• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Work-Family Conflict Pada Perawat Wanita Rawat Inap I Rumah Sakit "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Work-Family Conflict Pada Perawat Wanita Rawat Inap I Rumah Sakit "X" Bandung."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran work-family conflict (WFC) perawat wanita rawat inap I Rumah sakit “X” Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik pengambilan data survei.

Penelitian ini dilaksanakan pada populasi responden perawat wanita yang sudah

berkeluarga dan mempunyai anak instalasi rawat inap I rumah sakit “X”

Bandung. Total responden untuk penelitian ini adalah 56 orang.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur WFC adalah skala yang diadaptasi dari skala yang disusun Carlson, Kacmar & Williams (2000). Gambaran WFC dijabarkan melalui dimensi dari tipe dan arah WFC yang dirasakan. Alat ukur ini terdiri dari 30 pernyataan yang disusun untuk mengetahui gambaran WFC pada perempuan bekerja yang adalah ibu rumah tangga.

Penghitungan validitas dengan korelasi Pearson menunjukkan untuk validitas item-item alat ukur WFC dengan arahan work interference with family (WIF) berkisar antara 0.263 sampai 0.808, dengan rata – rata 0.5355, sedangkan untuk arahan family interference with work (FIW) berkisar antara 0.088 sampai 0.777, dengan rata – rata 0.4325. Adapun item – item dengan validitas rendah untuk arahan WIF dan FIW, yaitu item nomor 15, 19 dan 25 akan dibuang. Perhitungan reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach menunjukkan hasil 0.839, yang berarti item-item dalam alat tes WFC memiliki reliabilitas yang tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan WFC yang dialami oleh perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” Bandung yang adalah ibu rumah tangga terdapat 62,50 % (35 orang perawat) yang mengarah kepada WIF sedangkan FIW dialami

37,50% (21 orang) perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” Bandung.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa arahan WIF merupakan arahan dari WFC yang paling dirasakan menekan oleh responden penelitian yaitu perawat wanita rumah

sakit “X” Bandung yang adalah ibu rumah tangga. Hal ini berarti aktivitas di

tempat kerja sering kali mengganggu pemenuhan tanggung jawab di keluarga. Saran untuk penelitian lain, melakukan penelitian yang dikembangkan melalui tinjauan teoretis dan pembahasan yang lebih mendalam dikaitkan dengan antecedent lai, dihubungkan dengan faktor-faktor seperti demand, support, dan demografi dari individu kepada sampel yang memiliki pasangan yang bekerja.

Saran bagi pihak rumah sakit “X” Bandung, terutama kepala bidang

(2)

DAFTAR ISI

Judul

Lembar Pengesahan

Abstrak

Kata Pengantar iv

Daftar isi vii

Daftar lampiran xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah 1

1.2Identifikasi Masalah 12

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 12

1.3.1 Maksud Penelitian 12

1.3.2 Tujuan Penelitian 12

1.4Kegunaan Penelitian 12

1.4.1 Kegunaan Teoritis 12

1.4.2 Kegunaan Praktis 13

1.5Kerangka Pemikiran 13

(3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Work – Family Conflict (WFC) 22

2.1.1 Pengertian WFC 22

2.1.2 Faktor – faktor WFC 23

2.1.3 Faktor Individual yang mempengaruhi WFC 27

2.1.4 Arah WFC 28

2.1.5 Bentuk WFC 30

2.1.6 Dimensi WFC 35

2.1.7 Konsekuensi yang ditimbulkan dari WFC 36

2.2 Tahap Perkembangan 39

2.3 Perawat 40

2.3.1 Definisi perawat 40

2.3.2 Job description perawat 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Prosedur Penelitian 42

3.2 Bagan Rancangan Penelitian 42

3.3 Variabel Penelitian, Definisi Konseptual dan Definisi Operasional 43

3.3.1 Variabel Penelitian 43

3.3.2 Definisi Konseptual 43

3.3.3 Definisi Operasional 43

(4)

3.4.1 Alat ukur WFC 45

3.4.2 Kisi-kisi Alat Ukur 46

3.4.3 Prosedur Pengisian 46

3.4.4 Sistem Penilaian 47

3.4.5 Data Penunjang 48

3.4.6 Validitas dan Reabilitas Alat Ukur 48

3.4.6.1 Validitas Alat Ukur 48

3.4.6.2 Reabilitas Alat Ukur 50

3.5 Populasi dan Teknik Analisis Data 51

3.5.1 Populasi Sasaran 51

3.5.2 Karakteristik Sampel 51

3.6 Teknik Analisis Data 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penelitian 53

4.1.1 Gambaran sampel berdasarkan usia 53

4.1.2 Gambaran sampel berdasarkan jumlah anak 54

4.1.3 Gambaran sampel berdasarkan lama bekerja 55

4.1.4 Gambaran data hasil WFC 56

4.1.5 Data hasil tabulasi silang arahan WFC dengan dimensi WFC 56

4.2 Pembahasan 60

(5)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 68

5.2 Saran 70

5.2.1 Saran bagi peneliti selanjutnya 70

5.2.2 Saran Praktis 70

DAFTAR PUSTAKA 72

DAFTAR RUJUKAN 73

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Kisi – kisi alat ukur WFC 44

Tabel 3.2 Penilaian alat ukur kuesioner I 47

Table 3.3 Kriteria reliabilitas 51

Tabel 4.1 Sampel berdasarkan usia 53

Tabel 4.2 Sampel berdasarkan jumlah anak 54

Tabel 4.3 Sampel berdasarkan lama bekerja 55

Tabel 4.4 Hasil WFC 56

Tabel 4.5 Tabulasi silang WIF dengan time-based 56

Tabel 4.6 Tabulasi silang WIF dengan strain-based 57

Tabel 4.7 Tabulasi silang WIF dengan behavior-based 58

Tabel 4.8 Tabulasi silang FIW dengan time-based 58

Tabel 4.9 Tabulasi silang FIW dengan strain-based 59

(6)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran 20

Bagan 3.1 Rancangan Penelitian 42

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Gambaran Umum Rumah Sakit “X”

Lampiran 2 : Kisi-kisi Alat Ukur Penelitian

Lampiran 3 : Reliabilitas Alat Ukur

Lampiran 4 : Validitas Alat Ukur

Lampiran 5 : Surat ijin survei awal

Lampiran 6 : Kuesioner survey awal I

Lampiran 7 : Daftar pertanyaan wawancara (survey awal II)

Lampiran 8 : Surat ijin pengambilan data

Lampiran 9 : Kata pengantar pengambilan data

Lampiran 10: Data pribadi responden

Lampiran 11: Kuesioner WFC

Lampiran 12: Kuesioner data penunjang

Lampiran 13: Karakteristik Sampel

Lampiran 14: Hasil data penunjang

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Partisipasi perempuan dalam angkatan kerja meningkat di seluruh dunia.

Kecenderungan ini mengakibatkan transformasi dalam peran gender tradisional

dan meningkatkan keprihatinan tentang kesejahteraan psikologis perempuan dan

laki-laki yang mengalami overload peran dan konflik pekerjaan-keluarga (Elloy &

Smith, 2003; Staines, Pleck, Shepard, & O'Connor, 1978).

Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia, khususnya dalam tiga tahun terakhir

(2006-2008) menunjukkan perkembangan yang semakin membaik. Peningkatan

jumlah kesempatan kerja yang tercipta turut mendukung kondisi tersebut. Hal ini

ditandai dengan peningkatan yang cukup signifikan pada kelompok penduduk

yang termasuk kategori angkatan kerja. Menurut data Sakernas kondisi Agustus

2008, jumlah angkatan kerja mencapai 111,9 juta orang yang berarti naik 2,0 juta

orang dibandingkan jumlah angkatan kerja Agustus 2007 sebesar 109,9 juta

orang. Secara umum, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan jauh

lebih rendah dibandingkan TPAK laki-laki. Meskipun demikian, jika dilihat

berdasarkan jumlah angkatan kerja, selama periode 2006-2008 peningkatan

jumlah angkatan kerja perempuan jauh lebih besar dibandingkan dengan

peningkatan jumlah angkatan kerja laki-laki. Jumlah angkatan kerja perempuan

(8)

2

pada tahun 2008, sementara angkatan kerja laki-laki meningkat dari 67,7 juta

orang menjadi 69,1 juta orang dalam waktu yang sama.

(http://www.menegpp.go.id/aplikasidata/index.php)

Sumbangan wanita dalam pembangunan ekonomi terlihat dari

kecenderungan partisipasi wanita dalam angkatan kerja. Salah satu pekerjaan yang

didominasi oleh tenaga kerja wanita adalah perawat. Perawat sebagai salah satu

tenaga yang mempunyai kontribusi besar bagi pelayanan kesehatan, mempunyai

peranan penting untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dalam upaya

peningkatan mutu, seorang perawat harus mampu melaksanakan asuhan

keperawatan sesuai standar, yaitu mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi

berikut dengan dokumentasinya.

(

http://brofirdaus.wordpress.com/2009/11/18/peran-penting-teknologi-dalam-pendidikan-dan-pelayanan-keperawatan/).

Fakta menunjukkan bahwa ibu bekerja mengalami kesenjangan waktu luang,

pekerjaan rumah tangga dan tanggung jawab pengasuhan anak yang jauh lebih

besar daripada laki-laki bekerja. Perempuan tidak bisa memecahkan masalah ini

dengan hanya belajar bagaimana mengelola waktu mereka lebih efektif. Pasangan

perlu mengarahkan sehingga mereka dapat berbagi beban kerja yang lebih merata.

(http://female.kompas.com/read/2011/04/03/10300755/Perempuan.Kerja.dan.Kelu

arga)

Sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara Indonesia, sebuah rumah

sakit kecil setidak-tidaknya mempekerjakan 70% tenaga perawat, sedangkan

(9)

3

kerja pelayanan perawatan merupakan beban kerja paling besar dalam rumah sakit

dibanding dengan beban kerja medis, rumah tangga, administrasi dan

pemeliharaan. Bagian atau unit perawatan di sebuah rumah sakit harus berfungsi

terus-menerus selama 24 jam sehari dan 365 hari dalam setahun untuk

memberikan pelayanan asuhan dan pelayanan perawatan secara efektif. Kedua

pelayanan tersebut saling menunjang. Pelayanan asuhan berkaitan dengan asuhan

kepada pasien sebagai kompetensi perawatan, sedangkan pelayanan perawatan

berkaitan dengan tanggung jawab keseluruhan perawat yang selain memberikan

pelayanan kesehatan lainnya yang menunjang program terpadu pelayanan rumah

sakit. Bagian ini merupakan satu-satunya bagian di rumah sakit yang sehari-hari

langsung berhubungan dengan pasien dan dengan setiap disiplin lain yang terlibat

dalam asuhan kepada pasien (Lumenta, 1989).

Sebagian besar perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” termasuk

dalam tahapan perkembangan dewasa awal dan madya dengan rentang usia antara

25 sampai 48 tahun, dimana pada tahap perkembangan dewasa awal, wanita yang

mengejar karir dihadapkan pada pertanyaan menyangkut karir dan keluarga,

berusaha keras mengkombinasikan antara karir dan peran ibu. Pernikahan dengan

karir ganda dapat memiliki keuntungan dan kerugian bagi individu. Salah satu

keuntungan pokoknya adalah dari segi keuangan dan dapat berkontribusi pada

hubungan yang lebih setara antara suami dan istri dan meningkatkan harga diri

bagi perempuan. Di antara kerugian atau stress yang mungkin terjadi pada

pernikahan dengan karir ganda adalah adanya waktu dan tenaga tambahan, konflik

(10)

4

dan istri, dan jika keluarga itu memiliki anak-anak, apakah terhadap kebutuhan

anak sudah dipenuhi (Santrock, 2002).

Penelitian terhadap perawat wanita berkeluarga dilakukan peneliti di

sebuah rumah sakit swasta di Bandung. Rumah sakit “X” Bandung mempunyai

visi menjadi rumah sakit pendidikan rujukan dan penyedia pelayanan kesehatan

terkemuka bagi masyarakat Jawa Barat pada tahun 2013 sebagai wujud cinta kasih

Allah. Sedangkan misinya adalah memberikan pelayanan kesehatan paripurna

yang bermutu sesuai dengan harapan pelanggan, menjadi wahana pendidikan,

penelitian di bidang kesehatan untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang

profesional dan beretika, melandasi pelayanan sebagai wujud Cinta Kasih Allah.

(http://www.rs”x”.com/profil/visi-dan-misi.html)

Disamping visi dan misi, rumah sakit “X” Bandung juga memiliki budaya

kerja 5R, yaitu ramah, ringkas, resik, rajin, dan rapi. Melalui visi, misi dan budaya

yang dimiliki rumah sakit “X” maka setiap karyawan harus merealisasikan misi

tersebut dan melaksanakan budaya dari rumah sakit “X” Bandung. Jumlah

perawat di rumah sakit “X” Bandung sebanyak 484 perawat, dimana 80% dari

jumlahnya adalah perawat wanita.

Adapun tugas perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” adalah harus

mampu membina hubungan terapeutik dengan pasien, menangani panggilan

pasien dan komplain dari pasien, melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan

kompetensi yang dimiliki, menerima dan mengorientasi pasien baru dengan

lingkungan dan aturan rumah sakit, melaksanakan asuhan keperawatan dan

(11)

5

nilai-nilai filosofi Kristen sebagai dasar dari visi dan misi rumah sakit tersebut.

Perawat di instalasi rawat inap rumah sakit “X” memiliki beberapa tugas rutin

harian, yaitu mencatat status pasien yang rawat inap, membuat laporan riwayat

keluhan pasien secara berkala, melaporkan kebutuhan alat-alat medis penunjang,

seperti cairan infus dan obat-obatan dan memantau keadaan pasien secara

periodek sepanjang hari (pagi, siang, dan malam hari) serta siap siaga jika ada

pasien yang membutuhkan pertolongan darurat.

Perawat instalasi rawat inap memiliki jam kerja yang telah ditentukan

sesuai dengan shift dibandingkan perawat instalasi rawat jalan, intensitas interaksi

yang cukup dekat dengan pasien, menghadapi serta melayani pasien dengan

kepribadian dan latarbelakang budaya yang beragam serta menghadapi

keluhan-keluhan yang kompleks setiap saat seperti menghadapi pasien yang darurat dan

segera membutuhkan pertolongan, berinteraksi dengan pasien yang sulit diajak

kerja sama dan rewel, menghadapi keluarga pasien yang terkadang sering terjadi

kesalahpahaman dari tindakan medis yang dilakukan perawat, siap menerima

tugas merawat pasien yang baru datang, kesediaan ditugaskan untuk jaga malam

di rumah sakit, dan mendapatkan makna positif dari hubungan yang terjalin

dengan sesama perawat, dokter dan terutama pasien ketika menjalankan tugas

hariannya membuat pentingnya peran perawat wanita rawat inap I rumah sakit

“X”.

Hasil wawancara dengan manajer kepala bagian keperawatan, dalam

penilaian unjuk kerja (performance appraisal) yang dilakukan setiap 3 bulan

(12)

6

memperoleh nilai B dengan kategori cukup baik, penilaian ini diberikan karena

terdapat kelemahan pada ketrampilan (dalam penggunaan peralatan medis),

kerajinan, dan ketelitian yang berkaitan dengan keterlambatan. Salah satu kepala

perawat ruangan rawat inap I mengatakan bahwa pasien sering complain terhadap

kinerja perawat.

Wawancara awal terhadap manajer Badan Bimbingan Pendampingan

Pelanggan (BBPP) diperoleh data terdapat 25 perawat wanita di akhir tahun 2010

yang terpaksa dipanggil untuk dibimbing karena melanggar aturan yang ada,

seperti terlambat datang untuk bekerja, mengalami hambatan dalam pekerjaan,

dan memanfaatkan waktu istirahat lebih dari waktu yang ditentukan. Dari data

awal diperoleh sebanyak 27% dari 15 orang perawat mengaku sering terlambat

datang ke tempat kerja. Hal ini disebabkan karena mereka sibuk mengurus anak

dan menyelesaikan pekerjaan rumah terlebih dahulu sebelum bekerja. Hambatan

kerja yang dialami perawat rumah sakit “X” antara lain disebabkan karena

kurangnya konsentrasi akibat memikirkan anaknya yang masih kecil dan hal itu

menyebabkan perawat kurang konsentrasi. Dua orang (8%) dari 25 perawat yang

dipanggil BBPP di akhir tahun 2010 memutuskan untuk tidak bekerja dengan

alasan ikut suami dan mengurus keluarga. Lebih lanjut, kepala bagian perawat

tersebut mengatakan bahwa sampai bulan maret 2011 jumlah turn over perawat rumah sakit “X” Bandung berjumlah sepuluh orang yang disebabkan mereka ingin

mengurus keluarga dan karena mengalami hambatan dalam pekerjaan. Data turn

(13)

7

Sebagai seorang karyawan yang baik mereka dituntut untuk bekerja sesuai

dengan standar perusahaan dengan menunjukkan performance kerja yang baik.

Di sisi lain perempuan dituntut untuk bertanggung jawab dalam mengurus dan

membina keluarga secara baik. Dengan budaya timur yang masih lekat, peran

wanita dalam rumah tangga tidak bisa dihindari, mulai dari mengatur rumah

tangga dan membesarkan anak (Abbot, Cieri, dan Iverson, 2000). Seorang wanita

karir yang telah menikah dan memiliki status karir yang sama dengan suaminya,

tetap menghadapi pola tradisional yang tidak seimbang dalam kewajiban menjaga

anak dan pekerjaan rumah tangga sehari-hari (Vinokur, Pierce, dan Buck, 1999).

(

http://blog.unm.ac.id/ikhwanmaulana/2010/02/15/work-life-conflict/comment-page-1/#comment-40). Wanita untuk peran tersebut terbagi dengan perannya

sebagai ibu rumah tangga sehingga terkadang dapat mengganggu kegiatan dan

konsentrasi didalam pekerjaannya.

Davidson dan Cooper (1983) menyebutkan bahwa 47% perempuan bekerja

yang juga menikah mengalami konflik peran antara mengerjakan pekerjaan rumah

tangga dan karir. Kondisi inilah yang biasanya disebut dengan work-family

conflict (WFC). Beberapa tokoh, diantaranya Kahn, Wolfe, Quinn, and Rosenthal (dalam Korabik, 2002) menjelaskan WFC sebagai suatu bentuk konflik peran

yang terjadi ketika tuntuan atau tekanan yang berasal dari dua peran atau lebih

muncul secara bersamaan, sehingga pemenuhan terhadap tuntutan pada salah

satunya akan menghambat pemenuhan terhadap tuntutan peran yang lainnya. Pada

dasarnya WFC tidak hanya dirasakan oleh perempuan yang bekerja, namun

(14)

8

biasanya banyak ditemukan pada perempuan karena tuntutan sosial lebih

membebankan perempuan untuk bertanggung jawab pada pengurusan tugas

domestik (dalam Artiawati, 2005).

WFC adalah suatu bentuk konflik interrole dimana tekanan peran dari

domain pekerjaan dan keluarga yang saling bertentangan mengenai beberapa

peran (Greenhaus & Beutell, 1985). WFC merupakan aspek penting yang dapat

menemukan dampak negatif dikaitkan dengan ketidakhadiran meningkat,

meningkatkan pergantian, mengurangi kinerja dan kesehatan fisik dan kesehatan

mental yang buruk, seperti kelelahan, kurang tidur dan mudah tersinggung dialami

oleh pekerja yang mengalami WFC. Hubungan dengan anak dan suami yang

memburuk, bahkan akibat fatal seperti perceraian, juga dialami oleh beberapa

orang pekerja.

Dari data awal wawancara yang ada diketahui 27% dari 15 orang perawat

wanita rawat inap I rumah sakit “X” sering meminta teman kerja untuk

menggantikan jam kerjanya karena ada keperluan keluarga dan ketika ada anggota

keluarga yang sakit. 13% perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X”

mengatakan jarang dan hanya untuk kasus-kasus tertentu mereka meminta rekan

kerjanya untuk menggantikan mereka dan jarang untuk menggantikan rekan kerja

mereka. Lebih lanjut, 53% perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” pernah

meminta cuti mendadak, cuti di luar dari jadwal yang sudah diberikan dengan

alasan mengurus anak dan anggota keluarga yang sakit. Dua diantaranya sering

mengambil cuti karena mengurus anak yang masih kecil (balita), karena anak

(15)

9

beberapa kali menggantikan rekan kerja yang tidak bisa masuk untuk bekerja.

Dalam peraturan rumah sakit “X” sendiri tidak menjadi suatu masalah ketika

perawat melakukan pergantian dengan sesama perawat yang berada pada

tingkatan yang sama, misalnya perawat pelaksana sebaiknya menukar jadwal

dengan perawat pelaksana, jika perawat tersebut adalah perawat

penanggungjawab maka pergantian juga harus digantikan oleh perawat

penanggungjawab ruangan. Jika hal tersebut tidak sesuai maka akan menjadi

masalah, terutama dalam hal kompetensinya.

Survei awal melalui kuesioner yang dilakukan menunjukkan 33% dari 15

perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” menghayati bahwa waktu yang

digunakan untuk pekerjaannya sebagai perawat menjauhkannya dari aktivitas

keluarga di dalam tanggung jawab dan kegiatan rumah tangga, seperti kegiatan

mengasuh anak dan mengerjakan pekerjaan rumah, tidak dapat ikut serta kegiatan

keluarga seperti arisan keluarga karena banyak waktu yang dikeluarkan untuk

tanggung jawab pekerjaan (time based WIF).

Hasil lainnya 22,3% perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X”

menyetujui bahwa saat pulang kerja sering terlalu lelah untuk ikut dalam kegiatan

atau tanggungjawab rumah, dan karena semua masalah di tempat kerja

kadang-kadang ketika pulang terlalu tertekan untuk mengerjakan sesuatu yang mereka

sukai, serta sering merasa lelah secara emosional ketika sampai di rumah sepulang

dari kerja dan hal ini menghalangi perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X”

(16)

10

Diketahui pula melalui kuesioner survei awal bahwa 40% dari 15 orang

perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” mengatakan bahwa mereka merasa

belum bisa melakukan apa yang menjadi harapan dari keluarga mereka, seperti

menemani keluarga di saat waktu luang keluarga, menemani suami dalam

acara-acara keluarga, dan belum menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik. Dalam

WFC hal ini merupakan pola-pola khusus perilaku yang berkaitan dengan

pekerjaan yang mempunyai kemungkinan mengalami ketidakcocokan dengan

pengharapan dari peran keluarga (behavior based WIF).

Lebih lanjut 17% perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X”

mengatakan waktu yang mereka sediakan untuk tanggung jawab pekerjaan sering

tersita oleh keluarga dan harus kehilangan pekerjaan karena sebagian besar waktu

yang digunakan untuk tanggung jawab keluarga. Ini termasuk dalam konflik

berdasar waktu hadir karena waktu yang dipergunakan untuk aktivitas dalam

peran keluarga tidak dapat dicurahkan untuk aktivitas dalam peran di pekerjaan

(time based FIW)

Selanjutnya 10% dari 15 perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X”

menghayati bahwa ketegangan dan kecemasan dari kehidupan di luar kerja sering

terbawa pada pekerjaan mereka dan mereka sering tertekan dengan tanggung

jawab keluarga, sulit untuk berkonsentrasi pada pekerjaan. Ini merupakan konflik

berdasar tegangan dimana terjadi karena tegangan (fisik atau psikis) yang

ditimbulkan dari keluarga menyulitkan usaha pemenuhan tuntutan peran di

(17)

11

Lebih lanjut 33,3% perawat menghayati bahwa apa yang mereka lakukan

belum sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pihak rumah sakit “X” mengenai

kinerja mereka, termasuk didalamnya mengenai waktu ketidakhadiran (cuti) dan

keterlambatan dalam masuk kerja. Hal ini merupakan pola-pola khusus perilaku

yang berkaitan dengan keluarga yang mempunyai kemungkinan mengalami

ketidakcocokan dengan pengharapan dari peran pekerjaan (behavior based FIW)

Dari uraian hasil data awal yang diperoleh terlihat bahwa masalah

berkaitan WFC yang dirasakan oleh perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X”

Bandung cukup kompleks. Hal ini jika tidak mendapat perhatian secara serius

akan menghasilkan negative outcome, maka dirasakan perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai gambaran WFC dengan harapan hasil yang diperoleh

memberikan panduan organisasi yang dapat menurunkan dampak negatif dari

konflik tersebut.

Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian deskriptif

mengenai variabel WFC yang dialami perawat wanita rawat inap I rumah sakit

“X” Bandung, terutama berkaitan dengan faktor-faktor yang berkaitan terhadap

munculnya konflik serta gambaran kondisi dari konflik yang dirasakan oleh

(18)

12

1.2. Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini, ingin mengetahui gambaran WFC pada perawat wanita

rawat inap I rumah sakit “X” Bandung.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Penelitian ini memiliki maksud untuk memperoleh gambaran mengenai

WFC pada perawat wanita rawat inap I Rumah Sakit “X” Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk memperoleh gambaran empiris yang

lebih rinci mengenai perilaku WFC pada perawat rawat inap I Rumah Sakit “X”

Bandung yang muncul dari dimensi-dimensi WFC serta kaitannya dengan

faktor-faktor yang mempengaruhi.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pemahaman dalam

bidang Psikologi Industri dan Organisasi dan Psikologi Keluarga mengenai WFC

yang terjadipada perawat.

2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan rujukan bagi

(19)

13

1.4.2. Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada kepala bagian keperawatan, yang selanjutnya

digunakan untuk memberikan pembinaan kepada perawat wanita rawat inap I

rumah sakit “X” dengan merujuk pada bidang bimbingan pendampingan

pelanggan (BBPP) rumah sakit “X” Bandung.

2. Memberikan informasi kepada manajer bidang bimbingan pendampingan

pelanggan (BBPP) untuk memberikan intervensi atau penanganan yang sesuai

dengan kebutuhan masing-masing individu kepada perawat wanita rumah sakit

“X”. Tujuannya supaya konflik yang dihadapi dapat diselesaikan sehingga pada

akhirnya kinerja perawat wanita rumah sakit “X” Bandung dapat meningkat.

3. Memberikan informasi kepada perawat tentang penyebab dari WFC dan apa

dampaknya pada pekerjaan dan keluarga.

1.5 Kerangka Pemikiran

Penelitian dilakukan terhadap perawat wanita instalasi rawat inap I rumah

sakit “X” Bandung yang juga adalah ibu rumah tangga (sudah berkeluarga dan

memiliki anak), dengan adanya dua peran yang dimiliki perawat tersebut maka

perawat ini dikatakan berperan ganda. Sebagai perawat rawat inap I di rumah sakit

“X” Bandung, perawat wanita tersebut harus melakukan tugas tanggungjawabnya

yang tertuang dalam penjelasan job description perawat rumah sakit “X” Bandung

untuk mencapai visi dan misi rumah sakit tersebut. Selain tuntutan dari pekerjaan

yang harus dipenuhi, perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” Bandung juga

(20)

14

ibu rumah tangga dengan tuntutan dan tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang

ibu rumah tangga.

WFC terjadi ketika partisipasi pada peran dalam pekerjaan sebagai

perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” Bandung atau sebagai ibu rumah

tangga dalam keluarga dalam hal waktu, tuntutan, dan perilaku yang diharapkan

bertentangan, akibatnya partisipasi dalam peran sebagai ibu rumah tangga dalam

keluarga atau perannya sebagai perawat dalam rumah sakit “X” Bandung lebih

sulit dilaksanakan (Greenhaus dan Beutell (1985)).

WFC dapat muncul dalam dua arah, yaitu work-to-family conflict yaitu

koflik yang terjadi ketika pengalaman bekerja mengganggu kehidupan keluarga

dan family-to-work conflict yaitu konflik yang terjadi ketika pengalaman dalam keluarga mengganggu kehidupan kerja. Dua sudut pandang dari WFC, yaitu work

interference with family (WIF) dan family interference with work (FIW). WIF terjadi ketika aktivitas di tempat kerja mengganggu pemenuhan tanggung jawab di

keluarga, sedangkan FIW adalah sebaliknya, yaitu terjadi apabila aktivitas di

keluarga menghambat pemenuhan tuntutan di tempat kerja. Batasan keluarga

biasanya lebih mudah ditembus atau dipengaruhi oleh tuntutan pekerjaan

dibandingkan dengan batasan pekerjaan yang ditembus atau dipengaruhi oleh

tuntutan keluarga.

Menurut Greenhaus & Beutell (1985) terdapat tiga bentuk work-family conflict, yaitu time-based conflict, strain-based conflict, behavior-based conflict.

(21)

15

mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau

keluarga), misalnya perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” tersebut

diharuskan lembur untuk menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk sehingga

membuatnya tidak dapat menyediakan waktu untuk keluarganya. Kondisi ini

terjadi ketika perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” Bandung yang pulang

kerja untuk menghabiskan waktu bersama keluarganya, namun kenyataannya dia

masih memikirkan tugas-tugas yang perlu dikerjakan di tempat kerja.

Strain-based conflict adalah konflik yang terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran (sebagai perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” atau

sebagai ibu rumah tangga di keluarga) mempengaruhi kinerja peran yang lainnya

(sebagai ibu rumah tangga di keluarga atau sebagai perawat wanita rawat inap I

rumah sakit “X” Bandung). Contoh strain-based conflict yang dihadapi

perempuan pekerja yaitu stres di tempat kerja, rumah sakit “X”, menjadikan

perawat sulit menjadi istri yang penuh perhatian terhadap pasangannya atau

menjadi ibu yang kurang penuh kasih sayang terhadap anak-anaknya di dalam

keluarga. Behavior-based conflict. Konflik ini berhubungan dengan

ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian

(pekerjaan atau keluarga), misalnya tipe perilaku yang dituntut oleh pekerjaan

terhadap perawat wanita rawat inap rumah sakit “X” Bandung tidak sesuai jika

diterapkan di rumah, demikian sebaliknya.

Enam dimensi dari WFC dihasilkan ketika tiga bentuk dan dua arah dari

(22)

16

FIW. Time-based WIF, yaitu konflik berdasar waktu hadir karena waktu yang dipergunakan untuk aktivitas dalam peran pekerjaan sebagai perawat wanita rawat

inap I di rumah sakit “X” tidak dapat dicurahkan untuk aktivitas dalam peran di

keluarga. Strain-based WIF adalah konflik berdasar tegangan terjadi karena

tegangan (fisik atau psikis) yang ditimbulkan dari pekerjaan sebagai perawat

wanita rawat inap I di rumah sakit “X” menyulitkan usaha pemenuhan tuntutan

peran keluarga. Behaviour-based WIF adalah pola-pola khusus perilaku yang

berkaitan dengan pekerjaan mempunyai kemungkinan mengalami ketidakcocokan

dengan pengharapan dari peran keluarga.

Time-based FIW, yaitu konflik berdasar waktu hadir karena waktu yang dipergunakan untuk aktivitas dalam peran keluarga tidak dapat dicurahkan untuk

aktivitas dalam peran di pekerjaan sebagai perawat wanita rawat inap I di rumah

sakit “X”. Strain-based FIW adalah konflik berdasar tegangan terjadi karena

tegangan (fisik atau psikis) yang ditimbulkan dari keluarga menyulitkan usaha

pemenuhan tuntutan peran pekerjaan sebagai perawat wanita rawat inap I di

rumah sakit “X”. Behaviour-based FIW adalah pola-pola khusus perilaku yang

berkaitan dengan keluarga mempunyai kemungkinan mengalami ketidakcocokan

dengan pengharapan dari peran pekerjaan.

Perawat wanita rumah sakit “X” Bandung akan mengalami WIF ketika

usahanya memenuhi tuntutan pekerjaan sebagai perawat wanita rawat inap I

rumah sakit “X” Bandung mempengaruhi pemenuhan tuntutan peran sebagai ibu

rumah tangga dalam keluarga dalam hal waktu (time-based conflict), tegangan

(23)

17

perilaku (behavior-based conflict) yang berkaitan dengan pekerjaan yang

mempunyai kemungkinan mengalami ketidakcocokan dengan pengharapan dari

peran keluarga yang dimiliki responden semakin meningkat sedangkan dukungan

dari pekerjaan seperti dukungan emosional dari atasan, rekan kerja, dan bawahan

tidak sebanding dengan tuntutan yang diterima (rendah) serta keluarga tidak

mendukung maka hal ini dapat membuat perawat menjadi stress yang dapat

muncul dalam bentuk seperti kelelahan, perasaan cemas, depresi, tegang dan

iritabilitas serta berdampak pada kepuasan hidup, kepuasan pernikahan, kepuasan

keluarga, kinerja (performance) keluarga, dan well-being (kebermaknaan hidup).

FIW terjadi ketika tuntutan dalam perannya sebagai ibu rumah tangga

dalam keluarga meningkat, dalam hal waktu (time-based conflict), tegangan atau

kelelahan (fisik atau psikis) (strain-based conflict) dan pola-pola khusus perilaku

(behavior-based conflict) yang berkaitan dengan perannya sebagai ibu rumah

tangga dalam keluarga yang mempunyai kemungkinan mengalami

ketidakcocokan dengan pengharapan dari perannya sebagai perawat wanita rawat

inap I rumah sakit “X” Bandung namun tidak diimbangi dengan meningkatnya

dukungan yang diterima dalam pekerjaan dan dukungan yang diperoleh dari

keluarga maka akan menimbulkan masalah yang berkaitan dengan kerja, seperti:

kepuasan kerja, komitmen organisasi, kecenderungan untuk turnover,

ketidakhadiran (absen), hasil kerja, dan kepuasan karir.

Gambaran WFC yang dirasakan oleh perawat wanita rawat inap I rumah

sakit “X” Bandung tersebut selain dapat dilihat melalui arahan, tipe konflik dan

(24)

18

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya WFC yaitu dukungan

(support) dan tuntutan (demand). Demand (tuntutan) dalam penelitian ini dibagi

menjadi tiga macam yaitu role involvement, role overload, job/family control. Dukungan yang dimaksud disini dapat berasal dari kedua peran yaitu pekerjaan

sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga dan sebagai perawat wanita rawat inap I

di rumah sakit “X” Bandung. Sumber dukungan dari pekerjaan dapat berasal dari

atasan, rekan kerja atau bawahan. Sedangkan dukungan dari keluarga dapat

berasal dari pasangan, anak, anggota keluarga luas (misal: ibu, ayah, mertua,

saudara) maupun bukan dari anggota keluarga (misal: pembantu, pengasuh anak,

tetangga). Dukungan dapat diberikan secara emosional (dengan cara berempati

atau mendengarkan) atau instrumental (berupa bantuan nyata untuk membantu

memecahkan suatu masalah) (dalam Artiawati, 2005).

Demand (tuntutan) dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga macam yaitu role involvement, role overload, job/family control. Role Involvement adalah

tingkatan dari peran mana yang menjadi sentral atau yang paling menonjol bagi

konsep diri setiap individu yang akan mengakibatkan WFC karena hal tersebut

akan menyebabkan makin meningkatnya tekanan dalam suatu peran. Role involvement ini dibedakan menjadi dua yaitu role involvement terhadap peran sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga dan role involvement terhadap peran

pekerja sebagai perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” Bandung (Greenhaus

& Beutell dalam Korabik 2002).

(25)

19

peran terlalu besar sehingga sulit untuk melakukan peran-peran tersebut secara

adekuat dan menyenangkan (Beautell & Greenhaus, 1983; Cooke & Rousseau,

1984; dalam Korabik 2002). Role overload dapat terjadi pada tanggung jawab peran pekerja (work) sebagai perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X”

Bandung atau pada tanggung jawab peran sebagai ibu rumah tangga (family)

dalam keluarga, atau bahkan pada kedua tanggung jawab peran sekaligus.

Job/Family Control. Shehadeh & Shain (1990) menyatakan bahwa kontrol

berkaitan dengan pengertian sejauh mana seseorang memiliki kendali terhadap

cara kerjanya sehari-hari. Semakin rendah kontrol artinya seseorang makin tidak

dapat menentukan cara kerjanya sendiri. Control ini dapat berasal dari peran rumah tangga (family) sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga atau peran

sebagai pekerja (work) perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” Bandung.

WIF dapat menyebabkan efek negatif pada kepuasan dalam berkeluarga,

kepuasan dalam pernikahan, dan higher parental guilt yang akan dialami perawat

wanita rumah sakit “X”. Sedangkan FIW dapat memberikan efek yang negatif

pada kepuasan kerja perawat wanita rumah sakit “X” dan turnover pada perawat

(26)

20

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat disusun dalam bagan sebagai

berikut :

Bagan 1. 1 Kerangka Pemikiran 1.Job

description

2.Visi dan

misi

Perawat wanita Rumah

Sakit “X”

Work – Family Conflicts

(WFC)

Dimensi WFC

1. Time – based

FIW

2. Time – based

WIF

3. Strain

based FIW

4. Strain

based WIF

5. Behaviour

based FIW

6. Behaviour

based WIF

WIF

FIW

Tuntutan (Demand)

Role Involvement

- Role Involvement Work - Role Involvement Family Role Overload

- Role Overload Work - Role Overload Family Control

- Control Work - Control Family

Dukungan (Support)

(27)

21

1.6. Asumsi

1. WFC yang dimiliki perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” muncul

dalam dua arah yaitu WIF (work interfere family) dan FIW (family interfere

work).

2. WFC yang dimiliki perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” dapat

muncul dalam tiga bentuk yaitu time - based conflict, strain - based conflict, dan behavior – based conflict.

3. WFC yang dimiliki perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” dapat dilihat

dalam enam dimensi WFC, yaitu time - based conflict WIF, strain - based

conflict WIF, dan behavior – based conflict WIF, time - based conflict FIW, strain - based conflict FIW, dan behavior – based conflict FIW .

4. WFC yang dimiliki perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” dipengaruhi

(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil peneltian dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat

ditarik suatu gambaran umum mengenai WFC pada 56 perawat wanita rawat inap

I rumah sakit “X” Bandung, dengan kesimpulan sebagai berikut:

1. Gambaran arahan WFC pada perawat di rawat inap I rumah sakit “X”

Bandung yang adalah ibu rumah tangga menunjukkan bahwa sebagian besar

responden mengalami work interference with family (WIF) yang artinya tanggung jawab pekerjaan sebagai perawat rawat inap I rumah sakit “X”

Bandung dirasakan cukup mengganggu kehidupan keluarga, bahkan ada

kecenderungan taraf arahan tersebut sangat mengganggu namun masih dapat

diatasi dengan kemampuan individu dalam menghadapinya. Arahan WIF

merupakan arahan dari WFC yang paling dirasakan menekan oleh responden

penelitian yaitu perawat wanita rumah sakit “X” Bandung yang adalah ibu

rumah tangga. Hal ini berarti aktivitas di tempat kerja sering kali mengganggu

pemenuhan tanggung jawab di keluarga, dalam hal waktu, tegangan (fisik atau

psikis) dan pola-pola perilaku perawat yang tidak sesuai dengan pola-pola

(29)

69

2. Sumber konflik pekerjaan-keluarga (WIF) sebagian besar disebabkan oleh

waktu dan tegangan (fisik dan psikis) yang dicurahkan perawat wanita rawat

inap I rumah sakit “X” Bandung terhadap pekerjaannya sebagai perawat tidak

dapat memenuhi tuntutan dalam hal waktu dan tegangan (fisik dan psikis)

sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga.

3. Berdasarkan hasil pengukuran faktor support yang telah dilakukan terhadap responden yaitu perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” Bandung yang

adalah ibu rumah tangga, terlihat bahwa dukungan yang diperoleh responden

terhadap tanggung jawab pekerjaan (work support) cenderung berada pada

taraf cukup. Sedangkan dukungan terhadap tanggung jawab rumah tangga

(family support) cenderung berada pada taraf rendah. Berdasarkan hasil

pengukuran faktor demand yang telah dilakukan terhadap responden yaitu perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” Bandung yang adalah ibu rumah

tangga, terlihat bahwa tuntutan yang dirasakan responden terhadap tanggung

jawab pekerjaan (work demand) cenderung berada pada taraf cukup-tinggi.

Sedangkan tuntutan terhadap tanggung jawab rumah tangga (family demand)

cenderung berada pada taraf cukup-tinggi. Sehingga faktor yang signifikan

mempengaruhi WFC pada perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X”

(30)

70

3.2Saran

3.2.1 Saran bagi peneliti selanjutnya

1. Melakukan penelitian yang dikembangkan melalui tinjauan teoretis dan

pembahasan yang lebih mendalam dikaitkan dengan antecendent lain,

sehingga WFC dapat lebih dipahami secara mendalam, terutama dalam

bidang psikologi industri dan organisasi (PIO).

2. Mengadakan berbagai penelitian lanjutan yang membahas WFC

dihubungkan dengan faktor-faktor lain seperti demand (tuntutan), support (dukungan), serta faktor demografi dari individu.

3. Mengadakan penelitian WFC kepada sampel yang memiliki pasangan

yang bekerja pula.

3.2.2 Saran Praktis

1. Bagi pihak rumah sakit “X” Bandung, terutama kepala bidang

keperawatan, dapat memanfaatkan penelitian tersebut untuk mengetahui

arahan WFC yang dialami perawat wanita khususnya ruang rawat inap I

dan memberikan pembinaan dalam penanganan ataupun pencegahan agar

job performance perawat dapat meningkat.

2. Bagi manager bidang pendampingan pelanggan (BBPP) dapat memberikan

intervensi penanganan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing

perawat wanita rawat inap I rumah sakit “X” salah satunya adalah

pemberian fasilitas untuk perawat yang ingin konseling, terutama guna

(31)

71

pekerja potensial, bertambahnya kerugian karena masalah absensi, biaya

rekrutmen, hilangnya produktivitas. Di samping hal itu pihak rumah sakit

dapat memberikan seminar ataupun training mengenai manajemen konflik, manajemen emotion.

3. Bagi perawat wanita rumah sakit “X” Bandung terutama yang sudah

berkeluarga dan memiliki anak agar melakukan konseling kepada pihak

yang terkait di rumah sakit “X” Bandung jika merasakan adanya konflik

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Barling Julian, E. Kevin Kelloway, Michael Robert Frone. 2005. Handbook

Of Work Stress. New York: SAGE Publications, Inc.

Carlson, D.S., dan Parrewee, P.L. (1999). The Role of Social Support in the Stressor-Strain Relationship: An Examination of Work-Family Conflict, Journal of Management, nomor 25, hal 513-540

Journal of Vocational Behavior 56, 249–276 (2000) Construction and Initial Validation of a Multidimensional Measure of Work–Family Conflict

J. W. Santrock. 2002. Life Span Development jilid 2. Jakarta: Erlangga edisi ke 5

Korabik, K., Lero, D.S., dan Ayman, R. (2003). A Multi Level Approach to Cross Cultural Work-Family Research: A Micro and Macro Perspective, International Journal of Cross Cultural Management, volume 3 number 3, hal 289-302.

Kumar. Ranjit. 1996. Research Methodology. New York: Sage Publication

Lumenta, Benyamin dr. 1989. Perawat. Yogyakarta : Kanisius

Mawardi, Artiawati. (2005). Anteseden dan Konsekuensi Konflik Kerja Keluarga pada Manajer dan Pekerja di Indonesia. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.

Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Praptianingsih Sri, S.H., M.H. 2005. Hukum Perawat.

(33)

DAFTAR RUJUKAN

Dini. (2011). Perempuan, Kerja, dan Keluarga. Visited November 22nd, 2011. http://female.kompas.com/read/2011/04/03/10300755/Perempuan.Kerja.da n.Keluarga

Djuardi Adisty. 2011. Work Family Conflict. Skripsi

Elfridausy. (2009). Blog. Visited May 15th, 2011. Available

at: http://brofirdaus.wordpress.com/2009/11/18/peran-penting-teknologi-dalam-pendidikan-dan-pelayanan-keperawatan/

Project 3535. (2010). Multy-National Work-Family Research Project. Visited May 16th, 2011. Available at http://www.workfamilyconflict.ca/

Menegpp. (2011). Persentase Perempuan dalam Angkatan Kerja. Visited May 14th, 2011. Available at: http://www.menegpp.go.id/aplikasidata /index.php?option=com docman&Itemid=68

Maulana Ikhwan. (2010). Work – Life Conflict. Visited March 20th, 2011. Available

at:http://blog.unm.ac.id/ikhwanmaulana/2010/02/15/work-life conflict/comment-page-1/#comment-40

Tarigan Mula, SKp. (2003). Asuhan Keperawatan Dan Aplikasi Discharge Planning Pada Klien Dengan Hiperbilirubinemia. Visited May 13th, 2011. Available at:

http://www.infokeperawatan.com/konsep-dasar-keperawatan/definisi-keperawatan-dan-perawat.html

Referensi

Dokumen terkait

Hasil observasi mahasiswa di SMK Negeri 2 Depok (terlampir) menunjukan bahwa suasana belajar di SMK Negeri 2 Depok sudah berjalan baik.Fasiltas yang ada untuk

Berikut ini adalah hasil dari monitoring management bandwidth pada jaringan wifi menggunakan access point : 1.. Melakukan pengaturan bandwidth

Terima kasih kepada yang tercinta Ayahanda Hasan Basri, Ibunda Jawahir yang telah memberikan begitu banyak Doa, dorongan, dan pengorbanan yang tidak akan mampu digantikan oleh

Sehingga dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat self efficacy siswa akan. tinggi pula tingkat perencanan

Untuk kelompok usia <15 tahun terjadi peningkatan jumlah perokok, peningkatan tertinggi pada kelompok usia 10-14 tahun, Sumatra Barat merupakan provinsi tertinggi di yaitu

Data kuantitatif diperoleh dari pengukuran konsentrasi (kadar) sorbat kation Mg 2+ dengan metode SSA. Data yang diperoleh berupa data konsentrasi Mg 2+ sebelum

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi objektif mengenai ada tidaknya keterkaitan pemanfaatan internet sebagai sumber belajar terhadap hasil belajar siswa dalam

Salah satu bentuk dokumen ilmiah kegiatan KKIN 2016 adalah diterbitkannya buku Prosiding ber- ISSN yang merupakan kumpulan artikel hasil penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan