• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. lapisan bentuk dan lapisan arti (Ramlan, 1985: 48). Lapisan bentuk ini terdiri dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. lapisan bentuk dan lapisan arti (Ramlan, 1985: 48). Lapisan bentuk ini terdiri dari"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan salah satu media yang paling penting dalam berkomunikasi dan menyampaikan informasi. Bahasa terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan arti (Ramlan, 1985: 48). Lapisan bentuk ini terdiri dari tataran bunyi dan tataran gramatik. Tataran bunyi termasuk kedalam bidang fonologi dan tataran gramatik termasuk kedalam tataran morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana, sedangkan lapisan arti termasuk ke dalam bidang semantik. Salah satu tataran yang berupa kalimat adalah satuan bahasa yang secara tulisan diawali huruf kapital dan diakhiri oleh tanda titik, koma, maupun seru, dan secara lisan diucapkan dengan intonasi naik turun dan diakhiri intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan (Alwi, 2014: 317). Dengan kata lain, kalimat mampu berdiri sendiri di dalam suatu struktur bahasa, dan dapat dibagi ke dalam dua unsur, yaitu kalimat tak berklausa dan kalimat berklausa. Pada kalimat berklausa ini, kalimat terdiri dari satuan yang berupa klausa. Klausa adalah satuan gramatik yang terdiri dari subjek dan predikat, baik disertai objek, pelengkap, dan keterangan atau tidak. Kalimat juga digolongkan berdasarkan klausa penyusunnya, yaitu kalimat sederhana dan kalimat luas (Ramlan, 1987: 43). Kalimat ini juga dikenal dengan istilah kalimat tunggal dan kalimat mejemuk (Dardjowidjojo, dkk, 1998), yang selanjutnya akan digunakan dalam penyebutan dalam penelitian ini. Kalimat

(2)

tunggal merupakan kalimat yang hanya terdiri dari satu klausa, sedangkan kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih. Berdasarkan hubungan gramatikal antara klausa yang satu dengan yang lain yang menjadi unsurnya, kalimat mejemuk dapat digolongkan lagi menjadi kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat, yang di selanjutnya lebih di kenal dengan istilah kalimat koordinatif dan kalimat subordinatif.

(1) Someone was laughing loudly in the next room. ‘Seseorang sedang tertawa keras di kamar sebelah.’ (2) My mother usually enjoys parties very much.

‘Ibuku biasanya sangat senang pergi ke pesta.’

(3) It was Christmas Day and the snow lay thick on the ground.

‘Saat itu adalah Hari Natal dan salju tebal menutupi permukaan tanah.’ (4) The weather has been remarkably warm since we returned from Italy last

week.

‘Cuaca sudah sangat hangat sejak kami kembali dari Italia minggu lalu.”

(Quirk, et al, 1985: 44-49)

Kalimat (1) dan (2) merupakan kalimat tunggal karena masing-masing kalimat terdiri dari satu klausa, sedangkan kalimat (3) dan (4) merupakan kalimat majemuk karena masing-masing kalimat terdiri dari dua klausa atau lebih. Kalimat (3) terdiri dari dua klausa yaitu klausa pertama, it was Christmas Day, dan klausa kedua, the snow lay thick on the ground. Klausa-klausa pada kalimat (3) tidak merupakan bagian dari klausa lainnya, namun berdiri sendiri sebagai klausa yang setara, sehingga kedua klausa tersebut merupakan klausa inti (KI) dan disebut dengan klausa majemuk setara atau kalimat koordinatif. Sementara itu, pada

(3)

kalimat (4), klausa yang satu adalah bagian dari klausa lainnya. Ramlan (1987: 53) menyebut klausa yang merupakan bagian dari klausa lainnya itu dengan klausa bawahan (KB), sedangkan klausa lainnya disebut dengan klausa inti (KI). Klausa bawahan pada kalimat (4), yaitu we returned from Italy last week, sedangkan klausa intinya adalah the weather has been remarkably warm.

Di samping itu, kalimat (3) dan (4) juga mengandung hubungan gramatikal antarklausanya. Dalam kalimat (3) dan (4) tersebut terdapat peranan kata penghubung yang juga dikenal dengan istilah konjungsi dalam menghubungkan klausa yang satu dengan yang lainnya. Ramlan (2008: 39) mengemukakan bahwa kata penghubung ialah kata yang berfungsi menghubungkan kata/frasa/klausa dengan kata/frasa/klausa lainnya. Dalam kalimat (3) terdapat konjungsi and ‘dan’ untuk menggabungkan dua klausa yang setara dan konjungsi since ‘sejak’ pada kalimat (4) untuk menggabungkan dua klausa yang tidak setara yang juga merupakan perluasan dari klausa inti yang berkedudukan sebagai keterangan waktu.

Konjungsi tidak setara atau konjungsi subordinatif ini digolongkan berdasarkan pertalian semantik yang ditandainya menjadi 10 golongan oleh Darjdowidjojo, dkk (1988: 237), yaitu yang menandai pertalian semantik waktu, semantik syarat, semantik pengandaian, semantik tujuan, semantik konsesif, semantik pemiripan, semantik penyebaban, semantik pengakibatan, semantik penjelasan, dan semantik cara. Selain itu, konjungsi majemuk setara dapat digolongkan menjadi 5 golongan, yaitu yang menandai pertalian semantik

(4)

penjumlahan, semantik pemilihan, semantik perurutan, semantik lebih, dan semantik perlawanan atau pertentangan.

Penelitian ini hanya akan dibatasi pada konjungsi kalimat majemuk bertingkat yang juga dikenal dengan istilah konjungsi subordinatif yang menyatakan makna waktu (temporal) dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia pada studi kasus novel My Sister’s Keeper. Ragam penggunaan konjungsi subordinatif temporal ini sangat bervariasi, baik itu di dalam bahasa Indonesia maupun di dalam bahasa Inggris.

Alwi, dkk (2014: 415) menuliskan bahwa konjungsi subordinatif ini menyatakan makna waktu terjadinya peristiwa atau keadaan yang dinyatakan dalam klausa utama. Terdapat sekurang-kurangnya 33 bentuk konjungsi subordinatif temporal, yaitu ketika, saat, sampai, sedang, sejak, tatkala, tengah, waktu, begitu, hingga, sedari, selesai, sementara, seraya, sambil, manakala, setiap, demi, sehabis, sekembali, selagi, selama, selepas, semasa, sebelum, sesudah, semenjak, setelah, seusai, setiba, sewaktu, sepanjang, dan setiap kali

Sama halnya dalam bahasa Inggris, konjungsi subordinatif merupakan suatu unsur terpenting dalam menghubungkan antara klausa dengan klausa (Quirk, et al, 1985: 1026). Konjungsi subordinatif ini merupakan salah satu penanda yang mengawali klausa subordinatif yang berfungsi sebagai keterangan (adverbia). Konjungsi ini dapat menggabungkan klausa inti dengan klausa bawahan yang memiliki 11 struktur makna, antara lain klausa waktu (clause of time), klausa tempat (clauses of place), klausa kemungkinan (clauses of contingency), klausa kondisi

(5)

(clauses of condition), klausa konsesi (clause of concession), klausa pengecualian (clauses of exception), klausa sebab (reason clause), klausa tujuan (clauses of purpose), klausa hasil (clauses of result), klausa persamaan dan perbandingan (clauses of similarity and comparison), klausa pilihan (clauses of preference). Berdasarkan Quirk, et al (1985: 1078) klausa adverbia bermakna waktu ini penggunaannya diawali oleh 16 konjungsi, yaitu after, as, before, once, since, till/until, when, whenever, while, whilst (esp BrE), now (that), as long as, so long as, as soon as, immediately (informal, esp BrE), directly (informal, esp BrE) (Quirk,dkk, 1985: 1078). Konjungsi whilst, immediately, dan directly adalah konjungsi dalam bahsa Inggris yang lebih umum digunakan di negara Inggris, bukan di negara Amerika.

Pada kenyataannya, penggunaan konjungsi ini bervariasi dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Secara struktur, penggunaan konjungsi pada bahasa Indonesia dan bahasa Inggris adalah sama karena sama-sama digunakan sebagai kata tugas dalam menghubungkan dua klausa dalam sebuah kalimat. Namun, di dalam penerjemahan terkadang penggunaan beberapa konjungsi ini mengalami pergeseran bentuk dan makna dari Bahasa Sumber (BSu) ke dalam Bahasa Sasaran (BSa). Pergeseran makna ini tidak dapat dihindari mengingat setiap bahasa memiliki ciri yang berbeda. Simatupang (1999: 88) menyebutkan bahwa aturan-aturan yang berlaku pada suatu bahasa belum tentu berlaku pada bahasa lain, baik dalam bidang gramatika, fonologi, maupun semantik. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bahwa suatu bahasa mengalami perubahan-perubahan saat diterjemahkan kedalam bahasa lain. Perubahan ini diperlukan untuk mencapai

(6)

target dari penerjemahan, yaitu mampu menyepadankan pesan antara BSu dan BSa secara tepat, seperti yang di sampaikan oleh Nida dan Taber mengenai terjemahan yaitu (1982: 12), “Translating consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source-language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style,” penerjemahan adalah usaha mencipta kembali pesan dalam BSu ke dalam BSa dengan padanan alami yang sedekat mungkin, pertama-tama dalam hal makna dan kemudian dalam hal gaya bahasa. Artinya, dalam mencipta suatu padanan alami yang sedekat mungkin dengan BSa, terkadang diperlukan suatu perubahan agar tercipta terjemahan yang tepat.

Catford (1965: 73-82) menyebut pergeseran penerjemahan ini dengan translation shift dan membagi teori pergeseran ini ke dalam dua bagian besar, yaitu level shift (pergeseran tingkat) dan category shift (pergeseran kategori). Beberapa jenis pergeseran ini dapat di lihat pada terjemahan konjungsi subordinatif temporal bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia pada novel My Sister’s Keeper oleh Jody Picoult dan terjemahannya yang berjudul ‘Penyelamat Kakakku’ oleh Hetih Rusli. Beberapa contoh untuk fenomena tersebut dapat dilihat pada novel My Sister’s Keeper berikut berserta dengan terjemahannya.

(5) And they're not the little puffy darlings you picture when you go to sleep, either. (MSK/p. 294)

‘Dan mereka bukan binatang-binatang gemuk yang lucu, yang kau bayangkan sebelum tidur.’ (MSKt/hl. 405)

Kalimat (5) tersebut mengalami pergeseran bentuk dan pergeseran makna. Pertama, pada bentuk konjungsi when di dalam data yang bermakna waktu bersamaan,

(7)

bergeser di dalam terjemahannya menjadi kata berafiks sebelum yang terdiri dari prefiks se- dan adverbia belum. Kedua, terdapat penghilangan unsur pada subjek klausa penyusun konjungsi subordinatif temporal. Dalam kalimat (5) tersebut, subjek yang berupa pronomina kedua you di hilangkan sehingga pada terjemahannya hanya terdiri dari predikat tidur. Penghilangan bentuk subjek ini di lakukan demi ke efektifitasan terjemahan, karena adanya bentuk subjek yang sama pada klausa inti dan klausa bawahan, sehingga penghilangan bentuk subjek berterima. Selanjutnya, adanya pergeseran makna konjungsi when yang menyatakan makna waktu bersamaan bergeser menjadi makna waktu berurutan sebelum di dalam bahasa sasarannya. Bentuk konjungsi ini lebih tepat di gunakan sesuai dengan konteks kalimat tersebut.

Pada akhirnya, penelitian ini akan mendiskusikan terkait bentuk, posisi, makna, dan pergeseran penerjemahan konjungsi temporal bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia pada studi kasus novel My Sister’s Keeper karya Jodi Picoult dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Apa sajakah konjungsi yang menandai hubungan subordinatif temporal dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia pada novel My Sister’s Keeper?

(8)

2. Bagaimanakah terjemahan konjungsi yang menandai hubungan subordinatif temporal bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia pada novel My Sister’s Keeper?

3. Bagaimanakah pergeseran penerjemahan konjungsi yang menandai hubungan subordinatif temporal bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia pada novel My Sister’s Keeper?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, terdapat beberapa tujuan dalam penelitian ini yaitu:

1. Mendeskripsikan konjungsi yang menandai hubungan subordinatif temporal dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia pada novel My Sister’s Keeper.

2. Mendeskripsikan terjemahan konjungsi subordinatif temporal bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia pada novel My Sister’s Keeper.

3. Mendeskripsikan pergeseran penerjemahan konjungsi subordinatif temporal bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia pada novel My Sister’s Keeper.

(9)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai terjemahan konjungsi subordinatif temporal bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia ini di harapkan dapat memberikan beberapa manfaat baik dari aspek teoritis maupun praktisnya.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini secara teoritis yaitu mampu memberikan manfaat terkait dua bidang. Pertama, yang terkait pada bidang semantik dan sintaksis yaitu penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan dan pendeskripsian mengenai konjungsi subordinatif temporal, baik mengenai hubungan makna maupun penggunaannya dalam bahasa Inggris. Kedua, terkait dalam bidang penerjemahan, diharapkan mampu memberikan analisis baru mengenai penyesuaian dalam penerjemahan konjungsi subordinatif temporal dari tulisan bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.

1.4.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini cukup aplikatif, di mana manfaat nyata dapat dirasakan dengan adanya analisis terjemahan konjungsi subordinatif temporal bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia baik bagi pembelajar bahasa Inggris maupun pembelajar bahasa Indonesia. Dengan data dan analisis dalam penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pemakaian terjemahan konjungsi yang tepat dalam bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia maupun sebaliknya. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi rujukan atau referensi baru untuk

(10)

penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya yang terkait dengan teknik-teknik pergeseran dalam penerjemahan.

1.5 Tinjauan Pustaka

Terdapat beberapa keterkaitan antara penelitian sekarang dengan beberapa penelitian terdahulu, terutama yang berkaitan dengan konjungsi subordinatif temporal. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Junaidah Nur (2009) yang berjudul “Klausa Adverbial Waktu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris: Analisis Kontrastif” yang mengkontraskan klausa adverbial waktu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dalam membahas klausa adverbial waktu tidak akan terlepas dalam penggunaan konjungsi yang digunakan sebagai penanda hubungan kalimat majemuk yang menyatakan makna waktu. Penelitian ini menjelaskan bentuk, makna, fungsi, dan posisi klausa adverbial waktu dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Dijelaskan perbedaan dan persamaan antara kedua klausa tersebut dimana terdapat persamaan bentuk, makna, dan posisi di antara keduanya. Dijelaskan beberapa perbedaan di antara keduanya, yaitu pada bahasa Inggris pelesapan subjek dan konjungsi dalam klausa adverbial ini merubah bentuk verbanya, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak merubah bentuk verbanya. Dalam penentuan makna waktu, klausa adverbial waktu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris berbeda. Bahasa Indonesia menggunakan konjungsi-konjungsi yang menyatakan makna waktu, sedangkan bahasa Inggris selain menggunakan konjungsi juga mengatur pasangan tense pada anak kalimat dan klausa adverbial waktunya. Penelitian ini cukup menjelaskan secara rinci klausa adverbial waktu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris namun belum dilakukan secara

(11)

mendalam analisis mengenai penggunaan dan terjemahan konjungsi dalam bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini juga tidak membahas secara detail keseluruhan bentuk-bentuk konjungsi yang menandai hubungan makna waktu secara lengkap dan mendalam.

Penelitian konjungsi temporal dalam bahasa Arab pernah dilakukan oleh Muhammad Ridwan (2011) dalam tesisnya “Konjungsi Penghubung Makna Waktu dalam Kalimat Luas tak Setara Bahasa Arab FUSHAH”. Penelitian ini membahas bentuk, subkategorisasi, pola urutan klausa, penyusun konjungsi, dan makna konjungsi dalam bahasa Arab. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa posisi konjungsi penghubung makna waktu selalu berada didepan klausa bukan inti. Jadi, jika konjungsi itu dilekatkan pada klausa inti maka kalimat majemuk tersebut tidak gramatikal. Disimpulkan juga dalam penelitian ini bahwa pola urutan inti dan klausa bukan inti pada konjungsi penghubung makna waktu tersebut adalah manasuka. Artinya, klausa inti bisa terletak di muka klausa bukan inti, dan klausa bukan inti bisa mendahului klausa inti. Penelitian ini dapat menjadi acuan peneliti dalam menulis tesis mengenai konjungsi dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

Penelitian yang juga menjadi acuan dari penelitian ini adalah skripsi yang berjudul Konjungsi Temporal Bahasa Prancis dan Padanannya dalam Bahasa Indonesia yang di lakukan oleh Sri Wahyuni (1998). Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan perbedaan masing-masing konjungsi temporal, baik pada tataran sintaksis maupun pada tataran semantik (makna). Selanjutnya, penelitian ini juga bertujuan mengetahui bentuk-bentuk padanan yang terjadi dalam penerjemahannya

(12)

ke dalam bahasa Indonesia dan mencari kemungkinan variasi padanannya yang lain. Di dalam hasil penelitian di temukan pergeseran-pergeseran dalam penerjemahan bahasa Prancis ke dalam bahasa Indonesia, karena dua bahasa tersebut memiliki kaidah yang berbeda. Di dalam terjemahannya terdapat pergeseran tataran, pergeseran unit, pergeseran struktur, pergeseran kelas, dan pergeseran intra-sistem. Pada penelitian ini, di temukan bahwa pergeseran struktur adalah pergeseran yang paling mencolok di temukan di dalam data, di mana klausa di dalama BSu yang awalnya berverba aktif di dalam BSa menjadi verba pasif.

Penelitian lainnya yang menjadi bahan acuan peneliti dalam penulisan tesis terjemahan konjungsi subordinatif temporal bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia ini adalah tesis yang ditulis oleh Endang Setyowati (2014) berjudul “Pergeseran dalam Penerjemahan Kohesi Leksikal dan Faktor-faktor Penyebabnya: Studi Kasus pada Novel Inferno dan Terjemahannya dalam bahasa Indonesia.” Penelitian ini memiliki tiga rumusan masalah, yaitu (1) menganalisa jenis-jenis kohesi leksikal yang digunakan dalam novel Inferno, (2) mengidentifikasi jenis-jenis pergeseran dalam penerjemahan kohesi leksikal dalm novel Inferno, dan (3) menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran dalam penerjemahan tersebut. Penelitian ini menggunakan teori pergeseran makna oleh Catford (1965) dengan hasil berupa pergeseran-pergeseran bentuk, dan teori yang dikenalkan oleh Baker (1992) dengan hasil yang menekankan pada pergeseran makna. Dalam penelitian ini ditemukan dua faktor penyebab terjadinya pergeseran dalam penerjemahan, yaitu faktor intralinguistik, seperti aturan gramatikal dan perubahan bentuk leksikon, serta faktor ekstralinguistik, seperti perbedaan budaya dan pilihan

(13)

penerjemah. Berdasarkan uraian tinjauan pustaka yang menjadi gambaran penulis tersebut menunjukkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang sudah ada.

1.6 Landasan Teori 1.6.1 Kalimat dan Klausa

Berdasarkan Dardjowidjojo, dkk (1988: 254) kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan. Dradjowidjojo, dkk melanjutkan bahwa wujud lisan kalimat diiringi oleh alunan titinada, disela oleh jeda, diakhiri oleh intonasi selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya perpaduan atau asimilasi bunyi. Bagi Ramlan (2005: 21) kalimat tidak ditentukan dari banyaknya kata yang menjadi unsurnya, namun dari intonasinya, dimana setiap satuan kalimat dibatasi oleh jeda panjang yang disertai nada akhir turun ataupun naik. Alwi; dkk (2014: 317) memperjelas bentuk kalimat dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat ini dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!); sementara didalamnya disertakan berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi. Dengan kata lain, kalimat merupakan suatu susunan tatabahasa yang tidak didasarkan pada banyaknya jumlah kata namun adanya intonasi dalam tuturannya secara lisan serta adanya penggunaan huruf kapital pada awal kata dan penulisan tanda baca akhir pada akhir kata secara tulis. Berdasarkan unsurnya, Ramlan (2005: 23) membagi kalimat ke dalam dua golongan, yaitu kalimat berklausa dan kalimat tak berklausa. Klausa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari S P baik disertai O, PEL, dan KET ataupun tidak

(14)

(Ramlan, 2005: 79). Alwi, dkk (2014: 318) juga menjelaskan hal yang sama mengenai definisi klausa yaitu satuan sintaksis yang terdiri dari dua kata, atau lebih, yang mengandung unsur predikasi. Sehingga, klausa merupakan salah satu unsur inti di dalam golongan kalimat berklausa yang salah satu katanya berfungsi sebagai predikat, dan unsur lainnya berfungsi sebagai subjek, objek, pelengkap atau keterangan. Sehingga, baik klausa maupun kalimat sama-sama dapat mengandung unsur predikasi di dalam susunan sintaksisnya.

Dardjowidjojo, dkk (1988: 267) mengelompokkan kalimat menurut bentuk dan maknanya. Berdasarkan bentuknya, kalimat digolongkan menjadi kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat tunggal dapat dibagi berdasarkan macam predikatnya, yaitu kalimat yang berpredikat frasa nominal, frasa adjektiva, frasa verba, dan frasa lainnya. Kalimat majemuk juga dapat dibagi menjadi kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Sedangkan berdasarkan maknanya, kalimat dibagi menjadi lima golongan yaitu, kalimat berita, kalimat perintah, kalimat tanya, kalimat seru, dan kalimat emfastik. Penggolongan ini dapat lebih jelasnya dilihat pada tabel berikut ini (Dardjowidjojo, dkk, 1988: 267)

(15)

1.6.2 Kalimat Majemuk Subordinatif

Berdasarkan jumlah klausa yang menjadi unsurnya, Quirk, et al (1985: 719) membedakan kalimat ke dalam dua bentuk, yaitu kalimat tunggal (simple sentence) dan kalimat majemuk (multiple sentence). Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa inti, sedangkan kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih. Kalimat majemuk ini dalam hubungan sintaksisnya dapat digolongkan lagi menjadi dua macam golongan yaitu kalimat majemuk setara (compound sentence) dan kalimat majemuk bertingkat (complex sentence).

Kalimat Bentuk Tunggal Majemuk a. Berita b. Perintah c. Tanya d. Seru e. Emfatik Makna

a. Predikat Frasa Nominal b. Predikat Frasa Adjektival c. Predikat Frasa Verbal d. Predikat Frasa Lain

Setara Bertingkat

(16)

Kalimat majemuk setara ini selanjutnya dikenal dengan istilah kalimat majemuk koordinatif, sedangkan kalimat majemuk bertingkat dikenal dengan istilah kalimat majemuk subordinatif. Kalimat majemuk koordinatif ini merupakan kalimat yang memiliki lebih dari dua klausa dimana klausa yang satu tidak merupakan bagian dari klausa lainnya, sehingga masing-masing klausa berdiri sendiri-sendiri sebagai klausa yang setara, yaitu sebagai klausa inti semua (Ramlan, 2005: 46). Artinya, kalimat majemuk koordinatif ini merupakan kalimat yang terdiri dari dua buah klausa atau lebih yang masing-masing berkedudukan sama dalam kalimat tanpa adanya klausa yang menduduki sebuah fungsi sintaksis.

(6) He tried hard, but he failed. (Quirk, et al, 1985: 921) KI KI

Dalam kalimat (6) terdiri dari dua kalimat yang setara yaitu he tried hard dan he failed. Kedua klausa ini dihubungkan oleh konjungsi but yang berfungsi sebagai kata tugas untuk menghubungkan dua klausa yang memiliki kedudukan yang sama di dalam struktur kalimat, yaitu sebagai klausa inti (KI).

Sedangkan kalimat majemuk subordinatif adalah kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih dimana klausa yang satu merupakan bagian dari klausa lainnya (Ramlan, 2005: 47). Dengan kata lain, dalam kalimat majemuk subordinatif ini klausa-klausa di dalam kalimatnya tidak memiliki kedudukan yang setara namun terdapat klausa yang menduduki fungsi sintaksis bagi klausa lainnya. Berdasarkan kebergantungannya di dalam konstruksi kalimat tersebut, klausa digolongkan menjadi dua macam golongan yaitu klausa inti (KI) dan klausa bawahan (KB). Klausa yang menduduki fungsi sintaksis bagi klausa yang lainnya disebut dengan

(17)

klausa bawahan, sedangkan klausa lainnya yang memuat pesan utama di dalam kalimat disebut klausa inti.

(7) She telephoned while you were out. (Quirk, et al, 1985: 991) KI KB

Dalam kalimat (7) terdiri dari dua buah klausa, yaitu she telephoned sebagai klausa inti dan you were out sebagai klausa bawahan. Dalam hal ini klausa bawahan terikat oleh sebuah konjungsi while yang menyatakan makna waktu.

1.6.3 Konjungsi

Konjungsi adalah suatu kata tugas yang menghubungkan dua klausa atau lebih (Dardjowidjojo, dkk (1988: 235). Konjungsi termasuk kedalam kata tugas karena kata ini tidak memiliki makna leksikal, namun hanya makna secara gramatikal. Artinya, kata tersebut tidak dapat diartikan secara lepas, namun berkaitan dengan kata lain di dalam frasa atau kalimat. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya bahwa konjungsi ini dapat menghubungkan klausa-klausa pada kalimat majemuk koordinatif maupun pada kalimat majemuk subordinatif.

Dalam pembentukan kalimat majemuk koordinatif, konjungsi ini digunakan untuk menghubungkan dua klausa yang memiliki fungsi yang sama di dalam struktur sintaksis dan terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: dan, atau, tetapi (Dardjowidjojo, 1988: 236). Sedangkan dalam pembentukan kalimat majemuk subordinatif, konjungsi digunakan untuk menghubungkan klausa inti dengan klausa bawahan.

(18)

Dardjowidjojo, dkk (1988: 237) mengelompokkan konjungsi subordinatif kedalam kelompok-kelompok sebagai berikut:

1. Konjungsi Subordinatif waktu : sesudah, setelah, sebelum, sehabis, sejak, selesai, ketika, tatkala, sewaktu, sementara, sambil, seraya, selagi, selama, sehingga, sampai

2. Konjungsi Subordinatif Syarat: jika, kalau, jikalau, asl(kan), bila, manakala 3. Konjungsi subordinatif pengandaian: andaikan, seandainya, andaikan,

umpamanya, sekitarnya

4. Konjungsi Subordinatif Tujuan: agar, supaya, agar supaya, biar

5. Konjungsi subordinatif Konsesif: biarpun, meski (pun), sekalipun, walau (pun), sungguhpun, kendati (pun)

6. Konjungsi Subordinatif Pemiripan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, laksana

7. Konjungsi subordinatif Penyebaban: sebab, karena, oleh karena

8. Konjungsi Subordinatif Pengakibatan: (se)hingga, sampai(-sampai), maka(nya)

9. Konjungsi Subordinatif Penjelasan: bahwa 10.Konjungsi Subordinatif Cara: dengan

Di dalam bahasa Inggris, terdapat tiga konjungsi koordinatif, yaitu and, or, but (Quirk, et al, 1973: 254). Sedangkan konjungsi subordinatif biasanya selalu terikat oleh klausa bawahannya untuk membentuk klausa adverbial (keterangan). Klausa

(19)

adverbial ini menghubungkan beberapa makna seperti halnya di dalam bahasa Indonesia (Quirk, et al, 1985: 1080-1111), seperti:

1. klausa waktu (clause of time): after, before, since, till/until, when(ever), once, while, as soon as.

2. klausa tempat (clauses of place): where, wherever

3. klausa kemungkinan (clauses of contingency): when, whenever, once, where, wherever, if

4. klausa syarat (clauses of condition): if, unless 5. klausa konsesif (clause of concession): although

6. klausa pengecualian (clauses of exception): but that, except (that), excepting (that), save that

7. klausa sebab (reason clause): because/cause, since 8. klausa tujuan (clauses of purpose): for fear (that), in case 9. klausa hasil (clauses of result): so (that)

10.klausa persamaan dan perbandingan (clauses of similarity and comparison): (just/exactly) as, (just/exactly) like

11.klausa pilihan (clauses of preference): rather than, sooner than

1.6.4 Konjungsi Subordinatif Temporal

Sebagaimana yang telah disebutkah pada subbab sebelumnya bahwa konjungsi subordinatif memiliki beberapa struktur makna, salah satunya adalah penghubung makna waktu (temporal). Konjungsi subordinatif temporal ini adalah konjungsi yang terikat dengan klausa bawahan untuk menyatakan waktu terjadinya

(20)

peristiwa atau keadaan yang dinyatakan oleh klausa inti. Quirk et al (1985: 1078) mengemukakan bahwa klausa bawahan (subordinatif) yang menyatakan makna temporal ini selalu diikuti oleh beberapa konjungsi, yaitu after, as, before, once, since, till/until, when, whenever, while, now (that), as long as, so long as, dan as

soon as. Jadi, konjungsi subordinatif temporal ini menghubungkan

klausa/frasa/kata dengan klausa/frasa/kata yang menunjukkan makna waktu pada klausa bawahan yang dinyatakan pada klausa inti.

(8)Since I saw her last, she had dyed her hair.

KB KI (Quirk et al, 1985: 1078)

Dalam kalimat (8) di atas terdapat klausa bawahan I saw her last yang berfungsi sebagai keterangan menyatakan makna waktu terjadinya peristiwa pada klausa inti She had dyed her hair.

Dalam bahasa Indonesia, Ramlan (2008: 46) menyebutkan sekurang-kurangnya terdapat 26 konjungsi subordinatif yang menyatakan makna waktu, yaitu ketika, tatkala, setiap, setiap kali, sebelum, sesudah, setelah, sejak, semenjak, hingga, tengah, sedang, waktu, sewaktu, selagi, semasa, sementara, serta, demi, begitu, selama, dalam, sehabis, seusai, sedari, dan sampai. Chaer (2009: 102) menambahkan konjungsi subordinatif temporal saat yang juga sering digunakan dalam menghubungkan dua klausa yang tidak setara.

(9) Dia memeluk kemurungannya sementara penghuni kota berpacu dengan

KI KB

kesibukannya.

Dalam kalimat (9) di atas terdiri dari klausa inti dia memeluk kemurungan dan klausa bawahan sementara penghuni kota berpacu dengan kesibukannya yang

(21)

klausa bawahannya diawali oleh konjungsi sementara yang berfungsi sebagai adverbial bermakna waktu.

1.6.5 Penerjemahan dan Pergeseran

Pembahasan mengenai pergeseran penerjemahan tidak dapat terlepas dari pembahasan mengenai terjemahan itu sendiri. Catford (1965: 20) mengartikan istilah penerjemahan, “the replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL),” yaitu perubahan materi tekstual dalam bahasa satu (BSu) dengan materi tekstual yang padan dalam bahasa bahasa lainnya (BSa). Pinchuck (1977, dalam Kardimin, 2013: 4) mengartikan istilah terjemahan, “a process of finding a TL equivalent for an SL utterances,” yaitu proses penemuan padanan ujaran BSu di dalam BSa. Newmark (1981, dalam Suryawinata & Heriyanto, 2003: 15) mengartikan penerjemahan, “a craft consisting in the attempt to replace a written message and/or statement in one language by the same message and/or statement in another language”, yaitu keahlian berupa usaha untuk memindahkan suatu pesan atau pernyataan tertulis dalam satu bahasa dengan pesan atau pernyataan yang sama dalam bahasa lainnya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa terjemahan merupakan suatu proses dalam pengalihan ujaran BSu ke dalam BSa tanpa merubah makna asli dari BSu sehingga dicarilah bentuk-bentuk yang paling sepadan.

Jakobson (1959: 114, dalam Suryawinata & Hariyanto, 2003: 33) membedakan terjemahan menjadi tiga jenis, yaitu terjemahan intrabahasa (intralingual translation), terjemahan antarbahasa (interlingual translation), dan terjemahan intersemiotik (intersemiotic translation). Terjemahan intrabahasa

(22)

adalah terjemahan suatu teks menjadi teks lain dalam satu bahasa yang sama. Terjemahan ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan penggunaan sinonim dalam penerjemahannya. Sedangkan terjemahan antarbahasa adalah terjemahan yang biasa dilakukan dan merupakan terjemahan yang sesungguhnya yaitu menuliskan kembali makna teks BSu ke dalam teks BSa. Jadi, dalam terjemahan ini melibatkan dua bahasa, dimana bahasa yang pertama (BSu) diubah bentuknya menjadi bahasa lain (BSa) dengan tetap mempertahankan pesannya. Sedangkan terjemahan intersemiotik adalah penafsiran sebuah teks ke dalam bentuk atau sistem tanda yang lain. Dalam penelitian ini, terjemahan antarbahasa menjadi fokus kajian karena meneliti terjemahan bahasa Inggris (BSu) ke dalam bahasa Indonesia (BSa).

Dalam terjemahan ini tidak menutup kemungkinan adanya suatu perubahan-perubahan yang terjadi dari BSu ke dalam pembentukan BSa. Perubahan-perubahan-perubahan ini bukan dengan maksud untuk merusak isi pesan BSu, namun lebih sebagai penyesuaian untuk dapat diterima dalam BSa. Hal ini sesuai dengan pergeseran bahasa (language shift) yang dikenalkan oleh Catford (1965) yang membagi bentuk pergeseran bahasa ini ke dalam dua bagian besar, yaitu pergeseran tingkat (level shift) dan pergeseran kategori (category shift). Beberapa ahli memiliki teknik-teknik terjemahan yang hampir sama dengan jenis pergeseran bahasa ini, namun berbeda dalam penyebutannya, seperti Nida (1964) yang menyebutnya dengan istilah teknik penyesuaian (technique of adjustment), Retsker (1974) dan Barkhudarov (1975) menyebutnya dengan istilah transformasi, sementara Vinay (1958) dan Darbelnet (1995) menyebutnya dengan istilah metode dan prosedur.

(23)

Menurut Nida, pada dasarnya teknik penyesuaian dibuat untuk tujuan sebagai berikut: (1) menyesuaikan bentuk pesan sesuai dengan struktur bahasa sasaran, (2) menampilkan struktur semantik yang sepadan, (3) menghasilkan kesepadanan stilistik yang tepat, dan (4) menghasilkan efek komunikatif yang sepadan. Dalam memenuhi tujuan-tujuan tersebut, Nida menyatakan bahwa perubahan-perubahan di dalam penerjemahan tidak mampu di hindari, dengan tujuan utama untuk menghasilkan padanan yang tepat dan bukan untuk merusak pesan dari BSu. Menurut Nida, terdapat situasi-situasi dimana terkadang suatu perubahan radikal diperlukan, yaitu pada saat: (1) padanan yang tepat tak memiliki arti, (2) padanan membawa arti yang salah. Jadi, perubahan ini dilakukan bukan semata-mata sebagai peningkatan editorial ataupun kehendak dan kemuan penerjemah pribadi, namun sebagai terjemahan yang mampu diterima dan dipahami dalam BSa.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, karena berdasar pada pemberian data-data yang lengkap secara tipikal serta mengolah dan menganalisa data secara lebih mendalam. Sebagai langkah kerja, dilakukan tiga tahapan utama dalam penelitian ini, yaitu (1) tahap pengumpulan data, (2) tahap analisis data, dan (3) tahap penyajian data.

1.7.1 Tahap Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak dan teknik catat karena penelitian menggunakan teks sebagai sumber data. Pertama, penulis mencari

(24)

konjungsi-konjungsi temporal dalam bentuk kalimat pada novel bahasa Inggris berjudul My Sister’s Keeper karya Jodi Picoult dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia oleh Hetih Rusli Novel My Sister’s Keeper merupakan salah satu novel best seller pada tahun terbitnya 2005 dari Amerika Serikat dan memiliki ragam bahasa kontemporer sebagai media komunikasi tulis. Novel ini juga mengandung banyak ragam konjungsi yang dapat menjadi sumber data yang tepat dalam mengungkap konjungsi subordinatif temporal bahasa Inggris kontemporer.

1.7.2 Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode agih dengan teknik dasar bagi unsur langsung dan teknik lanjutannya adalah teknik baca markah. Teknik bagi unsur langsung dilakukan dengan mengidentifikasi satuan lingual kalimat menjadi beberapa klausa. Dari teknik bagi unsur langsung ini akan dapat diketahui unsur-unsur apa saja yang dapat membentuk klausa adverbial waktu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Teknik ini digunakan untuk menganalisis permasalahan pertama dan kedua.

Teknik baca markah digunakan untuk memahami hubungan antara klausa ataupun kalimat dengan cara membaca pemarkah atau tanda dalam suatu konstruksi kebahasaan. Teknik baca markah digunakan untuk mengidentifikasi bentuk konjungsi tertentu sebagai pemarkah atau penanda pertalian makna menyatakan hubungan waktu. Teknik ini juga di gunakan untuk melihat posisi dan makna konjungsi subordinatif temporal bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia. Pada rumusan masalah kedua, teknik baca markah di gunakan untuk melihat bentuk dan

(25)

makna terjemahan konjungsi subordinatif temporal bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.

Untuk menjawab rumusan masalah yang ketiga, penulis menggunakan metode padan teknik translasional, yaitu metode padan yang alat penentunya adalah bahasa lain. Metode ini digunakan untuk menganalisa pergeseran penerjemahan konjungsi subordinatif temporal dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Alat penentu yang digunakan dalam menentukan apakah suatu penerjemahan mengalami pergeseran atau tidak adalah bahasa Inggris sebagai bahasa sumbernya.

1.7.3 Penyajian Data

Sudaryanti (1993: 145) mengemukakan dua metode yang digunakan dalam penyajian hasil analaisis data. Metode itu adalah secara formal dan informal. Pada penelitian ini, penyajian data dilakukan secara informal dan formal. Secara informal karena laporan ini berwujud perumusan dengan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:145) dan secara formal karena menggunakan alat bantu visual yang berwujud lambang.

1.8 Sistematika Penyajian

Sistematika penulisan hasil penelitian ini disajikan dalam lima bab. Bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II berisi bentuk, posisi, dan makna konjungsi subordinatif temporal dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Bab III akan membahas terjemahan konjungsi subordinatif temporal dari bahasa Inggris ke

(26)

dalam bahasa Indonesia. Bab IV berisi pergeseran penerjemahan konjungsi subordinatif temporal dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Pada bab terakhir, yaitu bab V, akan ditarik kesimpulan yang diikuti oleh saran bagi penelitian selanjutnya di bidang yang berhubungan dengan kelas kata, khususnya konjungsi.

Referensi

Dokumen terkait

Bagi peneliti berikutnya, dapat menjadi acuan atau sebagai salah satu bahan pustaka dalam rangka mengembangkan pengetahuan, khususnya yang berkenaan dengan kepemimpinan

Perubahan dari preposisi menjadi konjungsi dan nomina menjadi verba seperti pada contoh (a) dan (b) inilah yang membuat mahasiswa Jurusan Bahasa Jerman

Pada penelitian tersebut, dilakukan tes yang diberikan yaitu mengenai penulisan kosakata gairaigo yang diambil dari bahasa Inggris dengan Katakana pada 30 mahasiswa

Adapun berdasarkan dari hasil penelitian terdahulu yang menjadi acuan peneliti yaitu penelitian yang dilakukan (Prabaningrat & Widanaputra, 2015) membuktikan

Bagaimana melakukan konversi query temporal dengan fungsi agregasi dalam bahasa TSQL2 menjadi bahasa query standar SQL92 untuk mendukung metode pemrosesan agregasi terhadap

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dalam menambah pengetahuan dalam bidang pendidikan bagi para pembaca serta menjadi bahan acuan, pembanding

Mata pelajaran bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit bagi siswa tingkat sekolah dasar karena pola pengajaran yang lebih menekankan pada hafalan

Oleh karena itu, dalam penelitian ini, penulis akan melihat dan memaparkan bentuk kewaktuan dalam bahasa Indonesia yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris melalui buku