarkan standar akuntansi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.26

3. Hukum Islam

a. Pengertian Hukum Islam

Kata Islam artinya kepatuhan atau penyerahan diri. Bagi seorang muslim untuk melaksanakan kepatuhan atau penyerahan diri kepada Allah SWT itu tidak semata-mata memohon perlindungan supaya diterima dirinya oleh Allah SWT melainkan mematuhi dan mentaati segala kehendak Allah. Segala kehendak Allah SWT yang wajib dipatuhi itu merupakan keseluruhan perintah-Nya. Dan setiap perintah itu dinamakan “Hukm” yang lazim di dalam bahasa Indonesia dinamakan ketentuan, keputusan, undang-undang, atau peraturan.

25 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil (Yogyakarta: UII Press, , 132

26 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009), 450

(43)

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Hukum Islam adalah keseluruhan ketentuan perintah Allah SWT yang wajib dituruti (ditaati) oleh seorang muslim.27

b. Dasar-Dasar Hukum Islam 1) Al-Qur‟an

Al-Qur‟an adalah kitab suci agama Islam, yang berupa kumpulan wahyu Allah yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Yaitu sebagai asas dan sumber hukum Islam yang utama untuk dijadikan petunjuk dan pengajaran bagi seluruh umat manusia.

2) Sunnah

Sunnah adalah cara-cara hidup Nabi Muhammad SAW sehari- hari. Yang menyangkut perkataannya sebagai ucapan-Nya (Sunnah Al-Qauliyah), perbuatannya (Sunnah Fi'liyah) dan keadaan diam (Sunnah Taqririyah) Nabi SAW.28

3) Ijma’

Ijma’ adalah kebulatan pendapat para ulama besar pada suatu masa dalam merumuskan suatu yang baru sebagai hukum Islam.

27 Djamali, Hukum Islam, 11.

28 Ibid., 67-68.

(44)

4) Qiyas

Qiyas adalah menetapkan suatu hukum dari masalah baru yang belum pernah disebutkan hukumnya dengan memperhatikan masalah lama yang sudah ada hukumnya yang mempunyai kesamaan pada segi alasan dari masalah baru itu. 29

c. Macam-Macam Hukum Islam 1) Wajib

Wajib menurut syara‟ adalah sesuatu yang diperintah oleh syara‟ agar dikerjakan oleh mukallaf dengan perintah secara wajib dengan ketentuan perintah itu dilakukan sesuai dengan yang ditunjukkan atas kewajiban melakukannya.

2) Sunnah

Sunnah adalah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW baik itu ucapan, perbuatan, pengakuan (taqrir).

3) Haram

Haram adalah tuntutan yang tegas dari syara‟ untuk tidak dikerjakan, dengan perintah secara pasti. Artinya bentuk permintaan larangan itu sendiri menunjukkan bahwa larangan itu adalah pasti.

4) Makruh

Makruh adalah sesuatu yang diperintahkan oleh syari‟ agar mukallaf mencegah dari mengerjakan sesuatu, dengan perintah

29 Djamali , Hukum Islam, 67-71.

(45)

yang tidak pasti. Artinya shighot (pola perintah) itu sendiri telah menunjukkan atas hal itu.

5) Mubah

Mubah adalah sesuatu yang oleh syara‟ seorang mukallaf diperintah memilih di antara mengerjakan atau meninggalkan.30 d. Prinsip-Prinsip Dan Tujuan Hukum Islam

Prinsip-prinsip (al-mabda’) adalah landasan yang menjadi titik tolak atau pedoman pemikiran kefilsafatan dan pembinaan hukum Islam.31 Secara garis besar prinsip-prinsip hukum Islam harus dijadikan pedoman dalam melaksanakan muamalah, menurut Ahmad Azhar Basyir adalah sebagai berikut:

1) Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah mubah kecuali ada nash yang mengharamkannya.

2) Muamalah dilakukan atas dasar suka rela tanpa mengandung unsur-unsur paksaan.

3) Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindarkan mudarat dalam hidup masyarakat.

4) Muamalah dilaksanakan dengan memenuhi nilai keadilan, menghilangkan unsur-unsur penganiayaan dan pengambilan kesmpatan dalam kesempitan.32

30 Khallaf, Hukum Islam, 179.

31 Suparman Usman, Hukum Islam (Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia) (Jakarta; Gaya Media Pratama, 2002), 63.

32Syamsul Ma‟arif, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Uang Muka dalam Sewa Menyewa di Famous Transportation Yogyakarta” (Skripsi, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009), 8-9.

(46)

Tujuan hukum Islam adalah kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak, dengan jalan mengambil (segala) yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudharat. Tujuan hukum Islam tersebut dapat dilihat dari dua segi yakni:

1) Segi pembuat hukum Islam yaitu Allah dan Rasul-Nya

2) Segi manusia yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam itu.33

e. Metode Istinbath 1) Isthisab

a) Kata isthisab secara etimologi berarti “meminta ikut serta secara ters menerus”. Menurut Abdul-Karim Zaidan, ahli Ushul Fiqh berkebangsaan Mesir, isthisab berarti”

ُل ْص َلأَا ٍُُرٍَِّغٌُ اَه َتُبْثٌَ ىَّتَح َىَاكاَه ىَلَع َىاَك َاه ُءاَقَب

„‟Asal sesuatu itu adalah ketetapan yang telah ada menurut keadaan,semula,sehingga terdapat ketetapan sesuatu yang mengubahnya‟‟.

Definisi lain yang senada dikemukakan oleh Ibnu al- Qayyim al-Jawziyah, yaitu “menetapkan berlakunya suatu hukum yang telah ada atau meniadakan sesuatu yang memang tiada sampai ada bukti yang mengubah kedudukannya”.

Misalnya seseorang yang diketahui masih hidup pada masa tertentu, tetap dianggap hidup pada masa sesudahnya selama

33Mohammad Daud Ali, Hukum Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2004),61.

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi dengan teknologi Java secara umum adalah aplikasi serba guna yang dapat dijalankan pada seluruh mesin yang memiliki Java Runtime Environment (JRE)... Terdapat dua

Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi Penelitian atau obyek Penelitian. Dalam pengumpulan data primer yang digunakan

Dengan penggunaan Sistem Informasi Manajemen Data pada PO.Agsa Berbasis Web, diharapkan bisa mengurai sedikit masalah yang ada di perusahaan, ,pendataan keselurahan alur

Bahan yang harus dihindari Tidak diketahui adanya reaksi berbahaya di bawah kondisi penggunaan normal.. Pakaian pelindung

13 ISNAINI ROSMAYANI 14 LIANA SUKMAWATI 15 MUHAMMAD AMIN 16 MUHAMMAD HALILUDDIN 17 MARWAN ALI 18 MARIANAH 19 NURUL WAHIDAH 20 NURMAYANTI 21 NURHAINI 22 NURHASANAH 23 RETNO ASRI

Sesuai dengan laporan yang disampaikan oleh Ketua Tim Perumus, maka tugas yang ditangani oleh Tim Perumus adalah menyelesaikan tugas baik dari Pansus maupun

Hal ini dapat menyebabkan rasa sakit pada waktu kencing dan keluarnya cairan dari vagina, walaupun kebanyakan wanita (cukup banyak pria) tidak memperlihatkan gejala

Adik – adik stambuk 2007-2008, Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, khususnya kepada Husin (2008), Nurtia Rahmat (2007), Terima kasih atas