GAMBARAN WORK-FAMILY CONFLICT
PADA PERAWAT WANITA DI RUMAH
SAKIT UMUM PADANGSIDIMPUAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
Ujian Sarjana Psikologi
Oleh :
DARMA YANTI SIREGAR
061301011
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
▸ Baca selengkapnya: contoh soal tes perawat masuk rumah sakit
(2)LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul
Gambaran Work-Family Conflict Pada Perawat Wanita di Rumah Sakit
Umum Padangsidimpuan
merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip
dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah. Apabila dikemudian hari ditemukan
adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi
pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Juni 2011
Gambaran Work-Family Conflict Pada Perawat Wanita di Rumah Sakit
Umum Padangsidimpuan
Darma Yanti dan Vivi Gusrini Pohan
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran work-family conflict perawat wanita yang bekerja di Rumah Sakit dengan sistem shift dalam hal ini yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan. Sistem shift merupakan suatu sistem pengaturan kerja yang memberi peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk mengoperasikan pekerjaan. Shift kerja dibagi menjadi tiga yaitu : Shift pagi pukul 07.00 – 15.00, Shift siang pukul 15.00 – 23.00, dan Shift malam pukul 23.00 – 07.00.
Penelitian ini melibatkan 133 orang perawat wanita yang bekerja di Rumah Sakit Umum Padangsidempuan. Work-family Conflict ini diukur dengan skala family conflict yang dirancang oleh peneliti berdasarkan aspek
work-family conflict dari Greenhaus dan Beutell. Uji daya beda aitem dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment dan untuk mengetahui realibilitas alat ukur menggunakan teknik koefisien Alpha dari Conbrach. Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan realibilitas terhadap daya uji coba maka koefisien alpha keseluruhan aitem sebesar 0.903.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa work-family conflict di Rumah
Sakit Umum Padangsidimpuan yang tergolong rendah sebanyak 91 orang (68.42%), work-family conflict di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan yang tergolong sedang sebanyak 42 orang (31.58%), dan tidak ada (0%) orang yang mengalami Work-family conflict yang tinggi. Maka berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa mayoritas work-family conflict pada Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan tergolong kategori yang rendah, artinya perawat tersebut telah mampu menyeimbangkan perannya dalam pekerjaan dan rumah tangga.
Description of Work-Family Conflict On Women Nurses in General Hospital Padangsidimpuan
Darma Yanti and Vivi Gusrini Pohan
Abstract
This study aims to know the description of work-family conflict women nurses who worked in hospital with the shift system in this case the District General Hospital Padangsidimpuan. Shift system is a system of work arrangements that provide opportunities to take advantage of the overall time available to operate the job. Shift work is usually divided into three namely: Shift morning at 07:00 to 15:00, afternoon shift at 3:00 p.m. to 11:00 p.m., and Shift night at 23:00 to 07:00.
The study involved 133 female nurses who worked at the General Hospital Padangsidempuan. Work-Family Conflict was measured by work-family conflict scale designed by the researcher based on aspects of work-family conflict from Greenhaus and Beutell. Test different power aitem performed using Pearson Product Moment correlation coefficient and to determine the reliability of measuring instruments using the technique of Conbrach Alpha coefficient. Based on estimates of different power and reliability of power aitem trials aitem the overall alpha coefficient of 0.903.
The results of this study indicate that work-family conflict in the General Hospital Padangsidimpuan, which is categorized of low 91 people (68.42%), work-family conflict in the General Hospital Padangsidimpuan, which are categorized of middle 42 people (31.58%), and no (0 %) people who have Work-family conflict is high. So based on these results can be seen that the majority of work-family conflict on General Hospital Padangsidimpuan classified categories of low, meaning that the nurse has been able to balance its role in employment and household.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang
berjudul “Gambaran Work-family Conflict pada perawat wanita di Rumah Sakit
Umum Daerah Padangsidimpuan”.
Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan kedua orangtua saya.
Kepada mama tercinta Sariganti Panjaitan dan ayahanda tercinta Alm. Sakirman
Siregar, Saya ucapkan terima kasih banyak atas semua cinta dan kasih sayangnya,
untuk semua motivasinya, buat semua kesabaran dalam membesarkan dan
mendidik Saya, serta tak henti-hentinya memberikan banyak bantuan moril dan
materialnya. Skripsi ini juga saya persembahkan buat abang dan kakak saya
tercinta, bang Putra dan Kak Lia. Terima kasih banyak kepada abang dan kakak
atas bantuan baik moril maupun materil bagi Saya selama ini. Hanya Allah yang
dapat membalas semua kebaikan dan keikhlasan yang abang dan kakak berikan.
Tak lupa juga buat adikku tersayang, yang selalu memberikan dukungan dan do’a
untuk kakak. Semangat y dek kuliahnya.
Skripsi ini juga tidak mungkin selesai tanpa pihak-pihak yang telah banyak
membantu penulis. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M. Si., psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi
2. Kak Vivi Gusrini R. pohan, M.Sc., M.A., psikolog sebagai dosen
pembimbing utama yang telah memberikan ide, saran, kritikan dan
dorongan pada saya selama proses penyusunan seminar dan skripsi.
Terima kasih banyak atas segala kesabaran dan ketulusan ibu dalam
membimbing saya selama ini.
3. Ibu Lili Garliah, M. Si, psikolog, selaku Pembantu Dekan II dan dosen
Pembimbing Akademik yang selalu memberikan saran kepada penulis
dalam bidang akademik .
4. Ibu Gustiarti Leila, M.Psi., M.Kes.,psikolog, selaku ketua Departemen
Psikologi Industri dan Organisasi.
5. Seluruh staf pengajar fakultas psikologi USU atas segala ilmu dan
bantuannya selama perkuliahan serta Staf Pegawai Fakultas Psikologi
USU yang telah membantu penulis baik selama masa perkuliahan maupun
dalam penyelesaian skripsi (Pak Aswan, Pak Iskandar, Kak Devi, Kak
Ari, Kak Elly, Bang Guritno dan Kak Erna) – terimakasih atas bantuan
administrasinya.
6. Ilham Perwira beserta keluarga yang saya cintai dan sayangi, yang telah
mendorong saya agar lebih bersemangat untuk kuliah dan mengerjakan
skripsi saya ini.
7. Kak Sariah Pane dari Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan yang telah
membantu pengumpulan data penulis.
8. Kepada sahabat-sahabat penulis Nur Amsila, Yani, Yeni, Mona, Helva,
Terimakasih atas dukungan dan masa-masa yang telah kita lalui bersama.
Semangat terus taman-temanku……
Akhir kata penulis berharap skripsi yang amat sangat sederhana ini
memberikan manfaat bagi pembaca, dapat memberikan pemahaman mengenai
gambaran work-family conflict.
Medan, Juni 2011
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR ISI...vi
DAFTAR TABEL...ix
BAB I. PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Masalah...1
B. Permasalahan Penelitian ...10
C. Tujuan Penelitian...10
D. Manfaat Penelitian………..…...10
E. Sistematika Penulisan...11
BAB II. LANDASAN TEORI ...13
A. Work-Family Conflict ...13
1. Definisi Work-Family Conflict...13
2. Jenis-jenis Work-Family Conflict ...14
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda………15
B.Shift Kerja...16
1. Defenisi Shift Kerja ...16
2. Pembagian Jadwal Shift Kerja...18
3. Pengaruh Shift Kerja ...19
BAB III. METODE PENELITIAN...23
A. Identifikasi Variabel Penelitian ...23
B. Definisi Operasional ...23
C. Populasi dan metode Pengambilan Sampel ...24
D. Metode Pengumpulan Data ...24
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ...27
1. Validitas Alat Ukur ...27
2. Uji Daya Beda Aitem ...28
F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ...29
1. Hasil Uji Coba Skala Work-Family Conflict...30
G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian...31
1. Persiapan Penelitian ...31
2. Pelaksanaan Penelitian ...32
3. Tahap Pengolahan Data ...33
H. Metode Analisis Data...34
BAB IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN...35
A. Gambaran Subjek Penelitian ...35
1. Usia Subjek Penelitian...35
2. Status Pernikahan Subjek Penelitian ...36
3. Jumlah Pekerja Disetiap Ruangan...37
B. Hasil Penelitian ...39
1. Gambaran Umum Work-Family Conflict Pada Perawat Wanita di
Umum Padangsidimpuan...40
2. Gambaran Umum Work-Family Conflict Pada Perawat Wanita di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan Berdasarkan Aspek Work-Family Conflict...41
3. Gambaran Umum Work-Family Conflict Berdasarkan Penyebaran Subjek...43
C. Pembahasan…….………..50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...51
A. Kesimpulan...51
B. Saran ...52
DAFTAR PUSTAKA ...54
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Distribusi aitem skala Work-family conflict sebelum uji coba...26
Tabel 2.Kategorisasi norma nilai Work-family conflict...36
Tabel 3. Distribusi aitem skala Work-family conflict setelah uji coba...37
Tabel 4. Distribusi aitem skala Work-family conflict setelah uji coba dan setelah mengalami penyusunan kembali………...31
Tabel 5. Penyebaran subjek berdasarkan usia...35
Tabel 6. Penyebaran subjek berdasarkan status pernikahan...36
Tabel 7. Penyebaran subjek berdasarkan jumlah pekerja ...37
Tabel 8. Rumus kategorisasi work-family conflict...39
Tabel 9. Gambaran mean, nilai minimum, dan nilai maksimum work-family conflict...40
Tabel 10. Gambaran kategorisasi work-family conflict pada perawat wanita di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan secara umum...40
Tabel 11. Gambaran mean, nilai minimum, dan nilai maksimum komponen work-family conflict………..………...41
Tabel 12. Gambaran Kategorisasi Komponen Work-Family Conflict...42
Tabel 13. Gambaran Skor Work-family Conflict Pada Perawat Wanita Di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan...43
Tabel 15. Gambaran Skor Aspek Strain-based Conflict pada Perawat Wanita Di
Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan...47
Tabel 16. Gambaran Skor Aspek Behavior-based Conflict pada Perawat Wanita
Gambaran Work-Family Conflict Pada Perawat Wanita di Rumah Sakit
Umum Padangsidimpuan
Darma Yanti dan Vivi Gusrini Pohan
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran work-family conflict perawat wanita yang bekerja di Rumah Sakit dengan sistem shift dalam hal ini yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan. Sistem shift merupakan suatu sistem pengaturan kerja yang memberi peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk mengoperasikan pekerjaan. Shift kerja dibagi menjadi tiga yaitu : Shift pagi pukul 07.00 – 15.00, Shift siang pukul 15.00 – 23.00, dan Shift malam pukul 23.00 – 07.00.
Penelitian ini melibatkan 133 orang perawat wanita yang bekerja di Rumah Sakit Umum Padangsidempuan. Work-family Conflict ini diukur dengan skala family conflict yang dirancang oleh peneliti berdasarkan aspek
work-family conflict dari Greenhaus dan Beutell. Uji daya beda aitem dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment dan untuk mengetahui realibilitas alat ukur menggunakan teknik koefisien Alpha dari Conbrach. Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan realibilitas terhadap daya uji coba maka koefisien alpha keseluruhan aitem sebesar 0.903.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa work-family conflict di Rumah
Sakit Umum Padangsidimpuan yang tergolong rendah sebanyak 91 orang (68.42%), work-family conflict di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan yang tergolong sedang sebanyak 42 orang (31.58%), dan tidak ada (0%) orang yang mengalami Work-family conflict yang tinggi. Maka berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa mayoritas work-family conflict pada Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan tergolong kategori yang rendah, artinya perawat tersebut telah mampu menyeimbangkan perannya dalam pekerjaan dan rumah tangga.
Description of Work-Family Conflict On Women Nurses in General Hospital Padangsidimpuan
Darma Yanti and Vivi Gusrini Pohan
Abstract
This study aims to know the description of work-family conflict women nurses who worked in hospital with the shift system in this case the District General Hospital Padangsidimpuan. Shift system is a system of work arrangements that provide opportunities to take advantage of the overall time available to operate the job. Shift work is usually divided into three namely: Shift morning at 07:00 to 15:00, afternoon shift at 3:00 p.m. to 11:00 p.m., and Shift night at 23:00 to 07:00.
The study involved 133 female nurses who worked at the General Hospital Padangsidempuan. Work-Family Conflict was measured by work-family conflict scale designed by the researcher based on aspects of work-family conflict from Greenhaus and Beutell. Test different power aitem performed using Pearson Product Moment correlation coefficient and to determine the reliability of measuring instruments using the technique of Conbrach Alpha coefficient. Based on estimates of different power and reliability of power aitem trials aitem the overall alpha coefficient of 0.903.
The results of this study indicate that work-family conflict in the General Hospital Padangsidimpuan, which is categorized of low 91 people (68.42%), work-family conflict in the General Hospital Padangsidimpuan, which are categorized of middle 42 people (31.58%), and no (0 %) people who have Work-family conflict is high. So based on these results can be seen that the majority of work-family conflict on General Hospital Padangsidimpuan classified categories of low, meaning that the nurse has been able to balance its role in employment and household.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tujuan dari perusahaan adalah menghasilkan produk atau jasa
yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami
peningkatan maka perusahaan akan membuat peningkatan produksi dari para
karyawan agar dapat mencapai target yang dibuat perusahaan sehubungan dengan
permintaan pasar.
Gordon dan Henifin (dalam Muchinsky, 1997) menyatakan bahwa sistem
shift kerja memberikan kemungkinan meningkatnya hasil produksi perusahaan
sehubungan dengan permintaan barang-barang produksi yang juga meningkat.
Dengan demikian perusahaan akan mengatur jam kerja karyawan.
Menurut Muchinsky (1997), jam kerja karyawan dibagi dalam dua waktu,
yaitu jam kerja yang normal (tradisional) dan jam kerja shift. Jam kerja normal
adalah jam kerja dimana karyawan diharuskan untuk bekerja penuh selama kurang
lebih 8 jam sehari. Sedangkan jam kerja shift adalah jam kerja dimana karyawan
memiliki periode tertentu yang telah ditetapkan oleh perusahaan untuk
melaksanakan pekerjaan. Selanjutnya Riggio (1990) juga mengatakan bahwa
karyawan yang bekerja pada waktu normal digunakan istilah diurnal, yaitu
individu atau karyawan yang selalu aktif pada waktu siang hari atau setiap hari.
Sedangkan karyawan yang bekerja pada waktu malam hari digunakan istilah
dan istirahat pada siang hari. Sedangkan yang dimaksud dengan periode tertentu
adalah jangka waktu karyawan atau kelompok melakukan pekerjaan.
Menurut Muchinsky (1997) pelaksanaan shift itu sendiri ada yang dalam
satu shift dan ada shift yang berotasi. Dalam sistem kerja shift yang berotasi
karyawan bekerja dua minggu pada shift pagi, dua minggu pada shift siang, dua
minggu pada shift malam. Tidak ada keseragaman waktu shift kerja,
bermacam-macam perusahaan menggunakan shift yang berbeda. Biasanya dalam sehari
dibagi menjadi tiga shift yang masing-masing selama 8 jam, yaitu : (1) Shift pagi
pukul 07.00 – 15.00; (2) Shift siang pukul 15.00 – 23.00; (3) Shift malam pukul
23.00 – 07.00.
Menurut Muchinsky shfit kerja, selain berpengaruh terhadap peningkatan
produksi perusahaan, ternyata juga membawa dampak yang kurang baik, terutama
terhadap kesehatan karyawannya baik secara fisik, sosial maupun psikologis.
Keluhan psikologis yang dialami dan dikeluhkan karyawan adalah mereka merasa
depresi, tidak puas terhadap jam kerja mereka, stress dan menjadi cepat marah.
Menurut Bohle dan Tilley (2002), kerja dengan sistem shift memberikan
dampak terhadap karyawan yang dapat mempengaruhi : kualitas hidup, kinerja,
dan kelelahan. Shift kerja memiliki dampak terhadap kualitas kehidupan dari
individu atau karyawan yang bekerja dengan sistem shift. Hal ini berkaitan dengan
masalah kesehatan, kebiasaan makan, kebiasaan tidur (circardian rhytms), stress,
dan juga hubungan interpersonal dalam kehidupan sosial individu. Dampak shift
kerja pada karyawan terlihat dari kinerja mereka selama melakukan pekerjaan.
karyawan yang bekerja dengan sistem shift lebih sering mengeluh mengenai
kelelahan dalam bekerja.
Muchinsky (1997) mengungkapkan, bahwa karyawan yang bekerja dengan
sistem shift mengalami banyak masalah psikologis yang dihubungkan dengan
gangguan irama sirkulasi, bahwa tubuh telah terprogram untuk mengikuti ritme
tertentu. Shift kerja ini mengganggu ritme tidur, makan dan pencernaan serta ritme
bekerja karyawan, sehingga karyawan sering mengeluh kurang tidur, kurang nafsu
makan dan mudah marah.
Aamodt (1991) melaporkan hasil penelitian dari beberapa survey yang
menunjukkan bahwa shift kerja cenderung menimbulkan terganggunya fungsi
tubuh, seperti gangguan tidur dan masalah pencernaan. Selain itu shift kerja juga
memberikan pengaruh pada karyawan yang mempengaruhi hubungan dengan
keluarganya, partisipasi sosial dan kesempatan untuk beraktifitas diwaktu luang.
Hubungan keluarga dapat mengalami gangguan apabila pekerja memiliki waktu
yang kurang dengan keluarganya dan tidak dapat melaksanakan tanggungjawab
dan tugas-tugas yang berkaitan dengan keluarga.
Shift kerja sering dialami oleh karyawan yang bekerja di perusahaan jasa
yang beroperasi dalam 24 jam, seperti rumah sakit, pompa bensin, pabrik,
pemadam kebakaran, dan polisi (Glueck, 1982). Rumah Sakit merupakan salah
satu bentuk organisasi yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan dimana salah
satu upaya yang dilakukan adalah mendukung rujukan dari pelayanan tingkat
dasar, seperti puskesmas. Untuk itu, sebagai pusat rujukan dari pelayanan
pelayanannya terhadap masyarakat yang membutuhkan. Dalam sejarah
perkembangannya terdapat interaksi antara lingkungan dengan keadaan dalam
rumah sakit. Perubahan-perubahan selalu terjadi pada masa lalu, masa sekarang
dan masa mendatang yang selalu merubah sistem manejemen rumah sakit
(Trisnantoro, 2005).
Menurut Lokakarya (dalam Hidayat, 2008) Perawat merupakan tenaga
profesional yang perannya tidak dapat dikesampingkan dari semua bentuk
pelayanan rumah sakit. Peran ini disebabkan karena tugas perawat mengharuskan
kontak paling lama dengan pasien. Keperawatan merupakan suatu bentuk
pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan
biopsikososial dan spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu,
keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses
kehidupan manusia.
Menurut Hidayat (2008) peran perawat merupakan tingkah laku yang
diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam
sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat
maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan. Peran perawat
menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari peran sebagai pemberi
asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator,
konsultan, dan peneliti.
Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai
fungsi diantaranya : fungsi independen, fungsi dependen, dan fungsi
dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan
dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan
fisiologis dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi dan sebagainya. Dalam
fungsi dependen, perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau
instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang
diberikan. Sedangkan dalam fungsi interdependen, dilakukan dalam kelompok tim
yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan lainnya (Hidayat,
2008).
Perawat rumah sakit didominasi sebagian oleh tenaga kerja wanita,
keterlibatan wanita yang sudah kentara tetapi secara jelas belum diakui di
Indonesia membawa dampak terhadap peranan perempuan dalam kehidupan
keluarga (Indriyani, 2009). Perawat yang bekerja dan telah berumah tangga,
mereka akan menjalani dua peran sekaligus. Menjalani dua peran sekaligus,
sebagai seorang pekerja sekaligus sebagai ibu rumah tangga, tidaklah mudah.
Dimana mereka harus mampu menyeimbangkan waktu, tenaga dan pikiran antara
keluarga dan pekerjaan. Karyawan wanita yang telah menikah dan punya anak
memiliki peran dan tanggung jawab yang lebih berat daripada wanita yang belum
menikah. Hal ini disebabkan, sebagai seorang wanita yang telah menikah, wanita
memiliki tanggung jawab dan tugas-tugas yang harus dilaksanakan sedangkan
wanita yang belum menikah hanya mengurus dirinya sendiri. Konflik
pekerjaan-keluarga menjelaskan terjadinya benturan antara tanggung jawab pekerjaan
dirumah atau kehidupan rumah tangga (Frone & Cooper, 1994). Perawat yang
bekerja dapat menimbulkan konflik yaitu konflik keluarga dan konflik pekerjaan,
atau sering disebut sebagai konflik peran ganda wanita antara keluarga dan
pekerjaan.
Konflik antara pekerjaan dan keluarga dapat terjadi baik pada perempuan
maupun pria. Penelitian Apperson dkk (2002) menemukan bahwa ada beberapa
tingkatan konflik peran antara pria dan perempuan, perempuan mengalami konflik
peran pada tingkat yang lebih tinggi dibanding pria. Dibandingkan dengan pria,
wanita lebih dihadapkan pada posisi dilematis antara peran keluarga (family role)
dan peran pekerjaan (work role). Hal ini terjadi karena wanita secara alamiah
mengandung dan melahirkan anak sehingga tuntutan terhadap kewajiban
memelihara anak menjadi lebih kuat dibandingkan laki-laki. Tuntutan peran
keluarga membuat wanita harus lebih banyak memberikan perhatian kepada anak,
suami, dan orang tua. Di sisi lain tuntutan karier, memberikan kesempatan yang
luas bagi wanita untuk mengembangkan dirinya pada pekerjaan sehingga
menjanjikan perolehan jabatan (posisi) yang lebih baik ataupun pendapatan yang
lebih besar. Konflik pekerjaan dengan keluarga pada perempuan berperan ganda
terjadi ketika wanita dituntut untuk memenuhi harapan perannya dalam keluarga
dan dalam pekerjaan, dimana masing-masing membutuhkan waktu, dan energi
dari perempuan tersebut (Prawitasari, 2007). Konflik yang disebutkan diatas
disebut sebagai work-family conflict.
Work-family conflict adalah bentuk tekanan atau ketidakseimbangan peran
antara peran di pekerjaan dengan peran di dalam keluarga (Greenhaus & Beutell,
dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat
disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang
berusaha memenuhi tuntutan perannya dalam pekerjaan dan usaha tersebut
dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan
keluarganya, atau sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga
dipengaruhi oleh kemauan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya
(Frone, 1992).
Greenhaus dan Beutell (1985) mengidentifikasi tiga jenis work-family
conflict, yaitu : Time-based conflict, Strain-based conflict, dan Behavior-based
conflict . Time-based conflict yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan
salah satu tuntutan keluarga atau pekerjaan dapat mengurangi waktu untuk
menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga). Strain-based
conflict yaitu terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran mempengaruhi kinerja
peran yang lainnya. Behavior-based conflict yaitu berhubungan dengan
ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian
(pekerjaan atau keluarga).
Dalam menyelesaikan tugas-tugas dalam pekerjaanya terdapat gangguan
atau masalah-masalah yang berhubungan dengan faktor psikologis dalam diri
wanita tersebut, misalnya wanita itu merasa bersalah telah meninggalkan
keluarganya untuk bekerja, tertekan karena terbatasnya waktu dan beban
pekerjaan terlalu banyak serta situasi kerja yang kurang menyenangkan. Keadaan
ini akan mengganggu pikiran dan mental wanita ketika bekerja, sehingga
Stoner dan Charles (1990) menyatakan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi konflik peran ganda, yaitu : (a) Time pressure, semakin banyak
waktu yang digunakan untuk bekerja maka semakin sedikit waktu untuk keluarga.
(b) Family size dan support, semakin banyak anggota keluarga maka semakin
banyak konflik, dan semakin banyak dukungan keluarga maka semakin sedikit
konflik. (c) Kepuasan kerja, semakin tinggi kepuasan kerja maka konflik yang
dirasakan semakin sedikit. (d) Marital and life satisfaction, ada asumsi bahwa
wanita bekerja memiliki konsekuensi yang negatif terhadap pernikahannya. (e)
Size of firm, yaitu banyaknya pekerja dalam perusahaan mungkin saja
mempengaruhi konflik peran ganda seseorang.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, salah satu faktor yang mempengaruhi
work-family conflict adalah Time pressure. Faktor ini merupakan bagian dari
kondisi kerja yang dapat mengakibatkan work-family conflict yaitu shift kerja.
Dimana shift kerja memiliki efek terhadap fisiologis (kualitas tidur rendah,
kapasitas fisik maupun mental turun, gangguan saluran pencernaan), psikologis,
sosial maupun gangguan performasi kerja. Salah satu pengaruh shift dalam
lingkungan sosial adalah berkurangnya interaksi dengan keluarga sehingga hal ini
akan menimbulkan konflik dalam diri karyawan. Perawat yang telah menikah juga
mengalami peran ganda. Peran ganda wanita yang telah menikah adalah peran di
dalam keluarga, wanita tersebut juga berperan di dalam karirnya. Konflik
pekerjaan-keluarga menjelaskan terjadinya benturan antara tanggung jawab
pekerjaan dirumah atau kehidupan rumah tangga (Frone & Cooper, 1994). Dalam
urusan keluarga dan bekerja dapat menimbulkan konflik yaitu konflik keluarga
dan konflik pekerjaan, atau sering disebut sebagai konflik peran ganda wanita
antara keluarga dan pekerjaan. Perawat yang bekerja dalam sistem shift akan sulit
untuk membagi atau menyeimbangkan waktu untuk urusan keluarga dan bekerja.
Dengan demikian akan terjadi work-family conflict pada perawat.
Menurut Meadow (dalam Jiewell & Siegall, 1990), jadwal kerja yang
selalu bergantian tersebut ternyata berpengaruh buruk terhadap kesehatan, karena
(seperti yang biasanya diterapkan) tidak memungkinkan bagi perawat
menyesuaikan diri dengan pola kerja, tidur, dan makan yang tidak dikenalnya
sebelum terjadi perubahan. Shift kerja juga dapat merusak kehidupan perawat dan
membuat tambahan konflik dari pertentangan antara aktifitas kerja dan kehidupan
di luar aktifitas kerja.
Dalam hal ini penulis mengambil penelitian di salah satu perusahaan jasa
yang menggunakan sistem shift yaitu Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan.
Sistem shift yang digunakan di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan dibagi
menjadi tiga shift, yaitu shift pagi, shift siang dan shift malam, dimana setiap shift
terdiri dari 8 jam. Shift pagi pukul 07.00 – 15.00, shift siang pukul 15.00 – 23.00,
shift malam pukul 23.00 – 07.00. Berdasarkan uraian diatas membuat penulis
ingin meneliti lebih mendalam lagi mengenai bagaimana gambaran work-family
B. Permasalahan Penelitian
Bertitik tolak dari latar belakang penelitian, peneliti tertarik untuk meneliti
gambaran work-family conflict pada perawat wanita dengan sistem shift di Rumah
Sakit Umum Padangsidimpuan.
Adapun permasalahan penelitian ini adalah :
1. Bagaimana gambaran work-family conflict pada perawat wanita yang
bekerja dengan sistem shift ?
2. Bagaimana gambaran work-family conflict ditinjau dari segi usia dan
status pernikahan pada perawat di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan
?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan mengetahui secara jelas
gambaran work-family conflict pada perawat dan gambaran work-family conflict
ditinjau dari karakteristik subjek penelitian pada perawat yang bekerja dengan
sistem shift.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan bermanfaat bagi penelitian selanjutnya yang ingin meneliti lebih
lanjut mengenai work-family conflict serta apa dan bagaimana kondisi-kondisi
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
perusahaan mengenai bagaimana gambaran work-family conflict pada perawat
yang bekerja dengan sistem shift, sehingga dapat memberikan saran yang tepat
pada pihak perusahaan agar dapat mengatasi work-family conflict sehingga dapat
meningkatkan produktifitas dan kualitas kerja karyawan dan perusahaan itu
sendiri.
E. Sistematika Penelitian
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah penelitian ini
dilakukan, permasalahan penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang
menjadi objek penelitian. Memuat tentang shift kerja, dan
work-family conflict .
Bab III Metode Penelitian
Pada bab ini akan diungkapkan definisi operasional dari variable
penelitian, dimana pada penelitian ini variabel penelitiannya adalah
metode pengumpulan data, dan prosedur analisis data yang akan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Work-Family Conflict
1. Definisi Work-Family Conflict
Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole
conflict yaitu tekanan atau ketidakseimbangan peran antara peran dipekerjaan
dengan peran didalam keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985). Jam kerja yang
panjang dan beban kerja yang berat merupakan pertanda langsung akan terjadinya
konflik pekerjaan-keluarga (WFC), dikarenakan waktu dan upaya yang berlebihan
dipakai untuk bekerja mengakibatkan kurangnya waktu dan energi yang bisa
digunakan untuk melakukan aktivitas-aktivitas keluarga (Greenhaus & Beutell,
1985).
Menurut Dahrendrof (2002) salah satu jenis dari konflik adalah konflik
antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan dalam
keluarga atau profesi (konflik peran/ role). Frone (1992) mengatakan kehadiran
salah satu peran (pekerjaan) akan menyebabkan kesulitan dalam memenuhi peran
tuntutan peran yang lain (keluarga), harapan orang lain terhadap berbagai peran
yang harus dilakukan seseorang dapat menimbulkan konflik. Konflik terjadi
apabila harapan peran mengakibatkan seseorang sulit membagi waktu dan sulit
untuk melaksanakan salah satu peran karena hadirnya peran yang lain.
Frone, Rusell & Cooper (1992) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga
melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan keluarga
secara utuh, sehingga sulit membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga
dan keluarga mengganggu pekerjaan. Pekerjaan mengganggu keluarga, artinya
sebagian besar waktu dan perhatian dicurahkan untuk melakukan pekerjaan
sehingga kurang mempunyai waktu untuk keluarga. Sebaliknya keluarga
mengganggu pekerjaan berarti sebagian besar waktu dan perhatiannya digunakan
untuk menyelesaikan urusan keluarga sehingga mengganggu pekerjaan. Konflik
pekerjaan-keluarga ini terjadi ketika kehidupan rumah seseorang
Jadi WFC merupakan salah satu bentuk dari konflik peran dimana secara
umum dapat didefinisikan sebagai kemunculan stimulus dari dua tekanan peran.
Kehadiran salah satu peran akan menyebabkan kesulitan dalam memenuhi
tuntutan peran yang lain. Sehingga mengakibatkan individu sulit membagi waktu
dan sulit untuk melaksanakan salah satu peran karena hadirnya peran yang lain.
2. Jenis-jenis Work-Family Conflict
Greenhaus dan Beutell dan Gutek et al. (dalam Schabracq, Winnubst, &
Cooper, 2003) menggambarkan tiga tipe konflik yang berkaitan dengan dilema
peran perempuan antara di rumah tangga dan pekerjaan.
a. Time-Based Conflict, yaitu konflik yang terjadi karena waktu yang
digunakan untuk memenuhi satu peran tidak dapat digunakan untuk
memenuhi peran lainnya, meliputi pembagian waktu, energi dan
kesempatan antara peran pekerjaan dan rumah tangga. Dalam hal ini,
tuntutan dan perilaku yang dibutuhkan untuk memerankan keduanya tidak
sesuai.
b. Strain Based Conflict yaitu mengacu kepada munculnya ketegangan atau
keadaan emosional yang dihasilkan oleh salah satu peran membuat
seseorang sulit untuk memenuhi tuntutan perannya yang lain. Sebagai
contoh, seorang ibu yang seharian bekerja, ia akan merasa lelah, dan hal
itu membuatnya sulit untuk duduk dengan nyaman menemani anak
menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Ketegangan peran ini bisa termasuk
stress, tekanan darah meningkat, kecemasan, keadaan emosional, dan
sakit kepala.
c. Behavior Based Conflict, yaitu konflik yang muncul ketika pengharapan
dari suatu perilaku yang berbeda dengan pengharapan dari perilaku peran
lainnya. Ketidaksesuaian perilaku individu ketika bekerja dan ketika di
rumah, yang disebabkan perbedaan aturan perilaku seorang wanita karir
biasanya sulit menukar antara peran yang dia jalani satu dengan yang lain.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda
Stoner dan Charles (1990) menyatakan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi konflik peran ganda, yaitu :
i. Time pressure, semakin banyak waktu yang digunakan untuk bekerja
maka semakin sedikit waktu untuk keluarga.
ii. Family size dan support, semakin banyak anggota keluarga maka
semakin banyak konflik, dan semakin banyak dukungan keluarga maka
iii. Kepuasan kerja, semakin tinggi kepuasan kerja maka konflik yang
dirasakan semakin sedikit.
iv. Marital and life satisfaction, ada asumsi bahwa wanita bekerja memiliki
konsekuensi yang negatif terhadap pernikahannya.
v. Size of firm, yaitu banyaknya pekerja dalam perusahaan mungkin saja
mempengaruhi konflik peran ganda seseorang.
B.Shift Kerja
1. Definisi Shift Kerja
Sistem shift merupakan suatu sistem pengaturan kerja yang memberi
peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk
mengoperasikan pekerjaan (Muchinsky,1997). Sistem shift digunakan sebagai
suatu cara yang paling mungkin untuk memenuhi tuntutan akan kecendrungan
semakin meningkatnya permintaan barang-barang produksi. Sistem ini dipandang
akan mampu meningkatkan produktifitas suatu perusahaan yang
menggunakannya.
Menurut Landy (dalam Muchinsky, 1997), jadwal kerja shift adalah
adanya pengalihan tugas atau pekerjaan dari satu kelompok karyawan pada
kelompok karyawan yang lain. Sedangkan Riggio (1990) mendefinisikan shift
kerja sebagai suatu jadwal kerja dimana setiap karyawan secara bergantian datang
ke tempat kerja agar kegiatan operasional tetap berjalan.
Gordon dan Henifin (dalam Muchinsky, 1997), mengatakan bahwa shift
biasanya, akan tetapi jam kerja tetap dimulai dari pukul 07.00 – 09.00 pagi.
Sedangkan White dan Keith (dalam Riggio, 1990), mendefinisikan shift kerja
sebagai jadwal kerja diluar periode antara jam 08.00 – 16.00. Pigors dan Myers
(dalam Aamodt,1991), mengatakan shift kerja adalah suatu alternatif untuk
memperpanjang jam kerja bagi kehadiran karyawan bila itu dibutuhkan untuk
meningkatkan hasil produksi.
Pelaksanaan dari shift itu sendiri adalah dengan cara bergantian, yakni
karyawan pada periode tertentu bergantian dengan karyawan pada periode
berikutnya untuk melakukan pekerjaan yang sama. Karyawan yang bekerja pada
waktu normal digunakan istilah diurnal, yaitu individu atau karyawan yang selalu
aktif pada waktu siang hari atau setiap hari. Sedangkan karyawan yang bekerja
pada waktu malam hari digunakan istilah nocturnal, yaitu individu atau karyawan
yang bekerja atau aktif pada malam hari dan istirahat pada siang hari (Riggio,
1990).
Adapun definisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah, bahwa shift
kerja merupakan sistem pengaturan waktu kerja yang memungkinkan karyawan
berpindah dari satu waktu ke waktu yang lain setelah periode tertentu, yaitu
dengan cara bergantian antar kelompok kerja satu dengan kelompok kerja yang
lain sehingga memberi peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang
2. Pembagian Jadwal Shift Kerja
Tidak ada keseragaman waktu shift kerja, bermacam-macam perusahaan
menggunakan shift yang berbeda. Biasanya dalam sehari dibagi menjadi tiga shift
masing-masing selama delapan jam (Muchinsky, 1997), yaitu :
1) Shift pagi pukul 07.00 – 15.00
2) Shift siang pukul 15.00 – 23.00
3) Shift malam pukul 23.00 – 07.00
Duchon (dalam Timpe, 1992), membagi jadwal shift kerja menjadi :
a. 8 jam : terdiri dari shift pagi, shift siang dan shift malam.
b. 12 jam : terdiri dari shift pagi dan shift malam.
Duchon (dalam Timpe, 1992) juga menambahkan, bahwa shift kerja
tersebut memiliki rotasi, yang merupakan pergantian jadwal kerja antara
karyawan yang satu dengan karyawan yang lainnya. Ada dua bentuk rotasi, yaitu :
a. 4 – 4 : yaitu, jadwal shift kerja 4 hari kerja dan 4 hari libur.
b. 2 – 3 – 2 : yaitu, jadwal shift kerja 2 hari kerja, 3 hari libur dan 2 hari
kerja.
Jadwal kerja 2-3-2 ini adalah jadwal shift kerja yang paling sering
digunakan oleh pabrik-pabrik atau perusahaan yang bergerak di bidang jasa
pelayanan.
Jadi pembagian jadwal shift kerja adalah, bahwa shift kerja terdiri dari 8
shift siang dan shift malam, sedangkan shift kerja 12 jam dibagi menjadi shift pagi
dan shift malam.
3. Pengaruh Shift Kerja
Sistem shift kerja memberikan kemungkinan meningkatnya hasil produksi
perusahaan sehubungan dengan permintaan barang-barang produksi yang juga
meningkat. Selain berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas perusahaan
ternyata sistem shift kerja ini juga membawa dampak yang kurang baik, terutama
terhadap kesehatan karyawan baik secara fisik, sosial maupun psikologis. Keluhan
psikologis yang dialami karyawan adalah ,mereka merasa depresi, tidak puas
terhadap jam kerja mereka, menjadi cepat marah dan stress.
Sedangkan menurut Bohle dan Tilley (2002), kerja dengan sistem shift
ternyata memberikan dampak terhadap karyawan yang dapat mempengaruhi :
1. Kualitas Hidup
Shift kerja memiliki dampak terhadap kualitas kehidupan dari individu
atau karyawan yang bekerja dengan sistem shift. Hal ini tersebut berkaitan
dengan masalah kesehatan, kebiasaan makan, kebiasaan tidur (circardian
rhytms), stress, dan juga hubungan interpersonal dalam kehidupan sosial
individu.
2. Kinerja
Dampak shift kerja pada karyawan terlihat dari kinerja mereka selama
melakukan pekerjaan. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana tingkat
3. Kelelahan
Pada umumnya karyawan yang bekerja dengan sistem shift lebih sering
mengeluh mengenai kelelahan dalam bekerja. Hal tersebut merupakan
pemicu utama yang dapat menyebabkan karyawan stress dalam bekerja.
Aamodt (1991), melaporkan hasil penelitian dari beberapa survey yang
menunjukkan bahwa shift kerja cenderung menimbulkan terganggunya fungsi
tubuh, seperti gangguan tidur dan masalah pencernaan. Selain itu shift kerja juga
memberikan pengaruh pada karyawan yang berkaitan pada hubungan dengan
keluarganya, partisipasi sosial dan kesempatan untuk beraktifitas diwaktu luang.
Muchinsky (1997) mengungkapkan, bahwa karyawan yang bekerja dengan
sistem shift mengalami banyak masalah psikologis yang dihubungkan dengan
gangguan irama sirkulasi, bahwa tubuh telah terprogram untuk mengikuti ritme
tertentu. Shift kerja ini mengganggu ritme tidur, makan dan pencernaan serta ritme
bekerja karyawan, sehingga karyawan sering mengeluh kurang tidur, kurang nafsu
makan dan mudah marah. Menurut Aamodt (1991), shift kerja memberikan efek
lebih pada pekerja laki-laki, sedangkan pekerja wanita cenderung menyesuaikan
jadwal mereka pada kebutuhan rumah tangga.
Kerja shift memang menimbulkan efek-efek tertentu bagi karyawan, tetapi
seberapa jauh efek tersebut muncul ditentukan oleh beberapa faktor (Aamodt,
1991), yaitu :
a) Waktu shift, yaitu pada shift dimana karyawan bekerja, apakah pada
karakteristik tersendiri yang relatif berbeda satu sama lain.
Karakteristik tiap shift yang berbeda ini akan membawa efek yang
berbeda pula pada karyawan.
b) Frekuensi rotasi, berapa sering jadwal tersebut berputar. Semakin
sering berpindah shift maka akan semakin banyak masalah yang
ditimbulkan.
c) Keluarga, pembagian waktu untuk anggota keluarga, bagaimana
menyesuaikan waktu yang dimiliki oleh karyawan dengan waktu yang
dimiliki anggota keluarga yang lain.
d) Kemampuan adaptasi ritme tubuh; bagaimana tubuh dapat
menyesuaikan atau beradaptasi dengan jadwal kerja shift tersebut. Jika
tubuh tidak dapat beradaptasi dengan cepat maka dapat timbul masalah
kesehatan pada karyawan.
e) Keunikan kerja shift atau kesempatan untuk bersosialisasi; efek sosial
dari kerja shift sebetulnya dapat dikurangi jika suatu daerah banyak
organisasi atau perusahaan yang juga memberlakukan kerja shift.
Semakin banyak yang menggunakan jadwal kerja shift akan semakin
banyak rumah makan, toko-toko, pabrik yang buka pada malam hari,
sehingga makin banyak pula individu-individu yang dapat diajak untuk
Secara garis besar, Mc.Cormick (dalam Glueck, 1982) mengungkapkan
sistem shift kerja akan memberikan pengaruh pada :
a) Karyawan itu sendiri; meliputi kesehatan fisik, hubungan keluarga,
partisipasi sosial, sikap keluarga dan sebagainya.
b) Perusahaan; seperti pada produktifitas, absensi, turn-over dan sebagainya.
4. Alasan Perusahaan Menggunakan Jadwal Shift
Glueck (1982) menyatakan, ada beberapa alasan mengapa suatu organisasi
atau perusahaan menggunakan jadwal kerja shift, yaitu :
a. Karena kemajuan teknologi; pada proses industri yang berkesinambungan,
seperti pada perusahaan minyak, kimia, dimana mesin-mesin tidak dapat
sewaktu-waktu dihentikan tanpa menimbulkan kerugian biaya.
b. Alasan ekonomi; biaya peralatan yang harus dikeluarkan, jika hanya satu
shift mungkin terlalu mahal.
c. Permintaan pasar, yaitu terdapat peningkatan permintaan terhadap produk
tertentu sehingga dibutuhkan lebih dari satu shift.
Beberapa jasa juga harus beroperasi dalam 24 jam, seperti rumah sakit,
pompa bensin, pabrik, pemadam kebakaran, dan polisi (Glueck,1982). Sehingga
banyak dari pihak orang atau perusahaan mengambil kebijakan untuk
BAB III
METODE PENELITIAN
Permasalahan yang ingin dilihat dalam penelitian ini sesuai dengan yang
telah dikemukakan pada Bab I Pendahuluan adalah untuk mendapatkan gambaran
work-family conflict pada perawat wanita yang bekerja dengan sistem shift.
Karena itu, penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan
deskriptif.
Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai
kekhususan objek studi misalnya menggambarkan ciri-ciri, karakteristik, kondisi
suatu gejala, orang atau kelompok. Penelitian ini tidak untuk meramalkan hasil
tapi hanya ingin melihat gambaran mengenai objek studi atau menggambarkan
penyebaran frekuensi (Irmawati dkk, 2003).
A. VARIABEL PENELITIAN
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
work-family conflict
B. DEFINISI OPERASIONAL
Work-Family Conflict merupakan salah satu bentuk dari konflik peran
dimana munculnya stimulus dari dua tekanan peran. Work-Family Conflict ini
Conflict yang terdiri dari Time-based conflict, Strain-based conflict, dan
Behavior-based conflict.
Semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang dalam Skala Work-Family
Conflict yang diberikan, artinya semakin tinggi Work-Family Conflict yang
dimiliki seseorang, yang menunjukkan semakin tinggi konflik peran yang
dialaminya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh seseorang dalam
Skala Work-Family Conflict yang diberikan, artinya semakin rendah Work-Family
Conflict yang dimiliki seseorang, yang menunjukkan semakin rendah konflik
peran yang dialami.
C. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL
Populasi adalah keseluruhan individu yang akan diselidiki dan mempunyai
minimal satu sifat yang sama atau ciri-ciri yang sama dan untuk siapa kenyataan
yang diperoleh dari subjek penelitian hendak digeneralisasi (Hadi, 2000).
Karakteristik populasi pada penelitian ini adalah perawat wanita yang bekerja
dengan sistem shift, dalam hal ini seluruh perawat di Rumah Sakit Umum Daerah
Padangsidimpuan.
Penelitian ini merupakan peneliti populasi karena melibatkan seluruh
D. METODE PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data hendaknya disesuaikan dengan tujuan
penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2000). Data
penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode skala.
Azwar (2004) mengemukakan kebaikan – kebaikan skala dan alasan –
alasan penggunaanya, yaitu:
1. Pernyataan disusun untuk memancing jawaban yang merupakan
refleksi dari keadaan subjek sendiri yang tidak disadari
2. Skala digunakan untuk mengungkap suatu atribut tunggal
3. Subjek tidak menyadari arah jawaban yang sesungguhnya diungkap
dari pertanyaan skala.
Pengambilan data work-family conflict dalam penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan skala work-family conflict. Skala ini merupakan skala
psikologis yang terdiri dari butir pernyataan yang disusun oleh peneliti
berdasarkan teori Greenhaus & Beutell, 1985. Model skala work-family conflict
ini menggunakan skala Likert. Aitem terdiri dari pernyataan dengan lima pilihan
jawaban yaitu : SS (Sangat Setuju), S (Setuju), N (Netral), TS (Tidak Setuju), dan
STS (Sangat Tidak Setuju). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favourable
(mendukung) atau unfavourable (tidak mendukung). Nilai setiap pilihan bergerak
4, N = 3, TS = 2, STS = 1. Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan
unfavourable adalah SS = 1, S = 2, N = 3, TS = 4, STS = 5.
Tabel 1
Distribusi aitem skala work-family conflict sebelum uji coba
No Aspek Indikator
Jumlah aitem yang akan dibuat dalam skala work-family conflict adalah sebanyak
60.
Tabel 2
Kategorisasi Norma Nilai Work-family Conflict
Rentang nilai Kategorisasi
X < (µ - 1,0
σ
) Rendah(µ + 1,0
σ
) ≤ X TinggiKeterangan tabel 2:
µ = mean skor kecerdasan adversitas
σ = standar deviasi
E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR
Salah satu masalah utama dalam kegiatan penelitian sosial khususnya
Psikologi adalah cara memperoleh data yang akurat dan objektif. Hal ini menjadi
sangat penting, artinya kesimpulan penelitian hanya akan dapat dipercaya apabila
didasarkan pada info yang juga dapat dipercaya (Azwar, 2001). Dengan
memperhatikan kondisi ini, tampak bahwa alat pengumpulan data dalam
mengungkap kondisi yang ingin diukur tergantung pada validitas dan reliabilitas
alat ukur yang akan diukur.
1. Validitas Alat Ukur
Pengujian validitas diperlukan untuk mengetahui apakah skala pada
penelitian ini mampu menghasilkan data akurat sesuai dengan tujuan ukurnya.
Validitas alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini adalah validitas isi yaitu
validitas yang menunjukkan sejauh mana aitem dalam skala mencakup
keseluruhan isi yang hendak diungkap oleh tes tersebut. Hal ini berarti isi alat
ukur tersebut harus komprehensif dan memuat isi yang relevan serta tidak keluar
Penilaian validitas isi tergantung pada penilaian subjektif individual. Hal
ini dikarenakan estimasi validitas isi tidak melibatkan perhitungan statistik apapun
melainkan dengan analisis rasional dan melalui professional judgement (Azwar,
2000). Dalam penelitian ini, peneliti meminta professional judgement yaitu dosen
pembimbing peneliti.
2. Uji Daya Beda Aitem
Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu
membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang
tidak memiliki atribut yang diukur. Suatu tes atau instrument pengukur dikatakan
mempunyai daya beda aitem yang tinggi apabila alat tersebut dapat menjalankan
fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud
dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2000).
Uji daya beda aitem terhadap skala dilakukan dengan menghitung
koefisien korelasi antar skor aitem dengan skor total skala. Teknik analisis
korelasi yang digunakan adalah Pearson Product Meamon. Prosedur pengukuran
konsistensi item total ini akan menghasilkan koefisien korelasi item total yang
dikenal dengan indeks daya beda item (Azwar, 2000). Uji daya beda item ini akan
dilakukan pada alat ukur dalam penelitian ini yaitu, skala work-family conflict.
Setiap butir item pada skala akan dikorelasikan dengan skor total skala. Prosedur
pengujian ini menggunakan taraf signifikansi 5% (p<0,05). Pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS versi 16.0 For Windows.
Reliabilitas diterjemahkan dari kata reliability. Reliabilitas mengacu pada
konsistensi hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran.
Pengukuran yang tidak reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat
dipercaya karena perbedaan skor yang terjadi di antara individu lebih ditentukan
oleh faktor error (kesalahan) daripada faktor perbedaan yang sesungguhnya.
Pengukuran yang tidak reliabel tentu tidak akan konsisten pula dari waktu ke
waktu (Azwar, 2004).
Pada penelitian ini, pengujian reliabilitas menggunakan pendekatan
internal konsistensi yang prosedurnya hanya melakukan satu kali pengenaan tes
pada sekelompok subjek (Azwar, 2004). Teknik yang digunakan adalah koefisien
Alpha Cronbach dengan menggunakan program SPSS version 16.0 For Windows.
F. HASIL UJI COBA ALAT UKUR
Sebelum melakukan pengambilan data yang sebenarnya, terlebih dahulu
dilakukan uji coba alat ukur penelitian untuk mengetahui kualitas dari
masing-masing aitem. Uji coba alat ukur penelitian dilakukan terhadap 100 orang perawat
Di Padang Sidempuan. Untuk melihat daya beda item pada suatu skala, akan
dilakukan analisa dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS versi 16 for
Windows kemudian nilai corrected item correlation yang diperoleh dibandingkan
dengan koefisien korelasi Pearson Product Moment dengan interval kepercayaan
95% yang memiliki harga kritis mulai dari (harga kritis untuk n=58). Akan tetapi
dalam penelitian ini, peneliti memakai kriteria pemilihan item berdasarkan
koefisien korelasi sebesar minimal 0,3 daya pembedanya dianggap memuaskan
(Azwar, 2000).
1. Uji Coba Skala Work-Family Conflict
Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan reliabilitas terhadap data uji coba
yang telah diperoleh, maka koefisien alpha keseluruhan butir pernyataan sebesar
0.903, sedangkan berdasarkan daya beda aitem ditemukan 25 aitem yang gugur
atau tidak dapat digunakan lagi dan ada 33 aitem yang dapat digunakan. Distribusi
aitem setelah uji coba skala work-family conflict dapat dilihat pada tabel berikut
ini :
Tabel 3
Distribusi aitem skala work-family conflict setelah uji coba
Sebelum skala work-family conflict ini digunakan dalam penelitian terlebih
dahulu item yang telah memenuhi daya beda dan reliabilitas disusun kembali,
sehingga penyebaran item setelah disusun kembali dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4
Distribusi aitem skala work-family conflict setelah diperbaiki
No Aspek Indikator
G. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN
Prosedur pelaksanaan peneliitan terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut
adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data.
1. Persiapan Penelitian
Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah mempersiapkan dan
pembuatan alat ukur serta uji coba alat ukur. Sebelum suatu alat ukur dibuat maka
dari alat ukur tersebut. Kemudian dari komponen-komponen tersebut dibuat
sejumlah pernyataan-pernyataan atau item-item. Item-item yang dibuat kemudian
dievaluasi.
Adapun evaluasi yang dilakukan adalah dari segi bidang yang diuji, segi
format dan penulisan item serta dari segi penerjemahan gagasan dalam bahasa
(Suryabrata, 2000). Evaluasi dari segi bidang yang diuji dilakukan dengan
menelaah kembali bersama dosen pembimbing mengenai kejelasan konsep dasar
dan kesesuaian antara item yang dibuat dengan komponen-komponen komitmen
terhadap organisasi yang dikemukakan oleh Allen dan Meyer (1996). Evaluasi
dari segi format dan penulisan item dilakukan dengan membuat ukuran dan jenis
tulisan agar lebih mudah dibaca oleh subjek penelitian.
Skala kemudian diujicobakan kepada sampel yang sesuai dengan
karakteristik yang telah ditetapkan. Jumlah skala yang disebar sebanyak 150
eksemplar dan yang kembali sebanyak 100 eksemplar. Kemudian dilakukan uji
daya beda item dan reliabilitas skala komitmen terhadap organisasi. Hasilnya, dari
58 item diperoleh 33 item yang valid dengan reliabilitas skala sebesar. Kemudian
peneliti menyusun kembali item-item yang valid dan dijadikan skala dalam bentuk
buku.
2. Pelaksanaan Penelitian
Setelah alat ukur diujicobakan, kemudian peneliti melakukan penelitian
dengan mendatangi subjek penelitian secara langsung dan memberikannya sebuah
skala untuk diisi. Skala yang disebar berjumlah 150 buah skala. Sedangkan
skala hanya 133 buah skala yang dapat diolah sebagai data penelitian, sedangkan
5 buah skala dinyatakan gugur karena subjek penelitian tidak mengisi identitas
diri.
3. Tahap Pengolahan Data
Setelah data terkumpul seluruhnya, maka data tersebut diolah dengan
menggunakan SPSS versi 16,0 for Windows. Pengolahan data dilakukan sebagai
berikut:
a. Gambaran umum subjek penelitian diperoleh dari jawaban subjek pada
data-data pribadi, diolah, dan digunakan dalam bentuk frekuensi dan
persentase. Perintah yang digunakan pada SPSS versi 16.0 for Windows
adalah “frequencies”.
b. Gambaran mean untuk ketiga komponen komitmen terhadap organisasi
pada perawat diperoleh dengan menggunakan SPSS versi 16.0 for
Windows dengan perintah “descriptive”.
c. Perbandingan antar mean untuk ketiga komponen Work_family conflict
pada perawat wanita berdasarkan data-data pribadi yang ada akan
diperoleh dengan menggunakan SPSS versi 16.0 for Windows dengan
perintah “compare means”. Data-data pribadi dalam penelitian ini dibuat
untuk memperkaya hasil penelitian ini dan juga dapat digunakan dalam
H. METODE ANALISIS DATA
Azwar (2004), menyatakan bahwa penelitian deskriptif menganalisa dan
menyajikan data secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan
disimpulkan. Kesimpulan yang dihasilkan selalu dapat dikembalikan langsung pada
data yang diperoleh.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan metode
statistik dengan menggunakan bantuan program SPSS 16 for Windows Version.
Pertimbangan penggunaan statistik dalam penelitian ini menurut Hadi (2000) adalah:
1. Statistik bekerja dengan angka-angka.
2. Statistik bersifat objektif.
3. Statistik bersifat universal, artinya dapat digunakan hampir pada semua
bidang penelitian.
Untuk mendapatkan gambaran skor work-family conflict pada pekerja
dengan sistem shift digunakan statistik deskriptif. Sebelum dilakukan analisa data,
terlebih dahulu dilakukan uji asumsi terhadap hasil penelitian yang meliputi uji
normalitas. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi variabel
work-family conflict pada data penelitian terdistribusi secara normal. Uji
Data dikatakan terdistribusi normal jika harga p> 0.05 (Hadi, 2000).
Data yang akan diolah yaitu skor minimum, skor maksimum, mean, dan
standar deviasi. Hadi (2000) menyatakan bahwa uraian kesimpulan dalam
penelitian deskriptif didasari oleh angka yang tidak terlalu dalam.
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian.
Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek
penelitian, diikuti dengan gambaran work-family conflict pada karyawan yang
bekerja dengan sistem shift, dalam hal ini perawat yang bekerja di Rumah Sakit
Umum Daerah Padangsidimpuan.
A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah perawat wanita
di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan. Melalui skala yang disebarkan,
diperoleh gambaran subjek penelitian menuurt usia, status pernikahan, dan
ruangan bekerja.
1. Usia Subjek Penelitian
Berdasarkan usia, penyebaran subjek penelitian pada perawat wanita di
Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Penyebaran subjek berdasarkan usia
Usia Frekuensi Persentase (%)
Dewasa madya (40-60
tahun)
15 11.3
Total 133 100
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah subjek yang dewasa dini
berusia 20-40 tahun sebanyak 117 orang (88.7%) dan subjek yang dewasa madya
berusia 40-60 tahun sebanyak 15 orang (11.3%).
Gambar 1. Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia
2. Status Pernikahan
Berdasarkan status pernikahan subjek penelitian maka diperoleh data subjek
sebagai berikut.
Tabel 6. Penyebaran Subjek Berdasarkan Status Pernikahan
Status Pernikahan Frekuensi Persentase (%)
Menikah 97 72.9
Belum Menikah 36 27.1
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa jumlah subjek penelitian yang
telah menikah sebanyak 97 orang (72.93%) dan jumlah subjek penelitian yang
belum menikah sebanyak 36 orang (27.07%).
Gambar 2. Penyebaran Subjek Berdasarkan Status Pernikahan
3. Jumlah Pekerja
Berdasarkan jumlah pekerja, peneliti menggambarkan penyebaran subjek
berdasarkan jumlah dari setiap ruangan yang memiliki tuntutan pekerjaan yang
berbeda-beda. Dimana hal ini akan mempengaruhi munculnya work-family
conflict. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan jumlah pekerja dari setiap
ruangan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jumlah Pekerja Dalam Setiap
Ruangan
Ruangan Frequency Percent
Kebidanan 30 22.6
Ruang I 16 12.0
Ruang II 20 15.0
Ruang IV 10 7.5
ICU 12 9.0
Rawat bedah 11 8.3
VIP 14 10.5
Instalasi Gawat Darurat 10 7.5
Total 133 100.0
Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa ruangan terbanyak yang dimiliki
subjek penelitian adalah di Ruangan Kebidanan yaitu sebanyak 30 orang (22.6%),
kemudian diikuti oleh Ruang II yaitu sebanyak 20 orang (15.0%). Pada urutan
ketiga subjek penelitian dari Ruang I sebanyak 16 orang (12.0%), kemudian
urutan selanjutnya ruang VIP sebanyak 14 subjek (10.5%), lalu Ruang ICU
sebanyak 12 orang (9.0%), urutan selanjutnya ruang Rawat Bedah sebanyak 11
orang (8.3%), dan yang terakhir Ruang III, Ruang IV, serta Ruang Instalasi Gawat
Darurat sama-sama berjumlah 10 orang (7.5%).
B. HASIL PENELITIAN
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk melihat gambaran umum
work-family conflict pada Perawat Wanita di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan
berdasarkan usia, status pernikahan dan jumlah pekerja di setiap ruangan, serta
gambaran umum work-family conflict dari ketiga aspek yaitu : time-based conflit,
strain-based conflict, dan behavior-based conflict.
Analisa gambaran work-family conflict dapat dilakukan dengan mean, nilai
maksimum dan nilai minimum yang dimiliki subjek penelitian. Penggolongan
pada masing-masing komponen dilakukan dengan rumus kategorisasi sebagai
berikut:
Tabel 8. Rumus kategorisasi work-family conflict
Rentang nilai Kategorisasi
X < (µ - 1,0
σ
) Rendah(µ - 1,0
σ
) ≤ X < (µ + 1,0σ
) Sedang(µ + 1,0
σ
) ≤ X Tinggiμ : rata-rata nilai work-family conflict
σ : standar deviasi
1. Gambaran Umum Work-family conflict pada Perawat Wanita di Rumah
Sakit Umum Padangsidimpuan
Jumlah aitem yang digunakan untuk mengungkap work-family conflict pada
perawat wanita di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan sebanyak 33 aitem.
Berikut adalah hasil perhitungan mean score empirik dan mean score hipotetik
pada Tabel 9.
Tabel 9.Gambaran mean, nilai minimum, dan nilai maksimum work-family
conflict
Variabel N Minimum Maksimum Mean
Hipotetik
Mean
Empirik
Std.
Deviasi
Work-family
conflict
33 33 165 99 69.94 22
Tabel 10.Gambaran kategorisasi work-family conflict pada perawat wanita di
Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan secara umum
Work-Family
Conflict
Rendah : X ≤ 77 91 orang 68.42 %
Sedang : 77 ≤ X < 121 42 orang 31.58 %
Tinggi : X ≥ 121 0 orang 0 %
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa dari 133 orang subjek
penelitian, 91 orang (68.42%) memiliki skor Work-family conflict rendah, 42
orang (31.58%) Work-family conflict yang sedang, dan tidak ada (0%) orang yang
mengalami Work-family conflict yang tinggi. Secara umum subjek penelitian
memiliki Work-family conflict yang rendah.
2. Gambaran Umum Work-family Conflict pada Perawat Wanita
Berdasarkan Aspek Work-family Conflict
Tabel 11. Gambaran mean, nilai minimum, dan nilai maksimum komponen
work-family conflict
Komponen N Minimum Maksimum Mean Std. Deviasi
Time-based conflict 11 11 55 33 7.33
Strain-based conflict 12 12 60 36 8
Behavior-based
conflict
10 10 50 30 6.66
Berdasarkan tabel 11 diketahui bahwa nilai mean time-based conflit pada
perawat di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan adalah 33 yang berarti bahwa
perawat di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan memiliki Time-based conflict
Rumah Sakit Umum Padang Sidempuan memiliki strain-based conflict yang
sedang. Behavior-bassed conflict memiliki mean sebesar 30 yang berarti bahwa
perawat di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan memiliki behavior-based
conflict yang sedang.
Tabel 12. Gambaran Kategorisasi Komponen Work-Family Conflict
Komponen Kategorisasi Jumlah
Time-based conflict Tinggi : X ≥ 40.3 0 orang
Dari tabel 12 dapat dilihat skor setiap komponen work-family conflict
subjek penelitian. Untuk time-based conflict, dari 133 orang subjek penelitian, 94
orang (70.7%) memiliki skor time-based conflict yang rendah, 39 orang (29.3%)
memiliki skor based conflict yang sedang, dan tidak ada yang memiliki
time-based conflict yang tinggi (0%). Untuk strain-time-based conflict, dari 133 orang
subjek penelitian, 88 orang (66.2%) memiliki skor strain-based conflict yang