• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Terjemahan Istilah Budaya Dalam Novel Negeri 5 Menara Ke Dalam Bahasa Inggris The Land Of Five Towers

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Terjemahan Istilah Budaya Dalam Novel Negeri 5 Menara Ke Dalam Bahasa Inggris The Land Of Five Towers"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Pada era kemajuan teknologi dewasa ini semakin banyak terjemahan bahasa dari tingkat kata, frasa hingga teks untuk menyampaikan makna teks bahasa sumber (TSu) ke dalam teks bahasa sasaran (TSa). Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa bahasa seakan-akan tidak ada batasan bagi siapapun, mengingat bahasa merupakan unsur penting bagi kehidupan manusia dalam berkomunikasi. Para pakar bahasa menyatakan bahwa setiap bahasa mempunyai sistem sendiri, Nababan (2003:54) menyatakan:

Sistem dalam setiap bahasa adalah polisistemik karena setiap bahasa mempunyai struktur sintaksis, sintagmatik, leksikal, dan morfem yang berbeda dari sistem bahasa lainnya. Perbedaan-perbedaan dalam hal sistem bahasa itulah yang menyebabkan timbulnya kesulitan-kesulitan dalam pengajaran bahasa, terutama bahasa asing dan dalam penerjemahan.

Ini berarti bahwa perbedaan sistem bahasa ini merupakan salah satu faktor yang menimbulkan kesulitan bagi seorang penerjemah untuk mencari makna suatu kata, frasa hingga teks karena perbedaan struktur sintaksis, sintagmatik, leksikal dan morfem. Dalam novel Negeri 5 Menara dan terjemahannya The Land of Five Towers terdapat banyak istilah budaya yang memerlukan kehatian-hatian

(2)

novel, karangan dan iklan biasanya kata-kata atau istilah budaya ditransfer ke dalam BSa untuk memberikan warna lokal BSu, sehingga menarik perhatian pembaca dan memberikan rasa kedekatan antara teks dan pembaca, terkadang bunyi atau gambar yang muncul menampilkan daya tarik. Oleh karena itu, seorang penerjemah dalam menerjemahkan novel memerlukan pemahaman budaya yang baik antara BSu dan BSa, sehingga pesan yang ada dalam BSu dapat tersampaikan dalam BSa. Sebagai contoh terjemahan istilah budaya dalam novel ini adalah bunyi talempong (N5M, 2009:17) diterjemahkan menjadi the sound of traditional Minang music (TLOFT, 2011:17). Terjemahan istilah ini diterjemahkan ke dalam BSa dengan cara generalisasi. Namun, jenis musik tradisional Minangkabau bukan hanya talempong, sehingga seharusnya istilah bunyi talempong diterjemahkan ke dalam BSa seperti BSunya atau melakukan peminjaman dan mendeskripsikannya ke dalam BSa agar makna dari BSu tetap tersampaikan. Seperti yang dikatakan oleh Nababan (2003:47) bahwa masalah makna merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bidang penerjemahan karena tujuan penerjemahan erat kaitannya dengan masalah pengalihan makna yang terkandung dalam suatu bahasa ke dalam bahasa lain; tidak jarang juga makna suatu kata sangat ditentukan oleh situasi pemakaiannya dan budaya penutur suatu bahasa.

(3)

“logika” teks yang harus diterjemahkan, dan (3) memiliki kemampuan retorika,

yakni kemampuan merekayasa bahasa untuk menghasilkan terjemahan yang sepadan, akurat, dan berterima pada pembaca (atau pendengarnya).

Dari pernyataan di atas dapatlah disimpulkan bahwa untuk menghasilkan terjemahan yang bermutu, seorang penerjemah harus memiliki kemampuan ilmu interdisipliner, penguasaan dua budaya antara BSu dan BSa serta memiliki kualitas pengetahuan umum dan khusus, memiliki kecerdasan terhadap pemahaman teks dan memiliki kemampuan retorika. Setiap kegiatan penerjemahan, pengalihan makna TSu ke dalam TSa dapat menimbulkan kesulitan bagi penerjemah. Hal ini disebabkan perbedaan makna BSu dan BSa, Alwasilah (1984:146) mengatakan makna ada dibalik kata, ini berarti bahwa sesuatu makna yang disampaikan seseorang hanya dapat dipahami melalui analisis terhadap unit bahasa terkecil berupa kata hingga unit bahasa yang lebih besar seperti kalimat dalam kaitannya dengan konteks budaya yang ada. Nida (1975:1) juga berpendapat bahwa suatu kata dapat mempunyai sejumlah makna yang saling berbeda. Ini berarti bahwa suatu kata yang terdapat dalam suatu bahasa tidak hanya memiliki satu makna, tetapi suatu kata bisa memiliki sejumlah makna tergantung isi (content) yang disampaikan dalam suatu teks, dan makna suatu kata dari BSu tidak memiliki makna yang persis sama bila diterjemahkan ke dalam BSa.

Berkaitan dengan itu Catford (1965:20) menyatakan bahwa translation is the replacement of textual material in one language by equivalent textual material

in another language. Sementara Hatim dan Munday (2004:6) menyatakan

(4)

to target language (TL), conducted by a translator in speccific socio-cultural

context. Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penerjemahan

merupakan pengalihan BSu dengan kesepadanan terdekat ke dalam BSa. Proses pengalihan pesan TSu dipengaruhi oleh budaya penerjemah, yang tercermin dari cara penerjemah dalam memahami, memandang, dan mengungkapkan pesan itu melalui bahasa yang digunakannya.

Berdasarkan pernyataan di atas, penerjemah harus bijak dalam menentukan padanan yang tepat dalam menerjemahkan istilah budaya dari BSu ke dalam BSa. Di satu sisi, penerjemah harus mengalihkan pesan TSu ke dalam TSa secara akurat dan memenuhi kaidah BSa. Di sisi lain penerjemah harus dapat menemukan padanan leksikal untuk objek atau kejadian yang tidak dikenal (asing) dalam budaya BSa. Pengalihan TSu ke dalam TSa juga memerlukan tingkat pemahaman penerjemah, artinya seorang penerjemah harus memiliki pemahaman yang baik terhadap makna kata, frasa atau kalimat TSu untuk dialihkan kedalam TSa yang erat kaitannya dengan konteks kalimat/alinea. Dalam hal ini pemahaman pesan hendaknya disertai dengan persamaan pengertian, sehingga tidak menimbulkan perbedaan pengertian untuk pesan yang sama.

Penyebab lain timbulnya kesulitan dalam penerjemahan adalah padanan kata, frasa atau kalimat yang tidak ada dalam BSa. Ini disebabkan karena perbedaan cara pandang, adat istiadat, geografi, kepercayaan,budaya dan berbagai faktor lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Newmark (1988:94) yang menyatakan “Frequently where there is cultural focus, there is translation problem due to the

cultural gap or distance between the source and target language (its

(5)

Oleh karena perbedaan cara pandang itu, penerjemahan bukanlah suatu kegiatan yang mudah untuk dilakukan, namun memerlukan kehati-hatian mengingat adanya faktor perbedaan budaya antara BSu dan BSa. Senada dengan itu, Sutrisno (2005:133) menyatakan bahasa maupun kebudayaan merupakan hasil dari pikiran manusia sehingga ada hubungan atau korelasi antara keduanya. Oleh sebab itu, penerjemahan tidak terlepas dari kedua aspek tersebut dan dalam menerjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain penerjemah akan banyak menemui kendala jika tidak menguasai hal yang melatar belakangi bahasa tersebut.

Soemarno (2003:1) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang membuat aktivitas penerjemahan sulit dilakukan, diantaranya adalah bahwa ilmu penerjemahan merupakan ilmu interdisipliner. Ilmu ini memerlukan pengetahuan lain yang bersifat mendukung. Misalnya, ilmu budaya, sosiolinguistik, psikolinguistik, pengetahuan umum, dan sebagainya. Seorang penerjemah perlu membekali dirinya dengan ilmu tersebut, termasuk mempelajari perbedaan budaya sehingga bisa menghasilkan karya yang lebih bermutu dan produktif. Berkaitan dengan kemampuan interdisipliner, setiap bahasa mempunyai sistem sendiri, misalnya a beautiful lady diterjemahkan menjadi seorang wanita cantik. Pada contoh ini, kita dapat melihat perbedaan susunan kata atau struktur antara bahasa sumber (BSu) dan bahasa sasaran (BSa). Dalam bahasa Inggris kata beautiful mendahului lady sebagai nomina, sedangkan terjemahannya wanita

sebagai nomina mendahului kata cantik sebagai kata sifat.

(6)

kendala dalam penerjemahan. keterbatasan-keterbatasan dan kendala-kendala tersebut yaitu (1) Problema pemahaman teks pada konteks tempat teks itu diproduksikan (faktor penulis) dan ditafsirkan (faktor pembaca/penerjemah). (2) Tak ada dua kebudayaan yang sama. (3) Bagaimana menilai terjemahan sebagai solusi problema komunikasi. (4) Kendala kualitas dan kendala sosial dalam dunia penerjemahan.

Berkaitan dengan keterbatasan dan kendala di atas, penerjemah memerlukan pemahaman yang tajam dan penafsiran yang benar terhadap TSu dan TSa. Berkaitan dengan pernyataan tersebut, Nida (2001:82) menyatakan bahwa “for truly translation, biculturalism is even more important than bilingualism,

since words only have meanings in terms of the cultures in which they function.”.

Hal ini bermakna bahwa dalam penerjemahan penguasaan dua budaya lebih penting dari pada penguasaan dua bahasa dalam hal menerjemahkan istilah-istilah yang berkaitan dengan budaya. Di samping itu, jika istilah yang diterjemahkan merujuk ke sesuatu yang tidak dikenal dalam kebudayaan sasaran, maka tugas penerjemah menjadi lebih berat. Dalam keadaan yang demikian, Larson (1984: 163) mengungkapkan bahwa penerjemah tidak hanya harus mencari cara terbaik untuk merujuk ke sesuatu yang sudah merupakan bagian dari pengalaman pembaca sasaran, tetapi juga harus mencari cara terbaik untuk mengungkapkan konsep yang sama sekaligus baru kepada penutur BSa.

(7)

mungkin mempunyai bentuk dan fungsi yang sama dalam bahasa lain. Kedua, bentuk mungkin sama tetapi fungsinya berbeda. Ketiga, bentuk yang sama tidak terdapat dalam bahasa penerima, tetapi ada benda atau kejadian yang mempunyai fungsi yang sama. Keempat ialah bentuk dan fungsi mungkin sama sekali tidak ada hubungannya. Kata tersebut merujuk pada sesuatu yang tidak terdapat dalam kebudayaan sasaran dan dalam kebudayaan sasaran tidak ada unsur lain yang mempunyai fungsi yang sama.

Penekanan pada bentuk dan fungsi akan banyak membantu penerjemah untuk menemukan padanan yang leksikal yang baik. Selanjutnya, Hamerlain (2005:55) menyatakan bahwa makna yang terdapat dalam TSu tidak selalu dipertahankan dalam versi TSa. Penyebabnya jika ditelusuri dapat berasal dari pandangan dan keyakinan penerjemah seperti apa terjemahan itu seharusnya. Masing-masing penerjemah tentunya memiliki ukuran dan pandangan berbeda-beda mengenai terjemahan yang baik, namun mereka sama-sama ingin menghasilkan terjemahan yang memberikan informasi dan diterima dengan baik oleh pembacanya secara umum. Oleh karena itu, yang dipahami dalam penerjemahan adalah pengalihan pesan (message) atau maksud yang ada dalam sebuah TSu sehingga TSa yang dihasilkan dari penerjemahan dikatakan sepadan (equivalent) dengan teks BSu-nya (Hoed, 2006:52).

(8)

Menerjemahkan novel tidak semudah menerjemahkan teks biasa. Dalam penerjemahan novel erat kaitannya dengan idiom atau ungkapan atau istilah budaya yang tidak dimiliki oleh masyarakat lain. Idiom atau ungkapan tersebut tidak dapat diterjemahkan secara denotatif tetapi bersifat konotatif yang memiliki makna tersirat di balik ungkapan yang tertulis. Sementara teks biasa misalnya dalam teks sains bersifat denotatif. Oleh karena perbedaan tersebut, menerjemahkan novel lebih sulit jika dibandingkan dengan menerjemhkan teks biasa. Maka, seorang penerjemah harus memiliki pemahaman budaya yang baik antara BSu dan BSa dalam mengalihkan pesan dalam novel ke dalam BSa. Berikut ini contoh terjemahan istilah budaya dalam novel ini (1) Aku tegak di atas panggung aula madrasah Negeri setingkat SMP (N5M, 2009:5) diterjemahkan menjadi I stood up on the auditorium stage of the state junior high madrasah-religious school (TLOFT, 2011:5), (2) Pak Etek punya banyak teman di Mesir yang lulusan Pondok Madani di Jawa Timur (N5M, 2009:12) diterjemahkan menjadi Your uncle has a lot of friends in Egypt who have graduated from Madani Pesantren in east Java (TLOFT, 2011:11). Pada contoh pertama, madrasah diterjemahkan menjadi madrasah-religious school, dalam BSa terjemahan ini memerlukan penambahan penjelasan agar mudah dimengerti oleh para pembaca teks Bsa. Pada contoh kedua, pondok madani diterjemahkan menjadi madani pesantren. Terjemahan ini disesuaikan dengan budaya BSa, kata pondok tidak diterjemahkan secara leksikon akan tetapi diterjemahkan menjadi

pesantren yang berterima dan mudah dipahami dalam BSa.

(9)

Peneliti tertarik untuk menganalisis terjemahan istilah budaya dalam novel Negeri 5 Menara ke dalam bahasa Inggris The Land Of Five Towers dan menganalisis teknik penerjemahan apa yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan kata dan frasa yang berkaitan dengan istilah budaya dalam menerjemahkan novel Negeri 5 Menara ke dalam bahasa Inggris The Land Of Five Towers.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut .

1. Bagaimanakah kategori istilah budaya yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara dan terjemahannya The Land of Five Towers ?

2. Teknik penerjemahan apa sajakah yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan istilah budaya dalam novel Negeri 5 Menara ke dalam bahasa Inggris The Land Of Five Towers ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian sangat penting agar peneliti tidak salah dalam menjawab rumusan permasalahan di atas; Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut . 1. Untuk mendeskripsikan kategori istilah budaya yang terdapat dalam novel

Negeri 5 Menara dan terjemahannya The Land of Five Towers.

(10)

1.4 Manfaat Penelitian

Temuan penelitian bermanfaat bagi pembaca, akademisi, praktisi penerjemah dan juga pengembangan teori penerjemahan. Manfaat penelitian ini terdiri atas dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis, sebagaimana diuraikan di bawah ini:

1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Temuan penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam pengembangan kajian terjemahan, budaya dan linguistik, khususnya kategori istilah-istilah budaya dan teknik penerjemahan.

b. Sebagai penguatan teori dalam hubungan kategori istilah-istilah budaya dan penggunaan teknik penerjemahan yang berkaitan dengan penerjemahan istilah-istilah budaya.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Sebagai referensi bagi praktisi penerjemah dalam penerjemahan istilah-istilah budaya dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris.

b. Bagi praktisi penerjemah yang tertarik dalam penerjemahan, hasil penelitian ini sangat membantu dan berguna karena bisa memberi masukan dan pemahaman tentang istilah-istilah budaya dan teknik penerjemahan yang berkaitan dalam penerjemahan istilah-istilah budaya

(11)

1.5 Batasan Masalah

Penelitian ini fokus pada terjemahan sebagai produk, khususnya kata dan frasa yang berhubungan dengan istilah-istilah budaya dalam novel Negeri 5 Menara ke dalam bahasa Inggris The Land of Five Towers dan teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan novel tersebut.

1.6 Klarifikasi Makna Istilah

Agar penelitian ini tidak disalah mengerti dan menghindari kesalahpahaman maka perlu diklarifikasi beberapa istilah-istilah berikut .

1. Teknik penerjemahan adalah sebagai prosedur untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana kesepadanan terjemahan dan dapat diterapkan pada satuan lingual (Molina dan Albir, 2002:509).

2. Istilah budaya adalah ungkapan berupa kata atau frasa yang perwujudannya khas dalam suatu masyarakat dan maknanya berkaitan dengan budaya dan atau disebut cultural words (Newmark, 1988:94).

3. Bahasa sumber (BSu) merupakan terjemahan dari source language (SL), yakni bahasa yang diterjemahkan (Hoed, 2006:51). Dalam penelitian ini bahasa sumbernya adalah bahasa Indonesia.

4. Bahasa sasaran (BSa) merupakan terjemahan dari target language (TL), yakni bahasa terjemahan (Hoed, 2006:51). Dalam penelitian ini bahasa sasarannya adalah bahasa Inggris.

(12)

6. Teks sasaran (TSa) adalah teks yang disusun oleh penerjemah atau hasil dari kegiatan penerjemahan yang disebut terjemahan dan bahasanya disebut BSa (Hoed, 2006:23). Dalam penelitian ini teks sasarannya adalah bahasa Inggris. 7. Novel adalah sebagai karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap penggunaan penyedap makanan (MSG) hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan sikap positif

Pokja Pelabuhan Perikanan Nusantara Tanjungpandan Belitung akan melaksanakan Pemilihan Langsung dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan konstruksi secara

Apabila terdapat peserta yang keberatan terhadap keputusan dan pengumuman tersebut, maka dapat mengajukan sanggahan terhitung mulai tanggal 10 – 16 Agustus 2012. Demikian

MENINGKATKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI BERPIKIR KREATIF SISWA MELALUI PENDEKATAN OPEN-ENDED.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

O parágrafo 31.4 do Regulamento da UNTAET 2000/18 (alterado) prevê que todas as pessoas (empregadores) que tenham retido impostos sobre salários pagos de acordo com o Parágrafo 30 do

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daya antibakteri ekstrak etanol daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai bahan alternatif medikamen saluran akar terhadap

Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Kabupaten Bantul Tahun 2007 Seri D Nomor 8) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 11 Tahun

[r]