Universitas Kristen Maranatha i
derajat OCB berikut dimensi – dimensinya. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling, dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 83 orang. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur OCB terhadap perawat bagian rawat inap adalah alat ukur Organizational Citizenship Behavior yang disusun oleh peneliti berdasarkan acuan kepada alat ukur dari Wisesa dan teori OCB Organ. Alat ukur OCB terdiri atas 50 item. Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan rumus Rank Spearman dan uji reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach diperoleh 40 item yang valid dengan rentang validitas antara 0.318 – 0.773 dan reliabilitas 0.898 yang berarti mempunyai derajat reliabilitas yang tinggi.
Kesimpulan yang diperoleh adalah perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” memiliki derajat OCB yang relatif merata tersebar pada golongan derajat OCB tinggi dan rendah, yaitu sebanyak 51.8% perawat bagian rawat inap memiliki derajat OCB yang tinggi, dan sisanya sebanyak 48.2% perawat bagian rawat inap memiliki derajat OCB yang rendah. Pada dimensi OCB secara keseluruhan, perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” di Bandung menunjukkan sportsmanship dan courtesy yang tinggi, altruism yang rendah, serta conscientiousness dan civic virtue yang merata tersebar pada kelompok perawat bagian rawat inap dengan derajat OCB tinggi maupun rendah.
Universitas Kristen Maranatha ii
give an overview degree of organizational citizenship behavior. Sample for this research are inpatient nurses from “X” hospital in Bandung.
The questionnaire that consist 50 items. The instrument that being use to collect data about organizational citizenship behavior based on Organ theory and measurement instrument of Wisesa. Validity using rank spearman and reliability using alpha cronbach obtained 40 valid items with validity ranges between 0.318 – 0.773 and 0.898 for reliability which means it has a high degree of reliability.
For the final result we can see that degree of organizational citizenship behavior showed that degree of OCB are relatively evenly distributed in groups of high and low degree of OCB. In the overall dimension of OCB, inpatient nurses showed that sportsmanship and courtesy has a high degree of dimension, altruism has a low degree of dimension, conscientiousness and civic virtue were relatively evenly distribute in groups of high and low degree of OCB.
Universitas Kristen Maranatha iii
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK………..i
ABSTRACT………...ii
KATA PENGANTAR……….…….iii
DAFTAR ISI……….vi
DAFTAR TABEL……….ix
DAFTAR SKEMA……….x
DAFTAR LAMPIRAN………...xi
BAB I - PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah………...1
1.2 Identifikasi Masalah………...……..9
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian………..………...9
1.3.1 Maksud Penelitian………..………..9
1.3.2 Tujuan Penelitian……….9
1.4Kegunaan Penelitian………...……...10
1.4.1 Kegunaan Teoritis………..…..…..10
1.4.2 Kegunaan Praktis……….………..10
1.5Kerangka Pemikiran……….……...10
Universitas Kristen Maranatha iv
2.2 Organizational Citizenship Behavior……….28
2.2.1 Pengertian OCB………....28
2.2.2 Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)………29
2.2.3 Faktor – faktor yang mendasari munculnya OCB………30
2.2.4 Pengaruh OCB terhadap evaluasi dan penilaian unjuk kerja………...52
2.2.5 Manfaat OCB bagi Organisasi………..55
2.3 Teori perkembangan dewasa awal……….60
2.4 Teori keperawatan………..63
BAB III – METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian……….64
3.2 Bagan Rancangan Penelitian………..64
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………65
3.3.1 Variabel Penelitian………...65
3.3.2 Definisi Operasional……….65
3.4 Alat Ukur……….…67 3.4.1 Alat Ukur OCB……….….67
3.4.2 Cara Penilaian………68
3.4.3 Data Pribadi dan Penunjang……….………..70
3.4.4 Pengujian Alat Ukur………..71
Universitas Kristen Maranatha v
3.5.1 Populasi Sasaran………....73
3.5.2 Karakteristik Sampel……….…...73
3.5.3 Teknik Penarikan Sampel……….….73
3.6 Teknik Analisis Data………..…..73
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran responden………75
4.2 Hasil penelitian………77
4.3 Pembahasan………..81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………96
5.2 Saran………..98
5.2.1 Saran teoritis………98
5.2.2 Saran praktis………99
DAFTAR PUSTAKA………...viii
DAFTAR RUJUKAN……….ix
Universitas Kristen Maranatha vi
3.2 Tabel skor jawaban alat ukur OCB……….….68
3.3 Tabel kategori derajat dimensi OCB………....70
4.1 Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin……….……75
4.2 Gambaran responden berdasarkan usia………76
4.3 Gambaran responden berdasarkan status marital……….76
4.4 Gambaran responden berdasarkan pendidikan terakhir………...…76
4.5 Gambaran responden berdasarkan lama bekerja………..77
4.6 Tabel kategori OCB……….77
4.7 Tabulasi silang antara derajat OCB dengan dimensi altruism…………..…...78
4.8 Tabulasi silang antara derajat OCB dengan dimensi conscientiousness……..78
4.9 Tabulasi silang antara derajat OCB dengan dimensi sportsmanship………...79
4.10 Tabulasi silang antara derajat OCB dengan dimensi courtesy………...80
Universitas Kristen Maranatha vii
Universitas Kristen Maranatha viii
Lampiran B. Uji validitas alat ukur dan item valid
Lampiran C. Uji reliabilitas alat ukur
Lampiran D. Kuesioner dan hasil penelitian
Lampiran E. Distribusi frekuensi, tabulasi silang data utama dan penunjang
1 Universitas Kristen Maranatha 1.1 Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi ini, kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya
kesehatan yang disertai dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia dewasa
ini, berdampak pada kritisnya masyarakat Indonesia dalam menerima produk jasa.
Akibatnya, masyarakat Indonesia cenderung lebih menuntut pelayanan kesehatan
yang menawarkan kenyamanan dan keramahan pada setiap kunjungannya.
Kenyamanan dan keramahan yang diberikan dalam setiap pelayanan kesehatan
dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan itu sendiri. Rumah sakit adalah
organisasi penyedia pelayanan kesehatan yang dituntut untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan, salah satunya dengan meningkatkan sumber daya
manusianya (Anwar, 1994).
Kualitas pelayanan kesehatan yang baik dapat berpengaruh terhadap minat
masyarakat Indonesia dalam menggunakan jasa rumah sakit. Kualitas pelayanan
kesehatan pun menjadi jaminan terbaik untuk mempertahankan kepercayaan,
kesetiaan, dan kerjasama konsumen terhadap pemberi jasa kesehatan, terutama
dengan pesatnya persaingan global saat ini (Kotler, 2002). Kepercayaan
konsumen tercipta ketika tenaga medis bersikap penuh empati dan paham akan
kebutuhan pasien untuk sembuh sehingga pasien tidak ragu untuk menggunakan
Universitas Kristen Maranatha Menurut Karsinah (dalam Wirawan, 1998), perawat adalah salah satu
unsur vital dalam rumah sakit. Perawat, dokter, dan pasien merupakan satu
kesatuan yang saling membutuhkan. Pada rumah sakit, perawat yang memegang
peranan penting untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Perawat
adalah individu yang melakukan kontak pertama dan terlama dengan pasien
mengingat pelayanan keperawatan dilakukan secara terus menerus selama 24 jam
dalam sehari. Kualitas kesehatan dapat dibenahi oleh rumah sakit, salah satunya
adalah dengan bersikap penuh empati dan memahami kebutuhan konsumen
(http://komitekeperawatan.wordpress.com, diakses 23 januari 2013).
Menurut Jean Watson (1985), kebutuhan konsumen yang terkait dengan
faktor penyembuhannya adalah kebutuhan untuk dapat dihormati, dipahami,
dibantu dan mendapatkan asuhan keperawatan yang tepat. Salah satu cara agar
kebutuhan klien tersebut dapat terpenuhi yaitu dengan memelihara hubungan
interpersonal dan mengembangkan hubungan saling percaya antara perawat
dengan klien. Hubungan saling percaya tersebut ditunjukkan dengan sikap
penerimaan, memiliki sikap empati, ramah, dapat memberikan lingkungan yang
mendukung, serta perawat dapat melakukan komunikasi yang efektif dengan klien
(http://andaners.wordpress.com, diakses 23 januari 2013). Demi tercapainya
pemenuhan kebutuhan konsumen tersebut, tidak terlepas dari kerjasama yang
terjadi diantara perawat.
Bangsa Indonesia sudah mengenal lama mengangkat tradisi budaya
kolektif dalam rangka mewujudkan tujuan bersama. Kepercayaan dan kerjasama
Universitas Kristen Maranatha sehingga kedepannya dapat menumbuhkan kepekaan terhadap satu sama lain.
Keuntungan memiliki budaya kolektif dalam kehidupan sehari – hari yaitu tujuan
akan lebih cepat terlaksana, beban kerja menjadi lebih ringan, membuat sumber
daya menjadi lebih efektif dan efisien, dan menciptakan hubungan yang harmonis
antar individu. (http://jurnalgri.blogspot.com, diakses 25 januari 2013). Kepekaan
perawat menjadi salah satu faktor yang dibutuhkan oleh pasien dalam proses
kesembuhannya sehingga perawat harus saling bersinergi dalam memberikan
asuhan keperawatan yang optimal kepada pasien agar kualitas pelayanan
kesehatan pun dapat ditingkatkan.
Menurut Jannah (2003), pelayanan keperawatan di Indonesia kurang
memberikan penekanan pada kualitas pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan
yang diharapkan konsumen adalah pelayanan kesehatan yang disertai dengan
sikap ramah perawat yang didukung dengan sikap menaruh minat dan tampilan
yang baik sehingga pasien maupun keluarganya dapat merasa nyaman saat
menggunakan jasa pelayanan kesehatan tersebut. Pada kenyataannya, masih
banyak pasien dan keluarganya yang merasa tidak puas dengan pelayanan di
rumah sakit, terutama pelayanan pada ruang rawat inap. Perawat dinilai lamban
dalam bertindak, kurang responsif, tidak peka, kurang perhatian dan kurang ramah
dapat memengaruhi citra perawat terhadap pengakuan masyarakat selaku
pengguna jasa kesehatan. Keadaan tersebut membuat rumah sakit di Indonesia
menanggapinya dengan melakukan perbaikan pada sarana serta meningkatkan
sumber daya manusia sehingga kedepannya pelayanan kesehatan yang diberikan
Universitas Kristen Maranatha 2013). Perbaikan kualitas pelayanan medis tersebut, salah satunya dilakukan oleh
Rumah Sakit “X”.
Rumah Sakit “X” adalah rumah sakit yang didirikan pada tanggal 17
november 1968. Rumah Sakit “X” memiliki visi yang terwujudnya rumah sakit
Islam yang memiliki kemampuan yang handal, mampu bersaing dan mampu
memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pelanggan. Misi Rumah Sakit “X”
adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang profesional, bermutu,
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, serta dapat mensejahterakan pegawai
rumah sakit yang merupakan salah satu aset dalam menyelenggarakan kegiatan
pengabdian kepada seluruh lapisan masyarakat. Rumah Sakit “X” memiliki
klasifikasi kelas C dengan fasilitas penunjang medis yaitu instalasi farmasi,
instalasi radiologi, instalasi laboratorium klinik, pelayanan hemodialisa,
pelayanan konsultasi gizi, rehabilitasi medik, E.K.G, U.S.G, C.T scan, endoskopi,
dan unit ambulan. Rumah Sakit “X” memiliki 149 tempat tidur yang tersebar pada
7 macam ruang rawat inap yaitu ruang ICU, ruang super VIP, ruang VIP A, ruang
VIP B, ruang kelas I, ruang kelas II, dan ruang kelas III. Rumah Sakit “X
memiliki tenaga medis sebanyak 75 orang yang terdiri atas 13 dokter tetap dan 62
dokter tamu.
Rumah Sakit “X” memiliki 142 perawat yang terbagi atas 123 perawat
bagian rawat inap dan 19 perawat bagian rawat jalan. Dimana penelitian ini akan
dilakukan terhadap 83 dari 123 perawat bagian rawat inap yang telah memenuhi
karakteristik sampel yang ingin diteliti yaitu telah bekerja minimal selama 1
Universitas Kristen Maranatha Havighurst bahwa individu melakukan proses orientasi terhadap pekerjaannya
dengan rentang 0-1 tahun. Perawat bagian rawat inap memiliki 3 jadwal shift kerja
yaitu jam 5 pagi hingga 1 siang, jam 1 siang hingga 9 malam, dan jam 9 malam
hingga 5 pagi. Rumah Sakit “X” memiliki fungsi yaitu menjadi sarana pelayanan
bagi masyarakat, sarana pelayanan rohani, dan sarana pendidikan untuk
pengembangan tenaga kesehatan yang alami. Pelayanan khas yang diberikan
Rumah Sakit “X adalah pembinaan rohani Islam dan pemulasaraan jenazah.
Pembinaan rohani Islam yang diberikan dalam bentuk bimbingan untuk
beribadah, berdoa, memberikan dukungan agar pasien maupun keluarga dapat
menunaikan ibadah dengan baik agar memiliki perasaan lebih tenang dan lebih
sabar dalam menghadapi cobaan yang sedang dialami, serta membacakan ayat –
ayat suci melalui saluran radio ke ruangan pasien.
Selain memberikan bimbingan rohani kepada pasien, perawat bagian rawat
inap memiliki berbagai asuhan keperawatan yaitu menerima pasien baru dan
melakukan proses analisa sesuai batas kewenangan, memelihara alat medis dan
kebersihan ruang rawat inap, melaksanakan program orientasi kepada pasien,
membantu pasien melakukan gerak jalan, melakukan tindakan darurat kepada
pasien yang berada dalam kondisi gawat, menyiapkan pasien yang akan pulang,
kemudian melaksanakan serah terima tugas secara lisan maupun tulisan kepada
rekan perawat ketika pergantian dinas. Kualitas pelayanan kesehatan dapat
meningkat ketika perawat bagian rawat inap dapat melakukan tindakan ekstra
Universitas Kristen Maranatha Tindakan ekstra perawat bagian rawat inap yang dilakukan diluar asuhan
keperawatan yang telah ditetapkan tersebut dapat meningkatkan efektifitas fungsi
Rumah Sakit “X” yang disebut juga dengan tindakan role. Tindakan
extra-role dinamakan pula dengan sebutan Organizational Citizenship Behavior (OCB)
adalah perilaku individu yang dilakukan atas kehendaknya sendiri, tidak berkaitan
langsung dengan sistem reward formal, dan dapat meningkatkan efektifitas fungsi
organisasi (Organ, 2006). Perilaku tertentu dapat dikatakan sebagai perilaku OCB
ketika individu tersebut memiliki kompetensi untuk melakukan pekerjaan tersebut
dan telah menyelesaikan tugas pokoknya terlebih dahulu. Oleh karena itu,
perilaku OCB merupakan nilai lebih dari tugas pokok yang telah diberikan oleh
Rumah Sakit “X”.
Efektifitas fungsi Rumah Sakit “X” dapat dinilai dari kualitas tenaga
keperawatan yang dimiliki yaitu dengan melakukan peninjauan langsung maupun
evaluasi dengan metode checklist berdasarkan indikator performance appraisal
yang telah ditetapkan Rumah Sakit “X”. Indikator performance appraisal terdiri
atas 7 indikator yaitu motivasi (memiliki minat untuk bersikap ramah dan
bersahabat kepada pasien), tanggung jawab (tepat dalam bertindak dan mampu
mencurahkan perhatian kepada pasien), disiplin (mengikuti apel pagi, disiplin
dalam hal jam datang maupun jam pulang). Indikator lainnya adalah kompetensi
(perencanaan kerja), loyalitas (hubungan dengan atasan langsung), dan tidak
tercela (konflik dengan rekan perawat). Indikator penilaian kinerja perawat yang
terakhir adalah managemen (melakukan orientasi kepada perawat baru, perawat
Universitas Kristen Maranatha Indikator penilaian kinerja perawat yang belum terpenuhi oleh perawat
Rumah Sakit “X” yaitu dalam hal tidak bersikap tercela. Berdasarkan survei yang
dilakukan peneliti dan wawancara dengan kepala bidang keperawatan diketahui
bahwa sebanyak 60% perawat bagian rawat inap mengeluhkan konflik dengan
rekan perawat sehingga mengakibatkan kerjasama yang terjalin menjadi kurang
efektif. Meskipun konflik antar perawat bagian rawat inap seringkali terjadi,
konflik tersebut dapat diselesaikan oleh intern perawat bagian rawat inap itu
sendiri sehingga tidak mengganggu aktifitas kerja atasan. Gejala tersebut dalam
OCB disebut dengan courtesy. Indikator selanjutnya yang belum terpenuhi adalah
dalam hal loyalitas. Berdasarkan survei yang telah dilakukan peneliti dan
wawancara dengan kepala ruangan bahwa sebanyak 40% perawat bagian rawat
inap memberikan alasan untuk tidak melakukan pertemuan ilmiah dalam rangka
membahas kasus dan proses evaluasi tindakan keperawatan yang seringkali
diselenggarakan pada hari libur. Namun menurut kepala bagian keperawatan,
meskipun perawat bagian rawat inap seringkali beralasan untuk hadir pada
pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh kepala ruangan, namun sebanyak
60% perawat bagian rawat inap memiliki inisiatif untuk melakukan pelatihan
informal dengan biayanya sendiri untuk dapat meningkatkan keterampilan
kerjanya. Dimana kondisi tersebut dapat membuat Rumah Sakit “X” menjadi
efektif dan efisien. Gejala tersebut dalam OCB disebut dengan civic virtue.
Indikator selanjutnya yang belum terpenuhi adalah dalam hal motivasi
perawat bagian rawat inap untuk memperlihatkan sikap ramah dan bersahabat
Universitas Kristen Maranatha juni 2012 diketahui bahwa mayoritas konsumen mengeluhkan perawat bagian
rawat inap kurang bersikap ramah, empati, bersahabat dan kurang bersabar dalam
menghadapi pasien dan kurang responsif ketika pasien memanggil perawat
melalui media bel sehingga diharapkan perawat dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang optimal dan lebih peka dalam memenuhi kebutuhan konsumen.
Namun berdasarkan wawancara dengan dokter, sebanyak 70% perawat masih
memperlihatkan sikap yang ramah kepada pasien maupun keluarganya meskipun
sedang berada dalam kondisi yang kelelahan. Gejala tersebut dalam OCB disebut
dengan sportsmanship. Indikator terakhir yang belum terpenuhi adalah dalam hal
managemen. Berdasarkan survei yang telah dilakukan peneliti dan wawancara
dengan kepala ruangan diketahui bahwa sebanyak 40% perawat bagian rawat inap
senior kurang memiliki spontanitas untuk membantu perawat bagian rawat inap
yang sedang berada pada masa orientasi kerja. Namun berdasarkan wawancara
dengan kepala bagian keperawatan diketahui bahwa sebanyak 60% perawat
bagian rawat inap masih memiliki inisiatif untuk menggantikan rekan perawat
yang berhalangan hadir untuk bekerja dan inisiatif untuk melakukan tugas lembur,
meskipun uang lembur tidak diberikan secara adil. Perilaku lainnya adalah
menunggu rekan perawat dan tetap bekerja ketika rekan perawat belum datang
pada saat pergantian shift. Gejala tersebut dalam OCB disebut dengan altruism.
Menurut Podsakoff dan Mackenzie (2000) dalam Organ (2006), perilaku
OCB memberikan kontribusi dapat meningkatkan produktifitas rekan kerja,
meningkatkan produktifitas atasan, membantu memelihara fungsi kelompok
Universitas Kristen Maranatha terjalin efektif, perilaku OCB pun dapat menghemat sumber daya yang dimiliki
organisasi. Karyawan yang melakukan perilaku OCB dapat meningkatkan
stabilitas kerja organisasi, meningkatkan kemampuan organisasi untuk dapat
beradaptasi dengan perubahan lingkungan, dan karyawan dengan perilaku OCB
dapat memberikan contoh bagi karyawan lain untuk melakukan tindakan yang
serupa sehingga dapat menumbuhkan komitmen kerja terhadap organisasi.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai gambaran derajat tinggi rendahnya OCB pada perawat bagian rawat
inap, dan mengetahui faktor – faktor yang perlu untuk dikembangkan agar dapat
memotivasi ditampilkannya OCB pada perawat bagian rawat inap Rumah Sakit
“X”.
1.2 Identifikasi Masalah
Bagaimana derajat OCB yang dimiliki oleh perawat bagian rawat inap di
Rumah Sakit “X” saat menjalankan tugas kesehariannya.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Memperoleh gambaran mengenai derajat tinggi rendahnya OCB perawat
bagian rawat inapdi Rumah Sakit “X”.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Untuk mendapat gambaran mengenai derajat tinggi rendahnya OCB
perawat bagian rawat inap diRumah Sakit “X”beserta kelima dimensinya
Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
1. Memberikan wawasan mengenai OCB bagi bidang ilmu psikologi,
terutama Psikologi Industri dan Organisasi
2. Memberi informasi tambahan bagi peneliti lain yang tertarik untuk
meneliti OCB dan dapat mendorong mengembangkan penelitian yang
berkaitan dengan OCB.
1.4.2 Kegunaan Praktis
1. Memberikan informasi bagi managemen Rumah Sakit “X” mengenai
derajat OCB perawat bagian rawat inap di Rumah Sakit “X”.
2. Berdasarkan masukan yang telah diberikan pada point pertama,
manajemen dapat mengadakan training mengenai OCB sesuai dengan
kebutuhan yang dimiliki oleh perawat bagian rawat inap diRumah Sakit
“X”.
3. Berdasarkan masukan yang telah diberikan pada point pertama,
manajemen dapat mengembangkan berbagai faktor eksternal yang dapat
memotivasi munculnya OCB.
1.5 Kerangka Pemikiran
Rumah Sakit “X” merupakan salah satu rumah sakit Islam di Bandung.
Visi yang dimiliki Rumah Sakit “X” adalah mewujudkan rumah sakit Islam yang
Universitas Kristen Maranatha yang memuaskan bagi pelanggan. Untuk mewujudkan visinya, Rumah Sakit “X”
memerlukan tenaga medis yang kompeten. Salah satu tenaga medis yang
memegang peranan penting di rumah sakit adalah perawat pelaksana. Tugas –
tugas yang harus dilakukan perawat bagian rawat inap telah tercantum secara
spesifik dalam job description, namun untuk memberikan pelayanan yang sesuai
dengan kebutuhan konsumen, perawat bagian rawat inap perlu melakukan
tindakan yang lebih dari yang telah tertulis dalam job description. Perilaku
tersebut tidak tertulis secara formal dalam job description, namun dapat
memengaruhi efektifitas dan efisiensi dari fungsi rumah sakit, perilaku tersebut
disebut sebagai Organizational Citizenship Behavior (OCB). Efektifitas adalah
penyelesaian kerja sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Rumah Sakit “X”
dapat memberikan pelayanan medis yang tepat sasaran sesuai kebutuhan pasien.
Efisien adalah memanfaatkan sumber daya secara cermat. Rumah Sakit “X”
memanfaatkan fasilitas medis dan tenaga perawat yang terbatas agar tetap dapat
melayani pasien secara optimal (www.scribd.com).
Menurut Organ (2006), OCB merupakan perilaku karyawan yang
dilakukan atas kehendaknya sendiri, tidak berkaitan dengan sistem reward formal
dan dapat meningkatkan fungsi organisasi secara efektif dan efisien. OCB juga
memiliki kontribusi yang tidak kalah pentingnya dengan perilaku yang diharuskan
dalam job description. Dalam perilaku OCB terkandung lima dimensi yaitu
altruism, conscientiousness, sportmanship, courtesy dan civic virtue.
Altruism adalah perilaku karyawan yang dilakukan atas kehendaknya
Universitas Kristen Maranatha masalah yang terkait dengan organisasi (Organ, 2006). Altruism yang tinggi
ditunjukkan dengan perawat bagian rawat inap senior yang lebih terampil
memiliki inisiatif untuk memberikan bimbingan kepada perawat bagian rawat
inap yang masih menjalani masa orientasi. Bimbingan tersebut dilakukan diluar
jam kerjanya untuk meningkatkan keterampilan perawat yang masih menjalani
masa orientasi tersebut, meskipun perawat bersangkutan mengetahui bahwa tugas
tersebut merupakan bukan tanggung jawabnya, melainkan tanggung jawab kepala
badan diklat. Altruism yang rendah ditunjukkan dengan perawat bagian rawat inap
senior yang lebih terampil membiarkan perawat yang berada dalam masa orientasi
mempelajari pekerjaannya sendiri karena merasa bahwa tugas tersebut bukan
merupakan tanggung jawabnya sebagai perawat bagian rawat inap yang sudah
senior.
Conscientiousness adalah perilaku karyawan yang dilakukan atas
kehendaknya sendiri, dimana perilaku tersebut melebihi standar minimum dari
peraturan organisasi dalam hal waktu kehadiran, kepatuhan terhadap tata tertib,
waktu istirahat, dan sebagainya (Organ, 2006). Conscientiousness yang tinggi
ditunjukkan dengan perawat bagian rawat Rumah Sakit “X” memiliki inisiatif dan
kesediaan untuk bekerja lembur saat terjadi kekurangan tenaga keperawatan.
Conscientiousness yang rendah ditunjukkan dengan perawat bagian rawat inap
Rumah Sakit “X” yang terpaksa menjalani kerja lembur karena merasa tugas
tersebut sudah kewajibaannya sebagai perawat bagian rawat inap. Hal lain yang
mungkin dilakukan perawat bagian rawat inap yang memiliki conscientiousness
Universitas Kristen Maranatha karena merasa dengan bekerja lembur pun tidak diberikan uang lembur secara adil
berdasarkan tindakan asuhan keperawatan yang dilakukan, melainkan diberikan
secara merata antar perawat bagian rawat inap yang menjalani kerja lembur.
Sportsmanship adalah kesediaan perilaku karyawan yang dilakukan atas
kehendaknya sendiri untuk dapat mentoleransi kondisi – kondisi yang kurang
ideal tanpa disertai dengan keluhan, berkecil hati, marah, dan merasa sakit hati
karena sesuatu yang benar – benar terjadi atau sesuatu yang hanya ada didalam
pikiran, dan membesar – besarkan masalah kecil (Organ, 2006). Sportsmanship
yang tinggi ditunjukkan perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” dengan
memperlihatkan sikap ramah dan tetap melayani dengan sabar pertanyaan
berulang yang diajukkan oleh keluarga dan kerabat mengenai penyakit serta
tindakan yang akan dilakukan kepada pasien. Sportsmanship yang rendah
ditunjukkan dengan perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” melayani
pertanyaan berulang dari keluarga dan kerabat pasien, namun dilayani dengan
sikap yang kurang bersahabat.
Courtesy adalah perilaku karyawan yang dilakukan atas kehendaknya
sendiri untuk menghindari terjadinya masalah kerja dengan karyawan tertentu
dengan menciptakan suasana kerja yang nyaman (Organ, 2006). Courtesy yang
tinggi ditunjukkan dengan perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” berusaha
untuk memberikan penjelasan kepada rekan perawatnya ketika mengalami
masalah kerja agar tidak terjadi kesalahpahaman diantara perawat bagian rawat
inap. Courtesy yang rendah ditunjukkan dengan perawat bagian rawat inap
Universitas Kristen Maranatha kurang terampil dalam bekerja. Kondisi tersebut dapat membuat kerjasama antar
perawat bagian rawat inap menjadi tidak nyaman sehingga dapat menghambat
kinerja antar perawat bagian rawat inap.
Civic virtue adalah perilaku karyawan yang dilakukan atas kehendaknya
sendiri, ditunjukkan dengan keterlibatan dan kepedulian terhadap kelangsungan
hidup organisasi (Organ, 2006). Civic virtue yang tinggi ditunjukkan dengan
perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” bersedia mengikuti pertemuan ilmiah
yang diselenggarakan oleh kepala ruangan pada hari libur kerja. Dimana
pertemuan ilmiah tersebut diselenggarakan dengan tujuan untuk membina
hubungan yang lebih erat antar sesama perawat bagian rawat inap serta guna
mengetahui perkembangan Rumah Sakit “X” melalui sharing yang dilakukan
pada saat melakukan pertemuan ilmiah tersebut. Civic virtue yang rendah
ditunjukkan dengan perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” mencari – cari
alasan untuk tidak mengikuti pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh Rumah
Sakit “X” karena merasa kegiatan tersebut tidak diwajibkan untuk dilakukan.
Oleh karenanya, perawat bagian rawat inap tersebut lebih memilih untuk
memanfaatkan waktu liburnya dengan kegiatan pribadinya daripada mengikuti
kegiatan yang diselenggarakan Rumah Sakit “X”.
OCB dapat berkembang pada diri perawat bagian rawat inap Rumah Sakit
“X” dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor
eksternal yang mempengaruhi OCB adalah karakteristik organisasi, karakteristik
pemimpin, karakteristik tugas, karakteristik kelompok, dan konteks budaya.
Universitas Kristen Maranatha Rumah Sakit “X” adalah karakteristik organisasi, yaitu karakteristik yang
berkaitan dengan formalisasi dan infleksibilitas. Formalisasi adalah suatu keadaan
dimana organisasi secara jelas memberikan aturan – aturan yang spesifik dan
prosedur – prosedur untuk menghadapi berbagai kemungkinan, sedangkan
infleksibilitas adalah keadaan dimana organisasi secara teguh memegang aturan –
aturan dan prosedur yang telah ditetapkan (Hall, 1991 dalam Organ 2006).
Pada organisasi yang menerapkan formalisasi dan infleksibilitas tinggi
artinya organisasi tersebut mempunyai aturan formal, baku, dan menerapkan
aturan tersebut secara kaku. Dimana karyawan hanya fokus terhadap aturan yang
baku saja, sehingga akan mengurangi kepuasan kerja dan menghambat munculnya
OCB (Hall, 1991). Jika karyawan memiliki affective commitment dan rasa
percaya pada pemimpin yang tinggi, maka aturan formal dianggap memberikan
gambaran yang jernih mengenai apa yang diharapkan pada karyawan. Kemudian
infleksibilitas dianggap sebagai persepsi bahwa karyawan diharuskan
menjalankan aturan yang sama, sehingga formalisasi dan infleksibilitas dapat
menimbulkan job satisfaction pada diri karyawan tersebut sehingga dapat
memunculkan OCB pada karyawan (Allen & Meyer, 1997). Dalam hal ini,
Rumah Sakit “X” merupakan organisasi dimana setiap perawatnya memiliki job
description yang jelas dan terikat terhadap segala peraturan dan kebijakan yang
telah ditetapkan oleh Rumah Sakit “X”, namun dengan adanya kebijakan tersebut
tetap memungkinkan perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” memunculkan
Universitas Kristen Maranatha Karakteristik organisasi yang muncul selanjutnya adalah sejauh mana
perawat bagian rawat inap mempersepsi dukungan Rumah Sakit “X” terhadap
dirinya, sehingga akan memunculkan tindakan balasan berupa perawat bagian
rawat inap peduli terhadap kesejahteraan rumah sakit. Karakteristik organisasi
selanjutnya yang muncul adalah hambatan dari organisasi (organization
constraints). Rumah Sakit “X” sedang melakukan pembangunan sehingga
menyebabkan lingkungan Rumah Sakit “X” yang bising dan berdebu
menyebabkan kurang kondusifnya perawat bagian rawat inap untuk bekerja.
Lingkungan kerja Rumah Sakit “X” yang kurang kondusif dapat menyebabkan
kurangnya memotivasi perawat bagian rawat inap dalam menampilkan perilaku
OCB. Hambatan yang sama dapat menimbulkan reaksi yang berbeda dari
karyawan. Karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi ketika menghadapi
hambatan kerja akan menampilkan perilaku altruistic dan tetap mementingkan
kepentingan orang lain demi terwujudnya tujuan organisasi. Sebaliknya, pada
karyawan yang memiliki komitmen yang rendah ketika menghadapi hambatan
kerja hanya terfokus pada job description-nya saja. Organizational constraint
berkaitan dengan dimensi altruism dan civic virtue (Organ, 2006).
Faktor eksternal kedua yang mempengaruhi OCB adalah karakteristik
pemimpin. Karakteristik pemimpin memperlihatkan sejauh mana pemimpin dapat
mempengaruhi motivasi, kemampuan, atau kesempatan karyawan melaksanakan
OCB melalui perilaku pemimpin melalui perhatian khusus pemimpin kepada
karyawannya (Greenleaf, 1970 dalam Organ, 2006). Kepala ruangan Rumah Sakit
Universitas Kristen Maranatha mendengarkan, mengerti kebutuhan dan aspirasi perawat bagian rawat inap, serta
bersedia untuk memberikan dukungan kepada perawat bagian rawat inap. Apabila
perawat bagian rawat inap mengalami kesulitan, pemimpin akan membantu dalam
menyelesaikan permasalahan yang dialami perawat bagian rawat inap tersebut.
Dimana perilaku tersebut dapat menginspirasi perawat bagian rawat inap untuk
melakukan hal yang serupa terhadap rekan perawatnya. Perilaku tersebut dapat
berpeluang meningkatkan perilaku OCB perawat bagian rawat inap.
Faktor eksternal berikutnya yang mempengaruhi OCB adalah karakteristik
tugas. Karakteristik tugas terdiri dari task autonomy, task significance, task
identity, task variety, task interdependence, intrinsically satisfying task, dan task
feedback. Karakteristik tugas yang muncul pada perawat bagian rawat inap
Rumah Sakit “X” diantaranya task autonomy adalah derajat kebebasan bertindak
yang dimiliki individu untuk melaksanakan tugas, untuk menjadwalkan tugas dan
menentukan prosedur yang akan digunakan (Hackman and Lawle, 1971 dalam
Organ, 2006). Perawat bagian rawat inap senior seringkali memberikan instruksi
tindakan keperawatan yang harus dilakukan oleh perawat bagian rawat inap baru.
Kondisi tersebut yang membuat perawat bagian rawat inap baru kurang memiliki
keleluasaan dan kebebasan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien. Kurangnya kebebasan terhadap tindakan keperawatan membuat perawat
bagian rawat inap baru merasa kurang puas terhadap tugasnya sehingga perawat
bagian rawat inap tersebut kurang memiliki kesempatan untuk menunjukkan
perilaku OCB. Task autonomy berkaitan dengan dimensi altruism, dan civic
Universitas Kristen Maranatha derajat pengaruh dari suatu pekerjaan terhadap kehidupan atau pekerjaan orang
lain (Hackman & Oldham, 1976 dalam Organ, 2006). Dimana perawat bagian
rawat inap pada shift kedua akan menanggung pekerjaan perawat bagian rawat
inap pada shift yang pertama yang tidak menyelesaikan tugas secara tepat waktu.
Pekerjaan yang lebih banyak dapat memengaruhi kepuasan kerja perawat bagian
rawat inap terhadap pekerjaannya membuat perawat bagian rawat inap kurang
termotivasi untuk melakukan pekerjaan yang melebihi perannya secara sukarela.
Task identity merupakan derajat kebutuhan bahwa penyelesaian suatu
tugas dapat diidentifikasikan sebagai hasil kerja secara keseluruhan, mulai dari
proses awal hingga hasil yang diprediksi sebelumnya (Hackman & Oldham, 1976
dalam Organ, 2006). Dimana perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” harus
menyelesaikan pekerjaannya secara menyeluruh untuk memberikan pelayanan
keperawatan sesuai kebutuhan pasien. Pelayanan keperawatan yang diberikan
secara menyeluruh dapat diartikan bahwa perawat bagian rawat inap menganggap
pekerjaannya tersebut berarti dan dapat menimbulkan kepuasan kerja sehingga
perawat bagian rawat inap lebih bersedia untuk melakukan hal yang melebihi
perannya sebagai perawat.
Karakteristik tugas yang berikutnya yang muncul adalah task variety
(routinization) yaitu derajat kebutuhan bahwa penyelesaian pekerjaan
membutuhkan berbagai variasi dari aktivitas yang berlainan. Dimana Rumah
Sakit “X” melakukan program kerja dengan melakukan rotasi setiap 3 bulan
sekali pada ruangan yang berbeda dan memberikan pelatihan dan seminar agar
Universitas Kristen Maranatha yang lainnya. Perawat bagian rawat inap membutuhkan aktifitas kerja yang ber
lainan untuk meningkatkan keterampilan kerjanya sehingga perawat bagian rawat
inap mempersepsikan pekerjaannya sebagai pekerjaannya yang berarti dan
mengakibatkan kepuasan kerja yang membuat perawat bagian rawat inap
termotivasi untuk melakukan usaha yang lebih dari yang seharusnya. Task variety
berkaitan dengan dimensi conscientiousness dan civic virtue.
Karakteristik tugas berikutnya yang muncul adalah task interdependence
yaitu sejauh mana individu membutuhkan informasi, bahan/materi, dan dukungan
dari anggota-anggota lainnya dalam kelompok untuk dapat melaksanankan
pekerjaannya (Van der Vegt, Van de Vliert, & Oosterhof, 2003 dalam Organ,
2006). Perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” membutuhkan penjelasan
rinci dari dokter dan rekan perawat mengenai tindakan keperawatan yang harus
diberikan kepada pasien. Persepsi perawat bagian rawat inap terhadap dukungan
dari rekan perawat dapat membantu perawat bagian rawat inap dalam
penyelesaian tugas. Kondisi tersebut membuat perawat bagian rawat inap merasa
puas terhadap rekan perawatnya dan dapat melakukan usaha yang lebih untuk
kepentingan kelompoknya. Task interdependence berkaitan dengan dimensi
altruism.
Karakteristik tugas yang muncul selanjutnya adalah intrinsically satisfying
task yaitu kemampuan dari suatu tugas untuk menciptakan kepuasan dan
menggugah keterlibatan seseorang karena adanya perasaan berarti akan aktifitas
saat mengerjakan tugas tersebut. Dimana kondisi tersebut dapat membuat individu
Universitas Kristen Maranatha hasil dari pekerjaannya (Kerr and Jermier, 1978 dalam Organ, 2006). Perawat
bagian rawat inap Rumah Sakit “X” memilih profesi sebagai perawat dengan
tujuan untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong pasien sehingga akan
membuat perawat bagian rawat inap merasa nyaman dan lebih termotivasi untuk
terlibat serta memberikan usaha yang lebih pada pekerjaannya sebagai perawat
bagian rawat inap. Intrinsically satisfying berkaitan dengan dimensi
conscientiousness dan civic virtue.
Karakteristik tugas berikutnya adalah task feedback yaitu kejelasan
informasi yang diberikan atasan secara langsung berdasarkan keefektifan kinerja
yang telah dilakukan karyawan (Organ, 2006). Dimana Rumah Sakit “X” akan
memberikan evaluasi terhadap perawat bagian rawat inap setiap 3 bulan sekali
berdasarkan data yang diperoleh dari lembar saran yang diisi oleh konsumen
mengenai pelayanan medis yang dilakukan perawat bagian rawat inap tersebut.
Karyawan yang memiliki task feedback yang tinggi akan memberikan pengaruh
yang besar terhadap unjuk kerjanya. Kondisi tersebut dapat membuat karyawan
memiliki evaluasi diri dan menimbulkan motivasi intrinsik untuk memperbaiki
prestasi kerjanya dimasa yang akan datang sehingga memiliki kemungkinan yang
lebih besar untuk memunculkan perilaku OCB pada karyawan tersebut (Organ &
Ryan, 1995 dalam Organ, 2006).Task feedback berkaitan dengan dimensi
conscientiousness dan civic virtue.
Faktor eksternal keempat yang memengaruhi OCB adalah karakteristik
kelompok. Terdapat beberapa karakteristik kelompok yang diharapkan dapat
Universitas Kristen Maranatha member exchange, group potency, dan perceived team support (Guzo, Yost,
Campbell, and Shea, 1993, dalam Organ, 2006). Karakteristik kelompok yang
muncul pada perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” adalah group
cohesiveness merupakan keterikatan antara satu anggota dengan anggota lain dan
keinginan untuk menjadi bagian dari kelompok tersebut. Dimana perawat bagian
rawat inap Rumah Sakit “X” terbiasa untuk bekerjasama dalam menyelesaikan
tugasnya sehingga perawat bagian rawat inap tersebut merasa bahwa dirinya
sebagai bagian dari Rumah Sakit “X”. Keadaan tersebut yang membuat perawat
bagian rawat inap berusaha membela rekan perawat ketika pasien memberikan
keluhan bahwa rekan perawat tersebut memberikan pelayanan kesehatan yang
kurang baik. Keterikatan yang kuat antar perawat bagian rawat inap dapat
memberikan kepuasan terhadap kelompoknya sehingga memberikan usaha yang
lebih untuk kepentingan kelompoknya. Group cohesiveness berkaitan dengan
dimensi altruism, sportsmanship, dan courtesy.
Team member exchange (TMX) merepresentasikan persepsi individu
secara keseluruhan terhadap anggota yang lain. TMX berkaitan dengan timbal
balik. Perawat bagian rawat inap yang tidak bisa hadir akan meminta rekan
perawat untuk menggantikan posisinya, kemudian rekan perawat akan
memperlihatkan tindakan balasan kepada perawat bagian rawat inap tersebut.
Group potency yaitu kumpulan belief dari suatu kelompok dapat menjadi efektif
(Liden, Wayne, & Sparrowe (2000) dalam Organ 2006) Dimana perawat bagian
rawat inap percaya bahwa kebersamaan mereka dapat menyebabkan tercapainya
Universitas Kristen Maranatha lebih daripada apa yang diharuskan perannya demi tercapainya tujuan mereka.
Perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” memiliki keyakinan bahwa
bekerjasama sebagai satu tim dengan tenaga medis lainnya adalah hal yang
diharapkan dari perannya. Ketika perawat bagian rawat inap terbiasa untuk
melakukan kerjasama dalam tugas kesehariannya, kerjasama antar perawat bagian
rawat inap tersebut dapat memudahkan perawat bagian rawat inap dalam
menyelesaikan tugasnya. Team member exchange berkaitan dengan dimensi
sportsmanship dan civic virtue.
Karakteristik kelompok selanjutnya yang muncul adalah perceived team
support merupakan keyakinan seseorang bahwa kelompoknya menghargai
kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraannya (Organ & Konovsky, 1989 dalam
Organ 2006). Dimana perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” seringkali
menghargai kontribusi rekan kerjanya yang telah membantu pekerjaannya.
Dimana semakin seorang perawat bagian rawat inap menerima dukungan dari
rekan perawatnya maka perawat bagian rawat inap tersebut akan memunculkan
perilaku yang serupa kepada rekan perawatnya. Perceived team support berkaitan
dengan dimensi civic virtue pada perawat bagian rawat inap.
Faktor – faktor eksternal tersebut akan berpengaruh pada OCB perawat
bagian rawat inap tergantung pada penghayatan individu untuk menyesuaikan diri
dengan berbagai faktor internal dalam dirinya. Faktor internal yang dimaksud
adalah personality dan morale. Personality termasuk kedalam karakteristik
individu. Di dalam personality terdapat dalam The Big Five Factor sebagai
Universitas Kristen Maranatha (2006), yaitu openness to experience, conscientiousness, neuroticism, atau
emotional stability, extraversion, dan agreeablesness.
Trait openness to experience yaitu kepribadian dimana orang lebih suka
berpegang pada hal – hal yang tidak konvensional dan tidak resisten terhadap
perubahan. Perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” dengan openness to
experience yang menonjol akan bersikap lebih terbuka terhadap perubahan –
perubahan yang diadakan Rumah Sakit “X” dengan menanggapinya secara positif.
Perawat bagian rawat inap Sakit “X” yang memiliki trait openness to experience
yang menonjol berpeluang untuk menampilkan civic virtue.
Trait conscientiousness adalah kepribadian yang mengarah kepada sifat
terencana, disiplin diri, dan ketekunan. Perawat bagian rawat inap Rumah Sakit
“X” yang memiliki conscientiousness yang menonjol akan menampilkan perilaku
yang dapat dikategorikan sebagai perilaku civic virtue. Perilaku tersebut
dimunculkan dengan memiliki ketepatan waktu, absensi yang baik, dan selalu
menaati peraturan (Organ, 2006).
Trait neuroticism atau emotional stability adalah kepribadian dengan
kestabilan emosional yang tidak mudah marah, cemas, dan bebas dari negative
thinking.Perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” dengan trait neuroticism
yang menonjol akan terpaku pada masalahnya sendiri dan tidak sempat
memperhatikan masalah orang lain. Hal tersebut yang akan mengurangi
munculnya perilaku OCB. Trait ini berkaitan dengan conscientiousness pada
Universitas Kristen Maranatha Trait extraversion adalah kepribadian dengan karakter yang bersemangat,
menikmati kebersamaan dengan orang lain, senang berbicara, dan responsif
terhadap lingkungannya. Perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” dengan trait
extraversion yang menonjol dapat menyesuaikan diri dengan organisasi. Trait ini
berkaitan dengan dimensi altruism, sportsmanship, dan courtesy (Organ, 2006).
Trait agreeableness adalah kepribadian yang bersahabat, disenangi orang,
dan mudah menjalin relasi yang hangat dengan orang lain. Perawat bagian rawat
inap Rumah Sakit “X” dengan trait agreeableness yang menonjol akan
memperlihatkan kerja yang spontan dengan menawarkan bantuan kepada rekan
perawat maupun pelanggan yang tampak membutuhkan bantuan. Trait ini
berkaitan dengan dimensi altruism, courtesy, dan sportsmanship (Organ, 2006).
Faktor eksternal juga diinternalisasi oleh individu yang kemudian
menghasilkan morale. Morale adalah sikap kerja seseorang dalam organisasi.
Morale terdiri dari aspek satisfaction, fairness, affective commitment, dan leader
consideration. Leader consideration adalah pertimbangan pemimpin untuk
memberikan reward pada karyawan yang dilakukan secara tepat dan objektif
sehingga karyawan merasa diperlakukan secara adil oleh organisasi (fairness)
yang dapat menimbulkan kepuasaan kerja pada diri karyawan tersebut
(satisfaction). Kepuasaan kerja dapat menimbulkan affective commitment yang
akan mengarah pada keterlibatan karyawan untuk bertindak melebihi job
description-nya. Affective commitment dinyatakan dengan rasa peduli karyawan
Universitas Kristen Maranatha itu, dapat dikatakan morale akan tercermin dari sikap kerja perawat bagian rawat
inap Rumah Sakit “X”.
Faktor eksternal yang terakhir yang memengaruhi OCB adalah konteks
budaya. OCB akan lebih cenderung dimunculkan pada bangsa yang memiliki
budaya collectivist daripada individualist. Budaya collectivist memiliki struktur
sosial yang kuat dimana individu mampu membedakan in-groups dan out-groups.
Budaya collectivist mengharapkan bahwa anggota in-groups dapat
memperlihatkan tanggung jawab dan loyalitas in-group-nya. Power distance dan
strata sosial juga akan memengaruhi kemunculan OCB. Pada bangsa yang biasa
memberlakukan strata sosial, maka perilaku yang dipersepsi tidak adil, masih
dapat diterima, sehingga OCB masih mungkin dimunculkan. Sebaliknya pada
bangsa yang tidak memberlakukan strata sosial, perlakuan tidak adil tidak dapat
diterima, sehingga menghambat munculnya OCB (Paine & Organ, 2000 dalam
Organ, 2006). Konteks budaya berkaitan dengan dimensi sportsmanship.
Perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” terdiri dari beragam
kepribadian atau mempunyai berbagai variasi faktor internal, yang juga
dipengaruhi oleh berbagai variasi faktor eksternal dalam bekerja di Rumah Sakit
“X”. Dimana hal tersebut akan menampilkan OCB dalam lima dimensi dengan
Universitas Kristen Maranatha Faktor internal :
Karakteristik individu (Personality & Morale)
Dari penjabaran tersebut, berikut adalah skema kerangka pemikiran :
Skema 1.1 kerangka pemikiran Perawat rawat inap
Rumah Sakit X
Faktor eksternal : -karakteristik tugas -karakteristik kelompok -karakteristik organisasi -karakteristik pemimpin -konteks budaya
Dimensi OCB Altruism
Conscientiousness
Sportsmanship
Courtesy
Civic virtue
Tinggi
Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi penelitian
Setiap perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” memiliki OCB dengan
derajat yang berbeda – beda dalam setiap dimensinya.
Dimensi OCB yang diukur pada perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X”
adalah altruism, conscientiousness, courtesy, sportsmanship, dan civic virtue.
Faktor internal yang diukur pada perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X”
adalah personality yang terdiri dari opennes to experience, conscientiousness,
extraversion, agreeableness, dan neuroticism. Kemudian faktor internal
lainnya yang diukur adalah morale (fairness, satisfaction, affective
commitment dan leader consideration).
Faktor eksternal yang diukur terhadap perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” adalah karakteristik tugas, karakteristik kelompok, karakteristik
pemimpin, karakteristik organisasi, karakteristik kepemimpinan, dan konteks
96 Universitas Kristen Maranatha BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya
mengenai OCB terhadap perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” di Bandung,
maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” menunjukkan derajat OCB
yang relatif merata tersebar pada golongan OCB tinggi maupun rendah,
yaitu sebanyak 51.8% responden tergolong kedalam derajat OCB tinggi,
dan sisanya sebanyak 48.2% responden tergolong kedalam derajat OCB
rendah.
2. Derajat OCB menunjukkan kaitan dengan semua dimensi OCB, kecuali
dimensi sportsmanship. Hal ini berkaitan dengan suasana kekeluargaan
pada Rumah Sakit “X” membuat perawat bagian rawat inap dapat
menolerasi perbedaan yang terjadi antar perawat demi tetap terciptanya
kenyamanan dalam bekerja.
3. Derajat OCB tinggi selaras dengan derajat dimensi altruism,
conscientiousness, courtesy, dan civic virtue yang tinggi pula. Begitupun
sebaliknya pada derajat OCB rendah dengan dimensi altruism,
conscientiousness, courtesy, dan civic virtue yang rendah pula.
4. Derajat dimensi OCB yang tergolong tinggi adalah sportsmanship dan
Universitas Kristen Maranatha internal extraversion, agreeableness, neuroticism, dan faktor eksternal
group cohesiveness.
5. Derajat dimensi OCB yang tergolong rendah adalah altruism. Hal ini
berkaitan dengan kurang terdapatnya inisiatif rekan perawat senior untuk
membantu perawat bagian rawat inap junior karena merasa telah memiliki
banyak tanggung jawab. Faktor internal yang berkaitan adalah faktor
internal trait extraversion, agreeableness, neuroticism, faktor eksternal
task autonomy, task interdependence, dan group cohesiveness.
6. Derajat dimensi OCB yang tergolong relatif merata yang tersebar pada
golongan rendah maupun tinggi adalah conscientiousness dan civic virtue.
Dimensi civic virtue memengaruhi faktor internal trait openness to
experience dan extraversion. Di lain hal, dimensi conscientiousness tidak
memiliki keterkaitan dengan faktor internal.
7. Faktor eksternal yang memengaruhi derajat OCB pada perawat bagian
rawat inap Rumah Sakit “X” namun tidak disertai dengan tinggi atau
rendahnya derajat OCB adalah task significance, task variety, task
interdependence, team member exchange, instrumental supportive
behaviors, dan leader consideration.
8. Kepuasan perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” terhadap faktor
eksternal yang paling nampak adalah team member exchange, hal ini
berkaitan dengan Rumah Sakit “X” yang memiliki suasana kekeluargaan
Universitas Kristen Maranatha 9. Ketidakpuasan perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” terhadap
faktor eksternal yang paling nampak adalah organizational constraints, hal
ini berkaitan dengan pembangunan yang sedang dilakukan Rumah Sakit
“X” berdampak pada kurang kondusifnya perawat bagian rawat inap
Rumah Sakit “X” dalam bekerja.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap perawat bagian rawat inap
Rumah Sakit “X” di Bandung, maka beberapa saran yang dapat diberikan oleh
peneliti sebagai berikut :
5.2.1 Saran Teoritis
1. Disarankan peneliti selanjutnya meneliti kontribusi trait personality
terhadap OCB sehingga dapat mendapatkan gambaran yang lebih dalam
mengenai OCB.
2. Disarankan peneliti selanjutnya untuk memperbaiki item pada indikator
conscientiousness agar item yang dibuat tidak termasuk ke dalam job
description sehingga item yang dibuat dapat valid dan signifikan.
3. Bagi peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian ini, dapat
mengganti item negatif menjadi item positif agar hasil yang didapat lebih
signifikan. Bisa juga dengan memperbaiki kalimat pada item negatif agar
tidak rancu sehingga tidak menimbulkan persepsi ganda pada sampel yang
Universitas Kristen Maranatha 5.2.2 Saran Praktis
1. Untuk meningkatkan penampilan dimensi altruism, disarankan
managemen Rumah Sakit “X” mengadakan pelatihan character building
ataupun team building dengan harapan perawat bagian rawat inap mampu
bekerjasama antar perawat bagian rawat inap sehingga Rumah Sakit “X”
dapat berfungsi secara efektif dan efisien.
2. Untuk meningkatkan penampilan dimensi conscientiousness, disarankan
managemen Rumah Sakit “X” memberikan pelatihan leadership dan
character building terhadap kepala ruangan maupun kepala bidang
keperawatan agar mampu memotivasi dan mendorong perawat bagian
rawat inap untuk dapat memberikan yang terbaik untuk Rumah Sakit “X”
dengan memberikan teladan dalam waktu dan sikap kerja terhadap perawat
sehingga Rumah Sakit “X” dapat berfungsi secara efektif dan efisien.
3. Untuk meningkatkan penampilan dimensi civic virtue, disarankan
managemen Rumah Sakit “X” memberikan pelatihan service excellence
dengan harapan perawat bagian rawat inap dapat memberikan pelayanan
keperawatan yang terbaik serta mampu mengendalikan diri dalam sikap
terhadap pasien sehingga pasien dapat merasakan kepuasan terhadap
pelayanan keperawatan yang diberikan dan mampu untuk meningkatkan
reputasi Rumah Sakit “X”.
4. Disarankan kepada managemen Rumah Sakit “X” untuk meningkatkan
kepuasan terhadap faktor eksternal organizational constraints, pihak
Universitas Kristen Maranatha memberikan pengertian mengenai pembangunan yang telah dilakukan,
kemudian pihak managemen berusaha mengurangi kegaduhan akibat
Universitas Kristen Maranatha Friedenberg, Lisa, 1995. Psychological Testing, Design, Analysis and Use, Allyn and Bacon.
Guilford ,J.P, 1979. Psychometric Methods , Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited .
Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian, Jakarta: Grasindo.
Haryono, Erwin, Hari Kusnanto & M. Syafril Nusyirwa. 2006. Hubungan Persepsi terhadap Kualitas Pelayanan dengan Minat Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap Puskesmas dan Balai Pengobatan Swasta di Kabupaten Tapanuli Tengah, Working Paper Series No.4, Universitas Gadjah Mada.
Havighurst, R.J. 1972. Developmental Tasks and Education. New York : McKay.
Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran. Jakarta : PT Prenhalindo
Organ, Dennis W., Podsakoff, Philip M., MacKenzie, Scott B. 2006. Organizational Citizenship Behavior. Sage Publication, Inc.
Universitas Kristen Maranatha diakses 23 januari 2013).
Gede, Kirana Wisesa. 2009. Studi Deskriptif mengenai Organizational Citizenship Behavior pada Perawat In-Patient Rumah Sakit “X” di Kota Bandung. Skripsi. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
Jannah, K.D. 2003. Analisis Kualitas Pelayanan Kesehatan untuk Mewujudkan Kepuasan Pasien pada Rumah Sakit Siti Khodijah Pekalongan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. (http://yayasanperawatindonesia.com, diakses 23 januari 2013).
Nugraha, Bening 2012. Studi Deskriptif mengenai Organizational Citizenship Behavior pada Bidan Rumah Sakit “X” di Kota Bandung. Skripsi. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
Noviawan, M. 2008. Membangun Budaya Kolektif dalam Berorganisasi. Jurnal Gerakan Rakyat Indonesia (http://jurnalgri.blogspot.com/2008/11/membangun-budaya-kolektif-dalam.html, diakses 25 januari 2013).
Wirawan, 1998. Sikap Perawat dalam Pelayanan di Rumah Sakit. (http://komitekeperawatan.wordpress.com, diakses 23 januari 2013).