i
PENINGKATAN KEMAMPUAN KERJASAMA MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAMES
TOURNAMENT (TGT) PADA ANAK KELOMPOK B TK PKK COMBONGAN JAMBIDAN
BANGUNTAPAN BANTUL
TUGAS AKHIR SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu PendidikanUniversitas Negeri Yogyakarta untukMemenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan
Oleh:
Fitri Uswatun Khasanah NIM 11111244023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
ii
PENINGKATAN KEMAMPUAN KERJASAMA MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAMES
TOURNAMENT(TGT) PADA ANAK KELOMPOK B TK PKK COMBONGAN JAMBIDAN
BANGUNTAPAN BANTUL berkembang belum maksimal. Hal ini dikarenakan model pembelajaran yang digunakan masih bersifat individual. Berdasarkan pengamatan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerjasama anak melalui model pembelajaran kooperatif tipe team games tournament (TGT).
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara kolaborasi dengan pendidik dan menggunakan model Kemmis dan Mc.Taggart. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2016 yang terdiri dari dua siklus. Subjek penelitian adalah 21 anak kelompok B usia 5-6 tahun di TK PKK Combongan yang terdiri dari 8 anak perempuan dan 13 anak laki-laki. Objek penelitian adalah peningkatan kerjasama anak melalui model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Metode pengumpulan data dengan observasi. Teknik analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan kerjasama mengalami peningkatan melalui model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada anak kelompok B TK PKK Combongan dalam dua siklus.Peningkatan persentase kemampuan kerjasama pada indikator bergabung dengan kelompok pada Pra Tindakan 38,09% meningkat menjadi 85,71% pada akhir siklus. Pada indikator tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas pada Pra Tindakan 23,80% meningkat menjadi 90,47% pada akhir siklus. Pada indikator tolong-menolong pada Pra Tindakan 28,57% meningkat menjadi 76,19% pada akhir siklus. Pada Indikator mau berbagi pada Pra Tindakan 33,33% meningkat menjadi 90,47% pada akhir siklus.
iii
IMPROVEMENT OF COOPERATION SKILLS THROUGH COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE OF TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT)
ON GROUP B KINDERGARTEN PKK COMBONGAN JAMBIDAN BANGUNTAPAN BANTUL
BY:
Fitri Uswatun Khasanah NIM 11111244023
ABSTRACT
Cooperation skills of chlidren on group b kindergarten Pkk Combongan developing not maksimal yet. This is because the leraning model used individual model. Based on these observation, this study aims to improve the ability of cooperation skill thruogh the implementation of cooperative learning model type of Team Games Tournament (TGT) on group B PKK Combongan Kindergarten. This research is a collaborative classroom action research and using the Kemmis & Mc. Taggart model. The research on November 2016. Research subjects were children aged 5-6 years amounted to 21 childrens consisting of 8 girls and 13 boys. Objeck the research is to improve the cooperation skill a children thruogh the implementation of TGT. Methods of data collection using observation. The research instrument used observation sheet. Data were analyzed using descriptive qualitative and quantitative
The results showed the cooperation skills of children increased in two cycles. The observation of the indicators join the grub during pre-action show the percentage of children cooperation ability 38,09% increased to 85,71% at the end of the cycle. Responsibility indicator completes the task in pre-action 23,80% increased to 90,47% at te end of the cycle. Indicators help in pre-action 28,57% increased to 76,19% at the end of the cycle. Indicators willing to share in pre-action 33,33% increased to 90,47% at the and of the cycle.
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Aku persembahkan skripsi ini kepada:
1. Bapak dan ibu tercinta yang selalu memberikan doa restu, kasih sayang, pengorbanan, dan dukungan yang telah diberikan kepadaku.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk
mendapat gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Peningkatan Kemampuan
Kerjasama Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Pada Anak Kelompok B TK PKK Combongan Jambidan
Banguntapan Bantul” dapat disusun sesuai harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat
diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Sungkono, M. Pd dan Ibu Nelva Rolina, M. Si selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen Pembimbing II Tugas Akhir Skripsi ini yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.
2. Bapak Sungkono, M. Pd, Ibu Martha Christianti, M. Pd, Ibu Dr. Rita Eka Izzaty, M. Si dan Ibu Nelva Rolina, M. Si, selaku Ketua Penguji, Sekretaris, Penguji Utama dan Penguji Pendamping yang sudah memberikan koreksi perbaikan secara komperhensif terhadap Tugas Akhir Skripsi ini.
x
MOTTO
xi
BAB II KAJIAN TEORI A. Perkembangan Sosial Anak Usia Dini ... 12
1. Pengertian Perkembangan Sosial AUD ... 12
xii
3. Langkah-Langkah Menumbuhkan Kerjasama ... 21
4. Indikator Kerjasama ... 23
C. Pembelajaran Kooperatif ... 24
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif... 24
2. Tipe-Tipe Pembelajaran Kooperatif ... 26
3. Manfaat Pembelajaran Kooperatif ... 29
D. Team Games Tournament (TGT) ... 31
1. Pengertian Teams Games Tournament (TGT) ... 31
2. Langkah-Langkah Pembelajaran TGT ... 32
3. Kelebihan dan Kelemahan TGT ... 33
E. Kajian Penelitian yang Relevan ... 35
F. Kerangka Pikir ... 35
G. Hipotesis Tindakan ... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 38
G. Instrumen Penelitian ... 46
H. Metode Analisis Data ... 47
I. Keabsahan Data ... 48
J. Indikator Keberhasilan ... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Awal Sebelum Penelitian... 50
B. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ... 53
1. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus I ... 53
2. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus II ... 66
C. Pembahasan ... 79
D. Keterbatasan Penelitian ... 82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 83
B. Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA ... 85
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Kisi-Kisi Lembar Observasi Kerjasama Anak ... 46 Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Pra Tindakan Kemampuan Kerjasama
Anak ... 50 Tabel 3. Perbandingan Rata-Rata Persentase Kemampuan Kerjasama
Pada Indikator Bergabung Dengan Kelompok Pra Tindakan Dan Siklus I... 60 Tabel 4. Perbandingan Rata-Rata Persentase Kemampuan Kerjasama
Pada Indikator Tanggung Jawab Dalam Menyelesaikan Tugas Pra Tindakan Dan Siklus I ... 61 Tabel 5. Perbandingan Rata-Rata Persentase Kemampuan Kerjasama
Pada Indikator Tolong-Menolong Pra Tindakan Dan Siklus I ... 62 Tabel 6. Perbandingan Rata-Rata Persentase Kemampuan Kerjasama
Pada Indikator Mau Berbagi Pra Tindakan Dan Siklus I ... 62 Tabel 7. Perbandingan Rata-Rata Persentase Kemampuan Kerjasama
Indikator Bergabung Dengan Kelompok Pada Pra Tindakan, Siklus I Dan Siklus II ... 74 Tabel 10. Perbandingan Rata-Rata Persentase Kemampuan Kerjasama
Indikator Mau Berbagi Pada Pra Tindakan, Siklus I Dan Siklus II ... 77 Tabel 11. Rubrik Penilaian anak mau bergabung dengan kelompoknya ... 90 Tabel 12. Rubrik Penilaian Tanggung Jawab Anak Dalam Menyelesaikan
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Model Penelitian Tindakan Kelas Kemmis & Mc Taggart ... 40 Gambar 2. Visualisasi Tindakan ... 43 Gambar 3. Grafik Rekapitulasi Hasil Kemampuan Kerjasama Melalui
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Saat Pra Tindakan dan Siklus I ... 63 Gambar 4. Grafik Rekapitulasi Hasil Kemampuan Kerjasama Menggunakan
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Lembar Observasi Checklist Kerjasama Anak Melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 89
Lampiran 2. Lembar Rubrik Penilaian ... 90
Lampiran 3. Rencana Program Pembelajaran Harian ... 94
Lampiran 4. Penilaian Kerjasama Anak... 125
Lampiran 5. Hasil Uji Keabsahan Data... 136
Lampiran 6. Foto Kegiatan Anak ... 144
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan anak usia dini (PAUD) berperan penting dalam perkembangan kepribadian anak dan berpengaruh terhadap kesiapan anak dalam memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 14 menyatakan :
“Pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkemabangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.”
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur formal adalah Taman Kanak-kanak (TK). Taman kanak-kanak berfungsi untuk membina, menumbuhkan, mengembangkan seluruh potensi anak secara optimal, sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya (Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, 2010). Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak diarahkan untuk membantu perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta serta kemampuan lain yang diperlukan oleh anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.
2
satu aspek perkembangan yang sangat penting untuk dioptimalkan pada anak usia dini adalah aspek perkembangan sosial. Pada dasarnya perkembangan sosial menurut Soemantri Patmonodewo, (2003: 31) dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat di mana anak berada.
Pada usia Taman Kanak-kanak anak mulai dapat dibentuk dalam kelompok sebaya. Melalui kelompok tersebut aktivitas sosial anak mulai berkembang, anak belajar bekerjasama, mengenal aturan dalam kelompok, memahami orang lain, dan menjalin persahabatan yang akan mengembangkan keterampilan sosial. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Resti Mustikasari (2012:7) bahwa sejak umur 3 atau 4 tahun anak-anak mulai melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan kelompok sebayanya. Mulai usia empat sampai enam tahun, anak berminat mempelajari hal-hal baru disekelilingnya, terutama interaksi terhadap teman-teman sebaya, bahkan ia mampu memilih beberapa diantaranya sebagai teman dekat. Pada tahap ini anak memang mulai memasuki tahap bermain kooperatif. Artinya anak sudah bisa terlibat dalam permainan kelompok bersama teman-temannya, meski masih sering terjadi pertengkaran.
3
akan mengakibatkan kebiasaan egosentris yang lebih kuat pada saat anak memasuki sekolah dasar. Untuk menghilangkan sifat egosentris yang terlalu kuat, sikap kerjasama dan saling membantu harus ditumbuhkan sejak usia dini.
Kerjasama merupakan salah satu bagian dari aspek perkembangan sosial (Hurlock, 1978: 62). Kerjasama menurut Yudha Saputra dan Rudyanto (2005:39) adalah gejala saling mendekati untuk mengurus kepentingan bersama dan tujuan yang sama. Berdasarkan pendapat tersebut maka kemampuan kerjasama sangat penting dimiliki oleh anak, karena anak dapat saling berinterksi dan saling membantu untuk mewujudkan tujuannya. Selain itu, Nola Sanda Rekysika (2015: 3-4) menyatakan bahwa pada proses bekerjasama anak dapat mengembangkan kemampuan sosial emosionalnya seperti anak belajar tanggung jawab, berbagi, saling membantu dan berinteraksi dalam menyelesaikan masalah dalam kelompok.
4
Sikap kerjasama yang baik akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak. Anak akan berusaha untuk menguasai kemampuan kerjasama sehingga ia dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. Kemampuan kerjasama dibutuhkan anak ketika berinteraksi dengan orang lain, maka peran guru dalam memberikan rangsangan terhadap kemampuan kerjasama ini sangat penting. Peran guru di taman kanak-kanak dalam meningkatkan kemampuan kerjasama adalah dengan memberikan rangsangan berupa kegiatan pembelajaran yang menyenangkan melalui model pembelajaran yang menarik dan memberikan anak pengalaman langsung dalam bekerjasama.Hurlock (1980: 86-87) mengungkapkan bahwa hanya ada sedikit bukti yang menyatakan sikap sosial atau antisosial merupakan sikap bawaan, kemampuan tersebut tergantung pada pengalaman-pengalaman sosial. Jadi kemampuan sosial termasuk salah satunya kerjasama harus dimunculkan, dilatih dan dikembangkan pada anak sejak dini melalui bimbingan dan pembiasaan.
Memahami tentang pentingnya kerjasama sejak dini, perlu penggunaan cara dan strategi yang tepat dalam pemilihan model pembelajaran kerjasama pada anak usia dini. Strategi yang dapat digunakan adalah dengan pendekatan pengalaman berkerjasama. Pendekatan ini dilaksanakan melalui bermain, melibatkan anak dalam berbagai kegiatan baik kegiatan secara kelompok kecil maupun kelompok besar.
5
6
berkembang dan 3 anak belum berkembang. Pada indikator tolong-menolong di dapatkan hasil 6 anak yang mampu mencapai kriteria berkembang sangat baik, 8 anak berkembang sesuia harapan, 4 anak mulai berkembangdan 3 anak belum berkembang. Pada indikator mau berbagi di dapatkan hasil 7 anak mampu mencapai kriteria berkembang sangat baik, 5 anak berkembang sesuai harapan, 6 anak mulai berkembang dan 3 anak belum berkembang.
Ketika anak diminta mengerjakan tugas mewarnai secara kelompok, banyak anak yang belum mampu bekerjasama. Ada anak yang tidak mau bergabung dengan kelompoknya, misalnya AFK. AFK masih Asyik bermain sendiri ketika temannya sudah duduk berkelompok. Setelah dibujuk oleh guru, AFK mau bergabung dengan kelompok tetapi belum mau mengerjakan kegiatan. AFK hanya duduk melihat temannya. Ada anak yang mau bergabung tetapi tidak mau mengerjakan, seperti JTR yang hanya duduk diam melihat teman-temanya mewarnai. Ada juga yang mau mengerjakan tetapi tidak berbicara dengan anak lain. Dalam kegiatan mewarnai secara kelompok terlihat sebagian anak belum mau berinteraksi, belum bisa berbagi, dan juga belum saling membantu.
7
menggambar. Kegiatan individu tersebut tidak ada saling interaksi, saling membantu dan pembagian tugas yang merupakan unsur dari kerjasama.
Menurut hasil wawancara dengan guru kelas kelompok B di TK PKK Combongan, kegiatan lebih sering bersifat individual dikarenakan keterbatasan waktu yang dimiliki guru. Satu kelas hanya ada satu guru, sehingga guru harus mengerjakan administrasi kelas dan menyiapkan media pembelajaran sendiri. Selain itu, menyiapkan tugas yang bersifat individual seperti LKA dianggap lebih praktis bagi guru. Menurut guru kelas, pemberian tugas secara individu juga mempermudah guru dalam melakukan penilaian pada hasil kerja anak. Penilaian dilakukan guru ketika pembelajaran selesai atau pulang sekolah dengan melihat hasil karya anak. Saat kegiatan pembelajaran, ada sebagian anak yang bercerita sendiri dengan anak lain dan juga bermain sendiri sehingga proses kegiatan pembelajaran kurang maksimal.
Menurut pengamatan peneliti, kurangnya kemampuan kerjasama disebabkan oleh sudah terbiasanya anak terhadap pola kerja individual dan anak belum terbiasa dengan kegiatan secara berkelompok. Dalam kegiatan satu minggu ada 5 hari dimana anak melalukan kegiatan secara individu. Stimulasi yang diberikan oleh gurupun selalu bersifat individu. Model pembelajaran secara kelompok hanya diberikan pada hari sabtu saat anak melakukan kegiatan ekstra yaitu ekstra drumband.
8
berperan aktif dan melakukan kerjasama. Menurut Isjoni dan Moh. Arif Ismail (2008: 134) pembelajaran kooperatif artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu bersama-sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Dalam model bermain kooperatif ada banyak tipe bermain salah satu tipe tersebut adalah tipe Teams Games Tournament atau TGT (untuk selanjutnya disebut TGT) atau metode kompetisi permainan kelompok. Model pembelajaran tipe TGT ini mudah diterapkan, mengandung permainan dan melibatkan keaktifan siswa dan yang terpenting dilakukan secara kelompok sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kerjasama anak.
TGT merupakan model pembelajaran yang mengajak anak didik untuk belajar dalam kelompok dan guru memberikan sebuah materi yang sudah dirancang atau dipersiapkan terlebih dulu kemudian diadakan kompetisi antar kelompok melalui suatu permainan. Kegiatan pembelajaran yang dibangun melalui model ini memberikan suasana yang menyenangkan dan menuntut adanya kerjasama antar anggota tim untuk mengerjakan kegiatan yang dikompetisikan.
9
Penelitian ini akan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT karena Model pembelajaran kooperatif tipe TGT untuk meningkatkan kerjasama belum pernah diterapkan di TK PKK Combongan. Selain itu, Model bermain kooperatif tipe TGT ini memiliki kelebihan yaitu mudah divariasikan dengan berbagai media pembelajaran, meningkatkan rasa percaya diri anak, meningkatkan kekompakan antar anggota kelompok, keterlibatan siswa lebih optimal (Erni Yunika P, 2011).
Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan penelitian dengan judul
“Peningkatan Kemampuan Kerjasama melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Team Games Tournament (TGT) Pada Anak Kelompok B TK PKK
Combongan”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Kurangnya kegiatan secara kelompok, sehingga kemampuan kerjasama belum berkembang.
2. Model pembelajaran yang digunakan cenderung belum membangun kerjasama.
10
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka batasan masalah dari penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan kerjasama melalui model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada anak kelompok B TK PKK Combongan, Jambidan, Banguntapan, Bantul.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana meningkatkan kerjasama anak
melalui model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) di Kelompok B TK PKK Combongan, Jambidan, Banguntapan, Bantul?”.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan kerjasama melalui model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) pada anak kelompok B TK PKK Combongan, Jambidan, Banguntapan, Bantul.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara Teoritis
Memberikan sumbangan untuk memperbaiki dan mengembangkan kualitas pendidikan dan pembelajaran khususnya dalam kemampuan kerjasama melalui pembelajaran TGT.
2. Manfaat secara Praktis a. Bagi guru
11
2) Sebagai alternatif bagi guru untuk meningkatkan kemampuan kerjasama anak.
3) Sebagai acuan bagi guru untuk mengembangkan kemampuan kerjasama anak melalui model pembelajaran TGT.
b. Bagi siswa
1) Dapat meningkatkan perkembangan sosial terutama kemampuan kerjasama anak yang bisa menjadi bekal bagi kehidupan anak selanjutnya.
12
BAB II KAJIAN TEORI
A. Perkembangan Sosial Anak Usia Dini
1. Pengertian Perkembangan sosial Anak Usia Dini
Perkembangan sosial dapat diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama (Syamsu Yusuf, 2000: 122). Selanjutnya Masitoh, Ocih, & Heny (2005: 11) mengatakan perkembangan sosial adalah perkembangan perilaku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dimana anak itu berada.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Soemantri Patmonodewo (2003: 31) menyatakan perkembangan sosial dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat di mana anak berada. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Elizabeth B. Hurlock (1998: 250) perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bermasyarakat memerlukan tiga proses. Ketiga proses tersebut adalah belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima dan aktivitas sosial untuk perkembangan sikap sosial dalam bermasyarakat.
13
lingkungannya. Ada dua faktor yang mempengaruhi anak dalam memperoleh perkembangan sosial. Faktor pertama adalah bimbingan orang tua maupun guru dalam mengenalkan aspek-aspek sosial dan norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat. Faktor yang kedua adalah lingkungan sosial dimana anak berada.
2. Tahapan Perkembangan Sosial Anak Usia Dini
Syamsu Yusuf (2006: 122) menyatakan bahwa anak dilahirkan tanpa membawa sifat sosial. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar menyesuaikan diri dengan orang lain. Anak dapat memperoleh kemampuan sosial melalui pengalaman dalam berhubungan atau bergaul dengan orang lain, baik dengan orang tua, teman maupun dengan masyarakat sekitar.
Sejalan dengan pendapat di atas, Hurlock (1978: 259) menyatakan bahwa hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan anak dilahirkan dalam keadaan bersifat sosial, anti sosial, atau tidak sosial. Hurlock menjelaskan bahwa perilaku sosial sudah terlihat sejak bayi melalui reaksi terhadap orang di sekitarnya sebagai berikut:
a. Mulainya perilaku sosial
14
b. Perkembangan sosial pada masa kanak- kanak awal
Pada usia 2 sampai 6 tahun anak belajar melakukan hubungan sosial dengan orang-orang di luar lingkungan rumah, terutama dengan anak-anak yang sebaya. Anak-anak belajar menyesuaikan diri dan bekerjasama melalui kegiatan bermain. Pola perilaku sosial pada masa kanak-kanak awal meliputi kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empati, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru dan perilaku kelekatan. Sedangkan perilaku nonsosial meliputi perlawanan, permusuhan, pertengkaran, mengejek dan menggertak, perilaku yang sok kuasa, egosentrisme, prasangka dan antagonisme jenis kelamin.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan sosial bukan merupakan bawaan lahir seseorang melainkan hasil dari belajar dan pengalaman yang diperoleh melalui interaksi dengan orang lain. Ada dua tahapan perilaku sosial pada anak usia dini yaitu masa mulainya perilaku sosial saat masih bayi dan masa kanak- kanak awal.
3. Lingkungan Sosial Anak Usia Dini
15
dalam mengembangkan konsep diri yang positif akan menjadikan perkembangan sosial anak menjadi optimal.
Melihat faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak yang sangat besar berasal dari lingkungan sosialnya termasuk di sekolah, maka model pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran di sekolah untuk mengembangkan perilaku sosial anak sangat penting. Guru diharapkan mampu untuk memberikan pembelajaran yang menarik dengan model pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan dan memotivasi kepada anak untuk mengembangkan kemampuan sosialnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan sosial sangat mempengaruhi perkembangan sosial anak. Lingkungan sosial yang sehat dapat membantu anak mengembangkan konsep diri yang positif sehingga akan menjadikan perkembangan sosial anak optimal.
4. Ciri -Ciri Sosial Anak
Kemampuan sosial anak usia dini dapat dikembangkan dengan optimal jika diketahui ciri-ciri sosial pada masa kanak-kanak awal. Soemantri Patmonodewo (2003: 33-35) menyatakan ciri sosial anak prasekolah yaitu:
a. Umumnya anak memiliki satu atau dua sahabat,
b. Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak terlalu terorganisasi dengan baik,
16
d. Pola bermain anak prasekolah sangat bervariasi fungsinya sesuai dengan kelas sosial dan gender,
e. Perselisihan sering terjadi tetapi hanya sebentar, f. Telah menyadari jenis kelamin.
Melalui pergaulan atau hubungan sosial baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang dewasa maupun dengan teman sebayanya anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial. Menurut Syamsu yusuf (2000: 124-125) bentuk-bentuk tingkah laku sosial adalah 1) pembangkangan (negativisme), 2) agresi (agression), 3) berselisih/bertengkar (quarreling), 4) menggoda (teasing), 5) persaingan (rivaly), 6) kerjasama (cooperation), 7) tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior), 8) mementingkan diri sendiri (selfishness) dan 9) simpati (sympaty).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan sosial anak dapat optimal jika dalam menstimulasi memperhatikan ciri-ciri sosial pada masa kanak-kanak awal. Ada enam ciri pada masa awal kanak-kanak yaitu anak umumnya memiliki satu atau dua sahabat, kelompok bermain kecil dan belum terorganisasi, anak yang usianya lebih muda akan bersebelahan dengan anak yang lebih tua ketika bermain, pola bermain sangat bervariasi, perselisihan sering terjadi walau hanya sebentar dan menyadari perbedaan jenis kelamin.
B. Kemampuan Kerjasama
1. Pengertian Kerjasama
17
untuk memecahkan suatu masalah secara bersama-sama dengan tujuan yang sama pula. Sejalan dengan itu, Yudha M. Saputra dan Rudyanto (2005: 39) kerjasama atau kooperatif adalah gejala saling mendekati untuk mengurus kepentingan bersama dan tujuan bersama. Menurut Hurlock (1978: 268) kerjasama merupakan kemampuan bekerja bersama menyelesaikan tugas bersama dengan orang lain. Dalam proses bekerjasama anak dilatih untuk dapat menekan kepribadian individual dan mengutamakan kepentingan kelompok.
Selanjutnya, menurut Syamsu Yusuf (2000: 125) kerjasama yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok. Sikap mau bekerjasama artinya dapat diajak menyelesaikan sesuatu secara bersama dalam suatu kelompok. Reni Akbar Hawadi (2006: 2) menjelaskan bahwa kerjasama adalah membagi kegiatan dalam tugas-tugas kecil pada anggota kelompok. Dengan melakukan kerjasama maka pekerjaan akan menjadi lebih ringan, cepat selesai dan ada sikap saling membantu antar anggota kelompok.
18
2. Syarat dan Tahapan Kerjasama
Kerjasama akan terjadi apabila dapat dipenuhi syarat-syaratnya. Berikut ini merupakan syarat-syarat kerjasama yang dikemukakan menurut Yudha M. Saputra dan Rudyanto (2005: 40-41):
a. Kepentingan yang sama
Kerjasama akan terbentuk apabila ada kepentingan yang sama yang ingin dicapai oleh semua anggota. Kepentingan yang sama tidak hanya menyangkut aspek materi, tetapi mungkin juga aspeknonmateri seperti aspek moral, rohani dan batiniah
b. Keadilan
Kerjasama harus didasai oleh prinsip keadilan artinya setiap orang yang ikut bekerjasama memperoleh imbalan yang sesuai dengan kontribusinya dalam pelaksanaan suatu kegiatan kerjasama.
c. Saling pengertian
Kerjasama harus dilandasi oleh keinginan untuk mengerti dan memahami kepentingan dari orang-orang yang terlibat dalm kegiatan bersama itu. Pengertian ini akan merangsang timbulnya kerjasama atas dasar saling pengertian (mutual understanding)
d. Tujuan yang sama
19
keberhasilan kelompok. Tujuan harus dapat mengantisipasi kepentingan individual yang tergabung dalam kelompok sosial.
e. Saling membantu
Kerjasama merupakan dasar keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Hal ini akan lebih mudah terjadi jika tiap orang dalam kelompok bersedia untuk saling membantu teman sesama kelompok jika diperlukan.
f. Saling melayani
Kesediaan untuk saling melayani merupakan unsur yang mempercepat terjadinya suatu kerjasama. Jika ada anggota yang hanya ingin dilayani dan tidak bersedia melayani kepentingan orang lain, maka akibatnya akan terjadi kepincangan distribusi kegiatan.
g. Tanggung jawab
Kerjasama merupakan perwujudan tanggung jawab dari setiap orang yang terlibat dalam kelompok. Jika ada satu anggota yang tidak bertanggungjawab biasanya akan mempengaruhi pencapaian tujuan atau kegiatan kelompok.
h. Penghargaan.
Seseorang akan merasa bahagia jika mendapatkan penghargaan kegiatan yang dilakukannya. Penghargaan ini dapat berupa penghargaan dalam
bentuk “rasa hormat” atau dalam bentuk yang nyata, misalnya materi atau
20 i. Kompromi
Kerjasama kelompok adalah gabungan kerja dari setiap orang yang terlibat dalam kelompok sosial. Cara kerja setiap orang tidak sama, ada yang cepat, ada yang lambat. Ada yang serius dan ada yang ogah-ogahan. Unsur
kompromi penting untuk melandasai kapan suatu kegiatan akan diselesaikan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada sembilan syarat yang harus dipenuhi agar tercipta sebuah kerjasama. Jika ada salah satu syarat tersebut tidak dapat dipenuhi akan berpengaruh terhadap tujuan yang akan dicapai. Selain itu, jika syarat tidak terpenuhi juga akan mempengaruhi kegiatan kelompok tersebut.
Kerjasama terbentuk melalui beberapa tahap. Tahap-tahap kerjasama menurut Yudha M. Saputra & Rudiyanto (2005: 43-44) adalah sebagai berikut:
1. Bekerja sendiri. Pada tahap ini seseorang memerlukan waktu dan proses untuk mengenal dirinya sendiri. Siapa dia, bagaimana potensinya, apa yang mampu dilakukan dan bagaimana kecepatan melakukan sesuatu. Pemahaman tentang diri sendiri akan membantu penentuan dengan siapa dapat bekerjasama, pada bidang apa, berapa lama dan dalam kondisi yang bagaimana.
21
3. Merasa tertarik dan mengadakan penyesuaian diri. Pada tahap ini berdasarkan analisis pada point 1 dan 2, ketertarikan untuk terlbat pada suatu kerjasama perlu dibarengi dengan upaya penyesuaian. Hal ini penting mengingat manusia yang terlibat dalam kerjasama yang akan terjadi terdiri dari orang yang heterogen dalam hal kepribadian, kemampuan intelektual, dan akses terhadap sumberdaya.
4. Terbuka untuk memberi dan menerima. Kemampuan menyesuaikan diri adalah langkah menuju keterbukaan sikap. Orang yang terlibat dalam suatu kerjasama harus mau dan mampu untuk saling memberi dan menerima. Keakuan diri harus dikikis, atau paling tidak harus dikurangi sehingga proses keterbukaan dapat berlangsung.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada empat tahapan dalam kerjasama. empat tahapan tersebut adalah bekerja sendiri, mengamati dan mengenal lingkungan, merasa tertarik dan mengadakan penyesuaian diri serta terbuka untuk memberi dan menerima.
3. Langkah-Langkah Menumbuhkan Kerjasama
Ada beberapa langkah dalam menumbuhkan kerjasama yang dapat dilakukan oleh guru. Langkah-langkah dalam menumbuhkan kerjasama menurut Tadkiroatun Musfiroh, dkk(2007: 20-22) adalah sebagai berikut:
a. Mengenalkan permainan yang bersifat kerjasama
22
berinteraksi dan bekerja sama. Hal tersebut juga dapat mengurangi sifat egosentris pada anak.
b. Mengenalkan kasih sayang
Dalam mengenalkan kasih sayang guru dapat mengajak anak untuk menjenguk teman sekelas yang tidak berangkat karena sakit. Selain itu, juga dapat dikenalkan dengan menanyakan kabar anak dan keadaan anak.
c. Mengenalkan gotong royong
Perilaku gotong royong dapat dikenalkan melalui kegiatan kerjabakti membersihkan sekolah. Setelah kegiatan kerjabakti sosial selesai, guru dapat mengapresiasi hasil kerja anak. Dengan penguatan positif tersebut dapat mendorong anak untuk mengulangi perbuatan tersebut.
d. Mengajarkan saling berbagi
Guru dapat mengajarkan berbagi kepada anak melalui pesan, misal membuat kesepakatan sebelum kegiatan main sehingga anak tidak berebut mainan.
e. Mendorong anak untuk membantu
Untuk mengajarkan anak membantu orang lain, dapat dilakukan dengan membantu mengambil dan mengembalikan alat main.
f. Mengajarkan kesungguhan hati untuk membantu orang lain
Mengajarkan kesungguhan hati untuk membantu misalnya dengan saat ada teman yang terjatuh guru langsung mencontohkan untuk menolong.
23
tersebut adalah mengenalkan permainan kelompok, mengenalkan kasih sayang, mengenalkan gotong royong, mengajarkan anak untuk saling berbagi, mendorong anak untuk membantu dan mengajarkan kesungguhan hati dalam membantu orang lain.
4. Indikator Kerjasama
Agar terlihat secara jelas bentuk kerjasama yang akan ditingkatkan pada anak maka perlu ditentukan secara rinci indikator kerjasama. Suci Widianingsih (2013: 5) mengemukakan bahwa: Indikator bekerjasama mencakup tolong menolong dan gotong royong. Sedangkan menurut Dirjen Pendidikan Anak usia Dini dalam Nazayanti (2014: 2) bahwa indikator kerjasama meliputi (1) setiap anak mau bergabung bersama kelompoknya, (2) senang bekerja bersama dengan temannya, (3) senang menolong dan membantu temannya, (4) senang memberi dukungan pada temannya.
24
C. Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda (Isjoni, 2009: 14). Sejalan dengan pendapat tersebut, pembelajaran kooperatif menurut Sugiyanto (2010: 37) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Selanjutnya menurut Slavin yang diterjemahkan oleh Narulita Yusron (2005: 4) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Menurut Johnson, Johnson & Holubec (2010: 4) pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah proses belajar mengajar yang melibatkan penggunaan kelompok-kelompok kecil yang memungkinkan siswa untuk bekerja secara bersama-sama di dalamnya guna memaksimalkan pembelajaran mereka sendiri dan pembelajaran satu sama lain.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah proses belajar mengajar dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang bersifat heterogen untuk mencapai tujuan belajar. Anggota kelompok bisa terdiri dari empat sampai enam anak.
25
pengembangan keterampilan sosial (Suprijono, 2009: 61). Selanjutnya menurut Ibrahim (2000: 102) Pembelajaran kooperatif mengajarkan kepada siswa ketrampilan kerjasama dan kolaborasi. Anak-anak akan melakukan komunikasi dan bekerjasama dalam menyelesaikan tugas kelompok yang diberikan oleh guru. Menurut Suprijono, (2009: 58) model pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajran efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan:
1. Memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat seperti fakta, ketrampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama 2. Pengetahuan, nilai, dan ketrampilan diakui oleh mereka yang berkompeten
menilai.
Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa unsur yang harus diterapkan. Lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif menurut Roger dan Johson dalam Suprijono (2009:58) yang harus diterapkan yaitu:
1. Saling ketergantungan positif 2. Tanggung jawab perseorangan 3. Interaksi promotif
4. Komunikasi antar anggota 5. Pemrosesan kelompok.
26
dan kelompok kecil (interpersonal and small group skils), 5) pemrosesan kelompok (grup processing).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat dilaksanakan secara efektif jika lima unsur dalam pembelajaran kooperatif dapat dipenuhi. Lima unsur tersebut adalah saling ketergantungan positif, yanggung jawab individual, mendorong adanya interaksi, komunikasi antar anggota dan pemrosesan kelompok.
2. Tipe-Tipe Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe pembelajaran. Menurut Isjoni (2009:73-74) dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model atau tipe yang dapat diterapkan, yaitu diantaranya
a. Student Team Achievement Division (STAD)
Tipe ini dikembangkan Slavin, dan merupakan salah satu tipe kooperatifyang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Pada proses pembelajarannya, tipe stad memiliki lima tahapan yang meliputi (tahap penyajian materi, tahap kegiatan kelompok, tahap tes individual, tahap perhitungan skor perkembangan individu, dan tahap pemberian penghargaan kelompok
b. Jigsaw
27
terdapat tahap-tahap dalam penyelenggarannya. Tahap pertama siswa dikelompokkan dalam bentuk kelompok kecil. Masing-masing anggota kelompok diberikan satu tugas untuk dikerjakan atau bagian-bagian dari materi-materi penelitian untuk dikoreksi dan ditinjau ulang. Para siswa dari masing-masing kelompok yang memiliki tugas yang sama berkumpul membentuk kelompok yang anggotanya benar-benar baru. Tahap ketiga adalah masing-masing perwakilan tersebut seteloah dapat menguasai materi yang ditugaskan, kemudian kembali lagi ke kelompok asal. Tahap selanjutnya, masing-masing anggota kelompok menjelaskan pada teman satu kelompok sehingga teman satu kelompok dapat memahami materi yang ditugaskan.
c. Teams Games Tournament (TGT)
TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5-6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. kemudian siswa akan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecilnya. Pembelajaran dalam Teams games tournament (TGT) hampir sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik mereka.
d. Group Investigation (GI)
28
sub topik yang ingin dipelajari. Selanjutnya guru dan siswa menentukan tujuan dan langkah-langkah belajar berdasarkan sub topik yang telah dipilih. Siswa melakukan belajar, menganalisis, menyimpulkan dan mempresentasikan hasil belajar di depan kelas.
e. Rotating Trio Exchange
Model rotating trio exchange membagi anak dalam kelompok yang anggotanya berjumlah 3 orang. Setiap anggota diberi no 0,1 dan 2. Guru memberi pertanyaan yang sama untuk didiskusikan. Kemudian rotasi anggota kelompok ke kelompok yang lain sehingga terjadi kelompok yang anggotanya baru dan beri pertanyaan yang lain, begitu seterusnya.
f. Group Resume
Model ini membagi anak dalam kelompok kemudian kelompok-kelompok tersebut membuat kesimpulan tentang materi yang diberikan. Tahap terakhir dalam model ini adalah mempresentasikan kesimpulan dan tugas.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada enam model yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif yaitu STAD, jigsaw, TGT, group investigation, rotating trio exchange, dan group resume.
Penelitian ini dibatasi pada tipe TGT dengan pertimbangan tipe TGT mudah diterapkan, mengandung permainan dan melibatkan keaktifan siswa dan yang terpenting dilakukan secara kelompok sehingga diharapkan dapat
29
3. Manfaat Pembelajaran Kooperatif
Penerapan pembelajaran kooperatif dapat memberikan manfaat yang besar apabila dilaksanakan secara terstruktur dan terencana dengan baik. Adapun manfaat pembelajaran kooperatif menurut Yudha M. Saputra dan Rudyanto (2005: 52-53) adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran kooperatif mampu mengembangkan aspek moralitas dan interaksi sosial peserta didik karena melalui pembelajaran kooperatif, anak memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk berinteraksi dnegan anak yang lain. hal ini berbeda dengan sistem pembelajaran tradisional yang memaksa anak untuk bekerja secara individual atau kompetitif dengan kesempatan yang sedikit dan juga kesempatan untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan teman-temanya sangat sedikit waktu yang dihabiskan dalam proses pembelajaran.
b. Pembelajaran kooperatif mampu mempersiapkan siswa untuk belajar bagaimana caranya mendapatkan berbagai pengetahuan dan informasi sendiri, baik dari guru, teman, bahan-bahan pembelajaran atau sumber-sumber belajar yang lain. hal ini berkaitan dengan perkembangan jaman yang semakin maju dan informasi yang semakin cepat sehingga siswa mampu mengakses berbagai sumber ilmu pengetahuan.
30
membiasakan anak berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain dalam berbagai situasi sosial.
d. Pembelajaran kooperatif dapat membentuk pribadi yang terbuka dan menerima perbedaan yang terjadi karena dalam pembelajaran kooperatif kerjasama yang dilakukan tidak memandang perbedaan ras, agama, ataupun status sosial. Siswa-siswa memiliki sikap saling mengerti dan menerima perbedaan satu sama lain. Jadi, pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan ketertarikan interpersonal diantara anak.
e. Pembelajaran kooperatif membiasakan anak untuk selalu aktif dan kreatif dalam mengembangkan analisisnya. Anak juga dibiasakan untuk mengkomunikasikan kembali hasil temuannya kepada teman-teman yang lain, sehingga terbangun sikap kritis dalam melihat berbagai fenomena yang terjadi dilingkungannya.
31
D. Team Games Tournament (TGT)
1. Pengertian Teams games Tournament (TGT)
Menurut Isjoni (2009: 83) TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa-siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5-6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Anak belajar secara kelompok yang anggotanya bersifat heterogen.
Menurut Slavin yang diterjemahkan oleh Narulita Yusron (2005: 163) TGT adalah model pembelajaran dimana para siswa berlomba sebagai wakil dari tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka. Pembelajaran diawali dengan anak bekerja sama menyelesaikan tugas dalam satu kelompok, kemudian salah satu anak mewakili kelompoknya untuk berlomba dengan kelompok lain. Selanjutnya Trianto (2009: 83) menjelaskan TGT adalah model pembelajaran dimana siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka.
32
2. Langkah-langkah Pembelajaran TGT
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki beberapa langkah yang harus diterapkan. Langkah-langkah pembelajaran TGT menurut Slavin yang diterjemahkan oleh Narulita Yusron (2005: 166-167) adalah :
a. Presentasi kelas, yaitu mengenalkan materi pembelajaran secara klasikal b. Tim, yaitu membagi siswa yang terdiri antara 4-5 anak yang memiliki
kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda.
c. Game, siswa bekerja di dalam tim dan memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran.
d. Turnament, yaitu salah satu siswa mewakili kelompoknnya untuk bertanding dengan anggota kelompok lain dan memberikan kontribusi nilai terhadap kelompok mereka.
e. Rekognisi tim, yaitu penghargaan terhadap tim yang dapat mencapai skor sesuai kriteria.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada lima langkah yang harus dilakukan dalam pembelajaran TGT yaitu presentasi guru secara klasikal, pembagian kelompok, game atau belajar secara kelompok, turnamen antar kelompok dan penghargaan kepada kelompok yang menang.
33
oleh Narulita Yusron, (2005: 175) dalam metode TGT diberikan tiga tingkatan penghargaan yang didasarkan pada skor rata-rata tim yaitu
a. Rata-rata 40 poin penghargaanyan sebagai tim terbaik b. Rata-rata 45 poin penghargaannya sebagai tim sangat baik c. Rata-rata poin 50 penghargaannya sebagai tim super.
Sejalan dengan Slavin, Trianto (2009: 87) menjelaskan ada tiga tingkatan penghargaan yang diberikan kepada tim sesuai rata-rata perolehan skor tim yaitu
a. Rata-rata 30-40 poin penghargaannya sebagai tim terbaik b. Rata-rata 40-45 poin penghargaanyya sebagai tim sangat baik c. Rata-rata 45 poin ke atas penghargaanya sebagai tim super.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada tiga tingkatan penghargaan yang dapat diberikan kepada kelompok atau tim yaitu penghargaan sebagai tim terbaik, tim sangat baik dan tim super.
3. Kelebihan dan Kekurangan TGT
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan dalam penerapannya.
a. Kelebihan TGT menurut Nur Holis (2013) adalah sebagai berikut: 1) Siswa tidak terlalu tergantung kepada guru,
2) Siswa lebih percaya diri untuk untuk berfikir mandiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar bersama siswa lainnya,
3) Mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide secara verbal dan membandingkan dengan ide-ide orang lain,
34
5) Membantu setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar, 6) Meningkatkan prestasi akademik dan kemampuan sosial,
7) Meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan mengubah belajar abstrak menjadi nyata,
8) Meningkatkan kemampuan kerjasama antar anak.
Sejalan dengan Nur Holis, Erni Yunika P (2011) mengungkapkan model bermain kooperatif tipe TGT ini memiliki kelebihan yaitu mudah divariasikan dengan berbagai media pembelajaran, meningkatkan rasa percaya diri anak, meningkatkan kekompakan antar anggota kelompok, dan keterlibatan siswa lebih optimal
b. Kekurangan pembelajaran TGT
Menurut Nur Holis (2013) dalam pembelajaran TGT ada satu kekurangannya. Kekurangan tersebut adalah dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk melaksanakan TGT. Ini dikarenakan ada lima langkah yang harus dilaksanakan sehingga pembelajaran membutuhkan waktu yang panjang.
35
ada satu kekurangan yaitu dibutuhkan waktu yang relatif lama dalam pelaksanaannya.
E. Kajian Penelitian yang Relevan
Ada beberapa penelitian yang sudah dilakukan tentang kerjasama anak. Penelitian oleh Ria Adistyasari menyatakan bahwa ketrampilan sosial dan kerjasama anak meningkat setelah mengikuti kegiatan bermain angin puyuh. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh M.Thamrin, Purwanti dan Nazayanti menyatakan bahwa kemampuan kerjasama anak meningkat sangat baik melalui kegiatan bermain kelompok dengan balok. Penelitian yang dilakukan oleh Ayu kusuma dewi, Ketut Pudjawan dan I Gde Wawan Sudatha menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT yang menggunakan media kotak pos geometri dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan kerjasama anak dapat ditingkatkan dengan model pembelajaran kooperatif, dan tipe TGT dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak. Dalam penelitian ini diharapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan kemampuan kerjasama anak.
F. Kerangka Pikir
36
Kemampuan kerjasama penting untuk diajarkan sejak dini karena kemampuan kerjasama sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan kerjasama anak akan berhubungan baik dengan teman-temanya karena dalam kerjasma anak akan belajar berinteraksi, tanggung jawab, saling menolong dan saling berbagi.
Pada usia 5-6 tahun atau usia TK anak sudah mampu melakukan bermain secara kooperatif untuk melakukan kerjasama. Dalam penelitian ini acuan yang digunakan untuk anak mampu melakukan kerjasama adalah anak mau bergabung dengan teman, tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas, saling menolong dan mau berbagi.
Kemampuan kerjasama di pengaruhi oleh lingkungan sosial anak. Sekolah merupakan salah satu lingkungan yang dapat membantu anak mengembangkan kemampuan kerjasamanya. Proses pembelajaran di sekolah akan mempengaruhi perkembangan kemampuan kerjasama anak. Pembelajaran yang lebih bersifat individual dapat mengakibatkan kemampuan kerjasama anak tidak berkembang. Ada banyak cara yang dapat digunakan dalam meningkatkan kemampuan kerjasama anak. salah satunya adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
37
anak atau melatih anak untuk saling berbagi ide atau gagasan dan meningkatkan kekompakan antar anggota kelompok serta keterlibatan siswa lebih optimal. Dengan demikian, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT diyakini dapat memberikan pengaruh dalam meningkatkan kemampuan kerjasama anak.
G. Hipotesis Tindakan
38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas atau (Classroom Action Research). Menurut Suharsimi Arikunto, Suhardjono & Supardi (2007:3) penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh anak. Selanjutnya Suroso (2009:30) mendefinisikan penelitian tindakan kelas sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Sejalan dengan Suroso, Wina Sanjaya (2009:26) mengartikan penelitian tindakan kelas sebagi suatu proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui reflesksi diri dalam upaya untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan tindakan mencermati yang dilakukan oleh guru yang bertujuan untuk memperbaiki mutu pembelajaran di kelas, dengan melaksanakan tindakan untuk mencari jawaban dari setiap permasalahan di kelas.
39
tindakan adalah guru kelas sedangkan yang melakukan pengamatan terhadap proses tindakan adalah peneliti Suharsimi Arikunto, 2006:98). Secara partisipatif peneliti dan guru bekerjasama dalam penyusunan perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan refleksi tindakan.
Dalam penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerjasama anak. Strategi yang dipilih dalam penelitian ini adalah model pembelajaran TGT.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah 21 anak pada kelompok B usia 5-6 tahundi TK PKK Combongan terdiri 8 anak perempuan dan 13 anak laki-laki.
C. Tempat,Waktu dan setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di TK PKK Combongan yang beralamat di Jambidan, Banguntapan, Bantul.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester I tahun ajaran 2016/2017 pada tanggal 9 November-19 November 2016.
3. Setting penelitian
40
D. Model Penelitian
Model penelitian digunakan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang penelitian yang akan dilaksanakan. Pada penelitian ini menggunakan model penelitian yang dikemukakan olehKemmis dan McTaggart yang dalam kegiatannya menggunakan sistem siklus. Masing-masing siklus terdiri dari tiga tahapan penting yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan, dan refleksi (Suharsimi Arikunto, 2006:20). Ketiga tahapan penelitian tindakan tersebut merupakan satu putaran kegiatan berkelanjutan dan berulang seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 1. Model Penelitian Tindakan Kelas Kemmis &Mc Taggart Hubungan dari ketiga tahapan tersebut sebagai suatu siklus spiral. Apabila dalam pelaksanaan tindakan awal (siklus I) terdapat kekurangan dalam perencanaan dan pelaksanaan tindakan, dapat dilakukan perbaikan pada siklus selanjutnya hingga target yang diinginkan tercapai. Adapun ketiga tahapan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut ini (Suharsimi Arikunto, Suhardjono, & Supardi, 2007:17-19):
1. Perencanaan
41
tersebut. Pada tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaiamana tindakan tersebut dilakukan.
2. Pelaksanaan tindakan dan pengamatan
Tahap tindakan ini merupakan implementasi isi rancangan yang berupa melakukan tindakan di kelas. Peneliti dan guru melaksanakan tindakan yang telah disusun sebelumnya pada proses pembelajaran. Pada tahap ini, guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tema dan rencana kegiatan harian (RKH) pada hari tersebut yang telah dibuat bersama peneliti.
Proses pengamatan dilakukan bersamaan dengan waktu tindakan berlangsung. Pengamatan ini bertujuan memperoleh data yang akurat untuk perbaikan siklus yang selanjutnya.
3. Refleksi
42
E. Prosedur Tindakan
Menurut Wijaya Kusuma dan Dedi Dwitagama (2010:25) untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas dibutuhkan tahapan sebagai berikut: 1. Perencanaan
a. Menentukan tema dan subtema sebagai materi pembelajaran yang akan diberikan kepada anak Kelompok B TK PKK Combongan.
b. Menyusun RKH (Rencana Kegiatan Harian) sesuai tema yang sudah ditentukan. RKH memuat kegiatan pembelajaran TGT untuk meningkatkan kemampuan kerjasama.
c. Mempersiapkan sumber dan media pembelajaran.
d. Peneliti mempersiapkan instrumen pengamatan dalam bentuk panduan observasi untuk mengungkap:
1) Anak mau bergabung bersama kelompoknya,
2) Anak dapat bertanggungjawab dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, 3) Kemampuan anak dalam tolong menolong dengan teman,
4) Kemampuan anak dalam berbagi. 2. Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan
43
Kegiatan dalam tindakan divisualisasikan pada gambar di bawah ini:
Gambar 2. Visualisasi Tindakan Perencanaan
Diskusi dengan guru kelas dalam dengan menjelasakan materi tenantang tema binatang secara klasikal
Guru membagi anak dalam kelompok-kelompok
Anak bekerja dalam kelompok menyusun lego membentuk binatang yang disebutkan ciri-cirinya oleh guru
Turnamen antar kelompok untuk
menyusun lego dalam waktu yang singkat Memberi penghargaan terhadap kelompok
pemenang
Pengamatan
Peneliti mengamati dan
mencatat perkembangan
kemampuan kerjasama anak sesuai lembar obsrervasi. SIKLUS I
Refleksi
Membandingkan hasil observasi dengan indikator yang telah ditentukan
Melakukan evaluasi dan refleksi yang digunakan untuk merencanakan perbaikan pada siklus II
Menyususn RKH untuk siklus II
SIKLUS II
Perencanaan
Membuat RKH dengan guru Menyiapkan lembar
observasi
Menyiapakn alat dan bahan
Pelaksanaan
Guru menjelaskan materi tentang kendaraan secara klasikal
Anak mengambil kertas undian untuk menentukan kelompoknya
Anak bekerja dalam kelompok menyusun lego dan menyusun huruf sesuai yang diminta guru
Turnamen antar kelompok untuk menyusun lego dan huruf dalam waktu yang singkat
Penghargaan terhadap kelompok pemenang
Pengamatan
Peneliti mengmati dan mencatat hasil perkembangan kemampuan kerjasama anak
Refleksi
Melakukan evaluasi dan refleksi selama siklus II
Membandingkan hasil observasi dengan indikator yang telah ditentukan
44
Tahap pengamatan dilakukan oleh observer, dalam hal ini adalah peneliti dan guru kelas. Pelaksanaan tahap ini dilakukan bersamaan dengan berlangsungnya tindakan yang menggunakan model TGT. Tujuan dilakukan pengamatan adalah untuk mengumpulkan bukti hasil tindakan yang sudah dilaksanakan agar dapat dievaluasi dan dijadikan landasan bagi observer dalam melakukan refleksi untuk penyusunan rencana ulang memasuki siklus berikutnya.
Pengamatan berpedoman pada lembar instruman pengamatan berupa panduan observasi yang berisi tentang kemampuan kerjasama yaitu anak mau bergabung bersama kelompoknya, tanggung jawab anak dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, saling tolong menolong dengan teman, dan anak mau berbagi.
3. Refleksi
Refleksi merupakan bagian untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Peneliti melakukan refleksi setelah tahap pelaksanaan tindakan dan pengamatan selesai dilakukan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah a. Pengumpulan data atau hasil observasi berupa lembar observasi dan
dokumentasi kegiatan.
b. Diskusi antara peneliti dengan guru yang bertujuan untuk mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan berupa proses yang terjadi, masalah yang muncul, dan semua hal yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan. c. Mencari jalan keluar terhadap masalah-masalah yang mungkin timbul agar
45
d. Pengambilan keputusan yaitu apabila dari hasil pengamatan ternyata belum mencapai target maka keputusan yang diambil adalah berlanjut ke siklus II dengan tujuan untuk memperbaiki pembelajaran. Siklus dilakukan berkelanjutan sampai ada peningkatan seperti yang diharapkan dalam kemampuan kerjasama.
e. Jika penenelitian dianggap sudah mencapai target yang diharapkan, maka refleksi terakhir dilakukan dnegan membuat catatan secara rinci agar memberikan informasi bagi siapapun yang akan melaksanakan penelitian dalam kesempatann lain.
F. Metode Pengumpulan Data
Data penelitian ini diperoleh melalui observasi. Data penelitian bersumber pada pencapaian perkembangan anak yang dihasilkan dari tindakan kerjasama pada anak kelompok B TK PKK Combongan dengan menggunakan model pembelajaran TGT.
46
Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan kerjasama anak dari sebelum dilakukan tindakan, saat dilakukan tindakan dan setelah ada tindakan pada proses pembelajaran untuk mengetahui perubahan kemampuan kerjasama anak.
G. Instrumen Penelitian
Wina Sanjaya (2010:84) menjelaskan bahwa istrumen penelitian adalah alat yang dapat digunakan untuk untuk mengumpulkan data penelitian. Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar Observasi.
Lembar observasi merupakan pedoman bagi peneliti untuk mengamati perkembangan kerjasama anak selama proses pembelajaran. Pengambilan data dan pencatatan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi berupa check list dengan deskripsi kemampuan yang diharapkan dapat dicapai anak.Adapun kisi-kisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Kisi-Kisi Lembar Observasi Kerjasama Anak
Variabel Indikator Deskripsi
Kemam
Anak mau berinteraksi dan komunikasi dengan teman satu kelompok nya
Tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas
Anak dapat bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas bersama teman satu kelompoknya
Tolong- menolong
Anak dapat menolong teman yang kesulitan dalam menyelesaikan tugas kelompoknya
47
H. Metode Analisis Data
Data dalam penelitian ini didapat melalui penelitian observasi langsung terhadap subyek penelitian untuk melihat perkembangan kemampuan kerjasama anak pada kelompok B di TK PKK Combongan. Suatu data dalam penelitian ini tidak akan menjadi bermakna tanpa dianalisis. Analisis data menurut Wina Sanjaya (2011:106) adalah suatu proses mengolah dan mengintepretasikan data dengan tujuan untuk memperoleh berbagai informasi yang bermakna dan arti yang jelas sesuai dengan tujuan peneliti.
Teknik analisis data menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif yaitu data yang diperoleh diubah kedalam bentuk persentase. Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 269) analisis data yang menggunakan teknik deskriptifkualitatif digunakan untuk menentukan peningkatan proses belajar melalui tindakan yang diberikan dan merujuk pada data kualitas objek penelitian seperti Belum Berkembang, Mulai Berkembang, Berkembang Sesuai Harapan Dan Berkembang Sangat Baik. Sedangkan analisis data kuantitatif memanfaatkan persentase yang merupakan langkah awal dari keseluruhan proses analisis. Diharapkan melalui stimulasi kegiatan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, kemampuan kerjasama anak dapat berkembang atau mengalami peningkatan. Peningkatan dapat dilihat melalui perhitungan persentase dengan rumus seperti di bawah ini.
48
Persentase =
x 100 %
Hasil data observasi tersebut dianalisis dan disesuaikan dengan kriteria yang diterapkan di taman kanak-kanak dengan pedoman sebagai berikut:
1. Kriteria 75%-100% Berkembang Sangat Baik (BSB) 2. Kriteria 50%-74,99% Berkembang Sesuai Harapan (BSH) 3. Kriteria 25%-49,99% Mulai berkembang (MB)
4. Kriteria 0%-24,99% Belum Berkembang (BB)
Data yang diperoleh melalui lembar observasi pada setiap siklus dikumpulkan kemudian dirata-rata dan dipersentase. Hasil persentase digunakan untuk mengetahui berapa banyak anak yang telah berhasil mencapai kriteria yang diharapkan.
g. Keabsahan Data
49
penelitian. Pada penelitian ini pengamatan dilakukan oleh peneliti yang kemudian dibandingkan dengan pengamatan dari guru kelas.
h. Indikator Keberhasilan
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Pra Tindakan
Pengambilan data awal sebelum tindakan dilakukan pada hari Selasa 8 November 2016. Peneliti mengamati kegiatan kelompok yang dilakukan oleh anak. Data yang diperoleh dari pra tindakan akan digunakan untuk mengukur kemampuan kerjasama anak kelompok B. Peneliti akan meningkatkan kemampuan kerjasama anak melalui model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
Dalam penelitian ini, pra tindakan dilakukan dengan teknik pengumpulan data observasi, indikator yang dinilai ialah anak mau bergabung dengan kelompok, tanggung jawab anak dalam menyelesaikan tugas, anak mau tolong-menolong, dan anak mau berbagi. Skor maksimal yang diberikan dari setiap indikator adalah 4 dan skor minimal adalah 1. Rekapitulasi hasil Pra Tindakan dapat dilihat pada tabel. 2 berikut ini
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Pra Tindakan Kemampuan Kerjasama Anak
51
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa hasil observasi Pra Tindakan menunjukkan bahwa indikator anak mau bergabung dengan kelompok jumlah anak yang mendapatkan skor 4 atau dengan kriteria Berkembang Sangat Baik (BSB) ada 8 anak dengan persentase 38,09%. Jumlah anak yang mendapat skor 3 atau dengan kriteria Berkembang Sesuai Harapan (BSH) ada 7 anak dengan persentase 33,33%. Jumlah anak yang mendapat skor 2 dengan kriteria Mulai Berkembang (MB) ada 5 anak dan jumlah anak yang mendapat skor 1 dengan kriteria Belum Berkembang (BB) sebanyak 1 anak dengan persentase 4,76%. Hal tersebut berarti hanya ada 8 anak yang mau bergabung dengan kelompok, melakukan interaksi dan komunikasi dengan teman satu kelompoknya dan secara aktif mengutarakan pendapatnya.
Selanjutnya untuk indikator tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas jumlah anak yang mendapatkan skor 4 dengan kriteria Berkembang Sangat Baik (BSB) ada 5 anak dengan persentase 23,80%. Anak yang mendapat skor 3 dengan kriteria Berkembang Sesuai Harapan (BSH) ada 9 anak dengan persentase 42,85%. Jumlah anak yang medapat skor 2 dengan kriteria Mulai Berkembang (MB) sebanyak 4 anak dengan persentase 19,04%. Jumlah anak yang mendapat skor 1 ada 3 anak dengan persentase 14,28%. Hal tersebut menunjukkan bahwa hanya ada 5 anak yang mampu bertanggung jawab meyelesaikan tugasnya dengan tuntas secara mandiri aktif dari awal sampai akhir kegiatan.
52
28,57%. Jumlah anak yang mendapat skor 3 dengan kriteria Berkembang Sesuai Harapan (BSH) ada 8 anak dengan persentase 42,85%. Jumlah anak yang mendapat skor 2 dengan kriteri Mulai Berkembang (MB) ada 4 anak dengan persentase 19,04%. Jumlah anak yang mendapat skor 1 dengan kriteria Belum Berkembang (BB) ada 3 anak dengan persentase 14,28%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya ada 6 anak yang mampu menolong teman yang kesulitan tanpa memilih milih dan tanpa diminta guru.
Pada indikator anak mau berbagi jumlah anak yang mendapat skor 4 dengan krietria Berkembang Sangat Baik (BSB) ada 7 anak dengan persentase 33,33%. Jumlah anak yang mendapat skor 3 dengan kriteria Berkembang Sesuai Harapan (BSH) sebanyak 5 anak dengan persentase 23,80%. Jumlah anak yang mendapat skor 2 dengan kriteria Mulai Berkembang (MB) ada 6 anak dengan persentase 28,57%. Jumlah anak yang mendapat skor 1 dengan kriteria Belum Berkembang (BB) ada 3 anak dengan persentase 14,28%. Hal tersebut menunjukkan bahwa hanya ada 7 anak yang mau berbagi tugas dalam menyelesaikan kegiatan dan berbagi alat main dengan inisiatif sendiri.