ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat Work Engagement pada Animal Keeper di Taman Safari Indonesia I. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik survey. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling dan sampel penelitian berjumlah 88 orang.
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang dimodifikasi dari alat ukur UWES-17 yang dibuat oleh Schaufeli dan Bakker pada tahun 2003. Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan rumus Rank Spearman dan reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha Croncbach, diperoleh 17 item valid, dengan validitas berkisar antara 0.468-0.847 dan reliabilitas 0,939.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa responden yang
memiliki derajat work engagement yang tinggi sebanyak 52,3% dan rendah
sebanyak 47,7%. Terdapat kecenderungan animal keeper berjenis kelamin laki-laki lebih memiliki work engagement yang tinggi dibandingkan dengan animal keeper berjenis kelamin perempuan.
Saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya adalah agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi work engagement pada animal keeper di Taman Safari Indonesia I, sehingga dapat diperoleh data dan gambaran dinamika yang akurat mengenai work engagement pada animal keeper di Taman Safari Indonesia I.
Universitas Kristen Maranatha x
ABSTRACT
This research conducted to determine the level of Work Engagement on animal keeper of Taman Safari Indonesia I. The method used in this research is descriptive method with survey techniques. The selection of the samples are used purposive sampling method with total sample is 88 participants.
The modified UWES-17 measuring tool by Schaufeli and Bakker in 2003 is used as primary questionnaire measuring tool. Based on the validity test using
Rank Spearman’s formula and reliability test using Alpha Croncbach’s formula, 17 items are found valid between 0.468-0.847 validity and 0,939 reliability.
The conclusion based on the result of the research is that 52.3% of the respondent have high level of Work Engagement and 47,7% of the respondent
have low level of Work Engagement. There is a tendency men’s animal keeper have more high level of Work Engagement than women’s animal keeper.
The advice for the next research is to conduct further research about the factors that influence work engagement on animal keeper at Taman Safari Indonesia I, so we can get the data and an accurate description of the dynamics of Work Engagement on animal keeper at Taman Safari Indonesia I.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii
PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR BAGAN... xv
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ...1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 13
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 13
1.3.1 Maksud Penelitian ... 13
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 13
1.4 Kegunaan Penelitian ... 13
1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 13
Universitas Kristen Maranatha xii
1.6 Asumsi ... 23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 24
2.1 Teori Work Engagement ... 24
2.1.1 Pengertian Teori Work Engagement ... 24
2.1.2 Work Engagement ... 25
2.1.3 Aspek Work Engagement ... 25
2.1.3.1 Vigor ... 26
2.1.3.2 Dedication ... 27
2.1.3.2 Absorption ... 27
2.1.4 Ciri-ciri dari Work Engagement ... 27
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi Work Engagement ... 30
2.2Utrecht Work Engagement Scale (UWES) ... 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...35
3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 35
3.2 Bagan Prosedur Penelitian ... 35
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 36
3.3.1 Variabel Penelitian ... 36
3.3.2 Definisi Operasional ... 36
3.4 Alat Ukur ... 37
3.4.1 Alat Ukur Work Engagement ... 37
3.4.1.2 Prosedur Pengisian Alat Ukur ... 41
3.4.1.3 Sistem Penilaian Alat Ukur ... 42
3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 43
3.4.2.1 Data Pribadi ... 43
3.4.2.2 Data Penunjang ... 44
3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 44
3.4.3.1 Validitas Alat Ukur ... 44
3.4.3.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 45
3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 46
3.5.1 Sampel Sasaran ... 46
3.5.2 Karakteristik Sampel ... 46
3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 47
3.6 Teknik Analisis Data ... 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Responden ... 48
4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 48
4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49
4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 49
4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 50
4.2 Gambaran Hasil Penelitian ... 50
4.2.1 Gambaran Derajat Work Engagement ... 51
Universitas Kristen Maranatha xiv
4.2.2.1 Gambaran Derajat Vigor ... 51
4.2.2.2 Gambaran Derajat Dedication ... 52
4.2.2.3 Gambaran Derajat Absorption... 52
4.2.3 Tabulang Silang Derajat Work Engagement dengan Aspek-Aspek Work Engagement ... 53
4.3 Pembahasan ... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...65
5.1 Simpulan ... 65
5.2 Saran ... 66
5.2.1 Saran Teoritis ... 66
5.2.2 Saran Praktis ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 69
DAFTAR RUJUKAN ... 70
DAFTAR BAGAN
Universitas Kristen Maranatha xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Aspek Work Engagement ... 38
Tabel. 3.2 Kisi-kisi Alat Ukur ... 38
Tabel 3.3 Kriteria Pengisian Kuesioner ... 41
Tabel 3.4 Kriteria penilaian Kuesioner ... 42
Tabel 4.1. Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 48
Tabel 4.2.Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49
Tabel 4.3. Gambaran Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 49
Tabel 4.4. Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 50
Tabel 4.5 Gambaran Derajat Work Engagement ... 51
Tabel 4.6 Gambaran Derajat Vigor ... 51
Tabel 4.7 Gambaran Derajat Dedication ... 52
Tabel 4.8 Gambaran Derajat Absorption ... 52
Tabel 4.9 Tabulasi Silang Derajat Work Engagement dengan Vigor... 53
Tabel 4.10 Tabulasi Silang Silang Derajat Work Engagement dengan Dedication ... 54
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A LETTER OF CONCENT DAN ALAT UKUR
Lampiran A.1 Kata Pengantar dan Letter of Concent Lampiran A.2 Identitas dan Data Penunjang
Lampiran A.3 Alat Ukur Work Engagement Lampiran A.4 Kisi-kisi Alat Ukur
Lampiran A.5 Gambaran pekerjaan Animal Keeper
LAMPIRAN B UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR
Lampiran B.1 Hasil Uji Validitas Lampiran B.2 Hasil Uji Reliabilitas
LAMPIRAN C HASIL PENELITIAN
Lampiran C.1 Hasil Penelitian Work Engagement
Lampiran C.2 Hasil Penelitian Aspek-Aspek Work Engagement Lampiran C.2.1 Hasil Penelitian Aspek Vigor
Lampiran C.2.2 Hasil Penelitian Aspek Dedication Lampiran C.2.3 Hasil Penelitian Aspek Absorption Lampiran C.3 Data Demografis
Lampiran C.4 Data Penunjang
LAMPIRAN D FREKUENSI, TABULASI SILANG DATA UTAMA-DATA PENUNJANG
Universitas Kristen Maranatha xviii
Lampiran D.1.2 Berdasarkan Jenis Kelamin
Lampiran D.1.3 Berdasarkan Lama Bekerja Lampiran D.1.4 Berdasarkan pendidikan terakhir
Lampiran D.2 Tabulasi Silang Antara Data Demografis dengan Work
Engagement
Lampiran D.2.1 Tabulasi Silang Antara Usia dengan Work
Engagement
Lampiran D.2.2 Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin dengan Work
Engagement
Lampiran D.2.3 Tabulasi Silang Antara Lama Bekerja dengan Work
Engagement
Lampiran D.2.4 Tabulasi Silang Antara Pendidikan Terakhir dengan
Work Engagement
Lampiran D.3 Tabulasi Silang Antara Job Demands dengan Work
Engagement
Lampiran D.3.1 Tabulasi Silang Antara Work Pressure dengan Work
Engagement
Lampiran D.3.2 Tabulasi Silang Antara Physical Demands dengan
Work Engagement
Lampiran D.3.3 Tabulasi Silang Antara Emotional Demands dengan
Work Engagement
Lampiran D.3.4 Tabulasi Silang Antara Mental Demands dengan
Work Engagement
Lampiran D.4 Tabulasi Silang Antara Job Resources dengan Work
Engagement
Lampiran D.4.1 Tabulasi Silang Antara Autonomy dengan Work
Lampiran D.4.2 Tabulasi Silang Antara Social Support dengan Work
Engagement
Lampiran D.4.3 Tabulasi Silang Antara Coaching dengan Work
Engagement
Lampiran D.4.4 Tabulasi Silang Antara Feedback dengan Work
Engagement
Lampiran D.5 Tabulasi Silang Antara Personal Resources dengan Work
Engagement
Lampiran D.5.1 Tabulasi Silang Antara Self-effiacy dengan Work
Engagement
Lampiran D.5.2 Tabulasi Silang Antara Optimism dengan Work
Engagement
Lampiran D.5.3 Tabulasi Silang Antara Hope dengan Work
Engagement
Lampiran D.5.4 Tabulasi Silang Antara Resiliency dengan Work
Engagement
Lampiran D.6 Tabel Job Demands, Personal Resources, Job Resources dengan Work Engagement
Lampiran D.7 Tabel Frekuensi Job Demands, Personal Resources, Job
1
Universitas Kristen Maranatha 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Aktivitas manusia yang terus meningkat menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem, salah satunya adalah satwa. Tidak jarang manusia berburu satwa di dalam hutan sehingga mengakibatkan populasi satwa semakin berkurang. Akibat dari populasi satwa yang semakin berkurang maka satwa perlu diberikan perlindungan dan dijaga kelestariannya agar tidak punah. Untuk menjaga kelestarian satwa maka perlu dilakukan upaya konservasi dengan langkah yang benar.
2
menunjang pendidikan serta penelitian di bidang konservasi dan menyediakan sumber daya rekreasi yang berkualitas bagi masyarakat. Namun pada kenyataannya, di Indonesia masih terdapat lembaga konservasi yang belum maksimal dalam memenuhi fungsi utama sebuah lembaga konservasi.
Meskipun terdapat lembaga konservasi yang belum memenuhi fungsi utamanya namun Indonesia juga memiliki lembaga konservasi yang berkualitas baik. Taman Safari Indonesia adalah salah satu lembaga konservasi yang telah menjalankan fungsinya dengan baik sebagai lembaga konservasi. Taman Safari Indonesia terbagi menjadi 3 yaitu Taman Safari Indonesia I (Cisarua – Bogor), Taman Safari Indonesia II (Prigen - Pasuruan), Taman Safari III atau Bali Safari & Marine Park (Gianyar – Bali).
3
Universitas Kristen Maranatha 3
Taman Safari Indonesia adalah tempat wisata keluarga berwawasan lingkungan yang berorientasi pada habitat satwa di alam bebas. Taman Safari Indonesia I terletak di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat atau yang lebih dikenal dengan kawasan Puncak. Taman ini
berfungsi menjadi penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di
ketinggian 900-1800m di atas permukaan laut, serta mempunyai suhu rata-rata 16-24 derajat Celsius. Taman Safari Indonesia I memiliki sekitar 2500 koleksi satwa dari hampir seluruh penjuru dunia termasuk satwa langka, seperti harimau benggala, jerapah, singa, orang utan, gajah, anoa, komodo dan lain sebagainya. Penghargaan yang pernah diraih Taman Safari Indonesia I anatara lain Lembaga Konservasi Terbaik, Indonesia Green Award, Sapta Pesona
Award, Best Indonesia Travel And Tourism Award.
Taman Safari Indonesia memiliki visi untuk menjadi Lembaga Konservasi dan Taman Rekreasi yang dikenal di Dunia. Misi Taman Safari Indonesia adalah Sebagai Model Bagi Taman Satwa dan Taman Rekreasi lainnya, selain itu beberapa misi lainnya adalah untuk melakukan upaya konservasi terhadap satwa langka dan pengelolaannya secara berkelanjutan, untuk mendukung fungsinya sebagai benteng terakhir bagi penyelamatan satwa langka, sehingga mempunyai nilai manfaat untuk mensejahterakan masyarakat, melakukan upaya pendidikan konservasi kepada masyarakat, melalui kegiatan konservasi yang berkelanjutan.
4
penerangan, informasi, edukasi melalui atraksi satwa, pesan-pesan konservasi kunjungan ke sekolah sekolah dan melalui kunjungan siswa-siswa sekolah ke Taman Safari Indonesia dan lain sebagainya. Di samping itu secara langsung maupun tidak langsung TSI I juga telah banyak terlibat dalam penelitian-penelitian untuk kemajuan dunia konservasi, khususnya dalam hal pelestarian satwa. Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasan (Kabinet Indonesia Bersatu II) sangat mengapresiasi keberadaan TSI I sebagai sebuah Lembaga Konservasi
(LK) yang keberadaannya sangat bermanfaat bagi dunia konservasi Indonesia.
Apresiasi tersebut disampaikan langsung oleh Menhut disela-sela
kunjungannya ke TSI I pada bulan oktober 2013 (Taman Safari Indonesia,
2013).
Suatu konservasi dimulai dari pengamatan animal behaviour yang dilakukan secara komprehensif dihabitat aslinya. Kemudian hasil tersebut didokumentasikan dengan jelas, ditambah dengan berbagai riset dan studi lapangan mengenai tingkah laku satwa di alam aslinya. Selanjutnya hasil pengamatan tersebut dijadikan pijakan dan dituang kedalam Standard
Operating Procedures (SOP) yang dilakukan secara kontinu. Selama ini
perawatan serta perlindungan terhadap hewan yang tidak lain merupakan fungsi dari lembaga konservasi dilakukan oleh animal keeper. Kualitas animal
keeper akan menentukan keberhasilan berbagai program konservasi yang
menjadi visi dan misi sebuah lembaga konservasi. Dengan kata lain animal
5
Universitas Kristen Maranatha 5
Taman Safari Indonesia I, memiliki animal keeper sebanyak 200 orang. Persyaratan yang diajukan kepada calon animal keeper yang hendak bekerja dalam Taman Safari Indonesia adalah berumur minimal 17 tahun, minimal memiliki ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) / sederajat, mencintai binatang dan bersedia mengikuti training yang diberikan.
Berdasarkan wawancara pada manajer marketing TSI I, menurutnya menyadari pentingnya peran animal keeper, Taman Safari Indonesia I (TSI I) selalu mengadakan training untuk animal keeper baik itu didalam negeri maupun diluar negeri untuk setiap tahunnya. Negara luar Indonesia yang sering dijadikan tempat untuk training ialah Jepang dan Australia. Setiap tahunnya seluruh animal keeper yang bekerja di Taman Safari Indonesia I akan mendapatkan training didalam negeri, dan beberapa animal keeper yang terpilih juga akan mendapatkan kesempatan untuk training diluar negeri seperti Jepang atau Australia. Training dilakukan karena Taman Safari Indonesia I (TSI I) menyadari bahwa kualitas animal keeper TSI I akan berimbas pada peningkatan kualitas lembaga konservasi seperti Taman Safari Indonesia I (TSI I) itu sendiri.
6
raya. Kebijakan dan perlakuan yang diberikan oleh TSI I membuat karyawan memberikan penghayatan yang berbeda-beda.
Berdasarkan wawancara kepada manajer marketing TSI I, ia mengatakan bahwa TSI I memang sangat membutuhkan animal keeper yang mencintai binatang dan dapat bekerja secara sungguh-sungguh. Pekerjaan sebagai animal keeper akan berhadapan langsung dengan makhluk hidup yaitu binatang. Ketika animal keeper bekerja dengan hati, maka dalam bekerja ia sangat menghargai dan mencintai binatang. Sehingga antara binatang dan
animal keeper akan terbangun chemistry dan hal tersebut akan mempengaruhi
hasil kerja animal keeper yaitu binatang akan dekat dan jinak dengan animal
keeper, binatang tidak akan sulit untuk dirawat atau dikendalikan oleh animal
keeper. Namun sebaliknya, ketika seorang animal keeper tidak mencintai
binatang dan tidak nyaman dengan profesi sebagai animal keeper maka hal tersebut akan berdampak pada kinerjanya, binatang akan sulit untuk dirawat dan dikendalikan karena tidak merasa dekat atau tidak terbangun chemistry antara binatang dengan animal keeper. Hal tersebut tentu akan mempengaruhi kualitas dari TSI I.
Setiap animal keeper memiliki penghayatan yang berbeda-beda mengenai pekerjaannya yang dilakukan dalam Taman Safari Indonesia I. Keterikatan kerja animal keeper berpengaruh pada performa kinerja animal
keeper. Performa kinerja animal keeper akan mempengaruhi kualitas dari
7
Universitas Kristen Maranatha 7
karyawan akan mengeluarkan segenap perasaan positif dan energinya untuk bekerja.
Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma dan Bakker (2002) mengemukakan suatu konsep yang disebut work engagement yaitu hal positif, yang terkait dengan keadaan pikiran yang ditandai dengan semangat, dedikasi dan absorbsi atau penyerapan. Menurut Schaufeli dan Bakker terdapat beberapa hal yang menjadi faktor yang penting dan dapat memprediksi work
engagement. Faktor-faktor yang kuat berpengaruh bagi work engagement
adalah tuntutan kerja (Job demands), Sumber daya kerja (job resources), Sumber daya pribadi (Personal resources) (Bakker & Leiter, 2010).
8
orang animal keeper TSI I, mereka mengatakan bahwa seorang animal keeper harus siap meluangkan waktu dan energinya untuk binatang yang di rawatnya, terutama jika binatang tersebut sedang sakit. Meskipun mereka merasa lelah karena telah bekerja seharian, namun menemani dan merawat binatang yang sedang sakit merupakan tuntutan dari seorang animal keeper. Hal ini dikarenakan menyangkut nyawa sang binatang, sehingga animal keeper tidak boleh lengah sedikitpun saat merawat binatang khususnya binatang yang sedang sakit. Para animal keeper juga harus membina kedekatan terhadap binatang, khususnya animal keeper yang memegang binatang buas harus benar-benar menjalin hubungan yang baik dengan binatang agar binatang tersebut dapat dikendalikan oleh animal keeper dalam kesehariannya maupun saat show dilakukan. Tuntutan yang harus dijalankan animal keeper ini disebut
job demands.
Animal keeper selalu mendapatkan training untuk setiap tahunnya baik
9
Universitas Kristen Maranatha 9
lainnya jika sedang berkumpul bersama. Animal keeper juga mendapatkan
feedback dari kinerjanya selama bekerja di TSI. Khusus bagi animal keeper
yang masih baru bergabung dengan TSI, tidak hanya mendapatkan training dari TSI namun juga dalam kesehariannya, animal keeper yang masih baru akan mendapatkan pengawasan dan pelatihan dari animal keeper senior atau
animal keeper yang telah bekerja lama di TSI. Hal yang dijelaskan diatas
disebut sebagai job resources
Berdasarkan hasil wawancara dengan 4 orang animal keeper, 100% merasa bahwa dirinya memiliki kompetensi dalam menjalani pekerjaannya sebagai animal keeper. 50% optimis binatang akan terawat dengan maksimal. 50% memiliki strategi untuk menunjang pekerjaan sebagai animal keeper. 100% bersedia bertahan ketika terdapat hambatan dalam pekerjaannya. Penghayatan animal keeper tersebut disebut sebagai personal resources yang dimiliki animal keeper.
Faktor seperti tuntutan kerja (Job demands), sumber daya kerja (job
resources), dan sumber daya pribadi (Personal resources) yang telah
dijelaskan diatas dapat mempengaruhi terbentuknya work engagement pada
animal keeper. Didalam work engagement terdapat aspek yang meliputi;
vigor, yaitu level energi yang tinggi dan resiliensi mental ketika bekerja,
10
dimana waktu berlalu begitu cepat dan tidak ingin behernti bekerja. (Bakker &Leiter, 2010)
Berdasarkan hasil wawancara terhadap 4 animal keeper dalam Taman Safari Indonesia I, 2 orang diantaranya mengatakan bahwa mereka bekerja hanya karena kebetulan diterima sebagai seorang animal keeper. Meskipun salah satunya memang telah mencintai binatang sebelum bekerja sebagai sebagai seorang animal keeper dan salah satunya tidak. Namun keduanya merasa bahwa mereka tidak terlalu menghayati pekerjaan sebagai animal
keeper dan mereka berkeinginan untuk berhenti sebagai animal keeper jika
terdapat kesempatan bekerja sebagai profesi lain dengan gaji yang lebih tinggi. Selama ini, keduanya hanya berinteraksi dengan binatang hanya pada saat jam kerja berlangsung, keduanya merasa bahwa mereka kurang bersedia untuk menghabiskan waktu melebihi batas waktu jam kerja meskipun keduanya merasa bahwa pekerjaan sebagai animal keeper cukup menyenangkan. Ketika ada suatu hambatan, misalnya binatang sedang sakit. Maka menghadapi kondisi tersebut kedua animal keeper tetap merawat binatang namun hal tersebut hanya karena tugas yang mereka harus jalani. Dari hasil tersebut menunjukan bahwa kedua animal keeper tersebut cenderung kurang engaged terhadap pekerjaan sebagai animal keeper. Namun disisi lain, pada 2 orang
animal keeper lainnya, mereka merasa bahwa pekerjaan sebagai animal
keeper adalah pekerjaan yang sangat menyenangkan karena keduanya
11
Universitas Kristen Maranatha 11
dirawat. Pada kondisi seperti itu, kedua animal keeper tersebut merasa sangat sedih saat melihat binatangnya sedang sakit. Salah satu animal keeper merasa senang dalam menjalankan pekerjaannya meskipun terkadang diprotes oleh keluarga karena pulang larut malam atau tidak memiliki banyak waktu untuk keluarga karena terus bekerja. Satu lainnya, hampir setiap hari pulang melebihi jam kerja yang telah ditetapkan. Ia sering meluangkan waktu untuk bermain sendiri dengan binatang yang ia jaga dan rawat serta latih. Dari hasil wawancara menunjukan kedua animal keeper lainnya tersebut merasa engaged terhadap pekerjaannya sebagai animal keeper.
Menurut hasil survey dengan metode kuesioner kepada 15 orang animal
keeper, 53% animal keeper jarang merasa bahwa waktu terasa lebih cepat
ketika mereka bekerja, 67% jarang bersedia bekerja dalam waktu yang lama, 67% jarang merasa nyaman dalam menjalankan pekerjaannya sebagai seorang
animal keeper. 73% jarang merasa sulit melepaskan diri dari pekerjaannya.
Dari hasil tersebut menunjukan bahwa beberapa animal keeper tersebut cenderung kurang engaged terhadap pekerjaan sebagai animal keeper. Namun di sisi lain, 53% merasa penuh energi ketika bekerja, 80% merasa semangat ketika bekerja, 53% bersedia bertahan dalam bekerja meskipun pekerjaan sebagai animal keeper tidak berjalan dengan baik. Hal tersebut menunjukan beberapa animal keeper cenderung merasa engaged dengan pekerjaan sebagai
animal keeper.
Secara keseluruhan, hasil survey menunjukan bahwa terdapat animal
12
terdapat animal keeper yang cenderung merasa kurang engaged dengan pekerjaannya. Seharusnya, menurut Direktur Taman Safari Indonesia I, Penting bagi semua animal keeper TSI I memiliki keterikatan pada pekerjaannya karena pekerjaan animal keeper menyangkut makhluk hidup yaitu binatang. Keadaan binatang seperti kebutuhan dan sifat yang berbeda satu dengan lainnya menuntut semua animal keeper untuk memiliki keterampilan dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugasnya. Ketika
animal keeper memiliki work engagement yang tinggi maka animal keeper
akan total dalam bekerja, mencintai binatang serta sungguh-sungguh dalam merawat binatang sehingga binatang dapat terawat dengan baik. Namun sebaliknya, apabila animal keeper tidak memiliki work engagement yang tinggi, maka animal keeper akan kesulitan dalam membangun chemistry dengan binatang karena tidak merasa menyatu dengan pekerjaannya, yang kemudian akan dapat mengakibatkan binatang tidak terawat dengan maksimal. Sehingga dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa Work engagement merupakan hal yang penting untuk dimiliki oleh animal keeper pada suatu lembaga konservasi untuk menjalan fungsi utamanya sebagai lembaga konservasi.
Dari fenomena diatas, sebagai lembaga konservasi terbaik di Indonesia,
work engagement pada animal keeper merupakan hal yang penting bagi
13
Universitas Kristen Maranatha 13
tertarik untuk meneliti work engagement pada animal keeper di Taman Safari Indonesia I.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari penelitian ini ingin diketahui gambaran Work Engagement pada Animal
Keeper di Taman Safari Indonesia I.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran Work
Engagement pada Animal Keeper di Taman Safari Indonesia I.
1.3.2 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat Work
Engagement pada Animal Keeper di Taman Safari Indonesia I.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
• Perkembangan ilmu psikologi khususnya dalam bidang
Industri dan Organisasi
• Mendorong dilakukannya penelitian-penelitian lain ataupun
yang lebih luas, sehingga memperkaya kajian organisasional mengenai masalah yang sejenis.
1.4.2 Kegunaan Praktis
• Membantu pihak Taman Safari Indonesia I untuk
14
keeper sehingga dapat diusahakan untuk memfasilitasi
hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan work engagement pada animal keeper yang kemudian akan mendukung keberhasilan dari Taman Safari Indonesia I.
• Memberikan informasi kepada Animal Keeper mengenai
gambaran work engagement yang dimiliki agar dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas diri dan meningkatkan kinerja saat menjalankan tugas sebagai
animal keeper.
1.5 Kerangka Pemikiran
Animal keeper adalah bagian yang berkontribusi untuk merawat serta
melindungi binatang dalam Taman Safari Indonesia I. Akan tetapi animal
keeper akan lebih baik dan maksimal apabila animal keeper mencintai
binatang. Ketika seorang animal keeper mencintai binatang maka animal
keeper akan dengan sungguh-sungguh merawat dan melatih binatang dengan
15
Universitas Kristen Maranatha 15
merawat serta melatih binatang karena binatang tidak merasa dekat atau bahkan tidak terlalu jinak dengan animal keeper.
Kondisi menikmati pekerjaan, merasa bangga, serta tetap berusaha mengatasi masalah dalam konsep Psikologi Industri disebut sebagai Work
Engagement. Work Engagement didefinisikan sebagai suatu penghayatan
positif dan rasa terpenuhi pada pekerjaan yang ditandai dengan adanya vigor,
dedication, dan absorption. (Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma & Bakker,
2002, dalam Bakker dan Leiter 2010:13). Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa work engagement pada animal keeper adalah suatu keadaan yang terjadi pada animal keeper yang merasa demikian menyatu dengan pekerjaannya baik secara fisik, kognisi, maupun emosi pada saat menjalankan peran didalam pekerjaannya sehingga ia bersedia mencurahkan segenap energi untuk menyelesaikan atau melaksanakan tugas pekerjaannya tersebut.
Work Engagement terjadi ketika tuntutan pekerjaan (disebut juga Job
Demands) dapat diredakan oleh aspek fisik, psikologis, sosial, dan organisasi
dalam pekerjaan yang bersifat untuk mendukung animal keeper dalam menjalani tuntutan pekerjaannya (disebut juga Job Resources). Selain itu, sumber daya pribadi (disebut juga personal resources) turut berperan dalam pembentukan work engagement, animal keeper dengan kepribadian tertentu mungkin lebih mampu memobilisasi job resources dibanding animal keeper
dengan kepribadian yang berbeda.
Tugas-tugas yang harus dijalankan dalam pekerjaan disebut sebagai
16
Bakker dan Leiter 2010) yaitu segala sesuatu yang merupakan bagian dari pekerjaan, yang secara potensial dapat menimbulkan tekanan, dan menguras kemampuan untuk beradaptasi yang dimiliki animal keeper. Tuntutan kerja (Job demands) animal keeper dalam penelitian ini meliputi tekanan kerja (work pressure) yaitu animal keeper harus secara sungguh-sungguh merawat serta menjaga binatang, animal keeper harus dapat menjinakan binatang sekalipun binatang tersebut buas. Ketika animal keeper tidak dekat dengan binatang maka animal keeper akan mengalami kesulitan dalam bekerja karena binatang sulit untuk jinak dengan animal keeper yang kemudian akan mengakibatkan binatang akan sulit untuk dijaga, dirawat maupun dilatih; Tekanan mental (mental demands) yaitu animal keeper dituntut untuk mempelajari habitat dari binatang, mencari informasi yang berkaitan dengan cara merawat binatang dan melatih kemampuan dasar binatang. Tekanan emosi (emotional demands) yaitu para animal keeper juga harus membina kedekatan terhadap binatang, khususnya keeper yang memegang binatang buas harus benar-benar menjalin hubungan yang baik dengan binatang agar binatang tersebut dapat dikendalikan oleh animal keeper dalam kesehariannya maupun saat show dilakukan. Animal keeper dituntut untuk memiliki kesabaran dalam melatih binatang, terutama ketika binatang tersebut sulit untuk dilatih demi kepentingan show. Animal keeper juga merupakan bagian dari pengambil keputusan apakah binatang yang sudah tua dan telah sakit parah harus disuntik mati atau tidak; Tekanan fisik (physical demands) yaitu
17
Universitas Kristen Maranatha 17
yang dirawatnya, terutama jika binatang tersebut sedang sakit. Animal keeper harus menjaga kesehatannya sehingga dalam bekerja animal keeper dapat berkonsentrasi dan penuh dengan energi karena animal keeper tidak boleh lengah sedikitpun saat merawat binatang khususnya binatang yang sedang sakit. Dalam show, animal keeper juga perlu mendampingi binatang dan tampil prima di hadapan penonton pada saat itu.
Dalam menghadapi tuntutan pekerjaan (job demands), animal keeper memiliki dua sumber daya yang saling berkaitan. Sumber daya yang Pertama berasal dari hakekat pekerjaan sebagai animal keeper yang dikenal sebagai job
resources, merupakan aspek fisik, sosial, atau organisasi. Job resources
animal keeper dapat mengurangi job demands baik fisik maupun psikis,
meraih tujuan / goal dalam pekerjaan, serta menstimulasi perkembangan, pertumbuhan, pembelajaran pribadi. Job resources dalam penelitian ini meliputi Autonomy yaitu kebebasan animal keeper dalam bekerja seperti menentukan cara merawat dan melatih binatang namun tetap memperhatikan SOP dan kesejahteraan binatang sehingga mendatangkan perasaan berarti oleh
animal keeper yang kemudian akan menunjang kinerjanya; Coaching yaitu
pelatihan atau bimbingan yang diberikan oleh pihak taman safari kepada
animal keeper sehingga dapat menunjang kinerjanya menjadi lebih maksimal;
Social Support yaitu sikap saling membantu dan memberikan semangat satu
sama lain, baik dari atasan kepada animal keeper maupun sesama rekan kerja
animal keeper sehingga Animal Keeper dapat menguarangi rasa lelah dan
18
yaitu umpan balik yang diberikan atas kinerja animal keeper oleh rekan kerja,
animal keeper senior, pihak taman safari, hal ini membantu Animal Keeper
untuk memperbaiki atau memaksimalkan kinerjanya.
Sumber daya yang kedua berasal dari dalam diri animal keeper yang disebut sebagai personal resources. Personal resources animal keeper merupakan kepercayaan positif animal keeper terhadap diri sendiri dan lingkungan yang dapat memotivasi dalam mencapai tujuan. Personal
Resources dalam penelitian ini meliputi Self efficacy yaitu keyakinan diri yang
dimiliki oleh animal keeper dalam menjalani pekerjaannya untuk merawat serta melatih binatang; Optimism yaitu animal keeper merasa yakin bahwa dirinya akan sukses dalam menjalankan pekerjaannya, animal keeper merasa optimis dapat merawat serta melatih binatang dengan sangat baik, animal
keeper merasa optimis dapat mengontrol hambatan yang akan datang dalam
pekerjaannya seperti binatang yang sakit ataupun binatang yang sulit untuk dijinakan; Hope yaitu perencanaan yang dibuat oleh animal keeper untuk mencapai tujuannya ketika merawat serta melatih kemampuan dasar binatang;
Resilience yaitu daya tahan animal keeper dalam menjalani pekerjaannya.
Sekalipun dalam pekerjaan animal keeper akan mengalami hambatan, animal
keeper akan tetap bertahan dan berusaha untuk mengatasi hambatan tesebut.
Animal keeper akan tetap menunjukan kinerja yang maksimal meskipun
19
Universitas Kristen Maranatha 19
Personal resources dan job ressources animal keeper merupakan sumber
daya yang saling terkait dan saling mendukung ketika menghadapi job
demands. Personal resources dan job resources animal keeper, akan membuat
job demands menjadi sesuatu yang enjoyable bagi animal keeper. Animal
keeper menjadi tidak merasa lelah dan mau mengeluarkan usaha lebih ketika
melakukan perawatan dan pelatihan dasar terhadap binatang.
Job demands, personal resources, serta job resources yang telah
dijelaskan diatas merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
Work Engagement seseorang, bergantung pada seberapa mampu job demands
animal keeper dipenuhi oleh job resources dan personal resources animal
keeper. Semakin tinggi derajat personal resources dan job resources animal
keeper maka akan semakin menunjang dalam mengubah job demands menjadi
sesuatu yang tidak menekan bagi animal keeper. (Bakker & Demerouti, 2007).
Work Engagement ditandai dengan 3 aspek yaitu vigor, dedication, dan
absorption.
Vigor adalah curahan energi dan mental yang kuat selama bekerja,
20
pekerjaan seperti binatang yang sedang sakit atau tidak menurut saat dilatih dan saat menghadapi kesulitan tersebut animal keeper akan tetap berusaha keras menjalankan pekerjaannya. Vigor yang rendah ditandai dengan sikap kurang bersemangat dan lemahnya energi yang dikeluarkan ketika merawat dan melatih kemampuan dasar binatang. Animal keeper kurang dapat bertahan ketika menghadapi kesulitan dalam merawat dan melatih kemampuan dasar binatang.
Dedication adalah perlibatan diri yang kuat terhadap pekerjaan, dan
merasakan keberartian, antusisme, inspirasi, kebanggan, dan tantangan.
Dedication yang tinggi pada animal keeper terlihat pada perasaan berarti serta
bangga terhadap pekerjaannya sebagai animal keeper, antusias saat menjalankan pekerjaannya seperti pada saat merawat dan melatih kemampuan dasar binatang, mendampingi dan memandu binatang saat show, memiliki inisiatif sendiri untuk merawat dan melatih kemampuan dasar binatang serta menganggap bahwa pekerjaannya adalah sesuatu yang menantang bagi dirinya. Dedication yang rendah pada animal keeper ditandai dengan perasaan bosan dalam merawat dan melatih kemampuan dasar binatang, kurang adanya inisiatif dalam menjalankan tugasnya, kurang adanya perasaan berarti dan bangga menjadi seorang animal keeper, serta merasa bahwa pekerjaan yang dijalaninya adalah sesuatu yang kurang menantang bagi dirinya.
Absorption adalah penuhnya konsentrasi dan keseriusan terhadap suatu
21
Universitas Kristen Maranatha 21
pada animal keeper akan ditandai dengan sikap serius dalam merawat dan melatih kemampuan dasar binatang, animal keeper fokus terhadap binatang, dan ketika bekerja animal keeper merasa waktu begitu cepat serta merasa sulit atau sedih ketika harus berpisah dengan binatang yang dirawatnya. Absorption yang rendah ditandai dengan sikap yang kurang serius serta kurang fokus dalam merawat dan melatih kemampuan dasar binatang. Animal keeper merasa waktu begitu lama saat menjalankan tugasnya dan mudah untuk memisahkan diri dengan pekerjaannya.
Vigor, dedication, dan absorption akan saling terkait dan membentuk
tinggi atau rendahnya work engagement yang dimiliki oleh animal keeper, sehingga tinggi atau rendahnya work engagement animal keeper harus dilihat melalui vigor, dedication, dan absorption secara keseluruhan. Animal keeper yang memiliki work engagement yang tinggi, walaupun berat dalam menjalankan pekerjaannya dan memiliki resiko besar namun para animal
keeper tetap menikmati pekerjaannya, bahkan diantara mereka merasa bangga
menjadi animal keeper, sehingga tuntutan dan permasalahan yang ada membuat mereka tetap berusaha menghadapi dan mengatasinya. Sebaliknya apabila animal keeper memiliki work engagement yang rendah maka ia kurang dapat menikmati pekerjaannya sebagai seorang animal keeper, kurang merasa bangga menjadi seorang animal keeper, dan kurang dapat bertahan ketika menghadapi hambatan dalam pekerjaannya.
22
Bagan 1.1 Kerangka Pikir
Animal Keeper Taman Safari
Indonesia I
Job resources : • Autonomy • Coaching • Social support • Performance
feedback •
Personal resources : • Self-efficacy • Optimism • Hope • Resiliency
Job demands : • Work pressure • Emotional demands • Mental demands • Physical demands
Work Engagement
Aspek-aspek : • Vigor • Dedication • Absorption
23
Universitas Kristen Maranatha 23
1.6 Asumsi Penelitian
1) Merawat serta melatih kemampuan dasar binatang, mempelajari habitat dan informasi mengenai binatang, membina kedekatan kepada binatang termasuk binatang buas serta harus menjaga kesehatan fisik merupakan job
demands dari animal keeper.
2) Keyakinan diri untuk merawat serta melatih kemampuan dasar binatang, optimis terhadap hasil kerja yang baik, perencanaan untuk mencapai tujuan merawat dan melatih kemampuan dasar binatang serta mampu untuk bertahan dalam menghadapi hambatan adalah personal resources animal
keeper.
3) Kebebasan dalam merawat serta melatih kemampuan dasar binatang, pelatihan yang diberikan oleh senior maupun atasan, dukungan semangat dari rekan kerja, serta umpan balik kinerja adalah job resources animal
keeper.
4) Job resources dan personal resources animal keeper akan mengurangi
dampak dari job demands animal keeper dan membentuk work
engagement animal keeper.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa simpulan mengenai work
engagement pada animal keeper di Taman Safari Indonesia I sebagai
berikut :
1. Animal keeper di Taman Safari Indonesia I memiliki derajat work engagement yang tergolong tinggi sebanyak 52,3% dan yang
tergolong rendah sebanyak 47,7%.
2. Animal keeper di Taman Safari Indonesia I yang memiliki derajat work engagement yang tinggi, pada umumnya memiliki derajat
vigor, dedication, dan absorption yang tinggi, begitu juga dengan
animal keeper yang memiliki derajat work engagement yang
rendah, pada umumnya memiliki derajat vigor, dedication, dan
absorption yang rendah juga.
3. Aspek yang derajatnya paling tinggi dari seluruh animal keeper adalah vigor.
Universitas Kristen Maranatha 66
5. Terdapat kecenderungan animal keeper berjenis kelamin laki-laki lebih memiliki work engagement yang tinggi dibandingkan dengan
animal keeper berjenis kelamin perempuan.
6. Job demands yang dirasakan berat oleh animal keeper adalah work pressure.
7. Job resources yang dirasakan sangat membantu oleh animal keeper
adalah coaching.
8. Personal resources yang dirasakan sangat sesuai oleh animal keeper adalah optimism.
9. Animal keeper dengan derajat work engagement yang tinggi lebih
merasa yakin dengan personal resources yang dimiliki serta lebih merasa sangat terbantu dengan job resources yang ada dibandingkan dengan animal keeper yang memiliki derajat work
engagement yang rendah.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Teoritis
1) Bagi peneliti lain dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai work engagement pada animal keeper dengan menggunakan metode kontribusi untuk memperoleh seberapa besar derajat kontribusi aspek-aspek work
67
2) Bagi peneliti lain dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi work
engagement pada animal keeper di Taman Safari Indonesia
I, sehingga dapat diperoleh data dan gambaran dinamika yang akurat mengenai work engagement pada animal keeper di Taman Safari Indonesia I.
5.2.2 Saran Praktis
• Sehubungan dengan animal keeper yang sebagian besar
merasa Job demands yang berat adalah work pressure, disarankan bagi pihak Taman Safari Indonesia I untuk memfasilitasi animal keeper melalui acara yang dapat memotivasi animal keeper sehingga animal keeper dapat melihat pekerjaannya sebagai sesuatu yang tidak menekan. Animal keeper juga dapat diikutsertakan dalam seminar yang membahas tentang bagaimana me-manage suatu pekerjaan sehingga tidak menimbulkan stress pada pekerja dalam hal ini animal keeper.
• Sehubungan dengan penghayatan animal keeper yang
Universitas Kristen Maranatha 68
coaching agar dapat meningkatkan kinerja dari animal
keeper.
• Bagi animal keeper, disarankan agar dapat lebih lagi menumbuhkan perasaan bangga serta berarti pada pekerjaan sebagai animal keeper sehingga dapat membantu saat menjalankan pekerjaan sebagai animal
DAFTAR PUSTAKA
Bakker, Arnold B., Evangelia, Demerouti., Hakanen, Jari J., Xanthhopoulou, Despoina. 2007. “Job Resources Boost Engagement, Particularly When
Job Demands Are High”. American Psychological Assosiation. Vol. 99,
No. 2, 274-284. http://www.tue.nl/en/publication/ep/p/d/ep-uid/249759/. 13 Desember 2014
Bakker, Arnold B., and Leiter, Michael P. (2010). Work Engagement. New York:
Psychology Press
Bakker, Arnold B., Evangelia, Demerouti., and Sanz-Vergel, Ana Isabel. 2014.
“Burnout and Work Engagement: The JD-R Approach”. Annual Review.
1:389-411. 10.1146/annurev-orgpsych-031413-091235. 16 Desember 2014 Hartono, J,H. 2004. Metodelogi Penelitian. BPFE Yogyakarta
Kumar, Ranjit. 2005. Research Methodology: a step by step guide for beginners. London : sage
Schaufeli, Wilmar & Arnold Bakker. 2004. UWES (Utrecht Work Engagement Scale), Preliminary Manual. Occupational Health Psychology Unit, Utrecth University.
70
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN
Litaniwan, Yerikho. 2015. Studi Deskriptif mengenai Work Engagement Pada
Dosen Pengajar Kbk Fakultas Psikologi Universitas “X” Di Kota Bandung. Skripsi. Bandung : Universitas Kristen Maranatha
Peraturan Menteri Kehutanan P.53 tahun 2006. Diakses pada 11 November 2014. http://ditjenphka.dephut.go.id/wp-content/uploads/2013/08/Nomor-
P.53Menhut -II2006.pdf
Taman Safari Indonesia. “Taman Safari Indonesia : Lembaga Konservasi Terbaik”. Diakses tanggal 9 april 2014. http://www.tamansafari.com/ scriptnews/preview.php?id=16
Taman Safari Indonesia. “Menhut Terkesan Dengan Pengelolaan TSI”. Diakes pada 9 april 2014. http://www.tamansafari.com/scriptnews/preview. php?id=40
Taman Safari Indonesia. “Ex-Site Conservation”. Diakses pada 17 desember 2014. http://bogor.tamansafari.com/conservation/ex-site-conservation Taman Safari Indonesia. “In-Site Conservation”. Diakses pada 17 desember 2014.