commit to user
i
KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
ISTANA ANAK
Dengan Penerapan Metode Bermain Sambil Belajar
TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai Syarat untuk Mencapai
Gelar Sarjana Teknik Arsitektur
Universitas Sebelas Maret
Disusun Oleh :
LINAWATI
I.0206076
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas kesempatan dan kemudahan
sehingga penulis dapat melaksanakan studio Tugas Akhir serta dapat menyusun Konsep
Perencanaan dan Perancangan Tugas Akhir dengan judul Istana Anak Dengan Penerapan
metode Bermain Sambil Belajar dengan semaksimal mungkin.
Konsep perencanaan dan perancangan ini diajukan sebagai syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Teknik, Program Studi Arsitektur, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Penyusunan didasarkan pada hasil ide pemikiran yang didukung oleh
data dan informasi dari lapangan sejak masa perkuliahan Studio Perancangan Arsitektur 7,
Seminar, hingga Studio Tugas Akhir penulis.
Penulisan konsep perencanaan dan perancangan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan
atas bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. Hardiyati, MT, selaku Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UNS
2. Anton Aminanto, ST, MT selaku Pembimbing Akademik.
3. Ir. Edi Pramono Singgih, MT, selaku Dosen Pembimbing I Tugas Akhir
4. Ir. Edi Hardjanto, selaku Dosen Pembimbing II Tugas Akhir
5. Bapak dan ibu tercinta, terima kasih atas dukungan, doa, restu, masukan, semangat, serta
kasih sayang yang seluas samudera.
6. Adik-adikku, Muhammad Arifin dan Ira Herawati, terima kasih atas segala dukungan dan
canda kalian. Kalianlah media penghilang stresku.
7. Teman-teman Arsitektur Universitas Sebelas Maret Surakarta yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu. Terima kasih atas kekeluargaan yang begitu erat selama hampir
lima tahun ini.
8. Rekan-rekan studio tugas akhir periode 121, terima kasih atas kebersamaannya selama
dua bulan di studio dan masa-masa tegang menjelang sidang.
9. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya penyusunan konsep
perencanaan dan perancangan Tugas Akhir ini yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu, saya selaku penulis dan penyusun mengucapkan terima kasih.
Dalam penulisan konsep perencanaan dan perancangan Tugas Akhir ini, masih terdapat
commit to user
iv
membangun demi perbaikan Konsep Perencanaan dan Perancangan Tugas Akhir ini. Semoga
Konsep Perencanaan dan Perancangan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Penulis,
commit to user
iii
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR BAGAN xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1. Umum I - 1
a. Arti penting bermain bagi tumbuh kembang anak I - 1
b. Hak anak atas ruang bermain I - 2
c. Hilangnya area bermain bagi anak-anak I - 3
d. Dampak yang ditimbulkan akibat kurangnya tempat bermain bagi anak I - 4
2. Khusus I - 5
3. Kesimpulan I - 8
B. Permasalahan I - 9
C. Persoalan I - 9
D. Tujuan dan sasaran I - 10
1. Tujuan I - 10
2. Sasaran I - 10
E. Batasan rancangan I - 10
F. Metode perancangan I - 11
G. Sistematika penulisan I - 15
BAB II KONSEP BERMAIN DAN BELAJAR BAGI TUMBUH KEMBANG ANAK
A. Konsep bermain sambil belajar II - 1
B. Batasan usia
II - 7
C. Kemampuan dasar anak II - 12
1. Kemampuan motorik II - 12
commit to user
iv
D. Peruangan ideal untuk mendukung kemampuan motorik, kognitif, dan afektif Anak II - 16
1. Bentuk ruang II - 17
2. Penataan ruang II - 18
3. Pemilihan warna II - 20
E. Studi komparasi II - 22
1. Taman pintar Yogyakarta II - 22
2. Kidzania II - 24
3. Sanggar origami Indonesia II - 30
4. Taman budaya edutainment center II - 32
BAB III ISTANA ANAK YANG DIRENCANAKAN
A. Pengertian istana anak III - 1
B. Tujuan istana anak III - 1
C. Status, fungsi, dan sifat III - 2
D. Lingkup kegiatan III - 3
E. Sasaran dan skala pelayanan III - 3
F. Sistem pengelolaan III - 4
G. Macam kegiatan III - 5
H. Pelaku kegiatan III - 7
I. Analisa SWOT III - 8
1. Penerapan metode bermain sambil belajar III - 8
2. Penentuan lokasi III - 10
BAB VI ANALISA PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ISTANA ANAK
A. Analisa pemilihan dan pengolahan site IV - 1
1. Analisa pemilihan sampel site IV - 1
2. Analisa pengolahan site IV - 9
a. Analisa pencapaian IV - 9
b. Analisa orientasi IV - 12
c. Analisa view IV - 14
d. Analisa penanganan noise IV - 16
e. Analisa pengolahan kontur IV - 18
f. Zoning IV - 21
B. Analisa program dan bentuk ruang IV - 22
commit to user
v
b. Kelompok kegiatan motorik IV - 24
c. Kelompok kegiatan kognitif IV - 26
d. Kelompok kegiatan afektif IV - 30
e. Kelompok kegiaten pengelolaan IV - 32
f. Kelompok kegiatan servis IV - 32
2. Analisa besaran ruang IV - 33
a. Kelompok ruang penerimaan IV - 34
b. Kelompok ruang motorik IV - 35
c. Kelompok ruang kognitif IV - 36
d. Kelompok ruang afektif IV - 38
e. Kelompok ruang pengelolaan IV - 41
f. Kelompok ruang servis IV - 43
3. Analisa program peruangan IV - 45
a. Pola aktivitas user IV - 45
b. Pola peruangan IV - 45
c. Ploting ruang IV - 47
4. Analisa pola peruangan IV - 48
a. Kelompok kegiatan kognitif IV - 49
b. Kelompok kegiatan motorik IV - 50
c. Kelompok kegiatan afektif IV - 51
d. Kelompok kegiatan pengelolaan IV - 52
C. Analisa ekpresi ruang IV - 53
1. Kelompok ruang penerimaan IV - 53
2. Kelompok ruang kognitif IV - 55
3. Kelompok ruang motorik IV - 58
4. Kelompok ruang afektif IV - 61
D. Analisa pendekatan bentuk pendenahan IV - 62
1. Kelompok ruang kognitif IV - 63
2. Kelompok ruang motorik IV - 64
3. Kelompok ruang afektif IV - 65
BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ISTANA ANAK
A. Konsep pemilihan dan pengolahan site V - 1
1. Konsep pemilihan sampel site V - 1
2. Konsep pengolahan site V - 2
commit to user
vi
c. Analisa view V - 4
d. Analisa penanganan noise V - 5
e. Analisa pengolahan kontur V - 7
f. Zoning V - 8
B. Konsep peruangan V - 9
1. Area penerimaan
V - 9
2. Area kegiatan kognitif V - 10
3. Area kegiatan motorik V - 10
4. Area kegiatan afektif V - 10
5. Area kegiaten pengelolaan V - 11
6. Area kegiatan servis V - 11
C. Konsep program peruangan V - 13
D. Ploting ruang V - 14
E. Konsep pola peruangan V - 15
1. Kelompok kegiatan kognitif V - 15
2. Kelompok kegiatan motorik V - 15
3. Kelompok kegiatan afektif V - 16
4. Kelompok kegiatan pengelolaan V - 16
E. Konsep ekpresi ruang V - 17
1. Kelompok ruang penerimaan V - 17
2. Kelompok ruang kognitif V - 17
3. Kelompok ruang motorik V - 18
4. Kelompok ruang afektif V - 19
F. Konsep bentuk pendenahan V - 21
1. Kelompok ruang kognitif V - 21
2. Kelompok ruang motorik V - 21
3. Kelompok ruang afektif V – 22
commit to user
commit to user
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Fasilitas taman pintar Yogjakarta II – 23
Gambar 2.2 Playground taman pintar II – 23
Gambar 2.3 Kegiatan pada area pemadam kebakaran II – 26
Gambar 2.4 Kegiatan pada ruang control energi II – 26
Gambar 2.5 Kegiatan pada area rumah sakit dan dokter gigi II – 27
Gambar 2.6 Kegiatan pada area industrI II – 27
Gambar 2.7 Kegiatan pada area industrI II – 28
Gambar 2.8 Kegiatan pada area industrI II – 28
Gambar 2.9 Pesawat asli di area Kidzania II – 28
Gambar 2.10 Bengkel mobil mini di area Kidzania II – 29
Gambar 2.11 SPBU mini di area Kidzania II – 29
Gambar 2.12 Kursus origami II – 31
Gambar 2.13 Pameran origami II – 31
Gambar 2.14 Workshop origami II – 31
Gambar 2.15 Adventure kids II – 32
Gambar 2.16 Alam fantasia II – 33
Gambar 2.17 Kebayan village II – 33
Gambar 2.18 Ekowisata II – 34
Gambar 2.19 Nature center II – 35
Gambar 2.20 Painting II – 37
Gambar 2.21 Clay making II – 37
Gambar 4.1 Eksisting site IV – 7
Gambar 4.2 Kondisi sekitar site IV – 7
Gambar 4.3 Ukuran site IV – 9
commit to user
viii
Gambar 4.5 Sketsa ide analisa pencapaian IV – 11
Gambar 4.6 Hasil analisa pencapaian IV – 11
Gambar 4.7 Sketsa ide analisa orientasi IV – 12
Gambar 4.8 Hasil analisa orientasi IV – 13
Gambar 4.9 Sketsa ide analisa view IV – 14
Gambar 4.10 Hasil analisa view IV – 15
Gambar 4.11 Sketsa analisa penanganan noise IV – 16
Gambar 4.12 Hasil analisa penanganan noise IV – 17
Gambar 4.13 Sketsa analisa pengolahan kontur IV – 19
Gambar 4.14 Hasil analisa pengolahan kontur IV – 20
Gambar 4.15 Hasil penzoningan IV – 21
Gambar 4.16 Ploting ruang pada Istana Anak IV – 47
Gambar 4.17 Pola peruangan pada kelompok kegiatan kognitif IV – 50
Gambar 4.18 Pola peruangan pada kelompok kegiatan motorik IV – 51
Gambar 4.19 Pola peruangan pada kelompok kegiatan afektif IV – 52
Gambar 4.20 Pola peruangan pada kelompok kegiatan pengelolaan IV – 52
Gambar 4.21 Sketsa plaza IV – 54
Gambar 4.22 Pola linier yang direncanakan IV – 55
Gambar 4.23 Contoh media peraga dalam area kognitif IV – 56
Gambar 4.24 Sketsa ide pada kelompok ruang kognitif IV – 57
Gambar 4.25 Sketsa interior ruang pada kelompok ruang kognitif IV – 58
Gambar 4.26 Contoh permainan modern IV – 59
Gambar 4.27 Contoh permainan tradisional IV – 59
Gambar 4.28 Salah satu barier pada kelompok ruang motorik IV – 60
Gambar 4.29 Sketsa pada kelompok ruang motorik IV – 60
Gambar 4.30 Penataan perabot pada kelompok ruang afektif IV – 62
commit to user
ix
Gambar 5.1 Kondisi eksisting site V – 1
Gambar 5.2 Ukuran site V – 2
Gambar 5.3 Sketsa ide pencapaian site V – 3
Gambar 5.4 Sketsa ide orientasi site V – 4
Gambar 5.5 Sketsa ide penanganan view V – 5
Gambar 5.6 Sketsa ide penanganan noise V – 6
Gambar 5.7 Sketsa ide pengolahan kontur V – 7
Gambar 5.8 Sketsa penzoningan V – 8
Gambar 5.9 Ploting ruang pada Istana Anak V – 14
Gambar 5.10 Pola peruangan pada kelompok kegiatan kognitif V – 15
Gambar 5.11 Pola peruangan pada kelompok kegiatan motorik V – 15
Gambar 5.12 Pola peruangan pada kelompok kegiatan afektif V – 16
Gambar 5.13 Pola peruangan pada kelompok kegiatan pengelolaan V – 16
Gambar 5.14 Sketsa plaza V - 17
Gambar 5.15 Sketsa interior ruang pada kelompok ruang kognitif V – 18
Gambar 5.16 Salah satu barier pada kelompok ruang motorik V – 19
Gambar 5.17 Sketsa ekspresi ruang pada kelompok ruang motorik V – 19
commit to user
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Bermain sambil belajar berdasarkan metode multiple Intelligences. II – 6
Tabel 2.2 Kemampuan dasar anak usia 6-12 tahun II - 8
Tabel 2.3 Karakteristik bermain anak usia 6-12 tahun II - 9
Tabel 4.1 Jumlah penduduk di Surakarta menurut pengelompokan jenjang usia. IV – 2
Tabel 4.2 Fungsi kota di Surakarta IV – 5
Tabel 4.3 Kelompok kegiatan penerimaan IV – 24
Tabel 4.4 Kelompok kegiatan pendukung potensi motorik IV – 25
Tabel 4.5 Kelompok kegiatan pendukung potensi kognitif IV – 26
Tabel 4.6 Macam alat peraga pendukung potensi kognitif IV – 27
Tabel 4.7 Kelompok kegiatan pendukung potensi afektif IV – 31
Tabel 4.8 Kelompok kegiatan pengelolaan IV – 32
Tabel 4.9 Kelompok kegiatan servis IV – 32
Tabel 4.10 Perhitungan kelompok ruang penerimaan IV – 34
Tabel 4.11 Perhitungan kelompok ruang motorik IV – 35
Tabel 4.12 Media peraga pada area kognitif IV – 37
Tabel 4.13 Perhitungan kelompok ruang kognitif IV – 37
Tabel 4.14 Perhitungan ruang rumah koki IV – 39
Tabel 4.15 Perhitungan ruang rumah permen IV – 39
Tabel 4.17 Perhitungan ruang sanggar origami IV – 40
Tabel 4.18 Total perhitungan besaran ruang di area kognitif IV – 40
Tabel 4.19 Perhitungan kelompok ruang pengelola IV – 41
commit to user
xi
Tabel 4.21 Total besaran ruang di area Istana Anak IV – 44
Tabel 5.1 Kebutuhan ruang pada area penerima V – 9
Tabel 5.2 Kebutuhan ruang pada area kognitif V – 10
Tabel 5.3 Kebutuhan ruang pada area motorik V – 10
Tabel 5.4 Kebutuhan ruang pada area afektif V – 10
Tabel 5.5 Kebutuhan ruang pada area pengelola V – 11
Tabel 5.6 Kebutuhan ruang pada area servis V – 11
commit to user
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1. Analisa program konsep perancangan I - 12
Bagan 1.2. Alur berpikir proses merencanakan dan merancang I - 14
Bagan 3.1 Struktur pengelolaan Istana Anak III - 5
Bagan 4.1 Pola pikir analisa program dan besaran ruang IV – 23
Bagan 4.2 Pola aktivitas user IV – 45
Bagan 4.3 Pola peruangan IV – 45
Bagan 4.4 Pola peruangan Istana Anak IV – 46
commit to user
I - 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Umum
a. Arti penting bermain bagi tumbuh kembang anak
Bermain merupakan proses dinamis yang sesungguhnya tidak
menghambat anak dalam proses belajar, sebaliknya justru menunjang
proses belajar anak. Keberatan orang tua terhadap aktivitas bermain
anak justru menghambat kemampuan kreativitas anak untuk mengenal
dirinya sendiri sendiri serta lingkungan hidupnya. Hanya saja, proses
bermain anak perlu diarahkan sesuai dengan kebutuhannya.
Fungsi bermain bagi anak adalah inti dari proses pembelajaran.
Melalui bermain anak bisa membangun pemahaman dan pengetahuan.
Melalui kegiatan bermain yang positif, anak dapat melatih
perkembangan otak dan motorik seperti melatih menggunakan otot
tubuhnya dan menstimulasi penginderaannya.
Bermain menjadikan anak mampu menjelajahi dunia sekitarnya,
mengenali lingkungan tempat ia tinggal termasuk mengenali diri sendiri.
Hal inilah yang menjadikan kemampuan fisik anak semakin terlatih,
begitu pula kemampuan kognitif, dan kemampuannya untuk
bersosialiasasi.
Setiap anak juga dapat mengembangkan ketrampilan emosinya, rasa
percaya diri pada orang lain, kemandirian, dan keberanian untuk
commit to user
I - 2 ketrampilan yang dibutuhkan anak untuk menjadi individual kompeten
yang membuat anak menyadari kemampuan dan kelebihannya.
Demikian banyak hal yang dapat dikembangkan melalui proses
bermain bagi kesejahteraan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Orang tua hendaknya tidak bersikap anti-pati terhadap proses bermain,
karena dalam proses bermain anak terkandung proses belajar, dan
dalam proses belajar anak terkandung unsur terapeutik bagi anak agar
lebih tangguh dalam menghadapi lingkungan hidup mereka di kalangan
masyarakat luas, kelompok sebayanya maupun lingkungan hidupnya
secara umum.
b. Hak anak atas ruang bermain
Tahapan sebagai anak dilalui oleh setiap orang dewasa. Namun,
anak tidak sama dengan orang dewasa dalam bentuk kecil. Dengan
demikian, kebutuhan untuk berekreasi dan bermain diarahkan untuk
memenuhi tujuan-tujuan yang berbeda dan memiliki peran yang berbeda
pula. Idealnya, kebutuhan anak bermain mendapatkan perhatian sama
pentingnya dengan kebutuhan yang sama terhadap orang dewasa.
Menurut UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
beristirahat, bermain, dan berekreasi merupakan hak anak (Pasal 11).
Namun, agak susah untuk merealisasikan kebutuhan ini apabila tidak
dikaitkan dengan keberadaan ruang-ruang bermain yang ada, atau
secara umum ruang yang diperuntukkan bagi anak
Bagi orang tua yang mampu, kebutuhan anak untuk bermain mungkin
dapat diakomodasi dengan rentang pilihan yang lebih lebar. Apabila
persediaan lapangan bermain di permukiman minim, permainan dapat
dilakukan pada halaman rumah yang luas atau dengan menyediakan
commit to user
I - 3 berpendapatan menengah ke bawah, kebutuhan ruang bermain tidak
dapat dipenuhi pada pekarangan rumah yang umumnya sempit. Oleh
karena itu, diperlukan sebuah area bermain yang dapat menampung
kebutuhan bermain bagi anak-anak baik yang orang tuanya
berpenghasilan menengah ke atas maupun menengah ke bawah.
c. Hilangnya area bermain bagi anak-anak
Perkembangan kota yang pesat, menyebabkan banyak masalah,
salah satu diantaranya adalah terjadinya perubahan fungsi lahan.
Kebiasaan yang sering dilakukan oleh pemerintah kota dan pihak swasta
adalah merubah fungsi ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun.
Dampak dari kesemuanya itu adalah hilangnya fasilitas umum yang
biasa digunakan oleh warga, salah satu diantaranya adalah hilangnya
fasilitas tempat bermain anak.
Mengacu Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1997 tentang
Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum dan Fasilitas Sosial
Perumahan Kepada Pemerintah Daerah, maka terlihat jelas bahwa
setiap pengembang yang mengembangkan kawasan perumahan
(perumahan formal/teratur) diwajibkan juga untuk membangun sarana
dan prasarana diantaranya adalah fasilitas tempat bermain. Kenyataan
yang sering terjadi saat ini adalah hampir semua tempat bermain
keberadaanya digabung dengan fasilitas lainnya, misalnya fasilitas olah
raga, taman kanak kanak, dan fasilitas ibadah dalam satu ruang terbuka
(open space). Bahkan tidak jarang, lokasi ruang terbuka tersebut
disediakan pada lahan-lahan sisa. Hal ini menyebabkan setiap fungsi
dari tiap-tiap wadah yang akan ditampung menjadi kehilangan
commit to user
I - 4 Minimnya fasilitas bermain ternyata mempunyai dampak tersendiri
bagi anak-anak. Sebagai fasilitas umum, kadang mereka menggunakan
ruang terbuka sebagai alternatif tempat bermain. Secara tidak langsung
aktifitas bermain ini dapat mengganggu aktifitas lainnya bahkan dapat
membahayakan keselamatan si anak mengingat banyaknya anak-anak
yang sering memanfaatkan area-area yang tidak seharusnya mereka
gunakan sebagai area bermain seperti bantaran sungai, jalan raya,
gang-gang perumahan, dll. Dampak lainnya adalah anak-anak justru
akan menghindari ruang terbuka sebagai tempat bermain karena kurang
kondusifnya area ini sebagai area bermain mereka. Akibatnya, banyak
anak-anak yang menghabiskan waktunya hanya di dalam rumah saja.
Hal inilah yang justru sangat ditakutkan karena dapat menghambat
proses interaksi sosial si anak.
Oleh karena itu, keberadaan area bermain bagi anak yang kondusif
dan mampu menampung segala bentuk aktifitas bermain yang
dikhususkan bagi anak-anak sangatlah diperlukan, terlebih saat ini
banyak sekali lahan-lahan yang telah berubah fungsi menjadi area
komersil tanpa menyisakan fasilitas umum seperti fasilitas area bermain.
d. Dampak yang ditimbulkan akibat kurangnya tempat bermain bagi
anak
Peraturan pemerintah atas ruang terbuka hijau kota belum
terlaksana sebagaimana mestinya karena belum adanya petunjuk
pelaksanaan yang tegas. Akibatnya perhatian terhadap pentingnya
pengadaan ruang rekreasi dan bermain untuk anak dan keluarga
terutama di lingkungan perumahan menjadi kurang. Rata-rata ruang
bermain anak Indonesia adalah 2.000m²/anak, hampir menyamai
negara-commit to user
I - 5 negara berkembang di Asia lainnya, dan sangat kecil jika dibandingkan
dengan anak-anak dari negara barat (sekitar 10.000 m²/anak).
Anak-anak yang tinggal di perumahan, kalau tidak bermain di
halaman sekolah dan pekarangan rumah yang relatif sempit, mereka
cenderung bermain di dalam rumah. TV, video, dan komputer game
telah menggantikan permainan kasti, gobak sodor atau jenis permainan
berkelompok lainnya, yang telah mengucilkan anak dari proses
pengenalan dalam bersosialisasi di masyarakat. Hal ini mengakibatkan
anak untuk cenderung bersikap egois dan individualis.
Kian berkurangnya ruang bermain bagi anak ini pun juga menjadi
salah satu pemicu meningkatnya jumlah anak jalanan di kota-kota besar
di Indonesia. Anak-anak akan terbiasa memanfaatkan jalanan sebagai
area bermain mereka karena sudah tidak tersedia lagi area bermain
yang benar-benar dikhususkan untuk menampung aktifitas bermain
mereka. Akibatnya, anak-anak akan semakin akrab dengan dunia
jalanan dan secara tidak langsung akan mengarahkan mereka untuk
untuk tumbuh dan berkembang di tengah-tengah kerasnya kehidupan
jalanan. Dengan kata lain, tidak tersedianya area bermain bagi
anak-anak merupakan salah satu pemicu bertambahnya jumlah anak-anak-anak-anak
jalanan. Oleh karena itu, keberadaan area bermain bagi anak sangat
diperlukan untuk menghambat bertambahnya jumlah anak jalanan.
2. Khusus
Bermain merupakan hak dasar anak yang harus dipenuhi untuk
mendukung tumbuh kembangnya. Guna memenuhi hak dasar tersebut,
diperlukanlah suatu arena bermain yang mampu mengoptimalkan
commit to user
I - 6 Dalam rangka pemaksimalanan ketiga kemampuan dasar tersebut,
diperlukanlah suatu penerapan metode yang tidak hanya memberikan
keleluasaan bagi anak untuk bermain, tetapi secara langsung turut
mengajak mereka untuk belajar. Tentu saja belajar tentang suatu hal yang
mampu mengotimalkan tiga kemampuan dasar tersebut. Metode inilah yang
kemudian disebut sebagai metode bermain sambil belajar.
Bermain memang merupakan sarana bagi anak-anak untuk belajar
mengenal lingkungan kehidupannya. Pada saat bermain, anak-anak
mencobakan gagasan-gagasan mereka, bertanya serta mempertanyakan
berbagai persoalan, dan memperoleh jawaban atas persoalan-persoalan
mereka.
Bermain tidak sekedar bermain-main. Bermain memberikan kesempatan
pada anak untuk mengembangkan kemampuan emosional, fisik, sosial, dan
nalar mereka. Melalui interaksinya dengan permainan., seorang anak dapat
belajar meningkatkan toleransi mereka terhadap kondisi yang tengah
mereka hadapi. Secara fisik, bermain memberikan peluang bagi anak untuk
mengembangkan kemampuan motoriknya. Permainan seperti dalam
olahraga mengembangkan kelenturan, kekuatan serta ketahanan otot pada
anak. Permaian dengan kata-kata (mengucapkan kata-kata) merupakan
suatu kegiatan melatih otot organ bicara sehingga kelak pengucapan
kata-kata menjadi lebih baik.
Dalam bermain, anak juga belajar berinteraksi secara sosial, berlatih
untuk saling berbagi dengan orang lain, meningkatkan toleransi sosial, dan
belajar berperan aktif untuk memberikan kontribusi sosial bagi kelompoknya.
commit to user
I - 7 baik yang berkaitan dengan gender (jenis kelamin) maupun yang berkaitan
dengan peran dalam kelompok bermainnya. Misalnya dalam permainan
perang-perangan seorang anak belajar menjadi pimpinan, sedangkan
lainnya menjalankan peran sebagai pendukung. Dalam hubungannya
dengan gender, anak-anak melakukan permainan stereotype sesuai dengan
budaya dan masyarakat setempat. Misalnya, anak-anak perempuan bermain
masak-masakan, sementara anak laki-laki bermain perang-perangan. Dalam
hal ini anak-anak menjalani proses pembentukan identifikasi diri dengan
bercermin pada hal-hal yang ada di tengah masyarakat.
Melalui bermain, anak juga berkesempatan untuk mengembangkan
kemampuan nalarnya, karena melalui permainan serta alat-alat permainan
anak-anak belajar mengerti dan memahami suatu gejala tertentu. Kegiatan
ini sendiri merupakan suatu proses dinamis dimana seorang anak
memperoleh informasi dan pengetahuan yang kelak dijadikan sebagai dasar
pengetahuannya dalam proses belajar berikutnya di kemudian hari.
Sayangnya, sekarang ini orang tua memiliki pandangan yang berbeda
terhadap esensi pembelajaran yag ada pada kegiatan bermain. Banyak
orang tua yang justru memasukkan anak-anaknya di sekolah formal ataupun
non formal bahkan sebelum usia sekolah. Akibatnya banyak anak-anak yang
lebih cepat mengalami depresi dan berakibat pada kesukaran sang anak
untuk menerima metode-metode pembelajaran. Dampaknya, anak-anak
justru akan mengalami kesulitan belajar bahkan phobia terhadap belajar.
Melalui pendekatan konsep bermain sambil belajar ini, anak-anak
commit to user
I - 8 memberikan tekanan kepada mreka karena proses belajar dilakukan sambil
bermain yang memang merupakan hak dasar anak.
3. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang umum ataupun khusus
didapatkan kesimpulan bahwa anak-anak membutuhkan suatu arena
bermain dengan penerapan metode bermain sambil belajar yang mampu
mengasah kemampuan motorik, kognititf, dan afektif mereka. Arena bermain
ini bisa diaplikasikan pada berbagai daerah di Indonesia yang membutuhkan
arena tersebut, sehingga anak-anak dapat memperoleh fasilitas bermain
sambil belajar dimanapun mereka bertempat tinggal. Oleh karena itu, dalam
konsep ini nantinya akan diambil suatu sampel daerah yang dapat dijadikan
contoh untuk mewujudkan suatu desain bangunan arena bermain sambil
belajar ini.
Fasilitas-fasilitas yang dihadirkan pada desain arena bermain sambil
belajar diperuntukkan bagi anak-anak dari semua latar belakang ekonomi.
Dengan demikian, tidak hanya anak-anak dari orang tua yang memiliki
tingkat ekonomi atas saja yang mampu memanfaatkan arena bermain ini,
anak-anak dari tingkat ekonomi menengah ke bawah pun juga dapat
memanfaatkannya.
Arean bermain sambil belajar ini tidak bisa diarahkan sebagai arena
tanpa pungutan biaya atau gratis, karena arena ini membutuhkan suatu
biaya operasional yang cukup besar mengingat fungsinya yang
memaksimalkan tiga kemampuan dasar anak. Namun, biaya yang akan
commit to user
I - 9 bermain sambil belajar ini tidak bersifat sebagai arena bisnis semata. Oleh
karena itu, tarif masuk yang dikenakan pada pengunjung akan disesuaikan
dengan tingkat pendapatan rata-rata tiap daerah yang menjadi tempat
berdirinya arena bermain sambil belajar.
Arena bermain sambil belajar ini selanjutnya dinamai sebagai istana
anak. Hal ini dikarenakan, filosofi dari kata istana yang berarti area
kekuasaan ataupun wilayah raja. Istana anak diartikan sebagai suatu area
milik anak-anak dimana di dalam wilayahnya ini mereka bebas
mengekspresikan apa pun yang mereka rasakan. Anak-anak bebas
bergerak dan melakukan apa pun yang dikehendakinya tanpa ada
pemaksaan.
B. Permasalahan
Bagaimana desain suatu arena bermain yang desainnya mampu
mengaplikasikan konsep bermain sambil belajar untuk mendukung tumbuh
kembang anak baik dari segi motorik, kognitif, dan afektif.
C. Persoalan
1. Bagaimana pengolahan tata site istana anak yang mampu menunjang
perkembangan motorik,kognitif, dan afektif anak.
2. Program ruang seperti apakah yang mampu menampung aktifitas
bermain di area istana anak untuk mendukung perkembangan motorik,
kognitif, dan afektif anak.
3. Ekspresi ruang seperti apakah yang mampu mendukung perkembangan
commit to user
I - 10
D.
Tujuan dan Sasaran
1. Tujuan
Merencanakan suatu arena bermain sambil belajar bagi anak-anak yang
desainnya mampu mendukung tumbuh kembang anak baik dari segi
motorik, kognitif, dan afektif.
2. Sasaran
Mendapatkan konsep perencanaan dan perancangan arena bermain
bagi anak-anak yang menerapkan konsep bermain sambil belajar untuk
mendukung tumbuh kembang anak baik dari segi motorik, kognitif, dan
afektif.
E. Batasan Perancangan
Guna mencapai tujuan dan sasaran dari proses perancangan maka perlu
adanya pembatasan-pembatasan sebagai berikut :
1. Studi perancangan hanya dilakukan dalam lingkup disiplin ilmu
arsitektur, dengan analisis permasalahan pada sistem peruangan dan
bangunan tanpa menyinggung permasalahan sistem pengelolaan
kegiatan di dalam bangunan, efisiensi biaya pembangunan maupun
operasionalnya.
2. Pembahasan arah perencanaan dan perancangan berpedoman
pada studi-studi dari data yang diperoleh baik berupa konsep bermain
sambil belajar maupun aspek pertumbuhan anak (motorik, kognitif, dan
afektif) serta mempertimbangkan studi yang ada berupa objek sejenis
yang telah ada.
3. Perilaku manusia yang menjadi dasar pertimbangan dalam
commit to user
I - 11
tersebut yaitu user yang berusia anak-anak dengan tetap
mempertimbangkan perkembangan anak dari segi motorik, kognitif, dan
afektif. Dalam hal ini, anak-anak yang dimaksud adalah anak-anak
normal yang tidak berkebutuhan khusus.
F. Metoda Perancangan
Adapun metoda perancangan yang akan dilakukan adalah:
1. Pengumpulan data dengan cara observasi dan survey, wawancara, serta
studi literatur untuk memecahkan persoalan yang ada berupa hubungan
antara konsep bermain sambil belajar dan perkembangan kemampuan
motorik, kognitif, afektif dengan bentuk site plan, program ruang, dan
ekspresi ruang dari istana anak
2. Hasil dari pengumpulan data digunakan sebagai pijakan utama untuk
memecahkan permasalahan yang ada, yaitu mewujudkan suatu area
bermain bagi anak yang desainnya mampu mengaplikasikan konsep
bermain sambil belajar untuk mendukung tumbuh kembang anak baik
dari segi motorik, kognitif, dan afektif.
3. Melakukan analisa program konsep perancangan. Proses analisa tertera
commit to user
I - 12
§ Aktifitas
Jenis
Pola
Karakter
§ Perwadahan
Akomodasi aktifitas
(deferensial ruang-ruang)
Konteks
(nasional,regional,lokal)
§ Pemassaan
Manifestasi penaungan wadah
§ Korelasi
Sebab akibat
Ekspresi
Bagan 1.1. Analisa program konsep perancangan
Sumber: analisa pribadi
4. Melakukan analisa transformasi desain dengan berpijak pada organisasi
konsep perancangan. Proses transformasi desain dilakukan dengan cara
penabelan. Adapun susunan tabel proses transformasi desain sebagai
berikut.
Tabel 1.1 Proses transformasi desain
Produk/Desain
Item Tujuan Dasar
Pertimbangan
Proses
pre final post
§ Main
§ Sub
Orientasi
pada konsep
perancangan § Single alternative (argumentasi Hasil approach
tiap item dan
Produk yang sudah Aspek desain yang Strategi Desain Konsep makro (lokasi & site)
Konsep mikro (ruang)
commit to user
I - 13 proporsional
dan logis)
§ Multiple
alternative
(pembobotan
pada semua
alternative)
belum
dikorelasikan
dengan item
lain
korelatif
antar
item
muncul
setelah
korelasi
&
interaksi
antar
item
commit to user
I - 14
ü Penentuan site
ü Orientasi site
ü Pencapaian
ü Sirkulasi
ü View
ü Noise
ü Pancahayaan alami
ü Zoning
ü Peruangan
o Jenis
o Komposisi
o Ekspresi
ü Permassaan
o Bentuk dasar
o Komposisi
o Ekspresi
ü Struktur dan konstruksi
Bagan 1.2. Alur berpikir proses merencanakan dan merancang
Sumber: analisa pribadi
SITE PLAN
TAMPAK
commit to user
I - 15
5. Mendesain site plan, denah, tampak, dan perspektif dengan berpijak
pada hasil dari analisa transformasi desain.
G. Sistematika Penulisan
Garis besar sistematika penulisan dapat dikemukakan sebagai berikut
Tahap I : PENDAHULUAN
Mengungkapkan tentang latar belakang masalah, tujuan,
dan sasaran yang hendak dicapai, permasalahan dan
persoalan yang ada untuk mewujudkan istana anak,
lingkup pembahasan, serta metoda pambahasan.
Tahap II : KONSEP BERMAIN SAMBIL BELAJAR BAGI TUMBUH KEMBANG ANAK
Berisi kajian pustaka mengenai konsep bermain sambil
belajar serta metode penerapannya untuk mendukung
perkembangan motorik, kognitif, dan afektif anak. Bagian
ini selanjutnya akan digunakan sebagai landasan teori
bagi keseluruhan proses perancangan.
Tahap III : ISTANA ANAK YANG DIRENCANAKAN
Menguraikan tentang istana anak yang direncanakan di
Surakarta dengan penerapan konsep bermain sambil
belajar, yang meliputi pengertian, tujuan, sasaran, skala
pelayanan, karakter wadah, status kelembagaan, sistem
commit to user
I - 16
Tahap IV : ANALISIS PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ISTANA ANAK
Pendekatan perencanaan, membahas tentang analisa
makro dan mikro. Analisa makro berisi tentang analisa
bentuk bangunan yang akan direncanakan dengan
berbagai kriteria desain dengan pertimbangan pengertian
ekspresif dan fungsi istana anak sesuai dengan bentuk
bangunan berikut analisa tentang site dan penzoningan.
Analisa mikro berisi tentang analisa peruangan sebagai
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tampilan
bentuk bangunan serta kesimpulannya yang merupakan
landasan untuk membuat desain bentuk bangunan.
Tahap V : KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ISTANA ANAK
Menyimpulkan konsep perencanaan dan perancangan
istana anak yang meliputi konsep site, konsep
peruangan, tampilan bangunan, bentuk dan pola
commit to user
II - 1
BAB II
KONSEP BERMAIN SAMBIL BELAJAR BAGI TUMBUH
KEMBANG ANAK
A. Konsep Bermain Sambil Belajar
Bermain adalah hal yang sangat penting bagi anak-anak karena dengan
bermain mereka dapat mengaktualisasikan dirinya sendiri. Selain itu, bermain
juga sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak karena bermain
merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam periode perkembangan diri
anak, meliputi dunia fisik, sosial dan sistem komunikasi.
Para ahli berpendapat, anak-anak harus bermain agar mereka dapat
mencapai perkembangan yang optimal. Herbert Spencer (Catron & Allen,1999)
menyatakan bahwa anak senang bermain karena mereka mempunyai energi
berlebih. Energi ini yang mendorong mereka melakukan aktivitas sehingga
mereka terbebas dari perasaan tertekan. Bermain juga merupakan sarana bagi
anak-anak untuk menyalurkan energi berlebihnya.
Seorang anak mampu mengembangkan harga dirinya melalui bermain,
karena dengan bermain seorang anak memperoleh kemampuan untuk
menguasai tubuhnya, benda-benda, dan keterampilan sosial. Anak-anak
bermain dengan cara berinteraksi dan belajar mengkreasikan pengetahuan.
Bermain juga merupakan cara bagi seorang anak untuk berpikir dan
menyelesaikan masalah. Anak-anak membutuhkan pengalaman langsung dalam
interaksi sosial agar mereka memperoleh dasar kehidupan sosial. Anak-anak
lebih menyukai bermain karena kegiatan bermain mengandung unsur-unsur
commit to user
II - 2 dalam diri anak; (3) spontan dan sukarela; (4) anak-anak dapat terlibat aktif
bersama-sama; (5) anak-anak berlaku pura-pura atau memerankan sesuat; (6)
aturan yang berlaku disesuaikan dengan kebutuhan anak; (7) anak dapat aktif
bergerak/berpikir; (8) fleksibel karena anak bebas memilih.
Bermain bagi anak berkaitan dengan peristiwa, situasi, interaksi dan aksi.
Mereka mengacu pada aktifitas seperti berlaku pura-pura dengan benda,
sosiodrama, dan permainan yang beraturan. Bermain juga berkaitan dengan tiga
hal, yakni keikutsertaan dalam kegiatan, aspek afektif, dan orientasi tujuan. Bagi
anak-anak, bermain adalah aktifitas yang dilakukan karena ingin, bukan karena
harus memenuhi tujuan atau keinginan orang lain. Anak-anak juga memandang
bermain sebagai kegiatan yang tidak memiliki target. Mereka dapat saja
meninggalkan kegiatan bermain kapanpun mereka mau.
Dalam Bodrova dan Leong (1996), beberapa ahli yakin bahwa bermain
mempengaruhi perkembangan anak melalui tiga cara yaitu:
1. Bermain menciptakan Zone of Proximal Developmental (ZPD)
bagi anak.
ZPD merupakan wilayah yang menghubungkan kemampuan aktual dan
potensial anak. Saat bermain, anak melakukan sesuatu yang melebihi
usianya dan tingkah laku mereka sehari-hari. Bermain dapat diibaratkan
sebagai kaca pembesar/magnifying glass yang berisi semua kecenderungan
perkembangan. Peran, aturan, dan dukungan motivasional dimungkinkan
oleh situasi imajiner yang menyediakan bantuan bagi anak untuk
membentuk tingkat yang lebih tinggi pada ZPDnya.
2. Bermain memfasilitasi separasi/pemisahan pikiran dari obyek dan aksi.
Di dalam bermain, anak lebih menuruti apa yang ada dalam pikiran dari
commit to user
II - 3 obyek dengan obyek yang lain. Anak-anak mulai memisahkan makna atau
ide suatu obyek dengan obyek itu sendiri. Pemisahan antara makna dengan
obyeknya merupakan persiapan untuk perkembangan membuat gagasan
dan berpikir abstrak. Di dalam berpikir abstrak, anak mengevaluasi,
memanipulasi, dan memonitor ide dan pikiran tanpa mengacu pada dunia
nyata
3. Bermain mengembangkan penguasaan diri.
Di dalam bermain, anak tidak dapat bertindak sembarangan. Anak mesti
bertindak sesuai skenario. Misalnya anak yang bertindak sebagai bayi harus
menirukan tangis bayi dan berhenti ketika ‘sang ayah’ membujuknya.
Kegiatan menangis merupakan tingkah laku yang disengaja yang
menggunakan fungsi mental yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
anak dapat menguasai tingkah laku mereka. Bermain merupakan kesadaran
dan kontrol yang lebih signifikan dari konteks lain.
Menurut Semiawan (2002), manusia belajar secara terus menerus untuk
mampu mencapai kemandirian dan sekaligus mampu beradaptasi terhadap
berbagai perubahan lingkungan. Belajar dapat diartikan sebagai suatu aktifitas
yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku, sebagai hasil dari pengalaman.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku
yang relatif permanen yang dihasilkan oleh proses pengalaman. Hal ini tidak
ditentukan oleh kematangan atau kecenderungan bawaan saja. Tingkah laku
yang dihasilkan dari kegiatan belajar meliputi banyak hal, mulai dari masalah
pengetahuan, keterampilan, kecakapan, kreasi hingga kemampuan merasakan.
Belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara. Seperti yang kita ketahui ada
commit to user
II - 4 kinestetik (bergerak). Belajar dapat dilakukan melalui melihat, mendengarkan,
membaca, menyentuh, bergerak, berbicara, bertindak, berinteraksi, merefleksi
dan bahkan bermain.
Guna mencapai perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu dan
dari tidak terampil menjadi terampil manusia tidak sekedar duduk di belakang
meja. Untuk belajar, manusia perlu melakukan berbagai aktifitas. Bagi
anak-anak, belajar dapat dilakukan dengan bermain. Aktifitas bermain itulah
sesungguhnya yang merupakan sarana belajar anak. Artinya anak-anak belajar
melalui kegiatan bermain.
Ada tiga teori yang menjelaskan bagaimana anak belajar, yaitu teori
experential learning, teori konstruktivisme, dan teori multiple Intelligences. Ketiga
teori tersebut mempunyai kesamaan pendapat yaitu belajar adalah proses aktif
yang menuntut peran aktif setiap anak.
1. Teori experential learning
Anak belajar melalui pengalaman, yang dalam pengalaman itulah anak
mempraktekkan suatu metode ilmiah. Anak, sebagai pembelajar,
menghadapi ‘pengalaman asli’, yakni keterlibatan aktif anak dalam suatu
aktifitas yang menarik bagi mereka. Di dalam pengalaman ini, anak
menemukan berbagai masalah yang menstimulasi mereka untuk berpikir.
Anak-anak selanjutnya memproses informasi-informasi yang ada
disekitarnya dan melakukan serangkaian dugaan untuk mendapatkan
informasi-informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.
Anak-anak secara otomatis akan mengembangkan berbagai kemungkinan solusi
atau alternatif yang dapat menyelesaikan masalah tersebut. Anak-anak
kemudian akan menguji alternatif-alternatif solusi tersebut dan
commit to user
II - 5 Melalui pengalaman, anak telah belajar dan memperoleh pengetahuan.
Ini berarti, pengetahuan bukanlah wujud informasi yang melekat otomatis
pada anak, yang diperoleh tanpa usaha. Pengetahuan merupakan suatu alat
untuk menyelesaikan masalah. Kekayaan pengetahuan anak yang diperoleh
melalui pengalaman itu dipergunakan anak sebagai materi untuk
menyelesaikan masalah.
2. Teori konstruktivisme
Belajar, menurut pandangan konstruktivisme merupakan suatu proses
mengonstruksi pengetahuan yang terjadi dari dalam diri anak. Artinya,
pengetahuan diperoleh melalui suatu dialog oleh suasana belajar yang
bercirikan pengalaman dua sisi (kognitif dan afektif). Dengan demikian,
belajar harus diupayakan agar anak-anak mampu menggunakan otak
mereka secara efektif dan efisien sehingga tidak ditandai oleh segi kognitif
belaka, tetapi terutama juga oleh keterlibatan emosi dan kemampuan kreatif
(Semiawan,2002).
Konsep-konsep pandangan konstruktivistik menekankan keterlibatan
anak dalam proses belajar. Menurut pandangan ini proses belajar haruslah
menyenangkan bagi anak dan memungkinkan anak berinteraksi secara aktif
dengan lingkungannya. Bermain merupakan media sekaligus cara terbaik
anak untuk belajar. Dalam bermain itulah anak belajar melalui proses
berbuat dan menyentuh langsung obyek-obyek nyata. Disini anak tidak
belajar banyak melalui interpretasi stimulus verbal (kata-kata) dari orang
yang lebih dewasa.
3. Teorimultiple Intelligences
Menurut teori Multiple Intelligences, anak belajar melalui berbagai
commit to user
II - 6 melalui gambar dan warna, nada-nada suara, melalui interaksi dengan
orang lain, melalui diri sendiri, melalui alam dan mungkin melalui
perenungan tentang hakikat sesuatu. Meskipun demikian anak pada
umumnya belajar melalui kombinasi dari beberapa cara.
Setiap anak adalah unik. Setiap anak memiliki kecenderungan cara belajar
yang tidak selalu sama. Kegiatan belajarpun dapat dilakukan dengan berbagai
aktifitas. Suatu materi pembelajaran dapat dipahami dari berbagai cara.
[image:36.595.105.517.233.754.2]Cara-cara ini menunjukan peran kecerdasan yang berbeda pula.
Tabel 2.1 Bermain sambil belajar berdasarkan metode multiple Intelligences.
Kecerdasan Cara Belajar
Verbal linguistik Melalui kata-kata, tulisan (membaca dan menulis),
menyimak cerita dan bercerita, berdeklarasi, permainan
kartu, dn berdiskusi.
Logika matematika Menghitung, mencongak, bermain dengan angka,
memecahkan teka-teki, mencoba (bereksperimen), dan
menelusuri sebab akibat sesuatu.
Visual spasial Membangun dan merancang miniatur “bangunan”,
mewarnai, mengkombinasikan warna-warna, bermain
imajinasi, memetakan pikiran, mencermati bentuk,
menggambar, menyusun.
Kinestik Memegang dan menyentuh benda, mendramakan,
bergerak/beraktivitas (melompat, meniti, berguling),
membaui, mengecap, bermain bongkar-pasang, menari,
membentuk sesuatu.
Musikal Mengidentifikasi suara dan bunyi, menikmati berbagai
suara dan bunyi, menyanyi dan bersiul, bermain alat
commit to user
II - 7
Interpersonal Bekerja kelompok, bekerja sama, berbagi rasa,
berbicara dengan orang lain, berbagi peran, bermain
peran, bermain tim, simulasi, berinteraksi.
Intrapersonal Merefleksi dan merenung, mengaitkan berbagai hal
dengan diri sendiri, mencoba sesuatu yang menantang,
membuat jadwal diri, menentukan pilihan,
mengidentifikasi dan mempergakan emosi serta
perasaan, menentukan konsep diri.
Naturalis Mencermati alam sekitar, menikmati alam,
berjalan-jalan di alam terbuka, memperhatikan cuaca dan
benda-benda langit, peduli terhadap waktu (bertanya
tentang jam, hari, dan bulan), mengamati hewan,
memperhatikan tumbuhan, memperhatikan wujud
benda (batu, gunung, sungai), membahas tumbuhan,
memlihara hewan.
Eksistensialis Mempertanyakan manfaaat sesuatu, mencari sebab
dari sesuatu, mempertanyakan fungsi sesuatu,
mempertanyakan hubungan berbagai hal.
B. Batasan Usia
Pembatasan usia dilakukan sebagai upaya untuk memperjelas proses
analisa terhadap kaitan antara penerapan metode bermain sambil belajar dengan
kemampuan anak sesuai dengan rentang usia yang diterapkan. Hal ini
dimaksudkan agar proses metode bermain sambil belajar dapat dengan
maksimal diterapkan pada anak-anak dengan rentang usia yang ditentukan,
karena anak-anak memiliki kemampuan berbeda di jenjang usia yang berbeda
commit to user
II - 8 Menurut Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa dalam bukunya yang berjudul
pertumbuhan dan perkembangan anak, disebutkan bahwa anak-anak pada usia
6-12 tahun merupakan anak-anak yang tengah memasuki masa-masa
pertumbuhan yang optimal. Pada rentang usia ini, kemampuan-kemampuan
dasar anak tengah berkembang dengan pesat. Oleh karena itu, anak-anak
berusia 6-12 tahun merupakan anak-anak yang paling optimal untuk menerima
penerapan metode bermain sambil belajar.
Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa juga menjelaskan beberapa kemampuan dasar
yang tengah berkembang pesat pada anak usia 6-12 tahun.
[image:38.595.109.519.248.744.2]Kemampuan-kemampuan dasar tersebut dijelaskan pada tabel berikut.
Tabel 2.2 Kemampuan dasar anak usia 6-12 tahun
Perkembangan motorik Kecakapan sudah mencapai kematangan, dimana mereka sudah mulai melepaskan
ketergantungannya dengan orang lain.
Perkembangan pengamatan
Anak telah mampu mengenal sifat benda dan
mengenal bagian-bagiannya.
Perkembangan fantasi Fantasi mulai berkurang dan mengarah ke hal-hal yang masuk akal/nyata.
Perkembangan gambar Dorongan menggambar/berkreasi mulai
berkembang untuk mengungkapkan apa yang ada
dalam pikirannya dan apa yang telah diserap dari
lingkungan di sekitarnya..
Perkembangan berpikir · Pikiran/intelegensinya berkembang pesat, mulai mengerti logika penggunaan nalar.
commit to user
II - 9
· Mulai berpikir kritis.
Perkembangan perasaan Adanya pengendalian emosi dan kesediaannya untuk bertanggung jawab.
Perkembangan rasa sosial
· Perkembangan rasa sosial sangat tampak.
· Lingkungan sosial semakin luas, mulai
membentuk kelompok bermain.
Selain itu, Stevanne Auerbach dalam bukunya yang berjudul smart paly
smart tays juga menjabarkan beberapa karakteristik bermain pada anak usia
6-12 tahun yang mampu mengoptimalkan kemampuan dasar anak yakni motorik,
[image:39.595.107.516.78.760.2]kognitif, dan afektif. Kemampuan-kemampuan dasar tersebut dijabarkan pada
tabel berikut ini.
Tabel 2.3 Karakteristik bermain anak usia 6-12 tahun
6 tahun · Suka berkompetisi dan bekerja sama.
· Lebih tertarik pada teman sebayanya daripada keluarga.
· Cakap dalam aktivitas menggunakan otot besar, meliputi
melempar, loncat tali, engklek, acrobat, memanjat, sepetu luncur,
naik sepeda, dan olah raga lainnya (air bola basket, sepak bola,
dll).
· Mampu beraktivitas dengan otot kecil, meliputi melukis,
mencetak, menggambar, menjiplak, menjahit, pekerjaan dengan
kayu, menenun, mengepang, menguntai manik-manik kecil,
menggunting boneka kertas, puzzle, permainan target, dan yoyo.
7 tahun · Lebih suka bermain dengan teman sebaya dari jenis kelamin
yang sama, meningkatnya kemampuan untuk bermain sambil
commit to user
II - 10 orang.
· Senang memanjat tapi memiliki kesadaran baru tentang
ketinggian yang membuatnya berhati-hati.
· Suka permainan luar ruangan, berganti secara ekstrim antara
aktif dan aktivitas yang tenang,
· Kurang teratur dalam kegiatan berkelompok, lebih suka
permainan nyata daripada khayalan, mungkin masih suka
permainan sendiri, tertarik pada khayalan dan kenyataan (sulap
dan trik). Tertarik pada waktu dan tempat yang lain (sejarah).
· Mulai membedakan lawan jenis.
· Menemukan kegembiraan dalam memainkan objek, mencipta
dengan tangan, dan membangun struktur yang rumit, suka
menghasilkan produk yang selesai (seni, model, kerajinan
tangan, menjahit, pekerjaan dengan kayu).
· Senang bermain drama (boneka tangan, boneka orang, boneka
kertas, berdandan), senang dengan tema bertahan dan
menyerang (polisi, koboi, militer, astronot), tertarik pada
pertunjukan permainan boneka tangan.
8 tahun · Tumbuhnya minat dalam permainan yang membutuhkan
koordinasi otot kecil.
· Menikmati aktivitas kelompok, memamerkan perasaan sebagai
bagian dari kelompok.
· Umumnya lebih kooperatif, tapi membutuhkan pengawasan
agar terhindar dari perselisihan.
· Tertarik dalam permainan kompetisi, selektif dalam berteman,
commit to user
II - 11
9 tahun · Koordinasi mata, tangan, dan kemampuan motorik halus
meningkat dengan biak.
· Anak ingin sekali menjalin hubungan yang baik dengan
orang-orang di sekitarnya, memiliki teman khusus yang dipilih dari jenis
kelamin yang sama.
· Senang mengobrol dengan teman sebaya, lebih teratur dalam
bermain daripada sebelumnya.
· Mengorganisasi klub informal yang memiliki tujuan nyata untuk
periode waktu yang singkat (kode, bahasa rahasia, buletin), ingin
menjadi bagian dari organisasi).
· Lebih menyukai materi konstruksi (beragam bahan untuk
konstruksi yang mendetail dan untuk menciptakan model),
puzzle, menciptakan desain permanen (materi seni dan kerajinan
tangan), merangkai manik-manik, mengepang, menenun,
merajut, dan menjahit.
10-12
tahun
· Periode dimana olahraga mungkin berperan penting.
· Olahraga jalanan dan olahraga terorganisasi tampak menarik.
· Materi konstruksi arau meja kerja untuk membuat model tampak
menarik.
· Mainan semasa masa kanak-kanak awal akan terus dinikmati
karena keterampilan yang meningkat.
Berdasarkan penjabaran tersebut didapatkan kesimpulan bahwa rentang
usia yang paling baik dalam menerapkan metode bermain sambil belajar bagi
commit to user
II - 12 6-12 memiliki kemampuan dan daya tangkap yang paling optimal sehingga
penerapan metode ini dapat dilaksanakan dengan lebih maksimal.
C. Kemampuan Dasar Anak
1. Kemampuan motorik
Motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui
kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord.
Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan halus. Motorik kasar
adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian
besar atau seluruh anggota tubuh. Contohnya kemampuan duduk,
menendang, berlari, naik-turun tangga dan sebagainya.
Sedangkan motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot
halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh
kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya, kemampuan
memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok,
menggunting, menulis dan sebagainya. Kedua kemampuan tersebut sangat
penting agar anak bisa berkembang dengan optimal.
Perkembangan motorik anak akan lebih teroptimalkan jika lingkungan
tempat tumbuh kembang anak mendukung mereka untuk bergerak bebas.
Kegiatan di luar ruangan bisa menjadi pilihan yang terbaik karena dapat
menstimulasi perkembangan otot (CRI, 1997). Jika kegiatan anak di dalam
ruangan, pemaksimalan ruangan bisa dijadikan strategi untuk menyediakan
ruang gerak yang bebas bagi anak untuk berlari, berlompat dan
menggerakan seluruh tubuhnya dengan cara-cara yang tidak terbatas.
Selain itu, penyediaan peralatan bermain di luar ruangan bisa
commit to user
II - 13 tubuh bagian atas dan juga bagian bawah. Stimulasi-stimulasi tersebut akan
membantu pengoptimalan motorik kasar. Sedangkan kekuatan fisik,
koordinasi, keseimbangan dan stamina secara perlahan-lahan
dikembangkan dengan latihan sehari-hari. Lingkungan luar ruangan tempat
yang baik bagi anak untuk membangun semua keterampilan ini.
Kemampuan motorik halus bisa dikembangkan dengan cara anak-anak
menggali pasir dan tanah, menuangkan air, mengambil dan mengumpulkan
batu-batu, dedaunan atau benda-benda kecil lainnya dan bermain
permainan di luar ruangan seperti kelereng. Pengembangan motorik halus
ini merupakan modal dasar anak untuk menulis.
2. Kemampuan kognitif
Menurut teori Piaget, pemikiran anak–anak usia sekolah dasar disebut
pemikiran operasional konkrit (Concret Operational Thought), artinya
aktivitas mental yang difokuskan pada objek–objek peristiwa nyata atau
konkrit. Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu
mengandalkan informasi yang bersumber dari panca indera, karena ia mulai
mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata
dengan kenyataan sesungguhnya.
Dalam keadaan normal, pada usia 6-12 tahun ini pikiran anak
berkembang secara berangsur–angsur. Jika pada periode sebelumnya,
daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada usia ini
daya pikir anak sudah berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan
objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar
commit to user
II - 14 Dalam masa ini, anak telah mengembangkan tiga macam proses yang
disebut dengan operasi–operasi, yaitu:
a. Negasi (negation), yaitu pada masa konkrit operasional, anak
memahami hubungan–hubungan antara benda atau keadaan yang
satu dengan benda atau keadaan yang lain.
b. Hubungan Timbal Balik (resiprok), yaitu anak telah mengetahui
hubungan sebab-akibat dalam suatu keadaan.
c. Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan
benda-benda yang ada.
Operas-operasii yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk
mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut
ditunjukkan. Jadi, pada tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif yang
memungkinkanya dapat berfikir untuk melakukan suatu tindakan, tanpa ia
sendiri bertindak secara nyata.
Hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup General Information
and Verbal Analogies, Jones dan Conrad (Loree dalam Abin Syamsuddin M,
2001) menunjukkan bahwa laju perkembangan inteligensi berlangsung
sangat pesat sampai masa remaja, setelah itu kepesatannya berangsur
menurun. Puncak perkembangan pada umumnya tercapai di penghujung
masa remaja akhir. Perubahan-perubahan amat tipis sampai usia 50 tahun,
dan setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai dengan usia 60 tahun
selanjutnya berangsur menurun.
Berikut ini merupakan prosentase taraf perkembangan pada anak usia
6-12 tahun yang merupakan hasil tes IQ, Bloom (1964).
commit to user
II - 15
1 tahun Sekitar 20 %
4 tahun Sekitar 50 %
8 tahun Sekitar 80 %
13 tahun Sekitar 92 %
Berdasarkan tabel tersebut, didapatkan kesimpulan bahwa usia sekolah dasar yaitu usia 6-12 tahun merupakan masa perkembangan kognitif yang paling baik. Pada usia ini laju pertumbuhan intelegensi anak berkembang pesat, sehingga kemampuan berpikirnya juga berpotensi untuk meningkat tajam.
3. Kemampuan afektif
Belajar dipandang sebagai upaya sadar seorang individu untuk
memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan, baik aspek kognitif,
afektif dan psikomotor. Namun hingga saat ini dalam praktiknya, proses
pembelajaran di sekolah tampaknya lebih cenderung menekankan pada
pencapaian perubahan aspek kognitif (intelektual), yang dilaksanakan
melalui berbagai bentuk pendekatan, strategi dan model pembelajaran
tertentu. Sementara, pembelajaran yang secara khusus mengembangkan
kemampuan afektif tampaknya masih kurang mendapat perhatian. Kalaupun
dilakukan mungkin hanya dijadikan sebagai efek pengiring (nurturant effect)
atau menjadi kurikulum sampingan yang disisipkan dalam kegiatan
pembelajaran utama yaitu pembelajaran kognitif atau pembelajaran
psikomotor.
Secara konseptual maupun empirik, diyakini bahwa aspek afektif
memegang peranan yang sangat penting terhadap tingkat kesuksesan
commit to user
II - 16 Secara garis besar perkembangan afektif yang terjadi pada anak usia
6-12 tahun, antara lain:
a. Terjadi perubahan dalam konteks serta bentuk-bentuk tekanan,
peningkatan perlibatan emosi, terfokus.
b. Mulai muncul sikap anti-sosial, depresi,ketakutan dan phobia.
c. Mulai mengurangi interaksi dengan orang tua dan mulai tertarik
pasangan atau gang.
d. Meningkatnya empasis pada aspek sosial sekolah.
e. Perubahan dalam perkembangan moral.
Dengan demikian, diperlukan sebuah proses pembelajaran tersendiri
yang mampu memacu kemampuan afektif anak sehingga kelak ketika
mereka dewasa bukan hanya fisik dan intelektualnya yang maju, namun
juga kecerdasan emosional mereka.
D. Peruangan Ideal untuk Mendukung Kemampuan Motorik, Kognitif, dan
Afektif Anak
Preiser dalam Laurens (2004:1) menjelaskan bahwa kebiasaan mental dan
sikap perilaku seseorang dipengaruhi oleh lingkungan fisiknya. Adapun
lingkungan fisik tersebut antara lain berupa kondisi fisik hunian (bangunan),
ruang (interior) beserta segala perabotnya. Jika bangunan itu memiliki
ruang-ruang yang sangat nyaman untuk dihuni dan untuk beraktivitas di dalamnya,
maka dapat mempengaruhi pembentukan dan perkembangan perilaku manusia.
Ruang yang baik untuk perkembangan anak usia 6-12 tahun, yaitu ruangan
yang menyediakan area-area aktivitas tersendiri yang meliputi entry zone, messy
zone, active zone, dan quiet zone (Olds, 2001:349). Penggunaan unsur-unsur
commit to user
II - 17 atau sesuai prinsip-prinsip perancangan interior, supaya tidak menimbulkan
kekacauan di dalam ruangan (Laksmiwati, 1989). Unsur-unsur perancangan
tersebut meliputi garis, bentuk, motif, tekstur, ruang, warna, penerangan, akustik,
dan bahan.
Adapun prinsip-prinsip perancangan interior meliputi harmoni atau
keselarasan, proporsi, keseimbangan, irama, dan titik berat. Para psikolog telah
melakukan beberapa eksperimen yang telah dapat dibuktikan bahwa
penggunaan warna yang tepat untuk sekolah dapat meningkatkan proses belajar
mengajar, baik bagi siswa maupun gurunya. Suatu lingkungan yang dirancang
dengan baik, bukan hanya memberi kemudahan belajar, tetapi juga dapat
mengurangi masalah-masalah perilaku yang negatif (Darmaprawira., 2002:133).
1. Bentuk ruang
Menurut teori Francis D.K. Ching terdapat tiga macam bentuk dasar
peruangan. Berikut ini adalah penjelasan tentang bentuk dasar peruangan
beserta analisa psikologinya.
Bentuk dasar Keterangan
1. Persegi · Persegi merupakan bentuk yang
netral,statis, dan solid.
· Mudah dalam pengolahan
sirkulasi.
· Efisiensi dalam pemakaian
ruang.
· Memudahkan dalam pekerjaan
struktur.
2. Segitiga · Segitiga meurpakan bentuk yang
commit to user
II - 18 disederhanakan.
· Kurang mudah dalam
pengolahan sirkulasi.
· Kurang fleksibel untuk
dikembangkan.
· Kurang efisien dalam pemakaian
ruang.
3. Lingkaran · Sulit disederhanakan.
· Memiliki gerak putar yang kuat.
· Mudah dalam mengolah
sirkulasi.
· Memiliki sudut pandang ke
segala arah.
· Sulit dalam pengerjaan struktur.
Bentuk-bentuk dasar peruangan inilah yang nantinya akan menjadi
dasar dalam merancang bentuk-bentuk peruangan istana anak yang
mengedepankan aspek psikologi anak untuk memaksimalkan kemampuan
motorik, kognitif, dan afektif anak.
2. Penataan furnitur
Menurut Depdikbud (1992:9-12), furnitur merupakan kebutuhan penting
bagi penyelenggaraan berbagai fasilitas pembelajaran bagi anak. Jenis dan
ukuran perabot disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan pendidikan
bagi anak-anak. Perabot-perabot (meja, kursi, rak untuk alat pendidikan, dan
rak simpan untuk barang milik anak didik) tersebut hendaknya dicat dengan
commit to user
II - 19 Adapun ukuran-ukuran perabot yang direkomendasikan yaitu:
a. Meja anak berukuran p = 120 cm, l = 75 cm, dan t = 47-50 cm.
b. Kursi anak berukuran p = 32-35 cm, l = 27-30 cm, dan t = 30 cm.
c. Rak untuk alat pendidikan berukuran p = 150 cm, l = 40 cm, dan t =
65 cm.
d. Rak simpan barang milik anak didik (loker) merupakan rak besar
yang berkotak-kotak. Adapun ukuran tiap-tiap kotak tersebut, yaitu p
= 30 cm, l = 30 cm, d = 35 cm, dan t = ± 100 cm (tiga tingkat).
Ruang yang kosong tanpa ada benda satupun di dalamnya tentu tidak
akan memuaskan kebutuhan manusia, apabila ruang telah dilangkapi
dengan furnitur, barulah ruang tersebut dapat berfungsi. Penyusunan furnitur
harus disesuaikan dengan kebutuhan guna kenyamanan si pemakai sedang
fungsi
furnitur
tidak dapat dipisahkan dengan faktor estetika. Dalamperencanaan kita harus mengetahui terlebih dahulu jenis aktivitas, sehingga
kita tahu bentuk
furnitur
yang akandibuat terhadap luasan ruang, si
stempencahayaan, pemilihan warna serta kondisi-kondisi lainnya.
Penyusunan furnitur akan menimbulkan berbagai aspek yang
berhubungan dengan jenis aktivitas, fungsi, maupun segi-segi visual. Semua
ini memiliki kaitan antara aspek yang satu dengan aspek yang lain. Setelah
semua
fak
tor tersebut terperhatikan kemudian meningkat pada tahapberikutnya yaitu bagaimana menerjemahkannya dalam desain.
Desain furnitur dibagi atas dua kategori, yaitu:
a. Furnitur yang berbentuk case (kotak) termasuk chest, meja tulis,
commit to user
II - 20 semacam ini di Indonesia masih dibuat dari kayu walaupun
bahan-bahan lain bertambah populer.
b.
Furnitur
yang dilapisi, misalnya sofa, kursi-kursi yang seluruhnya atau sebagian diberi pelapis termasuk perlengkapan-perlengkapantidur.
3. Pemilihan warna
Warna merupakan aspek yang dapat mempengaruhi penampilan visual
suatu ruang. Warna juga dapat mengkamuflasekan sesuatu, misalnya
ruangan yang sempit dapat kelihatan lebih luas dan sesuatu yang
mepunyai proporsi kurang bagus menjadi bagus ( John F. Pile, 1995 ).
Suasana suatu ruang ditentukan
oleh
warna. Menurut John OmbasedSimonds, warna membantu segi visualisasi dan kesan psikologi untuk
penampilan karateristik suatu ruangPemilihan warna juga berlaku pada
interior ruangan pada bangunan yang menampung aktivitas anak-anak.
Warna dianggap sebagai faktor penting yang mampu memicu perasaan
tertentu bagi si anak.
Warna juga merupakan kekuatan yang memiliki keindahan dengan
member pengalaman keindahan. Sifat umum warna antara lain
sebagai berikut :
a. Merah
Warna yang merupakan power, energy, kehangatan, cinta, nafsu,
agresi, bahaya. Warna merah kadang-kadang dapat berubah arti jika
dikombinasikan dengan warna lain, seperti merah dikombinasikan
commit to user
II - 21 b. Biru
Merupakan warna kepercayaan, keamanan, teknologi, kebersihan,
keteraturan. Warna ini banyak digunakan sebagai warna pada logo bank
di Amerika Serikat untuk memberikan kesan kepercayaan.
c. Hijau
Warna alami, sehat,