• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA SEKOLAH DALAM MEMBANGUN SUASANA RELIGIUS : Studi Deskriptif di SMA Pasundan 2 Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA SEKOLAH DALAM MEMBANGUN SUASANA RELIGIUS : Studi Deskriptif di SMA Pasundan 2 Bandung."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA SEKOLAH DALAM MEMBANGUN SUASANA RELIGIUS (STUDI DESKRIPTIF DI SMA PASUNDAN 2 BANDUNG)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh : AKHMAD FAUZI

1001805

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

di SMA Pasundan 2 Bandung)

Oleh Akhmad Fauzi

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Akhmad Fauzi 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

AKHMAD FAUZI (1001805)

UPAYA SEKOLAH DALAM MEMBANGUN SUASANA RELIGIUS (STUDI DESKRIPTIF DI SMA PASUNDAN 2 BANDUNG)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING : Pembimbing I

Dr. Munawar Rahmat, M.Pd NIP. 19580128 198612 1 001

Pembimbing II

Agus Fakhruddin, M.Pd

NIP. 19700817 200501 1 001

Mengetahui,

Ketua Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

ABSTRAK

Sekolah adalah lembaga pendidikan. Pendidikan merupakan bagian penting dalam proses pertumbuhan pembentukan satu kepribadian manusia. Sekolah harus membangun lingkungan yang kondusif untuk kegiatan mengajar, agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, karena akar dari nasional nilai-nilai agama. Dalam sekolah harus mengembangkan nilai-nilai budaya islam yang kemudian dituangkan dalam kegiatan untuk membangun keagamaan di sekolah. Maka dari itu diperlukan adanya penelitian yang bertujuan untuk mengetahui: 1) kebijakan yang dilakukan dalam membangun suasana religius, 2) program religius yang ada, 3) implementasi dalam melaksanakan kebijakan untuk membangun suasana religius, dan 4) hasil dari program religius yang ada di SMA Pasundan 2 Bandung. Agar peneliti mendapatkan data yang sesuai, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis, dan data dalam penelitian ini didapat dari hasil wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menjelaskan bahwa kebijakan yang dibuat oleh sekolah berlandaskan kepada sistem pendidikan nasional kemudian dijadikan sebagai tujuan sekolah. Kemudian menjadi program-program yang akan dilaksanakan di sekolah dan salah satunya adalah program untuk membangun suasana religius. Lalu implementasi program dilaksanakan dengan merangkul seluruh warga sekolah sehingga timbul komitmen bersama untuk menjalankan program-program religius di sekolah, dan banyak manfaat yang dapat dipetik dari setap program religius yang dilaksanakan yang menyebabkan siswa semakin rajin dalam beribadah, sopan dalam bertingkah laku, dan baik dalam berbusana. Dari hasil penelitian di SMA Pasundan 2 Bandung, terlihat sudah menjalankan amanat tujuan pendidikan nasional yaitu membangun karakter siswa, melalui program religius yang dilaksanakan sekolah. Program-program yang dilaksanakan oleh SMA Pasundan 2 Bandung sudah dijalankan dengan baik dan mampu membangun suasana religius di sekolah tersebut. Siswa dibiasakan membaca Al-Qur’an, shalat berjamaah, berdo’a sebelum pulang, disiplin, rajin, juga berbakti kepada orang tua.

(5)

ABSTRACT

School is education institution. Education is an important part in the growth process in formation of one the human personality. School must build an environment condusive to teaching activities, so that learners are ectively developing her potential, because the root of the national is religious values. In a school should be develop the cultural values of islam which is then in a poured in activities to build religious in a school. This it is necessary to study aimed to determine: 1) The policy pursued in building religious, 2) Religious program, 3) Implementation in implementing policies to build a religious atmosphere, 4) The result of the existing religious programs in SMA Pasundan 2 Bandung. In order the research to get the appropriate data, this study used a qualitative approach with descriptive methods of analysis, and the data in this study come from interview, observation, and documentation studies. The result of the study explain that the policy made by the school based on the national education system in used as a school goal. And then nto programs that will be implemented at the school and one of them is program for ovalding a religious atmosphere. And the implementation of the program implemented by the whole school comunity embracing causing joint comitment to religious program in school, and many benefits that can be gleaned from religious program carried that couse student more diligent in worship, courteus in behaviour, and good wear. From the result of research on SMA Pasundan 2 Bandung seen already carriying out the mandate of national educational goals of building character of student, throught program implemented religious school. The programs are conducted by SMA Pasundan 2 Bandung is well run and able to build a religious atmosphere in the school. Student accustomed to reading Qur’an, praying, praying before going home, disciplined, diligent, dutiful to parents.

(6)

DAFTAR ISI

3. Pemberdayaan Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan ... 25

C. Religius di Sekolah ... 29

1. Pengertian Suasana Religius ... 29

2. Perilaku Religius ... 33

3. Praktik Pengembangan Religius di Sekolah ... 35

(7)

F. Keabsahan Data ... 50

G. Teknik Pengumpulan Data ... 52

H. Sumber Data ... 57

I. Analisis Data... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Hasil Penelitian ... 59

1. Kebijakan yang Dilakukan SMA Pasundan 2 Bandung dalam Membangun Suasana Religius ... 59

2. Program Religius yang Ada di SMA Pasundan 2 Bandung ... 69

3. Implementasi SMA Pasundan 2 Bandung dalam Melaksanakan Kebijakan Untuk Membangun Suasana Religius ... 84

4. Hasil dari Program Religius yang Ada di SMA Pasundan 2 Bandung ... 98

B. Analisis dan Pembahasan Hasil Penelitian ... 115

1. Analisis Kebijakan yang Dilakukan SMA Pasundan 2 Bandung dalam Membangun Suasana Religius ... 116

2. Analisis Program Religius yang Ada di SMA Pasundan 2 Bandung ... 120

(8)

DAFTAR TABEL

(9)

Akhmad Fauzi, 2014

DAFTAR GAMBAR

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian ... 140

Lampiran 2 Kisi-kisi Penelitian ... 141

Lampiran 3 Pedoman Wawancara ... 143

Lampiran 4 Hasil Wawancara ... 144

Lampiran 5 Pedoman Observasi ... 150

Lampiran 6 Catatan Observasi ... 151

Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian ... 168

Lampiran 8 Riwayat Hidup Penulis ... 171

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sebagai makhluk yang diberikan potensi yang sangat luar biasa oleh Allāh swt., manusia sudah sepantasnya bersyukur atas apa yang diberikan Tuhan tersebut. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan potensi itu

dengan baik. Manusia merupakan subjek dalam kehidupan, maka sebagai makhluk ciptaan Allāh swt. manusia harus selalu bertanya, berpikir dan mempelajari segala sesuatu yang ada dalam kehidupannya (Sukmadinata,

2011: 15). Manusia ditunjuk oleh Allāh swt. sebagai khalīfah di bumi ini.

Yaitu untuk mengatur pelestarian dan pengembangan alam semesta dengan

peraturan dan ketentuan yang ditetapkan Allāh dalam Al-Qur`an sebagai “sunnatullāh”. Allāh berfirman:

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalīfah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalīfah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. Al-Baqarah[2]: 30)

Agar dapat melaksanakan perannya sebagai khalīfah di bumi itu

manusia membutuhkan pendidikan, karena melalui pendidikan manusia bisa

Seluruh teks dan terjemah Al-Qur’ān dalam skripsi ini dikutip dari Microsoft Word menu Add

(12)

mendapatkan ilmu pengetahuan, mempelajari cara melestarikan bumi, dan akan melakukan pengembangan potensi alam yang diberikan Allāh kepada seluruh umat manusia.

Maka saat ini, terdapat kebutuhan yang sangat besar terhadap

pendidikan sekolah hampir disemua negara mewajibkan kepada warganya

untuk menuntut pendidikan di sekolah, hal ini juga dilatarbelakangi adanya

pemikiran bahwa apabila menuntut pendidikan di sekolah maka dapat

mempersiapkan anak-anak untuk mendapat kerjaan yang lebih layak dan

bergaji tinggi. Namun, saat ini banyak orang yang berpendapat bahwa

pendidikan yang diselenggarakan sekolah itu tidaklah memenuhi kebutuhan

anak-anak secara benar (Surjadi, 1982: 3).

Menurut Suryosubroto (2010: 2) pendidikan merupakan usaha yang

sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan

kemampuan anak agar dapat bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai

seorang individu, dan sebagai warga negara/masyarakat dengan memilih isi,

strategi, dan teknik penilaian yang sesuai.

Pendidikan dapat dilakukan dimana saja, dapat berlangsung di rumah

di sekolah ataupun di masyarakat, berkenaan dengan hal-hal sederhana

ataupun sangat kompleks. Kegiatan belajar di sekolah bersifat formal.

Kegiatan belajar sangat diperlukan, mengingat semakin banyak dan

kompleksnya tuntutan kehidupan masyarakat (Sukmadinata, 2011: 177).

Kita ketahui bahwa berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan di

sekolah banyak tergantung pada jelas tidaknya tujuan yang hendak dicapai

oleh sekolah. Maka diperlukan adanya perumusan tujuan pendidikan di

sekolah yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan penyelenggara

pendidikan (Suryosubroto, 2010: 10).

Apabila kita lihat dari tujuan pendidikan nasional adalah membangun

kualitas manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu

(13)

3

berjiwa pancasila mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi, berbudi

pekerti yang luhur dan berkepribadian yang kuat, cerdas, terampil, dapat

mengembangkan dan menyuburkan sikap demokrasi, dapat memelihara

hubungan baik antara sesama manusia dan dengan lingkungannya, sehat

jasmani, mampu mengembangkan daya estetik, berkesanggupan untuk

membangun diri dan masyarakat. Namun pada praktek kenyataan di lapangan,

masih banyak kekurangan dan belum mencapai tujuan yang diinginkan oleh

bangsa kita (Suryosubroto, 2010: 12).

Dari sudut pandang sikap anak muda saat ini, banyak yang tidak

mencerminkan sikap sopan, mereka jauh dari akhlaq mulia. Padahal Rasulullāh saw. mengisyaratkan bahwa hanya dengan akhlak mulia manusia dapat dipertemukan oleh beliau di hari akhir kelak. Maka kita seharusnya meneladani beliau agar mendapat posisi istimewa di sisi Rasulullāh saw (Tim FS PAI-JS UGM, 1993: 97).

Banyak sikap anak yang sama sekali tidak mencerminkan sikap

seorang muslim yang tentu saja seharusnya sesuai dengan ajaran Islam.

Merupakan sebuah keprihatinan yang sangat mendalam bagi bangsa

Indonesia. Hal ini disebabkan kesehatan mental yang kurang dari anak

Indonesia, padahal menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2011: 152)

sebaiknya kesehatan mental dijaga sejak usia dini di dalam keluarga, dengan

menciptakan lingkungan sosial-psikologis yang sehat dan wajar. Lingkungan

yang sehat bukan saja akan menularkan kesehatan mental, tetapi juga menjadi

contoh bagi anak-anak.

Kenakalan remaja di Indonesia menurut Kusmiyati dalam tulisannya di

Liputan6.com terdiri dari empat jenis, yaitu: Pertama adalah Tawuran atau

Perkelahian antar pelajar. Perkelahian termasuk jenis kenakalan remaja akibat

kompleksinya kehidupan kota yang disebabkan karena masalah sepele.

Tawuran pelajar sekolah menjadi potret buram dalam dunia pendidikan

(14)

Angka itu melonjak tajam lebih dari 100 persen pada 2011, yakni 330 kasus

tawuran yang menewaskan 82 pelajar. Pada Januari-Juni 2012, telah terjadi

139 tawuran yang menewaskan 12 pelajar (Kusmiyati, 2013: 1).

Yang kedua adalah penyalahgunaan narkoba. Penyalahgunaan

narkotika adalah penggunaan narkotika dan narkoba tanpa izin dengan tujuan

untuk memperoleh kenikmatan. Kenakalan remaja yang satu ini dapat

menimbulkan tindakan kriminal lainnya seperti pemerkosaan, pembunuhan,

pencurian dan perampokan. Menurut Psikolog Adelina Syarief penggunaan

narkoba akan memicu timbulnya tindakan kriminal lainnya. "Narkoba akan

memicu tindakan kriminal dan bisa juga memicu seks pra nikah, karena

mereka seperti memiliki keterkaitan," ungkap Adel. Adel juga menambahkan

kenakalan remaja meningkat diakibatkan perkembangan zaman dan status

ekonomi (Kusmiyati, 2013: 2).

Bukti-bukti menunjukkan bahwa ketika generasi muda mulai

mengkonsumsi narkoba, maka mereka termotivasi untuk terus

mengkonsumsinya. Jika generasi muda sudah teratur menggunakan narkoba,

maka otak mereka akan tumpul. Sehingga, mereka tidak mampu mengerjakan

tugas-tugas studinya. Narkoba sangat mengganggu studi, karena narkoba

melemahkan pemikiran dan pemahaman, berpengaruh buruk terhadap

kemampuan bahasa dan hitung (An-Nur, 2000: 30).

Ketiga yaitu Hubungan seks pra nikah. Fenomena kasus seks di luar

nikah di Indonesia menurut Direktur Bina Kesehatan Anak Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, Elizabeth Jane Soepardi mengalami

peningkatan. "Walaupun peningkatannya sedikit namun jumlahnya terbilang

banyak yaitu sebanyak 14,6 persen pada pria dan 4,5 persen pada perempuan,"

ungkap dr. Jane. Hubungan seks di luar nikah memicu penyebaran AIDS

(Kusmiyati, 2013: 3).

Dan yang keempat Tindak Kriminal. Tindak kriminal merupakan

(15)

5

sosial dan agama. Menurut Adel kenakalan remaja yang mengarah pada tindak

kriminalitas seperti mencuri atau merampok hampir jarang ditemukan di usia

remaja. "Remaja lebih sering melakukan kenakalan remaja seperti narkoba

atau seks di luar nikah untuk tindakan kriminal seperti membunuh, mencuri

atau merampok hampir jarang," ujarnya (Kusmiyati, 2013: 4).

Kenakalan remaja dapat dicegah dengan lebih dahulu mengetahui

gejala-gejalanya, seperti anak yang tidak disukai oleh teman, sering

menghindar dari tanggung jawab rumah ataupun sekolah, sering mengeluh,

mengalami phobia dan gelisah, suka berbohong, menyakiti teman, kurang

konsentrasi. Pencegahannya dapat dilakukan dengan usaha yang dimulai dari

lingkungan keluarga seperti lebih banyak berkomunikasi dan menghabiskan

waktu bersama. "Komunikasi orangtua dan anak merupakan faktor untama

mencegah timbulnya kenakalan remaja," ujar Adel (Kusmiyati, 2013: 4).

Dalam kaitannya dengan kenakalan remaja, Thomas Lickona (seorang

profesor dari Cortland University) mengungkapkan bahwa ada beberapa tanda

zaman yang harus diwaspadai karena jika tanda-tanda ini sudah ada, maka itu

berarti bahwa sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran. Tanda-tanda

yang dimaksud adalah: (1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, (2)

penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, (3) pengaruh pe-er grup

yang kuat dalam tindak kekerasan, (4) meningkatnya perilaku merusak diri,

seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, (5) semakin kaburnya

pedoman moral baik dan buruk (Muhaimin, 2011: 94).

Melihat dari tanda-tanda di atas, hampir semua sudah terjadi di negara

kita Indonesia. Merupakan suatu keprihatinan tersendiri bagi kita selaku

bangsa Indonesia. Ini menjadi pertanda bahwa bangsa Indonesia sedang

menuju jurang kehancuran. Apabila terus menerus terjadi seperti ini, dan tidak

ada perbaikan atau pencegahan, bukan tidak mungkin kehancuran bangsa

(16)

Selanjutnya, tidak hanya lima tanda dimana dikatakan suatu bangsa

sedang menuju ke masa kehancuran, Thomas Lickona menyebutkan lima

tanda lainnya yang masih menunjukkan hal yang sama, yaitu: (1) menurunnya

etos kerja, (2) semakin rendahnya rasa hormat terhadap orang tua dan guru,

(3) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, (4)

membudayakan ketidakjujuran, dan (5) adanya rasa saling curiga dan

kebencian antar sesama. Dan ketika kembali kita cermati, ternyata tanda-tanda

zaman tersebut juga sudah ada di Indonesia. Hal ini jelas semakin

membuktikan keadaan remaja usia sekolah sudah sangat memprihatinkan, hal

ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus terjadi di negara kita (Muhaimin, 2011:

94).

Kemudian bagaimana cara menangani tanda-tanda zaman yang

menunjukkan kehancuran sebuah bangsa tersebut? Pendidikan yang

seharusnya mengajarkan seorang anak menjadi pribadi yang unggul dan

mampu menjadi penerus bangsa, namun kenyataannya saat ini justru sangat

memprihatinkan. Maka sebaiknya sebagai bangsa yang mayoritas

masyarakatnya memeluk agama Islam, maka selayaknya kita kembali kepada

pendidikan Islam yang luhur dan membudayakan kembali suasana Islam di

sekolah. Agar pondasi bangsa dapat kembali kokoh, dan melahirkan generasi

penerus bangsa yang baik.

Pembangunan budaya sekolah yang kuat dengan suasana religius

sangat diperlukan. Budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi

perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktekkan

oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar

sekolah. Budaya sekolah ini merupakan ciri khas, karakter, dan citra sekolah

tersebut di masyarakat luas (Muhaimin, 2011: 106).

Maka untuk saat ini, kewajiban seorang guru tidak hanya sekedar

mengajar saja tetapi mereka dituntut untuk membiasakan nilai-nilai islami ke

(17)

7

sehari-hari. Hal itu perlu dilakukan agar peserta didik dapat berperilaku sesuai

dengan ajaran agama Islam.

Suasana religius adalah terciptanya iklim keagamaan dalam suatu

lingkungan. Lingkungan dengan iklim keagamaan tersebut akan membiasakan

individu yang ada di dalamnya untuk bersikap dan berprilaku sesuai dengan

ajaran Islam, yang di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah,

rumah, dan masyarakat. Maka dapat dikatakan suasana religius atau

lingkungan dengan iklim keagamaan ini lebih kepada aplikasi nyata dan

pembiasaan-pembiasaan sikap dan prilaku yang sesuai dengan ajaran Islam di

sekolah.

Dengan membangun suasana religius di sekolah, diharapkan mampu

membantu membiasakan anak untuk berperilaku sesuai dengan aturan agama

Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan pemahaman Islam yang

dipahami anak, selanjutnya anak akan mulai terbiasa berperilaku sesuai

dengan ajaran Islam ketika berada di masyarakat. Pada akhirnya anak akan

mampu bersosialisasi dan diterima oleh masyarakat. Dengan pengetahuan

yang dimiliki anak tentang bagaimana bersikap dan berperilaku sesuai dengan

ajaran Islam, anak akan mudah diterima oleh masyarakat, dan akan menjadi

bagian dari lingkungan masyarakat itu.

Membangun suasana religius di sekolah sangat penting dan perlu

diaplikasikan kepada seluruh aspek sekolah, juga dilakukan dari Sekolah

Dasar hingga tingkat Perguruan Tinggi agar nantinya terbiasa berbuat hal-hal

yang sesuai dengan ajaran agama Islam.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik untuk

membahas dan meneliti lebih jauh tentang upaya pembangunan suasana

religius di lingkungan sekolah, agar dapat mengetahui bagaimana manfaat dari

adanya pembangunan suasana religius di sekolah, karena dengan adanya

pembangunan suasana religius di sekolah dan diiringi dengan pembiasaan

(18)

kebiasaan yang sesuai dengan ajaran Islam. Maka selanjutnya akan tercipta

bangsa Indonesia yang bermartabat, yang bersikap dan berperilaku

berlandaskan ajaran Islam, sebagaimana yang telah Rasulullah SAW

contohkan kepada kita selaku umatnya. Untuk itu peneliti merasa perlu

meneliti dan menetapkan judul, penelitian sebagai berikut: “Upaya Sekolah Dalam Membangun Suasana Religius” (Studi Deskriptif di SMA Pasundan 2 Bandung).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneiti mengidentifikasi

masalah sebagai berikut:

1. Dalam usaha mencapai tujuan pendidikan nasional masih banyak

kekurangan dalam mencapai tujuan tersebut.

2. Banyak siswa yang perilakunya tidak mencerminkan akhlaq mulia.

3. Pendidikan belum mampu menjadikan anak sebagai pribadi yang unggul

dan mampu menjadi penerus bangsa.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kebijakan yang dilakukan SMA Pasundan 2 Bandung dalam

membangun suasana religius?

2. Apa saja program religius yang ada di SMA Pasundan 2 Bandung?

3. Bagaimana implementasi SMA Pasundan 2 Bandung dalam melaksanakan

kebijakan untuk membangun suasana religius?

4. Bagaimana hasil dari program religius yang ada di SMA Pasundan 2

Bandung?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh

gambaran mengenai proses membangun suasana religius di SMA Pasundan 2

(19)

9

Agar lebih jelas target yang dicapai, maka peneliti perlu merinci tujuan

umum di atas pada tujuan khusus sebagai target yang harus dicapai oleh

penelitian ini. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kebijakan yang dilakukan SMA Pasundan 2 Bandung dalam

membangun suasana religius;

2. Mengetahui tentang program religius yang ada di SMA Pasundan 2

Bandung;

3. Mengetahui implementasi SMA Pasundan 2 Bandung dalam

melaksanakan kebijakan untuk membangun suasana religius;

4. Mengetahui bagaimana hasil dari program religius yang ada di SMA

Pasundan 2 Bandung.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis dengan ditulisnya skripsi ini diharapkan mampu

memberikan wahana dan masukan baru bagi perkembangan dan konsep

pendidikan, terutama pengetahuan tentang membangun suasana religius

yang perlu ditanamkan kepada peserta didik. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi evaluasi untuk menciptakan suasana yang

kondusif dan penuh semangat.

2. Manfaat Praktis

Penyusun berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat

bagi berbagai pihak terutama orang-orang yang berhubungan dengan dunia

pendidikan seperti:

a. Bagi SMA Pasundan 2 Bandung, hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai sumbangsih pemikiran dan informasi tentang pentingnya

membangun suasana religius di sekolah. Selain itu, lembaga juga bisa

termotivasi untuk mensosialisasikan dan mengaplikasikan nilai-nilai

(20)

b. Bagi civitas akademik Universitas Pendidikan Indonesia, hasil

penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pengetahuan

dalam membangun suasana religius di sekolah untuk bahan ajar

perkuliahan.

c. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan

rujukan dalam membangun suasana religius di sekolah.

d. Bagi Penulis, penelitian ini merupakan bahan latihan dalam penulisan

karya ilmiah dan sebagai wacana untuk memperdalam cakrawala

pemikiran dan pengetahuan, khususnya tentang pentingnya

membangun suasana religius di sekolah.

F. Struktur Organisasi

Adapun struktur organisasi skripsi ini secara garis besar dibagi

menjadi lima bab, diantaranya adalah sebagai berikut:

Bab I, dalam bab ini berisi pendahuluan yang mengetengahkan dan

menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat serta alasan pemilihan judul batasan istilah dalam judul dan

sistematika pembahasan.

Bab II, dalam bab ini berisi kajian pustaka, dan menyajikan beberapa

teori ataupun gambaran sementara tentang upaya sekolah dalam membangun

suasana religius di SMA Pasundan 2 Bandung.

Bab III, pada bagian ini, terdapat pembahasan tentang metode yang

digunakan dalam penulisan.

Bab IV, dalam bab ini berisi tentang laporan penelitian yang terdiri

dari paparan data dan temuan penelitian serta pembahasan.

Bab V, pada bagian ini merupakan bagian penutup yang terdiri dari

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian

Dalam memilih lokasi penelitian, seorang peneliti dihadapkan pada

permasalahan dan ketentuan. Permasalahan yang akan dihadapi diantaranya

keterbatasan biaya, tenaga, waktu, untuk apa penilitian dilakukan, serta siapa

peneliti yang melaksanakan. Kalau peneliti adalah seorang mahasiswa, maka

ia harus tunduk pada aturan, keterbatasan topik yang digariskan. Karena suatu

universitas biasanya sudah memiliki suatu program tertentu dan biaya

tertentu pula, sehingga peneliti harus mengikuti aturan institusinya (Daniel,

2003: 14).

Di negara kita yang sedang membangun ini, untuk suatu jangka waktu

tertentu Pemerintah dengan perantaraan Departemen Urusan Penelitian

Nasional telah menggariskan tujuan dan arah penelitian dari semua

penelitian-penelitian yang akan dilakukan. Sebagai tujuan penelitian telah

digariskan “memajukan ilmu pengetahuan untuk manfaat yang sebesar

-besarnya untuk masyarakat”. Sebagai arah penelitian yang telah digariskan “pemilihan lokasi penelitian-penelitian yang langsung berhubungan dengan kepentingan nusa dan bangsa”. Proporsi utama dari penelitian-penelitian

dikonsentrasikan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat akan sandang

pangan.

Menurut Moehar Daniel (2003:15) ada dua dasar yang bisa dijadikan

pegangan dalam proyek penelitian, yakni: (a) Faktor kegunaan. Dalam

memilih lokasi penelitian, peneliti harus memperhatikan besar dan luasnya

masalah yang akan dipecahkan, yaitu berapa luas kepentingan yang

bersangkutan di dalamnya, termasuk jumlah orang atau golongan yang

dipengaruhinya serta nilai dari kepentingan finansialnya. Termasuk dalam

(22)

rencana yang lebih besar. Perlu dijaga, agar penelitian-penelitian yang

mempelajari berbagai masalah dari suatu rencana besar berhubungan erat

antara satu dengan yang lainnya harus saling mengisi. Jika terdapat banyak

lokasi penelitian, proyek-proyek itu disusun menurut prioritas berdasarkan

faktor kegunaan. Dan (b) Unsur-unsur yang tersedia. Harus diperhatikan,

dalam semua penelitian, faktor tenaga, biaya dan bantuan dari orang lain tidak

tersedia dalam jumlah yang dapat digunakan sewenang-wenang. Peneliti

mempunyai kemampuan yang terbatas dalam jumlah dan kualitas tenaganya.

Dan pada umumnya biaya yang tersedia untuk suatu penelitian sangat terbatas

jumlahnya. Begitupun bantuan yang dapat diberikan oleh orang lain pada

umumnya tidak sebanyak dan sebaik yang diharapkan, karena mereka

mempunyai kesibukan sendiri-sendiri. Dengan demikian, peneliti diharuskan

menyesuaikan proyek penelitiannya dengan unsur-unsur yang tersedia

Dalam penelitian ini, peneliti akan melaksanakannya di SMA

Pasundan 2 Bandung Jalan Cihampelas 167, Bandung Jawa Barat. Alasan

memilih lokasi ini karena dekat dengan tempat tinggal sementara (kost)

penulis. Selain itu, penulis akan melakukan Program Latihan Profesi (PLP) di

tempat penelitian sehingga sangat mudah untuk memperoleh data.

B. Langkah-langkah Pengumpulan Data

Suatu penelitian akan terlaksana dengan baik, apabila direncanakan

secara matang sebelumnya. Maka untuk itu diperlukan beberapa langkah

pengumpulan data sebagai berikut:

Pertama adalah Orientasi. Setiap penelitan harus dimulai dengan

adanya masalah. Karena banyaknya masalah yang dihadapi oleh seseorang

yang tentunya semua menginginkan pemecahan, tetapi karena terbatasnya

kemampuan manusia, ia tidak mungkin dapat memecahkan masalah itu

bersama-sama. Masalah harus dirumuskan secara jelas, karena hal ini

(23)

45

pemilihan teori yang relevan sampai pengambilan kesimpulan yang tersusun

dalam laporan (Narbuko dan Achmadi, 2009: 60). Untuk itu peneliti mencari

masalah dari berbagai sumber seperti buku bacaan, seminar, pengamatan

sepintas, dan pengalaman pribadi. Selanjutnya setelah peneliti melakukan

pencarian maka diangkatlah sebuah masalah untuk dijadikan fokus subjek

penelitian. Dan tahap terakhir adalah mengangkatnya sebagai sebuah judul,

yaitu “Upaya Sekolah Dalam Membangun Suasana Religius (studi

deskriptif di SMA Pasundan 2 Bandung).

Selanjutnya setelah mendapatkan judul, peneliti mengunjungi tempat

yang akan menjadi subjek penelitian, untuk dilihat apakah layak dijadikan

subjek penelitian. Tahap selanjutnya adalah melakukan proses perizinan

terhadap pihak sekolah untuk dijadikan subjek atau tempat penelitian selama

beberapa bulan.

Tahap terakhir setelah judul didapatkan dan subjek penelitian yaitu

sekolah yang akan diteliti setuju untuk diteliti adalah menuliskannya dalam

sebuah proposal untuk diseminarkan. Dalam seminar penguji akan

memberikan perbaikan, dan akhirnya menyiapkan berkas-berkas pendukung

penelitian yang lainnya, seperti surat izin.

Kedua adalah Eksplorasi. Dalam tahap ini, peniliti akan melakukan

penggalian data. Tahap ini akan membutuhkan kedekatan peneliti dan subjek

yang diteliti, dimana peneliti akan mengamati lingkungan sekolah, baik

dalam ruang kelas, guru, masjid, hingga ruang perpustakaan dan Bimbingan

Konseling (BK). Hal ini untuk mendapatkan keakuratan data yang maksimal.

Untuk mendukung proses penggalian data, maka akan dibutuhkan

beberapa instrumen penelitian. Kualitas data sangat ditentukan instrumen atau

alat pengumpulan datanya. Data yang valid, reliabel, dan objektif akan

(24)

analisis yang tepat pula. (Narbuko dan Achmadi, 2009: 64). Selain instrumen

juga dilakukan pemilihan sumber data dan penyusunan laporan. Melalui

laporan itu peneliti dapat memahami, menilai dan melakukan evaluasi

kembali yang akhirnya akan menghasilkan pemecahan masalah yang baik dan

benar (Narbuko dan Achmadi, 2009: 66).

Ketiga adalah Member Chek. Member chek secara sederhana berarti

melakukan pengkajian kembali terhadap hasil data penelitian, dengan

mengkonfirmasi kepada subjek apakah benar dengan hasil penelitian yang

telah ada. Hal ini dilakukan agar tidak ada kekeliruan atau kesalahan dalam

hasil data yang didapat, agar dapat memperoleh kesimpulan yang benar dan

dipercaya.

Adapun untuk member chek, peneliti melakukan beberapa hal, yaitu:

(a) Menyusun hasil penelitian yang didapat dari subjek penelitian. (b)

Melaporkan atau menyampaikan kembali hasil penelitian kepada subjek

penelitian yaitu pihak sekolah untuk dikoreksi atau chek kebenarannya. (c)

Merevisi hal-hal yang keliru dalam hasil penelitian, yang sudah disesuaikan

kebenarannya oleh pihak sekolah selaku subjek penelitian. Agar tidak ada

kekeliruan antara apa yang ditangkap peneliti dan kenyataan yang ada di

sekolah.

Keempat adalah Triangulasi. Triangulasi data adalah pemeriksaan

kembali data dengan tiga cara, yaitu dengan sumber, metode dan waktu (Putra

dan Lisnawati, 2012: 34).

Adapun untuk melaksanakan triangulasi data, peneliti melakukan

beberapa kegiatan yaitu: (a) Peneliti melakukan wawancara dengan beberapa

guru, siswa, penjaga sekolah, dan masyarakat sekitar. (b) Peneliti melakukan

(25)

47

melakukan penelitian di pagi hari dan siang hari, serta pada setiap harinya,

mulai senin hingga sabtu.

Setelah melakukan kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan data yang

didapat oleh peneliti akan memiliki nilai kebenaran yang maksimal, sehingga

dapat dipertanggung jawabkan di kemudian hari.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian berasal dari kata metode yang artinya cara yang

tepat untuk melakukan sesuatu. Jadi metode artinya adalah cara melakukan

sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu

tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat,

merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporannya (Narbuko dan

Achmadi, 2009: 1)

Lebih luas lagi dapat dikatakan bahwa metode penelitian adalah ilmu

yang mempelajari cara-cara melakukan pengamatan dengan pemikiran yang

tepat secara terpadu melalui tahapan-tahapan yang disusun secara ilmiah

untuk mencari, menyusun serta menganalisis dan menyimpulkan data-data,

sehingga dapat dipergunakan untuk menemukan, mengembangkan dan

menguji kebenaran sesuatu pengetahuan berdasarkan bimbingan Tuhan

(Narbuko dan Achmadi, 2009: 2)

Sesuai dengan judul penelitian, rumusan masalah dan tujuan

penelitian, maka pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan

kualitatif. Menurut Sugiyono (2010) pendekatan kualitatif lebih banyak

meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan

kualitatif lebih mementingkan pada proses dibandingkan hasil akhir; oleh

karena itu urutan-urutan kegiatan dapat berubah-berubah tergantung kondisi

(26)

Penelitian kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan, (1)

membiasakan untuk memahami permasalahan secara mendalam,

komprehensif dan terpadu; (2) mengeksplorasi tradisi sekolah yang terkait

dengan susana religius; (3) metode ini memberi kesempatan untuk

mencaritemukan permasalahan secara induktif dari lapangan dengan melatih

kemampuan melakukan pengamatan dan wawancara mendalam (Putra dan

Lisnawati, 2012: 14-15).

Menurut Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani (2009: 57) metode

penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena

penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan

untuk meneliti kondisi objek yang alamiah, (lawannya adalah eksperimen) di

mana peneliti merupakan instrumen kunci, teknik pengumpulan data

dilakukan secara triangulasi, analisis data bersifat induktif, dan hasil

penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Dalam

penelitian ini bermula dari fakta dan data. Masalah penelitian digali dari

realitas kehidupan yang konkret, dari interaksi di dalam masyarakat, dari

problem-problem nyata di dalam lingkungan sekolah (Putra dan Lisnawati,

2012: 24)

Dalam penelitian kualitatif masalah digali dari fakta dan data. Setelah

masalah dirumuskan, data dan fakta digali lagi untuk mendapatkan

pemahaman yang mendalam. Kemudian secara induktif ditarik kesimpulan

berupa kesimpulan penelitian (Putra dan Lisnawati, 2012: 24-25).

Analisis induktif ini digunakan karena beberapa alasan, (1) dengan

analisis induktif akan mudah menemukan masalah yang nyata sesuai dengan

data; (2) analisis induktif dapat menyebabkan hubungan penulis dengan

(27)

49

permasalahan secara menyeluruh sehingga menghasilkan

kesimpulan-kesimpulan yang benar.

D. Definisi Operasional

Sering sifat empiris atau peristiwa yang direpresentasikan oleh konsep

tidak dapat secara langsung diobservasi. Sebagai contoh, konsep kekuasaan,

kepemimpinan, kepuasan dan umumnya, sifat-sifat bukan perilaku tidak dapat

dioperasi secara langsung. Konsep tersebut perlu diinferensi untuk

menghasilkan definisi operasional. Melalui definisi operasional konsep

memberikan referensi empiris. Kerlinger (Silalahi, 2012: 119) memberi

penjelasan sebagai berikut:

Definisi operasional melekatkan diri pada suatu masalah dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur masalah itu. Kemungkinan lainnya, suatu definisi operasional merupakan semacam buku pegangan yang berisi petunjuk

bagi peniliti. Alhasil, definisi operasional berbunyi: “kerjakan ini dan itu dengan cara begini dan begitu”. Singkatnya, definisi semacam ini

memberikan batasan atau arti suatu permasalahan dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti.

Jadi, definisi operasional menunjuk kepada gejala itu sendiri ke mana

ide mengacu dan dari mana definisi itu diabstraksi. Definisi operasional

menyatakan kondisi-kondisi, bahan-bahan, dan prosedur-prosedur yang

diperlukan untuk mengidentifikasi atau menghasilkan kembali satu atau lebih

acuan konsep yang didefinisikan. Singkatnya, definisi operasional merupakan

definisi yang menyatakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi

yang lengkap tentang apa yang harus diteliti dan bagaimana menelitinya

dengan memiliki rujukan-rujukan yang empiris. Karena itu definisi

operasional dibuat ketika kita menggunakan satu strategi. (Silalahi, 2012:

120).

Maka agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dalam memahami

(28)

istilah-istilah esensial dalam penelitian ini dengan pengertian yang dapat

menghasilkan persepsi yang sama terhadap istilah-istilah esensial tersebut.

Adapun istilah-istilah esensial yang peneliti definisikan secara operasional

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sekolah yaitu lembaga yang menjalankan proses pendidikan yaitu berupa

belajar dan mengajar.

2. Suasana religius yaitu suasana atau iklim kehidupan keagamaan Islam.

Dari kedua batasan istilah di atas, maka judul yang disajikan tentang

“upaya sekolah dalam membangun suasana religius” diartikan sebagai “upaya lembaga pendidikan dalam membangun iklim kehidupan keagaman Islam”.

Dalam konteks pendidikan akan berakibat pada pandangan dan sikap para

peserta didik yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam, yang kemudian

diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif peneliti ada bersama subjek (bukan objek)

yang diteliti. Karena peneliti adalan instrumen utama penelitian. Ia tidak

dapat digantikan oleh angket dan tes. Selama penelitian berlangsung, ia hadir

dalam latar penelitian untuk mengamati, ikut serta melakukan wawancara

mendalam untuk mengeksplorasi fokus penelitian. Peneliti membangun

keakraban dan tidak menjaga jarak (Putra dan Lisnawati, 2012: 22).

Dalam penelitian kualitatif data sangat bergantung pada validitas

peneliti dalam melakukan pengamatan dan eksplorasi langsung ke lokasi

penelitian (Afifudin dan Saebani, 2009:125).

F. Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif karena instrumen utamanya adalah

manusia, yaitu si peneliti yang diperiksa keabsahannya bukanlah keabsahan

(29)

51

Dalam penelitian kualitatif digunakan empat kriteria, yaitu

kredibilitas, keteralihan, kebergantungan, dan kepastian. Uji kredibilitas data

menurut Nusa Putra dan Santi Lisnawati (2012:33-35) dapat dilakukan

dengan cara-cara sebagai berikut: (a) Perpanjangan pengamatan, (b)

Peningkatan ketekunan pengamatan, (c) Triangulasi, (d) Pengecekan teman

sejawat, (e) Pengecekan anggota, (f) Analisis kasus negative, dan (g)

Kecukupan referensi. Adapun untuk rinciannya adalah sebagai berikut:

Perpanjangan pengamatan memungkinkan peneliti untuk mendalami

apa yang telah didapatkannya. Bertambahnya waktu di lapangan tentu

memberi peluang kepada peneliti untuk membuat perincian pengamatannya.

Peningkatan ketekunan dimaksudkan agar si peneliti menjalankan prinsip

“sempit dan dalam” yang memungkinkannya untuk lebih fokus menemukan

konteks yang sesungguhnya dan relevansi dari apa yang telah diketahuinya.

Jika perpanjangan pengamatan memberi peluang untuk melihat lebih luas dan

membersihkan bias si peneliti, maka ketekunan dapat menggali lebih dalam

lagi. Triangulasi setara dengan “cek dan ricek” yaitu pemeriksaan kembali

data dengan tiga cara, yaitu triangulasi sumber, metode dan waktu (Putra dan

Lisnawati, 2012: 33).

Pengecekan teman sejawat adalah upaya peneliti untuk mendapatkan

masukan dari teman sejawat yang tidak ikut serta meneliti. Peneliti

memaparkan hasil temuannya, kemudian meminta kritik dan masukan. Bukan

saja terkait hasil, juga metodologi. Ini cara untuk menjaga konsistensi dan

kejujuran, sedangkan pengecekan anggota biasanya saling cek dan ricek

diantara para peneliti yang terlibat dalam proses penelitian. Ini dilakukan agar

semua peneliti menyadari berbagai hal yang perlu diperbaiki dan diperdalam

(Putra dan Lisnawati, 2012: 34).

Analisis kasus negatif adalah mencaritemukan kasus-kasus negatif

(30)

sebagai pembanding. Kecakupan referensial adalah penggunaan berbagai

peralatan seperti perekam suara atau perekam gambar untuk melengkapi

catatan tertulis. Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif diusahakan ada

foto-foto dan rekaman gambar bergerak/film (Putra dan Lisnawati, 2012: 35).

Sedangkan untuk pengujian keteralihan atau transferability menurut

Nusa Putra dan Santi Lisnawati (2012: 35) adalah kemungkinan

memanfaatkan hasil penelitian pada latar lain. Biasanya ada persyaratan

bahwa latarnya memiliki banyak kemiripan. Namun, apakah itu bisa

dilakukan atau tidak sangat bergantung pada rumusan hasil penelitian. Oleh

karena itu, hal ini diuji dari kemampuan si peneliti untuk membuat laporan

hasil penelitian yang lengkap, terperinci, jelas, spesifik, dan mendalam

sehingga siapa pun yang membacanya dapat menilai apakah temuan itu bisa

ditransfer atau tidak.

Uji kebergantungan adalah pengecekan/audit terhadap keseluruhan

proses dan kemungkinannya untuk dilakukan ulang/ replikasi oleh peneliti

lain. Jika semua kondisi dan persyaratannya sama dan hasilnya sama, maka

uji ini tercapai. Uji kepastian adalah ketercapainya kesepakatan antarsubjek,

antara peneliti, yang diteliti, dan pihak-pihak terkait (Putra dan Lisnawati,

2012: 35).

G. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif perlu ditekankan tentang pentingnya

kedekatan dengan orang-orang dan situasi penelitian agar peneliti

memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata

(Afifuddin dan Saebani, 2009: 130). Dalam penelitian ini metode yang

digunakan dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut: (a) Wawancara

(31)

53

Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang

berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka

mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau

keterangan-keterangan (Narbuko dan Achmadi, 2009: 83).

Wawancara merupakan kegiatan atau metode pengumpulan data yang

dilakukan dengan bertatapan langsung dengan responden, seperti penggunaan

daftar pertanyaan. Dalam wawancara alat yang digunakan adalah alat

pemandu (interview guide). Panduan atau pertanyaan pada kuesioner tersusun

sedemikian rupa menurut urutan dan pengelolaan data yang diperlukan.

Berbeda dengan percakapan, wawancara lebih didominasi oleh pewawancara.

Artinya responden lebih banyak pasif, atau menjawab setiap pertanyaan yang

diajukan. Akurasi data dan kelengkapan data yang akan diperoleh dalam

wawancara sangat tergantung pada teknik, kemampuan, dan penguasaan si

pewawancara. Apakah ia mempunyai teknik yang jitu untuk mengorek data,

apakah ia mampu menguasai atau mengarahkan responden tertarik dan

bersedia dengan senang hati meladeni pertanyaan-pertanyaan yang diajukan,

atau apakah ia menguasai bahan yang akan ditanyakan (Daniel, 2003: 143).

Ada yang disebut wawancara kualitatif, wawancara mendalam,

wawancara informal, wawancara naturalistik, wawancara terbuka dan

mendalam. Substansinya adalah wawancara yang dilakukan dengan

pembicaraan santai dalam berbagai situasi, dilakukan secara terus menerus

untuk mendapatkan informasi dan penjelasan penuh yang utuh, mendalam,

terperinci dan lengkap (Putra dan Lisnawati, 2012: 33).

Tujuan wawancara menurut Zainal Arifin (2012: 158) adalah sebagai

berikut: (a) Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan

suatu hal atau situasi tertentu. (b) Untuk melengkapi suatu penyelidikan

ilmiah. (c) Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau

(32)

Wawancara dapat dilakukan dengan menggunakan pedoman

wawancara atau dengan tanya jawab secara langsung. Menurut Patton, dalam

proses wawancara dengan menggunakan pedoman umum wawancara,

interview dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, serta

mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan

pertanyaan, bahkan tidak berbentuk pertanyaan yang eksplisit (Afifuddin dan

Saebani, 2009: 131).

Namun, sebaiknya wawancara dilakukan setelah persiapan

dimantapkan. Dalam persiapan wawancara, sampel responden,

kriteria-kriteria responden, pewawancara, serta interview guide telah disiapkan

terlebih dahulu. Interview guide harus sudah disusun dan pewawancara harus

mengerti isi serta makna dari interview guide tersebut. Segala pertanyaan

yang ditanyakan tidak menyimpang dari panduan yang telah digariskan dalam

interview guide. Latihan wawancara sebaiknya diadakan sebelum kelapangan.

Keterangan-keterangan yang ingin dikumpulkan didapat dari hasil

wawancara. Walaupun interview guide yang dibawa sudah sempurna, tetapi

kalau ia tidak pandai mengorek keterangan dari penjawab, data yang

dikumpulkan tidak memiliki nilai kebenaran yang tinggi. Dalam wawancara

itu dua golongan bekerja sama untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.

Golongan pertama adalah para pencacah (juga para pengawas), sedang

golongan kedua ialah para penjawab (Daniel, 2003: 144).

Dalam pelaksanaanya metode ini ditujukan kepada: (a) Kepala

Sekolah SMA Pasundan 2 Bandung. (b) Guru mata pelajaran PAI dan mata

pelajaran umum.

Selanjutnya adalah observasi. Sebenarnya setiap saat kita melakukan

observasi. Kita mengamati perilaku anak-anak, kendaraan di jalan raya, atau

binatang dan tumbuhan. Dengan observasi itulah kita memperoleh informasi

(33)

55

dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik

gejala-gejala yang diselidiki. Dalam hubungan itu Yehoda dan kawan-kawan

(Narbuko dan Achmadi, 2009: 70) observasi akan dikatakan alat

pengumpulan data yang baik apabila: (a) Mengabdi kepada tujuan penelitian,

(b) Direncanakan secara sistematik, (c) Dicatat dan dihubungkan dengan

proposisi-proposisi yang umum, (d) Dapat dicek dan dikontrol validitas,

reliabilitas dan ketelitiannya.

Menurut Nawawi dan Martini, observasi adalah pengamatan dan

pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu

gejala. Observasi bukan hanya melihat, bukan hanya mengamati, bukan

melulu menonton (Rakhmat, 1984: 99). Observasi dibutuhkan untuk

memahami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami

dalam konteksnya. Observasi dilakukan terhadap subjek, perilaku subjek

selama wawancara, interaksi, dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga

dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara (Afifuddin dan

Saebani, 2009: 134).

Observasi atau pengamatan dalam pengumpulan data hanya

merupakan suplemen dari wawancara. Kalau wawancara dianggap sudah

memberikan hasil yang lengkap dan mempunyai nilai kebenaran yang dapat

dipercaya, maka pengamatan tidak perlu dilakukan lagi. Namun, ada peneliti

yang melakukan keduanya, karena ingin mendapatkan data yang akurat dan

terbukti dilapangan. Pemeriksaan ulang data dapat dilakukan dengan

melakukan pengamatan (Daniel, 2003: 147).

Pengamatan hanya dilakukan hanya sebatas membantu responden bila

tidak mampu menjawab. Dapat juga ditambahkan pada penelitian-penelitian

tertentu, pengamatan perlu dilakukan untuk memberikan data yang akurat.

(34)

dengan keadaan lapangan sebenarnya. Keadaan lapangan ini dapat menjadi

patokan dalam penyuntingan (Daniel, 2003: 148).

Observasi atau pengamatan dapat dibedakan menjadi pengamatan

aktif dan pasif, pengamatan berperan serta, pengamatan parsitipatif,

pengamatan terlibat yang dibagi menjadi terlibat dan terlibat penuh. Intinya si

peneliti tidak sekedar mengamati, tetapi juga turut serta atau aktif terlibat

dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang sedang

diteliti. Ini dilakukan bukan saja untuk membantu keakraban, tetapi juga

untuk memahami secara mendalam perilaku mereka (Putra dan Lisnawati,

2012: 32).

Metode observasi ini digunakan untuk mengamati proses

pembangunan suasana religius dalam lingkungan SMA Pasundan 2 Bandung.

Selanjutnya adalah dokumentasi. Metode dokumentasi adalah teknik

pengumpulan data dan informasi melalui pencarian dan penemuan bukti-bukti

(Afifuddin dan Saebani, 2009: 141).

Cara lain memperoleh data dari responden adalah menggunakan

teknik dokumentasi. Ada teknik ini, peneliti dimungkinkan memperoleh

informasi dari bermacam-macam sumber tertulis atau dokumen yang ada

pada responden atau tempat, dimana responden bertempat tinggal atau

melakukan kegiatan sehari-harinya.

Sumber dokumen yang ada pada umumnya dapat dibedakan menjadi

dua macam yaitu dokumentasi resmi, termasuk surat keputusan, surat

intruksi, dan surat bukti kegiatan yang dikeluarkan oleh kantor atau

organisasi yang bersangkutan dan sumber dokumentasi tidak resmi yang

mungkin berupa surat nota, surat pribadi yang memberikan informasi kuat

(35)

57

Metode ini digunakan untuk memperoleh data dan catatan mengenai:

(a) Sejarah berdirinya SMA Pasundan 2 Bandung. (b) Visi dan misi SMA

Pasundan 2 Bandung. (c) Letak geografis SMA Pasundan 2 Bandung. (d)

Keadaan guru SMA Pasundan 2 Bandung. (e) Keadaan siswa-siswi SMA

Pasundan 2 Bandung. (f) Sarana dan prasarana SMA Pasundan 2 Bandung.

(g) Struktur organisasi SMA Pasundan 2 Bandung. (h) Kurikulum pendidikan

SMA Pasundan 2 Bandung.

H. Sumber Data

Sumber data adalah bagian yang cukup berpengaruh terhadap hasil

penelitian. Dalam hal ini data hasil penelitian diperoleh dari sumber data yang

terbagi atas sumber primer dan sumber sekunder:

a. Sumber Primer

Guru pengajar Pendidikan Agama Islam dan sebagian guru pengajar mata

pelajaran umum seperti Bahasa Indonesia dan Matematika.

b. Sumber Sekunder

Pembina Lembaga (Pengurus Yayasan) dan Kepala Sekolah.

I. Analisis Data

Kegiatan analisis data dalam suatu proses penelitian pada dasarnya

dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu mendeskripsikan data dan melakukan

uji statistika. Namun, karena dalam penelitian ini peneliti menggunakan

metode kualitatif maka tidak melakukan uji statistika. Yang dimaksud

mendeskripsikan data adalah menggambarkan data yang ada guna

memperoleh bentuk nyata dari responden, sehingga lebih dimengerti peneliti

atau orang lain yang tertarik dengan hasil penelitian yang dilakukan dengan

menyusun dan mengelompokkan data yang ada, sehingga memberikan

gambaran nyata terhadap responden. Analisis yang paling sederhana dan

sering digunakan oleh seorang peneliti adalah menganalisis data yang ada

(36)

deskriptif ini mereka mempresentasikan secara lebih ringkas, sederhana, dan

lebih mudah dimengerti. (Sukardi, 2008: 86).

Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang melakukan analisis data di

akhir penelitian setelah semua data terkumpul dan biasanya menggunakan

statistik. Dalam penelitian kualitatif data dianalisis secara berkelanjutan, terus

menerus selama proses penelitian berjalan. Analisis data dilakukan untuk

berbagai keperluan. Pada awal penelitian data dianalisis untuk menentukan

fokus penelitian. Selama proses penelitian berlangsung data analisis untuk

menentukan data apalagi yang mesti digali, juga untuk memastikan keabsahan

data. Data dianalisis untuk memastikan apakah data telah jenuh atau tidak. Di

akhir penelitian semua data yang terkumpul dianalisis untuk membuat

kesimpulan. Tidak ada penggunaan statistik (Putra dan Lisnawati, 2012: 29).

Dalam penelitian ini, adapun untuk proses pengolahan datanya adalah

menggunakan beberapa langkah berikut:

a. Terlebih dahulu seluruh data dikumpulkan setelah proses penelitian yang

dilakukan, lalu data tersebut diolah sehingga mendapatkan jawaban yang

sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini, serta

adanya kesesuaian antara hasil penelitian dan kenyataan dilapangan.

b. Tahap berikutnya peneliti melakukan penyimpulan data untuk membuat

rangkuman penelitian yang padat, ringkas, namun menyeluruh. Hal ini

dilakukan untuk membuat abstraksi dalam penelitian.

c. Lalu tahap terakhir adalah menyusun hasil pengolahan data penelitian

tadi ke dalam format yang tersusun secara sistematis. Maka akan di dapat

hasil yang dapat digunakan untuk proses analisis dalam penelitian ini.

Untuk melengkapi hasil penelitian di lapangan, peneliti menambahkan

beberapa teori dari para ahli untuk kajian kepustakaan, dan menambah

(37)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Membangun suasana religius di dalam lingkungan sekolah adalah

membudayakan kebudayaan atau kebiasaan islami di sekolah, agar siswa

mempunyai akhlak baik sehingga mampu menjadi individu berkualitas,

bukan hanya di sekolah tapi juga di luar sekolah, bahkan setelah tamat

sekolah dan berada ditengah-tengah masyarakat.

Maka berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dari hasil

penelitian dengan menggunakan metode deskriptif analisis dengan

pendekatan kualitatif dapat dikatakan SMA Pasundan 2 Bandung berhasil

membangun suasana religius di lingkungan sekolahnya. Keberhasilan tersebut

tampak dari kebijakan, program, implementasi, dan hasil dalam upaya

sekolah membangun suasana religius di lingkungan sekolah. Adapun secara

rinci adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan yang dibuat oleh SMA Pasundan 2 Bandung untuk

membangun suasana religius di sekolah tersebut tampak jelas tertuang

dalam:

- Ciri khas sekolah, yaitu ciri keislaman dan kesundaan.

- Visi yaitu mengembangkan pendidikan berkualitas unggul dalam

bidang keilmuan, moralitas, mentalitas berdasarkan keislaman dan

budaya Sunda yang mampu bersaing di tingkat lokal, nasional serta

Internasional.

- Misi yang terdapat dalam point 1, 2, 3, 4, dan 6, yaitu (1) Mendidik

Sumber Daya Manusia unggul yang menguasai, memahami,

menghayati bidang keilmuan yang ditekuni dengan dilandasi nilai

keislaman dan budaya Sunda. (2) Memberi kontribusi terhadap

peningkatan kualitas yang mampu mengaplikasikan bidang

(38)

Mengembangkan bidang keilmuan dan teknologi informasi yang

disertai nilai-nilai kehidupan masyarakat serta paham aktualisasi

nilai-nilai budaya Sunda dan agama Islam sebagai implementasi

perwujudan ibadah pada Allah SWT. (4) Pengembangan keilmuan

dan nilai budaya Sunda yang dilandasi nilai-nilai keislaman dalam

implementasi perwujudan puncak budaya nasional yang berakar

pada budaya daerah. dan (6) Melaksanakan pengembangan

keislaman, budaya Sunda, keilmuan & teknologi melalui pendekatan

Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh.

- Tujuan sekolah pada point pertama, yaitu terbentuknya akhlak yang

terpuji berlandaskan nilai-nilai keislaman dengan cara saling

menyayangi, menghormati dan menghargai.

2. Program-program yang dilaksanakan di SMA Pasundan 2 Bandung

diantaranya yaitu: (a) pembacan Al-Qur’ān bersama-sama sebelum

pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, (b) pembacaan Asmaul Husna

sebelum selesai kegiatan belajar mengajar, sebelum dan sesudah kegiatan

belajar mengajar siswa membaca do’a, (c) bedol kelas, yaitu pelaksanaan

salat berjamaah saat dzuhur dan pembekalan ceramah setiap sebelum

salat berjamaah, (d) pengajian keliling di rumah siswa, (e) pendidikan

penyembelihan hewan kurban, (f) tabligh akbar, (g) seragam muslim

pada hari jum’at, (h) adanya hukuman mendidik bagi siswa yang terlambat yaitu dengan pembiasaan salat duha dan hapalan surat pendek.

3. Implementasi kegiatan religius di SMA Pasundan 2 Bandung secara

keseluruhan berjalan sesuai dengan program, rencana dan tujuan

dilaksanakannya kegiatan-kegiatan religius di sekolah ini. Berikut adalah

rincian lengkapnya:

a. Pembacan Al-Qur’ān bersama-sama sebelum pelaksanaan kegiatan

belajar mengajar. Kegiatan ini terlaksana dengan baik dan terus

menerus, jadi berdasarkan pengamatan peneliti selama berada di

sekolah dapat dikatakan kegiatan ini 100 % terlaksana setiap

(39)

134

b. Pembacaan Asmaul Husna sebelum selesai kegiatan belajar

mengajar, sebelum dan sesudah kegiatan belajar mengajar siswa

membaca do’a. Kegiatan ini terlaksana dengan baik dan terus menerus, jadi berdasarkan pengamatan peneliti selama berada di

sekolah dapat dikatakan kegiatan ini 100 % terlaksana setiap

harinya.

c. Bedol kelas, yaitu pelaksanaan salat berjamaah saat dzuhur dan

pembekalan ceramah setiap sebelum salat berjamaah. Kegiatan ini

terlaksana dengan baik dan terus menerus setiap hari selasa sampai

kamis, karena hari senin tidak ada guru agama yang dapat

mengkoordinir karena beberapa hal, dan hari jum’at memiliki

kegiatan lain yaitu salat jum’at berjamaah. Jadi berdasarkan

pengamatan peneliti selama berada di sekolah dapat dikatakan

kegiatan ini 100 % terlaksana sesuai dengan jadwalnya

d. Pengajian keliling di rumah siswa. Kegiatan ini kurang terlaksana

dengan baik dan tidak rutin setiap minggunya, ini dikarenakan

banyak terpotong oleh kegiatan sekolah, UTS, UN dan lainnya. Jadi

dari keterlaksanaannya tidak begitu baik.

e. Pendidikan penyembelihan hewan kurban. Kegiatan ini terlaksana

dengan baik dan hanya satu kali dilaksanakan dalam satu tahun.

f. Tabligh Akbar. Kegiatan ini terlaksana dengan baik dan hanya satu

kali dilaksanakan yaitu ketika menyambut maulid nabi Muhammad

SAW.

g. Seragam muslim pada hari jum’at. Kegiatan ini berjalan dengan

cukup baik namun masih ada siswa yang melanggar atau tidak

memakai seragam muslim pada hari jum’at.

h. Adanya hukuman mendidik bagi siswa yang terlambat yaitu dengan

pembiasaan salat duha dan hapalan surat pendek. Kegiatan ini

terlaksana dengan cukup baik dan dilaksanakan setiap harinya

4. Banyak manfaat yang didapatkan dari kegiatan religius yang

(40)

a. Pembacan Al-Qur’ān bersama-sama sebelum pelaksanaan kegiatan

belajar mengajar. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara

kegiatan ini dapat menjadikan siswa lebih baik dan lebih mahir

dalam membaca Al-Qur’ān dan membuat siswa senang membaca

Al-Qur’ān apalagi secara bersama-sama.

b. Pembacaan Asmaul Husna sebelum selesai kegiatan belajar

mengajar, sebelum dan sesudah kegiatan belajar mengajar siswa

membaca do’a. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman peneliti ketika mengajar di kelas kegiatan ini dapat menjadikan

beberapa siswa hafal dengan Asmaul Husna dan membuat siswa

senang membaca Asmaul Husna, apalagi dengan ragam pelafalan

yang menyenangkan sehingga mudah dihafal.

c. Bedol kelas, yaitu pelaksanaan salat berjamaah saat dzuhur dan

pembekalan ceramah setiap sebelum salat berjamaah. Berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara kegiatan ini dapat menjadikan

siswa rajin melaksanakan salat dzuhur berjamaah di masjid dan

membuat siswa senang mengunjungi masjid untuk melaksanakan

salat berjamaah.

d. Pengajian keliling di rumah siswa. Berdasarkan hasil wawancara

kegiatan ini dapat menambah wawasan siswa mengenai ilmu agama,

dan menjadikan siswa lebih rajin dan patuh kepada orang tuanya dan

membuat siswa senang berdiskusi dan mendengarkan ceramah.

e. Pendidikan penyembelihan hewan kurban. Berdasarkan hasil

wawancara kegiatan ini dapat menjadikan beberapa siswa bisa

menyembelih sendiri hewan kurban dan membuat siswa senang

melaksanakan ibadah penyembelihan hewan kurban.

f. Tabligh Akbar. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara

kegiatan ini dapat menambah wawasan siswa mengenai ilmu agama

dan membuat siswa senang mendengarkan ceramah tentang

(41)

136

g. Seragam muslim pada hari jum’at. Berdasarkan hasil pengamatan

dan wawancara kegiatan ini menjadikan siswa terbiasa berbusana

muslim.

h. Adanya hukuman mendidik bagi siswa yang terlambat yaitu dengan

pembiasaan salat duha dan hapalan surat pendek. Berdasarkan hasil

pengamatan dan wawancara kegiatan ini dapat menjadikan siswa

terbiasa salat duha dan menghapal surat-surat pendek Al-Qur’ān dan

menjadikan siswa senang salat duha dan menghapal Al-Qur’ān.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis terhadap penelitian yang berjudul Upaya

Sekolah dalam Membangun Suasana Religius (studi deskriptif di SMA

Pasundan 2 Bandung), maka dari itu peneliti ingin memberikan saran kepada

beberapa pihak diantaranya:

1. Untuk civitas akademika Universitas Pendidikan Indonesia, peneliti

berharap agar dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan acuan

perkuliahan dan dapat dijadikan pedoman dalam membangun suasana

religius khususnya dalam lingkungan sekolah.

2. Untuk mahasiswa Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam, peneliti

berharap hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan dalam membuat

penelitian selanjutnya yang masih berkaitan dengan membangun suasana

religius di sekolah.

3. Untuk SMA Pasundan 2 Bandung, peneliti berharap agar hasil penelitian

ini dapat dijadikan evaluasi dalam membangun suasana religius di

sekolah sehingga menciptakan suasana religius yang lebih baik lagi.

4. Untuk sekolah lain, peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat

dijadikan contoh dalam usaha membangun suasana religius di sekolah.

5. Untuk peneliti selanjutnya, supaya penelitian ini dapat dijadikan sebagai

bahan kajian yang bisa dilengkapi dan disempurnakan lagi berbagai

(42)

yang masih berkaitan dengan membangun suasana religius di sekolah

seperti melakukan penelitian secara kuantitatif.

6. Untuk peneliti, supaya menjadikan penelitian ini sebagai pelajaran yang

dapat diambil manfaatnya untuk menjadikannya bekal ketika nanti

(43)

DAFTAR PUSTAKA

______. (2008) Al-Qur’an dan Terjemahnya. Terjemahan Tim Penerjemah Departemen Agama RI. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.

Aedy, H. (2009). Kubangun Rumah Tanggaku dengan Modal Akhlak Mulia. Bandung: Alfabeta.

Afifuddin, dan Ahmad Saebani, B. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

An Nahlawi, A. (1995). Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa asalibiha fil baiti wal madrasati wal mujtama. (Shihabuddin, Trans.) Jakarta: Gema Insani Press.

An-Nur, A. A. (2000). Ihdzaru Al Mukhaddiraat. (F. Bahri, Trans.) Jakarta: Darul Falah.

Anshari, E. S. (1980). Agama dan Kebudayaan. Surabaya: Bina Ilmu.

Arifin, Z. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

As-Siba'i, M. (1986). Kebangkitan Budaya Islam. (N. Husein, Trans.) Jakarta: Media Da'wah.

Bahauddin, K. M. (2003). Tarbiyatul Abnaa `ala at-Takhthiith Wan-Nizaam. (A. Ikhwani, Trans.) Jakarta: Gema Insani Press.

Daniel, M. (2003). Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Jakarta: Bumi Aksara.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Fattah, N. (2011). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Idi, A., dan Safarina. (2011). Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat, dan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Ismail, F. (2004). Paradigma Kebudayaan Islam. Jakarta: Mitra Cendekiawan.

Key, B. W. (1978). Konsepsi Pembudayaan Manusia Dalam Islam. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian kuasa dan wewenang kepada Direksi Perseroan dengan hak substitusi untuk melaksanakan segala tindakan yang diperlukan berkaitan dengan Penawaran Umum

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan adsorpsi batang jagung dengan variasi bentuk dalam menyerap ion logam kadmium (Cd 2+ ) 50 ppm pada larutan

to be able to help the research to discover the portrayal of gender based on the. categorization of gendered-clauses into their types of Process, Participant,

Perencanaan struktur gedung bertingkat tinggi berdasarkan SNI 03-1726-2012 pada Laporan Tugas Akhir ini didisain pada zonasi gempa wilayah Kota Semarang menggunakan

[r]

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Seni Tari. Oleh: Elisa