• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINETIKA REAKSI SULFONASI LIGNIN DAN PENCIRIAN NATRIUM LIGNOSULFONAT SEBAGAI SURFAKTAN RAHMAWAN DICKY WIDYANTORO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KINETIKA REAKSI SULFONASI LIGNIN DAN PENCIRIAN NATRIUM LIGNOSULFONAT SEBAGAI SURFAKTAN RAHMAWAN DICKY WIDYANTORO"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

KINETIKA REAKSI SULFONASI LIGNIN DAN

PENCIRIAN NATRIUM LIGNOSULFONAT

SEBAGAI SURFAKTAN

RAHMAWAN DICKY WIDYANTORO

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

ABSTRAK

RAHMAWAN DICKY WIDYANTORO. Kinetika Reaksi Sulfonasi Lignin dan

Pencirian Natrium Lignosulfonat sebagai Surfaktan. Dibimbing oleh GUSTINI

SYAHBIRIN dan DYAH ISWANTINI PRADONO.

Lignin adalah komponen kimia terbesar pada lindi hitam yang terdiri atas unit-unit

fenil propana. Sifat lignin yang sukar larut di dalam pelarut polar membuatnya perlu

dimodifikasi, salah satunya ialah dengan mengubahnya menjadi lignin sulfonat yang lebih

bersifat hidrofilik sehingga lebih berdaya guna pada bidang surfaktan. Kinetika reaksi

sulfonasi dilakukan pada ragam suhu reaksi (85, 90, 95

º

C) dan waktu reaksi (45, 30, 135,

180, 225, dan 270 menit). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa reaksi mengikuti

orde 1 terhadap rendemen lignin (% [b/b]) yang tersulfonasi. Tetapan laju reaksi pada

suhu 85, 90, dan 95

º

C adalah 0,0010; 0,0014; dan 0,0016 menit

-1

dengan energi

pengaktifan sebesar 51,57 kJ mol

-1

. Tegangan permukaan air dan antarmuka air

xilena

menurun sebesar 34,21% dan 61,65% setelah ditambahkan NaLS 10% dengan kemurnian

83%. Kemampuan NaLS dalam menurunkan tegangan permukaan dan antarmuka

menyebabkan NaLS dapat bertindak sebagai surfaktan

ABSTRACT

RAHMAWAN DICKY WIDYANTORO. Lignin Sulfonation Reaction Kinetics and

Characterization of Sodium Lignosulphonate as Surfactant. Under supervision of

GUSTINI SYAHBIRIN and DYAH ISWANTINI PRADONO.

Lignin is a the most component found in black liquor which consist of

phenylpropane units. Insoluble property of lignin in polar solvent makes lignin have to

be modified, by change it into sodium lignosulphonic (NaLS) which is more hydrophilic

and can act as surfactant. The sulphonation kinetics of lignin was carried out in various

temperatures (85, 90, 95ºC), and reaction times (45, 30, 135, 180, 225, and 270 minutes).

The result showed that sulfonation was confirmed to be in first order with respect to the

concentration of the sulphonated lignin (%w/w). The sulphonation rate at temperature 85,

90, and 95ºC, were 0,0006; 0,0012; and 0,0016 minute

-1

respectively, with activation

energy of 51,57 kJ mol

-1

. Water surface tension and water-xylene interface tension were

reduced by 34,21% and 61,65%, after the addition of 10% NaLS with 83% purity. The

ability of NaLS in reducing surface and interface tension has made NaLS be active as

surfactant.

(3)

KINETIKA REAKSI SULFONASI LIGNIN DAN

PENCIRIAN NATRIUM LIGNOSULFONAT

SEBAGAI SURFAKTAN

RAHMAWAN DICKY WIDYANTORO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Judul :

Kinetika

Reaksi

Sulfonasi

Lignin

dan

Pencirian

Natrium

Lignosulfonat sebagai Surfaktan

Nama :

Rahmawan Dicky Widyantoro

NIM

:

G44203059

Disetujui:

Dra. Gustini Syahbirin, MS

NIP 131 842 414

Dr. Dyah I Pradono, M.Agr

NIP 132 956 706

Diketahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. Hasim, DEA

NIP 131 578 806

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat dan salam semoga

terlimpahkan kepada nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta umatnya hingga

akhir zaman. Tema yang dipilih dalam karya ilmiah ini adalah Kinetika Reaksi

Sulfonasi Lignin dan Pencirian Natrium Lignosulfonat sebagai Surfaktan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Gustini Syahbirin, Ibu Dyah

Iswantini Pradono, dan Kak Budi Arifin yang telah membimbing penulis dalam

menyelesaikan karya ilmiah ini. Kepada keluarga (mama, papa, dan adinda tercinta

Shinta) terima kasih atas doa, kasih sayang, dan inspirasinya, Ichsan dan Kak Dewi

sebagai teman seperjuangan penelitian, Dede, Firdaus, dan Mamet atas dukungan dan

fasilitasnya, Kak Budhi Asti, Kak Tuti, dan Kak David atas literaturnya, rekan-rekan

Organik 40, Kimia-q, Kimia 40, Rani, Julia, Eko, Robi, Ratna, Nunu, Bebeth, Uti, Dewi,

staf Laboratorium Organik, Pak Sabur, Bu Yeni, Bu Aah atas bantuan alat dan bahan

penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2008

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Mei 1986 dari ayah Yulianto dan ibu

Maryumi. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri IV Depok dan pada tahun yang sama

lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis

memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai petugas pengambil contoh

pada Laboratorium Terpadu 2006−2007, Institut Pertanian Bogor. Pada Juli

Agustus

2006 penulis melaksanakan praktik lapangan di Balai Besar Pengawasan Obat dan

Makanan, Jakarta Pusat.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ...

1

TINJAUAN PUSTAKA

Lignin Proses Kraft ... 1

Sisi Aktif dan Mekanika Reaksi Sulfonasi Lignin ... 2

Natrium Lignosulfonat sebagai Surfaktan ... 3

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ... 3

Isolasi Lignin ... 3

Pencirian Lindi Hitam ...

4

Pencirian Lignin ... 4

Kinetika Sintesis Natrium Lignosulfonat (NaLS) ... 4

Pencirian NaLS... 5

Pencirian NaLS sebagai Surfaktan ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Lignin ... 6

Pencirian Lignin ... 7

Kinetika Sintesis Natrium Lignosulfonat ... 7

Pencirian Lignin dan NaLS Menggunakan Spektrofotometer FTIR. ... 9

Kadar Air dan Abu NaLS ... 10

Pencirian Kandungan Senyawa Anorganik NaLS ... 10

Pencirian NaLS sebagai Surfaktan ... 10

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 11

Saran ... 11

DAFTAR PUSTAKA ... 11

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakteristik lindi hitam proses kraft...

6

2 Kandungan senyawa anorganik pada NaLS ... 10

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur lignin kraft ...

2

2 Prazat lignin: unit koniferil alkohol (unit guaiasil) (a), 2) sinapil alkohol (unit

siringil) (b), 3) p-kumaril alkohol (unit p-hidroksi fenil) (c) ...

2

3 Reaksi protonasi atom O

pada C-α dan C-γ ...

2

4 Lignin tersulfonasi pada posisi C-α dan C-γ... 3

5 Reaksi pengasaman gugus fenolat ... 6

6 Reaksi esterifikasi lignin... 7

7 Produk NaLS yang terbentuk pada suhu 85

(),

90

(),

dan 95 ºC

()

... 7

8 Reaksi substitusi nukleofilik ion bisulfit terhadap lignin... 7

9 Orde reaksi ke-0 (a), ke-1 (b), ke-2 (c) sulfonasi pada suhu 95

º

C ... 8

10 Kurva pengaruh lama reaksi sulfonasi berorde satu terhadap rendemen NaLS

Pada 85

(),

90

(),

95 ºC

()

...

8

11 Peningkatan laju reaksi sulfonasi dengan bertambahnya nilai konstanta laju reaksi

sulfonasi ...

9

12 Energi pengaktifan reaksi sulfonasi lignin ...

9

13 Spektrum FTIR lignin isolat ...

9

(9)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Data karakterisasi lindi hitam kraft ... 14

2 Kemurnian lignin dengan metode asetil bromida ... 16

3 Hasil kinetika reaksi sulfonasi lignin ... 17

4 Ciri gugus fungsi lignin isolat dan NaLS ... 23

5 Kadar air dan abu NaLS... 24

6 Kadar air dan abu lignin... 25

(10)

1

PENDAHULUAN

Produksi pulp dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan kertas. Menurut data Pulp and

Paper Industry (2006), permintaan dunia

untuk berbagai jenis kertas pada tahun 1990 sebesar 239.428.000 ton dan meningkat menjadi 369.085.000 ton pada tahun 2005. Peningkatan ini disertai pula dengan bertambahnya limbah yang dihasilkan, antara lain lindi hitam.

Komponen kimia terbesar dalam lindi hitam adalah lignin, sisanya berupa produk degradasi karbohidrat, zat ekstraktif, dan komponen lain.Kandungan lignin dalam lindi hitam proses kraft mencapai sekitar 46% dari

padatan totalnya (Sjöström 1995).

Keterbatasan penggunaan lignin, yaitu sebagai bahan bakar dan sifat hidrofilisitas yang rendah, menyebabkan lignin kurang bernilai ekonomis. Sebagian besar turunan lignin ini diaplikasikan sebagai surfaktan. Pada industri surfaktan diperlukan suatu senyawa yang memiliki bagian yang suka air (hidrofilik) dan

tidak suka air (hidrofobik). Untuk

meningkatkan hidrofilisitas lignin, lignin

dimodifikasi membentuk natrium

lignosulfonat (NaLS).

Jain dan Kulkarni (1991) menyatakan

bahwa hidrofilisitas gugus sulfonat

menyebabkan lignosulfonat dapat digunakan sebagai zat pendispersi. Pada saat digunakan untuk beton, lignosulfonat teradsorpsi pada permukaan semen sehingga penambahan air dapat dikurangi. Sifat fluiditas campuran yang diperoleh setelah penambahan lignosulfonat menghasilkan beton yang kuat dan sulit ditembus oleh air (Mao 2006).

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membahas sulfonasi lignin. Syahmani (2000) melakukan sulfonasi menggunakan 1 g lignin yang berasal dari tandan kosong kelapa sawit dengan NaHSO3 pada pH 5, suhu 100

ºC, dan waktu reaksi 4 jam didapatkan 2,249 g NaLS dengan kemurnian 83,93%. Sulfonasi lignin hasil isolasi dari lindi hitam proses soda dengan nisbah lignin-NaHSO3 1:0,4, 1:0,5,

dan 1:0,6 pada ragam pH 5, 6, dan 7 menghasilkan NaLS dengan kemurnian

68,62-83,57% (Dzikrullah 2007). Penelitian aplikasi

lignosulfonatpun telah banyak dilakukan, Ouyang et al. (2006) yang mencirikankalsium lignosulfonat sebagai zat water reducer pada beton. Shen et al. (2008) membandingkan sifat permukaan lignin dan lignosulfonat

menggunakan spektroskopi inframerah

transformasi Fourier (FTIR) dan teknik

Wicking. Penelitian tersebut berhasil mendapatkan bahwa sulfonasi tidak merubah struktur utama lignin dan menaikkan energi bebas permukaan lignin.

Sejauh ini, belum ada penelitian yang dilakukan untuk menentukan parameter kinetik dari sulfonasi lignin. Beatson et al. (1984) meneliti pengaruh ragam suhu dan waktu reaksi sulfonasi kayu spruce hitam pada pH 7 dan didapati reaksi berorde satu terhadap konsentrasi lignin dengan energi pengaktifan sebesar 15 kkal/mol. Terdapat penelitian lain yang berhubungan dengan kinetika reaksi sulfonasi senyawa bergugus benzilik. Shibuya dan Portret (1994) mecoba mencari parameter kinetika reaksi sulfonasi

PEEK

(polioksi-1,4-fenilena-oksi-1,4-fenilena-karbonil-1,4-fenilena) menggunakan

H2SO4 96,3%. Penelitian tersebut

menghasilkan bahwa reaksi berlangsung mengikuti orde 1 dengan energi pengaktifan sebesar 82,8 kJ mol-1.

Penelitian ini bertujuan menentukan parameter kinetika reaksi sulfonasi lignin sekaligus mencirikan aktivitas permukaan natrium lignosulfonat. Sulfonasi lignin dilakukan dengan metode Dilling et al. (1990), yaitu menggunakan nisbah lignin kraft-NaHSO3 1:2 pada pH 7. Kemudian parameter kinetika yang meliputi orde reaksi, tetapan laju dan energi pengaktifan ditentukan

melalui metode grafis dengan cara

menghubungkan konsentrasi NaLS yang terbentuk, ln [NaLS], 1/[NaLS], dan 1/[NaLS]2 terhadap lamanya waktu reaksi pada suhu reaksi yang berbeda. Selanjutnya, sifat surfaktan dari NaLS yang diperoleh juga ditentukan, yang meliputi parameter tegangan permukaan dan tegangan antarmuka.

TINJAUAN PUSTAKA

Lignin Proses Kraft

Proses pulp kraft adalah suatu proses pulp kimia dengan bahan kimia pemasak berupa NaOH dan Na2S serta menghasilkan produk

samping berupa lindi hitam (Fengel dan Wegener 1995). Lindi hitam merupakan limbah cair berwarna hitam yang berbau seperti telur busuk dengan persen padatan 2,0−80,0%, pH 10−13, dan bobot jenis 1,02−1,60 g/ml (Weyerhaeuser Company 2004). Pada umumnya, pengolahan lindi hitam di dalam industri pulp dan kertas hanya berorientasi pada upaya pemanfaatan kembali bahan kimia pemasak yang terkandung di

(11)

2

organik dalam lindi hitam dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan uap air (Sjöström 1995). Kandungan senyawa organik terbesar dalam lindi hitam adalah

lignin sebesar 46%. Lignin dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pendispersi dan aditif dalam karet, resin, dan plastik.

Lignin adalah polimer bercabang dari unit-unit fenil propana (Gambar 1) dan membentuk struktur tiga dimensi dengan dua per tiga bagian unit fenil propana dihubungkan oleh ikatan eter (C-O-C), sedangkan sisanya dihubungkan oleh ikatan karbon (C-C) (Achmadi 1990).

Gambar 1 Struktur lignin kraft (Gargulak & Lebo 2000).

Lignin dapat dibagi menjadi 2 kelas menurut strukturnya (Gambar 2), yaitu lignin guaiasil dan guaiasil−siringil. Lignin guaiasil terdapat pada kayu daun jarum (26−32%) dengan prazat koniferil alkohol, lignin guaiasil-siringil merupakan ciri kayu daun lebar (20─28%)(Achmadi 1990).

(a) (b) (c) Gambar 2 Prazat lignin: Koniferil alkohol

(unit guaiasil) (a), sinapil alkohol (unit siringil) (b), p-kumaril alkohol (unit p-hidroksifenil) (c) (Fengel 1995).

Penelitian mengenai isolasi lignin telah banyak dilakukan sebelumnya. Lubis (2007) menunjukkan bahwa lignin isolat pulp kraft memiliki nilai rendemen dan kemurnian

tertinggi dibandingkan dengan lindi dari proses soda, yaitu sebesar 27,74% dan 81,48%. Turunan Lignin dominan berpotensi pada industri surfaktan, tetapi sifat hidrofilisitas lignin yang rendah membuatnya perlu dilakukan modifikasi kimia salah satunya dengan pensubstitusian gugus sulfonat (sulfonasi). Pensubstitusian gugus sulfonat dipengaruhi oleh sisi aktif lignin.

Sisi Aktif dan Mekanika Reaksi Sulfonasi Lignin

Reaksi sulfonasi diawali dengan hidrolisis asam membentuk zat antara ion karbonium. Bagian lignin yang paling reaktif terhadap hidrolisis asam adalah gugus eter dan hidroksil pada C-α atau pada sisi cincin α-β tak jenuh (Gambar 3). Gugus eter tersebut akan diprotonasi menjadi ion oksonium yang kemudian mengalami pemutusan hidrolitik menjadi karbonium yang stabil. Stabilitas zat antara ion karbonium meningkat dengan adanya resonansi sistem elektron π pada cincin aromatik dan konjugasi dengan sisi cincin α-β tak jenuh (Hassi 1985). Kereaktifan sisi aktif lignin memengaruhi laju reaksi sulfonasi.

Gambar 3 Reaksi protonasi atom O pada C-α dan C-γ (Hassi 1985).

Menurut Clark (2002), laju reaksi kimia adalah perubahan sejumlah mol pereaksi untuk menghasilkan produk per satuan waktu. Laju reaksi yang terukur sering sekali sebanding dengan konsentrasi reaktan yang dipangkatkan dengan suatu angka. Persamaan

OH OH OCH3 OH OCH3 OH H3CO OH OH

(12)

3

yang menyatakan laju reaksi (v) sebagai fungsi dari konsentrasi semua spesies yang ada, termasuk produknya, disebut hukum laju. Persamaan laju reaksi dapat dituliskan sebagai berikut (Atkins 1990) :

... Persamaan 1

Orde reaksi terhadap suatu komponen

merupakan pangkat dari konsentrasi

komponen itu dalam hukum laju. Sejumlah energi yang dibutuhkan untuk terjadinya suatu reaksi dinamakan energi pengaktifan (Ea). Laju reaksi meningkat seiring dengan meningkatnya suhu karena rerata energi kinetik pereaksi dan jumlah molekul yang memiliki Ea minimum meningkat (Espenson 1968). Energi pengaktifan diperoleh melalui regresi linier yang dihasilkan dari persamaan Arhenius (persamaan 2) yang dilogaritmakan dengan memplot 1/T (Kelvin-1) sebagai sumbu

x dan ln K sebagai sumbu y, persamaan

Arhenius yang digunakan adalah:

K = A eksp (-Ea/RT) …….. Persamaan 2

Sebagian besar penelitian terdahulu membahas tentang kinetika reaksi sulfonasi pada pembuatan pulp sulfit. Beatson et al. (1984) meneliti tentang pengaruh pemberian pengaruh suhu dan konsentrasi total SO2

terhadap laju reaksi sulfonasi kayu black

spruce pada pH 7 dan didapatkan hasil bahwa

laju reaksi sulfonasi berorde 1 terhadap konsentrasi lignin yang tersulfonasi dengan energi pengaktifan sebesar 15 kkal/mol. Terdapat penelitian lain yang berhubungan tentang kinetika reaksi sulfonasi senyawa bergugus benzilik. Kinetika reaksi sulfonasi

PEEK

(polioksi-1,4-fenilena-oksi-1,4-fenilena-karbonil-1,4-fenilena) menggunakan H2SO4 96,3% berorde 1 dan memiliki energi pengaktifan sebesar 82,8 kJ mol-1 (Shibuya & Portret 1994).

Natrium Lignosulfonat Sebagai Surfaktan

Lignosulfonat adalah lignin yang

mengandung gugus sulfonat pada posisi C-α dan atau C-γ (Gambar 4). Menurut Askvik (2000), lignosulfonat adalah polimer anionik yang pada dasarnya bersifat hidrofobik (lignin) kemudian diubah menjadi hidrofilik melalui pensubstitusian gugus sulfonat. Ouyang et al. (2006) mengungkapkan bahwa lignosulfonat mengandung gugus hidrofilik

(sulfonat, hidroksil fenolik, dan hidroksi alkoholik) serta gugus hidrofobik (rantai karbon). Senyawa ini merupakan surfaktan anionik, memiliki aktivitas permukaan yang besar, meningkatkan adsorpsi permukaan, dan dispersi partikel.

Gambar 4 Lignin tersulfonasi pada posisi C-α dan C-γ (Sjöström 1995).

Pengaplikasian lignosulfonat sebagai surfaktan telah banyak dilakukan, salah

satunya Ouyang et al. (2006)

mengkarakterisasi kalsium lignosulfonat sebagai water reducer pada beton. Hasil yang didapat adalah daya alir semen maksimum pada pemberian kalsium lignosulfonat berbobot molekul 10000−30000 g/mol.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan ialah lindi hitam pulp proses kraft dari industri kertas PT Toba Pulp Lestari, Sumatera Utara dan lignin standar Aldric dari USA. Alat-alat yang digunakan adalah tensiometer du Nuoy, alat

sentifus Beckmann, spektrofotometer

ultraviolet (UV) Shimadzu Pharmaspec 1700, dan spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) Bruker jenis Tensor 37.

Isolasi Lignin (Kim et al. 1987) Lindi hitam terlebih dahulu disaring

menggunakan kertas saring, kemudian

sebanyak 200 ml filtrat dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ligninnya diendapkan dengan penambahan H2SO4 20% (b/v) perlahan-lahan (1 ml per menit) sampai pH 2. Kemudian dilakukan sentrifugasi untuk mendapatkan endapan lignin.

Kemurnian lignin ditingkatkan dengan cara endapan dilarutkan kembali dengan penambahan NaOH 1 N, kemudian larutan lignin diendapkan kembali dengan cara penambahan H2SO4 20% (b/v) perlahan-lahan (seperti proses pengendapan pertama) lalu endapan disaring dengan kertas saring sehingga dihasilkan larutan lignin dengan

x A k dt A d ] [ ) (

=

CH SO3Na CH2 H2C SO3Na OH

(13)

4

kemurnian yang lebih tinggi. Lignin yang diperoleh dicuci dengan H2SO4 0,01 N kemudian dengan akuades; setelah itu, dikeringkan dalam oven pada suhu 60 °C.

Pencirian Lindi Hitam Kadar air (SNI 06-2235-1991)

Sebanyak 5 g lindi hitam (A) dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Cawan porselen yang berisi contoh dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103−105 °C selama 3 jam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Pengeringan dan penimbangan lindi hitam dilakukan sampai bobotnya konstan (B). Kadar air dihitung menggunakan rumus sebagai berikut

Kadar Air (%)

=

− ×100%

A B A

Bobot jenis (SNI 06-2235-1991)

Air dimasukkan dalam piknometer yang telah diketahui bobotnya (m1). Kemudian

piknometer yang telah berisi air ditimbang (m2), Lindi hitam dimasukkan dalam

piknometer kosong yang sama lalu ditimbang (m3). Suhu air diukur dan ditentukan densitas air pada suhu tersebut (da). Bobot jenis diukur

dengan persamaan: Bobot jenis = da

m

m

m

m

×

1 2 1 3 Pencirian Lignin Kemurnian lignin (Lin 1992)

Sebanyak 10 mg contoh lignin

ditambahkan 5 ml larutan asetil bromida

dalam asam asetat 25% (b/b) yang

mengandung 0,2 ml asam perklorat 70% (v/v). Tabung reaksi bertutup yang berisi sampel kemudian ditempatkan dalam oven pada suhu 70 °C selama 30 menit dengan pengocokan setiap 10 menit. Setelah itu, sampel dimasukkan ke dalam labu takar bervolume 100 ml yang berisi 25 ml asam asetat dan 10 ml NaOH 2 M serta ditepatkan volumenya menggunakan asam asetat. Serapan analat

kemudian diukur menggunakan

spektrofotometer UV pada panjang

gelombang 280 nm. Kemurnian lignin ditentukan dengan persamaan berikut:

Lignin murni (%) = B aW V b A s A − − ) ( 100 Keterangan :

As dan Ab : serapan contoh dan blangko

V : volume larutan contoh (L)

a : absorptivitas standar lignin, 1 g-1 cm-1

W : bobot contoh (g)

B : faktor koreksi contoh lignin, B =1,70

Pencirian Lignin dengan Metode Spektrofotometri FTIR (Nada et al. 1998)

Satu mg lignin dicampur dengan 300 mg KBr, dibuat pelet, kemudian dianalisis FTIR. Kadar Air (SNI 06-2235-1991)

Sebanyak 5 g lignin (A) dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Cawan porselen yang berisi contoh dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103−105 °C selama 3 jam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Pengeringan dan

penimbangan contoh dilakukan sampai

bobotnya konstan (B). Kadar air dihitung menggunakan rumus sebagai berikut

Kadar Air (%)

=

− ×100%

A B A

Kadar Abu (SNI 06-2235-1991)

Cawan dipanaskan dalam tanur,

didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sebanyak 3 g lignin (A) dimasukkan ke dalam cawan, dipanaskan dalam tanur selama 3 jam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang sampai bobotnya konstan (B). Bobot cuplikan kering ditentukan (C). Pengeringan dilakukan pada suhu 600 °C. Kadar abu contoh ditentukan dengan persamaan berikut:

Kadar Abu

=

×100%

C B

Kinetika Sintesis Natrium Lignosulfonat (NaLS) (Dilling et al. 1990)

Sebanyak 1 g lignin dicampurkan dengan 0,5 g NaHSO3, kemudian disuspensikan dalam 30 ml air. Nilai pH suspensi dinaikkan menjadi 7 dengan penambahan NaOH 20% (b/v). Campuran dipanaskan dan dikocok menggunakan penangas air yang dilengkapi

shaker dengan suhu pemanasan 85, 90, dan 95

°C selama 45, 90, 135, 180, 225, dan 270 menit. Sebanyak 6 buah Sampel berdasarkan ragam waktu reaksi dimasukkan kedalam penangas air dengan suhu 85 °C kemudian satu per satu sampel diambil sesuai dengan waktu reaksinya. Penghentian reaksi sulfonasi

dilakukan dengan pendinginan sampel

menggunakan es. Perlakuan reaksi sulfonasi pada suhu 90 dan 95 °C sama dengan

(14)

5

perlakuan sulfonasi pada suhu 85 °C. Campuran hasil sulfonasi kemudian disaring dan didistilasi untuk menghilangkan air dan disaring dengan kertas saring. Filtrat mengandung NaLS dan NaHSO3 sisa reaksi. Filtrat dicampurkan dengan metanol dan diaduk menggunakan pengaduk magnetik untuk mengendapkan bisulfit, lalu endapan disaring dengan kertas saring. Filtrat dikeringkan pada suhu 60 °C sehingga diperoleh NaLS (Lampiran 2).

Orde reaksi ditentukan dengan

memasukkan data serapan NaLS pada suhu 85, 95, dan 105 °C pada kurva hubungan waktu−absorbans (orde 0), waktu−ln absorbans (orde 1), waktu−1/absorbans (orde 2). Metode integrasi digunakan untuk menjelaskan hubungan dari data percobaan tersebut. Orde reaksi ditentukan berdasarkan tingkat kesesuaian dengan data percobaan

(curve fitting method) dengan

memperhitungkan koefisien determinasi (r2) terbesar. Tetapan laju reaksi didapatkan dari gradien atau kemiringan kurva hubungan waktu dengan absorbans NaLS pada orde reaksi yang sesuai. Energi pengaktifan ditentukan berdasarkan kemiringan garis yang diperoleh melalui plot antara 1/T (dalam K-1) terhadap ln K (Suharto 2007).

Pencirian NaLS Kadar Air (SNI 06-2235-1991)

Sebanyak 5 g NaLS (A) dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Cawan porselen yang berisi contoh dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103−105 °C selama 3 jam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Pengeringan dan

penimbangan contoh dilakukan sampai

bobotnya konstan (B). Kadar air dihitung menggunakan rumus sebagai berikut

Kadar Air (%)

=

− ×100%

A B A

Kadar Abu (SNI 06-2235-1991)

Cawan dipanaskan dalam tanur,

didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sebanyak 3 g NaLS (A) dimasukkan ke dalam cawan, dipanaskan dalam tanur selama 3 jam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang sampai bobotnya konstan (B). Bobot cuplikan kering ditentukan (C). Pengeringan dilakukan pada suhu 600 °C. Kadar abu contoh ditentukan dengan persamaan berikut:

Kadar Abu

=

×100%

C B

Kemurnian NaLS (Wesco Technology 1995)

Sebanyak 0,1 g sampel kering dilarutkan ke dalam 100 ml akuades. Setelah itu, sebanyak 5 ml larutan tersebut dipipet ke dalam gelas kimia berukuran 250 ml, diencerkan sampai 200 ml, dan pH larutan diatur menjadi 4−5 dengan penambahan NaOH 0,125 N atau HCl 0,2 N. Larutan

tersebut dipindahkan ke dalam labu

volumetrik 250 ml, dan ditepatkan volumenya dengan akuades. Serapan relatif larutan terhadap akuades diukur dalam kuvet 1 cm pada 232 nm. Kemurnian lignosulfonat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

NaLS (%) = 10 232 × × × bobot faktor FP A Keterangan: Faktor NaLS = 35

Pencirian NaLS sebagai Surfaktan Tegangan Permukaan (metode du Nuoy)

Metode pengujian ini dilakukan untuk menentukan tegangan permukaan larutan surfaktan dengan menggunakan tensiometer du Nuoy. Peralatan dan wadah contoh yang akan digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu. Wadah yang akan digunakan biasanya terbuat dari bahan kaca dengan diameter lebih besar dari 6 cm. Wadah gelas dicuci dengan larutan kromat-asam sulfat dan dibilas dengan akuades. Cincin platinum merupakan bagian dari alat tensiometer dengan diameter 4 atau 6 cm. Sebelum digunakan, cincin dicuci terlebih dahulu dengan pelarut yang sesuai, dibilas dengan akuades, dan dikeringkan.

Posisi alat diatur horizontal dengan water

pass dan diletakkan di tempat yang bebas dari

gangguan (getaran, angin, sinar matahari dan panas). Larutan NaLS dimasukkan ke dalam gelas dan diletakkan di atas dudukan (plateform) tensiometer, suhu larutan contoh diukur, cincin platinum dicelupkan ke dalam larutan tersebut (lingkaran logam tercelup 3−5 mm di bawah permukaan cairan), dengan cara menaikkan dudukan (plateform). Skala vernier tensiometer diatur pada posisi nol dan jarum penunjuk harus berada pada posisi berimpit dengan garis pada kaca. Selanjutnya,

plateform diturunkan perlahan dan pada saat

yang bersamaan sekrup kanan diputar sedemikian rupa sehingga jarum penunujuk tetap berimpit dengan garis pada kaca. Proses ini diteruskan sampai film cairan tepat putus. Pada saat cairan terputus, skala dibaca dan dicatat sebagai nilai tegangan permukaan. Pengukuran dilakukan paling sedikit dua kali.

(15)

6

Kemampuan surfaktan dalam menurunkan

tegangan permukaan dilakukan dengan

menambahkan konsentrasi surfaktan sebanyak 10% (dalam air). Nilai tegangan permukaan air sebelum dan sesudah ditambahkan surfaktan dibandingkan.

Tegangan Antarmuka (metode du Nuoy) Metode penentuan tegangan antarmuka menggunakan cairan yang mengandung dua fase yang berbeda, yaitu fase larut dalam air (akueous) dan fase tidak larut dalam air (non-akueous). Fase akueous dimasukkan ke dalam wadah gelas, dicelupkan cincin platinum ke dalamnya (lingkaran logam tercelup 3−5 mm di bawah permukaan cairan), dan secara hati-hati fase non-akueous (xilena) ditambahkan di atas fase akueous sehingga sistem 2 fase. Kontak antara cincin dan fase non-akueous sebelum pengukuran harus dihindari. Setelah benar-benar terbentuk dua lapisan yang sangat jelas, pengukuran dilakukan sama seperti pada pengukuran tegangan permukaan.

Kemampuan surfaktan untuk menurunkan tegangan antarmuka dilakukan pada campuran air-xilena (1:1), konsentrasi surfaktan yang ditambahkan adalah 10% (dalam campuran xilena-air). Nilai tegangan antarmuka antara air-xilen setelah ditambahkan surfaktan diukur kembali. Kemudian nilai tegangan antarmuka sebelum ditambahkan surfaktan dibandingkan dengan sesudah penambahan surfaktan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Lignin

Isolasi lignin dilakukan dengan metode gravimetri dengan asam (H2S04 20% (b/v)).

Metode ini didasarkan pada perbedaan kelarutan lignin pada pH yang berbeda (Kim

et al. 1987). Lignin yang terlarut dalam

limbah cair pulp pada umumnya merupakan garam dari logam-logam alkali, khususnya natrium. Oleh karena itu, penambahan asam akan mengubah gugus fenolat menjadi fenol yang tidak larut air (Gambar 5). Selain itu, menurut Barsinai dan Wayman (1976), penambahan asam kuat pada larutan sisa pemasak pulp dapat menyebabkan terjadinya degradasi polisakarida, dekomposisi kompleks lignin-karbohidrat, dan meningkatnya bobot molekul lignin karena adanya reaksi polimerisasi. O-CH HC CH2OH H+ OH CH HC CH2OH

Gambar 5 Reaksi pengasaman gugus fenolat. Endapan lignin dilarutkan kembali menggunakan NaOH 1 N dan disentrifus ulang untuk memisahkan endapan putih yang ikut mengendap dengan lignin. Endapan putih tersebut merupakan asam organik yang tidak larut bersama lignin ketika pH dinaikkan (Kim et al. 1987). Proses pengendapan dan pelarutan ulang mengakibatkan bertambahnya ion natrium pada lignin yang dihasilkan.

Pencirian lignin hasil isolasi dari lindi hitam proses kraft disajikan pada Tabel 1. Kadar air lindi hitam kraft pada penelitian in adalah 81,09% (b/b) (Lampiran 1) sama dengan kadar air lindi hitam kraft pada penelitian Lubis (2007). Akan tetapi, kandungan air lindi hitam proses pulp kraft ini lebih kecil dibandingkan dengan kandungan lindi hitam proses pulp soda pada penelitian sebelumnya (Dzikrulloh 2007), yaitu sebesar 95,46% (b/b). Hal ini menyatakan bahwa kandungan lignin pada lindi hitam proses kraft lebih besar dibandingkan dengan proses pulp soda. Selain itu, penggunaan natrium disulfida pada proses pulp kraft menghasilkan ion hidrogen sulfida yang lebih bersifat nukleofilik dibandingkan dengan ion hidroksil pada pulp soda, akibatnya ikatan eter lignin-selulosa lebih mudah putus sehingga lignin yang larut lebih banyak.

Tabel 1 Karakteristik lindi hitam proses kraft

Parameter Nilai Nilai Pustaka

Kadar air (%) (b/b) 81,09 81,33*)

Kadar padatan total (%) (b/b) 18,91 18,67*) Bobot jenis (g/ml) 1,11 1,10 *) Rendemen lignin (%) (b/b) 45,73 39,4-47,4**) Keterangan: *) Lubis (2007) **) Santoso (1995)

Bobot jenis lindi hitam pada penelitian ini (Tabel 1) mendekati hasil penelitian Lubis

(2007) kemungkinan disebabkan oleh,

penggunaan bahan kimia yang sama pada saat proses delignifikasi.

(16)

7

Rendemen lignin dihitung berdasarkan persen padatan lindi hitam (Lampiran 1). Kandungan lignin pada lindi hitam kraft ini sebesar 45,73% (b/b) berada pada kisaran rendemen pada penelitian Santoso (1995) dengan proses pulping yang sama.

Pencirian Lignin

Kemurnian isolat lignin kraft pada penelitian ini sebesar 86,15% (b/b) (Lampiran 2). Hasil ini lebih besar dibandingkan dengan lignin yang diisolasi Lubis (2007) dengan metode Klason, yaitu sebesar 81,48% (b/b).

Metode asetil bromida termodifikasi efektif dalam menentukan kemurnian lignin pada contoh yang tidak seragam dan berjumlah sedikit (Lin 1992). Selain itu, asetil bromida dapat melarutkan lignin total baik yang larut asam maupun tidak (Johnson 1961). Kelebihan lain metode ini adalah dapat melindungi contoh dari modifikasi kimia dan mampu mengurangi serapan dari produk-produk nonlignin (Lin 1992).

Pereaksi asetil bromida 25% di dalam asam asetat membentuk senyawaan anhidrida asam dan mengubah gugus hidroksil pada lignin menjadi gugus ester dengan bantuan katalis HClO4 (Gambar 6). Penambahan

NaOH ke dalam asam asetat menyebabkan terbentuknya campuran natrium

asetat-air-asam asetat. Campuran ini mengubah

kelebihan asetil bromida menjadi asam asetat dan natrium bromida serta komponen non-lignin sehingga tidak memengaruhi serapan lignin. Hal ini terbukti pada penelitian Johnson (1961), yaitu serapan fraksi non-lignin tidak lebih dari 0,29 dibandingkan dengan komponen lignin yang memiliki serapan lebih besar dari 20 pada panjang gelombang 280 nm.

Gambar 6 Reaksi esterifikasi lignin.

Kinetika Sintesis Natrium Lignosulfonat Natrium lignosulfonat disintesis melalui reaksi sulfonasi lignin dengan pereaksi natrium bisulfit. Reaksi sulfonasi berlangsung melalui penggantigugusan hidroksil dan atau eter dengan gugus asam sulfonat pada atom karbon α dari rantai samping propana (Sjöström 1995). Kemudian kemurnian lignin ditentukan dengan metode spektrofotometri ultraviolet.

Hasil penelitian menunjukkan peningkatan jumlah produk NaLS (Gambar 7) seiring dengan lamanya waktu reaksi sulfonasi. Peningkatan ini dikarenakan semakin lama berlangsungnya reaksi sulfonasi maka peluang tumbukan yang terjadi antara lignin dan natrium bisulfit semakin besar, sehingga lignin lebih banyak tersubstitusi oleh gugus sulfonat dan produk NaLS yang terbentuk semakin banyak. Akan tetapi, terjadi penurunan produk NaLS pada suhu 95 ºC dengan waktu reaksi 270 menit yang lebih dikarenakan reaksi balik sulfonasi ke arah pembentukan reaktan.

Gambar 7 Produk NaLS yang terbentuk pada suhu 85 (), 90 (), dan 95 ºC ().

Tahap pertama sulfonasi ialah

pembentukan kuinon metida dengan

pemutusan gugus α-hidroksil (eliminasi air). Reaksi pembentukan kuinon metida bersifat reversibel kemudian dilanjutkan dengan reaksi substitusi nukleofilik terhadap kuinon metida dengan ion bisulfit (Gambar 8).

Gambar 8 Reaksi substitusi nukleofilik ion bisulfit terhadap lignin

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0 50 100 150 200 250 300

waktu reaksi (menit)

b o b o t N a L S ( g ) C O-O CH3 C Br O CH3 C O O CH3 C O CH3 CH HC CH2OH O H HClO4 C O O CH3 C O CH3 CH HC CH2OH O C O H3C HBr C OH O CH3 + + + + CH CH O HOH2C R OAr O H C+ CH CH2OH ArO O -SO3H Na+ ROH CH CH SO3Na HOH2C OAr OH +

(17)

8

t ] NaLS [ 1 2 ] NaLS [ 2 1 t

Parameter kinetika reaksi (orde, tetapan laju, dan energi pengaktifan reaksi sulfonasi) ditentukan dengan menggunakan metode grafik. Penentuan orde ke-0, 1, 2, dan 3 secara berturut-turut mengikuti persamaan berikut:

[NaLS]t = [NaLS]0 – kt ...(1)

Ln[NaLS]t = ln[NaLS]0 – kt ...(2)

= +

kt ...(3)

= +

kt...(4)

Keterangan :

k = tetapan laju reaksi pembentukan NaLS

t = waktu reaksi sulfonasi (menit) [NaLS]0 = rendemen NaLS wktu 0 menit

(% b/b)

[NaLS]t = rendemen NaLS waktu t menit

(% b/b)

Orde reaksi merupakan jumlah dari eksponen-eksponen konsentrasi pereaksi pada hukum laju (Espenson 1968). Orde reaksi ditentukan berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) terbesar pada kurva orde reaksi.

Reaksi sulfonasi lignin pada penelitian ini adalah berorde satu (Gambar 9). Orde reaksi satu menyatakan reaksi sulfonasi hanya dipengaruhi oleh satu jenis pereaksi, yaitu lignin. Bobot molekul lignin yang tinggi menjadikan lignin bertindak sebagai pereaksi pembatas dengan jumlah mol lignin lebih kecil dibandingkan dengan NaHSO3. Hal tersebut tersebut mendukung hasil penelitian Beatson et al. (1984) yang mengamati pengaruh pemberian beberapa variabel terhadap laju reaksi sulfonasi potongan kayu

black spruce pada pH 7, yaitu reaksi sulfonasi

berode satu terhadap lignin yang tersulfonasi. Tetapan laju reaksi merupakan kemiringan kurva orde reaksi. Tetapan laju reaksi orde satu pada suhu 85, 90, dan 95 ºC ialah 0,0010; 0,0014; dan 0,0016 menit-1 (Gambar 10). y = 0.0731x + 36.976 R2 = 0.9888 0 10 20 30 40 50 60 0 50 100 150 200 250

waktu reaksi (menit)

r e n d e m e n ( % [ b /b ]) (a) y = 0.0016x + 3.6309 R2 = 0.9917 3.65 3.7 3.75 3.8 3.85 3.9 3.95 4 4.05 0 50 100 150 200 250

waktu reaksi (menit)

ln r e n d e m e n (b) y = -3E-05x + 0.0261 R2 = 0.9896 0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0 50 100 150 200 250

waktu reaksi (menit)

1 /r e n d e m e n (c)

Gambar 9 Orde reaksi ke-0 (a), ke-1 (b), ke-2 (c) sulfonasi pada suhu 95 ºC

y = 0.001x + 3.3826 R2 = 0.8544 y = 0.0014x + 3.5287 R2 = 0.8566 y = 0.0016x + 3.6309 R2 = 0.9917 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 4 4.1 0 50 100 150 200 250 300

waktu reaksi (menit)

ln r en d em en

Gambar 10 Kurva pengaruh lama reaksi sulfonasi berorde satu terhadap rendemen NaLS pada suhu 85 (), 90 (), 95 ºC () 0 ] NaLS [ 1 2 0 ] NaLS [ 2 1

(18)

9

Vibrasi cincin aromatik Peningkatan nilai tetapan laju menandakan

peningkatan laju reaksi (Gambar 11). Berdasarkan hukum aksi massa, laju reaksi sebanding dengan suhu reaksi (t). Oleh karena itu, semakin besar suhu maka semakin besar energi partikel-partikel reaktan untuk bertumbukan dan laju reaksipun akan meningkat. 0 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.001 0.0012 0.0014 0.0016 0.0018 85 90 95 suhu reraksi (oC) k ( m e n it -1)

Gambar 11 Peningkatan laju reaksi sulfonasi

dengan bertambahnya nilai

tetapan laju reaksi sulfonasi. Energi pengaktifan merupakan energi minimum yang dibutuhkan pereaksi untuk bereaksi (Clark 2002). Energi pengaktifan

ditentukan menggunakan persamaan

Arrhenius. Kemiringan kurva hubungan antara 1/T dan ln k (Gambar 12) sebagai nilai –Ea/R,

sehingga energi pengaktifan reaksi sulfonasi sebesar 51,57 kJ mol-1 (Lampiran 3). Nilai tersebut menunjukkan bahwa energi minimum yang dibutuhkan 1 mol lignin untuk menghasilkan NaLS menggunakan pereaksi NaHSO3 sebesar 51,57 kJ. y = -6203.9x + 10.454 R2 = 0.9452 -7 -6.9 -6.8 -6.7 -6.6 -6.5 -6.4 -6.3 0.0027 0.0027 0.0027 0.0028 0.0028 0.0028 1/T (K-1) ln k

Gambar 12 Energi pengaktifan reaksi sulfonasi lignin.

Pencirian Lignin dan NaLS menggunakan Spektrofotometer FTIR

Hasil uji kualitatif menggunakan

spektrofotometer FTIR (Gambar 13) sebagian besar menunjukkan kemiripan nilai bilangan gelombang lignin isolat dengan lignin standar Aldric (Lampiran 4). Bilangan gelombang 3431 cm-1 menunjukkan adanya pita serapan

gugus hidroksil. Pita serapan regangan C-H gugus metil ditunjukkan pada bilangan gelombang 2930 cm-1 dan 1461 cm-1. Pita serapan vibrasi cincin aromatik terdeteksi pada bilangan gelombang 1505 dan 1610 cm-1

C-S

C-H C-O O-H

Gambar 13 Spektrum FTIR lignin isolat.

Prazat penyusun lignin dapat

teridentifikasi pada spektrum FTIR. Menurut Bahar (1984), pita serapan karakteristik lignin siringil dengan prazat sinapil alkohol pada umumnya muncul pada daerah bilangan gelombang 1330−1325 cm-1 dan pita serapan lignin guaiasil dengan prazat koniferil alkohol terdapat pada kisaran bilangan gelombang 1272−1124 cm-1. Lignin isolat merupakan lignin guaiasil-siringil karena munculnya pita serapan lignin siringil dan guaiasil pada bilangan gelombang 1330 dan 1214 cm-1. Hal ini sesuai dengan jenis kayu yang digunakan pada proses pulping, yaitu kayu eukaliptus (kayu berdaun lebar). Lignin siringil-guaiasil merupakan ciri kayu berdaun lebar (Achmadi 1990). Lignin standar tersusun dari prazat koniferil alkohol. Hal ini ditunjukkan oleh adanya pita serapan karakteristik lignin guaiasil pada bilangan gelombang 1216 cm-1 yang umumnya terkandung dalam kayu berdaun jarum.

(19)

10

Vibrasi cincin aromatik

Spektrum FTIR lignin isolat relatif sama dengan NaLS hasil sintesis (Gambar 14). Menurut Shen et al. (2008), sulfonasi menyebabkan perubahan rantai lignin tanpa merubah struktur utama lignin.

C-H C-S O-H C- O

Gambar 14 Spektrum FTIR NaLS hasil sintesis.

Pita serapan uluran C-S (618 cm-1) terdeteksi lebih tajam pada spektrum FTIR NaLS dibandingkan dengan lignin isolat. Serapan uluran C-S pada lignin isolat dikarenakan proses penetralan asam pada saat pemurnian lignin dengan metode klason kurang sempurna. Pita serapan NaLS hasil sintesis yang lebih tajam menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi sulfonasi terhadap lignin.

Kadar Air dan Abu NaLS

Kadar air dan abu merupakan parameter dasar yang menunjukkan daya simpan bahan dan kandungan bahan anorganik. Kadar air dan kadar abu NaLS hasil sintesis masing-masing sebesar 5,22% (b/b) dan 25,26% (b/b) (Lampiran 5). Kadar air dan abu lignin, yaitu sebesar 7,81% (b/b) dan 1,68% (b/b) (Lampiran 6). Kenaikan kadar abu NaLS hasil sintesis kemungkinan karena penggunaan pereaksi NaHSO3 sebagai agen pensulfonasi.

Peningkatan jumlah senyawa anorganik (ion natrium) yang terikat pada lignin membentuk lignosulfonat menyebabkan kadar senyawa anorganik yang terkandung pada NaLS lebih banyak dibandingkan dengan lignin.

Pencirian Kandungan Senyawa Anorganik NaLS

Pencirian kandungan senyawa anorganik (N, Ca, Na, S) dilakukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Tanah Bogor, Jawa Barat. Hasilnya menunjukkan kadar yang lebih kecil dibandingkan dengan Wesco Technology (1995) (Tabel 2).

Tabel 2 Kandungan senyawa anorganik pada NaLS senyawa anorganik kadar (%) (b/b) nilai pustaka Wesco Technology (1995) (b/b) N 0,04 0,10% Ca 0,004 0,50% Na 13,33 7% S 6,2 6,60%

Kandungan senyawa anorganik

dipengaruhi oleh jenis proses pulp, teknik isolasi lignin, dan sulfonasi lignin. Kecilnya

kandungan senyawa anorganik

mengindikasikan bahwa jumlah gugus

sulfonat yang tersubstitusi pada lignin semakin besar. Nilai kandungan senyawa Na pada NaLS hasil sintesis lebih besar dibandingkan dengan nilai pustaka karena proses sulfonasi diduga kurang sempurna sehingga terdapat ion Na bebas.

Pencirian NaLS sebagai Surfaktan

Pengukuran tegangan permukaan

dilakukan menggunakan NaLS hasil sintesis dengan kemurnian terbesar, yaitu 83% (b/b).

Tegangan permukaan air sebelum

ditambahkan NaLS dihitung kemudian

dibandingkan dengan tegangan permukaan air setelah ditambahkan NaLS 10% (b/v). Tegangan permukaan air menurun sebesar 34,21% dari 57 mN/m menjadi 37,5 mN/m (NaLS 10% (b/v)) dan tegangan antarmuka air–xilena sebesar 61,65% pada suhu ruang (Lampiran 7). Hasil ini lebih besar dibandingkan dengan penurunan tegangan permukaan yang didapatkan oleh Ouyang et

al. (2006) (32,31%) yang menggunakan

kalsium lignosulfonat (CaLS). Surfaktan dinilai semakin baik apabila memiliki persen penurunan tegangan permukaan yang besar (Rivai 2004).

Penelitian ini menggunakan NaLS hasil sulfonasi dari isolat lignin kraft sehingga gugus sulfonat yang tersubstitusi diduga lebih banyak dibandingkan dengan penelitian Ouyang et al. (2006) yang menggunakan CaLS hasil produk samping pulp sulfit tanpa proses sulfonasi lanjutan. Peningkatan gugus sulfonat (sisi hidrofilik) yang tersubstitusi pada NaLS meningkatkan jumlah ikatan yang terbentuk dengan permukaan polar pada sistem.

(20)

11

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Rendemen lignin isolat yang didapatkan sebesar 45,73% (b/b). Kemurnian lignin dengan metode asetil bromida didapatkan sebesar 86,15% (b/b).

Pita serapan uluran C-S pada bilangan

gelombang 618 cm-1 menandakan telah

berlangsungnya reaksi sulfonasi menghasilkan lignin tersulfonasi (NaLS). Reaksi sulfonasi lignin kraft memiliki orde reaksi 1 terhadap lignin yang tersulfonasi dengan tetapan laju pada suhu 85, 90, dan 95 ºC ialah 0,0010; 0,0014; dan 0,0016 menit-1 serta energi pengaktifan reaksi sulfonasi sebesar 51,57 kJ mol-1

.

Natrium lignosulfonat dapat bertindak sebagai agen penurun tegangan permukaan (surfaktan). Tegangan permukaan air dan tegangan antarmuka air-xilena menurun

sebesar 34,21% dan 61,65% setelah

penambahan NaLS 10%. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai optimalisasi pengaruh pemberian NaLS sebagai surfaktan.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi SS. 1990. Bahan Pengajaran Kimia

Kayu. Direktorat Jendral Pendidikan

Tinggi Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Bogor: Pusat Antar-

Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor.

Askvik KM et al. 2001. Properties of the lignosulfonate surfactant complex phase.

Physicochem Eng Aspects 182:175-189.

Atkins PW. 1996. Kimia Fisik. Jilid 2. Ed ke-4. Kartohadiprodjo II, penerjemah; Indarto PW, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Phisical Chemistry.

Bahar N. 1983. Pembuatan pulp dengan pelarut organik (Studi literatur). Kompilasi

Simposium Selulosa dan Kertas V (3-5

Agustus 1983). Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Industri Selulosa.

Bandung.

Barsinai, Y. L, Wayman M. 1976. Separation of sugar and lignin in spent sulfite liquor

by hidrolysis and ultrafiltration. TAPPI J 59(3):112.

Beatson RP, Heitner C, Atack D. 1984. J.

Wood chem. Tech. 4(4):439.

Clark J. 2002. Chemical kinetics. [terhubung berkala]. http://www.City Collegiate.com [30 Sept 2007]

Dilling P et al. Penemu; United State Patent. 9 Jan 1990. Production of Lignosulphonate Aditives. 4 892 588.

Dzikrullah T. 2007. Pengaruh nisbah reaktan lignin-NaHSO3 dan pH pada reaksi sulfonasi lignin kraft untuk menghasilkan natrium lignosulfonat [skripsi]. Bogor:

Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Espenson JH. 1968. Chemical Kinetics and

Reaction Mechanism. Ed ke-2. New York:

McGraw-Hill.

Fengel D, Wegener G. 1995. Kayu: Kimia,

Ultrastruktur, dan Reaksi-Reaksi.

Sastrohamidjojo H, penerjemah.

Yogyakarta: UGM Press. Terjemahan dari:

Wood: Chemistry,Ultrasructure, Reaction.

Gargulak JD, Lebo SE. 2000. Commercial use of lignin-based materials. Di dalam: Glasser WG, Northey RA, Schultz TP, editor. Lignin: Historical, Biological, and

materials Perspectives. Washington:

Oxford University Pr. hlm 304-320. Hassi HY. 1985. Chemical characterization of

lignosulfonates [disertasi]. Department of Wood and Paper Science, North Carolina State University.

Johnson DB, Moore WE, Zank LC. 1961. The Spectrophotometric determination of lignin in small wood samples. TAPPI J 44:11.

Jain RK, Kulkani AG. 1991. Utilization of alkaline spent pulping liquor from bagasse as source of industrial dispersant. di dalam: Pant R, editor. Proceedings of the

Workshop on Wood Pulping Refining, Bagasse Newsprint, Lignin Utilizaton and Cellulose Derivatives; Bandung, 10−13

Nov 1991. Bandung: Departemen

(21)

12

Kim H, Hill MK, Fricke AL. 1987. Preparation of kraft lignin from black liqour. TAPPI J 12:112-115.

Lin SY, Dence CW. 1992. Methods in Lignin

Chemistry. New York: State University of

New York College of Environmental Science and fo Syracuse.

Lubis AA. 2007. Isolasi lignin dari lindi hitam (black liquor) proses pemasakan pulp soda dan pulp sulfat (kraft) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Mao J. 2006. Developing a continuous bisulfite post sulfonation process for the black liquor soda pulping of wheat straw [disertasi]. Faculty of Forest Management

and Engineering. University of

Washington. Proquest Information and Learning Company.

Nada AM, Sakhawi ME, Kamel SM. 1998. Infrared spectroscopic study of lignin.

Polimer Degradation and Stability

60:247-251.

Ouyang X, Qiu X, Chen P. 2006.

Physicochemical characterization of calcium lignosulfonate a potentially useful water reducer. Physicochem Eng Aspects 282−283: 489−497.

[Pulp and Paper Industry]. 2006. World and paper demand by grade 1980-2010. [terhubung berkala]. http://www.pulpand papertechnology.com/projects/silao/silao3. html [21 Agustus 2006].

Rivai M. 2004. Kajian Pengaruh nisbah reaktan H2SO4 dan lama Reaksi sulfonasi terhadap kinerja surfaktan metil ester sulfonat (MES) yang dihasilkan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Santoso A. 1995. Pencirian isolat lignin dan upaya menjadikannya sebagai bahan perekat kayu lapis [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Shen Q, Zhan T, Zhu MF. 2008. A

Comparison of The Surface Properties of Lignins by FTIR Spectroscopy and Wicking Technique. Physicochem. Eng.

Aspects.

Shibuya N, Portret RS. 1994. A Kinetic study of PEEK sulfonation in concentrated sulfuric acid by ultraviolet visible spectroscopy. Polym 35:3237−3242.

Sjöström E. 1995. Kimia Kayu, Dasar-Dasar

dan Penggunaan. Ed ke-2.

Sastrohamidjojo H, penerjemah;

yogyakarta: UGM Pr. Terjemahan dari:

Wood Chemistry, Fundamentals, and Applications

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1991. Cara Uji Massa Jenis, Senyawa-Senyawa Organik dan Anorganik dalam Lindi Hitam. SNI 06-2235-1991.

Suharto J. 2007. Kinetika dan optimisasi reaksi epoksidasi metil ester jarak pagar dengan katalis amberlite IR-120 [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Syahmani. 2000. Isolasi, Sulfonasi, dan Asetilasi Lignin dari Tandan Kosong Sawit dan Studi Pengaruhnya terhadap Proses Pelarutan Urea [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung. [Weyerhaeuser]. 2004 Material Safety Data

Sheet of Lignin. [terhubung berkala]. http://www.weyerhaeuser.com/en

vironment/msds/pdfs/074.pdf [7 Juli 2006].

[WTL] Wesco Technologies. 1995. Typical

properties of weschem ammonium

lignosulfonat, calcium lignosulfonate,

sodium lignosulfonate. zinc

lignosulfonate, San Clemente, CA.

92674-3880, USA. [terhubung berkala]

http://www.wtl.com/aprops.htm [12 sept 2005].

(22)
(23)

14

%

100

-

×

A

B

A

%

100

5,0007

0,9480

-5,0007

×

(g)

lindi

bobot

(%)

lindi

padatan

persen

×

g

222

18,9%

×

(g/ml)

lindi

jenis

bobot

(ml)

lindi

volume

×

g/ml

1,11

ml

200

×

Lampiran 1 Data karakterisasi lindi hitam kraft

Ulangan

A (g)

B (g)

Kadar air (%)

Padatan total

(%)

1

5,0007

0,948

81,04

18,96

2

5,0005

0,945

81,10

18,90

3

5,0000

0,944

81,12

18,88

Rerata

81,09

18,91

Keterangan:

A = Bobot contoh mula-mula

B = Bobot contoh kering

Contoh perhitungan ulangan 1

Kadar air lignin

=

=

= 81,04%

Rendemen lignin isolat

Ulangan

Volume

lindi

(ml)

Bobot

jenis lindi

(g/ml)

Bobot

lindi

(g)

Bobot

padatan

total (g)

Bobot lignin

isolat

(g)

Rendemen

lignin

(%)

1

200

1,11

222

41,96

19,19

45,73

2

200

1,11

222

41,96

19,19

45,73

3

200

1,11

222

41,96

19,19

45,73

Rerata

45,73

Contoh perhitungan ulangan 1

Bobot lindi

=

=

= 222 g

Bobot padatan total =

=

(24)

15

a

d

)

-m

(m

)

-m

(m

×

1 2 1 3

9998

,

0

14,7244)

-(20,1088

14,7244)

-(20,6923

×

%

100

(g)

tal

padatan to

bobot

(g)

isolat

lignin

bobot

×

%

100

41,96

19,19

×

Lanjutan Lampiran 1

Rendemen lignin

=

=

= 45,73%

Data bobot jenis lindi hitam

Ulangan

m

1

(g)

m

2

(g)

m

3

(g)

d

a

(g/cm

3

)

Bobot jenis

(g/cm

3

)

1

14,7244

20,1088

20,6923

0,9998

1,11

2

14,7244

20,1086

20,6925

0,9998

1,11

3

14,7244

20,1087

20,6923

0,9998

1,11

Rerata

1,11

Keterangan:

m

1

= bobot piknometer kosong

m

2

= bobot piknometer + air

m

3

= bobot piknometer + contoh

d

a

= bobot jenis air pada 26

º

C

Contoh perhitungan ulangan 1

Bobot jenis

=

=

(25)

16

%

7

,

1

(g)

lignin

bobot

26,1

0,5

100

×

×

×

A

7

,

1

g

0,005

26,1

0,5

0,229

100

×

×

×

Lampiran 2 Kemurnian lignin dengan metode asetil bromida

Ulangan

Bobot lignin (g)

Absorbans

Kemurnian (%)

1

0,0050

0,229

86,04

2

0,0056

0,257

86,25

Rerata

86,15

Contoh perhitungan ulangan 1

Kemurnian (%)

=

=

= 86,04

Keterangan perhitungan

26,1

= absorptivitas lignin standar

(26)

17

Lampiran 3 Hasil kinetika reaksi sulfonasi lignin

Rendemen NaLS pada suhu reaksi 85

º

C

A Bobot UV (g) Kemurnian (%) Bobot produk (g) Bobot NaLS murni (g) Waktu reaksi (menit) Rendemen (%) Orde1 Orde2 0,509 0,0507 71,71 0,6169 0,4424 45 31,53 3,4509 0,0317 0,548 0,0508 77,05 0,5773 0,4448 90 31,70 3,4563 0,0315 0,514 0,0500 73,43 0,6577 0,4830 135 34,42 3,5386 0,0291 0,508 0,0507 71,57 0,6950 0,4974 180 35,45 3,5680 0,0282 0,502 0,0501 71,57 0,6900 0,4938 225 35,19 3,5608 0,0284 0,565 0,051 79,13 0,7266 0,5750 270 40,98 3,7130 0,0244

(a) (b)

(a)

(c)

Rendemen NaLS pada suhu 85

º

C untuk orde reaksi: (a) ke-0, (b) ke-1, (c) ke-2

y

= 0.0373

x

+ 29.002 R2 = 0.8336 0 10 20 30 40 50 0 100 200 300

waktu reaksi (menit)

re n d e m e n ( % [ b /b ])

y

= 0.001

x

+ 3.3826 R2 = 0.8544 3.4 3.45 3.5 3.55 3.6 3.65 3.7 3.75 0 100 200 300

waktu reaksi (menit)

ln r e n d e m e n y = -3E-05x + 0.0336 R2 = 0.872 0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0 100 200 300

waktu reaksi (menit)

1 /r en d em en

(27)

18

Lanjutan Lampiran 3

Rendemen NaLS pada suhu reaksi 90

º

C

A Bobot UV (g) Kemurnian (%) Bobot produk (g) Bobot NaLS murni (g) Waktu reaksi (menit) Rendemen (%) Orde1 Orde2 0,536 0,0508 75,3656 0,6474 0,4879 45 34,77 3,5488 0,0288 0,522 0,0503 74,1267 0,7832 0,5806 90 41,37 3,7226 0,0242 0,562 0,0501 80,1255 0,7362 0,5899 135 42,04 3,7386 0,0238 0,517 0,0514 71,8455 0,8454 0,6074 180 43,29 3,7678 0,0231 0,569 0,0503 80,8009 0,7675 0,6202 225 44,20 3,7887 0,0226 0,512 0,0503 72,7066 1,0047 0,7305 270 52,06 3,9523 0,0192

(a) (b)

(C)

Rendemen NaLS pada suhu 90

º

C untuk orde reaksi: (a) ke-0, (b) ke-1, (c) ke-2

y

= 0.061

x

+ 33.34 R2 = 0.853 0 10 20 30 40 50 60 0 100 200 300

waktu reaksi (menit)

re n d e m e n ( % [ b /b ])

y

= 0.0014

x

+ 3.5287 R2 = 0.8566 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 4 0 100 200 300

waktu reaksi (menit)

ln r e n d e m e n

y

= -3E-05

x

+ 0.0289 R2 = 0.8478 0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0 100 200 300

waktu reaksi (menit)

1 /r en d em en

(28)

19

Lanjutan Lampiran 3

Rendemen NaLS pada suhu reaksi 95

º

C

A Bobot UV (g) Kemurnian (%) Bobot produk (g) Bobot NaLS murni (g) Rendemen (%) Waktu reaksi (menit) Orde 1 Orde 2 0,515 0,0508 72,41 0,7801 0,5649 40,26 45 3,6953 0,0248 0,512 0,0509 71,85 0,861 0,6186 44,09 90 3,7861 0,0227 0,514 0,0503 72,99 0,8913 0,6506 46,36 135 3,8365 0,0216 0,535 0,0505 75,67 0,9181 0,6947 49,51 180 3,9022 0,0202 0,517 0,0508 72,69 1,0421 0,7575 53,99 225 3,9887 0,0185 0,508 0,0504 72,00 0,9869 0,7105 50,64 270 3,9246 0,0197

(a) (b)

(c)

Rendemen NaLS pada suhu 95

º

C untuk orde reaksi: (a) ke-0, (b) ke-1, (c) ke-2

y = -3E-05x + 0.0261 R2 = 0.9896 0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0 50 100 150 200 250

waktu reaksi (menit)

1 /r e n d e m e n

y

= 0.0731

x

+ 36.976 R2 = 0.9888 0 10 20 30 40 50 60 0 50 100 150 200 250

waktu reaksi (menit)

re n d e m e n ( % [ b /b ])

y

= 0.0016

x

+ 3.6309

R

2 = 0.9917 3.65 3.7 3.75 3.8 3.85 3.9 3.95 4 4.05 0 50 100 150 200 250

waktu reaksi (menit)

ln r e n d e m e n

(29)

20

=

1 2 1 2

1

-1

-ln

T

T

R

Ea

k

k

×

y = -6203.9x + 10.454 R2 = 0.9452 -7 -6.9 -6.8 -6.7 -6.6 -6.5 -6.4 -6.3 0.0027 0.0027 0.0027 0.0028 0.0028 0.0028 1/T (K-1) ln k

=

R

Ea

6203

Lanjutan Lampiran 3

Nilai konstanta laju reaksi sulfonasi dengan suhu reaksi 85, 90, dan 95

º

C

suhu reaksi

(ºC)

1/T

(K-1)

k

(menit-1) lnk Persamaan garis

358 0,0028 0,0010 -6,9078 y = 0,0010x + 3,3826

363 0,0028 0,0014 -6,5713 y = 0,0014x + 3,5287

368 0,0027 0,0016 -6,4378 y = 0,0016x + 3,6309

Penentuan energi pengaktifan reaksi sulfonasi

Persaman garis yang didapatkan :

y = -6203x + 10,45

persamaan energi pengaktifan :

maka,

Ea = 6203 8,314.10

-3

kJ mol

-1

K

-1

(30)

21

(g/mol)

monomer

BM

(g)

lignin

bobot

g/mol

213,11

g

1,00

10 bobot faktor 232 × × ×FP A 10 0,0508 35 2500 515 , 0 × × ×

(%)

kemurnian

(g)

produk

bobot

×

72,41%

g

0,7801

×

Lanjutan Lampiran 3

Contoh perhitungan rendemen sulfonasi lignin pada suhu 95

º

C dan waktu reaksi 45

menit

Kemurnian NaLS

=

=

= 72,41%

Bobot NaLS murni =

=

= 0,5649 g

Penghitungan rendemen

Monomer lignin NaLS

Bobot molekul: 213,11 g/mol 299,04 g/mol

Mol monomer lignin

(teoritis)

=

=

= 0,0047 mol

mol NaLS

(teoritis)

= mol monomer lignin

(teoritis)

= 0,0047 mol

CHOH -OHC CH2OH OCH3 (H)O CH -OHC CH2OH OCH3 (H)O SO3Na NaHSO 3

(31)

22

NaLS

BM

NaLS

mol

(teoritis)

×

g/mol

299,04

mol

0,0047

×

100%

(g)

NaLS

bobot

(g)

NaLS

bobot

(teoritis) ) (percobaan

×

100%

g

1,4032

g

0,5649

×

NaLS

rendemen

1

40,26

1

Lanjutan Lampiran 3

Bobot NaLS

(teoritis)

=

=

= 1,4032 g

Rendemen NaLS (%) =

=

= 40,26%

Rendemen NaLS = orde 0

Orde 1

= ln rendemen NaLS

= ln 40,26

= 3,6953

Orde 2

=

=

= 0,0248

(32)

23

Lampiran 4 Ciri gugus fungsi lignin isolat dan NaLS

Standar kisaran pita

serapan No Lignin standar

Aldric

Lignin isolat Natrium

lignosulfonat

Keterangan

1 3431 3429 3434 3450-3400 Gugus hidroksil*)

2 2930 2934 2935 2940-2930 Regangan C-H gugus

metil**)

3 1507 dan 1509 1505 dan 1610 1518 dan 1615 1675-1500 Vibrasi cincin

aromatik*)

4 - 1330 1328 1335-1325 Ciri lignin siringil*)

5 1461 1460 1460 1464 Regangan C-H gugus

metil**)

6 1216 1214 1213 1272-1124 Ciri lignin guaiasil*)

7 1135 1112 1115 1200-850 Regangan eter**)

8 - 618 618 620 Uluran C-S**)

Keterangan:

*) Bahar (1984)

**) Santoso (1995)

(33)

24

%

100

1,0181

0,9621

-1,0181

×

%

100

0,9508

0,2402

×

NaLS(%)

tal

padatan to

(g)

NaLS

bobot

×

94,78%

1,0032

×

%

100

-

×

A

B

A

%

100

×

A

B

Lampiran 5 Kadar air dan abu NaLS

Kadar air NaLS

Kadar air

Ulangan

A (g)

B (g)

(%)

Padatan total

(%)

1

1,0181

0,9621

5,50

94,50

2

1,0020

0,9471

5,48

94,52

3

1,0072

0,9602

4,67

95,33

Rerata

5,22

94,78

Keterangan:

A = Bobot contoh mula-mula

B = Bobot contoh kering

Contoh perhitungan ulangan 1

Kadar air NaLS

=

=

= 5,50%

Kadar abu NaLS

bobot NaLS

A

B

kadar abu

1,0032

0,9508

0,2402

25,26

1,0031

0,9507

0,2386

25,1

1,0021

0,9498

0,2415

25,43

Rerata

25,26

Keterangan:

A = Bobot NaLS kering awal

B = Bobot abu

Contoh peritungan ulangan 1

A

=

=

= 0,9508 g

Kadar abu lignin

=

=

Gambar

Gambar  3  Reaksi protonasi atom O pada C-α    dan C-γ (Hassi 1985).
Gambar 5 Reaksi pengasaman gugus fenolat.
Gambar 6 Reaksi esterifikasi lignin.
Gambar  11  Peningkatan  laju  reaksi  sulfonasi  dengan  bertambahnya  nilai  tetapan laju reaksi sulfonasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tahap identifikasi terdapat kekurangan mesikipun pelaksanaannya telah dilaksanakan terhadap semua gelandangan dan pengemis, baik yang mengikuti maupun yang tidak

Pemakaman Kota Pekanbaru melakukan Pembagian tugas dan tim yang sesuai dengan kondisi wilayah, maka dari itu ini dapat menjadi hal yang baik dalam pelaksanaan

Jadi pengawas Lapangan harus punya 2 (dua) gambar di Lapangan yaitu 1 (satu) gambar untuk dibawa-bawa ke Lapangan/tempat pelaksanaan pekerjaan yaitu untuk

Bila manusia memakan daging babi yang mengandung sistiserkus, maka sistiserkus ini akan menetas di dalam usus menjadi larva dan dalam waktu 5-12 minggu tumbuh menjadi cacing

Perbandingan gaya-gaya dalam antara SRPM, SRBK-S, dan SRBK-M akan dilakukan pada beberapa kolom dan balok saja akibat kombinasi dari beban mati,  beban hidup, dan beban gempa arah

PENGERTIAN (DEFINISI) Demam Tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman garm negatif Salmonella typhi, menyerang saluran pencernaan dengan

Dalam masalah ijtihad Yusuf al-Qardhawi merupakan seorang ulama kontemporer yang menyuarakan bahwa untuk menjadi seorang ulama mujtahid yang berwawasan luas dan

a) Kangge ngawekani kemerosotaning moral tumrap generasi mudha ing jaman sapunika kedahipun pendhidhikan budi pakarti dipunlebetaken malih wonten kurikulum sekolah.