DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN……… i
PERNYATAAN……….. ii
ABSTRAK……….. iii
KATA PENGANTAR……… iv
DAFTAR ISI………... vii
DAFTAR GAMBAR……….. xi
DAFTAR TABEL………....….. xiii
DAFTAR LAMPIRAN……….. xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……….. 1
1.2 Rumusan Masalah……… 12
1.3 Tujuan Penelitian………. 13
1.4 Manfaat Penelitian……….. 13
1.5 Definisi Operasional……… 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran……… 17
2.2 Pembelajaran Matematika……… 19
2.3 Belajar Bermakna………. 21
2.5 Penggunaan Diagram Vee dalam Pembelajaran
Matematika……….. 28
2.6 Pemahaman Matematis……… 34
2.7 Berpikir Kritis Matematis……… 38
2.8 Teori Belajar yang Mendukung………... 42
2.8.1 Teori Belajar Jerome S.Bruner……….. 42
2.8.2 Teori Belajar David Ausubel………. 42
2.9 Penelitian Terdahulu……… 44
2.10 Hipotesis Penelitian………. 45
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian………... 47
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian……….. 48
3.3 Deskripsi Lokasi Penelitian……… 49
3.4 Instrumen untuk Penelitian………... 50
3.4.1 Instrumen Tes Matematika………... 50
A. Instrumen Tes Pemahaman Matematis... 50
B. Instrumen Tes Berpikir Kritis Matematis...…. 51
C. Analisis Validitas... 54
D. Analisis Reliabilitas……… 57
E. Analisis Daya Pembeda……….. 59
F. Analisis Tingkat Kesukaran Soal……… 61
3.4.2 Skala Sikap Siswa……… 64
3.6 Tahap Penelitian……….. 66
3.6.1 TahapPersiapan Penelitian……… 66
3.6.2 TahapPelaksanaan Penelitian……… 67
3.6.3 Teknik Pengumpulan Data……… 71
3.6.4 Tahap Pengolahan Data……… 72
3.7 Waktu Penelitian………... 74
3.8 Prosedur Penelitian……….. 75
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian……… 78
4.1.1 Deskripsi Hasil Pengolahan Data……….. 79
4.1.2 Analisis Hasil Pretes KemampuanPemahaman dan Berpikir Kritis Matematis Siswa……… 82
a. Uji Normalitas Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematis………. 83
b. Uji Kesamaan Rata-rata Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematis……….. 85
4.1.3 Analisis Hasil Postes KemampuanPemahaman dan Berpikir Kritis Matematis Siswa……… 87
a. Uji Normalitas Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematis………. 88
b. Uji Perbedaan Dua Rata-rata Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematis……. 89
1. Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika…… 95
2. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Pendekatan
Pemecahan Masalah………. 96
3. Sikap Siswa terhadap Soal Kemampuan
Pemahaman Matematis dan Berpikir Kritis
Matematis……….. 97
4. Rekapitulasi Rata-Rata Sikap Siswaterhadap
Pembelajaran denganPendekatanPemecahan
Masalah Berdasarkan Indikator Skala Sikap…… 98
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian………. 98
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan……… 105
5.2 Saran………. 106
DAFTAR PUSTAKA……….. 107
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Diagram Vee yang dilengkapi langkah-langkah pemecahanmasalah…. 30
2.2 Diagram Vee dengan metode 1……… 32
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.2 Penskoran untuk PerangkatTes Kemampuan
Pemahaman Matematis………... 51
3.3 Penskoran untuk Perangkat Tes Kemampuan Berpikir kritis Matematis……… 52
3.4 Interpretasi Koefisien Validitas……….. 55
3.5 Interpretasi Uji Validitas Tes Kemampuan Pemahaman Matematis……….. 55
3.6 Interpretasi Uji Validitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis……….. 56
3.7 Kriteria Derajat Keandalan J. P. Guilford………. 58
3.8 Reliabilitas Tes Kemampuan Pemahaman Matematis……….. 58
3.9 Reliabilitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis………….. 59
3.10 Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda……….... 60
3.11 Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematis………... 61
3.12 Interpretasi Koefisien Tingkat Kesukaran………... 62
3.13 Tingkat Kesukaran Butir Tes Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematis……….. 62
3.14 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Pemahaman Matematis dan Berpikir Kritis matematis………. 63
3.15 Skor Nilai Skala Sikap……….. 65
3.16 Klasifikasi Gain (g)……… 73
3.17 Jadwal Kegiatan Penelitian……… 75
4.1 Statistik Deskriptif Skor Pretes, Postes, dan N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematis……… 80
4.2 Statistik Deskriptif Skor Pretes, Postes, dan N-Gain Kemampuan Berpikir kritis Matematis………. 82
4.3 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Pemahaman Matematis Dan Berpikir Kritis Matematis ………. 84
4.4 Uji Kesamaan Rata-rata PretesKemampuan Pemahaman Matematis dan BerpikirKritis Matematis ……… 86
4.5 Rekapitulasi Uji Kesamaan Rata-rata Pretes Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematis…………. 87
4.6 Hasil Uji Normalitas Postes Kemampuan Pemahaman Matematis Dan Berpikir Kritis Matematis ………. 88
4.8 Uji Perbedaan Rata-rata Gain-Ternomalisasi
Kemampuan Berpikir Matematis……….. 93 4.9 Kesimpulan Akhir Kemampuan Pemahaman
dan Berpikir Kritis Matematis……….. 94 4.10 Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika………... 95 4.11 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Pemecahan Masalah……... 96 4.12 Sikap Siswa terhadap Soal Kemampuan Pemahaman
Matematis……… 97
4.13 Rekapitulasi Rata-Rata Sikap Siswa terhadap Pembelajaran denganPendekatan Pemecahan Masalah Berdasarkan
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN A: Instrumen Penelitian………..……….. 112
LAMPIRAN B: Analisis Hasil Uji Coba……....……… 229
LAMPIRAN C: Analisis Hasil Data Penelitian………... 248
LAMPIRAN D: Data Skala Sikap Siswa………..…... 262
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi
informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di
bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit,
seperti yang tertuang pada KTSP (Depdiknas, 2006).
Depdiknas (2006a:345) bahwa mata pelajaran Matematika perlu diberikan
kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta
didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif,
serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik
dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan
informasi pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah,
namun banyak siswa yang mengeluh dan beranggapan bahwa matematika sangat
sulit dan merupakan pelajaran yang menakutkan. Akibatnya mereka tidak
menyenangi bahkan benci pada pelajaran matematika. Oleh sebab itu, guru
hendaknya pandai memilih metode, media, dan model pembelajaran dalam
sebagai pelajaran yang menarik untuk dipelajari siswa, sehingga siswa dapat
mengubah sikap mereka terhadap pelajaran matematika.
Melalui pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengoptimalkan
siswa menguasai konsep dan memecahkan masalah dengan kebiasaan berpikir
kritis, logis, sistematis dan terstruktur. Hal ini tertuang pada KTSP (Depdiknas,
2006) mengenai tujuan pembelajaran matematika sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam
pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematis.
3. Memecahkan masalah: memahami masalah, merancang model matematik,
menyelesaikan model , dan menafsirkan solusi.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, sikap
rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta
sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (KTSP, 2006).
Berdasarkan kutipan di atas, dalam pembelajaran matematika guru dituntut
agar melatih cara berpikir dan bernalar siswa, mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah, menarik kesimpulan, mengembangkan aktifitas kreatif,
Kemampuan pemahaman matematis merupakan salah satu tujuan penting
dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan
kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan
pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri.
Pemahaman matematis merupakan landasan awal untuk berpikir dalam
menyelesaikan permasalahan matematika maupun permasalahan sehari-hari.
Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah understanding yang
diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Lebih lanjut
Michener (Sumarmo: 1987) menyatakan bahwa pemahaman merupakan salah satu
aspek dalam Taksonomi Bloom. Pemahaman diartikan sebagai penyerapan arti
suatu materi bahan yang dipelajari. Untuk memahami suatu objek secara
mendalam seseorang harus mengetahui: 1) objek itu sendiri; 2) relasinya dengan
objek lain yang sejenis; 3) relasinya dengan objek lain yang tidak sejenis; 4)
relasi-dual dengan objek lainnya yang sejenis; 5) relasi dengan objek dalam teori
lainnya.
Bloom mengklasifikasikan pemahaman (Comprehension) ke dalam
jenjang kognitif kedua yang menggambarkan suatu pengertian, sehingga siswa
diharapkan mampu memahami ide-ide matematika bila mereka dapat
menggunakan beberapa kaidah yang relevan. Dalam tingkatan ini siswa
diharapkan mengetahui bagaimana berkomunikasi dan menggunakan idenya
untuk berkomunikasi. Dalam pemahaman tidak hanya sekedar memahami sebuah
informasi tetapi termasuk juga keobjektifan, sikap dan makna yang terkandung
informasi yang ada dalam pikirannya kedalam bentuk lain yang lebih berarti.
Pemahaman konsep matematika merupakan salah satu tujuan
pembelajaran (Depdiknas, 2006), dari setiap materi yang disampaikan oleh guru,
sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang
diharapkan. Hal ini sesuai dengan Hudoyo (1985: 5) yang menyatakan: “Tujuan
mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta
didik“. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa siswa kepada
tujuan yang ingin dicapai yaitu agar bahan yang disampaikan dipahami
sepenuhnya oleh siswa.
Menurut Skemp (1976), kemampuan pertama merupakan kemampuan
pemahaman instrumental, sedangkan kemampuan kedua merupakan kemampuan
pemahaman relasional. Pemahaman relasional memiliki tingkat yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pemahaman instrumental. Baik pemahaman instrumental
maupun pemahaman relasional perlu ditingkatkan pada pembelajaran matematika.
Dilihat dari sisi pembelajaran, fakta menunjukkan bahwa pembelajaran
matematika dengan hanya menekankan pada aspek pemahaman instrumental
memang relatif lebih mudah, keadaan ini bisa berakibat para guru lebih senang
dengan cara ini. Mengenai hal ini, Skemp (1976) mengemukakan bahwa para guru
lebih suka mengajarkan matematika hanya sampai pada tahap pemahaman
instrumental. Hal ini dikarenakan ada 3 hal yang dianggap merupakan keuntungan
oleh para guru, yaitu:
(1) Pemahaman matematika pada level instrumental lebih mudah untuk untuk
(2) Reward bisa didapatkan lebih cepat dan lebih nyata. Maksudnya adalah jika
pembelajaran yang diberikan hanya menekankan pada pemahaman secara
instrumental
(3) Sedikit pengetahuan yang digunakan. Hal ini cukup jelas bahwa mengajarkan
matematika hanya menekankan pada pemahaman instrumental lebih sedikit
pengetahuan yang diberikan, sehingga guru tidak perlu pengetahuan yang
cukup mendalam tentang suatu materi. Dengan kondisi ini, guru yang tidak
kreatif dan tidak punya komitmen yang tinggi akan cenderung melaksanakan
pembelajaran yang hanya menekankan pada aspek instrumental tersebut.
Pemahaman matematis penting untuk belajar matematika secara
bermakna, tentunya para guru mengharapkan pemahaman yang dicapai siswa
tidak terbatas pada pemahaman yang bersifat dapat menghubungkan. Menurut
Ausubel bahwa belajar bermakna bila informasi yang akan dipelajari siswa
disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa sehingga siswa dapat
mengkaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimiliki. Artinya
siswa dapat mengkaitkan antara pengetahuan yang dipunyai dengan keadaan lain
sehingga belajar dengan memahami.
Sesuai dengan tujuan pokok pendidikan menurut Bruner (Suyono, 2011)
adalah bahwa guru harus memandu para siswanya sehingga mereka dapat
membangun basis pengetahuannya sendiri dan bukan karena diajari melalui
memorisasi hafalan (rote memorization). Informasi-informasi baru dipahami
siswa dengan cara mengklasifikasinya berdasarkan pengetahuan terdahulu yang
pengetahuan terdahulu menghasilkan reorganisasi dari struktur kognitif, yang
kemudian menciptakan makna dan mengizinkan individu memahami secara
mendalam informasi baru yang diberikan. Clabaugh (Suyono, 2011). Selain
pemahaman matematis tidak kalah penting juga dengan berpikir kritis.
Ada hal penting yang merupakan bagian dari tujuan pembelajaran
matematika yaitu menumbuhkan kemampuan berpikir kritis Suherman,
et al. (2001: 60). Menurut Ennis dan Costa (dalam Suryadi dan
Herman, 2008 : 20) berpikir kritis merupakan suatu proses penggunaan
kemampuan berpikir secara efektif yang dapat membantu seseorang
untuk membuat, mengevaluasi serta mengambil keputusan tentang apa yang
diyakini atau dilakukan. Menurut pengertian kemampuan berpikir kritis di atas
tampak bahwa kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dalam menghadapi
suatu masalah.
Berpikir kritis dalam matematika dapat diinterpretasi dalam berbagai cara,
beberapa ahli memandang berpikir kritis sebagai suatu indra evaluatif yang
digunakan untuk menentukan kualitas suatu keputusan atau argumen. Pandangan
lain, berpikir kritis sebagai suatu indera generatif yang menekankan pada
kreativitas dan keaslian dalam mendesain suatu produk atau menciptakan solusi
dari suatu masalah.
Kemampuan berpikir kritis meliputi: 1) keinginan mengeluarkan pendapat;
2) kemampuan untuk menentang; 3) keinginan akan kebenaran (Rukmini, 2008).
Beaton dalam Parnes (1992) juga berpendapat bahwa cara berpikir kritis meliputi
Dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, maka guru
hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode atau teknik
yang banyak melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran, baik secara mental,
fisik maupun sosial. Menurut Suherman, et al. (2001:60), dalam
pembelajaran matematika siswa dibawa ke arah mengamati, menebak, berbuat,
mencoba, maupun menjawab pertanyaan, karena dengan ini diharapkan dapat
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Pembelajaran yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi,
baik melalui pemberian soal yang tidak bersifat prosedural ataupun pemberian
materi yang tidak secara langsung kepada siswa. Artinya siswa harus dilibatkan
secara aktif dalam menemukan konsep.
Pendapat lain mengenai pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis, salah satunya menurut Zohar, et al. (dalam Maulana, 2006 : 24)
dapat dilakukan melalui pembelajaran yang bersifat student-centered, yakni
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Guru memberikan kebebasan berpikir
dan keleluasaan kepada siswa dalam memahami pengetahuan serta memecahkan
masalahnya. Guru memberikan keleluasaan seluas-luasnya kepada siswa untuk
menemukan cara-cara baru. Dengan aktifnya siswa belajar diharapkan siswa tidak
hanya mengingat fakta-fakta, aturan-aturan dan prosedur-prosedurnya, akan tetapi
mereka dapat mengerjakan dan menyelesaikan masalah matematika secara kritis
Mengingat pentingnya peran mata pelajaran matematika dalam
pengembangan potensi yang dimiliki peserta didik dan pengembangan sains dan
teknologi, maka proses pembelajaran matematika di sekolah harus menjadi
perhatian bagi guru. Guru sebagai ujung tombak pelaksana pembelajaran
matematika di sekolah harus mampu melakukan inovasi pembelajaran
dan memotivasi peserta didik untuk belajar lebih aktif, kreatif, dan sistematis
dalam menemukan pengetahuan matematika secara mandiri. Seperti yang tertuang
dalam Permendiknas no. 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah berikut ini:
Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Ini berarti bahwa peserta didik dituntut untuk mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya berdasarkan pengalaman pembelajaran yang diberikan oleh guru.
Salah satu metode mengajar matematika yang dapat diterapkan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan matematika sesuai yang tertuang dalam kurikulum
2006 antara lain adalah pendekatan pembelajaran matematika problem solving
(pemecahan masalah). Problem solving adalah suatu pendekatan pembelajaran
yang berfokus pada siswa melalui penciptaan suasana belajar yang aktif dalam
proses inkuiri, investigasi dan mencari pemecahan masalah terhadap masalah
yang autentik, bermakna, dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Dasar
problem solving merupakan pandangan dari beberapa peneliti tentang model dan
pemodelan.
Skemp (1976) mengatakan pendekatan pemecahan masalah merupakan
suatu pedoman mengajar yang sifatnya teoritis atau konseptual untuk melatihkan
siswa memecahkan masalah–masalah matematika dengan menggunakan berbagai
strategi dan langkah pemecahan masalah yang ada.
Pendekatan pemecahan masalah (problem solving) dalam pembelajaran
matematika merupakan kegiatan, dimana seorang guru memotivasi
siswa-siswanya agar menerima dan merespon pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan
membimbing siswa-siswanya untuk sampai pada penyelesaian masalah. Semua ini
memerlukan kerja optimal guru agar dalam pembelajaran terutama pembelajaran
matematika dengan pendekatan pemecahan masalah guru tidak hanya berperan
sebagai perancang proses pembelajaran, melainkan juga sebagai pembimbing,
fasilitator, dan motivator.
Ciri–ciri pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan
masalah adalah: siswa dihadapkan pada situasi yang mengharuskan mereka, a)
memahami masalah (mengidentifikasi unsur yang diketahui dan yang ditanyakan);
b) membuat model matematika; c) memilih strategi penyelesaian model
matematika; dan d) melaksanakan penyelesaian model matematika dan
menyimpulkan. Untuk menghadapi situasi ini, guru memberikan kesempatan yang
sebesar–besarnya bagi siswa untuk mengembangkan ide–ide matematis sehingga
siswa dapat memecahkan masalah tersebut dengan baik. Selanjutnya Sanjaya
pemecahan masalah diantaranya:
a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk
memahami isi pelajaran.
b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta
memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
d. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang
mereka lakukan.
f. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap
mata pelajaran, bahwa pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu
yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau
dari buku–buku saja.
g. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
h. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir
kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru.
i. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
Dalam prakteknya, kadangkala guru mengalami kendala di dalam proses
pembelajaran yang mampu memberikan rangsangan kepada siswa agar siswa
menjadi aktif dalam proses pembelajaran, maka dari itu digunakan pembelajaran
pendekatan pemecahan masalah yang dapat didukung dengan berbagai cara, salah
satunya dengan bantuan Diagram Vee. Diagram Vee memiliki sisi konsep
(berfikir) dan sisi metodologis (bekerja). Kedua sisi secara aktif saling
berinteraksi selama penggunaan fokus atau pertanyaan penelitian. Ujung Vee
berisi kejadian atau objek yang diamati. Kedua sisi Diagram Vee menekankan dua
aspek belajar sains yang saling bergantung, yaitu teori (thinking) dan praktik
(doing).
Alvarez (2004) menjelaskan bahwa sisi konsep meliputi filosofi, teori,
prinsip yang kesemuanya berhubungan satu sama lain. Sisi metodologi meliputi
klaim nilai/klaim pengetahuan, transformasi dan catatan atau rekaman.
Meskipun tidak ada cara yang pasti untuk membaca Diagram Vee (dari
kiri ke kanan atau kanan ke kiri atau atas ke bawah atau dari manapun), sangat
dianjurkan untuk memulai dengan kejadian pada ujung Vee diikuti dengan
pertanyaan fokus atau pertanyaan penelitian. Alasannya adalah kejadian
merupakan puncak dalam menentukan pertanyaan fokus atau penelitian untuk
sebuah inquiri. Untuk menunjukkan bahwa kedua sisi dalam Diagram Vee saling
mempengaruhi, di tengah Diagram Vee diletakkan tanda panah bolak-balik.
Penyajian diagram ini juga tidak harus sesuai dengan format baku menurut
Novak dan Gowin (1984) bentuk diagram dapat juga dimodifikasi menjadi bentuk
lingkaran atau garis atau bentuk apapun, siswa dapat mengembangkan kreativitas
pada Diagram Vee, seseorang akan dengan tepat membangun struktur
pengetahuannya.
Apakah pendekatan pemecahan masalah melalui Diagram Vee dapat
menjadikan salah satu solusi dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan
berpikir kritis matematis siswa?, pertanyaan tersebut dijawab melalui sebuah
penelitian yang berjudul:“ Pendekatan Pemecahan Masalah melalui Diagram Vee
dalam Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematis
Siswa SMP.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
rumusan masalah pada penelitian ini adalah
1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah melalui
Diagram Vee lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
pendekatan pemecahan masalah tanpa Diagram Vee?
2. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah melalui
Diagram Vee lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
pendekatan pemecahan masalah tanpa Diagram Vee?
3. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
sebagai berikut:
1. Memperoleh gambaran peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa
yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah
melalui Diagram Vee lebih baik daripada siswa yang memperoleh
pembelajaran pendekatan pemecahan masalah tanpa Diagram Vee.
2. Memperoleh gambaran peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah melalui
Diagram Vee lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
pendekatan pemecahan masalah tanpa Diagram Vee.
3. Memperoleh gambaran sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan
pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis
dan berpikir kritis matematis.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diperoleh dari penulisan penelitian ini, yaitu:
1. Bagi sekolah, sebagai tambahan wawasan dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan pemecahan masalah melalui Diagram Vee pada pembelajaran
matematika, jika pembelajaran ini memberikan pengaruh yang positif, maka
pada akhirnya dapat dianjurkan untuk menggunakan pendekatan ini dalam
2. Bagi siswa, agar terbiasa untuk mengerjakan soal-soal atau kegiatan
pembelajaran berupa kegiatan yang menggunakan konseptual dan
metodologis.
3. Bagi guru, sebagai strategi pembelajaran alternatif yang bisa digunakan dalam
pembelajaran matematika, sehingga siswa dapat memahami konsep dan
berpikir kritis matematis.
4. Bagi peneliti, memberikan pengalaman dan pengayaan pengetahuan yang baru
sehingga dapat mengembangkan penelitian-penelitian lanjut yang berguna
untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
1.5 Definisi Operasional
Kesamaan persepsi akan diperoleh dalam penelitian ini, maka perlu
dijelaskan istilah-istilah yang akan digunakan, yaitu :
1. Pembelajaran menggunakan bantuan Diagram Vee adalah suatu cara
pembelajaran yang memiliki sisi konsep (berpikir) dan sisi metodologis
(bekerja). Kedua sisi secara aktif saling berinteraksi selama penggunaan fokus
atau pertanyaan penelitian. Kedua sisinya menekankan dua aspek belajar
matematis yang saling bergantung, yaitu teori (thinking) dan praktik (doing).
Sisi konsep meliputi filosofi, teori, prinsip yang semuanya berhubungan satu
sama lain. Sisi metodologi meliputi klaim nilai/klaim pengetahuan,
transformasi dan catatan atau rekaman.
2. Pendekatan pemecahan masalah (problem solving) dalam pembelajaran
penciptaan suasana belajar yang aktif dalam proses inkuiri, investigasi dan
mencari pemecahan masalah terhadap masalah yang autentik, bermakna, dan
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
3. Kemampuan pemahaman matematis pada penelitian ini adalah :
a. Pemahaman instrumental, yaitu hafal sesuatu secara terpisah atau dapat
menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/sederhana, mengerjakan
sesuatu secara algoritmik saja.
b. Pemahaman relasional, yaitu dapat mengkaitkan sesuatu dengan hal
lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan.
4. Kemampuan berpikir kritis matematis, yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah kemampuan memberikan penjelasan dengan menggunakan gambar,
fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal-soal. Indikator kemampuan
berpikir kritis matematis yang akan diukur yaitu :
a. Pembuktian adalah kemampuan untuk membuktikan suatu pernyataan
secara deduktif (menggunakan teori yang telah dipelajari sebelumnya).
b. Generalisasi adalah kemampuan untuk menghasilkan pola atas persoalan
yang dihadapi untuk kategori yang lebih luas.
c. Pemecahan masalah adalah kemampuan mengidentifikasi unsur yang
diketahui, yang dinyatakan, dan memeriksa kecukupan unsur yang
diperlukan dalam soal, menyusun model matematika dan
menyelesaikannya, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.
5. Sikap yang diukur dalam penelitian ini adalah sikap positif dan negatif tentang
pemecahan masalah, dan soal-soal pemahaman dan berpikir kritis matematis
yang diberikan.
6. Peningkatan kemampuan dalam penelitian ini ditentukan dengan nilai gain
ternormalisasi yang dikembangkan oleh Hake (Meltzer, 2002) sebagai
berikut:.
Gain ternormalisasi (g) = −
� � � � � −
dengan kriteria indeks gain :
g ≥ 0,7 Tinggi
0,3 ≤ g < 0,7 Sedang
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Pada penelitian ini subyek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti
melakukan pemilihan sampel berdasarkan kelas-kelas yang memang sudah
terbentuk sebelumnya, karena apabila dilakukan pembentukan kelas baru
dimungkinkan akan menyebabkan kekacauan jadwal pelajaran dan mengganggu
efektivitas pembelajaran di sekolah. Dengan demikian penelitian ini merupakan
penelitian kuasi eksperimen atau eksperimen semu dengan pendekatan kuantitatif
dan kualitatif.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain
kelompok kontrol non-ekuivalen (Ruseffendi, 2005:52). Pada desain ini, subjek
tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek
seadanya. Pada penelitian ini terdapat pretes, perlakuan yang berbeda (treatment),
dan postes. Secara singkat, desain penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kelas eksperimen : O X O
--- Kelas kontrol : O O
Dimana :
O : Pretes atau Postes kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis
X : Perlakuan dengan pembelajaran pendekatan pemecahan masalah
dengan Diagram Vee
Pada penelitian ini ada dua kelompok subjek penelitian yaitu kelompok
eksperimen melakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
pemecahan masalah melalui Diagram Vee (ppmmDV) dan kelompok kontrol
melakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah
tanpa Diagram Vee (ppmtDV). Kedua kelompok ini diberikan pretes dan postes
dengan menggunakan instrumen yang sama. Dalam penelitian ini terdapat dua
variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu
pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah, sedangkan
variabel terikatnya yaitu kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis
siswa.
Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang
kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis siswa, pada materi Gradien
dan Persamaan Garis Lurus, sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk
memperoleh gambaran tentang sikap siswa terhadap pembelajaran matematika
dengan pendekatan pemecahan masalah melalui Diagram Vee.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Pemilihan siswa SMP di Bandung sebagai populasinya didasarkan pada
pertimbangan tingkat perkembangan kognitif siswa SMP masih pada tahap
peralihan dari operasi konkrit ke operasi formal sehingga ingin dilihat bagaimana
penerapan pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah bagi
siswa SMP, sehingga dengan pertimbangan inilah maka diambil populasi pada
berdomisili di Bandung, sehingga dapat memudahkan komunikasi dengan sampel
penelitian.
Sampel dalam penelitian ini dipilih siswa kelas delapan SMP yang
didasarkan pada pertimbangan pengambilan subjek dalam penelitian ini sesuai
dengan Lasmanawati (2011:49) yang menyebutkan bahwa: Siswa SMP
merupakan siswa yang sudah dapat menyesuaikan diri dengan kondisi di
lingkungan sekolahnya, dan telah memiliki dasar matematika yang relatif
homogen. Siswa SMP berusia sekitar 13-14 tahun, dan dalam rentang usia
tersebut siswa sudah dianggap matang untuk menerima pembaharuan dalam
penggunaan model maupun pendekatan pembelajaran.
Dari delapan kelas VIII yang ada di SMP Negeri 16 Bandung yang setiap
kelompok kelasnya memiliki karakteristik yang sama, dipilih dua kelas untuk
dijadikan sampel penelitian. Terpilihlah kelas VIII-3 dan VIII-4 sebagai sampel
penelitian, satu kelas digunakan sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi
digunakan sebagai kelas kontrol. Dalam penelitian ini terpilih secara acak siswa
kelas VIII-3 sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-4 sebagai kelas kontrol.
3.3 Deskripsi Lokasi Penelitian
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 16 Bandung adalah sebuah
sekolah yang terletak di daerah sekitar 5 km dari pusat kota Bandung Provinsi
Jawa Barat, yang beralamat di Jalan Penghulu KH. Hasan Mustofa No.53.
Sekolah ini memiliki rombongan belajar sebanyak 26 kelas, yaitu kelas VII
kelas IX sebanyak 8 rombongan belajar dengan jumlah siswa setiap kelasnya
rata-rata 40 orang. Sehingga jumlah keseluruhan siswa SMP Negeri 16 Bandung
sebanyak lebih kurang 1049 orang.
Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah bergelar sarjana pendidikan,
sedangkan guru di sekolah ini berjumlah 46 orang, 42 orang guru PNS/Guru
Tetap dan 4 orang guru tidak tetap / guru bantu serta dibantu tenaga staf tata usaha
PNS dan honorer berjumlah 14 orang. Pendidikan guru-guru hampir seluruhnya
sarjana, dan sebagian pascasarjana, hanya 3 orang saja yang berpendidikan
Diploma 3. Guru mata pelajaran matematika sebanyak 5 orang dan semuanya
berpendidikan sarjana. Guru matematika kelas VIII terdiri dari dua orang, yang
salah satunya adalah sarjana lulusan UPI.
3.4 Instrumen untuk Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan dua macam
instrumen, yang terdiri atas soal tes matematika dalam bentuk uraian, skala sikap
mengenai pendapat siswa terhadap pelajaran matematika, pembelajaran dengan
pendekatan pemecahan masalah serta kemampuan matematika.
3.4.1 Instrumen Tes Matematika
Instrumen tes matematika disusun dalam dua perangkat, yaitu tes
kemampuan pemahaman matematis dan tes kemampuan berpikir kritis matematis.
A. Instrumen Tes Pemahaman Matematis
Tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis
diawali dengan penyusunan kisi-kisi soal yang dilanjutkan dengan menyusun soal
beserta kunci jawaban masing-masing butir soal. Secara lengkap, kisi-kisi dan
instrumen tes pemahaman matematis dapat dilihat pada Lampiran A.6. Untuk
memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes
kemampuan pemahaman berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang
kemudian diadaptasi. Kriteria skor untuk tes ini dapat dilihat Tabel 3.2.
Tabel 3.2
Penskoran untuk Perangkat
Tes Kemampuan Pemahaman Matematis
Skor Respon siswa
0 Tidak ada jawaban/salah menginterpretasikan
1 Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah
2 Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti) penggunaan algoritma lengkap, namun mengandung perhitungan yang salah
3 Jawaban hampir lengkap (sebagian petunjuk diikuti), penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun mengandung sedikit kesalahan
4 Jawaban lengkap (hampir semua petunjuk soal diikuti),
penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, dan melakukan perhitungan dengan benar
B. Instrumen Tes Berpikir Kritis Matematis
Tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis
matematis siswa terdiri dari 4 butir soal yang berbentuk uraian. Dalam
penyusunan soal tes, diawali dengan penyusunan kisi-kisi soal yang dilanjutkan
dengan menyusun soal beserta kunci jawaban untuk masing-masing butir soal.
Secara lengkap, kisi-kisi dan instrumen tes berpikir kritis matematis dapat dilihat
pemberian skor untuk soal tes kemampuan berpikir kritis matematis berpedoman
pada Holistic Scoring Rubrics yang kemudian diadaptasi. Kriteria skor untuk tes
ini dapat dilihat Tabel 3.3.
Tabel 3.3
Penskoran untuk Perangkat
Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Skor Respon siswa
0 Tidak ada jawaban/salah menginterpretasikan
1 Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah
2 Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti) penggunaan algoritma lengkap, namun mengandung perhitungan yang salah
3 Jawaban hampir lengkap (sebagian petunjuk diikuti), penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun mengandung sedikit kesalahan
4 Jawaban lengkap (hampir semua petunjuk soal diikuti),
penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, dan melakukan perhitungan dengan benar
Bahan tes diambil dari materi pelajaran matematika SMP kelas VIII
semester ganjil dengan mengacu pada Kurikulum 2006 pada materi gradien dan
persamaan garis lurus. Sebelum dilakukan pretes, instrumen yang akan digunakan
untuk mengukur kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis siswa
tersebut diuji validitas konstruksi, validitas isi pada materi soal kedua kemampuan
dan validitas mukanya yang kemudian hasilnya dikonsultasikan dengan dosen
pembimbing. Validitas soal yang dinilai oleh validator adalah meliputi validitas
konstruksi, validitas muka (face validity) dan validitas isi (content validity).
Validitas konstruksi memuat kemampuan pemahaman dan berpikir kritis
pernyataan, suruhan) atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat
atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan
tafsiran lain (Suherman, et al. 2003), termasuk juga kejelasan gambar dalam soal.
Sedangkan validitas isi berarti ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi
yang diajukan, yaitu materi (bahan) yang dipakai sebagai tes tersebut merupakan
sampel yang representative dari pengetahuan yang harus dikuasai, termasuk
kesesuaian antara indikator dan butir soal, kesesuaian soal dengan tingkat
kemampuan siswa kelas VIII, dan kesesuaian materi dan tujuan yang ingin
dicapai.
Untuk mengukur kecukupan waktu siswa dalam menjawab soal tes ini,
peneliti juga mengujicobakan soal-soal ini kepada kelompok siswa yang sudah
pernah memperoleh materi ini yaitu siswa kelas IX. Hasilnya adalah ada soal yang
dibuang/ diganti dan ada juga soal yang harus direvisi karena setelah dipahami
lagi soal tersebut tidak jelas keterbacaannya. Misalnya pada soal nomor 6, ketika
siswa diminta menentukan persamaan-persamaan garis, siswa masih binggung apa
maksud dari soal tersebut, sehingga peneliti melakukan perbaikan dengan
menambahkan grafik pada soal tersebut.
Selanjutnya soal-soal yang valid menurut validitas muka dan validitas isi
ini diujicobakan kepada siswa kelas IX-3 SMP Negeri 16 Bandung pada tanggal
25 September 2012. Uji coba tes ini dilakukan kepada siswa-siswa yang sudah
pernah mendapatkan materi gradien dan persamaan garis lurus. Kemudian data
yang diperoleh dari ujicoba tes kemampuan pemahaman dan berpikir kritis
dan tingkat kesukaran tes tersebut dengan menggunakan program Anates Versi
4.0. Seluruh perhitungan menggunakan program tersebut dapat dilihat pada
Lampiran B. Secara lengkap, proses penganalisisan data hasil ujicoba meliputi
hal-hal sebagai berikut.
C. Analisis Validitas
Suatu alat evaluasi (instrumen) dikatakan valid bila alat tersebut mampu
mengukur apa yang seharusnya diukur (Ruseffendi, 1991).
Uji validitas menunjukkan ukuran yang benar-benar mengukur apa yang
akan diukur. Jadi dapat dikatakan semakin tinggi validitas suatu alat test, maka
alat test tersebut semakin mengenai pada sasarannya, atau semakin menunjukkan
apa yang seharusnya diukur. Suatu test dapat dikatakan mempunyai validitas yang
tinggi apabila test tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil
ukur sesuai dengan makna dan tujuan diadakannya test tersebut.
Salah satu cara untuk mencari koefisien validitas yaitu dengan
menggunakan rumus korelasi produk moment dengan angka kasar dari Pearson
� = Banyaknya subjek
Klasifikasi untuk menginterpretasikan besarnya koefisien korelasi
(Zulmaulida, 2012: 50) sebagai berikut:
Tabel 3.4
Interpretasi Koefisien Validitas Koefisien korelasi Interpretasi
0,80 < r ≤ 1,00 Sangat tinggi
0,60 < r ≤ 0,80 Tinggi
0,40 < r ≤ 0,60 Cukup
0,20 < r ≤ 0,40 Rendah
0,00 < r ≤ 0,20 Sangat Rendah
Berdasarkan hasil uji coba di SMP Negeri 16 kelas IX-3 , maka dilakukan
uji validitas dengan bantuan Anates 4.0, hasil perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran B.1. Hasil uji validitas ini dapat dinterpretasikan dalam
rangkuman yang disajikan pada Tabel 3.5 berikut ini.
Tabel 3.5
Interpretasi Uji Validitas Tes Kemampuan Pemahaman Matematis Nomor
Soal Korelasi Validitas Signifikansi
1 0,43 Cukup Signifikan
2a 0,54 Cukup Signifikan
2b 0,90 Tinggi Sangat Signifikan
2c 0,52 Cukup Signifikan
3a 0,56 Cukup Signifikan
3b 0,73 Tinggi Sangat Signifikan
Dari enam butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan
soal (soal nomor 1, 2a,2c, 3a ,dan 3b ) yang mempunyai validitas cukup, serta satu
soal (nomor 2b) mempunyai validitas tinggi. Artinya, tidak semua soal
mempunyai validitas yang baik. Untuk kriteria signifikansi dari korelasi pada
tabel di atas terlihat hanya dua soal yaitu soal nomor 1, dan 3b yang tidak
signifikan, sedangkan empat soal lainnya signifikan. Untuk tes pemahaman
matematis diperoleh nilai korelasi xy sebesar 0,61 . Apabila diinterpretasikan
berdasarkan kriteria validitas tes dari Guilford, maka secara keseluruhan tes
pemahaman matematis memiliki validitas yang tinggi.
Selanjutnya melalui uji validitas dengan Anates 4.0, yang hasil
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.2 diperoleh hasil uji
validitas tes berpikir kritis matematis. Untuk lebih meyakinkan harga koefisien
korelasi rxy dibandingkan pada tabel harga kritik r product moment, dengan
mengambil taraf signifikan = 0,05 dengan derajat kebebasan (dk ) = n — 2 =
41 — 2 = 39 maka diperoleh harga rtabel = 0,316 sehingga didapat kemungkinan interpretasi, jika r hitung < r tabel maka korelasi tidak signifikan. Jika
r hitung ≥ r tabel, maka korelasi signifikan. Hasil uji coba instrumen tes kemampuan berpikir kritis matematis yang telah dilakukan dirangkum pada tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6
Interpretasi Uji Validitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Nomor
Soal Korelasi Validitas Signifikansi
4 0,62 Tinggi Signifikan
5a 0,87 Tinggi Sangat Signifikan
5b 0,87 Tinggi Sangat Signifikan
Dari empat butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan berpikir
kritis matematis tersebut berdasarkan kriteria validitas tes, diperoleh bahwa dua
butir soal yaitu soal (nomor 4 dan 6 ) bervaliditas cukup dan dua soal (nomor 5a
dan 5b) bervaliditas tinggi. Untuk kriteria signifikansi dari korelasi pada tabel di
atas terlihat bahwa terdapat dua butir soal sangat signifikan dan dua butir soal
signifikan. Secara keseluruhan tes berpikir kritis matematis mempunyai nilai
korelasi xy sebesar 0,71. Apabila diinterpretasikan berdasarkan kriteria validitas
tes dari Guilford, maka secara keseluruhan tes berpikir kritis matematis memiliki
validitas yang tinggi.
D. Analisis Reliabilitas
Reliabilitas artinya adalah tingkat keterpercayaan hasil suatu pengukuran.
Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi, yaitu pengukuran yang mampu
memberikan hasil ukur yang terpercaya (reliabel). Reliabilitas merupakan salah
satu ciri atau karakter utama instrumen pengukuran yang baik. Untuk mengetahui
koefisien reliabilitas perangkat tes bentuk uraian menggunakan rumus Alpha
Cronbach’s sebagai berikut (Zulmaulida, 2012: 48)
11
r = Reliabilitas tes secara keseluruhan
= Banyak butir soal (item)
2i
t2 = Varians skor total
Sebagai patokan menginterprestasikan derajat reliabilitas digunakan
kriteria menurut J. P Guilford (Suherman, 2003: 139). Dalam hal ini r11 diartikan
sebagai koefisien reliabilitas.
Tabel 3.7
Kriteria Derajat Keandalan J. P. Guilford Nilai r11 Derajat Keandalan
r11 < 0,20 Sangat Rendah
0,20 ≤ r11 < 0,40 Rendah
0,40 ≤ r11 < 0,70 Sedang
0,70 ≤ r11 < 0,90 Tinggi
0,90 ≤ r11 < 1,00 Sangat Tinggi
Untuk mengetahui instrumen yang digunakan reliabel atau tidak maka
hasil rhitung harus dibandingkan dengan rtabel dengan kriteria pengujian rhitung(r11)
> rtabel maka soal reliabel , sedangkan jika rhitung (r11) ≤ rtabel soal tidak reliabel.
Maka untuk = 0,05 dengan derajat kebebasan (dk) = n — 2 = 41 — 2 = 39
diperoleh harga rtabel = 0,316. Berikut ini merupakan rekapitulasi hasil perhitungan
reliabilitas kemampuan pemahaman matematis.
Tabel 3.8
Reliabilitas Tes Kemampuan Pemahaman Matematis
r11 rtabel kriteria Klasifikasi
0,75 0,316 Reliabel Tinggi
Hasil penghitungan reliabilitas dari uji coba instrumen diperoleh rhitung
instrumen tes yang digunakan dinyatakan reliabel untuk soal kemampuan
pemahaman.
Berikut ini merupakan rekapitulasi hasil perhitungan reliabilitas
kemampuan berpikir kritis matematis.
Tabel 3.9
Reliabilitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
r11 rtabel kriteria Klasifikasi
0,83 0,316 Reliabel Tinggi
Sedangkan reliabilitas tes kemampuan berpikir kritis matematis dari uji
coba diperoleh rhitung (r11) = 0,83 . Artinya soal instrumen memiliki kategori
tinggi dan r(11) (0,83) > rtabel (0,316) artinya instrumen reliabel sehingga dapat
disimpulkan bahwa instrumen tes yang digunakan dinyatakan reliabel dengan
kategori reliabilitas tinggi.
Hasil perhitungan uji realibilitas dengan menggunakan Anates V4 for
windows selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.
E. Analisis Daya Pembeda
Daya pembeda butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk
membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi (kelompok unggul) dengan
siswa yang berkemampuan rendah (kelompok asor) (Suherman, 2003 : 159).
Proses penentuan kelompok unggul dan kelompok asor ini adalah dengan
cara terlebih dahulu mengurutkan skor total setiap siswa mulai dari skor tertinggi
sampai dengan skor terendah (menggunakan Anates Versi 4.0).
DP =
MeanA−MeanB Skor MaksimumKeterangan:
DP = Daya pembeda
MeanA = Rata-rata skor siswa pada kelompok atas
MeanB = Rata-rata skor siswa pada kelompok bawah
Skor maksimum = Skor maksimum yang ada pada pedoman
Penskoran
Interpretasi perhitungan daya pembeda dengan klasifikasi yang
dikemukakan oleh Suherman (2003: 161)
Tabel 3.10
Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda Kriteria Daya Pembeda Interpretasi
DP ≤ 0,00 Sangat Jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik
(Suherman, 2003: 161)
Dari tabel 3.11 dapat dilihat bahwa untuk soal tes pemahaman matematis
yang terdiri dari enam butir soal, terdapat satu soal yaitu soal nomor 2b daya
pembedanya sangat baik dan soal nomor 1 dan 3a daya pembedanya cukup,
sedangkan soal 2a, 2c, dan 3b daya pembedanya baik. Untuk soal tes berpikir
kritis matematis terdapat tiga butir soal yang daya pembedanya baik yaitu soal
Hasil perhitungan daya pembeda untuk tes pemahaman dan berpikir kritis
matematis disajikan dalam Tabel 3.11 berikut ini:
Tabel 3.11
Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematis
Tes Nomor Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi
Kemampuan
Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar dan
mudahnya sesuatu soal (Suherman, 2003: 168). Untuk mengetahui tingkat
kesukaran masing-masing butir soal dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Suherman, 2003: 170):
��
=
JBatas +JBbawah2JSatas
Dimana :
TK = Tingkat Kesukaran
JBbawah = Jumlah benar untuk kelompok bawah
2JSatas = Jumlah siswa kelompok atas
Tabel 3.12
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Anates Versi 4.0. diperoleh
tingkat kesukaran tiap butir soal tes pemahaman dan berpikir kritis matematis
yang terangkum dalam Tabel 3.13 berikut ini:
Tabel 3.13
Tingkat Kesukaran Butir Tes
Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematis Tes Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi
Dari Tabel 3.13 dapat dilihat bahwa untuk soal tes pemahaman matematis
yang terdiri dari enam butir soal, yaitu soal nomor 2a, 2b, 2c dan soal nomor
3a,3b tingkat kesukarannya sedang, sedangkan satu soal yaitu soal nomor 1
tingkat kesukarannya mudah, sehingga soal nomor 1 ini dibuang dan diganti
dengan soal yang baru. Untuk soal tes berpikir kritis matematis terdapat tiga butir
soal yang tingkat kesukarannya sedang, yaitu soal nomor 4 dan 5a, 5b, sedangkan
soal nomor 6 tingkat kesukarannya sukar, sehingga soal nomor 6 ini direvisi dan
dibuat grafiknya untuk memudahkan siswa dalam memahami soal tersebut.
Tabel 3.14 Rekapitulasi Analisis
Berdasarkan hasil analisis keseluruhan terhadap hasil ujicoba tes
kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis yang dilaksanakan di SMP
Negeri 16 Bandung pada kelas IX-3, serta dilihat dari hasil analisis validitas,
reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal, maka dapat disimpulkan
bahwa soal tes tersebut layak dipakai sebagai acuan untuk mengukur kemampuan
pemahaman dan berpikir kritis matematis siswa SMP kelas VIII yang merupakan
sampel dalam penelitian ini.
1.4.2Skala Sikap Siswa
Sikap merupakan suatu kecenderungan tingkah laku untuk berbuat sesuatu
dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik
berupa orang-orang maupun beberapa objek tertentu (Arifin, 2009: 159). Skala
sikap bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pelajaran matematika,
pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah dalam aspek
pemahaman dan berpikir kritis matematis. Model skala sikap yang digunakan
adalah skala Likert. Tes skala sikap diberikan kepada siswa pada kelompok
eksperimen setelah semua kegiatan pembelajaran berakhir yaitu sebelum postes.
Model skala yang digunakan adalah model skala Likert. Derajat penilaian
terhadap suatu pernyataan tersebut terbagi ke dalam 5 kategori, yaitu:sangat setuju
(SS), setuju (S), Netral (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju(STS).
Dalam menganalisis hasil skala sikap, skala kualitatif tersebut ditransfer ke dalam
skala kuantitatif. Pemberian nilainya dibedakan antara pernyataan yang bersifat
negatif dengan pernyataan yang bersifat positif. Untuk pernyataan yang bersifat
3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1. Untuk pernyataan negatif, pemberian
skornya adalah SS diberi skor 1, S diberi skor 2, N diberi skor 3, TS diberi skor 4,
dan STS diberi skor 5. Pemberian nilai skala sikap tersebut dapat dilihat seperti
Tabel 3.15 di bawah ini:
Tabel 3.15 Skor Nilai Skala Sikap
Arah dari pertanyaan SS S N TS STS
Positif atau Menyenangkan 5 4 3 2 1
Negatif atau Tidak Menyenangkan 1 2 3 4 5
Oktavien (2012:69) menyatakan untuk mengetahui sikap siswa, siswa
mempunyai sikap positif atau negatif, maka rata-rata skor setiap siswa
dibandingkan dengan skor netral terhadap setiap butir skor, indikator dan
klasifikasinya. Bila rata-rata skor seorang siswa lebih kecil dari skor netral,
artinya siswa mempunyai sikap negatif. Apabila rata-rata skor seorang siswa lebih
besar dari skor netral, artinya siswa mempunyai sikap positif.
3.5 Pengembangan Bahan Ajar
Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini disusun
dalam bentuk bahan ajar berupa Lembar Aktivitas Siswa (LAS). Bahan ajar/LAS
tersebut dikembangkan dari topik matematika berdasarkan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku di Sekolah Menengah Pertama tempat
penulis melakukan penelitian yaitu di SMP Negeri 16 Bandung. Adapun materi
dikembangkan dengan mengacu pada empat tahapan dalam pembelajaran dengan
pendekatan pemecahan masalah melalui Diagram Vee, yaitu 1) masalah,
2) merencanakan penyelesaian masalah, 3) menyelesaikan masalah, 4) melakukan
pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Sedangkan
pada kelas kontrol tidak diberikan LAS, namun diberikan tugas dan latihan yang
sama dengan yang diberikan pada kelas eksperimen.
Dalam menyusun bahan ajar penulis menyesuaikan bahan ajar dengan
LAS yang digunakan dalam pembelajaran melalui pertimbangan dosen
pembimbing. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan LAS dapat dilihat secara
lengkap pada Lampiran A.2, Lampiran A.3, serta Lampiran A.4.
3.6 Tahap Penelitian
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap kegiatan yaitu: tahap persiapan,
tahap penelitian dan tahap pengolahan data.
3.6.1 Tahap Persiapan Penelitian
Pada tahap ini peneliti melakukan beberapa kegiatan yang dilaksanakan
dalam rangka persiapan pelaksanaan penelitian, diantaranya:
1. Studi kepustakaan mengenai pembelajaran matematika dengan pendekatan
pemecahan masalah, pembelajaran melalui Diagram Vee, kemampuan
pemahaman dan kemampuan berpikir kritis matematis siswa;
2. Seminar proposal pada tanggal 02 Agustus 2012;
3. Menyusun instrumen penelitian yang disertai dengan proses bimbingan
4. Mengurus surat izin penelitian, dari Direktur Sekolah Pascasarjana UPI;
5. Berkunjung ke SMP Negeri 16 Bandung untuk menyampaikan surat izin
penelitian dan sekaligus meminta izin untuk melaksanakan penelitian;
6. Melakukan observasi pembelajaran di sekolah dan berkonsultasi dengan guru
matematika untuk menentukan waktu, teknis pelaksanaan penelitian;
7. Pemilihan sampel secara acak kelas;
8. Menguji coba instrumen penelitian, mengolah data hasil uji coba instrumen
tersebut.
9. Melaksanakan kegiatan penelitian dengan menggunakan pendekatan
pemecahan matematis, dari tanggal 03 s.d. 24 Oktober 2012.
3.6.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap ini, kegiatan diawali dengan memberikan pretes pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui pengetahuan awal siswa dalam
kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis. Kegiatan pretes ini
dilakukan pada hari Rabu, tanggal 03 Oktober 2012. Setelah pretes dilakukan,
maka dilanjutkan dengan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan
pemecahan masalah melalui Diagram Vee pada kelas eksperimen dan
pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah tanpa Diagram Vee pada
kelas kontrol.
Kelas eksperimen dan kelas kontrol mendapat perlakuan yang sama dalam
hal jumlah jam pelajaran, soal-soal latihan dan tugas. Kelas eksperimen
menggunakan buku paket yang disediakan sekolah dan Lembar Aktivitas Siswa
menggunakan sumber pembelajaran buku paket yang disediakan sekolah. Jumlah
pertemuan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing 7 kali
pertemuan.
Setelah seluruh kegiatan pembelajaran selesai, dilakukan tes akhir (postes)
pada kelas eksperiman dan kelas kontrol. Kedua kelompok ini diberikan soal tes
akhir yang sama dengan soal tes awal (pretes). Hal ini dilakukan untuk
mengetahui besarnya peningkatan kemampuan pemahaman dan berpikir kritis
matematis siswa. Selain postes, pada kelas eksperimen diberikan angket skala
sikap. Pelaksanaan postes dilakukan pada hari Rabu, tanggal 24 Oktober 2012.
Secara garis besar langkah-langkah yang digunakan dalam pembelajaran
matematika dengan pendekatan pemecahan masalah melalui Diagram vee pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan Pendahuluan (± 10 menit)
a. Guru memberikan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa
untuk menggali kemampuan awal yang berkaitan dengan konsep yang akan
dipelajari.
b. Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompoknya yang heterogen
terdiri 4-5 orang.
2. Kegiatan Inti (± 60 menit)
Tahap 1: Siswa dihadapkan dengan masalah
• Guru mengajukan permasalahan untuk dapat diamati dan diselidiki oleh siswa.
Diagram Vee juga dimulai dengan masalah. Pada Diagram Vee masalah
Tahap 2: Merencanakan penyelesaian masalah
Pada tahap ini siswa bersama kelompoknya / individu diharapkan dapat
mencari teori , prinsip, dan konsep yang diperkirakan dapat mendukung ke
arah jawaban pertanyaan, untuk selanjutnya melaksanakan prosedur yang di
kanan Diagram Vee
• Guru meminta siswa untuk mengajukan pertanyaan dalam rangka
mengumpulkan data terhadap masalah yang diajukan guru.
Guru mempersilahkan siswa untuk membaca dan memahami LAS sebelum
diskusi kelompok, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bertanya, bila ada bagian-bagian yang perlu dijelaskan.
Tahap 3: Menyelesaikan masalah
• Guru meminta siswa untuk melakukan pemecahan masalah melalui Diagram
Vee dengan menggunakan LAS
• Siswa berdiskusi bersama teman sekelompoknya untuk dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan dengan mengerjakan LAS
• Pada saat siswa berdiskusi, guru berkeliling pada setiap kelompok untuk
memberikan bimbingan seperlunya
Tahap 4: Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah
dikerjakan
• Setelah diskusi kelompok, guru meminta siswa untuk melaporkan hasil
• Setelah semua kelompok menyampaikan laporannya, guru bersama siswa
melakukan diskusi kelas, untuk menanggapi kesimpulan dari masing-masing
kelompok
• Pada tahap ini siswa diharapkan telah dapat menjawab hipotesis mereka,
siswa dengan bimbingan guru merangkum dan menyimpulkan sendiri
pemahaman mereka mengenai konsep yang dipelajari.
3. Kegiatan Penutup (± 10 menit)
• Guru mengulas kembali tentang konsep yang telah dipelajari, dan
membimbing siswa untuk membuat rangkuman materi pelajaran yang
dianggap penting.
• Guru memberikan tugas rumah sebagai tindak lanjut dari proses pembelajaran
di kelas.
Sedangkan langkah-langkah pembelajaran matematika dengan
pembelajaran pemecahan masalah tanpa Diagram Vee adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan Pendahuluan
• Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan materi yang akan dipelajari
• Guru memberikan apersepsi dengan cara tanya jawab serta mengingatkan
kembali pelajaran yang telah lalu yang berhubungan dengan materi pelajaran
saat ini.
2. Kegiatan inti
• Guru mengajukan permasalahan untuk dapat diamati dan diselidiki oleh
• Pada tahap ini siswa bersama kelompoknya / individu diharapkan dapat
mencari teori dan konsep yang diperkirakan dapat mendukung ke arah
jawaban pertanyaan.
• Guru memberikan latihan-latihan soal, siswa diminta mengerjakannya secara
individu.
• Guru meminta dua orang siswa untuk mengerjakan soal yang telah diberikan
guru di papan tulis.
3. Penutup
• Guru menyimpulkan mengenai pembelajaran yang telah dilakukan
• Guru memberikan tugas rumah.
Setelah seluruh kegiatan pembelajaran selesai, akan dilakukan tes akhir
(postes) pada kelas eksperiman dan kelas kontrol. Kedua kelompok ini diberikan
soal tes akhir yang sama dengan soal tes awal (pretes), hal ini dilakukan untuk
mengetahui besarnya peningkatan kemampuan pemahaman dan berpikir kritis
matematis siswa. Pelaksanaan tes pemahaman dan berpikir kritis matematis
masing-masing 60 menit baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol. Selain
postes, pada kelas eksperimen diberikan angket skala sikap siswa. Jadwal
pelaksanaan penelitian secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran E. 1.
3.6.3 Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan melalui tes dan angket skala
sikap. Data yang berkaitan dengan kemampuan pemahaman dan berpikir kritis
yang berkaitan dengan sikap siswa dalam pembelajaran matematika dengan
pendekatan pemecahan masalah dikumpulkan melalui angket skala sikap siswa.
3.6.4 Tahap Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh dari hasil pretes dan postes dianalisis secara
statistik. Data yang akan dianalisis adalah data kuantitatif berupa hasil tes
kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis siswa dan data kualitatif
berupa hasil angket skala sikap siswa. Untuk pengolahan data penulis
menggunakan bantuan program software SPSS 17 dan Microsoft Excell 2007.
Data Hasil Tes Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematis
Terdapat dua jenis data yang dianalisis, yaitu data kuantitatif berupa hasil
tes kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis siswa dan data kualitatif
berupa skala sikap. Analisis data kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui
besarnya peningkatan kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis
siswa.
Data primer hasil tes sebelum dan sesudah pembelajaran dengan perlakuan
pendekatan pemecahan masalah, dianalisa dengan cara membandingkan skor
pretes dan postes. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menghitung statistik deskriptif skor pretes, postes, dan gain yang meliputi skor
minimum, skor maksimum, rata-rata dan simpangan baku.
2. Menghitung besarnya peningkatan kemampuan pemahaman dan berpikir kritis
menggunakan gain ternormalisasi yang dikembangkan oleh Hake (Meltzer,
2002) sebagai berikut:
Gain ternormalisasi (g) = −
� � � � � −
dengan kriteria indeks gain:
Tabel 3.16 Klasifikasi Gain (g)
g ≥ 0,7 Tinggi 0,3 ≤ g < 0,7 Sedang
g < 0,3 Rendah
2. Melakukan uji normalitas pada data skor Pretes dan gain ternormalisasi untuk
tiap kelompok.
3. Menguji varians. Pengujian varians antara kelompok eksperimen dan kontrol
dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok sama atau
berbeda. Pengujian ini dilakukan untuk data skor gain ternormalisasi
kemampuan pemahaman dan berpikir kritis matematis.
Uji statistik menggunakan Uji Levene dengan kriteria pengujian adalah terima
H0 apabila Sig. Based on Mean > taraf signifikansi ( = 0,05).
4. Melakukan uji kesamaan dua rata-rata pada data skor pretes kedua kelas
eksperimen dan kontrol untuk masing-masing kemampuan pemahaman
matematis dan berpikir kritis matematis. Hipotesis yang diajukan adalah:
H0: μpe = μpk
H1: μpe ≠ μpk
Keterangan: