• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGETAHUAN TENTANG OSTEOPOROSIS DAN PERILAKU KONSUMSI MAKANAN SUMBER KALSIUM PADA REMAJA DI MTs NEGERI PUNDONG BANTUL YOGYAKARTA ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGETAHUAN TENTANG OSTEOPOROSIS DAN PERILAKU KONSUMSI MAKANAN SUMBER KALSIUM PADA REMAJA DI MTs NEGERI PUNDONG BANTUL YOGYAKARTA ABSTRACT"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN TENTANG OSTEOPOROSIS

DAN PERILAKU KONSUMSI MAKANAN SUMBER KALSIUM PADA REMAJA DI MTs NEGERI PUNDONG BANTUL YOGYAKARTA

Prastiwi Putri Basuki1, Eraime Haryany JP2

1Dosen Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKES Wira Husada Yogyakarta 2Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Wira Husada Yogyakarta

Email: tiwibasuki19@gmail.com ABSTRACT

Background: Adolescence is a critical period for peak bone mass formation (Peak Bone Mass) and form habits that can help improve bone health. One of these habits is the consumption of calcium according to the number recommended. Bone mineral mass obtained at the end of growth and development is a major determinant of osteoporosis in the future. Knowledge of osteoporosis is an important predisposing factor for direct consumtion behaviour of adolescents to consume calcium source.

Objective: This study aimed to analyze the relationship between knowledge of osteoporosis with calcium sources consumption behaviour.

Methods: This study was an observational study with cross sectional design. The population in this study is a student MTs Pundong Bantul Yogyakarta. The total sample of 77 people with the sampling method proportional random sampling. Collecting data using questionnaires.

Results: The results of this study demonstrate sufficient knowledge about osteoporosis of 51.9% and consumption behavior of the calcium source is less of 81.8%.

Conclusion: There was a significant correlation between knowledge of osteoporosis with calcium consumption behavior with p value 0.007

Keywords: knowledge, osteoporosis, consumption of calcium sources PENDAHULUAN

Osteoporosis identik dengan orang tua, namun faktanya, pengeroposan tulang bisa menyerang siapa saja termasuk usia remaja (Kemenkes RI, 2015). Remaja adalah masa pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dalam daur kehidupan manusia (Maiti et al., 2011). Masalah gizi remaja perlu mendapatkan perhatian khusus karena pengaruhnya yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi saat dewasa. Banyak faktor yang mempengaruhi masalah gizi pada remaja tetapi faktor-faktor tersebut masih belum diperhatikan.

Pada masa remaja terjadi growth spurt yaitu puncak pertumbuhan tinggi badan (peak weight velocity), berat badan (peak weight velocity), dan puncak pertumbuhan massa tulang (Peak Bone Mass/PBM) yang menyebabkan kebutuhan gizi menjadi sangat tinggi bahkan lebih tinggi daripada fase kehidupan lainnya (Fikawati, Syafiq, 2007). Peak Bone Mass sangat ditentukan oleh asupan kalsium terutama pada usia remaja. Apabila pada masa ini kalsium yang dikonsumsi kurang dan berlangsung dalam waktu yang lama, maka Peak Bone Mass tidak akan terbentuk secara optimal. (Almatsier, 2002).

Masa remaja merupakan masa-masa kritis untuk puncak pembentukan massa tulang (Peak Bone Mass) serta membentuk kebiasaan yang dapat membantu

(2)

meningkatkan kesehatan tulang. Kebiasaan tersebut meliputi konsumsi kalsium dan vitamin D sesuai jumlah yang direkomendasikan, melakukan aktivitas fisik secara teratur serta tidak mengonsumsi alkohol maupun merokok (Lambert et al., 2008). Rendahnya massa atau kepadatan tulang pada anak dan remaja telah menarik perhatian. Di satu sisi, ada peningkatan kesadaran bahwa massa mineral tulang yang diperoleh pada akhir pertumbuhan dan perkembangan merupakan faktor penentu utama osteoporosis di masa depan dan di sisi lain, masalah osteoporosis juga semakin meningkat pada usia muda (Bianchi, 2007).

Puncak massa tulang menentukan massa tulang pada usia tua. Dengan kata lain untuk menjamin tersedianya massa tulang di usia tua, tergantung pada puncak massa tulang di masa pertumbuhan. Kalsium bersama fosfor, terutama berperan untuk memperkuat tulang dan gigi agar tidak mudah patah dan rusak. Konsumsi kalsium yang cukup pada masa pertumbuhan dapat menjaga kekuatan tulang pada masa tua nanti (Gibson, 2005).

Osteoporosis merupakan masalah kesehatan nomor dua di dunia seperti yang dinyatakan oleh WHO (World Health Organization) (Salma, 2013). Penyebab osteoporosis adalah adanya gangguan pada metabolisme tulang. Pada keadaan normal, sel-sel tulang, yaitu sel pembangun (osteoblas) dan sel pembongkar (osteoklas) bekerja silih berganti, saling mengisi, seimbang, sehingga tulang terjadi utuh. Apabila kerja osteoklas melebihi kerja osteoblas, maka kepadatan tulang menjadi kurang dan akhirnya keropos (Kemenkes RI 2015). Beberapa faktor risiko osteoporosis lainnya antara lain usia, indeks massa tubuh rendah, riwayat patah tulang, riwayat patah tulang dalam anggota keluarga, penggunaan obat-obatan, dan merokok (Rachner et al., 2011)

Analisis data risiko osteoporosis yang dilakukan pada tahun 2005 oleh Puslitbang Gizi Depkes RI menunjukkan bahwa dari 65.727 sampel yang berasal dari 16 daerah terpilih di Indonesia terdapat prevalensi osteoporosis sebesar 10,3%. Berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia berisiko terkena osteoporosis, yaitu 41,2% dari keseluruhan sampel yang berusia kurang dari 55 tahun (Kemenkes RI, 2008). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes pada 14 Propinsi angka kejadian osteoporosis di Indonesia (22,5%), dari hasil riset penelitian 2007 dan Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 20,5% dan merupakan propinsi yang termasuk osteoporosis tinggi dengan jumlah osteoporosis sebesar 23,5% (Depkes, 2008).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di MTs N 1 Pundong Bantul dengan hasil wawancara sebanyak 10 orang siswa/siswi diketahui bahwa sebagian besar responden atau sebanyak 6 orang belum mengetahui apa itu osteoporosis, penyebab dan gejala osteoporosis, makanan/minuman sumber kalsium dan pencegahan osteoporosis sejak dini sedangkan siswa/siswi lainnya sudah mengetahui manfaat dari kalsium dan pengertian dari osteoporosis dan pencegahannya. Oleh sebab itu, dalam kaitannya dengan kalsium dan osteoporosis, mereka sudah cukup baik dalam mengkonsumsi sumber makanan/minuman yang mengandung kalsium. Adapun sebanyak 4 siswa/siswi yang lain sudah mengkonsumsi sumber makanan/minuman yang mengandung kalsium secara baik namun belum mengetahui manfaat dari makanan yang mereka konsumsi. Perilaku seperti inilah yang diharapkan pada remaja agar tetap mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium karena saat remaja inilah yang merupakan masa-masa

(3)

pembentukan tulang dan seiring bertambahnya usia dengan kebiasaan mengkonsumsi kalsium risikonya rendah untuk terjadinya osteoporosis. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka peneliti tertarik ingin mempelajari dan melakukan penelitian Hubungan Pengetahuan tentang Osteoporosis dengan Perilaku Konsumsi Sumber Kalsium pada Remaja di MTs N 1 Pundong Bantul, Yogyakarta.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan desain cross sectional. Penelitian dilakukan di MTs Negeri Pundong Bantul Yogyakarta pada Bulan Maret sampai April 2016. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua siswa MTs Negeri Pundong yang berjumlah 341 jiwa. Jumlah sampel dihitung dengan menggunakan rumus Slovin didapatkan sejumlah 77 siswa. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik proportionated random sampling yaitu pengambilan sampel secara proporsional (Notoatmodjo, 2010). Pengambilan sampel diambil proporsional dari kelas VII, VIII, dan IX.

Data yang dikumpulkan dengan kuesioner meliputi karakteristik responden, pengetahuan tentang osteoporosis meliputi pengertian, gejala, faktor risiko, pencegahan, dan dampak osteoporosis, selain itu juga perilaku konsumsi sumber kalsium dengan mengganukan metode Food Frequency Questioner (FFQ). Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan osteoporosis dengan perilaku konsumsi sumber kalsium, dianalisis dengan menggunakan uji statistik Rank Spearman dengan taraf kesalahan 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil karakteristik rsponden meliputi umur, jenis kelamin, menerima informasi tentang osteoporosis, dan sumber informasi. Tabel distribusi frekuensi responden dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Karakteristik Responden n % Umur (Tahun) 12 – 13 24 31,2 14 – 15 53 68,8 Jenis Kelamin Laki-laki 37 48,1 Perempuan 40 51,9

Menerima informasi tentang osteoporosis

Ya 72 93,5 Tidak 5 6,5 Sumber informasi Televisi 34 44,2 Surat Kabar 12 15,6 Penyuluhan 21 27,2 Lain-lain 10 13 Jumlah 77 100

(4)

Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (68,8%) berumur 14 – 15 tahun dengan rata-rata umur 14 tahun yang merupakan masa remaja awal. Responden lebih banyak jenis kelamin perempuan yaitu sebesar 51,9%. Sebagian besar responden (93,5%) sudah pernah mendapatkan informasi tentang osteoporosis dan informasi paling banyak didapatkan dari televisi yaitu sejumlah 44,2%. Iklan yang ditayangkan di televisi akan mempengaruhi pola pikir anak, sehingga mereka cenderung konsumtif dan memilih makann yang diiklankan saat jajan atau makan di luar (Devi, 2012).

Analisis univariat menjelaskan distribusi responden berdasarkan pengetahuan tentang osteoporosis dan perilaku konsumsi sumber kalsium. Distribusi frekuensi masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan dan Perilaku Konsumsi sumber Kalsium

Karakteristik Responden n %

Pengetahuan tentang osteoporosis

Baik 9 11,7

Cukup 40 51,9

Kurang 28 36,4

Perilaku konsumsi sumber kalsium

Baik 8 10,4

Cukup 6 7,8

Kurang 63 81,8

Jumlah 77 100

Berdasarkan Tabel 2 responden yang memiliki pengetahuan cukup tentang osteoporosis sebesar 51,9% dengan skor minimum yang diperoleh 5 dan skor maksimum yang diperoleh 13 dan rata-rata nilai 8,96. Sebagian besar responden (81,8%) memiliki perilaku konsumsi sumber kalsium kurang. Hasil analisis bivariat untuk melihat hubungan antara pengetahuan tentang osteoporosis dan perilaku konsumsi sumber kalsium dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut.

Tabel 3. Hubungan antara Pengetahuan tentang osteoporosis dengan Perilaku konsumsi sumber kalsium

Pengetahuan tentang osteoporosis

Perilaku konsumsi sumber kalsium

Jumlah

p Coefficient Correlation (r) Baik Cukup Kurang

n % n % n % n %

Baik 5 6,5 1 1,3 3 3,9 9 11,7

Cukup 1 1,3 4 5,2 35 45,5 40 51,9 0,007 0,307

Kurang 2 2,6 1 1,3 25 32,5 28 36,4

Jumlah 8 10,4 6 7,8 63 81,8 77 100

Tabel 3 menunjukkan responden yang memiliki pengetahuan mengenai osteoporosis cukup dengan perilaku konsumsi sumber kalsium kurang sebesar 45,5%. Berdasarkan uji statistik pengetahuan dan perilaku menunjukkan ada hubungan dengan nilai p 0,007 dengan correlation coefficient 0,307. Pengetahuan merupakan salah satu

(5)

indikator perilaku, yang dapat mengarahkan pada pencegahan penyakit. Tindakan dasar pencegahan melalui pengetahuan adalah dengan menerapkan diet yang tepat di sepanjang kehidupan yaitu memenuhi kebutuhan zat gizi sesuai umur, jenis kelamin dan kondisi kesehatan (Janiszewska, 2014).

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata umur responden 14 tahun, yaitu pada masa umur remaja awal dan masa pubertas. Pada masa remaja awal proses berpikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (sosiasi, diferensiasi, komparasi, kausalitas) bersifat abstrak meskipun relatif terbatas. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan pengetahuan tentang osteoporosis cukup (51,9%) tetapi perilaku konsumsi sumber kalsium sebagian besar (81,8%) masih kurang. Pengetahuan responden tentang osteoporosis cukup sebesar 51,9% hal ini menunjukkan bahwa responden menyadari pentingnya pencegahan osteoporosis tetapi tidak memiliki informasi yang spesifik tentang kebutuhan harian sehingga mengakibatkan perilaku konsumsi sumber kalsium sebagian besar responden kurang (81,8%).

Pengetahuan gizi memberikan bekal pada remaja untuk memilih bagaimana makanan yang sehat dan mengerti bahwa makanan berhubungan erat dengan kesehatan dan tumbuh kembang. Beberapa masalah gizi pada saat dewasa bisa dicegah pada saat remaja dengan memberikan pengetahuan gizi yang benar (Arisman, 2009). Pengetahuan kesehatan secara umum di masyarakat menganggap penyakit dari aspek etiologi, definisi, pengobatan serta pencegahan, semua itu berdasarkan pada pengalaman pribadi, pendapat orang lain, informasi dari petugas kesehatan atau dari media (Janiszewska et.al, 2014) . Dalam hal perilaku konsumsi sumber kalsium sebagian besar responden (81,8%) masih kurang. Berdasarkan hasil penelitian untuk konsumsi jenis susu dan hasil olahan sebagian besar (57,1%) masih kurang. Kalsium paling banyak terdapat dalam susu dan hasil olahannya. Konsumsi susu mempunyai manfaat pada massa tulang, jika dikonsumsi terus pada masa pubertas sampai dewasa dapat meningkatkan peak bone mass (Cadogan et.al, 1997). Konsumsi kalsium tinggi dari produk susu pada awal kehidupan berhubungan positip dengan peak bone mass yang lebih tinggi saat dewasa (Murphy et.al, 1994). Kebutuhan kalsium meningkat tinggi saat umur anak 10 sampai 18 tahun. Kekurangan kalsium saat umur 10 sampai 18 tahun dapat menyebabkan pertambahan tinggi badan terhambat dan kepadatan tulang tidak optimal (Devi, 2012). Apabila pada masa remaja kalsium yang dikonsumsi kurang dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, peak bone mass tidak akan terbentuk secara optimal dan berisiko osteoporosis (Kalkwarf et.al, 2010). Dampak negatif kekurangan mineral kerap tidak kelihatan sebelum mereka mencapai usia dewasa. Kalsium sangat penting dalam pembentukan tulang pada usia remaja dan dewasa muda. Kekurangan kalsium saat muda merupakan penyebab osteoporosis di usia lanjut, dan keadaan ini tidak dapat ditanggulangi dengan meningkatkan konsumsi zat ini ketika (tanda) penyakit ini tampak (Arisman, 2010). Faktor yang mempengaruhi konsumsi sumber kalsium pada remaja selain pengetahuan adalah faktor internal, yaitu body image, pemilihan makanan dan konsep diri terhadap makanan (Worthington et.al, 2000). Selain itu pada masa ini salah satu ciri khasnya adalah ketidakstabilan emosi. Efisiensi penyerapan kalsium dipengaruhi oleh stabilitas emosi. Penelitian menunjukkan bahwa saat stres membutuhkan asupan kalsium lebih tinggi (Devi, 2012).

(6)

Pengetahuan dan perilaku kesehatan merupakan hal yang penting untuk mencegah penyakit. Berdasarkan World Health Organization (WHO), pencegahan adalah tindakan utama untuk mencegah penyakit dengan memantau penyebab dan faktor risiko (Janiszewska, 2014). Kurangnya pengetahuan gizi adalah penyebab kebiasaan makan yang buruk (Kostanjevec et.al, 2013). Penelitian lain juga menunjukkan pengetahuan gizi merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan seseorang dalam memilih makanan (Choi et.al, 2008).

KESIMPULAN DAN SARAN

Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang osteoporosis dengan perilaku konsumsi kalsium dengan nilai p 0,007. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan tentang osteoporosis masih cukup dan perilaku konsumsi sumber kalsium masih kurang maka saran yang perlu dilakukan peningkatan pengetahuan tentang osteoporosis sehingga diharapkan perubahan perilaku konsumsi sumber kalsium menjadi lebih baik dengan program pendidikan kerjasama lintas sektoral, yaitu sektor pendidikan dan sektor kesehatan.

RUJUKAN

1. Almatsier, S, 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2. Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan, Edisi 2, Jakarta, EGC

3. Bianchi, Maria L, 2007. Osteoporosis in Children and Adolescents.

4. Cadogan J, Eastell R, Jones N, Barker ME. 1997. Milk intae and bone mineral acquistion in adolescent girls: randomised controlled intervention trial. British Medical Journal, 315:1255-1260

5. Depkes RI, 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.

6. Devi N, 2012. Gizi Anak Sekolah, Jakarta, Kompas Penerbit Buku

7. Fikawati, S., Syafiq Ahmad, 2007, Konsumsi Kalsium Pada Remaja dalam Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta, Raja Grafindo Persada, p.169-194

8. Gibson, R. S. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. Oxford University Press Inc, New York.

9. Janiszewska M, Teresa BK, Malgorzata AD, Dorota UZ, Miroslaw JJ. 2014. Review article, Knowledge of osteoporosis prophylaxis and health behaviour of population of chosen countries of the world, Annals of Agricultural and Environment Medicine Vol 21, No 2, 364 – 368

10. Kalkwarf, et al. 2010. Tracking of bone mass and density during chilhood and adolescence, J Clin Endocrinol Metab. 2010 Apr; 95(4): 1690–1698. Published online 2010 Mar 1

11. Kemenkes RI, 2015. Data dan Kondisi Penyakit Osteoporosis di Indonesia. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI

12. Lambert, H.L., Eastell, R., Karnik, K., Russell, J.M & Barker, M.E. 2008. Calcium supplementation and bone mineral accretion in adolescent 80 girls: an 18-m randomized controlled trial with 2-y follow-up. American Journal of Clinical Nutrition.

(7)

13. Maiti, S., Ali, K. M., De, D., Bera, T.K., Ghosh D., Paul, S., Jana, K, 2011. A Comparative Study on Nutritional Status of Urban and Rural Early Adolescent School Girls of West Bengal India. Journal of Nepal Paediatric Society, 31(3), 169-174

14. Murphy S, Khaw K, May H, Compston JF. 1994. Milk consumption and bone mineral density in middle aged and elderly women. British Medical Journal, 308:939-41 15. Rachner TD, Khosia S, Hofbauer LC. 2011. New Horizons in Osteoporosis. Lancet,

April 9; 377(9773): 1276-87)

16. Salma, 2013. Waspada 12 Penyakit yang Merusak Tulang Anda. Jakarta: Cerdas Sehat.

17. Worthington-Robert BS, Williams SR, edditors, 2000. Nutrition throughout the life cycle.Boston: McGraw-Hill

18. Kostanjevec S, Jerman J, Koch V, 2013. Nutrition knowledge in relation to te eating behaviour and attitudes of Slovenian schoolchildren, Nutr Food Sci; 43(6):564-72 19. Choi E-S, Shin N-R, Jung E-I, Park H-R, Lee H-M, song K-H, 2008. A study on

nutrition knowledge and dietary behaviour of elementary cshool children in seoul. Nutr Res Pract; 2(4):308-16

Gambar

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (68,8%) berumur 14 – 15  tahun dengan rata-rata umur 14 tahun yang merupakan masa remaja awal

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pada lat ar belakang penelit ian yang diuraikan sebelumnya bahwa implement asi sist em komput er akunt ansi sangat pent ing digunakan dalam perusahaan dagang

[r]

Tugas-tugas yang diberikan dosen sangat bermanfaat bagi saya untuk memahami materi

Realita menjelaskan bahwa terkadang pendidikan orang tua yang rendah belum tentu anaknya tidak bisa meraih prestasi yang tinggi, begitu juga terhadap

Sebelum kegiatan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) dilaksanakan, mahasiswa terlebih dahulu menempuh kegiatan yaitu pra PPL melalui pembelajaran mikro dan kegiatan

Simpulan yang dapat diperoleh adalah instalasi dan penggunaan yang relatif mudah membuat pengguna dapat dengan leluasa melakukan pengawasan dan pengontrolan penggunaan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik