DAFTAR ISI
Hal.
LEMBAR PERSETUJUAN ... ABSTRAK ... ABSTRACT ... KATA PENGANTAR …………... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Penjelasan Istilah... ... E. Sistematika Penulisan...
BAB II. KAJIAN TEORITIS
A. Konsep ISO 9001 ... B. Konsep Organisasi Pembelajar ... C. Belajar Sepanjang Hayat ... D. Organisasi Pembelajar dalam Perspektif Pembelajaran
Sepanjang Hayat ... E. Organisasi Pembelajar Sebagai Implementasi Pendidikan
Luar Sekolah ... F. Konsep Kinerja ...
G. Penelitian yang Relevan ... H. Kerangka Berfikir ... I. Hipotesa Penelitian ...
III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Populasi Penelitian... B. Defenisi Operasional dan Variabel Penelitian... C. Instrumen Penelitian ... D. Proses Pengembangan Instrumen ... E. Teknik Pengumpulan Data ... F. Prosedur Pengumpulan Data ... G. Teknik Analisis Data ...
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Umum Lembaga P2PNFI ... B. Deskripsi Analisis Data ... C. Deskripsi dan Analisis Data Hubungan Antar Variabel ... D. Pembahasan ...
BAB V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan ...……….. B. Rekomendasi …...………
DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN-LAMPIRAN …... RIWAYAT HIDUP ...
DAFTAR TABEL
Tabel Hal.
2.1. 3.1 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9. 4.10
Hubungan Prinsip Manajemen Mutu Dengan ISO
9001:2000... Pedoman Untuk memberikan Interpretasi Koefisien
Korelasi ... Distribusi Frekwensi Skor Penerapan ISO 9001:2000 di P2PNFI Regional I Jayagiri ... Distribusi Frekwensi Skor Penerapan ISO 9001:2000 di Lembaga di P2PNFI Regional II Semarang ... Distribusi Frekwensi Tingkat Penerapan ISO 9001:2000 Indikator 1 s.d 8 di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri .. Distribusi Frekwensi Tingkat Penerapan ISO 9001:2000 Indikator 1 s.d 8 Di Lembaga P2 PNFI Regional II
Semarang ... Distribusi Frekwensi Skor Organisasi Pembelajar di
Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri ... Distribusi Frekwensi Skor Organisasi Pembelajar di
Lembaga P2PNFI Regional II Semarang ... Distribusi Frekwensi Organisasi Pembelajar Indikator 1 s.d 5 d Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri ... Distribusi Frekwensi Organisasi Pembelajar Indikator 1 s.d 5 d Lembaga P2PNFI Regional II Semarang ... Distribusi Frekwensi Skor Kinerja Staf di Lembaga
P2PNFI Regional I Jayagiri ... Distribusi Frekwensi Skor Kinerja Staf di Lembaga
P2PNFI Regional II Semarang ...
[image:3.595.112.512.177.707.2]4.11. 4.12. 4.13. 4.14. 4.15 4.16. 4.17. 4.18.
Korelasi Parsial Variabel Penerapan ISO 9001:2000 Dengan Kinerja Staff Dengan Pengontrolan terhadap Variabel Organisasi Pembelajar di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri ... Korelasi Parsial Variabel Organisasi Pembelajar Dengan Kinerja Staf Dengan Pengontrolan terhadap Variabel Penerapan ISO 9001:2000 di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri ...
Korelasi parsial Variabel Penerapan ISO 9001:2000 dengan Variabel Organisasi Pembelajar dengan
Pengontrolan Terhadap Variabel Kinerja Staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri ... Korelasi Parsial Variabel Penerapan ISO 9001:2000 Dengan Kinerja Staff Dengan Pengontrolan Terhadap Variabel Organisasi Pembelajar di Lembaga P2PNFI Regional II Semarang ... Korelasi Parsial Variabel Organisasi Pembelajar Dengan Kinerja Staf Dengan Pengontrolan Terhadap Variabel Penerapan ISO 9001:2000 di Lembaga P2PNFI Regional II Semarang ... Korelasi Parsial Variabel Penerapan ISO 9001:2000 dengan Variabel Organisasi Pembelajar dengan
Pengontrolan Terhadap Variabel Kinerja Staf di Lembaga P2PNFI Regional II Semarang ... Komparasi Nilai Kinerja Sebelum ISO dengan Sesudah ISO Di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri ... Komparasi Nilai Kinerja Sebelum ISO dengan Sesudah ISO Di Lembaga P2PNFI Regional II Semarang ...
DAFTAR GAMBAR
Gambar Nama Gambar Hal.
2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 4.1.
Bagan organisasi yang berorientasi pelanggan... Skema Pendekatan Proses Dalam ISO 9001: 2000 ... The Damn Cycle ... Paradigma Penelitian ... Model Penelitian ...
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Hal.
1 2 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. 3.7. 3.8. 3.9. 3.10. 3.11. 3.12. 3.13 3.14. 4.1. 4.2.
Lampiran 1. Ijin Melaksanakan Penelitian di P2PNFI
Regional I Jayagiri ... Lampiran 2. Ijin Melaksanakan Penelitian di P2PNFI
Regional II Semarang ……….. Kisi-kisi Instrumen Penelitian Variabel Penerapan ISO 9001: 2000 ... Kisi-Kisi Instrumen Variabel Organisasi Pembelajar ... Kisi-Kisi Instrumen Variabel Peningkatan Kinerja ... Kuesioner Penerapan ISO 9001:2000 ... Kuesioner Organisasi Pembelajar ... Kuesioner Kinerja ... Data Ujicoba Intrumen Penerapan ISO 9001:2000 ... Data Ujicoba Instrumen Organisasi Pembelajar ... Data Ujicoba Instrumen Kinerja .Sebelum ISO... Data Ujicoba Instrumen Kinerja Staf Sesudah ISO ... Validitas Dan Reliabilitas Ujicoba Variabel ISO ………... Validitas Dan Reliabilitas Ujicoba Variabel Organisasi Pembelajar ……….. Validitas Dan Reliabilitas Ujicoba Variabel Kinerja Sebelum ISO ... Validitas Dan Reliabilitas Ujicoba Varibel Kinerja Sesudah ISO ……….. Data Penerapan ISO 9001:2000 Di P2PNFI Regional
Jayagiri ... Data Organisasi Pembelajar Responden Di P2PNFI Regional I Jayagiri ...
4.3.
4.4.
4.5.
4.6.
4.7.
4.8.
4.9.
4.10.
4.11 4.12.
Data Kinerja Sebelum ISO 9001:2000 Responden Di P2PNFI Regional I Jayagiri ... Data Kinerja Sesudah ISO 9001:2000 Responden Di P2PNFI Regional I Jayagiri ... Analisa Data Peningkatan Kinerja Staf di PPNFI Regional I Jayagiri ... Data Penerapan ISO 9001:2000 Responden Di P2PNFI Regional II Semarang ... Data Penelitian Organisasi Pembelajar Di P2PNFI Regional II Semarang ... Data Penelitian Kinerja Sebelum ISO 9001:2000 Di P2PNFI Regional II Semarang ... Data Penelitian Kinerja Sesudah ISO Di P2PNFI Regional II Semarang ... Analisa Data Peningkatan Kinerja di P2PNFI Regional II Semarang ... Hasil Analisa Data Penelitian di P2PNFI Regional I Jayagiri. Hasil Analisa Data Penelitian di P2PNFI Regional II
Semarang...
274
278
282
284
300
308
312
316 318
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka, berdaulat dan
bebas dari penjajahan memiliki tujuan seperti yang tertulis pada pembukaan
Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu:
mencerdaskan kehidupan bangsa. UUD 1945 mengamanatkan mengenai pentingnya
pendidikan bagi seluruh warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28C Ayat (1)
bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan
demi kesejahteraan umat manusia, dan Pasal 31. menjelaskan tanggung jawab pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan, bahwa:
(1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan;
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya;
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; serta
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia (Majelis Permusyawaratan Rakyat/ Sekretariat Jenderal, Naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 2008: 24).
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) selaku penanggung jawab
Nasional. Renstra merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN). Tahun 2005, Presiden mengeluarkan Peraturan
Presiden Nomor 7 tentang RPJMN Tahun 2004–2009 yang mengamanatkan tiga
misi pembangunan nasional, yaitu: (1) Mewujudkan negara Indonesia yang aman
dan damai; (2) Mewujudkan bangsa Indonesia yang adil dan demokratis; (3)
Mewujudkan bangsa Indonesia yang sejahtera. Untuk mewujudkannya, bangsa
kita harus menjadi bangsa yang berkualitas, sehingga setiap warga negara mampu
meningkatkan kualitas hidup, produktivitas dan daya saing terhadap bangsa lain
di era global.
Misi pembangunan nasional pada butir yang ketiga tersebut dijadikan
pegangan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sebagai pedoman
bagi semua tingkatan pengelola pendidikan, mulai dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah, satuan pendidikan, dan masyarakat dalam merencanakan dan
melaksanakan program pembangunan pendidikan nasional serta mengevaluasi
hasilnya. Depdiknas selaku pemegang amanah pelaksanaan sistem pendidikan
nasional memiliki kewajiban untuk mewujudkan misi pembangunan tersebut.
Perspektif pembangunan pendidikan tidak hanya ditujukan untuk
mengembangkan aspek intelektual saja melainkan juga watak, moral, sosial dan
fisik peserta didik, atau dengan kata lain menciptakan manusia Indonesia
seutuhnya.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pemerintah dituntut untuk mewujudkan fungsi dan tujuan tersebut, oleh
karena itu sebagai penyelenggara pendidikan berhak mengarahkan, membimbing,
membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Undang-undang dan peraturan tersebut sesuai
dengan prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan pendidikan nasional yang tercakup
dalam Rencana Strategis Depdiknas (2005: 4-5), yaitu:
1. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa;
2. Satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna, diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat;
3. Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran;
4. Mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat; dan
5. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut, maka ditetapkanlah tujuan pembangunan
pendidikan nasional jangka menengah yang tertuang dalam Renstra Depdiknas
(2005: 5-6 ) sebagai berikut: (1) Meningkatkan iman, takwa, akhlak mulia; (2)
Meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; (3) Meningkatkan
sensitifitas dan kemampuan ekspresi estetis; (4) Meningkatkan kualitas jasmani;
jenjang pendidikan bagi semua warga negara secara adil, tidak diskriminatif, dan
demokratis tanpa membedakan tempat tinggal, status sosial-ekonomi, jenis
kelamin, agama, kelompok etnis, dan kelainan fisik, emosi, mental serta
intelektual; (6) Menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
secara efisien, bermutu, dan relevan sebagai landasan yang kokoh bagi
pengembangan kualitas manusia Indonesia; (7) Menurunkan secara signifikan
jumlah penduduk buta aksara; (8) Memperluas akses pendidikan nonformal bagi
penduduk laki-laki maupun perempuan yang belum sekolah, tidak pernah sekolah,
buta aksara, putus sekolah dalam dan antar jenjang serta penduduk lainnya yang
ingin meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan; (9)
Meningkatkan daya saing bangsa dengan menghasilkan lulusan yang mandiri,
bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta
memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi
berbagai tantangan dan perubahan; (10) Meningkatkan kualitas pendidikan
dengan tersedianya standar pendidikan nasional dan standar pelayanan minimal
(SPM), serta meningkatkan kualifikasi minimun dan sertifikasi bagi tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan lainnya; (11) Meningkatkan relevansi
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan melalui peningkatan
hasil penelitian, pengembangan dan penciptaan ilmu pengetahuan dan teknologi
oleh perguruan tinggi serta penyebarluasan dan penerapannya pada masyarakat;
(12) Menata sistem pengaturan dan pengelolaan pendidikan yang semakin efisien,
produktif, dan demokratis dalam suatu tata kelola yang baik dan akuntabel; (13)
peningkatan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, peran serta masyarakat
dalam pembangunan pendidikan, serta efektivitas pelaksanaan otonomi dan
desentralisasi pendidikan termasuk otonomi keilmuan; dan (14) Mempercepat
pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme untuk mewujudkan Depdiknas
yang bersih dan berwibawa.
Tujuan pembangunan pendidikan jangka menengah di atas, merupakan
suatu yang ideal, jika dapat tercapai maka warga Negara Indonesia akan menjadi
warga Negara Indonesia yang seutuhnya, berfungsi sebagai subyek yang memiliki
kapasitas untuk mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara
optimal. Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling mendasar, yaitu (1)
afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk
budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; (2) kognitif
yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan
mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (3)
psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan
teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat
manusia secara holistik, yang memungkinkan ketiga dimensi kemanusiaan paling
elementer di atas dapat berkembang secara optimal. Dengan demikian, pendidikan
seyogyanya menjadi wahana strategis bagi upaya mengembangkan segenap
potensi individu, sehingga cita-cita membangun manusia Indonesia seutuhnya
dapat tercapai. Pencapaian manusia Indonesia seutuhnya diperjelas dengan
Sistem Pendidikan Nasional, Departemen Pendidikan Nasional berkewajiban
untuk mencapai Visi Pendidikan Nasional sebagai berikut: “...Terwujudnya
sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia
yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah”. (Renstra Depdiknas, 2005: 7). Departemen Pendidikan Nasional
memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan visi dengan menjabarkan visi
tersebut yang lebih konkrit bahwa pendidikan yang diharapkan pada tahun 2025
nanti akan menghasilkan: “ ... Insan Indonesia cerdas dan kompetitif (Insan Kamil
/ Insan Paripurna), maksudnya adalah insan yang cerdas secara komprehensif,
yang meliputi cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual,
dan cerdas kinestetis “. (Renstra Depdiknas, 2005: 7).
Renstra Depdiknas Tahun 2005-2009 dalam rangka komitmen global
diarahkan guna mempercepat sasaran Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on
The Rights of the Child) yang menyatakan: ”Setiap negara di dunia melindungi
dan melaksanakan hak-hak anak tentang pendidikan dengan mewujudkan wajib
belajar pendidikan dasar bagi semua secara bebas” (Artikel 28) dan konvensi
mengenai hak azasi manusia (HAM) yang menyatakan: “Setiap orang berhak atas
pendidikan. Pendidikan harus bebas biaya, setidaknya pada pendidikan dasar
(Dikdas). Pendidikan dasar harus bersifat wajib. Pendidikan teknik dan profesi
harus tersedia secara umum dan pendidikan yang lebih tinggi harus sama-sama
dapat dimasuki semua orang berdasarkan kemampuan” (Deklarasi HAM, Artikel
dalam Kerangka Aksi Dakar mengenai Pendidikan Untuk Semua (PUS) atau
Education for All (EFA).
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam memenuhi komitmen
internasional di bidang pendidikan, adalah dengan melakukan perbaikan indikator
kinerja Pendidikan Untuk Semua (PUS), dengan menekankan pada peran
masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.
Namun, upaya inovatif sangat diperlukan untuk mempercepat kemajuan,
khususnya untuk menjamin penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
terutama bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin yang belum memperoleh
kesempatan belajar, serta penuntasan buta aksara sebagai salah satu indikator
penting dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia.
Penjabaran visi pendidikan yang dimaksud di atas lebih konkrit lagi
dirumuskan dalam bentuk misi pendidikan nasional, khususnya misi yang
pertama yaitu : “ ...Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia“. (Renstra
Depdiknas, 2005-2009; 10). Pemerintah berusaha untuk menjalankan misi
perluasan akses ini, program yang dilakukan adalah menyelenggarakan
pendidikan formal, dan nonformal, yang bertujuan untuk memberikan layanan
pendidikan seluas-luasnya bagi masyarakat. Pendidikan formal diperuntukkan
bagi masyarakat yang dapat mengakses pendidikan, sedangkan pendidikan non
formal ditujukan kepada masyarakat yang tidak terlayani dan tidak dapat
mengakses pendidikan non formal. Program-program pendidikan non formal yang
keaksaraan, (2) pendidikan kesetaraan, (3) kursus-kursus, (4) pelatihan, (5)
pendidikan anak usia dini ( UU. No. 20 Tahun 2003: Pasal 26 ayat 3)
Program pendidikan non formal yang diselenggarakan harus dapat
meningkatkan daya saing agar masyarakat yang tidak dapat mengakses
pendidikan tersebut dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Tuntutan
meningkatkan daya saing bagi penyelenggara pendidikan non formal ini sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional butir 6 yaitu: “ ...Meningkatkan daya saing
bangsa dengan menghasilkan lulusan yang mandiri, bermutu, terampil, ahli dan
profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta memiliki kecakapan hidup
yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan dan
perubahan“.
Tuntutan daya saing ini, berimplikasi kepada penyelenggara program
pendidikan non formal, agar program pendidikan yang dilaksanakan memiliki
standar mutu yang telah ditentukan. Program pendidikan yang bermutu dapat
diperoleh melalui proses penelitian dan pengembangan, proses ini dapat
dilakukan secara internal oleh penyelenggara pendidikan atau masyarakat ataupun
secara eksternal dari lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan
penelitian dan pengembangan mutu pendidikan non formal yaitu Balai
Pengembangan Pendidikan Nonformal-Informal (BPPNFI). Balai Pengembangan
Pendidikan Nonformal-Informal (BPPNFI), merupakan lembaga yang dibentuk
oleh Departemen Pendidikan nasional bertugas dan bertanggung jawab untuk
Tahun 2007 BPPPNFI berdasarkan Surat Keputusan menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia berubah menjadi Pusat Pengembangan Pendidikan
Non Formal dan Informal (P2-PNFI) Regional I Jayagiri. BPPNFI Regional II
Semarang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor : 08/2008 tanggal 31 Maret 2008 berubah menjadi P2PNFI
Regional II Semarang. P2PNFI mempunyai tugas melaksanakan perumusan
kebijakan teknis, pengkajian dan pengembangan model pendidikan nonformal
dan informal serta fasilitasi pengembangan sumber daya di bidang pendidikan
nonformal dan informal di wilayah kerjanya.
P2PNFI juga bertugas untuk melaksanakan visi pendidikan nasional
khususnya butir ke dua dan ketiga yaitu: “ ... peningkatan mutu, relevansi, dan
daya saing keluaran pendidikan, dan peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan
citra publik pengelolaan pendidikan. Wujud dari pelaksanaan visi tersebut maka,
maka P2PNFI harus memiliki sertifikasi standart mutu pelayanan, yang dimaksud
disini adalah ISO 9001.
ISO 9001:2000 merupakan Quality Management Systems Requirements
atau kualitas manajemen layanan ditujukan untuk digunakan di organisasi
manapun yang merancang, membangun, memproduksi, memasang dan / atau
melayani produk apapun atau memberikan bentuk jasa apapun. Definisi dari
Standar ISO 9001 untuk sistem manajemen kualitas (Quality Management
System, QMS) adalah: "struktur organisasi, tanggungjawab, prosedur-prosedur,
proses-proses, dan sumber-sumber daya untuk penerapan manajemen kualitas"
System) merupakan sekumpulan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek
standar untuk manajemen sistem yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu
proses dan produk (barang dan/ atau jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan
tertentu. Kebutuhan atau persyaratan itu ditentukan atau dispesifikasikan oleh
pelanggan dan organisasi.
ISO 9001: 2000 disusun berlandaskan pada delapan prinsip manajemen
kualitas yang dapat digunakan sebagai suatu kerangka kerja yang akan
membimbing organisasi menuju peningkatan kinerja, prinsip-prinsip tersebut
adalah : Prinsip 1 : Fokus Pelanggan; Prinsip 2 : Kepemimpinan; Prinsip 3 :
Keterlibatan Orang; Prinsip 4 : Pendekatan Proses; Prinsip 5 : Pendekatan Sistem
Terhadap Manajemen; Prinsip 6 : Peningkatan Terus Menerus; Prinsip 7 :
Pendekatan Faktual Dalam Pembuatan Keputusan; Prinsip 8: Hubungan Pemasok
Yang Saling Menguntungkan (Gaspersz, 2006 : 75).
Standar ini memberikan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh
sebuah organisasi apabila mereka hendak memperoleh kepuasan pelanggan
sebagai hasil dari barang dan jasa yang secara konsisten memenuhi permintaan
pelanggan tersebut. ISO 9001: 2000 bukan merupakan standar produk, karena
tidak menyatakan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk
(barang dan/atau jasa). Tidak ada kriteria penerimaan produk dalam ISO 9001:
2000, sehingga kita tidak dapat menginspeksi suatu produk terhadap
standar-standar produk. ISO 9001: 2000 hanya merupakan standar-standar sistem manajemen
kualitas oleh karenanya lembaga hanya boleh menyatakan bahwa sistem
produk berstandar internasional dan diharapkan bahwa produk yang dihasilkan
dari suatu sistem manajemen kualitas internasional akan berkualitas baik
(standar). Jasa layanan P2PNFI yang dimaksud dalam ISO 9001 adalah jasa/
layanan yang diberikan kepada para peserta belajar, bimbingan dan kepada
lembaga-lembaga pemakai produk berupa model pembelajaran, pelatihan dan
lulusan kursus yang dibina oleh P2PNFI.
Berubah atau melakukan perubahan dalam prosesnya terjadi suatu aktivitas
yang disebut belajar (learning). Aktivitas belajar ini ada yang disadari atau tidak
disadari. Apa yang dipelajari adalah segala sesuatu yang terjadi dalam perubahan
itu sendiri baik yang terjadi karena dorongan lingkungan maupun karena
diinginkan. Dalam suatu lembaga dalam hal ini P2PNFI, perubahan itu bisa
terjadi karena adanya faktor tuntutan dari para konsumen setianya ataupun karena
faktor lingkungan yang terus melakukan perubahan agar dapat memenuhi
tuntutan tugas dan fungsi dari didirikannya lembaga tersebut. Oleh karenanya
semua lembaga harus selalu belajar atau belajar terus menerus (continuing
education) sepanjang lembaga itu ingin mempertahankan keberadaannya. Suatu
lembaga yang belajar disebut dengan Learning Organization (organisasi
pembelajar). Hal ini terjadi karena selain sebagai tempat yang menghasilkan
karya-karya unggulan (pilot project), model pembelajaran dan media
pembelajaran, para staf, tenaga fungsional (pamong) juga dituntut untuk
menghasilkan modul-modul pembelajaran. Modul ini juga digunakan oleh
lembaga penyelenggara pendidikan luar sekolah lain sebagai media dalam
untuk berlatih bagi para mahasiswa pendidikan luar sekolah, serta staf dari
lembaga penyelenggara pendidikan luar sekolah lainnya. Oleh sebab itu P2PNFI
Regional I dan Regional II sebagai suatu lembaga rujukan utuk melakukan
pembelajaran secara terus menerus di bidang manajemen dengan menerapkan
ISO 9001:2000.
P2PFNI adalah salah satu contoh lembaga yang melakukan transformasi
dari lembaga klasik yang bertujuan mengembangkan kegiatan belajar masyarakat
menjadi balai terdepan dan unggul dalam inovasi program-program Pendidikan
Luar Sekolah dan Pemuda. Perubahan ini tentu saja tidak mudah untuk dilakukan,
terutama dalam memberikan pengalaman dan layanan dalam kualitas yang tinggi
dalam kegiatannya. Bentuk perubahan manajemen layanan ini dipilih oleh
P2PNFI karena lembaga ini perlu untuk memperhatikan trend tuntutan yang
akan terjadi di masa depan yaitu produk yang memenuhi kepuasan pelanggan.
Untuk itu lembaga perlu menyiapkan organisasinya dalam menghadapi tantangan
tersebut. Upaya-upaya yang dilakukan ditataran pucuk pimpinan manajemen
diimbangi dengan melakukan pembelajaran atau organisasi pembelajar dari para
pamong belajar dan staf struktural P2PNFI sehingga terjadi proses belajar
berkelanjutan (continuing education), belajar sepanjang hayat (lifelong
education). Organisasi pembelajar oleh Peter Senge (1990: 3) diartikan sebagai :
Proses organisasi pembelajar dapat terjadi jika dalam lembaga tersebut
orang-orangnya terus meningkatkan kapasitas dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang benar-benar dipilih atau diinginkan, di mana sesuatu yang baru dan
cara berfikir ekspansi adalah alamiah datang dari orang-orang tersebut, bebas
menentukan aspirasinya secara kolektif, dan orang-orang secara berkelanjutan
belajar untuk melihat seluruhnya secara bersama-sama. Kewajiban lembaga
adalah mencari cara atau menciptakan suasana untuk melakukannya. Cara atau
pendekatan ini dalam pendidikan non formal disebut sebagai belajar secara terus
menerus atau belajar sepanjang hayat (lifelong learning).
Belajar sepanjang hayat dijelaskan dalam, General Conference of UNESCO
(Cross, KP, 1981:249) meliputi tiga hal yaitu: “... restructuring at the existing
system of education, the full development of all education potential out side the
formal system, and the development of self directed learner, ... “. Dari
penjelasan UNESCO ini belajar sepanjang hayat terjadi untuk memperbaiki
sistem pendidikan yang ada, mengembangkan seluruh potensi pendidikan diluar
sistem pendidikan formal dan mengembangkan kemampuan untuk belajar sendiri.
Tujuan utama pendidikan sepanjang hayat ini adalah untuk belajar mendalami
keterampilan dasar, dan motivasi untuk mempelajari berbagai macam aspek
kehidupanya.
Belajar sepanjang hayat dalam tempat kerja merupakan tuntutan dasar bagi
setiap individu atau orang dewasa agar dapat mengembangkan diri untuk
memenuhi standar sumberdaya manusia yang ditentukan dan dibutuhkan oleh
atau staf di tempat kerja merupakan tuntutan dari penerapan ISO yang difokuskan
untuk memenuhi kepuasan layanan bagi pelanggan. Selain itu masyarakat juga
semakin haus dengan pendidikan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Oleh karena itu lembaga harus terus menerus belajar dan berbenah diri, agar selalu
terjadi transformasi dari lembaga yang klasik menjadi lembaga yang dapat
memenuhi tuntutan pasarnya (costumer driven).
Penerapan ISO 9001 sebagai pedoman layanan P2PNFI merupakan hal
baru, sehingga menuntut seluruh unsur yang ada dalam lembaga tersebut, agar
selalu melakukan learning organization (organisasi pembelajar) untuk
mewujudkan visi dan misi lembaga. Sebagai organisasi pembelajar P2PNFI
dituntut untuk menciptakan suasana kerja atau lingkungan kerja yang dapat
meningkatkan iklim pembelajar, dan peningkatan kemampuan personal seluruh
staff. Organisasi pembelajar oleh Anita (Longworth N, 2003:19) dinyatakan
sebagai berikut: “... a continous process of learning and re-learning throughout
every operation business... “. Seluruh staf dan pamong harus selalu belajar dan
belajar terus-menerus melalui setiap pekerjaan yang dihadapi sehari-hari.
Staf atau pengelola lembaga serta pamong dituntut untuk melaksanakan
klausul-klausul dan menerapkannya didalam pekerjaan sehari-hari serta menjadi
organisasi pembelajar. organisasi pembelajar dijelaskan oleh Senge (1990:3)
meliputi 5 (lima) hal, yaitu : (1) Personel mastery (kemampuan menilai kekuatan
diri), (2) Shared vision (kemampuan berbagi visi), (3) System thinking (cara
berfikir systemik), (4) Mental model (mentalitas yang baik), (5) Team learning
Kelima disiplin pembelajaran ini merupakan sesuatu yang ada dalam tiap
individu. Bagaimana setiap individu menerima perubahan, merespon perubahan
cara kerja menggunakan ISO 9001 dengan baik dan berupaya melakukan
pekerjaan sebaik-baiknya dengan menggunakan prosedur kerja yang baru,
melakukan pembelajaran agar dapat menguasai prosedur kerja baru. Namun
karena perubahan ini ada - terjadi di dalam konteks kelembagaan maka
pembelajaran ini tidak lagi menjadi kewajiban individu-individu melainkan
menjadi pembelajaran bersama di dalam organisasi. Sistem kerja berdasarkan
ISO merupakan system kerja secara kelompok (group). Hasil kerja seseorang
merupakan bagian dari kerja kelompok (working group). Setiap individu harus
berupaya untuk bisa menilai kemampuan dirinya sebagai bagian dari kemampuan
kelompok, bisa berbagi visi untuk mencapai tujuan kelompok, memiliki
mentalitas yang baik, memiliki kemampuan belajar dalam kelompok serta
memiliki cara berfikir secara system.
Perubahan manajemen kerja yang lama menjadi manajemen berlandaskan
kualitas layanan memerlukan suatu upaya yang cukup besar agar dapat melakukan
dengan pola kerja baru, sehingga menjadi terinternalisasi pada diri tiap individu,
dan menjadikan cara kerja individu menjadi cara kerja kelompok merupakan hasil
dari organisasi pembelajar. Pemilihan cara kerja berlandaskan ISO merupakan
suatu upaya untuk memperbaiki cara kerja dengan melakukan pembelajaran
secara terus menerus, sesuai dengan visi Direktorat Jenderal Pendidikan
Nonformal dan Informal yaitu: “...Terwujudnya manusia Indonesia pembelajar
Pembelajaran secara terus-menerus yang dilakukan oleh setiap individu
dapat membentuk profesionalisme atau tingkat kompetensi dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsi pelayanan pendidikan (kinerja). Kemampuan atau
kompetensi ini merupakan pilar profesi seperti yang dikatakan oleh Kamil M.,
(2007:119) yang menyebutkan ada beberapa karakteristik profesional seseorang
yang memiliki kompetensi kuat yaitu:
1. Mampu melakukan suatu pekerjaan tertentu secara rasional,
2. Menguasasi perangkat pengetahuan tentang seluk beluk apa yang menjadi tugas pekerjaannya,
3. Menguasasi perangkat keterampilan tentang cara bagaimana dan dengan apa harus melakukan tugas pekerjaannya,
4. Memahami basic standart tentang ketentuan kelayakan normatif minimal
kondisi dan proses yang dapat ditoleransikan dan kriteria keberhasilan yang diterima dari apa yang dilakukannya,
5. Memiliki motivasi dan aspirasi unggulan dalam melakukan tugas dan pekerjaannya,
6. Memiliki kewenangan yang memancarkan atas penguasaan perangkat kompetensinya yang dalam batas tertentu dapat didemonstrasikan.
Perolehan kemampuan tersebut diatas, dilakukan melalui suatu proses
pembelajaran yang terus-menerus dalam sebuah organisasi berlandaskan pada
ISO, organisasi pembelajar dalam kehidupan sebuah organisasi bertujuan untuk
membangun atau membentuk performa seluruh individu yang terlibat dalam
organisasi tersebut. Performa atau kinerja seluruh individu dalam organisasi akan
selalu mengalami perubahan kearah peningkatan layanan yang bermutu yaitu
dengan menerapkan ISO dalam keseluruhan pelaksanaan tugas-tugas organisasi,
dan dampaknya pada setiap individu tersebut dituntut untuk melakukan
pembelajaran secara terus-menerus.
Lembaga P2PNFI telah menjalankan manajemen kerja berdasarkan ISO
terjadi suatu proses kerja yang baik berdasarkan ISO 9001:2000 karena telah
terjadi suatu proses organisasi pembelajar atau belajar berkesinambungan sebagai
upaya mewujudkan komitmen terhadap keputusan lembaga dalam penerapan ISO
9001:2000 sebagai tolok ukur kualitas layanannya kepada masyarakat. Untuk itu
perlu dilakukan suatu penelitian di kedua lembaga P2PNFI sebagai suatu lembaga
pusat pengembang program pendidikan non formal dan informal yang
menggunakan manajemen ISO 9001:2000. Apakah di lembaga ini ISO 9001:2000
sudah dapat diimplementasikan dengan baik dan bagaimana organisasi pembelajar
yang terjadi di kedua lembaga. Bila penerapan ISO 9001:2000 dan organisasi
pembelajar dapat terwujud bagaimana kinerja staf sebagai dampak dari adanya
penerapan ISO 9001:2000 dan organisasi pembelajar. Setelah lima tahun bila
tidak dilakukan suatu penelitian terhadap pelaksanaan penerapan ISO 9001:2000,
organisasi pembelajar serta kinerja staf di lembaga tersebut maka tidak akan
diperoleh informasi apakah pelaksanaan penerapan ISO 9001:2000 dapat berjalan
dengan baik, juga tidak diketahui apakah terjadi suatu pembelajaran terus menerus
(life long learning). Organisasi yang berbasis pembelajaran lebih berfokus pada
upaya melakukan pekerjaan dengan lebih baik, dan memandang pembelajaran
sebagai cara terbaik untuk meningkatkan kinerja jangka panjang.
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah
Uraian pada latar belakang di atas, menunjukkan bahwa melakukan
perubahan dari suatu lembaga yang konvensional menjadi lembaga yang
berlandaskan kerja berdasarkan manajemen kualitas telah dilakukan oleh sebab
untuk mendukung keberhasilan penerapan ISO sebagai standar kerja tersebut,
permasalahannya adalah : Apakah penerapan ISO 9001:2000 dapat berjalan di
Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan P2PNFI Regional II Semarang dengan
baik meskipun tidak mudah untuk merubah tata cara kerja konvensional menjadi
tata cara kerja berlandaskan layanan yang bermutu. Prinsip-prinsip dalam sistem
manajemen kualitas ISO 9001 yang menjadi variabel dalam menentukan adanya
standart kualitas meliputi: Prinsip 1 : Fokus Pelanggan; Prinsip 2 :
Kepemimpinan; Prinsip 3 : Keterlibatan Orang; Prinsip 4 : Pendekatan Proses;
Prinsip 5 : Pendekatan Sistem Terhadap Manajemen; Prinsip 6 : Peningkatan
Terus Menerus; Prinsip 7 : Pendekatan Faktual Dalam Pembuatan Keputusan;
Prinsip 8 : Hubungan Pemasok Yang Saling Menguntungkan. Kedelapan prinsip
ini merupakan suatu kesatuan ISO yang akan memberi dampak kepada staf dan
tenaga fungsional bahwa kualitas layanan yang ada menjadi kurang memenuhi
standar jika mereka tidak bekerja sesuai dengan standar yang dikehendaki, untuk
itu harus melakukan pembelajaran secara terus menerus agar dapat memberikan
pelayanan yang berkualitas.
Apakah Penerapan ISO 9001:2000 dapat mendorong seluruh staf untuk
melakukan pembelajaran terus menerus sebagai upaya untuk menjawab tuntutan
kerja dalam memberikan layanan yang berkualitas kepada masyarakat belajar.
untuk melakukan organisasi pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan oleh
suatu lembaga meliputi lima disiplin, yaitu : personel mastery (kemampuan
menilai kekuatan diri), shared vision (kemampuan berbagi visi), system thinking
(kemampuan belajar bekerja dalam tim). Kelima disiplin ini mempengaruhi
kepada prilaku staff P2PNFI dari prilaku kerja lama menjadi prilaku kerja baru
sesuai standar ISO yang diperoleh melalui proses belajar. Organisasi yang
menerapkan standar layanan berdasarkan ISO akan mendorong seluruh
komponen di dalamnya baik secara individu, tim maupun secara organisasional
untuk terus menerus melakukan pembelajaran. Terus menerus melakukan
perbaikan dan inovasi agar tercapai suatu standar kerja yang sesuai dengan
persyaratan mutu layanan berbasis ISO.
Apakah penerapan ISO 9001:2000 dan adanya organisasi pembelajar dapat
meningkatkan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan P2PNFI
Regional II Semarang. Kinerja yang meningkat pada aspek kuantitatif dan
kualitatif.
Uraian pada latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan
tentang penerapan ISO 9001 sebagai wujud dari organisasi pembelajar untuk
memberikan layanan yang terstandar di P2PNFI peneliti akan membatasi
penelitian ini pada aspek penerapan ISO 9001:2000 pengaruhnya terhadap
organisasi pembelajar serta kinerja staff di lembaga P2PNFI. Rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan antara penerapan ISO 9001:2000 dengan kinerja staf di
Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan Regional II Semarang?
2. Apakah ada hubungan antara organisasi pembelajar dengan kinerja staf di
3. Apakah ada hubungan antara penerapan ISO 9001:2000 dan organisasi
pembelajar dengan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan
Regional II Semarang ?
4. Apakah ada peningkatan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri
dan Regional II Semarang ?
C. Tujuan Penelitian.
Tujuan dalam penelitian ini ada dua yaitu tujuan secara umum dan tujuan
secara khusus. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
penerapan ISO 9001:2000 dengan organisasi pembelajar dan kinerja staf di
lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan P2PNFI Regional II Semarang.
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Mengetahui hubungan penerapan variabel ISO 9001:2000 dengan
kinerja staf.
b. Mengetahui hubungan organisasi pembelajar dengan kinerja staf.
c. Mengetahui hubungan antara penerapan ISO 9001:2000 dan organisasi
pembelajar dengan kinerja staf.
d. Mengetahui peningkatan kinerja staf sesudah penerapan ISO 9001:2000.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara positif
dalam tataran teoritik maupun praksis. Dalam tataran teoritik penelitian ini dapat
memberikan tambahan wawasan tentang peningkatan mutu layanan pendidikan
melalui penerapan ISO 9001:2000 yang dipercaya dapat menjadi penggerak
sekolah. Selain itu penelitian ini akan memberi informasi tentang bentuk
penjabaran pendidikan luar sekolah di dalam lembaga penyelenggara pendidikan
nonformal khususnya belajar sepanjang hayat sebagai kajian utama yakni
terjadinya organisasi pembelajar dan perbaikan kinerja staf sebagai dampak dari
adanya kegiatan belajar terus menerus atau belajar berkesinambungan yang
dilakukan oleh di lembaga P2PNFI. Secara khusus penelitian ini bermanfaat bagi
mahasiswa Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, dalam melakukan penelitian lanjutan.
Dalam tataran praksis penelitian ini dapat berguna bagi pemangku
kepentingan yaitu lembaga-lembaga terkait bidang pendidikan nonformal
ditingkat pusat yaitu : Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal
(Ditjen PNFI) maupun ditingkat penyelenggara program yaitu lembaga-lembaga
penyelenggara pendidikan nonformal dalam pembuatan kebijakan penerapan ISO
9001:2000 sebagai acuan standar mutu layanan pendidikan dan menerapkan
organisasi pembelajar yang sesuai sebagai upaya peningkatan kualitas kinerja
staf di lembaganya.
D. Penjelasan Istilah.
Berikut ini beberapa istilah, konsep serta variabel yang digunakan yang
digunakan dalam penelitian ini :
Penerapan ISO 9001:2000 adalah kemampuan dari staf dan pamong belajar
dalam melakukan atau melaksanakan kedelapan prinsip ISO 9001:2000.
Organisasi pembelajar adalah suatu keadaan, usaha, pembelajaran yang
untuk meningkatkan kemampuan yang dilakukan secara terus menerus, dengan
cara berfikir yang baru dan luas, memiliki kemampuan menilai diri, memiliki
mental yang baik dan tangguh, mampu untuk berbagi visi, serta mampu
bekerjasama sebagai suatu tim, untuk memenuhi tuntutan perubahan agar dapat
mencapai tujuan yang ingin dicapai yaitu sesuai standar ISO 9001:2000.
Kinerja adalah suatu hasil atau kondisi atau prestasi yang diperoleh sebagai
hasil dari suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
atas tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai yang telah ditetapkan sebelumnya. Peningkatan kinerja adalah suatu
kondisi adanya peningkatan aspek kinerja seseorang yang bekerja di lembaga
P2PNFI sebagai dampak dari diterapkannya ISO 9001:2000 sebagai standar
dalam bekerja dan adanya organisasi pembelajar yang dilakukan oleh staf.
Staf struktural adalah orang atau petugas yang bertugas di lembaga P2PNFI
dibidang struktural. Staf fungsional atau pamong belajar adalah orang atau
petugas yang bertugas sebagai pamong belajar di lembaga P2PNFI.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan disertasi ini disajikan dalam V (lima) bab dengan
uraian penulisan sebagai berikut:
Bab I. Pendahuluan.
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah dan sistematika
penulisan.
Bab II berisikan uraian teori tentang penerapan ISO 9001:2000, organisasi
pembelajar dan kinerja staf; kerangka pemikiran; serta hipotesis penelitian.
Bab III. Metode Penelitian.
Bab ini berisikan uraian tentang lokasi dan populasi penelitian, definisi
operasional variabel penelitian, instrumen penelitian, proses pengembangan
instrumen, teknik pengumpulan data, prosedur pengumpulan data serta teknik
analisis data.
Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan.
Bab ini berisikan uraian tentang deskripsi data, analisis data dan
pembahasan terhadap temuan penelitian.
Bab V. Kesimpulan dan Rekomendasi.
Bab ini berisikan uraian tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan
rekomendasi yang ditujukan pada para pembuat kebijakan, kepada para pengguna
hasil penelitian dan pada peneliti selanjutnya.
Daftar Pustaka.
Pada bagian ini dicantumkan daftar pustaka yang menjadi rujukan dalam
92
BAB III.
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Populasi Penelitian.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
metode expost facto. Furchan (1982: 50) mengatakan penelitian expost facto ialah
suatu penyelidikan ilmiah yang mengamati variabel terikat sebagai hasil dari satu
atau lebih variabel bebas, di mana variabel bebas tersebut tidak dapat
dimanipulasi oleh peneliti. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan korelasional. Penggunaan teknik korelasional menurut Sudjana
(1988: 352) adalah untuk melihat hubungan satu atau lebih variabel bebas dengan
satu atau lebih variabel terikat.
Lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah Lembaga P2PNFI
Regional I Jayagiri dan P2PNFI Regional II Semarang. Kedua lembaga ini
dijadikan lokasi penelitian, didasarkan pada berbagai pertimbangan, yaitu:
1. Berdasarkan hasil studi pendahuluan dari beberapa lembaga P2PNFI,
P2PNFI Regional I Jayagiri dan Regional II Semarang telah menerapkan
standar layanan berdasarkan ISO 9001:2000 dan telah mendapat
sertifikat ISO 9001:2000.
2. Penerapan ISO 9001: 2000 mensyaratkan adanya delapan prinsip yang
menjadi dasar dalam pelaksanaan kinerjanya. Hal ini menyebabkan
seluruh staf harus melakukan pembelajaran secara terus menerus agar
93
3. Adanya semangat terjadinya organisasi organisasi pembelajar di lembaga
tersebut.
4. Adanya kinerja baru yang berlandaskan semangat ISO 9001:2000 dan
organisasi pembelajar.
Populasi menurut Sugiyono (2009: 389) diartikan sebagai ”wilayah
generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. McMillan dan Schumacher (2001:169) mendefinisikan
populasi sebagai: ”A group of elements or cases, whether individuals, objects, or
events, that conform to specific criteria and to which we intend to generalize the
results of the research”. Berdasarkan defenisi-definisi tersebut dapat
disimpulkan populasi bukan hanya orang, namun kadang-kadang juga obyek,
kejadian, yang memiliki sejumlah karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek
atau obyek penelitian untuk diteliti dan disimpulkan sebagai suatu hasil
penelitian. Populasi adalah kelompok besar dan wilayah yang menjadi lingkup
penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh staff dan pamong di
P2PNFI Regional I dan II. Adapun ciri atau karakteristik populasi penelitian ini
adalah :
1. Staf dan tenaga fungsional (pamong) yang telah bekerja di P2PNFI lebih
dari 2 tahun.
2. Staf dan tenaga struktural yang tergabung dalam tim atau kelompok kerja
sebagai berikut :
94
b. Seksi Fasilitasi dan Sumberdaya.
c. Seksi Informasi.
d. Pamong Belajar
e. Sub Bagian Tata Usaha.
3. Staf fungsional (pamong) teridir dari kelompok kerja sebagai berikut :
a. Pamong Keaksaraan Fungsional,
b. Pamong Pendidikan Anak Usia Dini,
c. Pamong Kesetaraan, dan
d. Pamong Lifeskill.
Seluruh staf dan tenaga fungsional yang sesuai dengan ciri-ciri di atas akan
dijadikan responden dalam penelitian ini. Jumlah populasi penelitian di P2PNFI
Regional I Jayagiri berjumlah 90 orang, sedang populasi penelitian di P2PNFI
Regional II Semarang berjumlah 84 orang.
B. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian.
Sebagai acuan mengenai beberapa konsep yang digunakan dalam
penelitian ini, dijelaskan beberapa definisi operasional, sebagai berikut :
1. Standar ISO 9001: 2000.
Standar ISO 9001: 2000 untuk sistem manajemen kualitas (Quality
Management System, QMS) adalah: "struktur organisasi, tanggungjawab,
prosedur-prosedur, proses-proses, dan sumber-sumber daya untuk penerapan
manajemen kualitas. Dalam penelitian ini penerapan Standar ISO 9001:2000
dimaksudkan sebagai standar Sistem manajemen kualitas yang dilaksanakan
95
Keterlibatan Orang, 4. Pendekatan Proses, 5. Pendekatan Sistem Terhadap
Manajemen, 6. Peningkatan Terus Menerus, 7. Pendekatan Faktual Dalam
Pembuatan Keputusan, 8. Hubungan Pemasok Yang Saling Menguntungkan.
Penerapan ISO 9001:2000 di ukur menurut persepsi staf terhadap kemampuan
dalam melakukan atau melaksanakan kedelapan prinsip yang dijabarkan dalam
klausul-klausul ISO 9001:2000 pada situasi pekerjaan yang sesungguhnya.
Prinsip 1 : Fokus Pada Pelanggan adalah Layanan yang diberikan oleh
P2PNFI didasarkan atas pemahaman terhadap kebutuhan, keinginan dan harapan
atas produk pembelajaran pendidikan luar sekolah pada saat ini dan masa depan "
yang dicirikan dengan adanya : (1) Komitmen manajemen, (2) mengutamakan
pelanggan, (3) kinerja sistem manajemen kualitas dengan tujuan peningkatan
kepuasan pelanggan, (4) umpan balik dari pelanggan, (5) peningkatan pelayanan
sesuai dengan kebutuhan pelanggan, (5) memenuhi kepuasan pelanggan sesuai
dengan persyaratan yang dibutuhkan oleh pelanggan, (6) Mengidentifikasi
persyaratan yang terkait dengan produk, Meninjau-ulang persyaratan yang terkait
dengan pelanggan, Melakukan komunikasi dengan pelanggan, (7) Menetapkan
proses-proses untuk memelihara hak milik pelanggan, (8) Memantau informasi
yang berkaitan dengan persepsi pelanggan agar mengetahui apakah organisasi
telah memenuhi kebutuhan pelanggan., (9) Mengambil tindakan untuk
menghilangkan penyebab ketidaksesuaian produk yang tidak ditemukan, (10)
Meningkatkan terus-menerus efektivitas dari sistem manajemen kualitas melalui
penggunaan kebijakan kualitas, tujuan-tujuan kualitas, hasil-hasil audit, analisis
96
Merencanakan audit internal untuk menentukan apakah system manajemen mutu
sudah.
Prinsip 2 : Kepemimpinan. dalam Sistem Manajemen Kualitas adalah
kemampuan untuk membawa seluruh staff lembaga P2PNFI mewujudkan visi
lembaga menjadi visi bersama yang dicirikan dengan adanya : (1) . Tanggung
jawab manajemen meliputi komitmen manajemen , fokus pelanggan, kebijakan
mutu, tanggungjawab, wewenang dan komunikasi, peninjauan ulang manajemen;
(2) Pengelolaan sumber daya meliputi penyediaan sumberdaya, dan infrastruktur;
(3) Peningkatan meliputi peningkatan terus menerus, mengidentifikasi masalah
aktual dan masalah potensial yang ada dan memverifikasi bahwa
perubahan-perubahan ke arah peningkatan terus menerus tetap berlangsung.
Prinsip 3 : Keterlibatan Orang. dalam ISO 9001 : 2000 adalah seluruh
personel di dalam lembaga P2PNFI terlibat dalam perencanaan dan penerapan
rencana serta mengendalikan rencana pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya
atau kelompoknya dicirikan dengan adanya: (1) Tanggung jawab dan wewenang
serta mengkomunikasikan kepada mereka yang terlibat dalam operasional dari
Sistem Manajemen Kualitas ISO 9001: 2000, (2) Komunikasi internal yang
efektif, (3) Lingkungan kerja yang mendukung proses kerja secara optimal, (4)
Kemampuan, kepedulian terhadap pemeliharaan catatan-catatan pendidikan,
pelatihan, keterampilan dan pengalaman kerja dari personel, (5) Menetapkan
prosedur tertulis untuk melakukan tindakan korektif dengan
persyaratan-persyaratan yang didefinisikan, (6) menetapkan prosedur tertulis untuk
97
Prinsip 4 : Pendekatan Proses. Pendekatan Proses adalah kumpulan
aktivitas yang saling berhubungan yang dilakukan melalui identifikasi,
penerapan, pengelolaan dan melakukan peningkatan yang berkesinambungan agar
input (materi, persyaratan, peralatan, intruksi) berubah menjadi output (produk,
jasa) yang sesuai dengan harapan pelanggan yang dicirikan dengan adanya: (1)
Penetapan langkah-langkah untuk implementasi sistem manajemen kualitas ISO
9001: 2000 dan kebutuhan peningkatan terus-menerus, (2) Tanggung jawab dan
wewenang, (3) Penyediaan sumber daya, (4) Realisasi produk meliputi:
perencanaan realisasi produk dan desain dan pengembangan.
Prinsip 5 Pendekatan Sistem Terhadap Manajemen. adalah
pengidentifikasian, pemahaman dan pengelolaan sistem dari proses yang saling
terkait untuk pencapaian dan peningkatan sasaran lembaga P2PNFI dengan
efektif dan efisien yang dicirikan dengan adanya : (1) Manual sistem manajemen
mutu;(2) Tanggung jawab manajemen meliputi: fokus pelanggan dan kebijakan
kualitas; (3) Pengelolaan sumber daya meliputi : penyediaan sumber daya dan
infrastruktur; (4) Realisasi produk meliputi : perencanaan realisasi produk, proses
yang terkait dengan pelanggan, desain dan pengembangan, dan pembelian; (5)
Pemantauan, analisis dan peningkatan meliputi: pengukuran dan pemantauan,
pengendalian produk nonkonformans, analisis data, peningkatan.
Prinsip 6 : Peningkatan Terus Menerus adalah suatu aktivitas peningkatan
kemampuan kerja yang dilakukan dengan pendekatan penstabilan untuk
kemudian ditingkatkan kembali dicirikan dengan adanya: (1) Menerapkan
98
dan peningkatan terus-menerus; (2) Komitmen menuju pengembangan dan
peningkatan sistem manajemen kualitas: (3) Kebijakan kualitas itu sesuai dengan
tujuan dari organisasi dan Menetapkan mekanisme untuk meninjau-ulang
kesesuaian kebijakan kualitas: (4) Laporan kepada manajemen tentang kinerja
dari sistem manajemen kualitas, termasuk kebutuhan-kebutuhan untuk
pe-ningkatan; (5) Menetapkan dan merencanakan periode waktu peninjauan-ulang
manajemen dan peninjauan berulang-ulang pada produk.; (6) Menerapkan dan
memelihara sistem manajemen mutu dan terus menerus; (7) Meningkatkan
efektivitas sistem manajemen kualitas secara terus-menerus; (8) Melakukan
peningkatan berkelanjutan terhadap efektifitas manajemen mutu dan mengambil
tindakan untuk mengurangi penyebab ketidak sesuaian
Prinsip 7 : Pendekatan faktual dalam pembuatan keputusan. adalah
keputusan dibuat berdasarkan atas fakta dan data yang dapat
dipertanggungjawabkan dicirikan dengan adanya: (1) menetapkan tujuan-tujuan
kualitas; (2) Penetapan rencana-rencana dan menerapkan proses-proses
pengukuran, pemantauan, analisis dan peningkatan yang diperlukan.
Prinsip 8: Hubungan Dengan Pemasok Yang Saling Menguntungkan.
adalah hubungan yang saling tergantung dan saling menguntungkan dalam rangka
meningkatkan kemampuan keduanya (lembaga dan pemasok) dengan cara
melakukan mengidentifikasi dan menseleksi pemasok yang baik, melibatkan
pemasok dalam mengidentifikasi kebutuhan lembaga, melibatkan pemasok dalam
mengembangkan strategi lembaga, membina kemitraan dengan pemasok, berbagi
99
dalam pengembangan lembaga, serta memastikan bahwa output dari pemasok
sesuai dengan harapan lembaga dicirikan dengan adanya pengendalian proses
pembeliannya agar menjamin produk yang dibeli sesuai dengan persyaratan
2. Organisasi pembelajar.
Organisasi pembelajar adalah suatu keadaan, usaha, pembelajaran yang
dilakukan oleh suatu organisasi atau lembaga untuk meningkatkan kemampuan
orang-orangnya yang dilakukan secara terus menerus, dengan cara berfikir yang
baru dan luas, memiliki kemampuan menilai diri, memiliki mental yang baik dan
tangguh, mampu untuk berbagi visi, serta mampu bekerjasama sebagai suatu tim,
untuk memenuhi tuntutan perubahan agar dapat mencapai tujuan yang ingin
dicapai yaitu sesuai standar ISO 9001:2000 yang menjadi tujuan bersama.
Dalam penelitian ini organisasi pembelajar ditunjukkan dengan adanya
lima disiplin pembelajaran yaitu : (1) Disiplin kemampuan personal (personal
mastery), (2) Disiplin berbagi visi (share Vision), (3) Disiplin berfikir sistemik
(system thinking), (4) Disiplin model mental (mental model) dan (5) Disiplin
pembelajaran tim (team learning). Penerapan organisasi pembelajar akan diukur
berdasarkan persepsi staf terhadap kemampuan dalam melakukan organisasi
pembelajar dalam menghadapi berbagai tantangan pada pelaksanaan tugasnya.
Disiplin kemampuan personal (personal mastery) adalah disiplin yang
mendorong sebuah organisasi untuk terus-menerus belajar bagaimana
menciptakan masa depannya, yang hanya akan terbentuk jika individu-individu
para anggota organisasi mau dan mampu terus belajar menjadikan dirinya
100
dicirikan oleh tumbuhnya keterampilan-keterampilan individual para anggota
organisasi untuk melakukan kontemplasi (refleksi) diri; keterampilan untuk
memahami akan kelebihan dan kelemahan kompetensi intelektual, emosional
maupun sosial dirinya; serta keterampilan untuk melakukan revisi atas visi
pribadinya, dan kemudian keterampilan untuk membangun kondisi kerja yang
sesuai dengan keadaan organisasinya. Kualitas disiplin personal mastery
seseorang dicirikan oleh kuatnya disiplin-disiplin berikut ini :
1. Memiliki kesadaran akan hakikat dirinya, sehingga mampu memahami
diri sendiri secara mendalam.
2. Mampu melakukan penyelarasan (alignment) antara visi pribadinya
dengan visi bersama sehingga memiliki keseimbangan antara visi pribadi
dengan pemahaman yang mendalam terhadap kondisi organisasi.
3. Memiliki kesadaran tentang posisi dan kemampuan-kemampuan dirinya
relatif di antara anggota-anggota lain dalam organisasinya, sehingga
terjadi hubungan interpersonal yang baik.
4. Konsisten untuk membangun kondisi lingkungan kerja yang kondusif
untuk suburnya proses belajar bersama.
Disiplin Berbagi Visi (shared vision) adalah : Keterampilan untuk
menyesuaikan antara visi pribadi dengan visi organisasi, serta keterampilan
berbagi visi agar mencapai tujuan pribadi yang terkandung dalam visi bersama
101
1. Visi bersama merupakan gambaran yang dibawa oleh seluruh anggota
dalam suatu organisasi, untuk kemudian diwujudkan sebagai visi
bersama.
2. Kuatnya komitmen terhadap kebenaran dan tidak mudah putus asa ketika
menghadapi tekanan maupun ketidakpastian akibat tuntutan perubahan.
3. Kuatnya keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk
menciptakan masa depan bersama, dan komitmen untuk menggunakan
semua kompetensi yang mereka miliki.
4. Memiliki tingkat pemahaman yang baik tentang masa depan (visi)
organisasi.
Disiplin berpikir sistemik (system thinking): yaitu disiplin untuk
memahami apa sebenarnya yang kita pelajari. Kemampuan untuk berfikir secara
sistemik yaitu keterampilan untuk memahami struktur hubungan antara berbagai
faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi eksistensi organisasi,
keterampilan untuk berpikir integratif dan tuntas, keterampilan untuk berpikir
komprehensif, serta keterampilan untuk membangun organisasi yang adaptif.
Kualitas disiplin berfikir sistem dicirikan oleh hal-hal berikut ini :
1. Memiliki kemampuan untuk memahami hubungan saling pengaruh
antara faktor-faktor internal maupun eksternal organisasi secara
kontekstual.
2. Mampu menstrukturkan asumsi-asumsi, atau faktor-faktor penyebab dari
102
3. Mampu melihat setiap permasalahan secara komprehensif tentang pola
keterkaitan dan pola sebab akibat adanya perubahan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
4. Mampu menunjukkan apa yang telah kita miliki saat ini, dan bagaimana
kita sebaiknya meraih sasaran atau visi organisasi.
5. Mampu saling koreksi (menilai) kelebihan dan kelemahan dari
kebiasaan-kebiasaan kerjanya.
6. Kuatnya kesadaran bahwa seluruh anggota organisasi harus mengetahui
bagaimana mereka bekerja bersama dalam arena organisasi, untuk
membangun kerjasama cerdas.
7. Memiliki kebiasaan untuk berfikir secara terbuka dan positif.
Disiplin Model Mental(Mental Model).Keterampilan untuk menemukan
prinsip dan nilai-nilai bersama, serta tumbuhnya semangat berbagi nilai untuk
menumbuhkan keyakinan bersama sehingga menguatkan semangat dan
komitmen kebersamaan, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun
disiplin model mental organisasi. Kualitas disiplin model mental seseorang atau
organisasi dicirikan oleh kuatnya disiplin-disiplin berikut ini :
1. Para anggota organisasi memiliki kesamaan atau kesadaran akan
pentingnya model mental bersama, sebagai landasan berfikir.
2. Mampu membuka atau membahas asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang
disepakati bersama.
3. Kuatnya rasa saling terbuka dan tulus dalam bekerjasama di antara
103
4. Mampu menciptakan keselarasan (alignment) antara model mental
individual dengan model mental bersama (organisasi).
5. Memiliki jati diri dan paradigma organisasi yang kuat, sehingga mampu
menghadapi tekanan atau tuntutan perubahan lingkungan yang dinamis.
6. Mampu membuat keputusan kunci didasarkan pada pemahaman bersama
atas nilai-nilai yang diyakini.
Disiplin Pembelajaran Tim (Team learning). Kemampuan untuk
membangun ikatan emosional, semangat berdialog, keterampilan bekerjasama
secara tim, kemampuan belajar dan beradaptasi, serta usaha untuk meningkatkan
partisipasi, memiliki rasa saling membutuhkan satu dengan yang lainnya untuk
dapat bertindak sesuai dengan rencana bersama. Kualitas tim pembelajar
organisasi dicirikan oleh kuatnya disiplin-disiplin berikut ini :
1. Memiliki kemampuan dan kebiasaan untuk saling pengertian dan
kemampuan untuk membangun kesepakatan bersama.
2. Mau dan mampu melaksanakan kerjasama cerdas, sehingga terjadi
proses pengkayaan wawasan dan pandangan.
3. Komunitas organisasi memiliki kemampuan yang tinggi untuk
melakukan proses dialog (berbagi nilai, berbagi visi maupun berbagi
pengetahuan) untuk membangun kecerdasan bersama.
3. Kinerja.
Kinerja adalah suatu hasil atau kondisi (prestasi) yang diperoleh sebagai
hasil dari suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
104
ingin dicapai yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam penelitian ini kinerja
yang akan diteliti dalam penelitian ini diteliti dikelompokkan dalam dua ukuran,
yaitu: 1. Kualitas dan 2. Kuantitas. Ukuran kinerja berdasarkan kualitasnya dapat
diidenfitifikasi sebagai berikut :
1. Kualitas kerja yang mencakup : ketepatan cara kerja, ketepatan waktu,
layanan yang bermutu
2. Kemampuan komunikasi : kemampuan komunikasi yang baik dengan
sesama staf (internal) baik vertikal maupun horizontal, kemampuan
komunikasi yang baik dengan pelanggan (eksternal).
3. Keterlibatan dalam proses kerja meliputi : tanggung jawab, kerjasama,
partisipasi dan kontribusi.
4. Kemampuan dalam melakukan pekerjaan meliputi : konsistensi, dan
efektivitas dalam bekerja.
5. Pengelolaan sumber daya, yaitu: efektivitas penggunaan sumber-sumber
organisasi.
Kinerja berdasarkan ukuran kuantitasnya dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1.Proses kerja, meliputi : kehadiran, absensi.
2.Kemampuan melaksanakan pekerjaan, meliputi : kecepatan penyelesaian
pekerjaan, kecepatan menyelesaikan masalah, jumlah masalah yang dapat
diselesaikan, kemampuan dalam mengurangi jumlah kesalahan bekerja,
3.Perluasan pekerjaan, meliputi : kemampuan menangani sejumlah pekerjaan
diluar tugas pokok, kemampuan mengangani pekerjaan sesuai dengan
105
4.Output pekerjaan, meliputi : banyaknya jumlah atau hasil kerja.
Pengukuran terhadap kinerja staf dilakukan oleh staf berdasarkan persepsi
mereka terhadap kemampuan melaksanakan tugasnya secara kualitas dan
kuantitas.
Variabel penelitian menurut Sugiyono (2006:42) adalah “segala sesuatu
yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya”.
Nazir (1988: 149) dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian mengatakan
variabel adalah konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai. Kerlinger
(1973:29) menyatakan bahwa: “a symbol to which numerals or value are
assigned”. Variabel adalah konstruk atau sifat yang akan dipelajari, yang diambil
dari suatu nilai yang berbeda. Variabel adalah bagian terpenting dari suatu
penelitian, karena variabel inilah yang menjadi titik tolak dari suatu penelitian.
Variabel dalam penelitian ini terdiri atas tiga variabel yang terdiri dari dua
variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai
berikut : Variabel bebas, yakni : a. Penerapan ISO 9001: 2000 yang disimbolkan
dengan (X1); b. Organisasi pembelajar yang disimbolkan dengan (X2); Variabel
terikat adalah kinerja staff yang disimbolkan dengan (Y).
C. Instrumen Penelitian
Sugiyono (2006: 114) menyatakan bahwa melakukan penelitian pada
dasarnya adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam.
Oleh karenanya dalam melakukan penelitian harus ada alat ukur yang baik. Alat
106
penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam atau
sosial yang diamati.
Instrumen dalam penelitian ini adalah angket. Angket atau kuesioner
adalah suatu alat berisi sejumlah pertanyaan yang disajikan secara tertulis yang
disertai dengan alternatif jawaban yang diberikan kepada responden. Angket
disusun bersasarkan kisi-kisi yang dikebangkan dari landasan teori dan definisi
operasional variabel (terlampir) dikembangkan menjadi pertanyaan tertutup
dengan jawaban yang telah disediakan.
Secara operasional angket disusun dalam tiga bagian yaitu: pertama berisi
pertanyaan tentang penerapan ISO 9001: 2000, bagian kedua berisi pertanyaan
tentang organisasi pembelajar yang dilakukan, dan bagian ketiga berisi
pertanyaan tentang penilaian terhadap kinerja staff. Jawaban bagi kuesioner
variabel penerapan ISO dan organisasi pembelajar disusun dengan menggunakan
skala likert dengan empat pilihan jawaban yaitu : Ya sepenuhnya (4), Ya (3),
Tidak (2) dan Tidak sepenuhnya (1). Jawaban bagi kuesioner kinerja staf disusun
dalam bentuk rating scale dengan lima pilihan jawaban. Responden diminta
untuk memberi nilai pada setiap pertanyaan dengan memberi nilai pada jawaban
yang diberikan. Selanjutnya jawaban responden dikonversi pada kategori
sebagai berikut: Baik Sekali (5), Baik (4), Rata-rata (3), Kurang (2), dan Kurang
Sekali (1).
D. Proses Pengembangan Instrumen.
Untuk mendapatkan data yang baik dan tepat maka angket yang disusun
107
Validitas menurut Furchan (1982:281) adalah suatu keadaan yang menunjukkan
sejauh mana suatu alat mampu mengukur apa yang seharusnya diukur.
Reliabilitas menurut Furchan (1982:285) adalah derajad keajegan alat tersebut
dalam mengukur apa apa saja yang diukurnya.
Uji validitas dengan melakukan uji butir dengan menggunakan rumus
Product Moment dari Pearson. Sedang reliabilitas instrumen akan diuji dengan
menggunakan rumus Alpha Cronbach’s. Rumus kedua uji tersebut adalah sbb:
1) Rumus Product Moment.
<