GAMBARAN SPIRITUALITAS PADA PERAWAT RUMAH
SAKIT UMUM DR. PIRNGADI MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
KERRY DESIANA
041301066
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
▸ Baca selengkapnya: soal tes perawat masuk rumah sakit pdf
(2)KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi yang berjudul
“Spiritualitas Para Perawat Rumah Sakit Umum Dr. PIrngadi Medan” ini dengan
baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Kesabaran Beliau dapat menjadi contoh teladan dalam
pengerjaan skripsi ini dan tugas-tugas berikutnya.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Ibunda
Nurzaimah, SE, MM.Ak dan ayahanda H. Haryono, SE yang telah mencurahkan
kasih sayangnya kepada penulis sejak kecil, mendidik dan membimbing, serta
selalu mendoakan penulis dalam setiap aktivitas. Semoga Allah SWT memberikan
kebahagiaan kepada keduanya di dunia maupun di akhirat. Skripsi ini juga penulis
persembahkan kepada adinda tercinta Yopie Handoko. Terima kasih atas
dukungannya selama ini. Semoga kita menjadi anak yang berbakti kepada kedua
orang tua dan berguna bagi bangsa dan agama.
Penulis juga mengucapkan terima kasih setulusnya kepada:
1. Bapak Prof. Chairul Yoel, Sp.A(K) sebagai dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Juliana, S. Psi sebagai dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas
bimbingan dan pertimbangan-pertimbangannya selama ini. Semoga Allah
3. Ibu Siti Zahreni, M. Si sebagai dosen pembimbing seminar. Terima kasih
atas masukan, nasehat serta ide-ide yang ibu berikan selama ini. Semoga
Allah membalas segala kebaikan ibu.
4. Seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi USU atas segala ilmu dan
bantuannya selama perkuliahan dan seluruh staf pegawai Fakultas
Psikologi USU yang telah membantu penulis baik selama masa
perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi. Terima kasih.
5. Ibuk (Idawaty) dan Bapak (Ngatino) terima kasih atas pengertian dan
perhatian selama ini. Adinda tersayang (Dwi Jelita Sari) yang telah
memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. Skripsi ini juga
penulis persembahkan kepada kakanda tercinta Eko Winarno, SH, terima
kasih atas kesabaran, cinta dan kesetiaan yang diberikan.
6. Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, Ibu Kepala
Bidang Keperawatan Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Terima
kasih atas bantuan dan izin penelitiannya. Semoga penelitian ini dapat
memberi manfaat.
7. Seluruh perawat rawat inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan yang
menjadi subjek penelitian ini atas kesediaannya mengisi skala yang
penulis berikan.
8. Kakanda Eka Diyah, S.Psi, abangda Ahmad Afandi, S.Psi, dan abangda
Sahrun Joni Hsb, S.Psi yang telah bersabar dalam menghadapi penulis dan
9. Teman-teman senasib dan seperjuangan, Septika, Iin, Ocha, Fina, Ida,
Pipit, Dina, dan Kris. Terima kasih untuk dukungan semangat dan
persahabatan indah selama tujuh tahun ini.
10.Teman-teman seperjuangan, Sukmaya Izzati, Citra Suastika, Hanifa Laura,
Debi Fadillah, Ihwanisifa, Sukmadiarti, Renny Tania, Isrin, Mutia, Dian
Mardiah, Faqih, Via, Renna dan Retno Keumala. Terima kasih atas
dukungan dan semua bantuan kalian. Semoga Allah menyatukan hati-hati
kita dalam taat kepada-Nya.
11.Semua pihak yang tidak bisa disebut satu persatu yang telah membantu
baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini,
baik dalam penulisan maupun isi. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari semua pihak agar bisa lebih menyempurnakan penelitian
ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan semua.
Medan, Desember 2008
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... iv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
1. Manfaat Teoritis ... 8
2. Manfaat Praktis ... 8
E. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II. LANDASAN TEORI ... 11
A. Spiritualitas ... 11
1. Pengertian Spiritualitas ... 11
2. Komponen Spiritualitas ... 13
3. Aspek-aspek Spiritualitas ... 17
4. Kompetensi yang didapat dari Spiritualitas yang Berkembang... 18
5. Faktor yang Berhubungan dengan Spiritualitas ... 19
B. Perawat ... 20
1. Pengertian Perawat ... 18
2. Fungsi Perawat. ... ... 21
3. Peran Perawat ... 22
D. Pertanyaan Penelitian ... 29
BAB III. METODE PENELITIAN ... 31
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 31
C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel ... 32
1. Populasi dan Sampel. ... 32
2. Metode Pengambilan Sampel. ... 33
D. Metode Pengumpulan Data .. ... 34
1. Alat Ukur Yang Digunakan ... 34
E. Uji Coba Alat Ukur ... 38
1. Validitas Alat Ukur ... 38
2. Daya Beda Aitem ... 38
3. Reliabilitas Alat Ukur ... 39
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 40
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 45
1. Tahap Persiapan ... 45
2. Tahap Pelaksanaan ... 45
3. Tahap Pengolahan Data... 46
G. Metode Analisa Data ... 46
BAB IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 48
A. Gambaran Subjek Penelitian ... 48
1. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 48
1 Gambaran Umum Spiritualitas ... 50
a. Kategorisasi Skor Spiritualitas . ... 51
2. Gambaran Kompetensi Spiritualitas ... 53
a. Gambaran Kompetensi Personal Awareness ... 53
b. Gambaran Kompetensi Personal Skill ... 54
c. Gambaran Kompetensi SocialAwareness ... 55
d. Gambaran Kompetensi Social Skill . ... 57
C. Hasil Tambahan Penelitian ... 58
1. Gambaran Spiritualitas ditinjau dari Usia ... 58
D. Pembahasan . ... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
A. Kesimpulan ... 68
B. Saran ... 71
1. Saran Metodologis ... 71
2. Saran Praktis ... 72
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue print Skala Etos Kerja Sebelum Uji Coba ... 36
Tabel 2. Bobot Nilai Pernyataan Skala Etos Kerja ... 38
Tabel 3. Blue print Skala Etos Kerja Setelah Uji Coba ... 39
Tabel 4. Blue print Skala Etos Kerja yang Akan digunakan Dalam Penelitian ... 41
Tabel 5. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 46
Tabel 6. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47
Tabel 7. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Latar belakang Pendidikan ... 48
Tabel 8. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama bekerja ... 49
Tabel 9. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Etos Kerja... 51
Tabel 10. Kategori Etos Kerja ... 52
Tabel 11. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Aspek Keahlian Interpersonal .... 53
Tabel 12. Kategori Keahlian Interpersonal ... 53
Tabel 13. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Aspek Inisiatif ... 55
Tabel 14. Kategori Inisiatif ... 55
Tabel 15. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Aspek Dapat Diandalkan ... 56
Tabel 16. Kategori Dapat diandalkan... 57
Tabel 17. Gambaran Etos Kerja Ditinjau dari Usia ... 58
Tabel 18. Gambaran Etos Kerja Ditinjau dari Jenis Kelamin ... 59
Tabel 19. Gambaran Etos Kerja Ditinjau dari Latar Belakang Pendidikan ... 60
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 46
Grafik 2. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47
Grafik 3. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan ... 49
Grafik 4. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Kerja ... 50
Grafik 5. Kategorisasi Etos Kerja ... 52
Grafik 6. Kategorisasi Aspek Keahlian Interpersonal ... 54
Grafik 7. Kategorisasi Aspek Inisiatif ... 56
Grafik 8. Kategorisasi Aspek Dapat diandalkan ... 57
Grafik 9. Gambaran Etos Kerja Ditinjau dari Usia ... 59
Grafik 10. Gambaran Etos Kerja Ditinjau dari Jenis Kelamin ... 60
Grafik 11. Gambaran Etos Kerja Ditinjau dari Latar belakang Pendidikan .... 61
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Skala Try Out ... 76
Lampiran B. Skala Penelitian ... 82
Lampiran C. Data Uji Coba ... 87
Lampiran D. Data Penelitian ... 89
Lampiran E. Reliabilitas Item ... 92
Lampiran F. Hasil Uji Normalitas ... 100
Lampiran G. Hasil Frekuensi SPSS ... 101
Lampiran H. Hasil Deskriptif SPSS ... 109
Lampiran I. Hasil Crosstabs SPSS ... 110
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Beberapa tahun belakangan ini spiritualitas mulai berkembang, khususnya
dalam kehidupan pribadi, meski harus berhadapan dengan arus nilai-nilai lain
yang cenderung menekankan pada perolehan materi. Akan tetapi, ketika berada
dalam dunia kerja seseorang yang mengembangkan spiritualitas seringkali
terbentur dengan batasan manajemen dan organisasi klasik yang memandang
manajer sebagai alat perusahaan untuk memperoleh materi sebagai tujuan akhir
dan diharapkan untuk dapat mengontrol karyawannya. Akibat sistem manajemen
yang cenderung bukan mengenai orang tertentu dan konsumerisme yang
mengiringi pertumbuhan ekonomi, banyak orang kehilangan makna dari
pekerjaannya dan mendambakan untuk menemukan kembali makna pekerjaan
(Widyarini, 2008).
Ashmos (2000) mengatakan bahwa banyak orang di tempat kerja merasa
butuh menemukan kembali apa yang mereka rawat dalam hidup ini dan mencoba
menemukan pekerjaan yang disukainya. Orang-orang berusaha menemukan
makna pekerjaan dengan mencari suatu cara untuk lebih menjadi diri sendiri
dalam melakukan sesuatu. Menemukan makna pekerjaan merupakan fokus dari
spiritualitas. Hal ini mendorong perusahaan untuk lebih peduli terhadap
Dimensi spiritualitas manusia semula kurang dapat diterima dalam dunia
kerja. Laabs (1995) mengatakan bahwa spiritualitas adalah suatu bagian yang
penting dari setiap diri manusia, tetapi hal ini bukan sesuatu yang dapat
diekspresikan oleh karyawan dalam perusahaan tradisional melainkan lebih
nampak dan lebih terbentuk pada perusahaan di era milenium baru (dalam
Ashmos, 2000).
Pada masa sekarang penolakan dunia kerja terhadap dimensi spiritual manusia
telah berkurang. Gerakan spiritualitas di tempat kerja mulai tampak di beberapa
negara seperti di negara Amerika Serikat. Hal ini dapat dilihat dari merebaknya
publikasi tertulis (jurnal cetak maupun on line, buku) dan konferensi-konferensi
dengan tema spiritualitas di tempat kerja (Widyarini, 2008).
Hal ini mendapatkan perhatian dari perusahaan Amerika karena pengetahuan
tentang memelihara jiwa di tempat kerja adalah suatu hal yang memberi dampak
baik untuk bisnis. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam HR magazine yang
menulis bahwa moto bisnis kemarin adalah ”lean and mean” sedangkan moto
bisnis hari ini adalah “lean and meaningful” (Ashmos, 2000).
Ashmos (2000) menjelaskan beberapa alasan perusahaan-perusahaan di
Amerika mulai mengembangkan minat dalam spiritualitas di tempat kerja. Alasan
tersebut antara lain, pertama banyaknya orang yang percaya bahwa downsizing,
reengineering, dan pemberhentian karyawan telah mengubah tempat kerja orang
Amerika menjadi lingkungan yang para pekerjanya kehilangan semangat, dan
mengakibatkan pertumbuhan tingkat gaji menjadi tidak seimbang. Kedua, tekanan
kreativitas karyawan dibutuhkan untuk mengekspresikan diri secara penuh dalam
bekerja dan hal ini hanya akan terjadi jika pekerjaan tersebut dirasa bermakna
bagi karyawan. Ketiga, bagi orang-orang Amerika, tempat kerja menyediakan
satu-satunya jaringan komunikasi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
manusia akan hubungan dan kontribusi. Keempat, adanya rasa penasaran akan
budaya dan filosofi timur, seperti filosofi budha yang menganjurkan meditasi dan
menekankan nilai-nilai seperti loyalitas terhadap kelompok dan menemukan pusat
spiritual seseorang dalam tiap kegiatan mulai diterima oleh orang-orang Amerika.
Kelima, bertambahnya kekhawatiran orang terhadap ketidakpastian dalam hidup –
kematian – ada peningkatan minat dalam mempertimbangkan makna hidup.
Beberapa alasan di atas memperlihatkan bahwa pengembangan dan
pengekspresian dari spiritualitas di tempat kerja dapat memberi keuntungan untuk
organisasi. Saat ini semakin banyak karyawan mengembangkan spiritual di tempat
kerja sebagai cara untuk menambah loyalitas dan meningkatkan semangat juang
(USA Today, May 4, 1998 dalam Ashmos 2000).
Walaupun spiritualitas merupakan hal baru di tempat kerja, tapi bukan hal
baru di tempat lain. Semua tradisi religius menyarankan hidup yang menyeluruh,
dimana pencarian akan makna dan tujuan hidup serta menjalani hidup secara
harmoni dengan orang lain adalah suatu hal yang penting dan mendasar.
Spiritualitas di tempat kerja bukanlah tentang agama atau perubahan, atau tentang
membuat orang untuk menerima sistem kepercayaan tertentu melainkan tentang
karyawan yang mengerti bahwa dirinya adalah makhluk spiritual yang jiwanya
dan makna dalam pekerjaan mereka (Ashmos, 2000). Spiritualitas di tempat kerja
adalah tentang pekerjaan yang lebih bermakna, tentang hubungan antara jiwa dan
pekerjaan.
Beberapa ahli telah memberikan definisi spiritualitas, diantaranya Tischler
(2002) yang mengatakan bahwa spiritualitas mirip atau dengan suatu cara,
berhubungan dengan emosi atau perilaku dan sikap tertentu dari seorang individu.
Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi,
dan penuh kasih.
Selain itu Schreurs (2002) merujuk spiritualitas sebagai hubungan personal
terhadap sosok transenden. Spiritualitas mencakup kehidupan batin individu,
idealisme, sikap, pemikiran, perasaaan dan pengharapannya terhadap Yang
Mutlak. Spiritualitas juga mencakup bagaimana individu mengekspresikan
hubungannya dengan sosok transenden tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Elkins et al. (1988) menyatakan bahwa spiritualitas adalah suatu cara menjadi
dan mengalami sesuatu yang datang melalui kesadaran akan dimensi transenden
dan memiliki karakteristik beberapa nilai yang dapat diidentifikasi terhadap diri
sendiri, kehidupan, dan apapun yang dipertimbangkan seseorang sebagai Yang
Kuasa.
Howard (2002) mengemukakan bahwa terdapat empat hal yang berhubungan
dengan spiritualitas yaitu diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan kekuatan yang
melebihi manusia. Tischler (2002) mengemukakan empat kompetensi yang
didapat dari spiritualitas yang berkembang yaitu personal awareness, personal
awareness), orang-orang yang spiritualnya berkembang memperlihatkan sikap
sosial yang lebih positif, lebih empati, dan menunjukkan altruisme yang besar.
Pada sisi keterampilan sosial (social skill), orang-orang dengan spiritualitas yang
berkembang menunjukkan keterbukaan sosial yang lebih besar, mudah
beradaptasi dengan perubahan, memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja
dan atasan, dan baik dalam menanggapi kritikan.
Globalisasi mengakibatkan perdagangan bebas tidak bisa terbendung lagi
sehingga menimbulkan tingkat kompetisi yang semakin tinggi di semua sektor,
termasuk sektor kesehatan. Perkembangan sektor kesehatan yang sangat dinamis
menuntut kelenturan serta penyesuaian secara terus menerus dan menyeluruh dari
para pihak yang terlibat didalamnya (Loetfia, 2000). Spiritualitas juga menarik
perhatian para profesional penyelenggara kesehatan, karena terbukti bahwa faktor
spiritualitas merupakan unsur penting dari kesehatan dan kesejahteraan (Dossey
dalam Young, 2007). Rumah sakit sebagai salah satu lembaga penyedia jasa
pelayanan kesehatan memiliki peranan yang sangat besar. Kebutuhan masyarakat
yang meningkat menyebabkan banyak rumah sakit swasta berlomba–lomba
menyediakan mutu pelayanan dan peralatan medis yang prima. Rumah sakit milik
pemerintah pun tidak mau kalah. Pihak pemerintah membuat program
pembangunan kesehatan yang bertujuan agar terselenggaranya pelayanan
kesehatan yang bermutu dan setara, akan tetapi tujuan ini masih belum berjalan
secara optimal karena masih banyak pelayanan rumah sakit di Indonesia yang
Salah satu Rumah Sakit Pemerintah yang ada di Medan adalah Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi. Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi yang beralamat di Jalan
Prof. H. M. Yamin SH Nomor 47 Medan, Sumatera Utara diresmikan pada 11
Agustus 1928, status kepemilikan saat ini ada pada Pemerintah Kota Medan
(www.pdpersi.co.id, 2003).
Kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit sangat ditentukan oleh
tersedianya sumber daya yang berkualitas termasuk tenaga perawat (Megawati,
2005). Keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan
dan merupakan salah satu faktor yang menentukan tercapainya pembangunan
nasional karena keperawatan mempunyai andil yang cukup besar dalam
menentukan mutu pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan jumlah tenaga
keperawatan mendominasi tenaga kesehatan secara keseluruhan dan mempunyai
kontak yang paling lama dengan pasien (Loetfia, 2000).
Keperawatan modern berawal dari usaha Florence Nightingale. Ia berpendapat
bahwa keperawatan dilandasi oleh filsafat spiritual yang mendalam. Ia percaya
bahwa spiritualitas merupakan bagian yang hakiki dari kodrat manusia dan
sumber yang paling mujarab untuk penyembuhan. Walaupun ia tidak tertarik pada
agama tradisional, Nightingale tertarik pada karya para mistikus Barat seperti St.
Fransiskus Asisi dan Yohanes dari Salib serta Kitab Suci dari Timur. Nightingale
asing dengan istilah spiritualitas, tetapi ia percaya bahwa ilmu pengetahuan
merupakan landasan untuk dapat berhubungan dengan Tuhan. Nightingale
percaya bahwa manusia harus dipandang dari perspektif fisik, psikologis,
”utuh” dan merawatnya secara holistik. Nightingale merupakan pendukung
perawatan holistik dan tidak pernah merawat pasien hanya karena penyakit. Ia
mengakui adanya daya yang menyembuhkan dan daya itu lebih kuat dari dirinya
(Young, 2007). Beazley dalam Strack (2002) mengatakan bahwa kepercayaan
akan adanya daya yang lebih kuat dari dirinya merupakan definisi spiritualitas.
Widjaja (1994) mengemukakan bahwa fungsi-fungsi esensial perawat antara
lain mengontrol lingkungan penyembuhan, membantu rehabilitasi atau memantau
dan menanggulangi klien dengan penyakit kronis. Perawat dalam menjalankan
tugasnya juga banyak terkait dengan mengawasi teknologi yang kompleks,
memberi informasi dan pendidikan kesehatan serta berusaha untuk memahami
kebutuhan klien sebagai manusia yang utuh termasuk empati.
Penjelasan-penjelasan di atas menjabarkan pentingnya spiritualitas bagi dunia
kerja, khususnya pada profesi perawat. Oleh karena itu, penulis ingin melihat
bagaimana gambaran spiritualitas pada perawat rawat inap di Rumah Sakit Umum
Dr. Pirngadi Medan.
B. PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dalam penelitian ini, bagaimanakah gambaran spiritualitas
pada perawat rawat inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan?
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat, yaitu :
1. Secara teoritis
a. Penelitian ini dapat dijadikan usaha pemahaman tentang spiritualitas.
b. Memberikan konstribusi bagi pengembangan ilmu Psikologi khususnya di
bidang Psikologi Industri dan Organisasi dalam mengelola sumber daya
manusia.
c. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan bagi
penelitian-penelitian selanjutnya terkait dengan penelitian spiritualitas di
tempat kerja.
2. Secara praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi Medan mengenai tingkat spiritualitas perawat,
khususnya perawat rawat inap di rumah sakit tersebut.
b. Memberi masukan kepada dunia akademisi, khususnya dunia keperawatan
dalam mendidik calon-calon perawat, dan mendiskusikan mengenai
pentingnya spiritualitas dalam pola pendidikan bagi para anak didiknya,
sebagai calon perawat di masa yang akan datang, serta dalam menyikapi
semakin beratnya tugas dan tanggung jawab mereka dalam melaksanakan
kewajibannya.
c. Apabila spiritualitas perawat di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan
perawatnya dan memberikan pengetahuan kepada para perawat akan
pentingnya spiritualitas untuk diri mereka dan rumah sakit ke depannya.
d. Apabila spiritualitas para perawat di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan tidak berkembang, pihak rumah sakit bisa menciptakan
kegiatan-kegiatan yang lebih memperhatikan kondisi spiritualitas perawat agar para
perawat lebih bisa memaknai pekerjaannya.
E. SISTEMATIKA PENULISAN PENELITIAN
Penelitian ini disusun atas 5 (lima) bab, dengan tujuan agar mempunyai suatu
susunan yang sistematis, dapat memudahkan untuk mengetahui dan memahami
hubungan antara bab yang satu dengan bab yang lain sebagai suatu rangkaian
yang konsisten, yaitu:
BAB I : Pendahuluan
Berisikan uraian singkat mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan
BAB II : Landasan Teori
Berisi uraian kepustakaan yang menjadi landasan teori yang mendasari
masalah yang menjadi objek penelitian.
BAB III: Metode Penelitian
Berisi uraian mengenai metode penelitian yang digunakan, meliputi
pengambilan sampel, instrumen/ alat ukur yang digunakan, prosedur
penelitian, dan metode analisis data.
BAB IV: Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini berisi mengenai hasil pengolahan data penelitian berupa
gambaran subjek penelitian, hasil utama penelitian, hasil tambahan
penelitian serta pembahasan hasil penelitan.
BAB V: Kesimpulan dan Saran
Bab ini menguraikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian, dan
saran, baik untuk penyempurnaan penelitian atau untuk penelitian yang
BAB II
LANDASAN TEORI
A. SPIRITUALITAS
1. Pengertian Spiritualitas
Tischler (2002) mengatakan bahwa spiritualitas mirip atau dengan suatu cara,
berhubungan dengan emosi atau perilaku dan sikap tertentu dari seorang individu.
Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi,
dan penuh kasih.
Spiritualitas adalah kebutuhan bawaan manusia untuk berhubungan dengan
sesuatu yang lebih besar dari diri manusia itu. Istilah ”sesuatu yang lebih besar
dari manusia”adalah sesuatu yang diluar diri manusia dan menarik perasaan akan
diri orang tersebut. Pengertian spiritualitas oleh Wigglesworth ini memiliki dua
komponen, yaitu vertikal dan horizontal:
- Komponen vertikal, yaitu sesuatu yang suci, tidak berbatas tempat dan
waktu, sebuah kekuatan yang tinggi, sumber, kesadaran yang luar biasa.
Keinginan untuk berhubungan dengan dan diberi petunjuk oleh sumber ini.
- Komponen horizontal, yaitu melayani teman-teman manusia dan planet
secara keseluruhan.
Komponen vertikal dari Wigglesworth sejalan dengan pengertian spiritualitas
dari Schreurs (2002) yang memberikan pengertian spiritualitas sebagai hubungan
personal terhadap sosok transenden. Spiritualitas mencakup inner life individu,
Mutlak. Spiritualitas juga mencakup bagaimana individu mengekspresikan
hubungannya dengan sosok transenden tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu juga sejalan dengan pendapat Elkins et al. (1988) yang mengartikan
spiritualitas sebagai suatu cara menjadi dan mengalami sesuatu yang datang
melalui kesadaran akan dimensi transenden dan memiliki karakteristik beberapa
nilai yang dapat diidentifikasi terhadap diri sendiri, kehidupan, dan apapun yang
dipertimbangkan seseorang sebagai Yang Kuasa.
Sedangkan komponen horizontal dari Wigglesworth sejalan dengan pengertian
spiritualitas dari Fernando (2006) yang mengatakan bahwa spiritualitas juga bisa
tentang perasaan akan tujuan, makna, dan perasaan terhubung dengan orang lain.
Pendapat ini tidak memasukkan agama dalam mendefinisikan spiritualitas dan
spiritualitas.
Spiritualitas dapat diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari termasuk juga di
tempat kerja. Ashmos (2000) mendefinisikan spiritualitas di tempat kerja sebagai
suatu pengenalan bahwa karyawan memiliki ”kehidupan dalam” yang memelihara
dan dipelihara oleh pekerjaan yang bermakna yang mengambil tempat dalam
konteks komunitas. Pengertian spiritualitas di tempat kerja dari Ashmos memiliki
tiga komponen, yaitu kehidupan dalam (inner life), pekerjaan yang bermakna, dan
komunitas. Ashmos ingin menekankan bahwa spiritualitas di tempat kerja bukan
tentang agama, walaupun orang terkadang mengekspresikan kepercayaan agama
mereka di tempat kerja.
Spiritualitas yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada definisi dari
perilaku atau sikap tertentu dari seorang individu, menjadi seorang yang spiritual
berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi, dan penuh kasih.
Setelah menguraikan beberapa definisi spiritualitas dan spiritualitas di tempat
kerja, selanjutnya akan diuraikan mengenai komponen-komponen dari
spiritualitas.
2. Komponen Spiritualitas
Elkins et al. (1988) melakukan penelitian dengan melibatkan beberapa orang
yang mereka anggap memiliki spiritualitas yang berkembang (highly spiritual).
Partisipan dalam penelitian ini diberikan pertanyaan menyangkut berbagai
komponen spiritualitas (yang didapat dari studi teoritis berbagai literatur
humanistik, fenomenologis dan eksistensialisme yang telah dilakukan
sebelumnya) dan diminta untuk menilai komponen-komponen tersebut
berdasarkan pengalaman dan pengertian pribadi mereka mengenai spiritualitas itu
sendiri. Hasil dari penelitian ini mengarahkan Elkins et al. untuk sampai pada
sembilan komponen dari spiritualitas, yaitu:
1. Dimensi transenden
Individu spiritual percaya akan adanya dimensi transenden dari kehidupan.
Inti yang mendasar dari komponen ini bisa berupa kepercayaan terhadap tuhan
atau apapun yang dipersepsikan oleh individu sebagai sosok transenden. Individu
bisa jadi menggambarkannya dengan menggunakan istilah yang berbeda, model
pemahaman tertentu atau bahkan metafora. Pada intinya penggambaran tersebut
hal-hal yang kasat mata. Kepercayaan ini akan diiringi dengan rasa perlunya
menyesuaikan diri dan menjaga hubungan dengan realitas transenden tersebut.
Individu yang spiritual memiliki pengalaman bersentuhan dengan dimensi
transenden. Komponen ini sama dengan komponen kesatuan dengan yang
transenden dari LaPierre dalam Hill (2000).
2. Makna dan tujuan dalam hidup
Individu yang spiritual memahami proses pencarian akan makna dan tujuan
hidup. Dari proses pencarian ini, individu mengembangkan pandangan bahwa
hidup memiliki makna dan bahwa setiap eksistensi memiliki tujuannya
masing-masing. Dasar dan inti dari komponen ini bervariasi namun memiliki kesamaan
yaitu bahwa hidup memiliki makna yang dalam dan bahwa eksistensi individu di
dunia memiliki tujuan. Komponen ini sama dengan komponen pencarian akan
makna hidup dari LaPierre dalam Hill (2000).
3. Misi hidup
Individu merasakan adanya panggilan yang harus dipenuhi, rasa tanggung
jawab pada kehidupan secara umum. Pada beberapa orang bahkan mungkin
merasa akan adanya takdir yang harus dipenuhi. Pada komponen makna dan
tujuan hidup, individu mengembangkan pandangan akan hidup yang didasari akan
pemahaman adanya proses pencarian makna dan tujuan. Sementara dalam
komponen misi hidup, individu memiliki metamotivasi yang berarti mereka dapat
memecah misi hidupnya dalam target-target konkrit dan tergerak untuk memenuhi
4. Kesakralan hidup
Individu yang spiritual mempunyai kemampuan untuk melihat kesakralan
dalam semua hal hidup. Pandangan akan hidup mereka tidak lagi dikotomi seperti
pemisahan antara yang sakral dan yang sekuler, atau yang suci dan yang duniawi,
namun justru percaya bahwa semua aspek kehidupan suci sifatnya dan bahwa
yang sakral dapat juga ditemui dalam hal-hal keduniaan.
5. Nilai-nilai material
Individu yang spiritual menyadari akan banyaknya sumber kebahagiaan
manusia, termasuk pula kebahagiaan yang bersumber dari kepemilikan material.
Oleh karena itu, individu yang spiritual menghargai materi seperti kebendaan atau
uang namun tidak mencari kepuasaan sejati dari hal-hal material tersebut. Mereka
menyadari bahwa kepuasaan dalam hidup semestinya datang bukan dari seberapa
banyak kekayaan atau kebendaan yang dimiliki.
6. Altruisme
Individu yang spiritual menyadari akan adanya tanggung jawab bersama dari
masing-masing orang untuk saling menjaga sesamanya (our brother’s keepers).
Mereka meyakini bahwa tidak ada manusia yang dapat berdiri sendiri, bahwa
umat manusia terikat satu sama lain sehingga bertanggung jawab atas sesamanya.
Keyakinan ini sering dipicu oleh kesadaran mereka akan penderitaan orang lain.
Nilai humanisme ini diikuti oleh adanya komitmen untuk melakukan tindakan
7. Idealisme
Individu yang spiritual memiliki kepercayaan kuat pada potensi baik manusia
yang dapat diaktualisasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Memiliki keyakinan
bukan saja pada apa yang terlihat sekarang namun juga pada hal baik yang
dimungkinkan dari hal itu, pada kondisi ideal yang mungkin dicapai. Mereka
percaya bahwa kondisi ideal adalah sesuatu yang sebenarnya mungkin untuk
diwujudkan. Kepercayaan ini membuat mereka memiliki komitmen untuk
menjadikan dunia tempat yang lebih baik, setidaknya dalam kapasitasnya
masing-masing.
8. Kesadaran akan peristiwa tragis
Individu yang spiritual menyadari akan perlu terjadinya tragedi dalam hidup
seperti rasa sakit, penderitaan atau kematian. Tragedi dirasa perlu terjadi agar
mereka dapat lebih menghargai hidup itu sendiri dan juga dalam rangka meninjau
kembali arah hidup yang ingin dituju. Peristiwa tragis dalam hidup diyakininya
sebagai alat yang akan membuat mereka semakin memiliki kesadaran akan
eksistensinya dalam hidup.
9. Buah dari spiritualitas
Komponen terakhir merupakan cerminan atas kedelapan komponen
sebelumnya dimana individu mengolah manfaat yang dia peroleh dari pandangan,
kepercayaan dan nilai-nilai yang dianutnya. Pada komponen ini individu menilai
efek dari spiritualitasnya, dan biasanya dikaitkan dengan hubungannya terhadap
diri sendiri, orang lain, alam, kehidupan, dan apapun yang dipersepsikannya
Komponen-komponen spiritualitas menurut Elkins et. al. (1988) mencakup
hubungan seorang individu dengan daya yang melebihi dirinya dan juga dengan
orang-orang di sekitarnya. Seseorang dengan spiritualitas yang berkembang akan
memiliki komponen-komponen di atas. Selanjutnya akan diuraikan mengenai
aspek-aspek dari spiritualitas.
3. Aspek-Aspek Spiritualitas
Menurut Schreurs (2002) spiritualitas terdiri dari tiga aspek yaitu aspek
eksistensial, aspek kognitif, dan aspek relasional:
1. Aspek eksistensial, dimana seseorang belajar untuk “mematikan” bagian dari
dirinya yang bersifat egosentrik dan defensif. Aktivitas yang dilakukan
seseorang pada aspek ini dicirikan oleh proses pencarian jati diri (true self).
2. Aspek kognitif, yaitu saat seseorang mencoba untuk menjadi lebih reseptif
terhadap realitas transenden. Biasanya dilakukan dengan cara menelaah
literatur atau melakukan refleksi atas suatu bacaan spiritual tertentu, melatih
kemampuan untuk konsentrasi, juga dengan melepas pola pemikiran
kategorikal yang telah terbentuk sebelumnya agar dapat mempersepsi secara
lebih jernih pengalaman yang terjadi serta melakukan refleksi atas pengalaman
tersebut, disebut aspek kognitif karena aktivitas yang dilakukan pada aspek ini
merupakan kegiatan pencarian pengetahuan spiritual.
3. Aspek relasional, merupakan tahap kesatuan dimana seseorang merasa bersatu
membangun, mempertahankan, dan memperdalam hubungan personalnya
dengan Tuhan.
Selanjutnya akan diuraikan mengenai kompetensi apa saja yang didapat dari
spiritualitas yang berkembang.
4. Kompetensi yang didapat dari Spiritualitas yang Berkembang
Tischler (2002) mengemukakan terdapat empat kompetensi yang didapat dari
spiritualitas yang berkembang, yaitu :
a. Kesadaran Pribadi (personal awareness), yaitu bagaimana seseorang mengatur
dirinya sendiri, self-awareness, emotional self-awareness, penilaian diri yang
positif, harga diri, mandiri, dukungan diri, kompetensi waktu, aktualisasi diri
b. Keterampilan Pribadi (personal skills), yaitu mampu bersikap mandiri,
fleksibel, mudah beradaptasi, menunjukkan performa kerja yang baik
c. Kesadaran Sosial (social awareness), yaitu menunjukkan sikap sosial yang
positif, empati, altruisme
d. Keterampilan Sosial (social skills) yaitu memiliki hubungan yang baik dengan
teman kerja dan atasan, menunjukkan sikap terbuka terhadap orang lain
(menerima orang baru), mampu bekerja sama, pengenalan yang baik terhadap
nilai positif, baik dalam menanggapi kritikan
Seseorang dengan spiritualitas yang berkembang akan memiliki
komponen-komponen di atas. Sebagai contoh, pada sisi kesadaran sosial, Orang-orang yang
spiritualnya baik memperlihatkan sikap sosial yang lebih positif, lebih empati, dan
puas dengan pekerjaannya. Penelitian ini akan menggunakan
kompetensi-kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang sebagai dasar untuk
membuat alat ukur.
Setelah diuraikan beberapa kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang
berkembang, selanjutnya akan diuraikan faktor-faktor yang berhubungan dengan
spiritualitas.
5. Faktor yang berhubungan dengan spiritualitas
Dyson dalam Young (2007) menjelaskan tiga faktor yang berhubungan
dengan spiritualitas, yaitu:
a. Diri sendiri
Jiwa seseorang dan daya jiwa merupakan hal yang fundamental dalam
eksplorasi atau penyelidikan spiritualitas
b. Sesama
Hubungan seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri sendiri.
Kebutuhan untuk menjadi anggota masyarakat dan saling keterhubungan telah
lama diakui sebagai bagian pokok pengalaman manusiawi
c. Tuhan
Pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan secara
tradisional dipahami dalam kerangka hidup keagamaan. Akan tetapi, dewasa
ini telah dikembangkan secara lebih luas dan tidak terbatas. Tuhan dipahami
sebagai daya yang menyatukan, prinsip hidup atau hakikat hidup. Kodrat
yang berbeda bagi satu orang dengan orang lain. Manusia mengalami Tuhan
dalam banyak cara seperti dalam suatu hubungan, alam, musik, seni, dan
hewan peliharaan. Penyelenggara kesehatan dan penyelenggara perawatan
spiritual yang efektif dapat mengintegrasikan semua ungkapan spiritualitas ini
dalam perawatan pada pasien.
Howard (2002) menambahkan satu faktor yang berhubungan dengan
spiritualitas, yaitu lingkungan. Young (2007) mengartikan bahwa lingkungan
adalah segala sesuatu yang berada di sekitar seseorang.
Young (2007) juga menjelaskan bahwa proses penuaan adalah suatu langkah
yang penting dalam perjalanan spiritual dan pertumbuhan spiritual seseorang.
Orang-orang yang memiliki spiritualitas berjuang mentransendensikan beberapa
perubahan dan berusaha mencapai pemahaman yang lebih tinggi tentang hidup
mereka dan maknanya.
B. PERAWAT
1. Pengertian Perawat
Perawat berasal dari kata Latin nutrix yang artinya merawat atau memelihara.
Kata ini pertama kali digunakan oleh Ellis & Hartley (dalam Gaffar, 1999).
Seorang perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat dan memelihara,
membantu dan melindungi seseorang karena sakit atau cedera dan proses penuaan
Hasil Lokakarya Keperawatan Nasional tahun 1983 (dalam Praptianingsih,
2006) mengartikan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu
dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang
komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik yang
sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus hidup manusia.
Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 memuat bahwa perawat
adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan
keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui
pendidikan keperawatan.
Perawat pada penelitian ini adalah orang yang merawat, memelihara,
membantu dan melindungi seseorang karena sakit atau cedera dan proses penuaan
(Taylor dalam Gaffar, 1999). Perawat memiliki fungsi dalam melaksanakan
praktek keperawatannya.
2. Fungsi Perawat
Fungsi perawat dalam praktek ada tiga (Hikey dalam Praptianingsih 2006),
yaitu:
1) Fungsi independen
Tindakan perawat tidak memerlukan perintah dokter, tindakan perawat
bersifat mandiri, berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan. Oleh karena itu,
perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul terhadap tindakan
2) Fungsi interdependen
Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim
kesehatan. Fungsi ini tampak ketika perawat bersama tenaga kesehatan lain
berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien.
3) Fungsi dependen
Perawat bertindak membantu dokter dalam memberikan pelayanan medik.
Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan
khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter,
seperti pemasangan infus, pemberian obat, melakukan suntikan. Oleh karena
itu, setiap kegagalan tindakan medis menjadi tanggung jawab dokter karena
setiap tindakan perawat berdasarkan perintah dokter.
Perawat di rumah sakit dan dunia kesehatan memiliki beberapa peran yang
akan diuraikan selanjutnya.
3. Peran perawat
Gaffar (1999) memaparkan beberapa peran perawat. Berikut ini merupakan
uraian peranan dari perawat:
1. Nursing is caring, perawat berperan dalam pemberian asuhan keperawatan.
Perawat harus memperlihatkan bahwa dalam pemberian asuhan keperawatan
tidak dikenal pasien atau kasus pribadi. Semua pasien diperlakukan sama.
2. Nursing is sharing, dalam pemberian asuhan keperawatan perawat selalu
melakukan sharing (berbagi) atau diskusi antara sesama perawat, kepada
3. Nursing is laughing, perawat meyakini bahwa senyum merupakan suatu kiat
dalam asuhan keperawatan untuk meningkatkan rasa nyaman klien.
4. Nursing is crying, perawat menerima respon emosional dari perawat atau
orang lain sebagai sesuatu hal yang biasa pada situasi senang duka.
5. Nursing is touching, perawat dapat menggunakan sentuhan untuk
meningkatkan rasa nyaman pada saat melakukan massage (pijat).
6. Nursing is helping, asuhan keperawatan dilakukan untuk menolong klien
dengan sepenuhnya memahami kondisinya.
7. Nursing is believing in others, perawat meyakini orang lain memiliki hasrat
dan kemampuan untuk meningkatkan status kesehatannya.
8. Nursing is trusting, perawat harus menjaga kepercayaan orang lain (klien)
yaitu dengan menjaga mutu asuhan keperawatan.
9. Nursing is learning, perawat harus selalu belajar atau mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan keperawatan profesional melalui auhan
keperawatan yang dilakukan.
10. Nursing is respecting, perawat memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan
kepada orang lain (klien dan keluarganya) dengan menjaga kepercayaan dan
rahasia klien.
11.Nursing is listening, perawat harus menjadi pendengar yang baik ketika klien
berbicara atau mengeluh.
12.Nursing is doing, perawat melakukan pengkajian dan intervensi keperawatan
berdasarkan pengetahuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman serta
13.Nursing is feeling, perawat dapat menerima, merasakan dan memahami
perasaan duka, senang, frustrasi dan rasa puas klien.
Menurut Gaffar dalam Praptianingsih (2006) selain tiga belas peran di atas,
dalam melaksanakan profesinya, perawat juga memiliki empat peran lain, yaitu:
1) Peran sebagai pelaksana
Perawat bertindak sebagai comforter (mengupayakan kenyamanan dan rasa
aman pada pasien), protector dan advocat, (melindungi pasien dan
mengupayakan terlaksananya hak dan kewajiban pasien dalam pelayanan
kesehatan), commmunicator (tampak ketika perawat bertindak sebagai
penghubung antara pasien dengan anggota tim kesehatan) serta rehabilitator
(perawat membantu pasien untuk beradaptasi dengan perubahan tubuhnya).
2) Peran sebagai pendidik
Perawat melakukan penyuluhan kepada klien (pasien) yang berada di bawah
tanggung jawabnya.
3) Peran sebagai pengelola
Peran ini berkaitan dengan jabatan struktural di rumah sakit. Perawat harus
memantau dan menjamin kualitas asuhan keperawatan serta mengorganisasi
dan mengendalikan sistem pelayanan keperawatan.
4) Peran sebagai peneliti
Perawat harus memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian di
C. SPIRITUALITAS PADA PERAWAT RUMAH SAKIT UMUM DR.
PIRNGADI MEDAN
Ashmos (2000) mengatakan bahwa banyak orang di tempat kerja merasa
butuh menemukan kembali apa yang mereka rawat dalam hidup ini dan mencoba
menemukan pekerjaan yang disukainya. Orang-orang berusaha menemukan
makna pekerjaan dengan mencari suatu cara untuk lebih menjadi diri sendiri
dalam melakukan sesuatu. Menemukan makna pekerjaan merupakan fokus dari
spiritualitas.
Gerakan spiritualitas di tempat kerja mulai tampak di beberapa negara seperti
di Amerika Serikat. Hal ini dapat dilihat dari merebaknya publikasi tertulis (jurnal
cetak maupun on line, buku) dan konferensi-konferensi dengan tema spiritualitas
di tempat kerja (Widyarini, 2008).
Ashmos (2000) menjelaskan beberapa alasan mengapa perusahaan di Amerika
mulai mengembangkan minat dalam spiritualitas di tempat kerja. Alasan tersebut
antara lain, pertama banyaknya orang yang percaya bahwa downsizing,
reengineering, dan pemberhentian karyawan telah mengubah tempat kerja orang
Amerika menjadi lingkungan yang para pekerjanya kehilangan semangat, dan
mengakibatkan pertumbuhan tingkat gaji menjadi tidak seimbang. Kedua, tekanan
kompetisi global membuat pemimpin perusahaan berpikir bahwa kreativitas
karyawan dibutuhkan untuk mengekspresikan diri secara penuh dalam bekerja dan
hal ini hanya akan terjadi jika pekerjaan tersebut dirasa bermakna bagi karyawan.
Ketiga, bagi orang-orang Amerika, tempat kerja menyediakan satu-satunya
hubungan dan kontribusi. Keempat, rasa penasaran akan budaya dan filosofi
timur, seperti filosofi budha yang menganjurkan meditasi dan menekankan
nilai-nilai seperti loyalitas terhadap kelompok dan menemukan pusat spiritual
seseorang dalam tiap kegiatan, mulai diterima oleh orang-orang Amerika. Kelima,
bertambahnya kekhawatiran orang terhadap ketidakpastian dalam hidup –
kematian – menyebabkan peningkatan minat dalam mempertimbangkan makna
hidup.
Spiritualitas di tempat kerja adalah tentang pekerjaan yang lebih bermakna,
tentang hubungan antara jiwa dan pekerjaan (Ashmos, 2000).
Beberapa ahli telah memberikan definisi spiritualitas, diantaranya
Wigglesworth yang mengatakan bahwa spiritualitas adalah kebutuhan bawaan
manusia untuk berhubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri manusia itu.
Istilah ”sesuatu yang lebih besar dari manusia”adalah sesuatu yang diluar diri
manusia dan menarik perasaan akan diri orang tersebut. Pengertian spiritualitas
oleh Wigglesworth ini memiliki dua komponen, yaitu vertikal dan horizontal:
- Komponen vertikal, yaitu sesuatu yang suci, tidak berbatas tempat dan
waktu, sebuah kekuatan yang tinggi, sumber, kesadaran yang luar biasa.
Keinginan untuk berhubungan dengan dan diberi petunjuk oleh sumber ini.
- Komponen horizontal, yaitu melayani teman-teman manusia dan planet
secara keseluruhan.
Komponen horizontal dari Wigglesworth sejalan dengan pengertian
spiritualitas dari Tischler (2002) yang mengatakan bahwa spiritualitas mirip atau
dari seorang individu. Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang
yang terbuka, memberi, dan penuh kasih. Ia juga mengemukakan empat
kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang yaitu personal
awareness, personal skills, social awareness dan social skills.
Howard (2002) mengemukakan bahwa terdapat empat hal yang berhubungan
dengan spiritualitas yaitu diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan kekuatan yang
melebihi manusia. Hal ini ditambahkan oleh Young (2007) yang menjelaskan
bahwa proses penuaan adalah suatu langkah yang penting dalam perjalanan
spiritual dan pertumbuhan spiritual seseorang. Orang-orang yang memiliki
spiritualitas berjuang mentransendensikan beberapa perubahan dan berusaha
mencapai pemahaman yang lebih tinggi tentang hidup mereka dan maknanya.
Globalisasi mengakibatkan perdagangan bebas tidak bisa terbendung lagi
sehingga menimbulkan tingkat kompetisi yang semakin tinggi di semua sektor,
termasuk sektor kesehatan. Perkembangan sektor kesehatan yang sangat dinamis
menuntut kelenturan serta penyesuaian secara terus menerus dan menyeluruh dari
para pihak yang terlibat didalamnya (Loetfia, 2000).
Rumah sakit sebagai salah satu lembaga penyedia jasa pelayanan kesehatan
memiliki peranan yang sangat besar. Kebutuhan masyarakat yang meningkat
menyebabkan banyak rumah sakit swasta berlomba–lomba menyediakan mutu
pelayanan dan peralatan medis yang prima. Rumah sakit milik pemerintah pun
tidak mau kalah. Pihak pemerintah membuat program pembangunan kesehatan
yang bertujuan agar terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu dan
banyak pelayanan rumah sakit di Indonesia yang belum mencapai mutu yang
optimal (Utama, 2003).
Salah satu Rumah Sakit Pemerintah yang ada di Medan adalah Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi. Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi yang beralamat di Jalan
Prof. H. M. Yamin SH Nomor 47 Medan, Sumatera Utara diresmikan pada 11
Agustus 1928, status kepemilikan saat ini ada pada Pemerintah Kota Medan
(www.pdpersi.co.id, 2003).
Kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit sangat ditentukan oleh
tersedianya sumber daya yang berkualitas termasuk tenaga perawat (Megawati,
2005). Keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan
dan merupakan salah satu faktor yang menentukan tercapainya pembangunan
nasional karena keperawatan mempunyai andil yang cukup besar dalam
menentukan mutu pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan jumlah tenaga
keperawatan mendominasi tenaga kesehatan secara keseluruhan dan mempunyai
kontak yang paling lama dengan pasien (Loetfia, 2000).
Widjaja (1994) mengemukakan bahwa perawat dalam menjalankan tugasnya
juga banyak terkait dengan mengawasi teknologi yang kompleks, memberi
informasi dan pendidikan kesehatan serta berusaha untuk memahami kebutuhan
klien sebagai manusia yang utuh termasuk empati.
Berdasarkan kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang yang
dikemukakan oleh Tischler (2002), pada sisi kesadaran sosial (social awareness),
orang-orang yang spiritualnya berkembang memperlihatkan sikap sosial yang
ditunjukkan ini sesuai dengan peran perawat yaitu nursing is helping, nursing is
listening, nursing is feeling (Gaffar, 1999). Hal ini juga senada dengan peran yang
dikemukakan Gaffar (dalam Praptianingsih, 2006) yaitu peran perawat sebagai
pelaksana, dalam hal ini sebagai comforter.
Pada sisi keterampilan sosial (social skill), orang-orang dengan spiritualitas
yang berkembang menunjukkan keterbukaan sosial yang lebih besar, mudah
beradaptasi dengan perubahan, memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja
dan atasan, dan baik dalam menanggapi kritikan. Keterampilan ini dibutuhkan
perawat untuk menjalani peran-perannya dengan baik. Peran-peran yang
membutuhkan keterampilan ini antara lain, peran perawat sebagai pelaksana
dalam hal ini sebagai communicator, peran sebagai pengelola (Gaffar dalam
Praptianingsih, 2006), dan nursing is sharing (Gaffar, 1999).
D. PERTANYAAN PENELITIAN
Dari uraian di atas maka pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana gambaran spiritualitas perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan secara umum?
2. Bagaimana gambaran spiritualitas perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan berdasarkan kompetensi kesadaran diri (self awareness)?
3. Bagaimana gambaran spiritualitas perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
4. Bagaimana gambaran spiritualitas perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan berdasarkan kompetensi kesadaran sosial (social awareness)?
5. Bagaimana gambaran spiritualitas perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Menurut Azwar (2004) penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan
secara sistematik dan akurat, fakta dan karakteristik mengenai sampel atau
mengenai bidang tertentu. Data yang dikumpulkan hanya bersifat deskriptif
sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat
prediksi maupun mempelajari implikasi.
Hasil penelitiannya berupa deskripsi mengenai variabel-variabel tertentu
dengan menyajikan frekuensi, rata-rata nilai atau kualifikasi lainnya untuk setiap
kategori di suatu variabel. Penelitian ini berusaha menggambarkan spiritualitas
pada perawat rawat inap di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan.
A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah spiritualitas pada
perawat rawat inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan.
B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN
Definisi operasional merupakan suatu definisi mengenai variabel yang
dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang diamati
1. Spiritualitas
Definisi operasional dari spiritualitas adalah suatu hal mirip atau dengan suatu
cara berhubungan dengan emosi atau perilaku dan sikap tertentu dari seorang
individu. Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka,
memberi dan penuh kasih (Tischler, 2002). Spiritualitas diukur dengan
menggunakan kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang.
Kompetensi-kompetensi ini yaitu kesadaran pribadi, keterampilan pribadi,
kesadaran sosial, dan keterampilan sosial.
Semakin tinggi skor total tiap kompetensi, maka semakin berkembang
spiritualitas yang dimiliki perawat tersebut.
C. POPULASI, SAMPEL DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL
1. Populasi dan Sampel
Populasi didefinisikan sebagai kelompok subjek yang hendak dikenai
generalisasi hasil penelitian. Sampel adalah sebagian dari populasi. Karena
merupakan bagian dari populasi, tentulah ia harus memiliki ciri-ciri yang dimiliki
oleh populasinya (Azwar, 2004).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat rawat inap Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi Medan. Sampel dalam penelitian ini adalah 205 orang
Tabel 1. Daftar Ketenagaan Perawat Rawat Inap yang Berada di Bawah
Bidang Keperawatan Berdasarkan Pendidikan
No Pendidikan Jumlah
1 S-1 Keperawatan 13 orang
2 D-IV Keperawatan 3 orang
3 D-III Keperawatan 218 orang
4 D-III Kebidanan 41 orang
5 APK (Akademi Perawat Kesehatan) 3 orang
6 SPK (Sekolah Perawat Kesehatan) 103 orang
7 D IV Kebidanan 30 orang
8 PKC/ LCPK 16 orang
Jumlah 427 orang
Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa di RSU Dr. Pirngadi perawat rawat inap yang
berada di bawah bidang keperawatan terdiri dari 8 kelompok pendidikan yang
keseluruhannya berjumlah 427 orang.
2. Metode Pengambilan Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan menggunakan
prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasi. Populasi dalam
berjumlah 427 orang. Jumlah perawat yang dilibatkan sebagai sampel dalam
penelitian ini sebanyak 205 orang. Pengambilan jumlah sampel mengacu pada
tabel Krejcie yang melakukan perhitungan ukuran sampel yang didasarkan atas
kesalahan 5% jadi sampel yang diperoleh mempunyai kepercayaan 95% (Sugiono,
2004).
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik quota
sampling yaitu teknik sampling yang terlebih dahulu menetapkan jumlah subjek
yang akan diselidiki dimana jumlah subjek yang telah ditetapkan tersebut harus
dipenuhi (Hadi, 2000).
D. METODE PENGUMPULAN DATA
1. Alat Ukur Yang Digunakan
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
skala psikologi. Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan
suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk/konsep psikologis yang
menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 2005).
Metode skala psikologi memiliki beberapa karakteristik yaitu (1) stimulasinya
tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap
indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan; (2) skala psikologi selalu berisi
banyak aitem dan respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban ’benar’
Menurut Azwar (2005) metode skala mempunyai perbedaan dengan angket,
karakteristik skala yaitu :
1. Data yang diungkap berupa konstruk atau konsep psikologis yang
menggambarkan aspek kepribadian individu.
2. Pertanyaan sebagai stimulus tertuju pada indikator perilaku guna memancing
jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri subjek yang biasanya tidak
disadari oleh responden yang bersangkutan.
3. responden terhadap skala psikologi, sekalipun memahami isi pertanyaannya,
biasanya tidak menyadari arah jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan apa
yang sesungguhnya diungkap oleh pertanyaan tersebut.
4. Respon terhadap skala psikologi diberi skor melewati proses penskalaan.
5. Satu skala psikologi hanya diperuntukkan guna mengungkap suatu atribut
tunggal (unidimensional).
6. Hasil ukur skala psikologi harus teruji reliabilitasnya secara psikometris
dikarenakan relevansi isi dan konteks kalimat yang digunakan sebagai
stimulus pada skala psikologi lebih terbuka terhadap eror.
7. Validitas skala psikologi lebih ditentukan oleh kejelasan konsep psikologis
yang hendak diukur dan operasionalisasinya.
Spiritualitas pada sampel diukur melalui skala spiritualitas yang disusun
berdasarkan kompetensi kesadaran pribadi, keterampilan pribadi, kesadaran
sosial, dan keterampilan sosial yang dikemukakan oleh Tischler (2002). Skala
spiritualitas ini terdiri dari 200 item dengan blue print yang disajikan sebagai
Tabel 2. Blue print Skala Spiritualitas Sebelum Uji Coba
No Kompetensi Indikator Perilaku Item
TOTAL sendiri dan efek dari emosi tersebut
Memiliki rasa percaya diri, pengetahuan yang luas, menjadi lebih baik atau untuk memenuhi standar
Dapat mengatur waktu 102, 107,
112, 117, bergantung pada orang lain
Menolong orang lain tanpa mengharapkan balasan dalam bentuk apapun walaupun hal itu menyebabkan kerugian bagi diri sendiri
104, 109,
4. Social Skills Melakukan interaksi terus menerus dengan orang lain
154, 159, terhadap nilai yang dianut oleh seseorang
Skala ini akan disajikan dalam bentuk pernyataan yang mendukung dan tidak
mendukung. Setiap aitem pada skala terdiri dari pernyataan dengan empat pilihan
jawaban, yaitu Sangat Sesuai, Sesuai, Tidak Sesuai dan Sangat Tidak Sesuai.
Bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu: Sangat Sesuai = 4, Sesuai = 3,
Tidak Sesuai = 2, Sangat Tidak Sesuai = 1. sedangkan bobot penilaian untuk
pernyataan unfavorable yaitu: Sangat Sesuai = 1, Sesuai = 2, Tidak Sesuai = 3,
Tabel 3. Bobot Nilai Pernyataan Skala Spiritualitas
Bentuk Pernyataan
Skor
1 2 3 4
Mendukung Sangat Tidak
Sesuai
Tidak Sesuai Sesuai Sangat Sesuai
Tidak
Mendukung
Sangat Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sangat Tidak
Sesuai
E. UJI COBA ALAT UKUR
1. Validitas Alat Ukur
Untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut mampu menghasilkan data yang
akurat yang sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu pengujian validitas.
Suatu alat tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan memiliki validitas yang
tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil
ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar,
2005). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini ádalah content validity
(validitas isi) dimana peneliti meminta pendapat profesional (profesional
judgement) dari dosen pembimbing dalam proses telaah soal baik dari isinya
maupun validitas muka (face validity).
2. Daya Beda Item
Daya beda aitem atau daya diskriminasi aitem merupakan parameter yang
penting pada skala psikologi (Azwar, 2004). Daya beda aitem dapat membedakan
antara individu-individu atau kelompok yang memiliki dan yang tidak memiliki
Pengujian keselarasan fungsi aitem dengan fungsi tes menghendaki
dilakukannya penghitungan koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap
item dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor total tes itu sendiri.
Prosedur pengujian konsistensi aitem total akan menghasilkan koefisien korelasi
aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem. Penelitian ini
menggunakan menggunakan formula korelasi Product Moment Pearson untuk
menguji daya beda aitem (Azwar, 2004). Uji daya beda aitem ini akan dilakukan
pada skala spiritualitas. Setiap aitem pada skala akan dikorelasikan dengan skor
total skala. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0, 30 daya
pembedanya dianggap memuaskan (Azwar, 2005).
3. Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas artinya adalah tingkat keterpercayaan hasil suatu pengukuran.
Pengukuran yang tidak reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat
dipercaya karena perbedaan skor yang terjadi diantara individu lebih ditentukan
oleh kesalahan daripada faktor perbedaan yang sesungguhnya. Reliabilitas
dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang dari 0
sampai 1,00. semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti
semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati
angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2005). Sekaran (dalam
Hardaningtyas, 2005) mengatakan bahwa umumnya bila koefisien alpha cronbach
0,6 dapat dikatakan tingkat reliabilitasnya kurang baik. Sedangkan jika nilai
akan sangat baik jika nilai koefisien reliabilitasnya 0,8. penelitian ini melakukan
uji reliabilitas dengan menggunakan Alpha Cronbach. Data untuk menghitung
koefisien reliabilitas alpha diperoleh lewat penyajian satu bentuk skala yang
dikenakan hanya sekali saja pada satu kelompok responden (single-trial
administration) (Azwar, 2005).
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Dalam penelitian ini dilakukan uji coba yang bertujuan untuk mengetahui
kualitas aitem-aitem sebelum digunakan pada penelitian yang sesungguhnya.
Aitem-aitem yang kualitasnya kurang baik akan dibuang dan aitem-aitem yang
kualitasnya baik akan digunakan sebagai alat ukur pada penelitian yang
sesungguhnya. Aitem-aitem yang berkualitas akan ditunjukkan oleh koefisien
korelasi yang tinggi, yaitu korelasi antara masing-masing aitem dengan aitem
total.
Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan SPSS
versi 13 diperoleh koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,964.
Tabel 4. Blue print Skala Spiritualitas Setelah Uji Coba
Kesadaran
4. Social Skills Melakukan
Tabel 5. Blue print Skala Spiritualitas Yang Akan Digunakan Dalam
Penelitian
No Kompetensi Indikator Perilaku Item
TOTAL diri sendiri dan efek dari emosi tersebut
Bekerja sesuai
4. Social Skills Melakukan interaksi
F. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN
Prosedur pelaksanaan penelitian ini terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut
adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data.
1. Tahap Persiapan
Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah membuat alat ukur dan setelah
itu alat ukur dujicobakan. Sebelum pembuatan alat ukur, terlebih dahulu
menentukan kompetensi dari alat ukur tersebut. Kemudian dari kompetensi
tersebut dibuat indikator perilaku yang lalu dibuat menjadi pernyataan-pernyataan.
Setelah melakukan persiapan alat ukur, maka persiapan selanjutnya adalah
mengurus perizinan. Proses perizinan ini dimulai dari Fakultas Psikologi USU.
Kemudian peneliti memasukkan surat izin ke RSU. Dr. Pirngadi Medan pada
tanggal 31 Oktober 2008. surat izin dari rumah sakit tersebut diperoleh pada
tanggal 5 November 2008 dan peneliti harus mendapatkan izin dari kepala bidang
keperawatan rumah sakit. Setelah mendapatkan izin dari pihak rumah sakit,
khususnya bagian keperawatan, peneliti lalu melakukan pengambilan data.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSU. Dr. Pirngadi bagian ruang rawat inap, yang
berlokasi di jalan Prof. H. M. Yamin, S. H. Nomor 47 Medan. Pengambilan data
berlangsung dari tanggal 5 November 2008 – 28 November 2008.
Pada penelitian ini, dari 222 eksemplar kuesioner yang disebarkan, sebanyak
3. Tahap Pengolahan Data
Setelah diperoleh hasil skor skala sikap dari masing-masing subjek, maka data
dimasukkan ke excel dan selanjutnya diolah dengan menggunakan aplikasi SPSS
versi 13.
a. Gambaran skor spiritualitas diperoleh dengan menggunakan perintah
statistik ”descriptive”. Skor yang diperoleh dari subjek yang yaitu skor
minimum, skor maksimum, mean, dan standar deviasi.
b. Gambaran tentang subjek penelitian yang didapat dari data identitas diri,
diolah dan dinyatakan dalam bentuk persentase. Persentase ini didapat
melalui pengolahan statistik, SPSS, dengan perintah ”frequencies”.
G. METODE ANALISA DATA
Azwar (2005) menyatakan bahwa penelitian deskriptif menganalisa dan
menyajikan data secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan
disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga
semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan analisa
statistik. Pertimbangan penggunaan analisa statistik dalam penelitian ini adalah
karena analisa statistik bekerja dengan angka-angka, bersifat objektif, bersifat
universal, dalam arti dapat digunakan pada hampir semua bidang penelitian (Hadi,
2000).
Data yang diperoleh akan diolah dengan statistik deskriptif. Hasil dari statistik
Azwar (2005) menyatakan bahwa uraian kesimpulan dalam penelitian deskriptif
didasari oleh angka yang diolah secara tidak terlalu mendalam.
Pengolahan data hasil skala dilakukan dengan menggunakan program SPSS
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas mengenai gambaran keseluruhan hasil penelitian.
Diawali dengan menguraikan gambaran subjek penelitian dan dilanjutkan dengan
analisis serta interpretasi data penelitian yang sesuai dengan permasalahan yang
ingin dilihat dari penelitian ini maupun analisis tambahan terhadap data yang ada.
A. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian adalah perawat rawat inap Rumah Sakit Umum Dr.
Pirngadi Medan dengan sampel keseluruhan berjumlah 205 orang. Seluruh subjek
dalam penelitian ini akan dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan, lama bekerja, suku, agama dan jabatan.
1. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia
Berdasarkan usia, penyebaran subjek penelitian digambarkan seperti pada tabel
Tabel 5. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia
Rentang Usia Jumlah %
20 – 24 tahun 27 13,2
25 – 29 tahun 82 40
30 – 34 tahun 25 12,2
35 – 39 tahun 14 6,8
40 – 44 tahun 26 12,7
45 – 49 tahun 16 7,8
50 – 54 tahun 13 6,3
55 – 59 tahun 2 1
Total 205 100
Tabel 5 menunjukkan subjek penelitian pada rentang usia 25 – 29 tahun
merupakan jumlah yang paling banyak yaitu 82 orang atau 40% dibandingkan
dengan subjek dengan rentang usia yang lainnya. Rentang usia terbanyak
berikutnya adalah rentang usia 20 – 24 tahun yaitu 27 orang atau 13,2 %.
Selanjutnya rentang usia 40 – 44 tahun sebanyak 26 orang atau 12,7%, rentang
usia 30 – 34 tahun sebanyak 25 orang atau 12,2%, rentang usia 45 – 49 tahun
sebanyak 16 orang atau 78%, rentang usia 35 – 39 tahun sebanyak 14 orang atau
6,8%, rentang usia 50 – 54 tahun sebanyak 13 orang atau 6,3%, dan yang paling
Gambaran subjek berdasarkan usia dapat dilihat pada Grafik 1 berikut:
Grafik 1. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia
gambaran subjek berdasarkan usia
20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59
gambaran subjek berdasarkan usia
B. HASIL UTAMA PENELITIAN
1. Gambaran Umum Spiritualitas pada Perawat Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi Medan
Data penelitian yang akan disajikan adalah nilai mean, standar deviasi,
minimum dan maksimum.
Analisis deskriptif pada penelitian ini dilaksanakan dengan bantuan program
SPSS versi 13. Gambaran umum skor spiritualitas pada perawat rawat inap RSU.
Dr. Pirngadi Medan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6. Gambaran Umum Spiritualitas pada Perawat Rawat Inap RSU. Dr.
Pirngadi Medan
Variabel N Mean SD Min Maks Spiritualitas 205
205