• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Work Engagement pada Perawat Hemodialisa (HD) di RS "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Work Engagement pada Perawat Hemodialisa (HD) di RS "X" Bandung."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

viii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Pekerjaan sebagai perawat hemodialisa (HD) terdiri dari beberapa tahap, dengan tuntutan untuk terlibat secara cermat dengan kondisi pasien dan alat HD, sehingga dibutuhkan Work Engagement pada perawat HD yang tercermin melalui vigor, dedication, dan absorption (Schaufeli & Bakker, 2003). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana derajat Work Engagement pada perawat hemodialisa (HD) di RS ‘X’ Bandung.

Terdapat 33 perawat HD yang berpartisipasi mengisi kuesioner UWES-17 (Schaufeli dan Bakker, 2003) yang dimodifikasi oleh peneliti sehingga terdiri dari 18 item, dengan skor validitas 0.346 – 0.775 dan reliabilitas 0.874. Pengolahan data dalam penilitian ini menggunakan perhitungan distribusi frekuensi dengan bantuan program SPSS v.23 for windows.

Hasil pengolahan data memperlihatkan 66,7% perawat HD memiliki derajat Work Engagement yang rendah dan 33,3% lainnya memiliki derajat Work Engagement yang tinggi. Kesimpulan yang diperoleh adalah perawat HD dengan Work Engagement tinggi memiliki derajat yang juga tinggi pada ketiga aspek, sedangkan pada perawat HD dengan Work Engagement rendah memiliki derajat yang bervariasi pada ketiga aspeknya dan yang terendah adalah aspek dedication. Seluruh perawat HD memiliki penghayatan yang tinggi pada ketiga faktor yang mempengaruhi, yaitu job demand, job resources, dan personal resources, namun pada perawat HD dengan Work Engagement rendah memiliki penghayatan yang bervariasi terhadap salah satu komponen personal resources yaitu optimism.

(2)

ix Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

Hemodialysis (HD) nurses work on a number of stages, which required careful handling with HD equipments and patients. To perform optimally on HD therapy, work engagement is needed. Work Engagement is defined as a positive, fulfilling, work-related state of mind that is characterized by vigor, dedication, and absorption (Schaufeli & Bakker, 2003). The aim of this research is to describe the degree of Work Engagement in HD nurses at ‘X’ Hospital in Bandung.

There are 33 HD nurses involved in the research to fill in modified UWES-17 (Schaufeli & Bakker, 2003) 18 item’s questionnaire. The validity score of 0,346-0,775 and reliability value of 0,874. Data processing used frequential distribution SPSS v.23 for windows program.

The research result showed that 66,7% HD nurses have a low level of Work Engagement while the other 33,3% have a high level of Work Engagement. In conclusion, HD nurses with high level of Work Engagement scored high on all three aspects while HD nurses with low level of Work Engagement have a more diverse scores on all three aspects and scored especially low on dedication. Participating HD nurses scored high on all three influential factors, which are job demand, job resources, and personal resources, however HD nurses with low level of Work Engagement have varied scores in one of the component in personal resources : optimism.

(3)

x Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN...ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS...iii

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI...iv

KATA PENGANTAR...v

ABSTRAK...viii

ABSTRACT...ix

DAFTAR ISI...ix

DAFTAR TABEL...xiv

DAFTAR BAGAN...xv

DAFTAR LAMPIRAN...xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah...1

1.2. Identifikasi Masalah...9

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian...10

1.3.1. Maksud Penelitian...10

1.3.2. Tujuan Penelitian...10

1.4. Kegunaan Penelitian...10

1.4.1. Kegunaan Teoritis...10

(4)

xi Universitas Kristen Maranatha

1.5. Kerangka Pikir...11

1.6. Asumsi Penelitian...20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Work Engagement...21

2.1.1. Pengertian Work Engagement...21

2.1.2. Aspek-Aspek Work Engagement...21

2.1.2.1. Vigor...21

2.1.2.2. Dedication...22

2.1.2.3. Absorption...22

2.1.3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Work Engagement...23

2.1.4. Ciri-Ciri Work Engagement...28

2.1.5. Konsep Lain yang Berkaitan dengan Work Engagement...30

2.2. Perawat Hemodialisa (HD)...33

2.2.1. Hemodialisis...33

2.2.2. Perawat Hemodialisa (HD)...34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian...35

3.2. Bagan Prosedur Penelitian...35

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...35

3.3.1. Variabel Penelitian...35

(5)

xii Universitas Kristen Maranatha

3.3.3. Definisi Operasional...36

3.4. Alat Ukur...36

3.4.1. Alat Ukur Work Engagement...36

3.4.1.1. Kisi-Kisi Alat Ukur...37

3.4.1.2. Prosedur Pengisian Alat Ukur...38

3.4.1.3. Sistem Penilaian Alat Ukur...39

3.4.2. Data Pribadi dan Data Penunjang...41

3.4.2.1. Data Pribadi...41

3.4.2.2. Data Penunjang...41

3.4.3. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur...43

3.4.3.1. Validitas Alat Ukur...43

3.4.3.2. Reliabilitas Alat Ukur...43

3.5. Populasi dan Teknik Penarikan Sample...44

3.5.1. Populasi Sasaran...44

3.5.2. Karakteristik Populasi...44

3.6. Teknik Analisis Data...44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Responden Penelitian...46

4.1.1. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...46

4.1.2. Gambaran Responden Berdasarkan Usia...47

4.1.3. Gambaran Responden Berdasarkan Lama Bekerja...47

(6)

xiii Universitas Kristen Maranatha

4.2.1. Gambaran Derajat Work Engagement...48

4.2.2. Gambaran Derajat Aspek-Aspek Work Engagement...48

4.2.2.1. Gambaran Derajat Vigor...48

4.2.2.2. Gambaran Derajat Dedication...49

4.2.2.3. Gambaran Derajat Absorption...49

4.2.3. Tabulasi Silang Derajat Work Engagement dengan Aspek...50

4.3. Pembahasan...52

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ...61

5.2. Saran...62

5.2.1. Saran Teoritis...62

5.2.2. Saran Praktis...62

DAFTAR PUSTAKA...64

(7)

xiv Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Aspek Work Engagement...37

Tabel 3.2. Kisi-Kisi Alat ukur Work Engagement...37

Tabel 3.3. Kriteria Pengisian Kuesioner Alat Ukur Work Engagement...38

Tabel 3.4. Kriteria Penilaian Kuesioner Alat Ukur Work Engagement...39

Tabel 3.5. Kisi-Kisi Data Penunjang...41

Tabel 3.6. Kriteria Penilaian Data Penunjang...42

Tabel 4.1. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...46

Tabel 4.2. Gambaran Responden Berdasarkan Usia...47

Tabel 4.3. Gambaran Responden Berdasarkan Lama Bekerja...47

Tabel 4.4. Gambaran Derajat Work Engagement...48

Tabel 4.5. Gambaran Derajat Vigor...48

Tabel 4.6. Gambaran Derajat Dedication...49

Tabel 4.7. Gambaran Derajat Absorption...49

Tabel 4.8. Tabulasi Silang Derajat Work Engagement dengan Vigor...50

Tabel 4.9. Tabulasi Silang Derajat Work Engagement dengan Dedication...51

(8)

xv Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

(9)
(10)

xvii Universitas Kristen Maranatha

(11)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam menghadapi berbagai ancaman kesehatan global, kini beberapa negara termasuk Indonesia semakin meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun 2019, salah satu yang harus ditingkatkan adalah pelayanan kesehatan yang kuat di Rumah Sakit (www.depkes.go.id). Dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, salah satu profesi yang memegang peranan penting untuk memberikan pelayanan kesehatan adalah perawat. Perawat adalah seseorang yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat dan menyembuhkan orang yang sakit, usaha rehabilitasi, pencegahan penyakit, yang dilaksanakannya sendiri atau dibawah pengawasan dan supervisi dokter atau suster kepala (Depkes RI, 2007).

Selain menempuh pendidikan keperawatan, perawat akan dibekali keterampilan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Keterampilan ini diperlukan agar perawat dapat melakukan tugas dan tuntutan pekerjaannya secara optimal serta memberikan pelayanan prima kepada pasien. Tugas dan tuntutan pekerjaan yang diberikan kepada perawat akan disesuaikan dengan di bagian mana perawat tersebut ditempatkan. Salah satu bagian yang memiliki tuntutan dan resiko pekerjaan cukup tinggi, dan memerlukan keterampilan khusus dalam penanganan pasien yang intensif adalah bagian instalasi terapi hemodialisa (HD).

(12)

2

Universitas Kristen Maranatha

yang optimal kepada pasien yang mengalami gagal ginjal, dimana pasien tersebut membutuhkan bantuan mesin HD sebagai pengganti ginjal untuk mengeluarkan toksin dari dalam tubuhnya. Mesin HD ini akan sangat membantu pasien sepanjang hidupnya. Dengan melakukan terapi HD, pasien penderita gagal ginjal memiliki kesempatan untuk hidup yang lebih panjang.

Saat ini, pasien penderita gagal ginjal di Indonesia sendiri terus mengalami peningkatan setiap tahun. Data hasil studi epidemologi Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) pada tahun 2015 ini menyebutkan 12,5 persen orang Indonesia menderita gagal ginjal (www.republika.co.id). Saat ini penderita gagal ginjal yang harus melakukan terapi HD meningkat 10% setiap tahunnya (www.pdpersi.co.id). Kebutuhan akan terapi HD yang meningkat, menuntut beberapa instansi kesehatan untuk memberikan pelayanan terapi HD yang maksimal dengan ketersediaan perawat HD yang mencukupi. Tuntutan atas kebutuhan tersebut akan terkait dengan tuntutan kerja yang diberikan kepada perawat HD. Dalam bekerja, perawat HD memiliki tuntutan baik secara fisik, mental, dan emosional. Selain itu, pekerjaan sebagai perawat HD ini menuntut performa kerja yang optimal karena akan terkait dengan kesejahteraan hidup pasien penderita gagal ginjal. Hal ini secara tidak langsung menuntut instansi kesehatan untuk memberikan pelayanan dengan standar mutu tinggi.

(13)

3

Universitas Kristen Maranatha

yaitu senin sampai dengan sabtu. Selain itu, perawat HD juga memiliki tambahan waktu kerja (over time) yang dimulai dari jam 19.00 sampai dengan jam 05.00 sebanyak minimal 3 kali dalam sebulan. Setiap harinya terdapat sekitar 23 atau 24 orang perawat HD yang bekerja pada setiap shift-nya (pagi dan siang) dan 3 orang perawat HD yang bekerja over time. Meskipun perawat HD ini bekerjasama dengan beberapa perawat HD lainnya dalam tim, dalam sehari pada jam kerja regular, satu orang perawat HD dapat melayani sekitar 3 sampai 4 pasien pada waktu yang bersamaan. Sedangkan pada over time, jumlah pasien tidak dapat ditentukan namun perawat HD dituntut untuk tetap

standby selama jam kerja. Beberapa tuntutan terkait dengann jam kerja ini dapat

menjadi tuntutan secara fisik bagi perawat HD.

Berdasarkan hasil wawancara kepada perawat HD di RS ‘X’, dalam melakukan tugasnya, perawat HD harus melakukan prosedur terapi HD sesuai dengan standar yang berlaku yaitu persiapan HD, pre HD, intra HD, dan post HD. Pada tahap persiapan HD, perawat HD ditantang untuk dapat membangun hubungan interpersonal yang baik dengan pasien agar pasien merasa nyaman dan terbentuk rasa percaya. Hal ini akan mempengaruhi keputusan pasien untuk bersedia melakukan terapi HD atau tidak. Apabila perawat berhasil membuat pasien merasa nyaman dan pasien bersedia untuk menjalani terapi HD, maka barulah perawat HD melanjutkan ke tahap berikutnya yaitu pre HD. Berdasarkan survei awal, 5 orang perawat HD menyatakan bahwa tahap

tersebut adalah tahap yang harus dilakukan secara tepat, yaitu perawat HD harus mengatur emosinya agar selalu ramah dalam membangun relasi kepada pasien sehingga pasien bersedia menjalani terapi HD. 2 dari 5 orang perawat HD menghayati bahwa mereka senang dan tidak merasa kesulitan dalam membangun relasi tersebut.

(14)

4

Universitas Kristen Maranatha

perawat HD juga memastikan keakuratan mesin HD, beberapa peralatan medis, dan bahan-bahan yang diperlukan dalam terapi HD, hingga seluruh alat dan bahan siap digunakan. Setelah itu, perawat HD akan mengatur mesin HD. Pengaturan mesin HD untuk masing-masing pasien disesuaikan dengan keadaan pasien dan catatan dari dokter spesialis ginjal. Dalam pengaturan mesin HD ini, perawat HD dituntut untuk fokus dan sebisa mungkin harus meminimalisasi kesalahan.

Kesalahan dalam mengatur mesin HD akan beresiko cukup tinggi pada keadaan pasien. Apabila alat-alat terpasang dengan baik pada tubuh pasien dan mesin HD sudah benar-benar siap, maka terapi HD akan dimulai dan akan berlangsung sekitar 3 sampai dengan 4 jam. Pemasangan alat kepada tubuh pasien juga memiliki resiko yang tinggi, karena berhubungan dengan pembuluh darah yang secara langsung akan mempengaruhi kelangsungan hidup pasien. Pasien akan mengeluh dan komplain apabila terasa sakit saat pemasangan alat. Beberapa tuntutan dalam tahap ini merupakan tuntutan secara mental yang dihayati oleh perawat HD, dan respon yang diberikan oleh pasien merupakan umpan balik yang diterima oleh perawat HD. 2 dari 5 orang perawat HD yang peneliti wawancara, mengatakan bahwa respon berupa komplain yang didapatkan dari pasien dapat membuatnya terpancing untuk bekerja lebih baik lagi, namun 3 orang perawat HD lainnya tidak peduli dengan komplain tersebut dan hanya bekerja mengikuti prosedur yang telah diajarkan.

(15)

5

Universitas Kristen Maranatha

namun 2 orang perawat HD lainnya merasa bahwa tahap ini menjadi penting sehingga menjadi fokus memantau pasien dan merasa waktu begitu cepat berlalu. Pada tahap ini juga terdapat kemungkinan terjadinya kondisi-kondisi darurat tertentu pada pasien atau timbulnya reaksi komplikasi. Dalam menghadapi kondisi tersebut perawat HD dituntut untuk dapat mengambil tindakan awal sebagai pertolongan pertama pada pasien. Hal ini secara tidak langsung menuntut perawat HD untuk dapat menguasai beberapa cara dalam melakukan pertolongan pertama kepada pasien terapi HD beserta resikonya. Namun apabila terjadi sesuatu yang sudah tidak dapat ditangani oleh perawat HD, langkah awal yang harus diambil adalah mengembalikan terlebih dahulu seluruh darah pasien ke dalam tubuhnya dan menghentikan proses terapi HD serta segera melaporkannya kepada dokter yang berjaga pada hari tersebut.

(16)

6

Universitas Kristen Maranatha

ingin cepat kembali ke rumah, namun 1 orang perawat HD lainnya mengatakan bahwa ia benar-benar tidak menyadari bahwa waktu bekerjanya sudah selesai dan merasa senang sehingga merasa bersemangat di keesokan harinya ketika akan berangkat untuk kembali bekerja.

Pasien yang menjalani terapi HD biasanya menjadi lebih sensitif dan mengharapkan perawat HD yang melayaninya dapat terus menemani selama proses terapi HD. Hal ini menyebabkan perawat HD hanya fokus pada salah satu pasien, sehingga harus ada kesediaan dari rekan kerja satu timnya untuk saling membantu mengobservasi pasien yang lainnya. Kerja dalam tim ini terkadang membuat 2 dari 5 orang perawat HD merasa terbantu dan menikmati pekerjaannya. Namun 3 orang perawat HD lainnya merasa hal tersebut memang sudah wajar dan dalam tim memang seharusnya saling membantu.

Seluruh perawat HD pasti mendapatkan jadwal untuk berjaga di ruangan yang seperti apa dan menghadapi berbagai macam karakter pasien. Dalam menghadapi berbagai macam karakter pasien dan penanganan komplikasi yang dideritanya, biasanya dalam 1 bulan sekali beberapa perawat HD dan kepala perawat serta kepala diklat melakukan pertemuan dan melakukan rapat. Dalam rapat tersebut akan dilakukan diskusi kasus dan beberapa perawat HD saling berbagi pengalaman dalam bekerja. RS ‘X’ terkadang menyelenggarakan seminar-seminar mengenai informasi terbaru terkait

HD, dan beberapa perawat HD akan diikutsertakan dalam seminar tersebut dan mendapatkan tugas untuk mengajari rekan kerjanya yang lain.

(17)

7

Universitas Kristen Maranatha

semakin lama semakin tidak sadarkan diri. Hal ini juga menjadi tantangan untuk perawat HD agar lebih fokus mengobservasi keadaan pasien. Terapi HD yang dilakukan memiliki beberapa resiko yang dapat mempengaruhi kondisi pasien. Kondisi pasien terapi HD tersebut bisa saja mengarah pada perkembangan yang buruk. Apabila hal tersebut terjadi, perawat HD dituntut untuk dapat menemukan penyebabnya dengan memeriksa seluruh data rekam medis serta bekerjasama dengan perawat asuhnya, kemudian melaporkannya kepada dokter yang berjaga.

(18)

8

Universitas Kristen Maranatha

Seluruh tugas-tugas dan beberapa resiko yang harus dihadapi oleh perawat HD di RS ‘X’ Bandung, membutuhkan energi, pelibatan diri yang kuat, dan konsentrasi yang

tinggi dalam penyelesaiannya. Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti, 1 dari 5 orang orang perawat menghayati munculnya perasaan tertantang dan antusias saat mengerjakan tugas-tugasnya. 2 dari 5 orang perawat HD merasa bersemangat untuk bekerja dan menghayati bahwa perlunya energi untuk dapat mengerahkan upaya dalam memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien. Sedangkan 3 orang perawat HD lainnya mengatakan bahwa dalam mengobservasi pasien (tahap intra HD) cukup membosankan. Selain itu, 3 dari 5 orang perawat HD mengatakan bahwa harus memiliki konsentrasi yang tinggi dalam bekerja agar dapat optimal dan sebisa mungkin untuk meminimalisir kondisi buruk terjadi pada pasien.

Besarnya curahan energi yang dikeluarkan dalam menyelesaikan pekerjaan, perasaan tertantang dan antusiasme terhadap pekerjaan, dan konsentrasi yang tinggi saat bekerja merupakan perwujudan dari work engagement. Smulder (2006, dalam Schaufeli 2011) mengatakan bahwa ada beberapa pekerjaan yang menuntut work engagement yang tinggi, diantaranya guru, enterpreuneur, dan perawat. Pekerjaan-pekerjaan tersebut memiliki satu kesamaan, yaitu pekerjaan yang melibatkan kualitas pelayaan sebagai modal utamanya. Bakker juga mengatakan bahwa work engagement memang dibutuhkan bagi pekerja yang berhubungan dengan organisasi dimana pekerjanya berinteraksi dengan customer, klien, pasien, dan juga dengan pelajar (Bakker, dkk, 2010:5).

(19)

9

Universitas Kristen Maranatha

dan absorption terkait dengan minat-perhatian dan konsentrasi pada saat bekerja. Hilde Vegsund (2014) mengatakan bahwa pekerjaan sebagai perawat memiliki tekanan pekerjaan yang cukup tinggi dan tidak tetap, sehingga dalam bekerja perawat membutuhkan engagement yang tinggi. Begitupula pada perawat HD yang juga memiliki tekanan pekerjaan yang cukup tinggi. Dalam bekerja, perawat HD menghayati adanya tekanan kerja, tuntutan baik secara fisik, mental dan emosional. Tuntutan-tuntutan tersebut dalam work engagement dapat dikategorikan sebagai job demands. Job demands ini dapat dipenuhi dengan adanya sumber daya dari pekerjaan (job

resources) dan sikap-sikap positif dari diri perawat HD (personal resources). Job

resources tersebut dapat berupa adanya umpan balik, dukungan sosial, autonomy, dan

supervisory coaching, namun pada perawat HD tidak ada yang menghayati adanya

coaching yang diberikan oleh atasannya. Personal resources dapat berupa self-efficacy,

hope, optimism, dan resiliency dari perawat HD. Job demand, job resources, dan

personal resources akan mempengaruhi work engagement. Work engagement akan

berpengaruh pada kinerja individu dimana semakin tinggi derajat work engagement yang dimiliki individu, semakin tinggi pula kualitas pelayanan yang diberikan oleh individu tersebut (Salanova, Agut, & Peiro, 2005).

Dari uraian di atas, terlihat bahwa work engagement merupakan hal yang penting untuk dimiliki oleh perawat HD yang bekerja di RS ’X’ Bandung. Hal ini mendorong

peneliti untuk melakukan penelitian mengenai gambaran work engagement pada perawat hemodialisa (HD) di RS ‘X’ Bandung.

1.2. Identifikasi Masalah

(20)

10

Universitas Kristen Maranatha

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah memperoleh data dan gambaran mengenai work engagement pada perawat hemodialisa (HD) di RS ‘X’ Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui derajat work engagement dari ketiga aspek yaitu vigor, dedication, dan absorption pada perawat hemodialisa (HD) di RS ‘X’ Bandung.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoritis

1. Memberikan bahan masukan bagi ilmu Psikologi khususnya dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi mengenai work engagement pada perawat hemodialisa (HD) di RS ‘X’ Bandung.

2. Memberikan sumbangan informasi kepada peneliti lain yang tertarik untuk meneliti work engagement serta mendorong dikembangkannya penelitian-penelitian lain yang berhubungan dengan topik tersebut.

1.4.2. Kegunaan Praktis

(21)

11

Universitas Kristen Maranatha

1.5. Kerangka Pemikiran

Perawat HD merupakan perawat bersertifikasi khusus HD yang bekerja memberikan pelayanan terapi HD bagi pasien penderita gagal ginjal. Dalam melakukan pekerjaannya yang harus mengikuti prosedur sesuai dengan standar tertentu ini, perawat HD membutuhkan konsentrasi, terutama pada tahap intra HD. Pada tahap ini, perawat HD dihadapkan dengan suatu situasi penuh resiko yang terus membutuhkan perhatian dalam rentang waktu yang tidak pendek diiringi dengan upaya yang lebih untuk keberhasilan terapi HD pada pasiennya. Menuangkan seluruh perhatian, usaha serta upaya yang lebih dalam menyelesaikan tugasnya dengan optimal ini, seseorang menjadi rela untuk mengeluarkan dan memberikan seluruh energinya; merasa tertantang dan rela mengorbankan tenaga, pikiran, dan waktunya; dan merasa memiliki minat-perhatian yang tinggi sehingga ingin terus melakukan pekerjaannya. Kondisi-kondisi tersebut oleh Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma & Bakker disebut dengan work engagement (Bakker dan Leiter 2010:13).

Work Engagement dapat didefinisikan sebagai suatu penghayatan positif dan rasa

terpenuhi pada pekerjaan yang ditandai dengan adanya vigor, dedication, dan absorption. (Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma & Bakker, 2002, dalam Bakker &

(22)

12

Universitas Kristen Maranatha

Job demands atau tuntutan kerja didefinisikan sebagai derajat lingkungan pekerjaan

dalam memberikan stimulus yang bersifat menuntut dan memerintah sehingga perlu diberikan respon. Respon yang diberikan seringkali mengharuskan individu atau karyawan mengerahkan usaha baik fisik ataupun psikis dan terkait dengan tuntutan kerja ini dapat mengarah pada aspek fisik, sosial, atau organisasional (Bakker & Demerouti, 2007). Pada pekerjaan sebagai perawat HD, beberapa job demands yang harus dihadapi adalah tuntutan kerja (work pressure) yang tinggi karena peran perawat tersebut menjadi perawat HD dan perawat asuh, tuntutan emosional (emotional demands) ketika berinteraksi dengan pasien, tuntutan mental (mental demands) ketika

memberikan penanganan kepada pasien, dan tuntutan fisik (physical demands) terkait dengan jam kerja.

(23)

13

Universitas Kristen Maranatha

Semua hal yang terjadi selama proses HD pada pasien yaitu reaksi-reaksi pada tubuh, sikap pasien, dan tekanan darah akan dicatat dan menjadi data untuk terapi berikutnya.

Apabila dalam proses terapi HD terjadi kondisi-kondisi darurat pada pasien, perawat HD harus dengan sigap mengambil tindakan awal sebagai pertolongan pertama. Hal ini menuntut perawat HD harus terus berusaha mencari informasi-informasi terbaru mengenai cara terbaik dalam menangani pasien saat terapi HD berlangsung melalui seminar atau bertanya kepada senior dan rekan yang lainnya, hal ini dapat menjadi tuntutan secara mental bagi perawat HD. Saat memberikan tindakan kepada pasien, perawat HD dituntut untuk tetap tenang dan tidak panik. Pasien yang sedang menjalani terapi HD juga memiliki berbagai macam karakter, hal ini juga menuntut perawat HD untuk selalu bersikap ramah, terbuka, dan memiliki kedekatan dengan pasien, terlebih apabila menghadapi pasien yang sangat sensitive, hal ini merupakan tuntutan secara emosional yang dirasakan oleh perawat HD. Perawat HD harus lebih sabar dan tetap tersenyum kepada pasien agar terbangun hubungan interpersonal yang baik, sehingga pasien merasa nyaman dan percaya kepada perawat.

(24)

14

Universitas Kristen Maranatha

sumber daya personal tersebut merupakan personal resources yang dimiliki para perawat HD ketika melakukan pekerjaannya.

Personal resources atau sumber daya pribadi merupakan aspek kognitif dan afektif

dari kepribadian, yang merupakan kepercayaan positif terhadap diri sendiri dan lingkungan serta bersifat dapat dikembangkan, yang mana hal ini dapat memotivasi dan memfasilitasi pencapaian tujuan bahkan saat menghadapi kesulitan dan tantangan (Bakker, 2008:8-13). Dalam melakukan pekerjaannya sebagai perawat HD, salah satu tujuan personal yang ingin dicapai adalah perasaan senang dan puas apabila pasien bersedia menjalani terapi HD sehingga dapat beraktivitas seperti biasa. Tujuan tersebut memotivasi perawat HD untuk bekerja dengan baik, namun pada pelaksanaannya terdapat beberapa hambatan yang seringkali terjadi baik dalam menangani pasien maupun saat mengoperasikan mesin HD. Perawat HD yang terus bertahan dan berusaha bangkit dari masalah tersebut (resilience) akan terus membuat perencanaan dalam menghadapinya dengan terus mengarahkan energinya untuk melayani pasien dengan optimal (hope) sehingga pasien dapat menjalani terapi HD dan tetap melakukan aktivitasnya. Selain itu, kemampuan dan keterampilan yang juga dimiliki oleh perawat HD ini dapat meningkatkan self-efficacy nya dalam memberikan pelayanan yang optimal, sehingga perawat HD menjadi lebih yakin (optimism) dalam menyelesaikan pekerjaannya yang juga dapat mencapai tujuan personalnya.

(25)

15

Universitas Kristen Maranatha

maupun psikis perawat HD, dan dalam mengurangi tekanan tersebut diperlukan sumber daya yang berasal dari pekerjaan itu sendiri, atau dapat disebut dengan job resources.

Job resources merupakan aspek-aspek dari pekerjaan yang fungsional untuk

mencapai goal, yang meminimalkan efek dari job demands, atau menstimulasi personal growth (Bakker, 2010:153). Bakker dan Demerouti (2008) mengatakan bahwa

autonomy, performance feedback, dan social support yang diberikan dari lingkungan

pekerjaan dapat menjadi job resources. Dalam bekerja, perawat HD dapat terus mengasah kemampuan dengan terus belajar mengenai tindakan yang dilakukannya dalam melayani pasien. Perawat HD memiliki tujuan dalam melayani terapi HD yaitu membuat pasien merasa nyaman dan percaya sehingga dengan rela menjalani terapi HD, sehingga pasien dapat melakukan aktivitasnya dan dapat terus bertahan hidup. Tujuan perawat HD ini dapat dicapai dengan diberikannya autonomy, yaitu kebebasan atau keleluasaan dalam mencari akses penusukan yang disesuaikan dengan kondisi pasien, dan mengambil tindakan awal sebagai pertolongan pertama saat terjadi kondisi-kondisi darurat pada pasien. Perawat HD harus cepat dan sigap dalam memberikan pertolongan pertama demi keselamatan pasien. Perawat HD juga diberikan kebebasan dalam mempersiapkan segala kebutuhan mesin HD dan pasien, sehingga perawat HD perlu memikirkannya dengan baik. Hal tersebut membuat perawat HD lebih merasa tertantang serta antusias dalam bekerja.

(26)

16

Universitas Kristen Maranatha

pasien terapi HD. Sharing mengenai penanganan beberapa kasus HD yang dilakukan oleh rekan-rekan perawat HD lainnya beserta atasannya, bantuan senior saat bekerja dalam satu team juga dapat membantu perawat HD lebih yakin untuk menghadapi tuntutan pekerjaannya sebagai perawat HD dan support serta bantuan yang diberikan tersebut dapat mengurangi tuntutan pekerjaannya baik secara fisik maupun psikis.

Job resources dapat mengurangi tekanan dalam tuntutan pekerjaan (job demands)

dan juga akan menstimulai perkembangan pribadi (dalam hal ini personal resources). Personal resources dan job resources akan saling terkait dan saling mendukung dalam

mengurangi job demands (Bakker & Demerouti, 2007, 2008) dan dengan begitu maka seseorang akan merasa engaged terhadap pekerjaannya. Dalam work engagement, semakin tinggi derajat personal resources dan job resources perawat HD, maka akan semakin menunjang dalam mengurangi job demands perawat HD (Bakker & Demerouti, 2007). Work engagement perawat HD dapat diperlihatkan melalui aspek-aspek dari work engagement. Work engagement terdiri dari tiga aspek-aspek, yaitu vigor, dedication dan absorption (Bakker dan Leiter, 2010: 13).

(27)

17

Universitas Kristen Maranatha

kesulitan menghadapi kondisi-kondisi darurat ketika pasien mengalami komplikasi saat terapi HD, dan tidak akan memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasien yang menjalani terapi HD.

Aspek yang kedua adalah dedication, yaitu keterlibatan perawat HD yang sangat tinggi saat melayani pasien terapi HD dan perawat HD tersebut merasakan keberartian (significance), antusiasme (enthusiasm), inspirasi (inspiration), kebanggaan (pride), dan tantangan (challenge). Apabila perawat HD memiliki dedication yang tinggi, maka perawat HD tersebut akan antusias untuk melayani pasien, memiliki banyak inspirasi saat berdiskusi dengan pasien mengenai kesehatan tubuh dan ginjalnya, bangga akan pekerjaannya sebagai perawat HD, dan merasa tertantang akan pekerjaannya sebagai perawat HD untuk bisa melayani pasien menjalani terapi HD dengan optimal. Sebaliknya, apabila perawat HD memiliki dedication yang rendah, maka perawat HD tersebut akan malas saat melayani pasien terapi HD, kurang memiliki inspirasi saat berdiskusi dengan pasien mengenai kesehatan tubuh dan ginjalnya, tidak bangga akan pekerjaannya sebagai perawat HD, dan merasa terbebani akan pekerjaannya sebagai perawat HD.

(28)

18

Universitas Kristen Maranatha

saat memberikan pelayanan terapi HD kepada pasien, merasa waktu begitu lama berlalu saat bekerja, dan tidak sulit untuk menghentikan proses pemberian pelayanan kepada pasien ketika waktunya sudah selesai.

Vigor, dedication, dan absorption ini akan saling terkait dan akan membentuk tinggi

atau rendahnya work engagement yang dimiliki oleh perawat HD, sehingga tinggi atau rendahnya derajat work engagement pada perawat HD harus dilihat melalui setiap aspeknya yaitu vigor, dedication, dan absorption secara keseluruhan. Work engagement yang tinggi akan diperlihatkan dengan vigor, dedication, dan absorption yang juga sama-sama tinggi. Apabila salah satu aspek dari work engagement tersebut rendah, maka derajat work engagement pun akan menurun dan akan menjadi rendah jika dibandingkan dengan work engagement yang ketiga aspeknya tinggi. Apabila perawat HD bersemangat saat melayani pasien menjalani terapi HD, mampu menghadapi permasalahan yang dialami dalam proses terapi HD, merasa bangga dan berarti atas pekerjaannya sebagai perawat HD, serta berkonsentrasi penuh dan merasa waktu begitu cepat berlalu ketika bekerja, maka perawat HD akan semakin menikmati pekerjaannya, merasa nyaman dengan pekerjaannya, dan tentunya akan merasa engaged dengan pekerjaannya sebagai perawat HD. Perawat HD yang antusias dan semangat dalam melayani pasien, namun tidak merasa bangga dan berarti atas pekerjaannya sebagai perawat HD, akan memiliki derajat work engagement yang lebih rendah dibandingkan dengan perawat HD yang antusias dan semangat dalam melayani pasien, serta merasa bangga dan berarti atas pekerjaannya sebagai perawat HD.

(29)

19

Universitas Kristen Maranatha

(30)

20

Universitas Kristen Maranatha

1.6. Asumsi Penelitian

1. Tugas perawat HD ketika melaksanakan terapi HD yang dimulai dari persiapan HD, pre HD, intra HD, dan post HD yang memiliki konten work pressure, emotional

demands, mental demands, dan physical demands merupakan job demands.

2. Terdapatnya autonomy, performance feedback dari pasien, rekan kerja serta atasan, dan social support dari keluarga, rekan kerja, atasan, dan pasien merupakan job resources.

3. Keyakinan akan kemampuan yang dimiliki meningkatkan self-efficacy, optimism, hope, dan resilience dalam melakukan terapi HD merupakan personal resources.

4. Job resources dapat menurunkan job demands dan menstimulasi personal resources. 5. Job resources dan personal resources akan saling terkait dan bersama-sama

menurunkan dampak dari job demands sehingga membentuk work engagement. 6. Work engagement yang tinggi terlihat dari adanya vigor, dedication, dan absorption

yang juga tinggi.

(31)

61 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh suatu gambaran mengenai work engagement pada perawat Hemodialisa (HD) di RS ‘X’ Bandung dengan simpulan sebagai berikut :

1. Dari seluruh perawat HD di RS ‘X’ Bandung, sebanyak 33,3% memiliki derajat work engagement yang tergolong tinggi dan 66,7% memiliki derajat work

engagement yang tergolong rendah.

2. Perawat HD di RS ‘X’ Bandung yang memiliki derajat work engagement yang

tergolong tinggi memiliki derajat yang juga tinggi pada ketiga aspek work engagement, sedangkan perawat HD lainnya yang memiliki derajat work

engagement yang tergolong rendah, umumnya memiliki derajat yang bervariasi

pada setiap aspeknya.

3. Aspek work engagement yang paling rendah pada perawat HD dengan derajat work engagement yang tergolong rendah adalah dedication.

(32)

62

Universitas Kristen Maranatha

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoritis

1. Bagi peneliti selanjutnya, dapat melakukan penelitian mengenai work engagement terhadap perawat HD di Rumah Sakit lainnya di Kota Bandung, hal ini bertujuan untuk memperkaya penelitian mengenai work engagement pada perawat HD. 2. Bagi peneliti selanjutnya, yang ingin meneliti mengenai work engagement dapat

melakukan penelitian lebih lanjut dan spesifik mengenai kontribusi aspek-aspek dari work engagement.

3. Bagi peneliti selanjutnya, yang juga ingin meneliti mengenai work engagement, dapat melakukan penelitian lebih mendalam mengenai faktor-faktor dari work engagement, yaitu job demand, job resources, dan personal resources yang dapat

mempengaruhi derajat work engagement.

5.2.2. Saran Praktis

1. Bagi pihak RS ‘X’ Bandung, dapat melakukan seminar terkait work engagement

dalam bekerja pada perawat HD. Sasaran seminar ini adalah untuk meningkatkan informasi perawat mengenai work engagement, sehingga diharapkan mereka menyadari pentingnya work engagement dalam pekerjaannya sebagai perawat HD.

2. Hasil penelitian yang diperoleh dapat digunakan sebagai informasi pihak RS dan perawat HD mengenai bagaimana gambaran work engagement perawat HD yang

bekerja di RS ‘X’ Bandung.

3. Sehubungan dengan komponen work engagement yang terendah adalah dedication, yaitu kurangnya antusias perawat selama melakukan tugas-tugas

(33)

63

Universitas Kristen Maranatha

yang berdampak kepada kurang optimalnya pelayanan perawat HD terhadap pasiennya, maka saran yang dapat diberikan adalah agar perawat HD yang bekerja

(34)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA

PERAWAT HEMODIALISA (HD) DI RS

“X”

BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh :

RAHADJENG INDRESWARI

NRP: 1130058

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

(35)
(36)
(37)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan anugerah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan tugas penelitian akhir di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, dengan judul “Studi Deskriptif Mengenai Work Engagement

Pada Perawat Hemodialisa (HD) Di RS „X‟Bandung”.

Dengan segala keterbatasan pengetahuan, kemampuan, informasi, dan pengalaman, peneliti menyadari sepenuhnya dalam penelitian ini masih memiliki kekurangan, oleh karena itu peneliti terbuka dan sangat menghargai kritik maupun saran yang bersifat membangun dan dapat berguna bagi peneliti di masa yang akan datang.

Peneliti menyadari begitu banyak bantuan dan dukungan yang diterima dari berbagai pihak dalam penyusunan penelitian ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Lie Fun Fun, M.Psi., Psikolog selaku Kaprodi S1 Fakultas Psikologi Universitas Kristem Maranatha.

3. Dra. Fifie Nurofia, Psikolog, MM selaku dosen pembimbing utama yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dukungan, semangat dan masukan yang sangat berguna bagi tugas ini.

(38)

vi

5. Dra. Juliati A. Santoso, M.Psi., Psikolog dan Meta Dwijayanthy, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembahas seminar peneliti yang memberikan banyak saran, masukan, dan kritik yang membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.

6. Sukamto Hadi Prayitno, Amk selaku Kasie Menejemen Keperawatan RS „X‟ yang

memberikan banyak informasi mengenai RS „X‟, meluangkan waktu untuk membantu

peneliti dalam pengambilan data responden, dan memberikan semangat kepada peneliti untuk menyelesaikan penelitian ini.

7. Seluruh Perawat HD di RS „X‟ Bandung yang telah berpartisipasi, memberikan data,

serta meluangkan waktu sebagai responden dalam penelitian ini.

8. Yerikho T. Litaniwan, S.Psi yang telah melakukan penelitian dengan variable yang sama. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk berdiskusi mengenai teori work engagement yang sangat membantu peneliti untuk menyelesaikan penelitian ini.

9. Teman-teman 2011, kakak kelas dan adik kelas, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih sudah memberikan informasi, semangat dan dukungan bagi peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.

10. Sahabat peneliti, Jonathan Andreanus, Sheina Vanessa, Catur Octowibowo, Ras Nanda Acika, Megi Sukmagini, Sherli Honelista, Maria Gayatri, Cintya Andanti, Galuh Riesti, Giovanni, Puspita Harmony, Dinda Lydiana. Terima kasih untuk dukungan doa, saran, semangat, keceriaan yang selalu membuat peneliti merasa semangat kembali dan termotivasi menyelesaikan tugas akhir ini.

(39)

vii

12. Keluarga peneliti : Tri Putranto H.P, Yanti Kikima, Bagoes Adiatma, dan Renata Dhamayanti yang selalu memberikan dukungan, doa, kasih sayang, dan semangat kepada peneliti selama mengerjakan tugas akhir ini.

13. Jonathan Andreanus S yang telah memberikan saran, diskusi, doa, semangat, dan waktunya dalam membantu peneliti menyelesaikan tugas akhir ini

Akhir kata, hendaknya Tuhan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu peneliti, dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak -pihak yang terlibat di dalam penelitian ini.

Bandung, Juni 2016

(40)

64

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Bakker, Arnold. B., & Evangelia, Demerouti. (2007). The Job-Demands-Resources model: state of the art. Journal of Managerial Psychology Vol.22, No.3, pp. 309-328.

Bakker, Arnold. B., & Evangelia, Demerouti. (2008). Towards a model of work engagement. Career Development International Vol.13, No.3, pp. 209-223.

Bakker, Arnold. B., Leiter, Michael. P. (2010). Work Engagement: A Handbook of Essential Theory and Research. New York: Psychology Press.

Bakker, Arnorld. B., Evangelia, Demerouti. (2007). The Role of Personal Resources in Job Demands-Resources Model. International Journal of Stress Management Vol.14, No.2, 121-141.

Friedenberg, Lisa. (1995). Psychological Testing: Design, Analysis, and Use. USA: University of North California.

Guilford. (1956). Fundamental Statistics in Psychology and education. New York: McGRAW-HILL Book Company, inc.

Kumar, Ranjit. (2005). Research Methodology: A Step-By-Step guide for beginners. London: Sage.

Luthans, Fred., Carolyn., Bruce. J. Avolio. (2007). Psychological Capital: Developing the Human Competitive Edge. New York: Oxford University Press.

Salanova, M., Agut, S. & Peiró, J.M. (2005). Linking organizational resources and work engagement to employee performance and customer loyalty: The mediation of service climate. Journal of Applied Psychology, 90, 1217-1227.

(41)

65

Universitas Kristen Maranatha

Schaufeli, Wilmar., Bakker, Arnold B., Salanova. (2006). The Measurement of Work Engagement With a Short Questionnaire. Educational and Psychological Measurement Vol.66, No.4, pp. 701-716.

Setiawati, S., Alwi, I., Sudoyo, A. W., Simadibrata, M., Setiyohadi, B., Syam, A. F. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing.

(42)

66

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Augrina, Vionna. 2015. Studi Deskriptif mengenai Work Engagement pada Animal Keeper di Taman Safari Indonesia 1. (Skripsi). Bandung: Universitas Kristen Maranatha.

Fakultas Psikologi. (2015). Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung: Universitas Kristen Maranatha.

Litaniwan, Yerikho. 2015. Studi Deskriptif mengenai Work Engagement pada Dosen

Pengajar Kbk Fakultas Psikologi Universitas “X” Di Kota Bandung. (Skripsi).

Bandung: Universitas Kristen Maranatha.

Rezkisari, Indira. (2015). Gagal Ginjal Ancam Kesehatan Orang Indonesia.

(http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/15/03/12/nl3az8-gagal-ginjal-ancam-kesehatan-orang-indonesia diakses 7 September 2015)

Septiwi, Cahyu. 2010. Hubungan antara Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis RS Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto. (Tesis). Depok: Universitas Indonesia.

______. (2015). Penderita Gagal Ginjal Naik 10% Tiap Tahun.

(http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?catid=23&mid=5&nid=1887 diakses 7 September 2015)

______. (2015). Indonesia Tekankan Pentingnya Pelayanan Kesehatan Primer dan Jaminan Kesehatan Untuk Wujudkan Sistem Kesehatan Tangguh dan Kuat.

Referensi

Dokumen terkait

 Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian untuk memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis dan menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan

Dari hasil validasi yang telah dilakukan oleh ahli media, ahli materi dan responden dari kelompok kecil dan kelompok besar yang mendapatkan nilai rerata skor dari setiap

Data yang digunakan untuk melihat hasil analisis hipotesis adalah dengan menggunakan gain skor prestasi belajar siswa kedua kelompok yang diperoleh dari selisih

Bagian III memperlihatkan perhitungan EAT pada asumsi 50% sumber modal berasal dari hutang jangka panjang (leverage keuangan). Dengan penggunaan hutang yang lebih tinggi, maka EPS

Kelompok ordo yang tertinggi jumlah individu yang ditemukan adalah pada ordo Formicidae dengan jumlah 114 individu pada hutan heterogen sedangkan 16 pada

Dalam suplemen tersebut selain dibahas konsep keterampilan berpikir pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, juga dibahas tentang contoh bagaimana pengembangan

Sejalan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 1/6/PBI/1999 tanggal 20 September 1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi

02/02 MAROYOSO, PATI SMK TUNAS HARAPAN PATI WAJIB MEMAKAI KACAMATA YANG SESUAI. 163 SRI ROSALINA KHARISMA